Moderator
Penyaji
Fasilitator
Observer
VIII. Evaluasi
Setelah dilakukan ceramah di berikan dengan mengacu pada tujuan yang telah di
tetapkan kriteria evaluasi sebagai berikut :
1. Kriteria Struktur
1.1 Semua peserta penyuluhan hadir/ikut dalam kegiatan penyuluhan dengan jumlah
20 orang
1.2 Penyelenggara penyuluhan dilakukan di Ruang Asoka (R.Anak) di RSUD. Bangil
1.3 Tim pelaksana siap baik menyiapkan alat maupun kelengkapan lainnya, sehingga
kegiatan penyuluhan berjalan dengan lancar.
2. Kriteria Hasil
2.1 Seluruh materi sudah tersampaikan.
2.2 Peserta dapat mengerti tentang penyakit sindrom nefrotik.
2.3 Peserta dapat menyebutkan pengertian, penyebab, tanda dan gejala, pencegahan,
pengobatan, dan komplikasi.
2.4 Peserta dapat menjawab pertanyaan dari pemateri tentang penyakit sindroma
nefrotik.
2. Etiologi
Penyebab penyakit sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, namun akhir-
akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit autoimun. Jadi merupakan suatu reaksi
antigen-antibodi. Berdasarkan etiologinya sindrom nefrotik dibagi menjadi 3 yaitu:
2.1 Primer/ Idiopatik
2.1.1 Yang berhubungan dengan kelainan primer glomerulus dengan sebab tidak
diketahui.
2.1.2 Banyak terjadi pada usia sekolah (74% pada usia 2 – 7 tahun).
2.1.3 Pria dan wanita 2 : 1.
2.1.4 Diawali dengan infeksi virus pada saluran nafas atas.
2.2 Sekunder
2.2.1 Disebabkan oleh kerusakan glomerulus (akut/kronik) karena penyakit
tertentu.
2.2.2 Karena infeksi, keganasan, obat-obtan, penyakit multisistem dan jaringan
ikat, reaksi alergi, bahan kimia, penyakit metabolik, penyakit kolagen, toksin,
transplantasi ginjal, trombosis vena renalis, stenosis arteri renalis, obesitas
masif, glomerulonefritis akut/kronis.
2.2.3 Banyak terjadi pada anak dengan penurunan daya tahan tubuh/ gangguan
imunitas, respon alergi, glomerulonefritis. Dikaitkan dengan respon imun
(abnormal immunoglobulin).
2.2.4 Pada orang dewasa SN skunder terbanyak disebabkan oleh dibetes melitus
2.3 Kongenital
2.3.1 Diturunkan sebagai resesif autosom atau karena reaksi fetomaterna
2.3.2 Herediter Resisten gen
2.3.3 Tidak resisten terhadap terapi malalui Transplantasi Ginjal
Beberapa penyakit yang dapat secara spesifik menyebabkan rusaknya
glomeruli ginjal dan sering mengakibatkan timbulnya proteinuria tentunya
mempercepat timbulnya Nefrotik syndrome:
a. Amiloidosis.
b. Congenital nephrosis.
c. Focal segmental glomerular sclerosis (FSGS).
d. Terjadi kerusakan pada jaringan glomeruli, sehingga merusak membran
pelindung protein.
e. Glomerulonephritis (GN).
f. IgA nephropathy (Berger's disease).
g. Minimal change disease (Nil's disease).
h. Pre-eclampsia
Terjadinya Sindroma Nefrotik juga tergantung usia kejadiannya:
a. Usia kurang dari 1 tahun
b. Usia kurang dari 15 tahun
c. Usia 15 sampai 40 tahun
3. Patofisiologi
Kondisi dari sindrom nefrotik adalah hilangnya plasma potein, terutama albumin
ke dalam urine. Meskipun hati mampu meningkatkan produksi albumin, namun organ
ini tidak mampu untuk terus mempertahankannya jika albumin terus-menerus hilang
melalui ginjal sehingga terjadi hipoalbuminemia.
Terjadinya penurunan tekanan onkotik menyebabkan edema generalisata akibat
cairan yang berpindah dari sistem vaskular ke dalam ruang cairan ekstraseluler.
Penurunan sirkulasi volume darah mengaktifkan sistem renin-angiotensin
menyebabkan retensi natrium dan edema lebih lanjut.
Manifestasi dari hilangnya protein dalam serum akan menstimulasi sintesis
lipoprotein di hati dan terjadi peningkatan konsentrasi lemak dalam darah
(hiperlipidemia).
Sindrom nefrotik dapat terjadi di hampir setiap penyakit renal intrinsik atau
sistemik yang mempengaruhi glomerulus. Meskipun secara umum penyakit ini
dianggap menyerang anak-anak, namun sindrom nefrotik juga terjadi pada orang
dewasa termasuk lansia. Penyebab sindrom nefrotik mencakup glomerulonefritis
kronis, dibetes mellitus disertai glomerulosklerosis interkapiler, amiloidosis ginjal,
penyakit lupus erythematosus sistemik, dan trombosis vena renal.
Respons perubahan patologis pada glomerulus secara fungsional akan
memberikan berbagai masalah keperawatan pada pasien yang mengalami glomerulus
progresif cepat. (Arif Muttaqin, 2011).
4. DETEKSI DINI
4.1 Pembengkakan di bagian tubuh tertentu
Anak yang menderita sindrom nefrotik biasanya akan mengalami
pembengkakan (edema) di bagian kaki dan sekitar mata. Mata menjadi sembab dan
kaki membesar. Pembengkakan abnormal adalah pembengkakan yang tidak keras
melainkan lembek ketika kaki dipegang.
4.2 Kenaikan berat badan secara tiba-tiba
Anak juga akan mengalami kenaikan berat badan yang tidak normal. Namun,
kenaikan berat badan tersebut bukan disebabkan oleh nutrisi melainkan adanya
cairan yang menumpuk dalam tubuh.
4.3 Urin berbusa
Adanya kandungan protein yang tinggi pada urin menyebabkan urin yang
dikeluarkan anak menjadi berbusa. Waspadai gejala ini, karena urin berbusa adalah
indikator utama adanya masalah dalam ginjal.
4.4 Tidak nafsu makan
Gejala berikutnya ialah terganggunya nafsu makan anak. Seorang ibu harus
curiga ketika buah hatinya tidak mau makan karena bisa jadi anak menderita sakit
tertentu, misalnya sindrom nefrotik ini.
6. Pengobatan
6.1 Istirahat sampai edema tinggal sedikit
6.2 Makanan yang mengandung protein tinggi sebanyak 3 – 4 gram kgBB hari,
6.3 Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam, dapat digunakan diuretik,
biasanya furosemid 1 mg kgBB/hari. Bergantung pada beratnya edema dan respon
pengobatan.
6.4 Dengan antibiotik bila ada infeksi
7. Pencegahan
Cara Pencegahan Sindrom Nefrotik yaitu dengan :
7.1 Imunisasi yang direkomendasikan adalah terhadap Streptococcus pneuminiae
7.2 Pemberian antibiotik
7.3 Mengontrol kondisi Nefrotik, mencegah asites, dan imunisasi
8. KOMPLIKASI
8.1 Infeksi sekunder mungkin karena kadar imunoglobulin yang rendah akibat
hipoalbuminemia.
8.2 Shock : terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (< 1 gram/100ml) yang
menyebabkan hipovolemia berat sehingga menyebabkan shock.
8.3 Trombosis vaskuler : mungkin akibat gangguan sistem koagulasi sehingga terjadi
peninggian fibrinogen plasma.
8.4 Keseimbangan nitrogen menjadi pasif.
8.5 Komplikasi yang bisa timbul adalah malnutrisi atau kegagalan ginjal
(Rauf, .2002 : .27-28).
REFERENSI
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta: Salemba
Medika.
Muttaqin, Arif. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba
Medika.
Suriadi .2006. Asuhan Keperawatan Anak Edisi 2. Jakarta: CV Sagung.
Sudoyo, Aru, Dkk. 2006. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Depertemen Ilmu penyakit Dalam
FKUI.