Anda di halaman 1dari 16

Dari praktikum yang telah kami lakukan, titrasi kompleksometri adalah suatu

analisis volumetric berdasarkan reaksi pembentukan senyawa kompleks antara ion logam dengan
zat pembentuk kompleks (ligan). Ligan yang banyak digunakan pada titrasi kompleksometri
adalah dinatrium etilen dan dianida tetra asetat (Na2EDTA). Titrasi kompleksometri juga dikenal
sebagai reaksi yang meliputi reaksi pembentukan ion-ion kompleks ataupun pembentukan
molekul netral yang terdisosiasi dalam larutan. Persyaratan mendasar terbentuknya kompleks
demikian adalah tingkat kelarutan tinggi. Kompleksometri termasuk salah satu analisis kimia
kuantitatif, yang tujuannya untuk menentukan kadar ataupun konsentrasi dalam suatu sampel.
Adapun prinsip kerjanya yaitu berdasarkan reaksi pembentukan senyawa kompleks dengan
Na2EDTA, sebagai larutan standar dengan bantuan indikator tertentu. Titik akhir titrasi
ditunjukkan dengan terjadinya perubahan warna larutan, yaitu dari anggur merah menjadi biru.
Pada praktikum ini terdapat 3 kali percobaan yaitu Pembuatan Larutan, Pembakuan
Na2EDTA dan Penetapan Sampel. Larutan yang digunakan dalam praktikum Kompleksometri
ini adalah larutan ZnSO4.7H2O 0,05 M, larutan Na2EDTA 0,05 M, dan larutan dapar salmiak
pH 10. Sedangkan indicator yang digunakan adalah Eriochrom Black T (EBT).
Pembuatan Larutan
Untuk pembuatan larutan, larutan yang dibuat yaitu Larutan Baku Primer
ZnSO4.7H2O 0,05 M, Larutan Baku Sekunder Na2EDTA, dan larutan dapar salmiak pH 10.
Larutan baku primer ZnSO4.7H2O 0,05 M dibuat dengan cara menimbang
ZnSO4.7H2O sebanyak 0,805 gram kemudian memasukkannya kedalam labu ukur 100 ml.
Selanjutnya menambahkan 1-2 ml H2SO4 4N dan mengencerkannya sampai tanda batas.
Larutan baku sekunder Na2EDTA dibuat dengan cara menimbang sebanyak 18,6
gram Na2EDTA kemudian melarutkannya dengan aquadest hingga 1000 ml. Asam etilen diamin
tetra asetat atau yang lebih dikenal dengan EDTA, merupakan salah satu jenis asam amina
polikarboksilat. EDTA sebenarnya adalah ligan seksidentat yang dapat berkoordinasi dengan
suatu ion logam lewat kedua nitrogen dan keempat gugus karboksil-nya atau disebut ligan
multidentat yang mengandung lebih dari dua atom koordinasi per molekul, misalnya asam 1,2-
diaminoetanatetraasetat (asametilenadiamina tetraasetat, EDTA) yang mempunyai dua atom
nitrogen– penyumbang dan empat atom oksigen penyumbang dalam molekul.
Larutan dapar salmiak pH 10 dibuat dengan cara mengambil 142 ml amoniak pekat
kemudian mencampurnya dengan 17,5 gram NH4Cl dan mengencerkannya dengan aquadest
sampai 250 ml. Selanjutnya memeriksa pH nya menggunakan kertas indikator. Apabila larutan
terlalu basa maka ditambahkan sedikit HCl, dan apabila larutan terlalu asam maka ditmbahkan
sedikit NaOH sampai menemukan pH 10.
Indicator
Untuk pembuatan indicator Eriochrom Black T (EBT) yaitu dengan menimbang 1 gram EBT
kemudian ditungkan kedalam mortar dan dihaluskan dengan menambahkan 100 gram NaCl
kering. Setelah itu menyimpannya kedalam botol kering.
Pembakuan Na2EDTA dengan ZnSO4.7H2O
Standarisasi merupakan suatu reaksi asidimetri yakni penentuan konsentrasi titran
menggunakan larutan baku primer. Tujuan standarisasi adalah untuk mengetahui konsentrasi dari
Na2EDTA. EDTA perlu distandarisasi terlebih dahulu karena Na2EDTA tidak stabil dalam
penyimpanannya , Na2EDTA merupakan larutan baku sekunder, sehingga konsentrasi
Na2EDTA perlu diketahui secara pasti menggunakan larutan baku primer yaitu ZnSO4. Larutan
baku primer adalah suatu larutan yang konsentrasinya dapat langsung ditentukan dari berat bahan
murni yang dilarutkan atau dengan penimbanagan langsung. Sedangkan larutan baku sekunder
adalah larutan yang tidak diketahui konsentrasinya dan dapat diketahui dengan pembakuan
menggunakan larutan baku primer. Adapun syarat larutan baku adalah harus mudah didapat,
sederhana dalam penggunaannya, juga harus stabil sehingga konsentrasinya tidak mudah
berubah.
Untuk membuat pembakuan Na2EDTA, pertama yang dilakukan yaitu mengambil 5 ml
larutan ZnSO4.7H2O menggunakan pipet dan memasukkannya kedalam Erlenmeyer yang
disebut titer. Selanjutnya menambahkan 1 ml dapar salmiak pH 10 dan menambahkan 25 gram
EBT. Fungsi dari larutan dapar salmiak untuk menyangga pH larutan sehingga logam-logam
alkali dan alkali tanah dapat bereaksi dengan Na2EDTA. Jika pH kurang dari 10 maka zink akan
membentuk kompleks yang tidak stabil dengan Na2EDTA dan jika pH lebih besar dari 10 maka
akan terbentuk endapan hidroksi Zn(OH)2 yang dapat memperlambat kerja Na2EDTA.
Kemudian larutan didalam Erlenmeyer dititrasi dengan larutan Na2EDTA yang terdapat di buret
yang disebut dengan titran, sampai terjadi perubahan warna dari anggur merah menjadi biru
gelap dengan volume Na2EDTA yang dkeluarkan/digunakan pada percobaan ini sebanyak 3,9
ml.
Penetapan Sampel
Terdapat dua sampel yang akan ditetapkan kadarnya, yaitu sampel Mg dan sampel
MgSO4. Pada penetapan kadar Mg yaitu dengan cara memasukkan larutan Mg sebanyak 5 ml
dengan menggunakan pipet dan memasukkannya kedalam Erlenmeyer. Kemudian menambahkan
1 ml larutan dapar salmiak pH 10 dan indicator EBT sebanyak 25 mg. Setelah itu Erlenmeyer di
letakkan di bawah buret kemudian dititrasi dengan larutan Na2EDTA pada suhu 40 derajat
celcius sambil Erlenmeyer digoyangkan perlahan. Hasil yang didapatkan yaitu perubahan warna
larutan dari merah anggur menjadi biru dengan Na2EDTA yang dibutuhkan sebanyak 1 ml.
Untuk penetapan sampel MgSO4 cara yang dilakukan sama, yaitu mula-mula
larutan MgSO4 sebanyak 5 ml dimasukkan kedalam Erlenmeyer dan ditambahkan 1 ml larutan
dapar salmiak pH 10. Selanjutnya menambahkan indicator EBT sebanyak 25 gram yang telah
selesai ditimbang. Kemudian menitrasinya dengan menggunakan larutan Na2EDTA yang
terdapat di buret sambil Erlenmeyer digoyangkan perlahan. Hasil yang didapatkan yaitu larutan
yang terdapat di Erlenmeyer yang semula berwarna anggur merah menjadi berwarna biru dengan
larutan Na2EDTA yang dikeluarkan dalam buret sebanyak 11,7 ml.
Titik akhir titrasi adalah titik ketika titran dan titrat tepat habis bereaksi dengan adanya
perubahan warna sehingga proses titrasi harus dihentikan agar titik ekuivalen dapat tercapai.
Titik ekuivalen adalah kesetaraan antara mol titran dan titrat.
Kesimpulan
Adapun prinsip kerja dalam penentuan kadar Ca secara kompleksometri yaitu berdasarkan reaksi
pembentukan senyawa kompleks dengan EDTA, sebagai larutan standar dengan bantuan
indikator tertentu. Titik akhir titrasi ditujukkan dengan terjadinya perubahan warna larutan, yaitu
merah anggur menjadi biru.
- EBT (Eriochrome Black T) adalah sejenis indikator yang berwarna merah muda bila berada
dalam larutan yang mengandung ion kalsium dan ion magnesium dengan pH 10,0 + 0,1. Tujuan
diberi indikator ini adalah karena indikator tersebut peka terhadap kadar logam dan pH larutan,
sehingga titik akhir titrasinya pun dapat diketahui. Lalu dititrasi dengan EDTA.
- Metode yang dapat dilakukan dalam titrasi kompleksometri dengan EDTA, yaitu titrasi langsung
dengan EDTA untuk kesadahan total air, kalsium, dan magnesium, titrasi kembali untuk reduksi
antara kation dengan EDTA, titrasi penggantian bila tidak ada indikator yang sesuai, dan titrasi
tidak langsung untuk penentuan sulfat dengan mengendapkannya sebagai BaSO4.
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa Titrasi
kompleksometri yaitu titrasi berdasarkan pembentukan persenyawaan kompleks (ion kompleks
atau garam yang sukar mengion), Kompleksometri merupakan jenis titrasi dimana titran dan
titrat saling mengkompleks, membentuk hasil berupa kompleks. Konsentrasi larutan EDTA 10,5
N Kadar Ca yang diperoleh 3 M.
Simpulan

1. Titrasi kompleksometri adalah suatu analisis volumetric berdasarkan reaksi pembentukan


senyawa kompleks antara ion logam dengan zat pembentuk kompleks (ligan).
2. Indicator Eriochrom Black T (EBT) adalah sejenis indikator yang berwarna merah muda bila
berada dalam larutan yang mengandung ion magnesium dengan pH 10,0 + 0,1. Tujuan diberi
indikator ini adalah karena indikator tersebut peka terhadap kadar logam dan pH larutan,
sehingga titik akhir titrasinya pun dapat diketahui. Lalu dititrasi dengan Na2EDTA.
3. Pembakuan Na2EDTA dengan ZnSO4 yang menggunakan indicator EBT menghasilkan titik
akhir titrasi dengan perubahan warna larutan dari anggur merah menjadi biru gelap dengan
Na2EDTA yang digunakan sebanyak 3,9 ml. Sehingga dapat diketahui molaritas Na2EDTA
adalah 0,064 M.
4. Penetapan sampel Mg yang dititrasi dengan Na2EDTA menggunakan indicator EBT
menghasilkan titik akhir titrasi dengan perubahan warna dari anggur merah menjadi biru gelap
dengan Na2EDTA yang digunakan sebanyak 1 ml. Sehingga dapat diketahui molaritas Mg yaitu
0,0064 M
5. Penetapan sampel MgSO4 yang dititrasi dengan Na2EDTA menggunakan indicator EBT
menghasilkan titik akhir titrasi dengan perubahan warna dari anggur merah menjadi biru gelap
dengan Na2EDTA yang digunakan sebanyak 11,7 ml. Sehingga dapat diketahui molaritas
MgSO4 yaitu 0,07488 M.
1. Untuk pembakuan Na2EDTA dengan larutan ZnSO4 digunakan titrasi dengan metode
kompleksometri karena Na2EDTA dapat bereaksi sempurna dengan ion logam pada ZnSO4
dengan menggunakan indicator EBT.

2. Larutan Na2EDTA yang digunakan sebanyak 3,9 ml untuk titrasi 5 ml ZnSO4

3. Titik akhir titrasi terjadi saat larutan ZnSO4 berubah warna dari anggur merah menjadi biru
gelap.

4. - Adapun prinsip kerja dalam penentuan kadar Mg secara kompleksometri yaitu berdasarkan
reaksi pembentukan senyawa kompleks dengan Na2EDTA, sebagai larutan standar dengan
bantuan indikator tertentu. Titik akhir titrasi ditujukkan dengan terjadinya perubahan warna
larutan, yaitu merah anggur menjadi biru.

- 5. EBT (Eriochrome Black T) adalah sejenis indikator yang berwarna merah muda bila berada
dalam larutan yang mengandung ion magnesium dengan pH 10,0 + 0,1. Tujuan diberi indikator
ini adalah karena indikator tersebut peka terhadap kadar logam dan pH larutan, sehingga titik
akhir titrasinya pun dapat diketahui. Lalu dititrasi dengan Na2EDTA.

Pembahasan
Titrasi kompleksometri yaitu titrasi berdasarkan pembentukan persenyawaan kompleks (ion
kompleks atau garam yang sukar mengion), Kompleksometri merupakan jenis titrasi dimana
titran dan titrat saling mengkompleks, membentuk hasil berupa kompleks. Reaksi–reaksi
pembentukan kompleks atau yang menyangkut kompleks banyak sekali dan penerapannya juga
banyak, tidak hanya dalam titrasi. Karena itu perlu pengertian yang cukup luas tentang
kompleks, sekalipun disini pertama-tama akan diterapkan pada titrasi. Titrasi kompleksometri
juga dikenal sebagai reaksi yang meliputi reaksi pembentukan ion-ion kompleks ataupun
pembentukan molekul netral yang terdisosiasi dalam larutan. Persyaratan mendasar terbentuknya
kompleks demikian adalah tingkat kelarutan tinggi. Kompleksometri termasuk salah satu analisis
kimia kuantitatif, yang tujuannya untuk menentukan kadar ataupun konsentrasi dalam suatu
sampel. Adapun prinsip kerjanya yaitu berdasarkan reaksi pembentukan senyawa kompleks
dengan EDTA, sebagai larutan standar dengan bantuan indikator tertentu. Titik akhir titrasi
ditunjukkan dengan terjadinya perubahan warna larutan, yaitu dari anggur merah menjadi biru.
Titrasi dapat ditentukan dengan adanya penambahan indikator yang berguna sebagai
tanda tercapai titik akhir titrasi. Ada lima syarat suatu indikator ion logam dapat digunakan pada
pendeteksian visual dari titik-titik akhir yaitu reaksi warna harus sedemikian sehingga sebelum
titik akhir, bila hampir semua ion logam telah berkompleks dengan EDTA, larutan akan
berwarna kuat. Kedua, reaksi warna itu haruslah spesifik (khusus), atau sedikitnya selektif.
Ketiga, kompleks-indikator logam itu harus memiliki kestabilan yang cukup, kalau tidak, karena
disosiasi, tak akan diperoleh perubahan warna yang tajam. Namun, kompleks-indikator logam itu
harus kurang stabil dibanding kompleks logam-EDTA untuk menjamin agar pada titik akhir,
EDTA memindahkan ion-ion logam dari kompleks-indikator logam ke kompleks logam-EDTA
harus tajam dan cepat. Kelima, kontras warna antara indikator bebas dan kompleks-indikator
logam harus sedemikian sehingga mudah diamati. Indikator harus sangat peka terhadap ion
logam (yaitu, terhadap pM) sehingga perubahan warna terjadi sedikit mungkin dengan titik
ekuivalen. Terakhir, penentuan Ca dan Mg dapat dilakukan dengan titrasi EDTA, pH untuk
titrasi adalah 10 dengan indikator eriochrome Black T.
Asam etilen diamin tetra asetat atau yang lebih dikenal dengan EDTA, merupakan salah
satu jenis asam amina polikarboksilat. EDTA sebenarnya adalah ligan seksidentat yang dapat
berkoordinasi dengan suatu ion logam lewat kedua nitrogen dan keempat gugus karboksil-nya
atau disebut ligan multidentat yang mengandung lebih dari dua atom koordinasi per molekul,
misalnya asam 1,2-diaminoetanatetraasetat (asametilenadiamina tetraasetat, EDTA) yang
mempunyai dua atom nitrogen– penyumbang dan empat atom oksigen penyumbang dalam
molekul.
Suatu EDTA dapat membentuk senyawa kompleks yang mantap dengan sejumlah besar
ion logam sehingga EDTA merupakan ligan yang tidak selektif. Dalam larutan yang agak asam,
dapat terjadi protonasi parsial EDTA tanpa pematahan sempurna kompleks logam, yang
menghasilkan spesies seperti CuHY-. Berikut adalah struktur dari EDTA (Asam etilen diamin
tetra asetat) :
EDTA merupakan ligan seksidentat yang berpotensi, yang dapat berkoordinasi dengan ion logam
dengan pertolongan kedua nitrogen dan empat gugus karboksil. Dalam hal-hal lain, EDTA
mungkin bersikap sebagai suatu ligan kuinkedentat atau kuadridentat yang mempunyai satu atau
dua gugus karboksilnya bebas dari interaksi yang kuat dengan
logamnya.
Sebagian besar titrasi kompleksometri mempergunakan indikator yang juga bertindak sebagai
pengompleks dan tentu saja kompleks logamnya mempunyai warna yang berbeda dengan
pengompleksnya sendiri. Indikator demikian disebut indikator metalokromat. Indikator jenis ini
contohnya Erichrome Black T (EBT). EBT adalah sejenis indikator yang berwarna merah muda
bila berada dalam larutan yang mengandung ion kalsium dan ion magnesium dengan pH 10,0 +
0,1.

Pada percobaan pembakuan larutan EDTA dengan larutan MgCl2. Pertama-tama yang dilakukan
adalah mengambil 10 ml MgCl2, lalu dimasukkan kedalam erlenmayer. MgCl2 merupakan
larutan yang digunakan untuk menstandarisasi EDTA. Lalu ditambahkan 30 ml aquades. MgCl2
berwarna bening, setelah ditambahkan aquades warna larutan tetap bening. Lalu ditambahkan 2
ml larutan buffer pH 10. Tujuan ditambahkan larutan dapar amilum pH 10 untuk menjaga ion
tetap dalam larutan. Setelah ditambahkan buffer pH 10 warna larutan tetap bening. Selanjutnya
ditambahkan sedikit EBT. Diberi indikator EBT sehingga titikakhir titrasinya pun dapat
diketahui. Lalu dititrasi dengan EDTA. Setelah dititrasi dengan EDTA larutan berubah warna
menjadi biru, pada V1 = 4,5 ml, V2 = 4,4 ml, V3 = 5,1 ml. Pada proses penitrasian terjadi
kesalahan pada penentuan volume, saat perubahan warna menjadi biru. Karena kurang terbiasa
menitrasi sehingga hasil yang didapat memiliki perbedaan yang cukup jauh. Seharusnya jarak
yang didapat dari V1=V2=V3 tidak boleh terlalu jauh. Tetapi karena adanya kesalahan penitrasian
jarak yang didapat dari V1 ke V2 = 0,1 dan V2 ke V3 = 0,7.

Kesimpulan
- Adapun prinsip kerja dalam penentuan kadar Ca secara kompleksometri yaitu berdasarkan reaksi
pembentukan senyawa kompleks dengan EDTA, sebagai larutan standar dengan bantuan
indikator tertentu. Titik akhir titrasi ditujukkan dengan terjadinya perubahan warna larutan, yaitu
merah anggur menjadi biru.
- EBT (Eriochrome Black T) adalah sejenis indikator yang berwarna merah muda bila berada
dalam larutan yang mengandung ion kalsium dan ion magnesium dengan pH 10,0 + 0,1. Tujuan
diberi indikator ini adalah karena indikator tersebut peka terhadap kadar logam dan pH larutan,
sehingga titik akhir titrasinya pun dapat diketahui. Lalu dititrasi dengan EDTA.
- Metode yang dapat dilakukan dalam titrasi kompleksometri dengan EDTA, yaitu titrasi langsung
dengan EDTA untuk kesadahan total air, kalsium, dan magnesium, titrasi kembali untuk reduksi
antara kation dengan EDTA, titrasi penggantian bila tidak ada indikator yang sesuai, dan titrasi
tidak langsung untuk penentuan sulfat dengan mengendapkannya sebagai BaSO4.
https://himka1polban.wordpress.com/laporan/kimia-analitik-dasar/laporan-titrasi-
kompleksometri/
Pembahasan
Titrasi kompleksometri adalah penetapan kadar zat yang berdasarkan atas pembentukan
senyawa kompleks yang larut yang berasal dari reaksi antara ion logam atau kation (komponen
zat uji) dengan zat pembentuk kompleks sebagai ligan (pentiter). Ligan adalah sebuah ion atau
molekul netral yang mampu mengikat secara koordinasi atom atau ion logam pusat dalam
senyawa kompleks. Titrasi kompleksometri terbagi menjadi 4 macam yaitu titrasi langsung,
kembali, substitusi dan tidak langsung. Titrasi langsung untuk ion logam yang dapat berikatan
dengan indikator ion logam (pada pH tertentu), ikatannya dengan indikator logam kurang stabil
dibandingkan ikatannya dengan EDTA. Titrasi kembali untuk ion logam yang tidak dapat
berikatan dengan indikator atau ikatannya dengan indikator lebih kuat atau stabil dengan
ikatannya dengan EDTA. Titrasi substitusi untuk ion logam yang tidak dapat berikatan dengan
indikator tetapi kompleksnya dengan EDTA sangat stabil dibandingkan dengan indikator logam
lain yang dapat berikatan dengan indikator. Titrasi tidak langsung untuk ion atau senyawa yang
tidak bereaksi dengan EDTA.
Kompleksometri merupakan jenis titrasi dimana titran dan titrat saling mengompleks,
membentuk hasil berupa kompleks. Reaksi dari pembentukan kompleks antara ion logam dengan
EDTA sangat peka terhadap pH. Karena reaksi pembentukan kompleks selalu dilepaskan H+
maka H+ di dalam larutan akan meningkat walaupun sedikit. Akan tetapi yang sedikit ini akan
berakibat menurunnya stabilitas kompleks pada suasana tertentu. Untuk menghindari hal tersebut
maka perlu diberikan penahan (buffer). EBT digunakan untuk titrasi dengan suasana pH 7-11
untuk penetapan kadar dari logam Cu,Al,Fe,Co,Ni,Pt digunakan cara tidak langsung sebab
ikatannya dengan EBT cukup stabil.
Percobaan ini bertujuan untuk dapat menganalisis kadar kalsium (Ca) dengan analisa
secara kompleksometri. Bahan yang digunakan adalah indikator EBT, larutan baku MgSO4 0,01
M,larutan buffer pH=10, cuplikan, larutan EDTA 0,01 M dan NH3 pekat.
Percobaan pertama yaitu pembakuan larutan EDTA dengan larutan baku ZnSO4.7H2O
0,05 M. Standarisasi merupakan suatu reaksi asidimetri yakni penentuan konsentrasi titran
menggunakan larutan baku primer. Tujuan standarisasi adalah untuk mengetahui konsentrasi dari
EDTA. EDTA perlu distandarisasi terlebih dahulu karena EDTA tidak stabil dalam
penyimpanannya , EDTA merupakan larutan baku sekunder selain itu EDTA juga digunakan
untuk dapat menstabilkan ion logam Mg, sehingga konsentrasi EDTA perlu diketahui secara
pasti menggunakan larutan baku primer yaitu ZnSO4. Larutan baku primer adalah suatu larutan
yang konsentrasinya dapat langsung ditentukan dari berat bahan murni yang dilarutkan atau
dengan penimbanagan langsung. Sedangkan larutan baku sekunder adalah larutan yang tidak
diketahui konsentrasinya dan dapat diketahui dengan pembakuan menggunakan larutan baku
primer. Adapun syarat larutan baku adalah harus mudah didapat, sederhana dalam
penggunaannya, juga harus stabil sehingga konsentrasinya tidak mudah berubah. Larutan ZnSO4
dimasukkan ke dalam erlenmeyer disebut titer dan Na2EDTA di dalam buret disebut titran.
Larutan ZnSO4 10 ml dalam erlenmeyer ditambahkan larutan dapar salmiak pH 10 dan
indikator EBT 25 mg. Fungsi dari larutan dapar salmiak untuk menyangga pH larutan sehingga
logam-logam alkali dan alkali tanah dapat bereaksi dengan EDTA. Jika pH kurang dari 10 maka
zink akan membentuk kompleks yang tidak stabil dengan EDTA dan jika pH lebih besar dari 10
maka akan terbentuk endapan hidroksi Zn(OH)2 yang dapat memperlambat kerja EDTA.
Sedangkan indikator EBT (Eriochrom Black T) adalah indikator yang biasanya dihadirkan
dalam bentuk H3In. Spesies asam sulfonatbpada EBT akan terionisasi dalam larutan berair
sehingga strukturnya menjadi ion H2In- yang berwarna merah. Ikatan terbentuk dengan EBT
dengan hilangnya ion-ion hidrogen dari fenolat gugus OH dan pembentukan ikatan antara ion
logam, atom oksigen dan gugus azo. H2In- terurai menjadi HIn²- yang berwarna biru. Mg²+ akan
bereaksi dengan HIn²- yang berwarna biru dan membentuk senyawa kompleks kuat yaitu MgIn²-
yang berwarna merah anggur dan pelepasan H+. Kemudian dititrasi dengan EDTA, garam EDTA
yang larut dalam air Na2H2Y akan terionisasi menjadi 2Na+ dan H2Y²-. MgIn²- akan bereaksi
dengan H2Y²- dan membentuk kompleks MgY²- dan HIn²- dan pelepasan H+. Jika semua Mg²+
telah bereaksi dengan EDTA maka warna merah akan hilang dan kelebihan sedikit EDTA akan
menyebabkan terjadinya titik akhir titrasi yaitu terbentuknya warna biru.
Titik akhir titrasi adalah titik ketika titran dan titrat tepat habis bereaksi dengan adanya
perubahan warna sehingga proses titrasi harus dihentikan agar titik ekuivalen dapat tercapai.
Titik ekuivalen adalah kesetaraan antara mol titran dan titrat.
Kestabilan Mg-EDTA lebih besar dibandingkan Mg-In- sehingga MgIn- mudah bereaksi
dengan EDTA dan menyebabkan Mg2+ pada kompleks bereaksi dengan EDTA.
Ketika titrasi dilakukan terjadi dua prinsip yaitu reaksi suatu pembentukab kompleks dan
prinsip kestabilan kompleks. Reaksi pembentukan kompleks dimana terjadi saat ditambahkan
EDTA²- terbentuk Mg-EDTA atau MgY²-. Sedangkan prinsip dari jestabilan ion kompleks
terjadi ketika ikatan dari Mg dengan EDTA harus lebih kuat dari ion Mg dengan EBT, sehingga
ion logam dapat bereaksi dengan EDTA²- atau H2Y²- dan jimlah penggunaan EDTA yang
dijadikan larutan standar bakubsekunder dapat ditebtukan. Jadi ikatan indikatorbdengannikatan
logam harus lebih lemah dari ikatan ion logam dengan EDTA²-. Tahapan standarisasi dilakukan
sebanyak 3 kali agar memperoleh volume titran rata-rata dari volume ketiganya dan hasil
konsentrasi akan lebih akurat yang akan mewakili semua konsentrasi larutan ketiga-tiganya yang
telah distandarisasi tadi. Diperoleh volume titran yang dibutuhkan pada erlenmeyer I yaitu 5,5
mL, pada erlenmeyer II yaitu 5,3 mL dan pada erlenmeyer III yaitu dibutuhkan 5,7 ml volume
EDTA untuk mencapai titik akhir titrasi, dan diperoleh volume rata-ratanya 5,5 mL dan setelah
dihitung maka diperoleh konsentrasi EDTA yaitu 0,009 M. Konsentrasi antara EDTA 0,009 M
dengan MgSO4 0,01 M selisihnya tidak terlampau jauh hanya 0,001 maka titik ekuivalennya
hampir tercapai. Kesetaraan mol titran dan titrat tidak tercapai dapat disebabkan banyak hal
diantaranya karena penambahan indikator terlalu banyak atau karena larutan titran dan titratnya
terlalu pekat salah satunya

B. Pembahasan

Titrasi kompleksometri adalah titrasi yang berdasarkan atas pembentukan kompleks yang

larut dari reaksi komponen zat uji (logam) dengan titran (komplekson). Untuk penentuan ion-ion

logam ini dengan pereaksi etilen diamin tetraasetat dinatrium, yang umumnya disebut EDTA

dengan menggunakan indikator terhadap ion logam yang mempunyai sifat seperti halnya

indikator pH pada titrasi asam basa/ dengan dasar pembentukan kompleks khelat yang

digolongkan dalam golongan komplekson. Faktor-faktor seperti suhu, pelarut, ion lawannya atau
zat-zat/ ion-ion pembentuk kompleks lainnya dapat mempengaruhi pembentukan kompleks

khelat.

Prinsip dan dasar reaksi dalam penentuan ion-ion logam secara titrasi kompleksometri

umumnya digunakan komplekson III (EDTA) sebagai zat pembentuk kompleks khelat, dimana

EDTA bereaksi dengan ion-ion logam yang polivalent seperti Al , Bi , Ca dan Cu

membentuk senyawa atau kompleks khelat yang stabil dan larut dalam air.

Ion kompleks adalah suatu senyawa bermuatan yang terbentuk oleh suatu ion sederhana

dengan ion-ion lain atau molekul netral, pembentukan ion kompleks kooordinasi berlangsung

bila ion pusat menerima elektron-elektron untuk mengisi orbital-orbital yang belum lengkap

dengan penerimaan pasangan elektron fungsi oleh ion pusat. Garam kompleks adalah garam

rangkap yang dalam larutannya memberikan ion-ion yang berbeda dengan ion-ion garam tunggal

pembentuknya, dengan perkembangan ilmu kimia perhatian orang terhadap senyawa kompleks

tidak hanya terbatas pada garam-garam saja, tetapi meluas pada persenyawaan-persenyawaan

garam.

Dalam percobaan ini sampel yang digunakan adalah ZnSO4 dimana senyawa ini dilarutkan

ke dalam aquadest kemudian dtambahan NaOH sampai terbentuk endapan. NaOH yang

berfungsi untuk memberikan suasana basa pada larutan tersebut kemudian ditambahkan larutan

Buffer pH 10 yang berfungsi untuk mempertahankan suasana basanya. Setelah ditambahkan

indikator EBT hingga larutan berubah warna menjadi coklat kehitaman dan di titrasi dengan

EDTA hingga warna larutan berubah menjadi biru.

Setelah dititrasi dihitung volume titrasinya, dan didapatkan volume tirasi untuk ZnSO4

105,8 mg adalah 7,4 ml dan untuk ZnSO4 105,5 mg adalah 8,2 ml. Pada Farmakope Indonesia III

kadar dari ZnSO4 adalah tidak kurang dari 99% dan tidak lebih dari 108,7% dan jika
dibandingkan dengan hasil praktikum yaitu104,305% maka dapat ditarik kesimpulan bahwa

dalam pecobaan ini %kadar dari ZnSO4 sesuai dengan Farmakope Indonesia.

BAB VI

KESIMPULAN

VI.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :

1. Titrasi bebas air dilakukan secara duplo dan dipatkan hasil kadar rata-rata adalah 104,305%
2. Setelah dilakukan percobaan merujuk pada literatur kadar koffein adalah tidak kurang dar

99,0% dan tidak lebih dari 108,7% dimana artinya kadar Seng Sulfat (ZnSO4) dalam praktikum

sesuai dengan literatur.

Pembahasan
Pada praktikum ini, kami melakukan proses titrasi kompleksometri. Titrasi
kompleksometri adalah titrasi yang melibatkan reaksi ion logam dengan zat pengompleks/zat
ligand. Dimana zat pengompleks yang digunakan pada praktikum ini yaitu EDTA (Ethylene
Diamine Tetra Acetate) dan ion logamnya yaitu Ca2+. Sebelum melakukan proses titrasi ini, kami
melakukan proses pembakuan larutan EDTA. Dan sebelum melakukan proses pembakuan
larutan, kami pun membuat larutan yang diperlukan terlebih dahulu. Larutan EDTA 0,01 M,
larutan dapar pH 10 dan larutan indikator EBT (Eriochrome Black T) sudah tersedia. Maka, kami
pun membuat larutan baku kalsium.
Larutan baku kalsium dibuat dari padatan CaCO3 pa, larutan HCl dan air. Padatan CaCO3
yang digunakan itu pa (pro analys), karena salah satu syarat larutan standar primer yaitu tingkat
kemurniannya pa. Sebelum dilakukan titrasi Ca dilakukan terlebih dahulu pembakuan larutan
EDTA. Proses pembakuan dilakukan karena EDTA merupakan larutan standar primer, maka
harus distandarisasi terlebih dahulu dengan larutan standar primer (larutan baku kalsium)
sebelum melakukan proses titrasi.
Setelah proses pembuatan larutan baku kalsium, dilakukanlah proses pembakuan larutan
EDTA. Larutan baku kalsium dipipet, kemudian dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer. Karena,
dengan labu erlenmeyer akan lebih memudahkan dalam proses titrasi, terutama dalam proses
pengocokkan. Setelah itu, ditambah larutan dapar pH 10. Penambahan larutan dapar pH 10
berfungsi supaya suasana dalam keadaan basa ketika melakukan proses titrasi dan untuk
mempertahankan nilai pH. Lalu, ditambahkan aquades. Sebelum melakukan proses titrasi,
ditambahkan indikator EBT. Penambahan indicator EBT berfungsi sebagai indikator pH. Dengan
ditambahkannya indikator EBT, maka terbentuk CaIn– yang berwarna merah anggur (pink).
Jika sudah terbentuk larutan berwarna merah anggur (pink), maka proses titrasi antara larutan
EDTA dan larutan baku kalsium dapat langsung dilakukan.
Setelah didapat larutan berwarna biru langit, proses titrasi dihentikan. Saat itulah, mol
CaCl2 sama dengan mol EDTA, dan hal ini dinamakan titik akhir titrasi. Dimana reaksi yang
terjadi selama proses titrasi yaitu
Ca2+ + HIn2- → CaIn– + H+
CaIn– + H2Y2- → CaY2- + HIn2- + H+
(merah anggur) + (biru)

Dari proses titrasi tersebut, didapatkan konsentrasi EDTA sebesar 10,5 N.


Kemudian, kami melakukan titrasi Ca. Langkah kerja yang dilakukan sama dengan proses
pembakuan larutan EDTA. Hanya terdapat perbedaan ketika ditambahkannya larutan dapar pH
10. Dimana pada proses ini, larutan dapar pH 10 yang digunakan lebih banyak 1 mL.
Dalam praktikum juga dilakukan titrasi kesadahan total dari sampel air. Kesadahan air
adalah adanya kandungan mineral-mineral tertentu yang terdapat di dalam air, pada umumnya
mineral itu adalah ion kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) dalam bentuk garam karbonat. Proses
titrasi dilakukan mirip dengan titrasi pembakuan larutan EDTA yaitu menggunakan indicator
EBT dan larutan dapar pH 10. Hanya saja sampel yang digunakan adalah air. Setelah dilakukan
titrasi dan didapatkan titik ekuivalennya, dapat ditentukan kesadahan total dari air yaitu sebesar
103 ppm. Selain menghitung kesadahan CaCl2 yaitu 3 M.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa Titrasi
kompleksometri yaitu titrasi berdasarkan pembentukan persenyawaan kompleks (ion kompleks
atau garam yang sukar mengion), Kompleksometri merupakan jenis titrasi dimana titran dan
titrat saling mengkompleks, membentuk hasil berupa kompleks. Konsentrasi larutan EDTA 10,5
N Kadar Ca yang diperoleh 3 M.
Pembahasan

Titrasi kompleksometri atau kelatometri adalah suatu jenis titrasi dimana reaksi antara bahan
yang dianalisis dan titrat akan membentuk suatu kompleks senyawa. Kompleks senyawa ini
dsebut kelat dan terjadi akibat titran dan titrat yang saling mengkompleks. Dalam hal ini titran
larutan EDTA 0,01 M dan titrat larutan CaCO3 saling mengompleks dengan bantuan indicator
warna EBT.

Dalam pengamatan ini dilakukan analisa terhadap logam Ca+3, sehingga untuk memudahkan
analisanya maka digunakan metode titrasi kompleksometri yang menggunakan titran EDTA
karena larutan ini sangat mudah bereaksi dengan banyak ion logam. Selain itu EDTA mudah
membentuk kelat yang dapat larut dalam air sehingga reaksi dapat berjalan sempurna.

Perubahan warna dari merah anggur (karena pemberian indicator EBT) menjadi warna biru
karena ion kalsium dari larutan CaCO3 dengan ion magnesium dari larutan dapar mengkompleks
saat terjadi reaksi dengan larutan EDTA.

Untuk pembuatan larutan CaCO3, ditambahkan HCl (1:1) yang artinya, HCl dilarutkan
terlebih dahulu dengan aquades pada perbandingan volume yang sama, misalnya, dilarutkan
dalam 3 ml aquades maka volume HCl juga 3 ml, setelah itu ditambahkan ke larutan CaCO3
untuk membuat CaCO3 melarut sempurna. Namun dalam pengamatan ini, karena factor
kelarutan CaCO3 berada dalam keadaan jenuh, sehingga, pada awalnya, CaCO3 dapat larut
namun, semakin lama CaCO3 tidak dapat melarut lagi karena sudah berada pada titik jenuh.
Sehingga ditambahkan HCl karena ion dalam CaCO3 bisa seimbang dengan tambahan asam kuat
seperti HCl.

Ketika kalsium karbonat dipanaskan dalam wadah tertutup, akan terjadi kesetimbangan
heterogen (heterogeneus equilibrium), reaksi reversibel yang melibatkan reaktan dan produk
yang fasanya berbeda. Kesetimbangan yg terjadi menghasilkan CO2, reaksinya sebagai berikut:

CaCO3 (s) CaO (s) + CO2 (g)

Dalam standarisasi ini ingin diketahui perandingan volume dari EDTA dan CaCO3 untuk
selanjutnya digunakan dalam pemeriksaan kadar ion kalsium dalam suatu larutan sampel.

Dalam perhitungan, dilakukan pemeriksaan ulang dari molaritas EDTA guna memastikan
hasil perhitungan dari vol titrasi. Agar pada pemeriksaan berikutnya titrasi dapat berlangsung
dengan baik. Dalam pengamatan ini, didapat perbandingan untuk 1 ml EDTA sebanding dengan
1,09 ml CaCO3. Dimana perbandingannya tidak terlalu jauh.

IX. Simpulan

1. Untuk standarisasi EDTA dengan larutan CaCO3 digunakan titrasi dengan metode
kompleksometri karena EDTA dapat bereaksi sempurna dengan ion logam pada CaCO3 dengan
menggunakan indicator EBT.

2. Larutan EDTA digunakan sebanyak 9,167 ml untuk titrasi 10 ml CaCO3.

3. Titik akhir titrasi terjadi saat larutan CaCO3 berubah warna dari merah anggur menjadi biru.

http://dokumen.tips/documents/kompleksometri-55ab594aabdf5.html

https://bisakimia.com/2014/09/02/titrasi-komplesometri/

http://pustaka-arsip.kamparkab.go.id/berita-kompleksometri-titrasi-kompleksometri.html

Anda mungkin juga menyukai