Guideline Epilepsi 2006
Guideline Epilepsi 2006
EPILEPSI
DEFINISI
Epilepsi didefinisikan sebagai suatu gangguan (kecenderungan) kronik yang
ditandai dengan adanya bangkitan epileptik berulang akibat gangguan fungsi otak secara
intermiten yang terjadi oleh lepas muatan listrik abnormal di neuron-neuron secara
paroksismal, disebabkan oleh berbagai etiologi.2
Bangkitan epilepsi adalah manifestasi klinis dari bangkitan serupa (stereotipik)
yang berlebihan dan abnormal, berlangsung secara mendadak dan sementara dengan atau
tanpa perubahan kesadaran, disebabkan oleh hiperaktifitas listrik sekelompok sel saraf di
otak, bukan disebabkan oleh suatu penyakit otak akut (unprovoked) 3. Epilepsi adalah
situasi dimana terjadi bangkitan kejang 2 kali atau lebih dalam setahun.
Sindrom epilepsi adalah sekumpulan gejala dan tanda klinis epilepsi yang terjadi
secara bersama-sama, meliputi berbagai etiologi, umur, onset, jenis bangkitan, faktor
pencetus, dan kronisitas.
KLASIFIKASI
Klasifikasi ILAE 1981 untuk tipe bangkitan epilepsi 4
1. Bangkitan parsial
2. Bangkitan Umum
2.1. Lena (absence)
2.2. Mioklonik
2.3. Klonik
2.4. Tonik
2.5. Tonik-klonik
2.6. Atonik
3. Tak tergolongkan
1.3. Kriptogenik
2. Umum
2.1. Idiopatik (primer)
2.1.1 Kejang neonatus familial benigna
2.1.2 Kejang neonatus benigna
2.1.3 Kejang epilepsi mioklonik pada bayi
2.1.4 Epilepsi lena pada anak
2.1.5 Epilepsi lena pada remaja
2.1.6 Epilepsi mioklonik pada remaja
2.1.7 Epilepsi dengan bangkitan tonik-klonik pada saat terjaga
2.1.8 Epilepsi tonik klonik dengan bangkitan acak
2.3. Simtomatik
2.3.1 Etiologi non spesifik
- Ensefalopati mioklonik neonatal
- Sindrom Ohtahara
2.3.2 Etiologi / sindrom spesifik
- Malformasi serebral
- Gangguan metabolisme
3. Epilepsi dan sindrom yang tak dapat ditentukan fokal atau umum
3.1. Bangkitan umum dan fokal
- Bangkitan neonatal
- Epilepsi mioklonik berat pada bayi
- Sindrom Taissinare
- Sindrom Landau-Kleffner
3.2. Tanpa gambaran tegas fokal atau umum
ETIOLOGI
1. Idiopatik: penyebabnya tidak diketahui, umumnya mempunyai predisposisi
genetik. Biasanya berupa epilepsi dengan bangkitan kejang umum.
3. Simtomatik :
Trauma
Infeksi
Kelainan kongenital
Lesi desak ruang
Gangguan peredaran darah otak
Toksik (alkohol, obat)
Metabolik
Kelainan neurodegeneratif
BAB III
DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS DIFERENSIAL
DIAGNOSIS
3.1. EEG
Indikasi :
- Membantu menegakkan diagnosis
- Menentukan prognosis pada kasus tertentu
- Pertimbangan dalam penghentian obat anti-epilepsi
- Membantu dalam menentukan letak fokus
Rekaman EEG termasuk rekaman waktu tidur, stimulasi fotik, dan hiper-
ventilasi.
Kira-kira 29-38% dari pasien epilepsi dewasa, EEG tunggal menunjukkan
kelainan epileptiform. Bila diulang pemeriksaannya, gambaran epileptiform
meningkat menjadi 59-77%.,3,8,9
Bila EEG normal dan persangkaan epilepsi sangat tinggi, maka dapat
dilakukan EEG ulangan dengan persyaratan khusus.
Dagnosis pasti
Ditegakkan atas dasar adanya gejala dan tanda klinis bangkitan berulang
(minimum 2 kali) yang ditunjang oleh gambaran epileptiform pada EEG.
DIAGNOSIS DIFERENSIAL
2. Pada anak
Breath holding spell
Sinkop
Migren
Bangkitan psikogenik / konversi
Prolonged QT syndrome
Night terror
Tic
Hypercyanotic attack (pada tetralogi Fallot)
3. Pada dewasa
Sinkop; dapat sebagai vasovagal attack, sinkop kardiogenik, sinkop
hipovolumik, sinkop hipotensi dan sinkop saat miksi (micturition syncope)
Serangan iskemik sepintas (TIA)
Vertigo
Transient global amnesia
Narkolepsi
Bangkitan panik, psikogenik
Menier
Tic
GAMBARAN KLINIS
A. Bentuk Bangkitan 12,13
Contoh beberapa bentuk bangkitan epilepsi
1. Bangkitan Umum Lena (Petit mal)
gangguan kesadaran mendadak (“absence”) berlangsung beberapa detik
selama bangkitan kegiatan motorik terhenti dan pasien diam tanpa reaksi
mungkin terdapat automatisme
pemulihan kesadaran segera terjadi tanpa perasaan bingung
2. Sindrom Lennox-Gastaut
Bangkitan epilepsi : bangkitan tonik aksial, atonik, dan lena atipikal.
EEG abnormal : diffuse slow spike and wave (SSW) atau petit mal variant
(PMV) pada kondisi sadar, burst of fast rhytms 10 spd pada keadaan tidur.
Perkembangan mental yang lambat.
Biasanya muncul pada usia 3-5 tahun, lebih banyak pada perempuan.
TUJUAN TERAPI
Mengontrol gejala atau tanda secara adekuat dengan menggunakan obat tanpa / dengan
efek samping minimal.
PRINSIP TERAPI
Pasien dengan bangkitan pertama direkomendasikan untuk dimulai terapi bila 16:
* KUTK (Kejang Umum Tonik Klonik) L-G (Lennox Gastaut) †: dewasa ‡ : anak-anak
Tabel 3. Pedoman dosis obat anti-epileptik baru 17,18
WAKTU
PARUH
DOSIS DALAM
OBAT INDIKASI DOSIS AWAL
RUMATAN PLASMA
(JAM)
Levetiracetam † Parsial & KUTKS 2 X 1000 mg/hari 1000-3000 mg/hari not established
1000 mg/hari q 2 wk
SIDE EFFECT
DRUG
TERKAIT DOSIS IDIOSINKRETIK
Carbamazepin Diplopia, dizziness, nyeri kepala, Ruam morbiliform,
mual, mengantuk, neutropenia, agranulositosis, anemia aplastik,
hiponatremia efek hepatotoksik, Sindroma
Stevens-Johnson, teratogenecity
Phenytoin Nistagmus, ataxia, mual, muntah, Jerawat, coarse facies, hirsutism,
hipertrofi gusi, depresi, cariasis, lupus-like syndrome,
mengantuk, paradoxical increase ruam, Sindroma Stevens-Johnson,
in seizure, anemia megaloblastik Dupuytren’s contracture, efek
hepatotoksik, teratogenicity
Valproic acid Tremor, berat badan bertambah, Pankreatitis akut, efek
dispepsia, mual, muntah, hepatotoksik, trombositopenia,
kebotakan, tetratogenicity ensefalopati , udem perifer
Phenobarbital Kelelahan, listlesness, depresi, Ruam makulopapular, exfoliation,
insomnia (pada anak), nekrosis epidermal toksik, efek
distractability (pada anak), hepatotoksik, arthritic changes,
hiperkinesia (pada anak), Dupuytren’s contracture,
irritability (pada anak) teratogenicity
Pirimidone Kelelahan, listlessness, depresi, Ruam, agranulositosis,
psikosis, libido menurun, impoten trombositopenia, lupus-like
syndrome, teratogenicity
Ethosuximide Mual, anoreksia, muntah agitasi, Ruam, eritema multiformis,
mengantuk, nyeri kepala, Sindroma Steven-Johnson, lupus-
lethargy like syndrome, agranulositosis,
anemia aplastik
Clonazepam Kelelahan, sedasi, mengantuk, Ruam, trombositopenia
dizziness, agresi (pada anak)
hiperkinesia (pada anak)
Tabel.6.
Efek samping obat anti-epilepsi baru 16
___________________________________________________________________________
EFEK SAMPING YANG LEBH
OBAT EFEK SAMPING UTAMA
SERIUS NAMUN JARANG
Levetiracetam Somnolen, asthenia, sering muncul
ataksia. Juga dilaporkan penurunan
kecil kadar sel darah merah,
hemoglobin, dan hematokrit.
Gabapentin Somnolen, kelelahan, ataksia,
dizziness, gangguan saluran cerna
Lamotrigine Ruam, dizziness, tremor, ataksia, Sindroma Stevens- Johnson
diplopia, nyeri kepala, gangguan
saluran cerna
Clobazam Sedasi, dizziness, irritability, depresi,
disinhibition
Vigabatrin Perubahan perilaku, depresi, sedasi, Psikosis
kelelahan, berat badan bertambah,
gangguan saluran cerna
Oxcarbazepine Dizziness, diplopia, ataksia, nyeri
kepala, kelemahan, ruam,
hiponatremia
Zonisamide Somnolen, nyeri kepala, dizziness,
ataksia, renal calculi
Tiagabine Confusion, dizziness, gangguan
saluran cerna, anoreksia, kelelahan
Topiramate Gangguan kognitif, tremor, dizziness,
ataksia, nyeri kepala, kelelahan,
gangguan saluran cerna, renal calculi
Tabel .
Dosis obat untuk status epileptikus konvulsif
CARBAMAZEPIN AI CLB CZP ESM O LAM O O O / PHT PRM TPM VPA O
VPA
CLOBAZAM CBZ - O O O O O O PB /PHT PRM O O
O
CLONAZEPAM O O - O O O O O O /PHT O O VPA O
ETHOSUXIMIDE O O O - O O O O O PHT O O O O
GABAPENTIN O O O O - O O O O O O O O O
LAMOTRIGINE O O O O - O O O O O ? O O
LEVETIRACETAM O O O O O O - O O O O O O O
OXCARBAZEPINE O O O O O O O - O O O O VPA O
VPA
PHENOBARBITAL AI CBZ CZP ESM O LAM O O - / PHT NCP TPM VPA O
VPA
PHENYTOIN CBZ CBZ CZP ESM O LAM O O PB - /PR TPM - O
M
PRIMIDONE CBZ CBZ CZP ESM O LAM O O NCP / PHT - TPM O O
TOPIRAMATE O O O O O O O O O PHT O - O
O : none anticipated, : infrequently decrease in concentration, : frequently decrease, : infrequently increase, : frequently increase, AI : autoinduction,
AED : antiepileptic drug, NCP : not commonly prescribed, CBZE : carbamazepine epoxide
PENGHENTIAN OAE 2,3
Penghentian OAE dapat didiskusikan dengan pasien atau keluarganya setelah minimal 2
tahun bebas bangkitan dan sesuai indeks prognosis (lihat lampiran), tergantung bentuk
bangkitan.
Gambaran EEG “normal” / membaik.
Bertahap, pada umumnya 25% dari dosis semula, setiap bulan dalam jangka waktu 3-6
bulan.
Bila bangkitan timbul kembali maka dosis terakhir dipertahankan, kemudian di evaluasi
kembali.
Dimulai dari 1 OAE yang bukan utama.
Pertimbangkan kemungkinan kekambuhan bangkitan lebih besar pada 19,20 :
- riwayat KUTK primer atau sekunder.
- penggunaan lebih dari satu OAE.
- riwayat bangkitan mioklonik.
- masih mendapatkan satu atau lebih bangkitan setelah memulai terapi
- mendapat terapi 10 tahun atau lebih.
- riwayat bangkitan neonatal
- ( gambaran EEG masih abnormal )
Kemungkinan kekambuhan kecil pada pasien yang telah bebas bangkitan antara tiga
sampai lima tahun, dan yang selama lima tahun atau lebih 21
STATUS EPILEPTIKUS
Definisi
Suatu kondisi di mana bangkitan epilepsi berlangsung terus-menerus, atau bangkitan
berulang dengan /tanpa pemulihan kesadaran, selama periode 30 menit atau lebih.22
Usulan Bandung
Klasifikasi
Konvulsif
Non-konvulsif
Penanganan
Prinsip :
1. Stabilisasi pasien dengan prinsip kegawatan umum ( ABC )
2. Menghentikan bangkitan dan mencari etiologi secara simultan
3. Mencegah bangkitan ulang atau mengatasi penyulit
4. Mengatasi faktor pencetus
Bila setelah menit ke 60 belum teratasi (refrakter), sebaiknya perawatan dilakukan di
ICU.
Protokol
Tabel 9. Penatalaksanaan Umum dan Terapi Anti Epilepsi Spesifik pada Berbagai Stadium
Status Epileptikus
Catatan
Bila status epileptikus telah teratasi maka dilakukan pemeriksaan lanjut yang lebih cermat.
Diazepam 5-10 mg IV 2-5 mg/min Fast onset of action Possible greater chance of
(0.2-0.5 mg/kg) late seizure recurrence
Diazepam 5-10 mg per rectum As tolerated Does not require Longer onset of action
rectal gel (0.2-0.5 mg/kg) Ivaccess than IV; less control
Fosphenytoin 1400 mg IV <150 mg/min Easy transition to Long onset of action,
(20 mg/kg ) chronic utility of IM dosing
administration unknown
Lorazepam 4-8 mg IV 2 mg/min Prevent reccurence Longer onset of action
(0.05-0.1 mg/kg than diazepam
Midazolam 0.20 mg/kg IV or 2-5mg min Can be given IM Possible greater chance of
IM with efficacy equal late seizure recurrent
to diazepam
Valproic acid 1500-2000 mg IV 20-100 Appears safe Fastest administration
(25 mg/kg ) mg/min rate unknown
diluted 2:1
1. Lorazepam atau Diazepam IV adalah obat lini pertama yang paling umum dipakai. Midazolam IM
memiliki efikasi yang setara dengan diazepam dan tidak memerlukan akses IV.
2. Berdasarkan atas berat badan “rata-rata” orang dewasa, dosis bolus Benzodiazepin mungkin perlu
diulang jika tidak ada efek obat dalam 5-10 menit.
Ketamine 1-2 mg/kg over 2-4 0.005-0.05 mg/kg/min Does not dec. Unknown efficacy. Inc.
min as anesthetic dose BP BP.may cause
dissociative side effect
Midazolam 0.20 mg/kg 0.05-0.20 mg/kg/hr Fast, Expensive, possible
(1-36 ug/kg/min) convenient tachyphylaxis/tolerance
titrated to seizure
control
Pentobarbital 1-12 mg/kg at 50 1-5 mg/kg/hr titrated Fast, available Hypotension usually
mg/min to burst to burst suppression requires fluid and
suppression pressors, Immune
suppression.
Phenobarbital 10-20 mg/kg at 50- 30-60 mg q 12 hr Readily Takes too long to load,
100 mg/min available hypotension
Propofol 1-5 mg/kg over 5 1-15 mg/kg/hr titrated Simple to Requires intubation, high
min to burst supression adjust lipid and calorie content
EPILEPSI REFRAKTER
Definisi 24
Seseorang yang mengalami bangkitan berulang, meski telah dicapai konsentrasi terapetik
suatu terapi standar dalam satu tahun terakhir setelah onset. Bangkitan tersebut benar-benar
akibat kegagalan OAE untuk mengontrol fokus epileptik, bukan karena dosis yang tidak tepat,
ketidak-taatan minum OAE, kesalahan pemberian atau perubahan dalam formulasi.
Tujuan :
terutama adalah membuat penderita terbebas kejang
meningkatkan kualitas hidup pasien
menurunkan morbiditas
menurunkan kecacatan psikososial
meminimalkan defisit neurologik fokal
Tabel 11. Tes Diagnostik yang digunakan pada evaluasi pembedahan epilepsi 26
___________________________________________________________________
Tests of epileptic excitability
Noninvasive EEG
Routine interictal EEG : Video EEG
Longterm monitoring : outpatient long-term monitoring
Invasive EEG
Intraoperative electrocorticography : stereotactic-depth-electrode
Long-term recording : subdural grid or strip, long-term recording
Ictal single-photon-emission computed tomography
Interictal and ictal magnetoencephalography*
Functional MRI*
Epilepsi pada perempuan mendapat perhatian di bidang kesehatan pada umumnya dan
reproduksi pada khususnya. Frekwensi dan keparahan kejang dapat mengalami perubahan pada
beberapa keadaan antara lain pada masa pubertas, siklus menstruasi , kehamilan dan menopause.
Hormonal dilaporkan berperanan penting dalam hal ini.
Diketahui estrogen akan meningkatkan risiko kejang, sedangkan progesterone sebaliknya
berefek menghambat kejang. 27
Berdasarkan perubahan fisiologis yang terjadi pada perempuan, dikenal beberapa bentuk
kejadian epilepsi yaitu :
Selama masa pubertas seorang gadis, produksi hormon estrogen dan progesteron jauh
lebih banyak daripada ketika dia masih kanak-kanak. Pada kelompok anak tertentu, serangan
epilepsi mulai atau berhenti di sekitar pubertas. Hubungan yang ada antara epilepsi dan pubertas
kemungkinan oleh karena adanya perubahan hormonal yang berpengaruh terhadap sel-sel otak.
Estrogen dapat meningkatkan terjadinya serangan epilepsi. 28
Epilepsi fotosensitif dan jevenile myoclonic epilepsy (JME) mempunyai ciri yang khas
yaitu muncul di sekitar masa pubertas.
Sementara itu, serangan pada epilepsi absence dan benign rolandic epilepsi justru mereda
di sekitar masa pubertas.
Namun demikian sebagian besar epilepsi tidak mengalami perubahan dalam hal
frekuensi serangannya.
Sebagian besar penderita epilepsi parsial mengalami peningkatan frekuensi serangan di
sekitar waktu menarke 29.
Pada remaja putri yang memperoleh asam valproat harus diwaspadai kemungkinan
terjadinya polycystic ovary syndrome yang dicirikan oleh hirsutisme (karena peningkatan
hormon androgen), anovulasi kronis dan gangguan menstruasi yang meliputi amenorea,
oligomenorea, perdarahan uterus disfungsional, infertilitas (semuanya disebabkan oleh
peningkatan kadar estrogen, dan lainnya misalnya obesitas, hiperinsulinemia, dan resistensi
terhadap insulin 30.
Epilepsi pada menstruasi (epilepsi katamenial) 31,32,33,34
Epilepsi katamenial adalah serangan epilepsi yang terjadi selama masa menstruasi atau
beberapa hari menjelang atau sesudah menstruasi.
Serangan pada epilepsi katamenial sering terjadi pada jenis parsial kompleks.
Pada perempuan penyandang epilepsi, peningkatan serangan terjadi pada saat menjelang dan
selama terjadinya menstruasi, dan pada saat terjadinya ovulasi. Hal demikian ini dapat terjadi
pada perempuan dengan epilepsi idiopatik maupun simtomatik.
Estrogen, progesterone, dan estradiol berperanan besar dalam perubahan ambang serangan
epilepsi melalui berbagai macam mekanisme.
Diagnosis epilepsi katamenial berdasarkan pada :
Definisi, juga perlu adanya
catatan harian berupa : informasi yang lengkap tentang epilepsi yang dialami penderita yaitu
tentang peningkatan frekuensi dan lamanya serangan epilepsi pada saat menjelang, selama, dan
sesudah menstruasi dan pola menstruasi.
kontrasepsi yang digunakan oleh penderita.
pemeriksaan kadar hormon estrogen, progesteron, estradiol
konsultasi ke spesialis ginekologi.
Memberi OAE yang sesuai dengan jenis serangan epilepsi yang ada.
Diawali dengan meningkatkan dosis obat anti-epilepsi konvensional, bila perlu sampai dengan
dosis maksimal.
Dapat pula dipertimbangkan untuk memberi tambahan asetazolamid 5-10 hari sebelum dan
sesudah haid, atau diberikan clobasam.
Apabila tidak memberi hasil baik maka perlu dipertimbangkan untuk memberi terapi
hormonal. Manipulasi hormonal dapat meningkatkan kadar progesteron atau menurunkan
kadar estrogen. Obat yang dapat diberikan antara lain klomifen sitrat dan medroksi-
progesteron. Pemberian hormon ini harus dikonsultasi dengan spesialis ginekologi disertai
dengan perhatian khusus tentang kemungkinan adanya efek samping.
Disfungsi menstruasi dan reproduksi lebih sering terjadi pada Epilepsi lobus temporalis (ELT)
dan Epilepsi Umum Primer ( EUP ). Disfungsi menstruasi meliputi : amenore, oligomenore dan
interval siklus menstruasi abnormal. Kelainan endokrin reproduksi meliputi : sindroma ovarium
polikistik, hipotalamik hipogonadisme, menopause prematur dan hiperprolaktinemia.
Wanita dengan epilepsi mempunyai angka fertilitas yang rendah. Tingkat kesuburan
( fertilitas ) menurun 69 – 85 % dari yang diharapkan dan lebih mungkin mempunyai siklus
menstruasi anovulatoir, ovarium polikistik, dan disfungsi seksual. Bila ditemukan adanya siklus
menstruasi yang tak teratur, hirsutisme, akne, dan obesitas seharusnya segera di evaluasi atas
kemugkinan adanya disfungsi reproduksi.
Penanganan wanita hamil dengan epilepsi perlu mendapat perhatian khusus mengingat
kemungkinan terjadinya komplikasi baik pada ibu maupun bayi.Memang sebagian besar wanita
dengan epilepsi mengalami kehamilan dan persalinan normal, frekuensi kejang juga tak berubah
dan lebih dari 90% mendapat bayi yang normal, namun masih banyak wanita epilepsi pada awal
kehamilan masih dalam kombinasi beberapa obat antikonvulsan yang ternyata sangat berisiko
malformasi pada infant.35
Persalinan harus dilakukan di klinik atau rumah sakit dengan fasilitas untuk perawatan
epilepsi dan unit perawatan intensif untuk neonatus. Perempuan penyandang epilepsi dapat
melahirkan normal per vaginum. Selama persalinan, OAE harus tetap diberikan, apabila perlu
penderita dapat diberi dosis tambahan dan/atau obat parenteral terutama apabila terjadi partus
lama.
Terapi akut kejang saat melahirkan sebaiknya digunakan Lorazepam intravena.
Perlu diingat bahwa OAE yang menginduksi enzim hepar merupakan inhibitor kompetitif
terhadap prothrombin precursors, hal ini menempatkan bayi dalam keadaan risiko tinggi untuk
terjadinya perdarahan termasuk perdarahan otak. Risiko tertinggi terdapat pada hari pertama
paska lahir, dan bayi mungkin memerlukan pemeriksaan koagulasi. Pemberian vit K 1 mg I.M
diberikan pada neonatus saat dilahirkan oleh ibu yang menggunakan OAE induksi-enzim.
Pemberian ulangan vit K 2 mg oral dilakukan pada akhir minggu pertama, dan akhir minggu ke-
4. Tujuan pemberian vitamin K adalah untuk mengurangi risiko terjadinya perdarahan .
Sebagian besar perempuan penyandang epilepsi mampu menyusui anaknya secara baik.
Kadar OAE dalam air susu ibu (ASI) ditentukan oleh kadar obat di dalam plasma dan tingkat
keterikatan obat oleh protein. Makin tinggi tingkat keterikatan obat pada protein maka kadar
OAE dalam ASI makin rendah.
Fenitoin dan asam valproat yang proporsi ikatan pada protein cukup tinggi sehingga
kadarnya dalam ASI cukup rendah. Lebih dari itu, fenitoin cukup sulit diabsorbsi oleh traktus
gastro-intestinal bayi. Dengan demikian ibu yang minum fenitoin dan asam valproat
diperbolehkan menyusui bayinya.
Karbamazepin dan fenobarbital terdapat di dalam ASI dengan kadar yang lebih tinggi.
Apabila si ibu minum fenobarbital, maka bayinya harus diawasi apakah tidak dapat mengisap
ASI atau tampak mengantuk terus. Apabila terjadi maka pemberian ASI harus segera
dihentikan.14
Konsentrasi OAE di ASI untuk fenitoin 10%, benzodiasepin 15 %, valproat 5 %,
karbamasepin 45%, fenobarbital 40%, oxcarbasepin 50%, primidon 80%, ethsuximide 90%.
Lamotrigin dan topiramat mempunyai ikatan protein yang rendah sampai sedang,
demikian pula konsentrasi yang ditemukan pada ASI.
Gabapentin dan levetiracetam tidak ada ikatan protein dan mempunyai konsentrasi yang
ekuivelen dengan serum maternal dan ASI.
Dari penelitian disimpulkan, tidak ada kontra-indikasi mutlak untuk menyusui bagi
perempuan dengan epilepsi.
Penggunaan susu botol pengganti ASI perlu dipertimbangkan bila bayi menjadi malas
minum.17
Banyak obat anti epilepsi menginduksi ensim hepar serta menurunkan efek oral
kontraseptif. Karbamasepin, fenitoin, fenobarbital, dan pirimidon menurunkan efek kontrasepsi
oral dengan cara meningkatkan enzim mikrosomal.
Karbamazepin mempengaruhi keseimbangan hormon seks : dapat menurunkan tingkat
dehidroepiandrosteron sulfat dan indeks androgen bebas, meningkatkan jumlah hormon steroid
yang terikat globulin, dan penurunan sekejap respon LH dan Gonadotropin terhadap
Gonadotropin releasing Hormon.
Fenitoin menurunkan Dehidroepiandrosteron Sulfat ( DHEA-S).
Penggunaan lama Valproat berkaitan dengan kenaikan testosteron serum dan DHEA-S.
Dianjurkan bila menggunakan kontrasepsi oral, sebaiknya yang mengandung 50 mikrogram
etinilestradiol. Penggunaan kontrasepsi suntikan (Depo Provera) dilaporkan dapat memperbaiki
kejang dan dianjurkan pemberian suntikan (Depo Provera) ini sebaiknya diulangi setiap10
minggu daripada yang dianjurkan setiap 12 minggu.
Benzodiazepin, etosuksimid, vigabatrin,lamotrigin dan gabapentin tidak mempengaruhi
efektifitas kontrasepsi oral.
lamotrigine *
Hormone replacement therapy= HRT= terapi sulih hormone pada wanita menopause
mungkin bermanfaat dalam menghilangkan beberapa simptom menopause seperti hot flushes,
keringatan dan kekeringan vagina. Juga dapat membantu memproteksi terjadinya penyakit
jantung dan osteporosis. Tapi HRT ini dapat juga merupakan kontraindikasi bagi beberapa
wanita lainnya.
Para wanita epilepsi membutuhkan pertimbangan cermat, apakah memang benar-benar
membutuhkan HRT ( hormone replacement therapy = terapi sulih hormone ) atau tidak.. HRT
dapat diberikan berupa estrogen sendiri atau dalam atau dalam bentuk kombinasi estrogen dan
progesterone. Testosteron juga kadang-kadang ditambahkan sebagai kombinasi. Estrogen seperti
diketahui akan lebih mudah menimbulkan kejang, sehingga saharusnya pada HRT dibutuhkan
kombinasi dengan progesteron. Namun pada beberapa wanita, frekuensi kejang akan tetap
meningkat walaupun progesteron sudah tercakup dalam HRT. Dalam penggunaan HRT ini juga
dianjurkan untuk mengkonsumsi vitamin D dan suplemen calsium, regular weight-bearing
exercise, menghindari alkohol dan rokok dapat meminimalkan kehilangan masa tulang dan
osteoporosis.
BAB VI
ASPEK PSIKOSOSIAL, MEDIKO-LEGAL DAN
KESEHATAN REPRODUKSI
Aspek sosial
Pasien epilepsi secara umum mempunyai kendala dalam hubungan sosial dan
kemasyarakatan karena :
1. Kekeliruan persepsi masyarakat terhadap penyakit : kutukan, turunan, dsb.
2. Kekeliruan perlakuan keluarga terhadap pasien epilepsi : overproteksi, penolakan,
dimanjakan, dsb.
3. Kekeliruan perlakuan masyarakat terhadap penyandang epilepsi : penolakan,
direndahkan, diisolasikan, dsb
4. Keterbatasan pasien epilepsi akibat penyakit : dalam bidang pendidikan,
kemasyarakatan, seni dan olah raga, dsb.
Aspek pekerjaan
Epilepsi dapat menurunkan kesempatan dan efisiensi kerja serta meningkatkan risiko
kecelakaan kerja, maka bangkitan harus terkontrol
Prinsip pilihan pekerjaan :
1. Disesuaikan dengan jenis dan frekuensi bangkitan.
2. Resiko kerja yang paling minimal.
3. Tidak bekerja sendiri dan di bawah pengawasan
4. Jadwal kerja yang teratur.
Lingkungan kerja (atasan dan teman kerja) tahu kondisi pasien dan dapat
memberikan pertolongan awal dengan baik, maka epilepsi jangan dirahasiakan.
Aspek Olahraga
Aspek mengemudi
Aspek Hukum
ּּ Prinsip umum : perlu ada perbedaan perlakuan hukum tertentu bagi pasien epilepsi,
khususnya pada hak dan kewajiban hukum, pemberian asuransi kesehatan dan ijin
mengemudi.
ּּ Perlu adanya komunikasi dan advokasi antara pihak / instansi yang terkait untuk
meletakkan pasien epilepsi pada posisi sebenarnya.
Aspek perkawinan dan reproduksi
Prevalensi epilepsi pada usia lanjut : 0,9%-1.5% lebih tinggi dibandingkan dengan
Usia muda. Disamping itu epilepsi pada usia lanjut lebih banyak yang simtomatis
( sekunder).
ETIOLOGI
JENIS EPILEPSI
Jenis bangkitan epilepsi yang sering terjadi pada usia lanjut sebagai berikut :
1. Parsial kompleks.
2. Kejang umum tonik-klonik.
3. Kejang fokal sederhana.
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan epilepsi pada usia lanjut hendaknya lebih berhati-hati mengingat pada usia
lanjut telah terjadi penurunan fungsi organ tubuh sehingga sering terjadi penyakit lainnya
bersama dengan keluhan epilepsinya.
Dalam pemilihan obat pada epilepsi usia lanjut perle diperhatikan beberapa hal sebagai berikut :
1. Pemilihan obat berdasarkan jenis epilepsinya.
2. Terapi awal dimulai dengan dosis rendah,usaahakan obat yang dipilih yang dapat diberikan 2
kali sehari unutk meningkatkan kepatuhan.
3. Karena pasien usia lanjut sering mengalami kesulitan menelan berikan bat yang mudah
digerus.
4. Periksalah kadar obat dalam darah guna mencegah intoksikasi.
5. Pada usia lanjut sering diketemukan gangguan fungsi organ yang memerlukan terapi,
sehingga pemilihan obat anti epilepsi hendaknya dipilih yang tidak berinteraksi dengan obat-
obat tersebut.
6. Pemberian obat anti epilepsy pada usia lanjut kadang memerlukan waktu lebih dari 3 tahun
bahkan seumur hidup ,karena epilepsi pada usia lanjutmumumnya simtomatis.
Pemilihan obat OAD pada usia lanjut sehat dan usia lanjut dengan Multiple
Medical Problem (MMP)
Obat anti Epilepsi Usia Lanjut Sehat Usia lanjut dengan MMP
Halaman sampul
Daftar isi
Bab I Pendahuluan 1
Bab IV Terapi 10
Status epileptikus 15
Daftar Pustaka 40
DAFTAR PUSTAKA
2. Pellegrino TR. Seizures and Status Epilepticus in Adults, in Tintinali JE, Ruiz E, Krome
RL. Emergency Medicine. 4th ed. Mc Graw Hill. New York, 1996
6. Volpe JJ. Neurology of the Newborn. 3rd edition. Philadelphia. WB Saunders co, 1995
8. MOH Clinical Practice Guidelines. Diagnosis and Management of Epilepsy in Adults. 1999
9. Gubermann AH, Bruni J. Essential of Clinical Epilepsy. 2nd ed. Butterworth Heinemann.
Boston, 1999
10. Manford M. Practical Guide to Epilepsy, Butterworth Heinemann Elsevier Sciences. 2003
13. Aicardi J. Epilepsy in Children. 2nd ed. The International Review of Child Neurology.
Raven Press, 1994
14. Roger J, Bureau M, Dravet C, et al. Epileptic Syndromes in Infancy, Childhood and
Adolescence. 2nd ed. John Libbey & Company, 1992
15. Cockerel OC, Shorvon OD. Epilepsy current concepts. Current medical literature.London,
1996
16. Gumnit RJ. The Epilepsy Handbook The Practical Management of Seizure. 2 nd ed. Raven
Press, New York, 1995
17. Brodie MJ, Dichter MA. Antiepileptic drugs. N Eng J Med. 1996;334:168-75
18. Browne TR, Holmes GL. Epilepsy. N Eng J Med. 2001; 344:1145-51
20. Medical Research Council Anti-epileptic Drug Withdrawl Study Group. Randomised study
of anti-epileptic drug withdrawl in patients in remission. Lancet 1991;337:1175-80
21. Medical Research Council Anti-epileptic Drug Withdrawl Study Group. Prognostic index
for recurrence of seizures after remission of epilepsy. BMJ 193;306:1374-8
25. Krumholz A. Selection and management of epilepsy patients for surgery. American
Academy of Neurology. 55th Annual meeting, 2003.
26. Engel J. Surgery for Seizures. N Engl J Med. 1996 ; 334 : 647-53
27. Morrell M.J , M.D. Epilepsy in Woman. Columbia University, New York City, New York.
In Journal of the American Academy Family Physicians October 15, 2002.
28. Devinsky, O.A 1994 Guide to understanding and living with epilepsy. FA Davis Company,
Philadelphia.
29. Morrel, M.J. 1992 Hormones and epilepsy through the lifetime. Epilepsia 33(Suppl.
4):S49-S61.
30. Vainionpaa, L.K., Rattya, J., Kinp, M., Tapanainen, J.S., Pakarinen, A.J., Lanning, P.,
Tekay, A., Myllyta, W., Isojarvi, J.I.T. 1999 Valproate-induced hyperandrogenism during
pubertal maturation in girls with epilepsy. Ann. Neurol. 45:444-50.
31. Tjahjadi, A. 2001 The effect of progesterone and antiestrogen on the frequency of seizures
in women with complex partial seizures and catamenial epilepsy. URL
http://142.103.117.44/scil/conf/2001/proc/node53.html. Cited on 8/12/2002.
33. Duncan S, Read CL, Brodie MJ. How common is catamenial epilepsy? Epilepsia
1993;34(5):827-831.
35. British Brain and Spine Foundation Epilepsy; a guide for patients and carers, Available
at: http://www.brainandspine.org.uk/pdf/epilepsy.pdf (accessed on 3 March, 2005).
36. Nakane Y, Oltuma T, Takahashi R et al. Multi-institutional study on the teratogenicity and
fetal toxicity of anticonvulsants: a report of a collaborative study group in Japan. Epilepsia,
1980; 21:663-680.
37. Yerby M S, Pregnancy and teratogenesis. In: Trimble MR (ed). Women and Epilepsy.
Chichester, John Wiley & Sons.1991.
38. Shorvon .S.Handbook of Epilepsy Treatment, Blackwell Sciense Ltd, 2000.page 79-83.
39. Dansky L V,The teratogenic effects of epilepsy and anticonvulsant drugs. In Hopkins
40. Liporace, J.D. 1997 Women’s issues in epilepsy. Postgrad. Med. 102(1): 1-8.
41. ILAE (International League Against Epilepsy).1993 Guidelines for the care of women of
childbearing age with epilepsy. Epilepsia 34(4):588-9.
42. Prof. dr. Harsono, Sp.S (K), Karakteristik epilepsi pada perempuan. Dalam Pidato
Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Ilmu Penyakit Saraf pada Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta ; 12 April 2004.
43. AAN (American Academy of Neurology). 1998 Practice parameter: Management issues for
women with epilepsy (summary statement). Neurology 51:944-8.
44. Abbasi, F., Krumholz, A., Kittner, S. 1995 Effects of menopause on women with epilepsy.
Epilepsia 36(Suppl 4):148-50.
45. National Institute for Clinical Excellence (NICE). The epilepsies: the diagnosis and
management of the epilepsies in adults and children in primary and secondary care.
Clinical guideline 20., Available at: http://www.nice.org.uk (accessed on 10 August 2005).
46. Marcus R. Bone, Heatlh In Women With Epilepsy. In : MorrellM, ed. Women with epilepsy
: A Handbook of Health and treatment Issues. Cambridge, U.K. : Cambridge University
Press. In Press.
47. Agoes A , Dr. Sp.S 2001. AspekKlinis Epilepsi pada usia lanjut. Simposium Epilepsi.
50. http://www. Phome-…/medical news.hpp. Effective seizure treatment for elderly patient
with epilepsy. 31-07-2004
51. Kwan P, 2004. Management Seizure and Epilepsy in the Elderly. 5th AOEC-Bangkok.
52. Leppik IE, MD. 2004. Epilepsy in Elderly : Epidemiologi and Treatmnet. AAN
53. Levy RH, 2002. Antiepileptic Drugs in the Treatment of Epilepsy. 150-157
54. Lumban Tobing S.M, Prof, DR. Dr., 2004, Epilepsy in the Elderly. Simposium Brain Heart.
Ujung Pandang
55. Stephen L.J. and Brodie M.J. 2000. Epilepsy in Elderly People. Lancet 355 : 1441-46
56. Velez L, MD and Selwa LM, MD. 2003. Seizure Disorders in the Elderly in : Journal of the
American Academy of Family Physicians. January 15.