Anda di halaman 1dari 25

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN KOMA HEPATIKUM

“Makalah ini disusun sebagai syarat memenuhi tugas Mata Kuliah Asuhan
Keperawatan Kritis”

Dosen Pengampu: Dr. Eko Priyono, MM.

Disusun Oleh:
Retno Dwi Jayanti ( 108114022 )

S-1 KEPERAWATAN
STIKES AL-IRSYAD AL-ISLAMIYYAH CILACAP
TAHUN 2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan
karunai-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan
Keperawatan Pada Passien Dengan Koma Hepatikum” dengan baik dan tepat
pada waktu yang ditentukan. Terima kasih penyusun ucapkan kepada dosen
pembimbing Dr. Eko Priyono, MM., yang telah membimbing dan memotivasi
kelompok ini dalam menyelesaikan makalah ini. Kelompok juga berterima kasih
kepada rekan mahasiswa S1 Keperawatan Tingkat IV yang telah memberikan
kritik dan saran untuk menulis makalah ini sesuai dengan yang diharapkan.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas dalam pembelajaran Asuhan
Keperawatan Kritis, tentang Asuhan Keperawatan dengan Koma Hepatikum.
Kritik dan saran sangat diperlukan dalam peningkatan kualitas makalah ini.
Semoga makalah ini memenuhi kriteria penilaian dan bermanfaat bagi pembaca.

Cilacap, 7 Desember 2017

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 2
C. Tujuan .......................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 4
I. KONSEP KOMA HEPATIKUM ................................................................ 4
A. Definisi ..................................................................................................... 4
B. Klasifikasi Dan Faktor- Faktor Etiologi ................................................... 4
C. Patologi ..................................................................................................... 6
D. Patofisiologi.............................................................................................. 7
E. Gambaran Klinik ...................................................................................... 8
F. Diagnosis Dan Diagnosis Banding ......................................................... 12
G. Komplikasi ............................................................................................. 13
H. Pemeriksaan Penunjang .......................................................................... 14
I. Penatalaksanaan ...................................................................................... 15
J. Prognosis ................................................................................................ 17
II. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS ................................................. 18
A. Pengkajian .............................................................................................. 18
B. Diagnosa Keperawatan ........................................................................... 19
C. Intervensi Keperawatan .......................................................................... 19
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 21
A. Kesimpulan ................................................................................................ 21
B. Saran ........................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 22

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hati merupakan organ terbesar di dalam tubuh manusia, terletak di
rongga perut sebelah kanan dan mempunyai fungsi amat penting pada proses
metabolisme tubuh, yaitu dalam proses anabolisme atau sintesis bahan-bahan
yang penting untuk kehidupan manusia seperti sintesis protein dan
pembentukan glukosa, sedangkan dalam proses katabolisme dengan
melakukan detoksikasi bahan-bahan seperti ammonia, berbagai jenis hormon
dan obat-obatan. Di samping itu hati juga berperan sebagai gudang tempat
penyimpanan bahan-bahan seperti glikogen dan beberapa vitamin dan
memelihara aliran normal darah splanknikus.
Oleh karena itu terjadi kerusakan sel-sel parenkhim hati akut maupun
kronik yang berat, fungsi-fungsi tersebut akan mengalami gangguan atau
kekacauan, sehingga dapat timbul kelainan seperti ensefalopati hepatikum.
Koma hepatikum dalam khasanah ilmu kedokteran disebut
ensefalopati hepatik atau hepatic encephalopathy. Ada dua jenis enselafalopati
hepatik berdasarkan ada tidaknya edema otak, yaitu Portal Systemic
Encephalopathy (PSE) dan Acute Liver Failure. Ensefalopati hepatik adalah
suatu sindrom neuropsikiatri, mempunyai spektrum klinik yang luas, dapat
timbul akibat penyakit hati yang berat, baik akut maupun yang menahun
ditandai adanya gangguan tingkah laku, gejala neurologik, astriksis, berbagai
derajat gangguan kesadaran sampai koma, dan kelainan elektro ensefalografi.
Pengobatan dini ensefalopati hepatik meliputi setiap upaya terapeutik
yang dilakukan pada RHS ataupun pada Ensefalopati Hepatik kronik, untuk
mencegah terjadinya serangan ensefalopati hepatik akut.
Meskipun patogenesis yang tepat tentang terjadinya ensefalopati
hepatik belum diketahui sepenuhnya, namun hipotesa-hipotesa yang ada
menekankan peranan dari sel-sel parenkim hati yang rusak dengan atau tanpa
adanya by pass sehingga bahan-bahan yang diduga toksis terhadap otak tidak
dapat dimetabolisir seperti : ammonia, merkaptan, dan lain-lain dapat

1
menumpuk dan mencapai otak. Faktor lain adalah terjadinya perubahan pada
neutransmitter, gangguan keseimbangan asam amino aromatik (AAA) dan
asam amino rantai cabang (AARC). Selain itu perlu disimak perubahan yang
terjadi pada otak misalnya edema dan peningkatan tekanan intra kranial, serta
perubahan-perubahan pada astrosit terutama terjadi pada ensefalopati hepatik
akut (fulminant hepatic failure).

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari Koma Hepatikum?
2. Jelaskan klasifikasi dan faktor- faktor etiologi dari Koma Hepatikum!
3. Bagaimana patologi dari Koma Hepatikum?
4. Bagaimana gambaran klinik dari Koma Hepatikum?
5. Bagaimana diagnosis dan diagnosis banding dari Koma Hepatikum?
6. Apa saja Komplikasi dari Koma Hepatikum?
7. Jelaskan Pemerikasaan penunjang dari Koma Hepatikum!
8. Jelaskan Penatalaksanaan dari Koma Hepatikum!
9. Bagaimana Asuhan keperawatan dari Koma Hepatikum?

C. Tujuan
1. Agar mahasiswa mampu mengerti dan memahami tentang definisi dari
Koma Hepatikum
2. Agar mahasiswa mampu mengerti dan memahami tentang klasifikasi dan
faktor- faktor etiologi dari Koma Hepatikum
3. Agar mahasiswa mampu mengerti dan memahami tentang patologi dari
Koma Hepatikum
4. Agar mahasiswa mampu mengerti dan memahami tentang gambaran klinik
dari Koma Hepatikum
5. Agar mahasiswa mampu mengerti dan memahami tentang diagnosis dan
diagnosis banding dari Koma Hepatikum
6. Agar mahasiswa mampu mengerti dan memahami tentang Komplikasi dari
Koma Hepatikum

2
7. Agar mahasiswa mampu mengerti dan memahami tentang Pemerikasaan
penunjang dari Koma Hepatikum
8. Agar mahasiswa mampu mengerti dan memahami tentang
Penatalaksanaan dari Koma Hepatikum
9. Agar mahasiswa mampu mengerti dan memahami tentang Asuhan
keperawatan dari Koma Hepatikum

3
BAB II
PEMBAHASAN

I. KONSEP KOMA HEPATIKUM


A. Definisi
Koma hepatikum disebut pula sebagai ensefalopati hepatik, atau
ensefalopati sistem portal sistemik, ialah suatu keadaan yang ditandai
dengan adanya gangguan tingkah laku, neuropsikiatrik dan berbagai
derajat gangguan kesadaran yang disebabkan oleh kelainan metabolik
penyakit hati.
Ensefalopati Hepatikum (Ensefalopati Sistem Portal, Koma
Hepatikum) adalah suatu kelainan dimana fungsi otak mengalami
kemunduran akibat zat-zat racun di dalam darah, yang dalam keadaan
normal dibuang oleh hati (Stein 2001).
Ensefalopati hepatik adalah suatu kompleks suatu gangguan
susunan saraf pusat yangdijumpai yang mengidap gagal hati. Kelainan ini
ditandai oleh gangguan memori dan perubahan kepribadian (Corwin.,
2001).

B. Klasifikasi Dan Faktor- Faktor Etiologi


Ensefalopati Hepatikum dapat muncul pada hepatitis fulminan atau
yang disebut dengan gagal hati akut akibat nekrosis hepatosit massif atau
gangguan fungsional hepatosit berat yang disebabkan oleh virus, obat-
obatan, atau racun, namun umumnya muncul pada sirosis atau penyakit
kronik lainnya saat terjadi kolateral portal-sistemik yang besar sebagai
komplikasi dari hipertensi portal.
Bahan-bahan yang diserap ke dalam aliran darah dari usus, akan
melewati hati, dimana racun-racunnya dibuang. Pada ensefalopati
hepatikum, yang terjadi adalah:
1. Racun-racun yang tidak dibuang karena fungsi hati terganggu
2. Telah terbentuk hubungan antara sistem portal dan sirkulasi umum
(sebagai akibat dari penyakit hati), sehingga beberapa racun tidak

4
melewati hati. Apapun penyebabnya akibatnya adalah sampainya
racun di otak dan mempengaruhi fungsi otak. Tingginya kadar hasil
pemecahan protein dalam darah misalnya ammonia, akan memegang
peranan yang penting dalam terjadinya ensefalopati hepatikum.
Koma hepatikum, berdasarkan terjadinya dapat dibagi
menjadi:
1. Tipe Akut/ Subakut
Pada tipe akut terjadi keadaan prekoma atau koma hepatikum
dalam waktu yang singkat atau kurang dari 8 minggu, sedangkan pada
tipe subakut terjadi prekoma atau koma hepatikum dalam waktu 8
minggu dari gejala awal. Etiologi umumnya adalah hepatitis akut
(fulminan), hepatitis alkoholik, reaksi atau keracunan obat, bahan
kimia. Dapat juga karena penyakit lain, seperti kelainan pembuluh
darah, seperti iskemia hati, veno occulsive disease, heat stroke,
infiltrasi maligna, syok berat atau tanpa sepsis, penyakit Wilson,
sindrom Reye, fatty liverof pregnancy dan kelainan metabolik lainnya.
Obat- obatan, bahan kimia, atau racun yang dapat
menyebabkan koma hepatikum dapat dibagi sebagai berikut:
a. Obat yang dapat menyebabkan nekrosis hati, seperti: asetaminofen,
isoniazid, rifampisin, metotreksat, klorambusil, penghambat MAO,
tiazid, dan lain- lain.
b. Obat- obatan yang menyebabkan kolestasis atau steatosis, seperti:
tetrasiklin, eritromisin estolat, metil testosteron, klorpromazin,
klorodiapokside, dan lain- lain.
c. Obat- obatan yang menyebabkan nekrosis dan kolestasis, seperti:
PAS, kontrasepsi oral, dilantin, tiourasil, azatiofrin, sulfonamid,
dan lain- lain.
d. Bahan kimia racun seperti: jamur Amanita phalloides, aflatoksin,
hidrokarbon klorinatid, organo fosfat, alkohol, dan lain- lain.
2. Tipe Kronik
Tipe ini kronik sering terjadi pada sirosis hati dengan kolateral
porto- sistemik yang ekstensif. Disini didapatkan gejala- gejala

5
gangguan mental, emosional, atau kelainan neurologik dalam periode
berbulan-bulan atau bertahun- tahun. Faktor etiologinya:
1. Penyakit hati menahun dengan kolateral portal- sistemik yang
ekstensif, diit protein yang berlebihan, aktivitas bakteri usus yang
berlebihan.
2. Sirosis hati dengan atau tanpa komplikasi
3. Hepatoma (karsinoma hepatoseluler)
Koma hepatikum tipe kronik dapat timbul pada sirosis hepatis
tahap terminal aau akibat faktor pencetus seperti diuresis yang
berlebihan, perdarahan, parasentesis cairan asites, diare dan muntah
berlebihan, pembedahan, terlalu banyak minum alkohol, pemberian
sedatif, infeksi dan konstipasi.
Prekoma/ koma hepatikum berdasarkan etiologi dan faktor
pencetusnya, dibagi menjadi:
1. Prekoma/ koma hepatikum primer (endogen), karena kegagalan
sel- sel hati sendiri.
2. Prekoma/ koma hepatikum sekunder (eksogen), karena bukan
kerusakan hati saja, tetapi oleh karena ada faktor pencetus.

C. Patologi
Gambaran patologi dari hepar pada penderita prekoma/ koma
hepatikum adalah sebagai berikut:
1. Dengan pemeriksaan mikroskop biasa pada gagal hati akut/ subakut
dapat dibedakan 2 macam kelainan, yaitu:
a. Terjadi nekrosis sel- sel hati yang masif secara difus atau
sentrilobuler, dengan nekrosis hebat. Hal ini dapat menimbulkan
kerusakan kerangka retikulin, sedangkan sel- sel hati lainnya dapat
mengkerut, membengkak, atau terjadi vakuola- vakuola.
b. Terjadi steatosis mikrovaskuler: disini terlihat sel- sel hati dipenuhi
butir- butir lemak pada sitoplasmanya, menyebabkan sel- sel
tersebut kelihatan membengkak, berwarna pucat, sedangkan
nekrosis hanya minimal.

6
2. Pada penderita penyakit hati yang menahun/ stadium terminal
ditemukan kelainan penyakit dasarnya umpamanya hepatitis kronik,
sirosis hepatis, ataupun karsinoma hepatoseluler.
Selain kelainan hati terdapat pula kelainan susunan saraf pusat, di
otak dan sumsum tulang belakang yang reversibel, tetapi hal ini bisa
menjadi kerusakan yang permanen atau ireversibel bila koma berlangsung
lama.

D. Patofisiologi
Patogenesis EH sampai saat ini belum diketahui secara pasti
karena:
1. Masih terdapatnya perbedaan mengenai dasar neurokimia/
neurofisiologis
2. Heterogenitas otak baik secara fungsional atau biokimia yang berbeda
dalam jaringan otak
3. Ketidakpastian apakah perubahan- perubahan mental dan penemuan
biokimia saling berkaitan satu dengan lainnya.
Secara umum dikemukakan bahwa EH terjadi akibat akumulasi
dari sejumlah zat neuro-aktif dan kemampuan komagenik dari zat- zat
tersebut dalam sirkulasi sistemik (Mullen, 2007)
Beberapa hipotesis yang telah dikemukakan:
1. Hipotesis Amoniak
Amonia berasal dari mukosa usus sebagai hasil degradasi
protein dalam lumen usus dan dari bakteri yang mengandung urease.
Dalam hati amonia dirubah menjadi urea pada sel hati periportal dan
menjadi glutamin pada sel hati perivenus, sehingga jumlah amonia
yang masuk ke sirkulasi dapat dikontrol dengan baik. Glutamin juga
diproduksi oleh otot (50%), hati, ginjal, dan otak (7%). Pada penyakit
hati kronis akan terjadi gangguan metabolisme amonia sehingga trjadi
peningkatan konsentrasi amonia sebesar 5- 10 kali lipat.
Beberapa peneliti melaporkan bahwa amonia secara in vitro
akan mengubah loncatan (fluk) klorida melalui membran neural dan

7
akan mengganggu keseimbangan potensial aksi sel saraf. Disamping
itu amonia dalam proses detoksifikasi akan menekan eksitasi
transmiter asam amino, aspartat, dan glutamat.
2. Hipotesis Toksisitas Sinergik
Neurotoksin lain yang mempunyai efek sinergis dengan amonia
seperti merkaptan, asam lemak rantai pendek (oktanoid), fenol, dan
lain-lain. Merkaptan yang dihasilkan dari metionin oleh bakteri usus
akan berperan menghambat NaK-ATP-ase.
Asam lemak rantai pendek terutama oktanoid mempunyai efek
metabolik seperti gangguan okidasi, fosforilasi dan pnghambatan
konsumsi oksigen serta penekanan aktivitas NaK-ATP-ase sehingga
dapat menyebabkan koma hepatik reversibel.
Fenol sebagai hasil metabolisme tirosin dan fenilalanin dapat
menekan aktivitas otak dan enzim monoamin oksidase, laktat
dehidrogenase, suksinat dehidrogenase, prolin oksidase yang
berpotensi dengan zat lain seperti amonia yang mengakibatkan koma
hepatikum. Senyawa- senyawa tersebut akan memperkuat sifat- sifat

E. Gambaran Klinik
Sindrom gagal hati umumnya terdiri dari beberapa atau semua
berikut ini: kelemahan umum, ikterus, asites, gangguan sistem sirkulasi,
gangguan pernafasan, gangguan endokrin, gangguan neurologi, serta
perubahan metabolisme protein dan fungsi homeostasis (faal koagulasi).
Penderita dengan koma hepatikum memperlihatkan gambaran
klinik yang bervariasi. Pada gagal hati akut terjadinya koma hepatikum
sangat cepat (dalam 8 hari), pada gagal hati subakut terjadi prekoma/ koma
hepatikum dalam 8 minggu, sedangkan pada gagal hati kronik timbulnya
prekoma/ koma hepatikum pelan- pelan, kadang dapat pula mendadak
apabila ada faktor pencetus. Pada penderita ditemukan beberapa atau
semua sindrom gagal hati.

8
Manifestasi klinik prekoma/ koma hepatikum adalah sebagai
berikut:
1. Kelemahan umum
Pada keadaan prekoma, umumnya penderita tampak lemah dan
mudah lesu. Sering terjadi anorexia dan apabila ditambah diit yang
jelek akan menambah terjadinya malnutrisi.
2. Ikterus
Ikterus merupakan salah satu tanda gagal hati. Pada gagal hati karena
virus, dalamnya ikterus/ tingginya bilirubin sesuai dengan beratnya
kerusakan sel- sel hati, hal ini tidak sama dengan sirosis hati, dimana
ikterus tidak selalu ada.
3. Asites
Terjadinya asites pada gagal hati, mekanismenya sama dengan
terjadinya asites pada penyakit hati menahun.
4. Perubahan metabolisme nitrogen
Kerusakan sel- sel hati mengakibatkan produksi albumin
ataupun protrombin menurun. Metabolisme amonia terganggu,
padaorang normal amonia diubah menjadi urea, karena
metabolismenya terganggu, amonia menumpuk di dalam darah.
Terdapat pula perubahan keseimbangan asam amino aromatik dengan
asam amino rantai cabang, dimana akan terjadi penumpukan asam
amino aromatik.
5. Perubahan sistem neurologi
Meskipun ensefalopati pada gagal hati akut sama dengan yang
terjadi pada penyakit hati kronik, ada beberapa perbedaan pokok dalam
patogenesisnya. Hubungan portal sistemik yang sangat penting pada
sirosis hati, pada gagal hati akut tidak banyak berperan. Pada gagal
hati akut sering terdapat edema serebri dengan peningkatan tekanan
intrakranial yang jarang terjadi pada sirosis hati.

9
Secara garis besar gejala klinis ensefalopati hepatik terbagi
menjadi:
1. Ensefalopati hepatik sub klinis
a. Disebut juga “latent hepatic encephalopathy”
b. Dari penelitian disimpulkan bahwa 45%-85% penderita sirosis hati
sudah mengidap ensefalopati hepatik sub klinis.
c. Belum di temukan atau terlihat gejala dan tanda penyakit.
d. Dapat di deteksi dengan test uji hubungan angka (number
connection test).
Number connection test (NCT) :
 Uji psikomotorik untuk deteksi dini ensefalopati hepatik sub
klinis.
 Syarat pasien tidak buta huruf.
 Sederhana, praktis,aman, murah.
 Bermanfaat pula untuk monitoring dan evaluasi hasil terapi.
 Pasien diminta menyambung angka secara urut no.1-25 secepat
mungkin.
 Ada korelasi antara lamanya waktu yang di perlukan untuk
menyelesaikan NCT ( uji hubung angka) dengan kondisi
enesefalopati hepatik pasien ( makin lama ∞ makin buruk)
 Pada kondisi baik uji ini harus dapat di selesaikan ± 30 detik
Skala NCT (menurut kriteria West Haven):

Skala NCT Lamanya penyelesaian NCT

0 15-30 detik
1 31-50 detik
2 51-80 detik
3 81-120 detik
4 >120 detik atau tidak dapat diselesaikan

10
2. Ensefalopati Hepatik klinis, Sherlock membagi derajat berat ringannya
koma hepatikum ada 4 stadium yaitu:
a. Stadium I (prodromal) : terjadi euforia, kadang depresi,
kadang kebingungan,
daya reaksi yang lambat, gangguan pola
tidur, apatis, kadang sudah ditemukan
asterixis.
b. Stadium II (impending coma): terjadi peningkatan dari stadium I
Dimana dijumpai letargi, perubahan
pola tingkah laku, disorientasi,
inkontinensia, asterixis yang jelas.
c. Stadium III (stupor) : penderita kebanyakan tidur, masih dapat
dibangunkan, berbicara ngawur, sangat
kebingungan, asterixis masih ada (kalau
kooperatif), kadang- kadang dijumpai
agitasi atau gelisah.
d. Stadium IV (koma) : penderita seperti tidur, tidak dapat
dibangunkan. Ada yang membagi 2
tahap, yaitu stadium IV A dimana
penderita memberikan reaksi bila
dirangsang, sedangkan stadium IV B
dimana penderita sama sekali tidak
memberikan reaksi.
3. Perubahan sistem endokrin
Dengan terganggunya faal hati sebagai penyimpan glikogen
dan meningkatnya kadar insulin dalam plasma maka dapat terjadi
hipoglikemi, meskipun jarang. Gagalnya hepato glukoneogenesis akan
menyebabkan asidosis asam laktat dan memberikan keadaan umum
penderita.

11
4. Perubahan sistem sirkulasi dan pernafasan
Pada pemulaan karena terjadi rangsang pusat vital, terjadilah
sirkulasi yang hiperdinamik, ditandai dengan curah jantung yang
meningkat, ekstremitas terlihat kemerahan, takikardi.
5. Perubahan fungsi homeostasis
Penyebab terjadinya gangguan homeostasis ini adalah
penurunan kemampuan hati membuat faktor-faktor pembekuan darah,
trombositopenia, serta kerusakan pembuluh darah kapiler, atapun
pecahnya varises pada sirosis hati. Perdarahan dapat terjadi dimana-
mana, terutama di kulit dan saluran makanan, kadang terjadi pula suatu
DIC (disseminated intravascular coagulation).

F. Diagnosis Dan Diagnosis Banding


Sesuai dengan gambaran klinis, diagnosis koma hepatikum dapat
ditegakkan atas dasar:
1. Kelainan neuropsikiatrik berupa perubahan tingkat kesadaran dan
intelektual dalam berbagai tingkat, adanya flapping tremor dan
kelainan EEG setelah menyingkirkan kemungkinan penyebab lain.
2. Adanya tanda- tanda atau kelainan gagal hati fluminan maupun gagal
hati kronis.
3. Gejala- gejala yang berhubungan dengan faktor pencetus misalnya
adanya perdarahan saluran cerna.
4. Ammonia yang meningkat khususnya dalam darah arterial dan dalam
pemeriksaan laboratorium lainnya.
Diagnosa banding koma hepatikum:
1. Koma oleh sebab gangguan metabolisme lainnya seperti uremia, koma
hiper/ hipoglikemi.
2. Koma akibat intoksikasi obat- obatan dan intoksikasi alkohol.
3. Trauma kepala berat.
4. Tumor otak.
5. Epilepsi.

12
G. Komplikasi
Dalam keadaan penderita yang berat sangatlah sulit dibedakan
apakah keadaan berikut merupakan stadium lanjut dari gagal hati atau
merupakan komplikasi dari kelainan ini. Untuk gagal hati akut, komplikasi
dapat terjadi setiap saat, sedangkan pada sirosis hati atau penyakit hati
menahun lainnya dapat terjadi apabila koma berlangsung lama (lebih dari
1 minggu).
Umumnya komplikasi yang dapat terjadi adalah:
1. Edema otak
Dapat mengakibatkan meningkatnya tekanan intrakranial,
sehingga dapat menyebabkan kematian. Dijumpai pada 30- 40 % dari
kasus- kasus yang fatal.
2. Gagal ginjal
Akibat penurunan perfusi ke kortek ginjal. Terdapat pada
sekitar 40 % kasus.
3. Kelainan asam basa
Hampir selalu terjadi alkalosis respiratorik hiperventilasi,
sedangkan alkalosi metabolik terjadi akibat hipokalemi. Asidosis
metabolik dapat terjadi karena penumpukan asam laktat atau asam
organik lainnya karena gagal ginjal.
4. Hipoksia
Sering terjadi karena edema paru atau radang paru akibat
peningkatan permeabilitas pembuluh darah kapiler di jaringan
interstisial atau alveoli.
5. Gangguan faal homeostasis dan perdarahan terjadi pada 40- 70 %
kasus.
6. Gangguan metabolisme (hipoglikemia) dan gangguan keseimbangan
elektrolit (hipokalsemia).
7. Kerentanan terhadap infeksi
8. Gangguan sirkulasi: Pada tahap akhir dapat terjadi hipotensi,
bradikardi maupun henti jantung.

13
9. Pankreatitis akut: jarang terjadi, sulit diketahui semasih hidup dan
sering ditemukan pos mortem.

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Hematologi
a. Hemoglobin, hematokrit, hitung lekosit-eritrosit-trombosit, hitung
jenis lekosit.
b. Jika diperlukan : faal pembekuan darah.
2. Biokimia darah
a. Uji faal hati : trasaminase, billirubin, elektroforesis protein,
kolestrol, fosfatase alkali.
b. Uji faal ginjal : Urea nitrogen (BNU), kreatinin serum.
c. Kadar amonia darah.
d. Atas indikasi : HbsAg, anti-HCV,AFP, elektrolit, analisis gas
darah.
3. Urin dan tinja rutin
4. EEG (Elektroensefalografi) dengan potensial picu visual (visual
evoked potential) merupakan suatu metode yang baru untuk menilai
perubahan dini yang halus dalam status kejiwaan pada sirosis.
5. CT Scan pada kepala biasanya dilakukan dalam stadium ensefalopatia
yang parah untuk menilai udema otak dan menyingkirkan lesi
structural (terutama hematoma subdura pada pecandu alkohol).
6. Pungsi lumbal, umumnya mengungkapkan hasil-hasil yang normal,
kecuali peningkatan glutamin. Cairan serebrospinal dapat berwarna
zantokromat akibat meningkatnya kadar bilirubin. Hitung sel darah
putih cairan spinal yang meningkat menunjukan adanya infeksi.
Edema otak dapat menyebabkan peningkatan tekanan.

14
I. Penatalaksanaan
1. Ensefalopati hepatik tipe akut
1) Tindakan umum
 Penderita stadium III-IV perlu perawatan suportif yang intensif,
yaitu dengan memperhatikan posisi berbaring, bebaskan jalan
nafas, pemberian oksigen, pasang kateter forley.
 Pemantauan kesadaran, keadaan neuropsikiatri, system
kardiopulmunal dan ginjal keseimbangan cairan, elektrolit serta
asam dan basa.
 Pemberian kalori 2000 kal/hari atau lebih pada fase akut bebas
protein gram/hari (peroral, melalui pipa nasogastrik atau
parental).

2) Tindakan khusus
 Mengurangi pemasukan protein
a. Diet tanpa protein untuk stadium III-IV
b. Diet rendah protein (nabati 20 gram/hari) untuk stadium I-
II. Segera setelah fase akut terlewati, intake protein mulai
ditingkatkan dari beban protein kemudian ditambahkan 10
gram secara bertahap sampai kebutuhan maintanance (40-
60 gram/hari).
 Mengurangi populasi bakteri kolon (urea splitting organism).
a. Laktulosa peroral untuk stadium I-II atau pipa nasogastrik
untuk stadium III-IV, 30-50 cc tiap jam, diberikan
secukupnya sampai terjadi diare ringan.
b. Lacticol (Beta Galactoside Sorbitol), dosis : 0,3-0,5
gram/hari.
c. Pengosongan usus dengan lavement 1-2x/hari: dapat
dipakai katartik osmotic seperti MgSO4 atau laveman, yaitu
dengan memakai larutan laktulosa 20% atau larutan
neomisin 1% sehingga didapat pH = 4

15
d. Antibiotika : neomisisn 4x1-2gram/hari, peroral, untuk
stadium I-II, atau melalui pipa nasogastrik untuk stadium
III-IV. Rifaximin (derifat rimycin), dosis : 1200 mg per
hari selama 5 hari dikatakan cukup efektif.
 Obat-obatan lain
a. Penderita koma hepatikum perlu mendapatkan nutrisi
parenteral. Sebagai langkah pertama dapat diberikan cairan
dektrose 10% atau maltose 10%, karena kebutuhan
karbohidrat harus terpenuhi lebih dahulu. Langkah
selanjutnya dapat diberikan cairan yang mengandung
AARC (comafusin hepar) atau campuran sedikit AAA
dalam AARC (aminoleban) : 1000 cc/hari. Tujuan
pemberian AARC adalah untuk mencegah masuknya AAA
ke dalam sawar otak, menurunkan katabolisme protein, dan
mengurangi konsentrasi ammonia darah. Cairan ini banyak
dibicarakan akhir-akhir ini.
b. L-dopa : 0,5 gram peroral untuk stadium I-II atau melalui
pipa nesogastrik untuk stadium III-IV tiap 4 jam.
c. Hindari pemakaian sedatva atau hipnotika, kecuali bila
penderita sangat gelisah dapat diberikan diimenhidrimat
(dramamine) 50 mg i.m: bila perlu diulangi tiap 6-8 jam.
Pilihan obat lain, yaitu fenobarbital, yang ekskresinya
sebagian besar melalui ginjal.
d. Vitamin K 10-20 mg/hari i.m atau peroral atau pipa
nasogastrik.
 Pengobatan radikal
Exchange tranfusio, plasmaferesis, dialysis, charcoal
hemoperfusion, transpalantasi hati.
2. Ensefalopati hepatik tipe kronik
Prinsip-prinsip penatalaksanaan ensefalopati hepatik tipe
kronik adalah sebagai berikut:

16
a. Diet rendah protein, maksimal 1 gram / kg berat badan terutama
protein nabati.
b. Hindari konstipasi, dengan memberikan laktulosa dalam dosis
secukupnya (2-3 x 10 cc/hari).
c. Bila gejala ensefalopati meningkat, ditambah neomisin 4x1
gram/hari.
d. Bila timbul aksaserbasi akut, sama seperti ensefalopati hepatik tipe
akut.
e. Perlu pemantauan jangka panjang untuk penilaian keadaan mental
dan neuromuskulernya.
f. Pembedahan elektif : colon by pass, transplantasi hati, khususnya
untuk ensefalopati hepatik kronik stadium III-IV.

J. Prognosis
Perbaikan atau kesembuhan sempurna dapat terjadi bila dilakukan
pengeloaan yang cepat dan tepat. Prognosis penderita ensefalopati hepatik
tergantung dari :
1. Penyakit hati yang mendasarinya.
2. Faktor-faktor pencetus.
3. Usia, keadaan gizi.
4. Derajat kerusakan parenkim hati.
5. Kemampuan regenerasi hati.

17
II. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama,
pekerjaan, suku bangsa,alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor
register, tanggal pengkajian dan diagnosa medis.
2. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Biasanya klien datang dengan keluhan kejang-kejang dapat
disertai dengan penurunan kesadaran,
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya klien dengan ensefalopati terjadi kelemahan/lesu,
gangguan mental, ketidakmampuan untuk berkosentrasi, respirasi
cheynes-stokes
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Biasanya klien pernah menderita penyakit yang disebabkan
oleh virus, infeksi bakteri kelainan dalam struktur anatomi listrik
dan fungsi kimia, keracunan jaringan otak dan sel-sel (ex :
keracunan alcohol/penyalahgunaan narkoba, keracunan karbon
monoksida, obat-obatan, zat beracun)
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya klien ada kemungkinan cacat lahir (kelainan
genetic yang meyebabkan struktur otak yang abnormal/aktivitas
kimia dengan gejala yang di temukan pada saat lahir)
3. Pemeriksaan Fisik
1) Tingkat kesadaran : Adanya penurunan tingkat kesadaran.
GCS : Eye respon: … Motorik respon: … Verbal respon: …
2) Kulit : saat diraba kulit terasa agak panas
3) Kepala : terasa kaku pada semua persyarafan yang terkena,
kehilangan sensasi (kerusakan pada saraf kranial).
4) Mata : gangguan pada penglihatan,
5) Telinga : Ketulian atau mungkin hipersensitif terhadap kebisingan.

18
6) Hidung : adanya gangguan penciuman
7) Mulut dan gigi : membran mukosa kering, lidah terlihat bintik
putih dan kotor.
8) Leher: terjadi kaku kuduk dan terasa lemas.
9) Eksremitas atas dan bawah : Tidak ada kekuatan otot dan teraba
dingin.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d proses peradangan,
peningkatan TIK (Tekanan Intra Karnial)
2. Resiko Injuri : Jatuh
3. Kerusakan mobilitas fisik b.d kelemahan umum, defisit neurologic

C. Intervensi Keperawatan
NO Dx NOC NIC
Keperawatan
1. Perubahan Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor status neurologi setiap
perfusi keperawatan selama 3 x 24 2 jam: tingkat kesadaran, pupil,
jaringan jam diharapkan reflex, kemampuan motorik,
serebral b.d Ketidakefektifan perfusi nyeri kepala, kaku kuduk
proses jaringan serebral dapat 2. Monitor tanda vital dan
peradangan, teratasi. temperature setiap 2 jam
peningkatan Kriteria Hasil : 3. Kurangi aktivitas yang dapat
TIK (Tekanan  Circulation status menimbulkan peningkatan TIK:
Intra Karnial)  Neurologic status batuk, mengedan, muntah,
Data menahan nafas
Pendukung: Indikator: 4. Berikan waktu istirahat yang
 Penurunan 1. Mempertahankan cukup dan kurangi stimulus
kesadaran tingkat kesadaran dan lingkungan
 Aktivitas 5. Tinggikan posisi kepala 30 –
orientasi
kejang 45° pertahankan kepala pada
2. Tanda vital dalam batas
 Perubahan posisi netral, hindari fleksi leher
status normal.
3. Tidak terjadi defisit 6. Kolaborasi dalam pemberian
mental
neurologi. Diuretik osmotic, steroid,
antibiotic
2. Resiko Injuri : Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji status neurologi setiap 2
Jatuh keperawatan selama 3 x 24 jam
jam diharapkan Klien tidak 2. Pertahankan keamanan pasien
Data mengalami injuri. seperti penggunaan penghalang
Pendukung: Kriteria Hasil: tempat tidur, kesiapan suction,
 Penurunan  Risk control spatel, oksigen

19
kesadaran Indikator: 3. Catat aktivitas kejang dan
 Aktivitas 1. Mempertahankan tinggal bersama pasien selama
kejang tingkat kesadaran dan kejang
 Perubahan orientasi 4. Kaji status neurologik dan tanda
status 2. Kejang tidak terjadi vital setelah kejang
mental 3. Injuri tidak terjadi. 5. Orientasikan pasien ke
lingkungan
6. Kolaborasi dalam pemberian
obat anti kejang

3. Kerusakan Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji kemampuan mobilisasi


mobilitas fisik keperawatan selama 3 x 24 2. Alih posisi pasien setiap 2 jam
b.d kelemahan jam diharapkan Gangguan 3. Lakukan massage bagian tubuh
umum, defisit mobilitas fisik teratasi. yang tertekan
neurologic Kriteria Hasil : 4. Lakukan ROM passive
 Joint Movement : Active 5. Monitor Tromboemboli, konstipasi
Data  Mobility level 6. Konsul pada ahli fisioterapi jika
Pendukung: diperlukan
 Pasien Indikator:
mengatakan 1. Pasien dapat
lemah, mempertahankan
tangan dan mobilisasinya secara
kaki tidak optimal
dapat 2. Integritas kulit utuh
digerakkan 3. Tidak terjadi kontraktur
 Kekuatan
otot kurang
 Kontraktur

20
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berasal dari kata : enchepalo (otak), pathy (gangguan). Yang
menggambarkan fungsi dan struktur otak yang abnormal. Ensefalopati tidak
mengacu pada penyakit tunggal, melainkan untuk sindrom disfungsi otak
global.
Kelainan dalam struktur anatomi listrik dan fungsi kimia, keracunan
jaringan otak dan sel-sel, cacat lahir (kelainan genetic yang meyebabkan
struktur otak yang abnormal/aktivitas kimia dengan gejala yang di temukan
pada saat lahir) merupaka penyebab dari ensefalopati.
Adanya gangguan mental, hilangnya fungsi kognitif, ketidakmampuan
untuk berkosentrasi, lesu, kesadaran menurun, kejang, otot berkedut
merupakan tanda gejala dari ensefalopati.

B. Saran
Untuk pembuatan makalah ini,kami menyadari masih banyak
kekurangan, kami berharap bagi pembaca untuk mengkritik guna untuk
menyempurnakan makalah ini. Terima kasih

21
DAFTAR PUSTAKA

Baradero, Mary et al. 2008. Klien Gangguan Hati : Seri Asuhan


Keperawatan. Jakarta : Buku Kedokteran EGC

Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta :


EGC

http://cme.medicinus.co/file.php/1/LEADING_ARTICLE_Enselofati_Hepatik_A
Pa_Mengapa_dan_Bagaimana.pdf. Diakses pada 1 Desember 2017, pukul
13.00.

http://www.kalbemed.com/Portals/6/08_234CME%E2%80%93Ensefalopati%20
Hepatikum%20Minimal.pdf. Diakses pada 1 Desember 2017, pukul 13.00.

http://medicastore.com/penyakit/526/Ensefalopati_Hepatikum_Koma_Hepatikum.
html. Diakses pada 3 Desember 2017, pukul 15.00.

http://www.spesialis.info/?penyebab-ensefalopati-hepatikum-(koma
hepatikum),659. Diakses pada 3 Desember 2017, pukul 16.00.

http://www.alodokter.com/ensefalopati. Diakses pada 4 Desember 2017, pukul


19.00.

https://books.google.co.id/books?id=ims8gbiWJScC&pg=PA64&lpg=PA64&dq
=ensefalopati+hepatik+apakah+kondisi+gawat+darurat&source=bl&ots=L
lQ0G46uni&sig=SJ3kuNcwBMJ4fYLxZ1awgWXqLWA&hl=id&sa=X&
ved=0ahUKEwiUyfKLifXXAhUJp48KHe6UCnoQ6AEINjAD#v=onepag
e&q=ensefalopati%20hepatik%20apakah%20kondisi%20gawat%20darura
t&f=false. Diakses pada 6 Desember 2017, pukul 16.28

22

Anda mungkin juga menyukai