Anda di halaman 1dari 35

USAHA ITIK PETELUR

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Pengasinan telur merupakan salah satu cara penambahan umur simpan telur yang umum
dilakukan oleh masyarakat. Telur asin merupakan salah satu sumber protein yang mudah didapat
dan berharga relatif murah. Telur asin sebagai bahan makanan yang telah diawetkan mempunyai
daya tahan terhadap kerusakan yang lebih tinggi dibandingkan telur mentah. Telur umumnya
mengandung protein 13%, lemak 12%, mineral dan vitamin. Selain lebih awet telur asin juga
digemari karena rasanya yang relatif lebih lezat dibandingkan telur tawar biasa.
Photo 1.1. Telur Asin
Konsumen terbesar produk telur asin adalah masyarakat menengah ke bawah, karena telur asin
dapat dijadikan sumber protein hewani yang murah. Sebagian besar konsumen telur asin adalah
penduduk di kota-kota besar. Disamping untuk konsumen rumah tangga, konsumen lainnya yang
sangat potensial adalah restoran, rumah makan, kapal-kapal laut, rumah sakit, asrama-asrama,
perusahaan jasa boga dan sebagainya.
Perkembangan industri telur asin akan mendorong perkembangan peternakan itik akan berdampak
kepada peningkatan pendapatan para peternak itik yang umumnya merupakan masyarakat
pedesaan. Oleh karena itu, industri telur asin dapat dijadikan salah satu usaha yang dapat
diandalkan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat menengah dan bawah serta dapat
mengurangi ketergantungan terhadap sumber protein mahal seperti daging.
Pusat-pusat produksi telur asin umumnya berlokasi sama dengan sentra-sentra penghasil telur itik.
Pada tahun 2004 produsen telur itik terbesar di Indonesiia adalah Provinsi Jawa Barat dengan
jumlah produksi 37.447 ton diikuti dengan Provinsi Sulawesi Selatan 22.153 ton dan Provinsi
Kalimantan Selatan 20.105 ton. Di Provinsi Jawa Barat, sentra-sentra telur itik antara lain terdapat
di Kabupaten Indramayu dan Cirebon. Di Kecamatan Kapetakan, Kabupaten Cirebon yang menjadi
daerah survey studi ini terdapat 95 unit usaha telur asin skala kecil dan menengah. Sedangkan di
Kecamatan Losari, Kabupaten Cirebon terdapat 10 unit usaha telur asin skala kecil dan menengah.
Disamping itu juga terdapat pengusaha-pengusaha telur asin yang tersebar di daerah Kabupaten
Cirebon dan sekitarnya.

Latar belakang

Usaha ternak itik petelur mempunyai potensi yang besar untuk dikembangkan di daerah dengan kondisi
alam tropis seperti di Indonesia. Peternakan itik petelur membutuhkan sumber protein yang lebih sedikit
dibandingkan dengan peternakan ayam petelur. Dengan demikian usaha ternak itik petelur menjanjikan
peluang keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan usaha ternak ayam pedaging.

Kisah sukses usaha ternak itik petelur di Desa Kroya, Kecamatan Kapetakan, Kabupaten Cirebon seperti
dikemukakan dalam SINAR TANI Edisi 11/17 Juli 2001 telah mampu meningkatkan kemakmuran para
peternak itik petelur. Dikemukakan juga bahwa peternak, yang menghasilkan itik umur satu hari (DOD)
berhasil memperoleh pendapatan hingga mencapai rata-rata sekitar Rp. 7.000.000 per bulan.

Dengan demikian ternak itik petelur dapat dijadikan sebagai usaha unggulan bagi rakyat Indonesia.
Sedikitnya terdapat tiga alasan utama, mengapa usaha ternak itik petelur dijadikan sebagai usaha
unggulan, yaitu:

1. Usaha ternak itik petelur merupakan jenis usaha yang sudah dikenal secara luas oleh rakyat
Indonesia.
2. Usaha ternak itik petelur membutuhkan pakan (khususnya protein) yang lebih efisien
dibandingkan dengan usaha ternak ayam pedaging.
3. Usaha ternak itik petelur telah terbukti mampu memberikan pendapatan yang relatif besar.
C. TUJUAN
1. Menjadikan telur asin beraroma sebagai produk olahan telur itik dengan harga
yang terjangkau dan bergizi.
2. Mempopulerkan telur asin beraroma sebagai salah satu alternatif cemilan sehat
dikalangan mahasiswa program sarjana dan masyarakat sekitar.

ASPEK PEMASARAN
JALUR PEMASARAN
Penjualan produk industri telur asin ini dapat dilakukan sendiri oleh pengusaha maupun melalui
jasa agen penjualan, dengan pembeli konsumen langsung, rumah-rumah makan dan perkantoran.
Pola pemasaran produk telur asin ini secara umum terbagi tiga, yaitu :
1. Pengusaha menjual langsung produknya ke pasar-pasar setempat. Pada pola ini daerah
pemasaran hanya berkisar pada pasar-pasar yang terdapat pada kabupaten yang sama dengan
daerah produsen telur asin yang bersangkutan. Misalkan untuk Kabupaten Cirebon daerah
pemasaran berlokasi dapat di Pasar Sumber, Pasar Drajat, Pasar Mundur dan Pasar Karang
Sambung.
2. Pengusaha memperkerjakan tenaga-tenaga pemasaran di kota-kota besar untuk
mendapatkan pesanan dalam jumlah yang besar dan harga yang cukup baik. Para tenaga
pemasaran tersebut akan menjual telur asin ke rumah-rumah makan atau konsumen secara
langsung. Kota yang menjadi daerah pemasaran utama untuk produksi telur asin dari wilayah ini
adalah DKI Jakarta dan sekitarnya.
3. Pemesanan langsung dari agen-agen penjual telur asin yang berada dari luar daerah
produsen telur asin, dimana para agen tersebut akan memasok telur asin ke restoran, kapal dan
perkantoran.
Dari ketiga jenis pemasaran di atas, untuk pemesanan yang hanya memerlukan angkutan darat
semua produk diangkut dengan kendaraan yang dimiliki oleh produsen telur asin, sedangkan untuk
pemesanan lintas pulau dapat pula menggunakan sarana angkutan udara.

ASPEK PRODUKSI
PROSES PRODUKSI
Proses produksi telur asin yang dilakukan dalam studi pola pembiayaan ini adalah proses
pemeraman melalui pembungkusan dengan adonan garam dan tanah liat. Diagram alir proses
pembuatan telur asin adalah sebagai berikut:
Grafik 4.1. Diagram Alir Proses Pengolahan Telur Asin
Proses produksi dengan cara pembungkusan dengan adonan dan pemeraman yang digunakan pada
industri telur asin adalah sebagai berikut:
a.Penseleksian telur itik
Penseleksian telur itik dilakukan pada saat pembelian telur di peternak itik dimana telur dengan
kualitas jelek tidak akan diterima/dibeli. Sedangkan penyeleksian telur di lokasi pabrik dilakukan
pada saat akan melakulan pencampuran dengan adonan. Tingkat kegagalan proses ini sangat
rendah, dimana dari 1000 butir telur hanya terdapat 1 butir yang tidak layak untuk dijadikan telur
asin (satu permil).
Proses penseleksian telur itik pada saat akan melakukan pencampuran dengan adonan terbagi
menjadi dua macam pengamatan, yaitu pengamatan kekuatan kulit telur (dites dengan
membenturkan dua butir telur satu sama lain) serta pengamatan keutuhan kulit telur (diamati
secara visual apabila terdapat keretakan)
b. Pembuatan adonan
Adonan yang digunakan dalam proses pemeraman telur itik adalah campuran antara garam, tanah
liat atau serbuk bata merah. Garam menjadi bahan pembantu utama karena berfungsi sebagai
pencipta rasa asin dan sekaligus bahan pengawet serta dapat mengurangi kelarutan oksigen
(oksigen diperlukan oleh bakteri), menghambat kerja enzim proteolitik (enzim perusak protein),
dan menyerap air dari dalam telur.
c. Pemeraman
Proses perendaman dalam adonan pengasin adalah salah satu faktor penentu derajat keasinan
telur asin. Proses ini diawali dengan memasukkan telur itik yang telah diseleksi ke dalam
wadah/ember yang telah berisi adonan. Setelah seluruh lapisan telur tertutup oleh adonan, maka
telur tersebut dipindahkan kedalam kotak kayu yang telah disiapkan untuk proses pemeraman
(Photo 4.3). Pemeraman yang baik adalah selama 10 hari. Namun demikian lamanya proses
pemeraman dalam bungkus adonan akan disesuaikan dengan selera masyarakat yang akan
mengkonsumsinya, karena semakin lama dibungkus dengan adonan maka akan banyak garam
yang merembes masuk ke dalam telur sehingga telur menjadi semakin awet dan asin.
d. Pencucian
Pencucian telur dilakukan dengan tujuan menghilangkan sisa-sisa adonan pengasin yang masih
melekat pada telur. Pencucian ini dilakukan dengan cara menggosok kulit telur dengan sikat yang
telah dibasahi cairan sabun. Setelah dicuci diakukan perendaman untuk menjamin hilangnya sisa-
sisa adonan dan sabun yang masih menempel pada kulit telur.
e. Perebusan
Proses perebusan bertujuan untuk mematangkan telur asin mentah. Proses ini dilakukan pada
panci perebus dengan ukuran yang bervariasi dengan kapasitas panci berkisar antara 500 – 1.500
butir untuk sekali rebus (Photo 4.6). Proses perebusan sendiri dilakukan selama kurang lebih 3-5
jam. Setelah direbus telur asin dapat dikonsumsi hingga 21 hari.
f. Penirisan dan Pemberian Cap
Setelah dilakukan perebusan, telur asin dikeluarkan dari panci perebus dan dilakukan proses
penirisan. Proses ini dilakukan di atas wadah dimana telur diangin-anginkan hingga kering dan
tidak terlalu panas. Proses selanjutnya adalah pemberian cap merek dagang dan kode produksi.
]g. Penyimpanan
Pada tahapan akhir proses produksi, telur asin yang telah diberi cap merek akan dikemas dalam
berbagai macam bentuk pengemas, seperti pengemas plastik (Photo 4.9). Namun hanya sekitar
25% dari total produksi telur asin dikemas dalam pengemas plastik tersebut. Selanjutnya untuk
keperluan pengiriman ke konsumen, sebelum dibawa menggunakan mobil pengangkut, dilakukan
pengepakan dan penyimpanan dalam kotak-kotak kayu
Aspek Pemasaran
USAHA ITIK PETELUR
PENDAHULUAN

TUJUAN

Tujuan dari penyusunan pola pembiayaan ini adalah:

1. Menyediakan rujukan bagi perbankan dalam rangka meningkatkan realisasi kredit usaha kecil,
khususnya bagi pengembangan usaha itik petelur.
2. Menyediakan informasi dan pengetahuan untuk mengembangkan usaha itik petelur terutama
tentang aspek keuangan, produksi, dan pemasaran.

Ruang lingkup dari studi ini meliputi:

1. Komoditi yang akan diteliti dalam kajian ini adalah itik petelur di Daerah Mataram Propinsi Nusa
Tenggara Barat dengan jenis Itik Mojosari.
2. Aspek-aspek yang diteliti dalam pola pembiayaan usaha itik petelur adalah :
a. Aspek pemasaran meliputi antara lain kondisi permintaan yaitu pasar domestik dan
ekspor, penawaran, persaingan, harga, proyeksi permintaan pasar dll,
b. Aspek Produksi meliputi gambaran komoditi, persyaratan teknis produk, proses
pengolahan dan penanganannya,
c. Aspek Keuangan meliputi perhitungan kebutuhan biaya investasi, dan kelayakan
keuangan. Perhitungan kelayakan keuangan menggunakan analisis yang disesuaikan
dengan jenis usaha yang dapat meliputi rugi laba, cash flow, net present value, pay
back ratio, benefit cost ratio dan internal rate of return, termasuk analisa sensitivitas,
d. Aspek Sosial Ekonomi meliputi pengaruh pengembangan usaha komoditi yang diteliti
terhadap perekonomian, penciptaan lapangan kerja dan pengaruh terhadap sektor lain,
dan
e. Aspek Dampak Lingkungan

rmasi Pola Pembiayaan/


Lending Model Usaha Kecil
USAHA ITIK PETELUR
PENDAHULUAN

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dengan mengadakan survei di wilayah yang selama ini mempunyai potensi
pengembangan usaha ternak itik petelur cukup baik, yaitu di Kota Mataram, Propinsi Nusa Tenggara
Barat.
Survei lapang dilakukan untuk memperoleh data sebagai berikut:

1. Data primer dari pengusaha kecil (peternak itik petelur);


2. Data sekunder dari perbankan umum dan instansi terkait (Dinas Peternakan, dan BPS Kota
Mataram);
3. Tokoh masyarakat setempat (tokoh formal dan tokoh informal).
Atas hasil pengumpulan data tersebut di atas selanjutnya dilakukan analisa atas hal-hal sebagai
berikut:
a. Analisa usaha, dilakukan untuk mengetahui bagaimana pengaruh komoditi yang diteliti
dilihat dari aspek-aspek pemasaran, produksi, sosial-ekonomi, dan dampak
lingkungannya;
b. Analisa pembiayaan, dilakukan untuk mengetahui bagaimana pembiayaan proyek dan
kelayakan usaha dilihat dari aspek keuangannya.

Untuk kepentingan pengumpulan dan analisa data tersebut di atas, sampel usaha kecil di wilayah
penelitian diambil secara purposive dengan persyaratan bahwa usaha kecil tersebut yang paling banyak
terdapat di wilayah studi, dengan mengutamakan mereka yang mendapat kredit bank untuk usaha
taninya

USAHA ITIK PETELUR


PROFIL USAHA DAN POLA PEMBIAYAAN

Usaha ternak itik petelur biasanya dilaksanakan secara tradisional. Sebagai contoh di Propinsi Nusa
Tenggara Barat, sebagian besar atau bahkan hampir 60% adalah peternak itik tradisional. Ciri peternak
itik tradisional pada umumnya digembalakan dengan makanan seluruhnya diperoleh waktu
digembalakan, kandang seadanya tanpa kolam dan tidak mengenal penanganan kesehatan sama sekali.
Sedangkan bentuk pemeliharaan itik petelur lainnya adalah semi intensif dan intensif. Perbedaan
pemeliharaan itik petelur tradisional, semi intensif dan intensif dapat dilihat pada Tabel 2.1

Tabel 2.1.
Perbedaan Pemeliharaan Itik secara Tradisional, Semi Intensif dan Intensif

Tradisional
Semi intensif Intensif
Digembalakan Sekali-kali digembalakan Tidak digembalakan
100% makanan dari 50% makanan buatan50 % dari
100% makanan buatan
penggembalaan penggembalaan
Kandang seadanya, Kandang sistem kering seperti
Kandang dilengkapi kolam
tanpa kolam ayam ras
Tanpa penggunaan obat Kadang ada pengobatan dan Penggunaan obat dan vaksin
dan vaksin vaksinasi secara intensif
Sumber: Suharno dan Setiawan (2001)
Dari Tabel 2.1 tersebut di atas tampak pemeliharaan itik petelur cara semi intensif merupakan peralihan
dari tradisional menuju intensif. Tampak pula pemeliharaan itik petelur intensif memerlukan sarana dan
prasarana yang relatif besar dibandingkan dengan beternak itik petelur tradisional. Sebagai contoh,
dalam pemeliharaan itik petelur intensif diperlukan makanan buatan 100 persen, karena itik tidak pernah
digembalakan dan begitu pula halnya dengan pembuatan kandang yang lebih baik serta pencegahan
terhadap penyakit. Tabel 2.2 memperlihatkan kelebihan dan kekurangan pemeliharaan itik petelur
tradisional dan intensif.

Tabel 2.2.
Kelebihan dan Kekurangan Pemeliharaan Itik Petelur secara Tradisional dan Intensif

Aspek Kegiatan
Tradisional Intensif
1. Investasi yang dibutuhkan Rendah Tinggi
2. Teknologi yang dipakai Mudah Sulit
3. Efisiensi tenaga kerja Rendah Tinggi
4. Produktivitas pekerja Sangat rendah Lebih tinggi
5. Efisiensi lahan Rendah Tinggi
6. Penanggulangan penyakit Sulit Mudah
7. Pengembangan usaha Sulit Mudah
Sumber: Wasito dan Siti Rohani (1994) dalam Suharno dan Setiawan (2001)

Dari berbagai aspek yang dibahas pada Tabel 2.2, aspek investasi dan teknologi merupakan faktor kunci
yang membuat peternak memilih cara pemeliharaan itik petelur tradisional. Pemeliharaan tradisional
memerlukan modal rendah dan teknologi lebih mudah dibandingkan dengan pemeliharaan itik petelur
intensif. Namun apabila modal untuk investasi tersedia dan teknologi mampu dikuasai, maka dipastikan
peternak memilih pemeliharaan itik petelur intensif. Dengan pemeliharaan itik petelur intensif, akan
diperoleh kelebihan-kelebihan yang sangat diperlukan dalam keberhasilan usaha.

Beberapa aspek penting yang merupakan kelebihan pemeliharaan itik petelur intensif adalah efisiensi
tenaga kerja dan produktivitas pekerja yang lebih tinggi serta penanggulangan penyakit yang lebih
mudah dibandingkan dengan pemeliharaan itik petelur tradisional. Kelebihan-kelebihan ini tentunya akan
menghasilkan biaya produksi pemeliharaan intensif yang lebih rendah dibandingkan dengan
pemeliharaan tradisional dan pada akhirnya pemeliharaan itik petelur intensif akan lebih menguntungkan
daripada pemeliharaan itik petelur tradisional.

Pemeliharaan itik petelur selama ini masih didominasi oleh cara tradisional dengan pembiayaan
bersumber dari pribadi, dan berdasarkan pengamatan masih sedikit sekali yang memanfaatkan jasa
perbankan untuk menambah modalnya. Peternak itik petelur dengan pemeliharaan semi intensif dan
intensif selama ini belum memperoleh kredit dari bank. Para peternak itik petelur semi intensif baru
mendapatkan kredit program P4K (Program Peningkatan Pendapatan Petani Kecil) dan KPKU (Kredit
Pengembangan Kemitraan Usaha), yang merupakan kredit program. Namun diperoleh informasi terdapat
peternak itik petelur yang mengajukan kredit dengan tingkat suku bunga komersial dari Bank Umum.

ASPEK PEMASARAN

PERMINTAAN

Pemeliharaan itik petelur akan menghasilkan telur untuk konsumsi dan juga faeces (kotoran) yang
berguna untuk pupuk. Telur untuk konsumsi diperdagangkan dalam bentuk segar dan olahan. Telur asin
adalah merupakan bentuk olahan dari telur itik yang diperdagangkan di Indonesia. Subsititusi telur itik
adalah telur ayam (ayam kampung dan ayam ras). Ternyata kandungan telur itik ditinjau dari
kandungan lemak, protein, kalsium, besi dan Vitamin A per butirnya lebih tinggi dibandingkan dengan
kandungan telur ayam.

Hanya kandungan kalori telur itik lebih rendah dibandingkan dengan telur ayam. Dengan demikian
kandungan nilai gizi telur itik secara umum lebih tinggi dibandingkan dengan telur ayam. Perbandingan
nilai gizi telur itik dan telur ayam dapat dilihat dalam Tabel 3.1 di bawah ini.

Tabel 3.1.
Nilai Gizi Telur Itik dan Telur Ayam Per 100 Gram Telur

Jenis Telur
Kalsium
Kalori (kkal) Lemak (g) Protein (g) Besi (mg) Vit.A(SI)
(mg)
Telur itik 163 14.3 13.1 56 2.8 1 230
Telur ayam 189 11.5 12.8 54 2.7 900
Sumber: Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan (1972) dalam
Suharno dan Amri (2000)

Berdasarkan kenyataan yang ada saat ini, perkembangan permintaan terhadap telur itik selalu
meningkat dari tahun ke tahun (Suharno dan Amri, 2000 dan Windhyarti, 2000). Sebagian besar
konsumen telur itik adalah penduduk di kota-kota besar. Disamping untuk konsumsi rumah tangga,
konsumen lainnya yang sangat potensial adalah restoran, rumah makan, kapal-kapal laut, rumah sakit,
asrama-asrama, perusahaan-perusahaan tertentu, dan juga konsumen jamu.

Jumlah permintaan secara nyata sulit untuk diketahui (Suharno dan Amri, 2000). Namun, Suharno dan
Amri (2000) telah melakukan penelitian dibeberapa kota sebagai berikut: Bogor dengan jumlah
permintaan 230.000 butir per bulan (Mei 1994), DKI Jakarta dengan jumlah permintaan 1.716.000 butir
per bulan (Mei 1994), dan Tegal dengan jumlah permintaan 230.000 butir per bulan (1992).

Ilustrasi jumlah permintaan di tiga kota tersebut di atas tentunya hanya merupakan sebagian kecil saja
jika dibandingkan dengan jumlah kota dan kabupaten yang lebih dari 300. Segi potensial dari
permintaan telur itik adalah adanya kecenderungan sebagian orang yang menganggap telur itik lebih
berkhasiat untuk campuran jamu godokan dibanding dengan telur ayam. Begitu juga untuk pembuatan
martabak, disebutkan telur itik mutlak diperlukan dan bahkan ada yang berpendapat tidak dapat
digantikan dengan telur ayam.

Sebagai informasi tambahan, selain untuk dikonsumsi, telur itik juga dipergunakan oleh industri. Industri
yang mempunyai kecenderungan untuk menggunakan telur itik adalah industri kosmetik dan farmasi.
Bahkan, telur itik mempunyai potensi besar untuk dijadikan tepung telur.

Gambaran permintaan telur itik nasional tidak diperoleh. Namun, tersedia data pengeluaran per kapita
per bulan untuk susu dan telur penduduk Indonesia yang dikumpulkan oleh Badan Pusat Statistik, data
tersebut dapat dipergunakan sebagai "proxy" atau dugaan bagi permintaan telur itik nasional. Tabel 3.2
berikut menunjukkan pengeluaran rata-rata per kapita per bulan untuk susu dan telur penduduk
Indonesia.

Dari Tabel 3.2 di atas tampak bahwa pengeluaran per bulan untuk telur dan susu tahun 1993, 1996 dan
1999 selalu meningkat. Namun, meskipun pengeluaran tersebut dalam rupiah selalu meningkat tajam,
persentasenya terhadap pengeluaran relatif stabil.

Tabel 3.2.
Pengeluaran Rata-Rata Per Kapita Per Bulan untuk Telur dan Susu Penduduk Indonesia

Tahun
Pengeluara Pengeluaran (%) *
n (Rp)
1993 1.264 2,90
1996 2.070 2,96
1999 4.004 2,91
*) Persentase terhadap total pengeluaran
Sumber : BPS (2000)

 Tanaman Pangan
 Tanaman Perkebunan
 Peternakan
 Perikanan
 Industri

Pendahuluan
·Latar Belakang
·Tujuan
·Metode Penelitian
USAHA ITIK PETELUR
ASPEK PEMASARAN

PENAWARAN

Populasi Itik di Indonesia dalam tiga tahun terakhir relatif tidak stabil. Jumlah populasi itik (dalam ribu
ekor) tahun 1997, 1998 dan 1999 adalah berturut-turut 30.320, dan 25.950 dan 26.254. (BPS, 2000)
Tabel 3.3 menunjukkan populasi itik dimasing-masing propinsi di Indonesia.

Tabel 3.3.
Populasi Itik Masing-Masing Propinsi di Indonesia Tahun 1997 - 1999 (dalam 000)

No
Pro
pin Tahun
1997 1998 1999
si
Nangroe Aceh Darussalam
1 3.399,2 3.418,9 3.438,7
(NAD)
2 Sumatra Utara 2.265,3 2.129,5 2.254,5
3 Sumatra Barat 1.659,0 1.676,8 1.694,7
4 Riau 270,4 274,5 278,6
5 Jambi 552,1 632,3 723,8
6 Sumatra Selatan 1.705,1 1252 1302
7 Bengkulu 654,8 229,2 80,2
8 Lampung 387,8 418,3 439,2
9 D.K.I Jakarta 50,0 61,5 70,8
10 Jawa Barat 3.603,4 2.905,9 2938
11 Jawa Tengah 3.781,2 3.781,2 3.507,8
12 D.I. Yogyakarta 231,8 202,1 210
13 Jawa Timur 2.986,2 2.252,5 2.286,3
14 Bali 713,3 534,2 539,5
15 Nusa Tenggara Barat 594,1 382,6 388,3
16 Nusa Tenggara Timur 161,2 183,0 191,7
17 Kalimantan Barat 326,1 264,3 420,8
18 Kalimantan Tengah 147,4 153,8 154,9
19 Kalimantan Selatan 3.116,3 1.497,3 1.610,1
20 Kalimantan Timur 324,2 227,7 230,4
21 Sulawesi Utara 417,6 417,6 426
22 Sulawesi Tengah 145,3 148,2 151,8
23 Sulawesi Selatan 2.322,3 2.308,5 2.384,9
24 Sulawesi Tenggara 262,4 273,7 279,1
25 Maluku 109,4 121,4 135,7
26 Irian Jaya 105,6 110,9 116,5
Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan

Daerah sentra ternak itik (yang memiliki sekurang-kurangnya 1 juta ekor itik) di Indonesia adalah
propinsi-propinsi: Nangroe Aceh Darussalam (NAD), Sumatra Utara, Sumatra Barat, Sumatra Selatan,
Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Barat. Dengan
demikian masih tersedia peluang bagi propinsi lain untuk mengembangkan ternak itik.

USAHA ITIK PETELUR


ASPEK PEMASARAN

PEMASARAN PRODUK

Perkembangan harga telur itik relatif stabil. Harga telur itik mengalami lonjakan musiman, yaitu pada
saat menjelang hari-hari besar seperti Hari Raya Idul Fitri, Natal, dan Tahun Baru. Pada waktu tersebut
jumlah permintaan melonjak, namun penawaran (jumlah produksi) relatif stabil sehingga mengakibatkan
kenaikan harga rata-rata sekitar 10%.

Tingkat persaingan peternak itik di daerah survei (Propinsi Nusa Tenggara Barat) relatif rendah. Dengan
demikian peluang pasar masih terbuka untuk para peternak baru. Diperoleh keterangan bahwa ada
permintaan untuk sejumlah 5000-an butir telur per hari dari super market terkenal, namun hal ini masih
sulit untuk dipenuhi. Sedangkan data ekspor telur itik dari Indonesia hingga saat ini belum tersedia. Data
ekspor tersedia untuk telur unggas dan berbagai produk olahannya. Tujuan ekspor adalah Negara
Singapura, Saudi Arabia, Hongkong, Amerika Serikat dan Malaysia (Data selengkapnya dalam Lampiran
1.)

Sebagian besar telur itik yang dihasilkan oleh peternak dibeli oleh pedagang pengumpul. Dengan
demikian dapat dikatakan tidak dikeluarkan biaya pemasaran oleh para peternak. Selanjutnya para
pedagang pengumpul tadi menjual telur itik kepada pembeli berikutnya dan selanjutnya dijual kembali
untuk langsung dikonsumsi dan sebagian lagi diolah untuk menjadi telur asin.
Pemasaran telur itik selama ini belum menunjukkan fluktuasi produksi yang besar. Hal ini menunjukkan
bahwa kendala pemasaran belum dijumpai.

USAHA ITIK PETELUR


ASPEK PRODUKSI

LOKASI USAHA DAN FASILITAS PRODUKSI

Lokasi usaha peternakan itik petelur dapat dilaksanakan hampir di semua jenis lokasi. Lokasi peternakan
itik dilaksanakan didekat pantai, di pegunungan, di tempat yang terlindung matahari, di tempat terbuka
dan terkena panas matahari penuh, daerah berbatu-batu dan berumput. Bahkan dalam keadaan apapun
itik dapat hidup (Windhyarti, 2000). Dengan demikian itik dapat hidup hampir di seluruh lokasi.

Akan tetapi, hal yang harus diperhatikan adalah masalah lingkungan. Itik tidak cocok untuk hidup di
daerah yang bising, seperti lapangan terbang dan lapangan tembak. Begitu juga tempat yang ramai
dengan lalu lalang kendaraan bermotor atau tempat yang gaduh, lingkungan ini tidak cocok untuk itik.
Keadaan ini akan membuat itik menjadi stress sehingga malas untuk bertelur. Dengan demikian itik
dapat hidup di lokasi manapun asal tidak berisik dan aman dari lalu lalang orang atau kendaraan. Selain
itu, perlu juga dipertimbangkan sebaiknya lokasi peternakan itik tidak terlalu dekat dengan pemukiman
penduduk, karena ternak itik (dan ternak pada umumnya) mengeluarkan bau dan debu.

Untuk memelihara itik petelur diperlukan kandang. Kandang terbuat dari bahan tahan lama dan tersedia
di lokasi dengan harga semurah mungkin. Sebagai salah satu alternatif, dapat pula dipergunakan bahan
bekas namun berkualitas tinggi.

Berdasarkan pengalaman yang dijumpai di lapangan, bahan yang tersedia, kuat dan murah adalah
bambu yang cukup tua. Bambu dapat dipergunakan untuk kerangka bangunan, pagar dan lantai. Selain
dari bambu, lantai kandang dapat berupa tanah biasa, di semen, atau diberi batu-batu. Lantai kandang
yang terlindung sebaiknya diberi alas jerami, sekam, serbuk gergaji atau bahan lainnya. Sedangkan atap
bangunan kandang dapat dipergunakan bahan dari alang-alang, ijuk, rumbia, genteng, lembaran plastik
atau bahan lainnya.

Peralatan yang diperlukan di dalam kandang adalah tempat pakan dan tempat minum. Kedua jenis
peralatan tersebut dapat terbuat dari plastik, kayu atau bahan lainnya. Selain itu, diperlukan juga sapu,
sekop dan alat lainnya untuk membersihkan kandang.

USAHA ITIK PETELUR


ASPEK PRODUKSI

BAHAN BAKU

Pemeliharaan itik petelur membutuhkan bahan baku bibit, pakan dan obat-obatan. Pemilihan bibit harus
dipertimbangkan secara baik, karena bibit ini merupakan keputusan awal yang akan berpengaruh pada
tahap-tahap pemeliharaan berikutnya. Beberapa jenis bibit unggul itik petelur yang dijumpai di pasar
adalah sebagai berikut:

 Itik Tegal
 Itik Mojosari
 Itik Alabio
 Itik Bali
 Itik BPT KA
Bibit unggul tersebut memiliki kemampuan yang berbeda dalam menghasilkan telur baik jumlah telur
yang dihasilkan per tahun maupun rata-rata berat telur dapat dilihat dalam Tabel 4.1. Tampak bahwa
jenis itik Mojosari menghasilkan jumlah telur per tahun tertinggi (200-265 butir), dengan bobot per
butirnya juga tinggi (70 gr). Urutan berikutnya adalah jenis itik Tegal yang menghasilkan jumlah telur
per tahun 150-250 butir dengan bobot per butir antara 65 - 70 gram.

Tabel 4.1.
Kemampuan Produksi Telur dan Bobot Beberapa Jenis Itik Petelur Unggas.

Jenis Itik
Jumlah Telur Bobot Telur
(butir-Tahun) (gram/butir)
Itik Mojosari 200-265 70
Itik Tegal 150-250 65-70
Itik Alabio 130-250 65-70
Itik Bali 153-250 59-65
Itik BPT KA 274 70
Sumber: Suharno dan Amri (2000 diolah)

Selanjutnya sarana produksi lainnya yang dibutuhkan yaitu pakan dan obat-obatan. Jenis pakan adalah:
starter (untuk anak itik), grower (untuk itik dara) dan layer (untuk itik dewasa). Ketiga jenis pakan ini
dapat dengan mudah dibeli di toko. Pakan ini dapat dibuat sendiri dengan alternatif bahan-bahan yang
paling murah dan mudah diperoleh di sekitar lokasi usaha. Adapun bahan alternatif pakan ternak itik
adalah jagung kuning, dedak/bekatul, tepung ikan, tepung daging bekicot, tepung tulang, tepung
kerang, bungkil kelapa, tepung gaplek, tepung daun pepaya, tepung daun turi, dan tepung daun
lamtoro. Komposisi bahan-bahan tersebut tergantung pada jenis pakan yang akan dibuat.

Obat-obatan dibutuhkan karena untuk mendapatkan produksi yang baik dan bermutu tinggi, salah
satunya adalah ternak harus sehat. Oleh karena itu, sudah menjadi kewajiban peternak untuk menjaga
agar itik petelur terhindar dari segala macam serangan penyakit. Cara terbaik untuk menghindar dari
serangan penyakit adalah dengan memelihara itik dalam kandang yang memadai, baik sanitasi maupun
luasannya, selain pakan yang mencukupi jumlah, nilai gizi, dan kesegarannya. Berdasarkan pengalaman,
vaksinasi yang perlu diberikan pada itik adalah vaksinasi untuk mencegah penyakit fowl cholera atau
duck cholera. Sedangkan penyakit yang dapat menyerang unggas (umumnya) adalah virus, bakteri, dan
parasit (cacing, protozoa, dan kutu). Beberapa penyakit itik terpenting adalah: coccidiosis, coryza,
infeksi salmonella, lumpuh, dan kolera.

USAHA ITIK PETELUR


ASPEK PRODUKSI

TENAGA KERJA & TEKNIS BUDIDAYA

Tenaga kerja yang dibutuhkan untuk beternak itik petelur relatif tidak besar. Sebagai contoh, untuk
memelihara sejumlah 100 ekor itik, biasanya dilakukan oleh suami dan istri, dimana suami yang
menyediakan pakan dan istrinya yang memelihara dan memberikan pakan. Sedangan untuk jumlah
mulai 300 ekor, diperlukan tenaga kerja khusus yang menangani ternak itik petelur. Tenaga kerja ini
hendaknya mempunyai keterampilan untuk membersihkan kandang, membuat pakan dan
menanggulangi penyakit. Tenaga kerja biasanya berasal dari penduduk lokal.

Dalam beternak itik, tidak dikenal tingkat teknologi, melainkan cara pengusahaannya. Cara pengusahaan
ternak itik petelur, sebagaimana sudah dikemukakan dalam Bab 2, terbagi atas tiga jenis, yaitu
tradisional, semi intensif dan intensif. Peternakan itik tradisional menerapkan teknologi paling sederhana,
sedangkan semi intensif dan intensif menerapkan teknologi lebih tinggi. Teknologi dalam kaitan ini
misalnya dalam pengolahan pakan dan penanggulangan penyakit.

Tahapan produksi itik petelur adalah dimulai dari pembibitan, penetasan, pemeliharaan mulai dari anak
itik berumur satu hari (DOD-day old duck), dara, hingga dewasa (mulai bertelur), hingga akhirnya afkir.
Peternak itik petelur dapat melakukan kegiatan usahanya dari mulai penetasan, dari DOD atau dari dara.

USAHA ITIK PETELUR


ASPEK PRODUKSI

PRODUKSI DAN KENDALA PRODUKSI

Mutu telur itik dibedakan berdasarkan penilaian terhadap kulit telur, kantong udara pada telur, putih
telur dan kuning telur. Telur itik biasanya dibedakan mutunya berdasarkan berat, > 65 gr (besar), berat
60 - 65 gr (sedang) dan < 65 (kecil).

Seperti telah diuraikan dalam Bab 2, cara pengusahaan ternak itik petelur masih didominasi oleh cara
tradisional. Hingga saat ini belum dilakukan studi skala usaha optimum untuk peternakan itik petelur.
Akan tetapi, berdasarkan pengamatan di lapang, dapat diajukan suatu skala usaha tradisional adalah
dari puluhan hingga 200 ekor. Sedangkan untuk skala usaha semi intensif antara 300 hingga di bawah
900 ekor. Sedangkan pada skala usaha mulai 900 ekor sudah dapat dikategorikan sebagai usaha
intensif. Dalam pola pembiayaan ini, untuk analisa keuangan, skala usaha ditetapkan sejumlah 1.000
ekor dengan cara pengusahaan terbagi atas dua kategori yaitu pengusahaan mulai dari DOD dan
pengusahaan mulai dari dara.

Berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 362/Kpts/TN.120/5/1990 berisi tentang ketentuan dan tata cara
pelaksanaan pemberian ijin dan pendaftaran usaha peternakan. Jika populasi ternak itik dalam suatu
peternakan lebih dari 15.000 ekor, maka harus mengajukan ijin usaha peternakan.

Produksi telur itik utamanya tergantung pada bibit dan pemeliharaan (pemberian pakan khususnya).
Dengan demikian perlu sekali mendapatkan bibit yang terjamin mutunya. Ketersediaan pakan yang
terjamin berikut pemberiannya sesuai dengan jadwal dan dosis juga merupakan pangkal beberapa
keberhasilan ternak itik petelur. Untuk mendapatkan itik petelur yang berkualitas dan mempunyai
jaminan dapat dihubungi beberapa alamat yang ada pada

ASPEK KEUANGAN

ASUMSI

Aspek keuangan akan membahas komponen dan struktur biaya, pendapatan, kebutuhan modal dan
investasi, aliran laba-rugi, arus kas dan evaluasi profitabilitas rencana investasi, analisa Break Even Point
(BEP) dan analisa sensitivitas. Seperti telah dibahas dalam bab terdahulu, analisa aspek keuangan akan
dibahas dalam dua kategori, yaitu pemeliharaan mulai dari DOD (kategori I) dan pemeliharaan mulai dari
itik dara (kategori II). Guna perhitungan analisa keuangan ditetapkan beberapa asumsi dan parameter
teknis seperti Tabel 5.1 dan Tabel 5.2

Tabel 5.1.
Asumsi dan Parameter Perhitungan Itik Petelur dari DOD (Kategori I)
No
As
um Nilai Satuan
si
1 Periode Produksi 30 Bulan
2 Bangunan (kandang) 2.000.000 Rp/1000 ekor itik
3 Tenaga kerja 4 Orang
4 Tenaga Ahli 1 Orang
5 Harga jual
5.1. Telur per butir 600
5.2. Pupuk kandang (karung/100kg) 180000
5.3. Itik tua per ekor 12500
6 Pemeliharaan itik umur 1hari 1000 DOD
7 Itik mulai bertelur 6 bulan
- Itik 6-8 bulan 50% bertelur
- Itik 8-24 bulan 75% bertelur
- Itik 24-30 bulan 50% bertelur
8 Pakan
Alternatif I (Konsentrat: Dedak = 1:4) 1.150 Rp/kg
Alternatif II (Konsentrat: Dedak = 1:5) 1.040 Rp/kg
Alternatif III (Keong: Dedak = 2:3) 715 Rp/kg
9 Mortalitas 7%
10 Lama 1 bulan 30 hari
Sumber: Pengolahan Data Primer (2001)

Tabel 5.2.
Asumsi dan Parameter Perhitungan Itik Petelur dari Dara (Kategori II)
No
As
um Nilai Satuan
si
1 Periode Produksi 24 Bulan
2 Bangunan (kandang) 2.000.000 Rp/1000 ekor itik
3 Tenaga kerja 4 Orang
4 Tenaga Ahli 1 Orang
5 Harga jual
5.1. Telur per butir 600 Rupiah
5.2. Pupuk kandang (karung/100kg) 2.500 Rupiah
5.3. Itik tua per ekor 12.500 Rupiah
6 Pemeliharaan itik umur 5 bulan 3 minggu 1.000 Dara
7 Itik mulai bertelur 6 Bulan
- Itik 6-8 bulan 50% Bertelur
- Itik 8-24 bulan 75% Bertelur
- Itik 24-30 bulan 50% Bertelur
8 Pakan
Alternatif I (Konsentrat: Dedak = 1:4) 1.150 Rp/kg
Alternatif II (Konsentrat: Dedak = 1:5) 1.040 Rp/kg
Alternatif III (Keong: Dedak = 2:3) 715 Rp/kg
9 Mortalitas 2%
10 Lama 1 bulan 30 hari
11 Itik Dara Betina (5 bulan 3 minggu) 30.000 Rp/ekor
Sumber: Pengolahan Data Primer (2001)
ASPEK KEUANGAN

KOMPONEN DAN STRUKTUR BIAYA

Komponen biaya investasi usaha itik petelur terdiri dari sewa tanah, biaya pembuatan kandang, biaya
pembelian air dan listrik, peralatan penunjang lainnya, pembelian bibit itik DOD (Day Old Duck), sekop,
wadah pakan, dan tempat penampungan telur. Biaya operasi adalah untuk pembelian pakan dan obat-
obatan. Porsi biaya terbesar usaha itik petelur adalah untuk pakan, seperti dapat terlihat pada Tabel 5.3,
Tabel 5.4, Tabel 5.5 dan Tabel 5.6.

Tabel 5.3.
Rincian Biaya Investasi (Kategori I)
Jumlah Umur Nilai
Spesifikasi Harga persatuan Jumlah Nilai
No Uraian Satuan Ekonomis Penyusutan
No Teknis Fisik (Rp (Rp)
Fisik (th) (Rp)
1 2 3 4 5 6 7
Sewa
1 375.000
rumah/Tanah
2 Kandang Paket 1.000 250 2.000.000 5 400.000
Sumber air dan Utk sejumlah
3 250.000 15 16.667
listrik ekor
Peralatan
4 penunjang 250.000 15 16.667
lainnya
100 % betina
5 DOD 1.000 4.500 4.500.000 2,50 1.800.000
umur 1 hari
6 Sekop 5 20.000 100.000 5,00 20.000
7 Wadah pakan 10 21.000 210.000 5,00 42.000
Tempat
8 penampungan 240.000 5,00 48.000
telur

Jumlah Ekor 2.000 7.925.000 2.343.334


Sumber : Hasil Pengolahan Data Primer (2001)

Tabel 5.4.
Biaya Operasi Per Periode (Kategori I)
Spesifikasi Jumlah Harga per Jumlah Nilai
No. Uraian Jumlah nilai (Rp)
Teknis satuan satuan (Rp)
1 Pakan
0-1 minggu gr/ekor/hr 20 1.040 145.600 48.300

1 minggu -1 bln gr/ekor/hr 40 873.600 289.800


1.040
1-6 bulan gr/ekor/hr 120 1.040 18.720.000 9.832.500
6-30 bulan gr/ekor/hr 160 1.040 119.808.000 49.680.000
2 Obat dan vaksin Ekor 1.000 1.500 1.500.000 450.000
3 Tenaga kerja Orang 4 300.000 36.000.000
Tenaga Ahli
4 Orang 1 15.000.000 100.000
(Koordinator) 500.000
Keranjang telur dan
5 Ekor 1.000 4.500.000 900.000
transport 4.500

6 Air dan Listrik Bulan 30 900.000 90.000


30.000
7 Penunjang Produksi Ekor 1.000 300 300.000 10.500.000
Pemeliharaan dan
8 Ekor 1.000 1.000 1.000.000 10.500.000
perbaikan

JUMLAH Ekor 2.000 198.747.200 82.390.600


Sumber : Hasil Pengolahan Data Primer (2001)
Asumsi :
1. Penjualan tiap hari tetapi pendapatan di peroleh tiap 10 hari sekali
2. Modal Kerja = biaya operasi per 10 hari (= total biaya/360 x 10 )

Tabel 5.5.
Rincian Biaya Investasi (Kategori II)
Jumlah Harga
Spesifikasi Jumlah Nilai Umur Ekonomis Nilai Penyusutan
No Uraian Satuan persatuan Fisik
Teknis (Rp) (th) (Rp)
Fisik (Rp)
Sewa
1 375.000
rumah/Tanah
2 Kandang Paket 2.000.000 5 400.000
Utk
Sumber air
3 sejumlah 1.000 250 250.000 15 16.667
dan listrik
ekor
Peralatan
4 penunjang 250.000 15 16.667
lainnya
100 %
5 DOD betina umur 1.000 30.500 30.000.000 2,00 15.000.000
5 bulan

6 Sekop 5 20.000 100.000 5,00 20000


7 Wadah pakan 10 21.000 210.000 5,00 42.000
Tempat
8 penampungan 240.000 5,00 48000
telur
JUMLAH Ekor 2.000 33.425.000 15.543.334
Sumber : Hasil Pengolahan Data Primer (2001)

Tabel 5.6.
Biaya Operasi Per Periode (Kategori II)
Harga per Jumlah Nilai
No Uraian Spesifikasi Teknis Jumlah satuan
satuan (Rp)
1 Pakan
6-30 bulan gr/ekor/hr 160 1.040 119.808.000
2 Obat dan vaksin Ekor 1.000 1.500 1.500.000
3 Tenaga kerja Orang 4 300.000 28.800.000
4 Tenaga Ahli (Koordinator) Orang 1 500.000 12.000.000
5 Keranjang telur dan transport Ekor 1.000 4.500 4.500.000
6 Air dan Listrik Bulan 30 30.000 900.000
7 Penunjang Produksi Ekor 1.000 300 300.000
8 Pemeliharaan dan perbaikan Ekor 1.000 1.000 1.000.000

JUMLAH Ekor 2.000 168.808.000


Sumber : Hasil Pengolahan Data Primer
Asumsi :
1. Penjualan tiap hari tetapi pendapatan di peroleh tiap 10 hari sekali
2. Modal Kerja = biaya operasi per 10 hari (= total biaya/360 x 10 )

il
USAHA ITIK PETELUR
ASPEK KEUANGAN

PENDAPATAN

Pendapatan bersih yang dihasilkan dari usaha itik petelur dari tahun pertama hingga berakhirnya masa
proyek rinciannya dapat dilihat dalam Lampiran 3.2 dan Lampiran 4.2. Sedangkan pendapatan bersih
dapat dilihat pada Tabel 5.7 di bawah ini. Khusus pada tahun ke empat pada kategori I pendapatan
bersih karena adanya pembelian baru DOD.

Tabel 5.7.
Pendapatan Bersih Usaha Ternak Itik Petelur
Tahun
Kategori II
Kategori I (DOD)
(Itik Dara)
-
Tahun Ke 1 63.026.000
39.590.607
Tahun Ke 2 33.603.697 65.489.480
Tahun Ke 3 40.405.088 71.759.010
-
Tahun Ke 4 66.851.000
19.430.567
Tahun Ke 5 30.678.697 40.453.480
Tahun Ke 6 40.030.088 63.412.690
Rata-rata per tahun 14.282.732 61.831.943
Sumber: Hasil pengolahan data primer (2001)

Lampiran 3.2. Struktur Biaya dan Pendapatan Itik Petelur dari DOD

Tahun Nil
No Uraian
0 1 2 3 4 5 6
ekor 1000 1000 930 865 1000 930 865
1,000

A PENDAPATAN 158,833 109,226,206 112,391,622 109,226,206 112,391,622


58,898,833
B PENGELUARAN
a Investasi
1Sewa Tanah 375,000 375,000 375,000 375,000 375,000 375,000 375,000
2Kandang 2,000,000 2,000,000 1,6
Sumber air dan
3 250,000 1
listrik
Peralatan
4penunjang 250,000 1
lainnya
5DOD 4,500,000 4,500,000
6Sekop 100,000 100,000
7Wadah pakan 210,000 210,000 1
Tempat
8penampungan 240,000 240,000 2
telur

JUMLAH a 7,925,000 4,875,000 2,925,000 375,000 2,3

b Biaya Operasi 2,208,302 39,749,440 75,622,509 71,986,533 75,622,509 71,986,533


73,454,400

JUMLAH B (a+b) 10,133,302 39,749,440 75,622,509 71,986,533 78,547,509 72,361,533 2,3


78,329,400

C SURPLUS (10,133,302) (39,590,607) 33,603,697 40,405,088 30,678,697 40,030,088


(19,430,567)
Total Penjualan

Lampiran 4.2 Struktur Biaya dan Pendapatan Itik Dara

Tahun
No Uraian
0 1 2 3 4 5
ekor 1000 1000 980 960 980 960
1000 1000
A PENDAPATAN 142,530,000 143,795,400 154,535,000 143,795,400 154,535,000

B PENGELUARAN
a Investasi
1Sewa Tanah 375,000 375,000 375,000 375,000 375,000 375,000
2Kandang 2,000,000 2,000,000
3Sumber air dan listrik 250,000
Peralatan penunjang
4 250,000
lainnya
5DOD 30,000,000 30,000,000 30,000,000
6Sekop 100,000 100,000
7Wadah pakan 210,000 210,000
8Tempat penampungan telur 240,000 240,000

JUMLAH a 33,425,000 375,000 32,925,000


b Biaya Operasi 1,875,644 79,504,000 78,305,920 79,504,000 78,305,920 79,504,000

JUMLAH B (a+b) 35,300,644 79,504,000 78,305,920 79,504,000 78,680,920 112,429,000

C SURPLUS (35,300,644) 63,026,000 65,489,480 75,031,000 65,114,480 42,106,000


Total Penjualan

KEBUTUHAN MODAL DAN KREDIT

Kebutuhan modal kerja dan investasi dengan pembiayaan, kredit dan angsuran untuk usaha itik kategori
I dan II dapat dilihat dalam Lampiran 3.3. dan Lampiran 4.3., sedangkan kebutuhan modal dan kredit
dapat dilihat dalam Tabel 5.8. di bawah ini.

Tabel 5.8.
Kebutuhan Modal dan Kredit Usaha Itik Petelur
No
Rin
cia
n
Bia
Kategori I (DOD)
ya
Pr
oy
ek
1 Biaya Investasi 7.925.000
2 Biaya Modal Kerja 41.957.742
3 Total Biaya Proyek 49.882.742
a. Bersumber dari kredit 32.423.782
b. Bersumber dari dana 17.458.960
sendiri
Sumber : Data Primer (2001)

Lampiran 3.3. Biaya Proyek, Sumber Dana dan Jadwal Angsuran Ternak
Itik Petelur dari DOD

Jumlah Modal
Investasi Sendiri 35% Kredit 65%
Peternak Ekor Kerja (Rp) Jumlah (Rp)
(Rp) (Rp) (Rp)
11000 7,925,000 2,208,302 10,133,302 3,546,656 6,586,646
39,749,440 39,749,440 13,912,304 25,837,136

Kredit dan Angsuran Itik Petelur (Rp.)

Uraian Tahun 0 Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4


Pinjaman
- Awal tahun Rp 6,586,646 Rp32,423,782 Rp18,406,228 Rp -
- Akumulasi Bunga
Rp 4,388,673 Rp - Rp -
Dikapitalisasi
- Baru Rp6,586,646 Rp25,837,136

Jumlah Rp6,586,646 Rp32,423,782 Rp36,812,456 Rp18,406,228 Rp -

Bunga masa
Rp - Rp 6,626,242 Rp 3,313,121 Rp -
produksi

Jumlah Pinjaman
Rp6,586,646 Rp32,423,782 Rp43,438,698 Rp21,719,349 Rp -
Pokok

Cicilan/Pembayaran

- Pokok Rp - Rp18,406,228 Rp18,406,228 Rp -


- Bunga Masa
Rp - Rp 6,626,242 Rp 3,313,121 Rp -
Produksi

Jumlah Rp - Rp25,032,470 Rp21,719,349 Rp -

PINJAMAN AKHIR Rp6,586,646 Rp32,423,782 Rp18,406,228 Rp - Rp -

Bunga 18% per


tahun
Bunga masa konstruksi dikapitalisasi (tahun ke 0 s/d 2, 18%/tahun), tidak bunga berbunga

Bunga masa konstruksi dikapitalisasi (tahun ke 0 s/d 1, 18% setahun) tidak bunga berbunga
Perhitungan Bunga Masa
Tahun 0 Kredit Bunga Akumulasi
Konstruksi (18%)
Akumulasi Bunga dikapitalisasi
Triwulan 1 1,646,662 74,100 1,646,662
Rp
Tahun 0 296,399 Triwulan 2 1,646,662 74,100 3,293,323
Tahun 1 4,092,274 Triwulan 3 1,646,662 74,100 4,939,985
Tahun 2 - Triwulan 4 1,646,662 74,100 6,586,646
Jumlah 4,388,673 Jumlah 6,586,646 296,399

Tahun I Kredit Bunga Akumulasi


Triwulan 1 6,459,284 587,067 13,045,930
Triwulan 2 6,459,284 877,735 19,505,214
Triwulan 3 6,459,284 1,168,402 25,964,498
Triwulan 4 6,459,284 1,459,070 32,423,782
Jumlah 25,837,136 4,092,274

Lampiran 4.3. Besar Biaya, Asal Modal dan Jadwal Angsuran Kredit Itik
Petelur dari Dara (Kategori II)

Jumlah Modal
Peternak Ekor Investasi Kerja Jumlah Sendiri 35% Kredit 65%
11000 33,425,000 1,875,644 35,300,644 12,355,226 22,945,419

Kredit dan Angsuran Itik Petelur (Rp.)


Uraian Tahun 0 Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4

Pinjaman
- Awal tahun 22,945,419 11,988,981
- Akumulasi Bunga
1,032,544
Dikapitalisasi
- Baru 22,945,419 -

Jumlah 22,945,419 23,977,963 11,988,981

Bunga masa
4,316,033 2,158,017
produksi

Jumlah Pinjaman
22,945,419 28,293,996 14,146,998
Pokok

Cicilan/Pembayaran

- Pokok 11,988,981 11,988,981


- Bunga Masa
4,316,033 2,158,017
Produksi

Jumlah 16,305,015 14,146,998

PINJAMAN AKHIR 22,945,419 11,988,981 -

Bunga 18% per tahun

Bunga masa konstruksi dikapitalisasi (tahun ke 0 s/d 2, 18%/tahun), tidak bunga berbunga

Bunga masa konstruksi dikapitalisasi (tahun ke 0 s/d 1, 18% setahun) tidak bunga
berbunga
Perhitungan Bunga Masa
Tahun 0 Kredit Bunga Akumulasi
Konstruksi (18%)
Akumulasi Bunga dikapitalisasi
Triwulan 1 5,736,355 258,136 5,736,355
Rp
Tahun 0 1,032,544 Triwulan 2 5,736,355 258,136 11,472,709
Tahun 1 - Triwulan 3 5,736,355 258,136 17,209,064
Tahun 2 - Triwulan 4 5,736,355 258,136 22,945,419
Jumlah 1,032,544 Jumlah 22,945,419 1,032,544

SPEK KEUANGAN

ALIRAN LABA-RUGI DAN ARUS KAS

Aliran laba-rugi untuk usaha itik petelur kategori I dan kategori II dapat dilihat dalam Lampiran
3.4. danLampiran 4.4.

Arus Kas dan Evaluasi Profitabilitas Rencana Investasi

1. Arus Kas
Arus kas untuk usaha itik petelur kategori I dan kategori II secara terperinci dapat dilihat
dalamLampiran 3.5. dan Lampiran 4.5.
2. Net B/C, IRR, NPV, dan Pay Back Periode
Perhitungan net B/C, IRR dan NPV dan Pay Back Period untuk usaha itik petelur kategori I dan
kategori II menggunakan rumus dan cara perhitungan seperti yang diuraikan pada Lampiran 5.

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa usaha ternak itik petelur pada kategori II lebih
menguntungkan dibandingkan dengan pengusahaan itik petelur pada kategori I. Nilai IRR untuk
Kategori I sebesar 35% berarti usaha itu masih layak secara finansial untuk terus diusahakan
sampai tingkat suku bunga yang berlaku masih dibawah 35%. Demikian juga untuk Kategori II,
usaha tersebut masih layak untuk diusahakan secara finansial sampai tingkat suku bunga yang
berlaku masih dibawah 159%. Hasil perhitungan lengkap dapat dilihat pada Tabel 5.9.

Tabel 5.9.
Evaluasi Profibilitas Rencana Investasi Usaha Ternak Itik Petelur
Kriteria Kategori I Kategori II
NPV Rp. 19.695.093 Rp. 179.405.378
Net B/C 1,42 1,42 5,94
IRR 34,76% 159%
PBP 2 tahun 7 bulan 8 bulan
Sumber: Hasil pengolahan data primer (2001)
Lampiran 3.5. Arus Kas Usaha Ternak Itik Petelur dari DOD (Kategori I)

Tahun
No Uraian
0 1 2 3 4 5 6
A. Inflow

Pendapata
109,226,20 112,391,62 109,226,20 112,391,62
n 158,833 58,882,600
6 2 6 2
Dana
Sendiri 3,546,656 13,912,304
Dana
Kredit 6,586,646 25,837,136

Nilai Sisa
2,393,333

Total Inflow 109,226,20 112,391,62 109,226,20 114,784,95


10,133,302 39,908,273 58,882,600
6 2 6 5

B Outflow
Biaya
Investasi 8,221,399 4,092,274
Modal
kerja 2,208,302
Biaya
Operasi 39,749,440 75,622,509 71,986,533 71,428,480 75,622,509 71,986,533
Angsuran
Pokok - 18,406,228 18,406,228 - -
Biaya
Bunga - 6,626,242 3,313,121 - - -

Pajak 15%
- 275,883 2,451,361 - 4,689,055 5,163,867

Total
100,930,86
Outflow 10,429,701 43,841,714 96,157,243 71,428,480 80,311,563 77,150,400
2

Total
C (12,545,88
Cashflow (296,399) (3,933,441) 8,295,344 16,234,379 28,914,643 37,634,555
0)

Komulatif
D
Cashflow (296,399) (4,229,840) 4,065,504 20,299,883 7,754,003 36,668,646 74,303,200

Cashflow
E (43,682,88 (12,545,88
Untuk IRR (10,429,701) 33,327,814 37,953,727 28,914,643 37,634,555
1) 0)

Akumulasi
(54,112,582 (20,784,76
kas (10,429,701) 17,168,959 4,623,079 33,537,722 71,172,277
) 8)
Diskont
faktor 18% 1.0000 0.8475 0.7182 0.6086 0.5158 0.4371 0.3704
Cashflow
dgn DF (37,019,39
(10,429,701) 23,935,517 23,099,810 (6,471,025) 12,638,857 13,941,026
18% 1)

F ROI
4.05 4.62 (1.53) 3.52 4.58

IRR 34.76%
Rp19,695,093.0
NPV (18%)
9

PBP 2tahun bulan


7
Net B/C 1.42

Lampiran 4.5. Arus Kas Usaha Ternak Itik Petelur dari Dara (Kategori II)

No Uraian Tahun
0 1 2 3 4 5
A. Inflow

Pendapatan
142,530,000 143,795,400 154,535,000 143,795,400 154,535,000
Dana
Sendiri 12,355,226 -

Dana Kredit
22,945,419 -
Nilai Sisa

Total Inflow
35,300,644 142,530,000 143,795,400 154,535,000 143,795,400 154,535,000

B Outflow
Biaya
Investasi 34,457,544 -

Modal kerja
1,875,644
Biaya
Operasi 79,504,000 78,305,920 79,504,000 78,305,920 79,504,000
Angsuran
Pokok 11,988,981 11,988,981 - - -
Biaya
Bunga 4,316,033 2,158,017 - - -

Pajak 15%
6,474,995 7,168,220 8,923,150 7,491,922 8,923,150
Total
Outflow 36,333,188 102,284,010 99,621,138 88,427,150 85,797,842 88,427,150
Total
C
Cashflow (1,032,544) 40,245,990 44,174,262 66,107,850 57,997,558 66,107,850

Komulatif
D
Cashflow (1,032,544) 39,213,446 83,387,709 149,495,559 207,493,117 273,600,967

Cashflow
E
Untuk IRR (36,333,188) 56,551,005 58,321,260 66,107,850 57,997,558 66,107,850
Akumulasi
kas (36,333,188) 20,217,817 78,539,077 144,646,927 202,644,485 268,752,335
Diskont
100% 85% 72% 61% 52% 44%
Faktor 18%
Cashflow
dgn DF
(36,333,188) 47,924,581 41,885,421 40,235,278 29,914,495 28,896,351
18%

F ROI
1.69 1.92 1.68 1.92
IRR 159%
Rp
NPV (18%)
179,405,378

PBP bulan
8

Net B/C
5.94

ANALISIS BREAK EVEN POINT

Analisis titik pulang pokok/impas atau Break Even Point dari usaha itik petelur dengan
mempertimbangkan besarnya biaya tetap, biaya variabel dan tingkat harga jual, selama umur proyek
didapatkan nilai rata-rata untuk skala usaha kategori I sebesar Rp 31.003.288, atau sebesar 49.502 kg
telur itik, sedangkan untuk skala usaha kategori II sebesar Rp 45.022.355 atau sebesar 73.411 kg telur
itik.

ANALISIS SENSITIVITAS DAN KENDALA KEUANGAN

Perhitungan sensitivitas berdasarkan asumsi dua skenario, yaitu skenario 1 naiknya biaya produksi
sebesar 10% dan skenario 2 turunnya harga produksi sebesar 10%. Hasil perhitungan selengkapnya
dapat dilihat dalam Lampiran 3.6.a. dan Lampiran 3.6.b. untuk skala usaha Kategori I dan Lampiran
4.6.a. dan Lampiran 4.6.b. untuk skala usaha Kategori II , sedangkan hasil ringkasnya dapat dilihat pada
Tabel 5.10.

Tabel 5.10.
Analisa Sensitifitas Usaha Ternak Itik Petelur
Kriteria
Kategori II
Kategori
Biaya naik 10% Harga turun 10% Biaya naik 10% Harga turun 10%
I
NPV Rp.- 3.485.447 Rp. -2.428.746 Rp. 155.602.809 Rp. 137.000.573
Net B/C 0,94 0,95 5,24 4,77
IRR 15% 16% 140% 127%
PBP 6 tahun 11 bulan 6 tahun 11 bulan 9 bulan 10 bulan
Sumber : Data Primer (2001)

Tampak bahwa usaha ternak itik petelur lebih sensitif terhadap perubahan harga daripada perubahan
biaya. Usaha ternak itik petelur kategori I tidak layak lagi untuk diusahakan apabila terjadi kenaikan
biaya produksi sebesar 10% atau penurunan harga jual sebesar 10%, sedangkan usaha ternak itik
petelur kategori II tetap layak untuk diusahakan meskipun terjadi kenaikan biaya produksi sebesar 10%
atau penurunan harga jual sebesar 10%.

Berdasarkan analisis keuangan yang telah dipaparkan dalam Bab ini menunjukkan bahwa usaha ternak
itik petelur mampu memberikan pendapatan yang relatif besar. Bahkan pengusaha ternak itik petelur
kategori II (itik dara) telah mampu memberikan pendapatan yang sangat besar Rp 61.831.943 per tahun
atau lebih dari Rp 5 juta per bulan. Kendala utama adalah tersedianya bantuan modal bagi para peternak
secara tepat waktu dan jumlah.

Lampiran 3.6.a Analisa Sensitifitas Usaha Ternak Itik Petelur dari DOD
(Kategori I) dengan

Laba Rugi Usaha Ternak Itik Petelur Penurunan Harga Jual 10%

N
Uraian Tahun
o
1 2 3 4 5 6

Pendapata 102,272,29 102,272,2


A
n 158,833 98,345,206 2 53,032,600 98,345,206 92

Pengeluara
B
n
Biaya
a
Operasi 39,749,440 75,622,509 71,986,533 71,428,480 75,622,509 75,622,509
Penyusuta
b
n 2,343,333 2,343,333 2,343,333 2,343,333 2,343,333 2,343,333
Angsuran
c -
Pokok 18,406,228 18,406,228 - -
Bunga
d -
Bank 6,626,242 3,313,121 - -

e IDC
4,388,673

Laba
(20,739,21
sebelum
(41,933,940) (9,041,779) 6,223,076 3) 20,379,364 24,306,449
pajak
Pajak
f - -
(15%) (1,356,267) 933,461 3,056,905 3,645,967
(20,739,21
C Laba/Rugi -
15,109,389 23,695,843 3) 17,322,459 20,660,482
Profit
D - 23.17
Margin % 15.36 (39.11) 17.61 20.20

BEP 137,478,5
-
(rupiah) 73 81,257,521 998,489 10,142,088 8,992,871

BEP (Telur) - 1,836


253,513 134,000 18,702 14,830

Arus Kas Usaha Ternak Itik Petelur Penurunan Harga Jual 10%

No Uraian Tahun
0 1 2 3 4 5 6
A. Inflow
Pendapata 102,272,29 102,272,29
n 158,833 98,345,206 2 53,032,600 98,345,206 2
Dana
Sendiri 3,546,656 13,912,304
Dana
Kredit 6,586,646 25,837,136

Nilai Sisa
2,393,333
102,272,29 104,665,62
Total Inflow
10,133,302 39,908,273 98,345,206 2 53,032,600 98,345,206 5

B Outflow
Biaya
Investasi 8,221,399 4,092,274
Modal
kerja 2,208,302
Biaya
Operasi 39,749,440 75,622,509 71,986,533 71,428,480 75,622,509 71,986,533
Angsuran
Pokok - 18,406,228 18,406,228 - -
Biaya
Bunga - 6,626,242 3,313,121 - - -

Pajak 15%
- (1,356,267) 933,461 - 3,056,905 3,645,967
Total
Outflow 10,429,701 43,841,714 99,298,712 94,639,343 71,428,480 78,679,413 75,632,501

Total
C (18,395,88
Cashflow (296,399) (3,933,441) (953,506) 7,632,948 19,665,793 29,033,124
0)

Komulatif
D (15,946,27
Cashflow (296,399) (4,229,840) (5,183,346) 2,449,602 3,719,515 32,752,639
8)
Cashflow
E (43,682,88 (18,395,88
Untuk IRR (10,429,701) 24,078,964 29,352,297 19,665,793 29,033,124
1) 0)

Akumulasi (30,033,61
(54,112,582 (19,077,20
kas (10,429,701) 8) (681,321) 588,592 29,621,716
) 1)
Diskont
faktor 18% 1.0000 0.8475 0.7182 0.6086 0.5158 0.4371 0.3704
Cashflow
dgn DF (37,019,39
(10,429,701) 17,293,137 17,864,714 (9,488,390)8,596,099 10,754,785
18% 1)

F ROI 2.93 3.57 3.53


(2.24) 2.39

IRR 16%
(Rp2,428,746.7
NPV (18%)
6)
PBP 6tahun 11 bulan

Net B/C
0.95

ampiran 3.6.b. Analisa Sensitifitas Usaha Ternak Itik Petelur dari DOD
(Kategori I) dengan Peningkatan Biaya Operasi 10%

Laba Rugi Usaha Ternak Itik Petelur Peningkatan Biaya Operasi 10%

N
Uraian Tahun
o
1 2 3 4 5 6

Pendapata 109,226,20 112,391,62 109,226,20 112,391,62


A 158,833
n 6 2 58,882,600 6 2

Pengeluara
B
n
Biaya
a
Operasi 46,794,422 83,184,760 79,185,187 78,571,328 83,184,760 83,184,760
Penyusuta
b
n 2,343,333 2,343,333 2,343,333 2,343,333 2,343,333 2,343,333
Angsuran
c - - -
Pokok 21,109,251 21,109,251
Bunga
d - - -
Bank 7,599,330 3,799,665

e IDC
4,961,078
Laba
(22,032,06
sebelum
(48,978,922) (9,971,546) 5,954,186 1) 23,698,113 26,863,529
pajak
Pajak
f - -
(15%) (1,495,732) 893,128 3,554,717 4,029,529

(22,032,06
C Laba/Rugi -
17,594,515 26,170,309 1) 20,143,396 22,833,999
Profit
D - 16.11 23.28 18.44
Margin % (37.42) 20.32

BEP 151,050,07
-
(rupiah) 8 92,238,882 1,003,839 9,828,694 9,017,437

BEP (Telur) - 1,662


250,791 138,414 16,319 13,532

Arus Kas Usaha Ternak Itik Petelur Peningkatan Biaya Operasi 10%
N
Uraian Tahun
o
0 1 2 3 4 5 6
A. Inflow

Pendapata 109,226,20 112,391,62 109,226,20


112,391,62
n 158,833 6 2 58,882,600 6
2
Dana
Sendiri 3,683,642 16,378,048
Dana
Kredit 6,841,049 30,416,375

Nilai Sisa
2,393,333

109,226,20 112,391,62 109,226,20


Total Inflow 114,784,95
10,524,690 46,953,256 6 2 58,882,600 6
5

B Outflow
Biaya
Investasi 8,232,847 4,653,231
Modal
kerja 2,599,690
Biaya
Operasi 46,794,422 83,184,760 79,185,187 78,571,328 83,184,760 79,185,187
Angsuran
- - -
Pokok 21,109,251 21,109,251
Biaya
- - -
Bunga 7,599,330 3,799,665 -

Pajak 15% - -
(1,495,732) 893,128 3,554,717 4,029,529
Total 110,397,60 104,987,23
Outflow 10,832,537 51,447,653 9 0 78,571,328 86,739,477 83,214,716

C Total (19,688,72
Cashflow (307,847) (4,494,398) (1,171,403) 7,404,391 8) 22,486,729 31,570,239

Komulatif (18,257,98
D
Cashflow (307,847) (4,802,245) (5,973,647) 1,430,744 4) 4,228,745 35,798,985

Cashflow (51,288,82 (19,688,72


E
Untuk IRR (10,832,537) 0) 27,537,178 32,313,307 8) 22,486,729 31,570,239
Akumulasi (62,121,35 (34,584,17 (21,959,60
kas (10,832,537) 7) 9) (2,270,872) 0) 527,129 32,097,369
Diskont
1.0000
faktor 18% 0.8475 0.7182 0.6086 0.5158 0.4371 0.3704
Cashflow
(43,465,10 (10,155,22
dgn DF
(10,832,537) 2) 19,776,773 19,666,876 7) 9,829,157 11,694,612
18%

F ROI 3.34 3.92


(2.39) 2.73 3.83

IRR 15%
(Rp3,485,447.9
NPV (18%)
5)
PBP 6tahun 11.72 bulan
Net B/C 0.94

Lampiran 4.6.a. Analisa Sensitifitas Usaha Ternak Itik Petelur dari Dara
(Kategori II) dengan Penurunan Harga Jual 10%

NoUraian Tahun
1 2 3 4 5 6

Pendapata 129,462,90 140,330,00 129,462,90 140,330,00 129,462,90


A 128,325,00
n 0 0 0 0 0
0

Pengeluara
B
n
Biaya
a
Operasi 79,504,000 78,305,920 79,504,000 78,305,920 79,504,000 79,504,000

b Penyusutan
15,543,333 15,543,333 15,543,333 15,543,333 15,543,333 15,543,333
Angsuran
c 11,988,981 - - - -
Pokok 11,988,981
Bunga
d - - - -
Bank 4,316,033 2,158,017
Laba
sebelum
28,961,633 33,455,630 45,282,667 35,613,647 45,282,667 34,415,567
pajak
Pajak
e
(15%) 4,344,245 5,018,345 6,792,400 5,342,047 6,792,400 5,162,335

C Laba/Rugi
24,617,388 28,437,286 38,490,267 30,271,600 38,490,267 29,253,232
Profit
D 21.97 27.43 23.38
Margin % 19.18 27.43 22.60

BEP
(rupiah) 83,712,731 75,137,281 35,859,599 39,335,493 35,859,599 40,278,809

BEP (Telur)
154,444 138,638 60,499 72,579 60,499 74,319

Arus Kas Usaha Ternak Itik Petelur Penurunan Harga Jual 10%

NoUraian Tahun
0 1 2 3 4 5 6
A. Inflow
Pendapata 128,325,00 129,462,90 140,330,00 129,462,90 140,330,00 129,462,90
n 0 0 0 0 0 0
Dana
-
Sendiri 12,355,226

Dana Kredit -
22,945,419

Nilai Sisa
14,393,333
128,325,00 129,462,90 140,330,00 129,462,90 140,330,00 143,856,23
Total Inflow
35,300,644 0 0 0 0 0 3

B Outflow
Biaya
-
Investasi 34,457,544

Modal kerja
1,875,644
Biaya
Operasi 79,504,000 78,305,920 79,504,000 78,305,920 79,504,000 78,305,920
Angsuran
11,988,981 11,988,981 - - -
Pokok
Biaya
- - - -
Bunga 4,316,033 2,158,017

Pajak 15% 5,162,335


4,344,245 5,018,345 6,792,400 5,342,047 6,792,400
Total 100,153,26
Outflow 36,333,188 0 97,471,263 86,296,400 83,647,967 86,296,400 83,468,255

Total
C
Cashflow (1,032,544) 28,171,740 31,991,637 54,033,600 45,814,933 54,033,600 60,387,978
Komulatif 113,164,43 158,979,36 213,012,96 273,400,94
D
Cashflow (1,032,544) 27,139,196 59,130,834 4 7 7 5

Cashflow
E (36,333,188
Untuk IRR 44,476,755 46,138,635 54,033,600 45,814,933 54,033,600 60,387,978
)

Akumulasi 108,315,80 154,130,73 208,164,33 268,552,31


(36,333,188
kas 8,143,567 54,282,202 2 5 5 4
)
Diskont
0.3704
Faktor 18% 1.0000 0.8475 0.7182 0.6086 0.5158 0.4371
Cashflow
dgn DF (36,333,188
37,692,165 33,136,050 32,886,517 23,630,833 23,618,585 22,369,612
18% )

F ROI 1.34 1.57 1.57 1.75


1.33

IRR 127%
Rp
NPV (18%) 137,000,57
3
PBP 10 bulan

Net B/C
4.77

Lampiran 4.6.b. Analisa Sensitifitas Usaha Ternak Itik Petelur dari Dara
(Kategori II) dengan Peningkatan Biaya Operasi 10%

No Uraian Tahun
1 2 3 4 5 6

Pendapata 154,535,00 143,795,40 154,535,00 143,795,40


A 143,795,40
n 142,530,000 0 0 0 0
0

Pengeluara
B
n
Biaya
a
Operasi 87,454,400 86,136,512 87,454,400 86,136,512 87,454,400 87,454,400
Penyusuta
b
n 15,543,333 15,543,333 15,543,333 15,543,333 15,543,333 15,543,333
Angsuran
c - - - -
Pokok 12,102,415 12,102,415
Bunga
d - - - -
Bank 4,356,869 2,178,435
Laba
sebelum
35,175,397 39,937,120 51,537,267 42,115,555 51,537,267 40,797,667
pajak
Pajak
e
(15%) 5,276,310 5,990,568 7,730,590 6,317,333 7,730,590 6,119,650

33946551.9 43806676.6 35798221.4 43806676.6 34678016.6


C Laba/Rugi 29899087.7
9 7 7 7 7
Profit
D 28 25 28 24
Margin % 21 24

BEP
(rupiah) 82,819,490 74,378,478 35,807,506 38,763,492 35,807,506 39,670,219

BEP (Telur)
137,568 123,559 54,858 64,394 54,858 65,901

Arus Kas Usaha Ternak Itik Petelur Peningkatan Biaya Operasi 10%

No Uraian Tahun
0 1 2 3 4 5 6
A. Inflow

Pendapata 143,795,40 154,535,00 143,795,40 154,535,00 143,795,40


142,530,00
n 0 0 0 0 0
0
Dana
Sendiri 12,472,124 -
Dana
Kredit 23,162,517 -

Nilai Sisa
14,393,333

143,795,40 154,535,00 143,795,40 154,535,00 158,188,73


Total Inflow 142,530,00
35,634,641 0 0 0 0 3
0

B Outflow
Biaya
Investasi 34,467,313 -

Modal kerja
2,209,641
Biaya
Operasi 87,454,400 86,136,512 87,454,400 86,136,512 87,454,400 86,136,512
Angsuran
- - -
Pokok 12,102,415 12,102,415
Biaya
- - - -
Bunga 4,356,869 2,178,435

Pajak 15%
5,276,310 5,990,568 7,730,590 6,317,333 7,730,590 6,119,650

Total 106,407,93
109,189,99
Outflow 36,676,954 0 95,184,990 92,453,845 95,184,990 92,256,162
4
Total
C
Cashflow (1,042,313) 33,340,006 37,387,470 59,350,010 51,341,555 59,350,010 65,932,571

Komulatif 129,035,17 180,376,72 239,726,73 305,659,30


D
Cashflow (1,042,313) 32,297,693 69,685,163 3 8 8 9

Cashflow
E
Untuk IRR (36,676,954) 49,799,290 51,668,320 59,350,010 51,341,555 59,350,010 65,932,571
Akumulasi 124,140,66 175,482,22 234,832,23 300,764,80
kas (36,676,954) 13,122,336 64,790,656 6 1 1 2
Diskont
Faktor 18% 1.0000 0.8475 0.7182 0.6086 0.5158 0.4371 0.3704
Cashflow
dgn DF
(36,676,954) 42,202,788 37,107,383 36,122,248 26,481,403 25,942,436 24,423,504
18%

F ROI 1.50 1.72 1.49 1.72 1.91

IRR 140%
Rp155,602,8
NPV (18%)
09
PBP 9bulan

Net B/C
5.24

ASPEK SOSIAL EKONOMI

Usaha ternak itik petelur adalah merupakan usaha yang berbasis sumberdaya lokal. Usaha yang berbasis
sumberdaya lokal tentu saja akan mampu menjadi sektor yang tangguh, karena tidak tergantung pada
pasokan dari luar, baik pasokan dari propinsi lain dan bahkan negara asing.

Dalam pelaksanaan usaha ternak itik petelur, meskipun tenaga kerja yang dibutuhkan relatif kecil,
namun seluruh kebutuhan tenaga kerja tersebut dapat dipenuhi dari dalam daerah itu sendiri. Dengan
demikian, usaha ternak itik petelur mempunyai potensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
setempat. Hal ini mengingat pelaksanaan usaha peternak itik petelur memerlukan teknologi yang
sederhana, sehingga persyaratan rekruitmen tenaga kerja menjadi lebih mudah.

Pengusahaan ternak itik petelur bila dilaksanakan dengan cara semi intensif dapat memberikan
pendapatan bagi masyarakat yang sangat nyata, apalagi jika diusahakan dengan cara intensif. Sebagai
contoh, pada Bab 5 dalam buku ini, diperlihatkan contoh analisis finansial untuk pengusahaan semi
intensif dan intensif. Pengelolaan itik petelur cara kategori I akan menghasilkan pendapatan bersih rata-
rata per tahun sebesar Rp 14.383.732, sedangkan kategori II menghasilkan pendapatan rata-rata per
tahun sebesar Rp 61.831.943. Dilihat dari besarnya pendapatan bersih tersebut dapat disimpulkan
bahwa pengusahaan ternak itik petelur mampu memberikan pendapatan yang relatif besar.

Usaha ternak itik petelur juga mempunyai potensi untuk menyumbangkan pajak baik bagi pemerintah
daerah maupun pemerintah pusat. Pajak bagi pemerintah daerah berupa Pajak Bumi dan Bangunan dan
pungutan lain sehubungan dengan pelaksanaan kegiatan usaha ternak, khususnya bagi peternak itik
petelur yang diusahakan dengan cara intensif.

Pelaksanaan usaha ternak itik petelur adalah merupakan suatu usaha yang mempunyai keterkaitan
dengan sektor hulu dan hilir yang sangat erat. Hal ini mengingat dalam agribisnis perunggasan, usaha
itik petelur merupakan salah satu sub-sistem yang sangat berkaitan erat dengan sub-sistem lainnya.
Dalam pendekatan sistem, agribisnis perunggasan (usaha peternak itik petelur khususnya) sekurang-
kurangnya terdiri dari sub-sistem: penyediaan sarana produksi (bibit, pakan, obat-obatan, dan
kandang), budidaya ternak (itik petelur), pengolahan (telur itik menjadi telur asin, telur beku dan tepung
telur), pemasaran, dan kebijakan pemerintah (misalnya penyediaan kredit dan pembangunan sarana dan
prasarana perekonomian yang menunjang pengusahaan itik petelur). Dengan demikian, pengusahaan
ternak itik petelur akan meningkatkan kebutuhan pada bibit (anak itik, yang disebut juga DOD), pakan,
industri pengolahan telur, para pedagang telur, dan juga penyedia jasa permodalan. Dapat juga
dikatakan usaha ternak itik petelur mempunyai keterkaitan erat antara industri hulu dan hilirnya.

Berdasarkan studi pustaka selama ini, Indonesia belum pernah mengekspor telur segar dan olahan.
Potensi pasar ekspor telur utama adalah ke Jepang, Hongkong dan Singapura. Selama ini pemasok
utama bagi ketiga negara tersebut adalah Taiwan, Thailand dan Malaysia. Indonesia belum menggarap
pasar ekspor mengingat selama ini pemasaran telur itik di dalam negeri masih mampu menyerap
produksi yang dihasilkan oleh peternak (Suharno dan Amri, 2000 dan Windhyarti, 2000).

Berdasarkan uraian di atas, dampak yang dihasilkan dari usaha peternak itik petelur baik dari segi
ekonomi maupun sosial adalah positif. Lebih lanjut, mengingat keterkaitan antar subsistem dalam
pengusahaan ini sangat erat, maka perkembangan usaha ternak itik petelur ini akan mampu
menggerakkan industri hulu dan hilir secara nyata.

KESIMPULAN

KESIMPULAN

Usaha ternak itik petelur dapat dilaksanakan di seluruh lokasi, kecuali lokasi yang gaduh dan lalu lalang
kendaraan bermotor serta dekat dengan pemukiman. Usaha ternak itik petelur umumnya masih
dilakukan secara tradisional. Sedangkan cara pengusahaan itik petelur yang semi intensif dan intensif
akan memberikan peluang menciptakan keuntungan lebih baik dan kepastian usaha yang tinggi.

Usaha ternak itik petelur memerlukan sarana produksi yang sebagian besar berasal dari daerah
setempat. Dengan demikian kelancaran produksinya dapat lebih terjamin. Selanjutnya, mengingat
tenaga kerja yang dibutuhkan dapat juga dipenuhi dari daerah setempat, maka usaha ternak itik petelur
tidak akan mengakibatkan gangguan sosial dan keamanan di lokasi usaha ini dilaksanakan.

Pemasaran telur hingga saat ini tidak dijumpai masalah, artinya pasar masih mampu menyerap telur
yang dihasilkan oleh peternak itik. Bahkan dijumpai adanya gejala pihak peternak tidak mampu
menjawab tantangan pasar agar memasok lebih banyak lagi.

Dari hasil analisis finansial yang telah dilakukan, menunjukkan usaha ternak itik petelur memberikan
tingkat profitabilitas yang tinggi, sehingga layak untuk mendapatkan pinjaman dari Bank. Pada skala
usaha kategori I nilai NPV pada tingkat suku bunga 18% Rp. 19.695.093, BC ratio 1,42, IRR 35%, PBP 2
tahun 7 bulan. Sedangkan pada skala usaha kategori II nilai NPV Rp. 179.405.378, BC ratio 5,94, IRR
159%, dan PBP 8 bulan. Akan tetapi, usaha ternak itik petelur dengan skala kategori I tidak layak
diusahakan apabila terjadi kenaikan biaya produksi sebesar 10% atau penurunan harga jual sebesar
10%, sedangkan untuk skala usaha kategori II tetap layak diusahakan meskipun terjadi kenaikan biaya
produksi sebesar 10% atau penurunan harga jual sebesar 10%.

USAHA ITIK PETELUR


KESIMPULAN

SARAN

Ketersediaan pakan merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam usaha ternak itik petelur. Penentu
keberhasilan usaha ternak itik petelur adalah pemilikan bibit (baik DOD maupun itik dara), oleh karena
itu peternak perlu untuk mendapatkan informasi pembibitan itik berkualitas tinggi, seperti dari Balai
Penelitian Ternak di Bogor serta Dinas Peternakan setempat. Disarankan agar peternak dapat diberikan
keterampilan cara-cara pembuatan pakan dengan mempergunakan bahan baku yang tersedia di daerah
itu. Hal ini untuk lebih meningkatkan kesempatan kerja bagi masyarakat setempat dan juga untuk lebih
menjamin kontinuitas ketersediaan pakan.

Meskipun hingga saat ini usaha ternak itik petelur belum memerlukan pengobatan seperti pada usaha
ternak ayam ras, namun ada baiknya untuk memperhatikan hal ini. Langkah yang disarankan adalah
dengan menyediakan biaya untuk pengobatan dan memeriksa secara rutin keadaan kesehatan itik.

http://www.bi.go.id/sipuk/id/?id=4&no=30821&idrb=43301

Anda mungkin juga menyukai