Anda di halaman 1dari 167

KONSEP PENDIDIKAN ISLAM

PERSPEKTIF MUHAMMAD RASYID RIDHA

TESIS

Disusun Oleh:
ABDUL HAKIM
NPM. 132207171919
NIRM. 015.02.06.1197

MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS IBN KHALDUN
BOGOR
2017 M. / 1438 H.
KONSEP PENDIDIKAN ISLAM
PERSPEKTIF MUHAMMAD RASYID RIDHA

TESIS

Disusun untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar


Magister Pendidikan pada Sekolah Pascasarjana
Universitas Ibn Khaldun
Bogor

Disusun Oleh:
ABDUL HAKIM
NPM. 132207171919
NIRM. 015.02.06.1197

MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS IBN KHALDUN
BOGOR
2017 M. / 1438 H.
PENGESAHAN

Tesis berjudul “Konsep Pendidikan Islam Perspektif Muhammad Rasyid Ridha”

yang disusun oleh:

Nama : Abdul Hakim

NPM : 132207171919

NIRM : 015.02.06.1197

Telah diujikan pada tanggal 28 Juli 2017 dan disahkan sebagai salah satu syarat

untuk memeperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd) pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Ibn Khaldun Bogor.

Panitia Ujian

Dr. H. Hasbi Indra, M.A Dr. Hj. Imas Kania Rahman, M.Pd.I.
Ketua Sekretaris
Komisi Penguji

Prof. Dr. KH. Didin Hafidhuddin, MS Dr. H. Ibdalsyah, MA.


Penguji I Penguji II
Diketahui
Ketua Program Studi
Direktur Pascasarjana
Magister Pendidikan Agama Islam

Prof. Dr. KH. Didin Hafidhuddin, MS. Dr. H. Hasbi Indra, M.A.

i
PERSETUJUAN PEMBIMBING

Tesis berjudul “Konsep Pendidikan Islam Perspektif Muhammad Rasyid Ridha”

yang disusun oleh:

Nama : Abdul Hakim

NPM. : 132207171919

NIRM. : 015.02.06.1197

Telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan dalam ujian tertutup pada

Program Magister Pendidikan Agama Islam Sekolah Pascasarjana Universitas Ibn

Khaldun Bogor.

Pembimbing

Dr. H. Abas Mansur Tamam, Lc., MA Dr. H. Ulil Amri Syafri, Lc., MA
Pembimbing I Pembimbing II

ii
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

‫بسم هللا الرحمن الرحيم‬

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul “Konsep Pendidikan

Islam Perspektif Muhammad Rasyid Ridha” serta seluruh isinya adalah benar-

benar karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan

dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam

masyarakat akademis. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung sanksi yang

dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap

etika keilmuan dalam karya saya ini, atau ada klaim dari pihak lain terhadap

keaslian karya saya ini.

Bogor, Dzulqa’dah 1438 H.


Juli 2017 M.

Yang Membuat Pernyataan

Abdul Hakim
NPM. 132207171919

iii
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB – INDONESIA

Arab Latin Arab Latin Arab Latin


‫ا‬ A ‫ز‬ Z ‫ق‬ Q
‫ب‬ B ‫س‬ S ‫ك‬ K
‫ت‬ T ‫ش‬ Sy ‫ل‬ L

‫ث‬ Ts ‫ص‬ S ‫م‬ M

‫ج‬ J ‫ض‬ D ‫ن‬ N

‫ح‬ H ‫ط‬ T ‫و‬ W

‫خ‬ Kh ‫ظ‬ Z ‫ه‬ H

‫د‬ D ‫ع‬ ‘ ‫ء‬ ‘


‫ذ‬ Dz ‫غ‬ Gh ‫ي‬ Y
‫ر‬ R ‫ف‬ F

Catatan:

Konsonan bersyiddah ditulis rangkap, seperti kata “ ‫”ربَّنَا‬


َ ditulis= Rabbanȃ.
Vokal panjang (mad) fathah (baris di atas), kasrah (baris di bawah) dan dhammah
(baris di depan), ditulis ȃ, ȋ, ȗ, misalnya kata:
َ ‫ اَ ْل َم‬ditulis: al masȃkȋn
‫سا ِكيْن‬
َ‫ اَ ْلم ْف ِلح ْون‬ditulis: al muflihȗn
Diftong ditulis: ‫ = أَ ْو‬au, ‫ي‬ ْ َ ‫ = أ‬ai
Kata sandang alif dan lam (‫)ال‬, baik diikuti oleh huruf Qamariyah maupun huruf
Syamsiyah, ditulis “al” diawalnya, misal:
َ ِ‫ اَلن‬ditulis: al nisȃ’
‫سآء‬
‫ اَ ْلمؤْ ِمن‬ditulis: al mu’min
Ta’ al marbuthah (‫ )ة‬bila terletak di akhir kalimat ditulis “h”, seperti ‫ ا َ ْلبَقَ َرة‬ditulis:
al Baqarah. Bila terletak di tengah kalimat, ditulis “t”, misalnya: ‫ زَ كَاة ْال َما ِل‬ditulis:
zakȃt al mȃl.
Penulisan kaliat Arab di dalam kalimat Indonesia ditulis menurut tulisannya,
misal: َ‫ َوه َو َخي ٌْر َّر ِازقِيْن‬ditulis: wa huwa khair al rȃziqȋn.

iv
KATA PENGANTAR

Alhamdulillâh, segala puji hanya bagi Allâh swt Tuhan semesta alam,

dengan petunjuk dan pertolongan-Nya, penulis dapat menyelesaikan penelitian

dan dapat menyajikannya dalam bentuk tesis ini. Salam dan Shalawat semoga

selalu tercurah kepada junjungan nabi besar kita Nabi Muhammad saw,

keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang senantiasa melaksanakan dan

menyebarkan ajaran yang dibawanya hingga hari kiamat nanti.

Dalam penelitian yang berjudul “Konsep Pendidikan Islam Perspektif

Muhammad Rasyid Ridha” penulis mencoba menyajikan pemikiran-pemikiran

Rasyid Ridha dalam Pendidikan Islam. Penulis menyadari bahwa dalam penelitian

ini masih banyak kekurangan dan memungkinkan adanya kesalahan, maka kritik

dan saran yang membangunakan sangat membantu kepada penulis guna

memperbaiki penelitian ini.

Dalam kesempatan ini, penulis ingin menghaturkan terima kasih yang

sebanyak-banyaknya kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam proses

penulisan penelitian ini, terutama kepada:

1. Rektor Universitas Ibn Khaldun Bogor, Dr. H. E. Bahruddin, M.Ag

2. Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Ibn Khaldun (UIKA) Bogor, Bapak

Prof. Dr. KH. Didin Hafidhuddin, MS.

3. Ketua dan Sekretaris Prodi Pendidikan Agama Islam Sekolah Pascasarjana

Universitas Ibn Khaldun (UIKA) Bogor, Bapak H. Hasbi Indra, M.A. dan Ibu Dr.

Hj. Imas Kania Rahman, M.Pd.I

4. Bapak Dr. H. Abas Mansur Tamam, Lc., MA. sebagai Pembimbing I dan Bapak

Dr. H. Ulil Amri Syafri, Lc., MA. sebagai Pembimbing II.

v
5. Seluruh Dosen Pascasarjana UIKA, semoga ilmu yang telah diberikannya

bermanfaat bagi penulis, amin

6. Yang saya hormati dan sayangi, kedua orang tua yang telah merawat dan

mendidik penulis, kepada kakak, adik, para sahabat, yang selalu mendukung dan

mendokan penulis, semoga Allâh Swtselalu merahmati kita dengan kasih sayang-

Nya

7. Istri tercinta, yang selalu menyemangati penulis dalam menempuh pendidikan

sampai menyelesaikan tesis ini.

8. Seluruh sahabat seangkatan di Sekolah Pascasarjana UIKA, yang telah bersama-

sama merasakan suka cita dan perjuangan dalam studi.

9. Seluruh sahabat yang telah mendukung penulis dalam menyelesaikan studi.

Akhirnya, hanya kepada Allâh swt, dan Rasul-Nya semua ini penulis

persembahkan, dan hanya kepada-Nya penulis bertawakkal dan memohon

perlindungan, semoga penulisan tesis ini bermanfaat, Amiin

Depok, Dzulqa’dah 1438 H.


Juli 2017 M.

Penulis

Abdul Hakim
NPM. 132207171919

vi
ABSTRAK

Abdul Hakim. Konsep Pendidikan Islam Persfektif Muhammad Rasyid Ridha.


Dibimbing oleh Abas Mansur Tamam dan Ulil Amri Syafri.
Kemunduran umat Islam telah menyebabkan kerugian yang sangat besar
bagi umat manusia, terutama dalam bidang pendidikan. Kekeliruan dalam
memahami ajaran Islam telah menjangkiti masyarakat. Satu sisi menimbulkan
bahaya laten berupa munculnya gaya hidup hedonis, cinta dunia, tamak, dan
berfikir materialistis. Ilmu pengetahuan terjauh dari nilai-nilai ketuhanan dan ruh
pendidikan tercabut dari nilai hakikinya. Disisi lain menyebarnya faham yang
menimbulkan kemalasan dan kemunduran umat Islam. Pada gilirannya jiwa
manusia menjadi kering, hampa dari keimanan, penghayatan nilai-nilai agama
menjadi luntur, dan dekadensi moral terjadi di mana-mana.
Muhammad Rasyid Ridha sebagai seorang tokoh dan pemikir muslim
terpanggil untuk menyadarkan umat dari keruntuhan nilai yang mengancam
aqidah dan eksistensi umat. Pembenahan bidang pendidikan Islam dianggap
sebagai jalan strategis menuju penyadaran dan kebangkitan umat.
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian kepustakaan (library
research). Objek penelitian yang menjadi fokus analisa dari konsep pendidikan
Islam Rasyid Ridha ini adalah tujuan, kurikulum, metode dan evaluasi. Sumber-
sumber yang digunakan dalam penelitian adalah, buku At-Tarbiyyah Wa-
Taklim,Majalah Al-Manar,dan buku-buku terkait Pemikiran Muhammad Rasyid
Ridha.
Hasil penelitian yang dilakukan menemukan bahwa konsep pendidikan
Islam menurut Rasyid Ridha harus berlandaskan Tauhid kepada Allah swt
sedangkan tujuan pendidikan Rasyid Ridha adalah untuk membentuk pribadi-
pribadi yang shaleh yang mampu memberikan karya nyata dan perbaikan bagi
masyarakat sehingga tercipta peradaban Islam yang didambakan untuk
kebahagiaan di dunia dan akhirat. Kurikulum Islam harus memiliki keterpaduan
yang seimbang antara ilmu-ilmu agama dan sains. Sedangkan metode pendidikan
Rasyid Ridha mencontoh metode Rasulullah Saw dalam mendidik para sahabat
diantaranya metode tauladan yang baik, percakapan, pembentukan lingkungan
yang shaleh, kuliah umum, nasehat, kisah, perumpamaan, dan praktek lapangan
dengan memanfaatkan sarana teknologi modern. untuk evaluasi Rasyid Ridha
menggunakan berbagai jenis evaluasi, baik itu formatif dan sumatif, dengan objek
evaluasinya berupa tujuan, kurikulum, metode dan tatacara evaluasi itu sendiri.
Evaluasi juga dilakukan dengan teknik yang berbeda, sesuai dengan tujuan yang
ingin dicapai. Dengan memperhatikan hasil penelitian, maka pola pendidikan
yang paling efektif untuk mewujudkan konsep pendidikan Islam terdapat pada
pola pendidikan berbasis keterpaduan seperti sekolah Islam terpadu, atau pondok
pesantren.

vii
ABSTRACT

Abdul Hakim. Muhammad Rasyid Ridha, concept of Islamic Education. Advised


by Abas Mansur Tamam and Ulil Amri Syafri.
Decadency of moslems has caused a huge disadvantage for moslems,
especially in education aspect. Miss understanding about Islamic Gospel has
influenced society. The spirit of western culture materialism has become plague
that destroy Islamic world. Its danger threatens not only hedonism lifestyles, love
of world and greedy, but also the way of thinking that influenced by materialistic
worldview. The sciences are far from the divinity’s values, the spirit of education
uprooted from its nature. Finally, the man’s soul become dry, vacuous of faith,
religion becomes faded, and moral decadency exist everywhere.
Muhammad Rasyid Ridha as a moslem figure called to make aware of moslem
from this collapes values that threaten faith and existence of moslem. Revamping
of education aspect viewed as the way to deal with moslems awareness and
revival.
This research conducted using library research. The object of research that
becomes the analysis focus from Rasyid Ridha islamic education are basic,
purpose, curriculum, method, and evaluation. The resources used in this research
are al-Tarbiyyah wa Taklim, Al Manar, Al Wahyu Al Muhammadi.
The result of this research are Found that islamic education concept
according Rasyid Ridha have be reffered unity to Allah SWT whereas the aim is
to create the piety characters and citizen, so they can create Islamic civilization
who moslems want. As for the Islamic curriculum must be inspired by the spirit of
Islam and faith in Allah swt derived from Al-Qur’an , hadith and history of the
Prophet. While the method is modeled on the Prophet method of educating the
friends such as good role model, conversation, creating piety environment, public
lectures, advice, stories, parables, and field practice by making use of modern
technological tools for Rasyid Ridha evaluation using various types of evaluation
both formative and summative, with the object of evaluations in the form of
objectives, curriculum, methodes and procedures og evaluation it self evaluation
is also done with different techniques in accordance with the objectives to be
achieved. By paying attention to the result of research, the most effective pattern
of education to realize the concept of Islamic education lies on the pattern of
boarding school-based .

viii
‫التلخيص‬
‫عبد الحكيم‪ .‬منهج التربية اإلسالمية عند محمد رشيد رضا‪ .‬أشرفه الدكتور عباس‬
‫منصور تمام و الدكتور أولى األمر شفري ‪.‬‬
‫تخلف المسلمين تؤدي إلي خسارة كبيرة للبشرية خاصة في التربية‬
‫اإلسالمية‪ ،‬ال يفهمون اإلسالم فهما صحيحا إال عدد قليل من المجتمع اإلسالمي‪،‬‬
‫فظاهرة المادية وحب الدنيا والحرص عليها‪ ،‬فأصبح العلم بعيدا عن القيم اإللهية‪،‬‬
‫وصارت التربية منتزعة من روحها وهدفها الحقيقى‪ .‬في نفس الوقت‪ ،‬ال يبال‬
‫بعض المسلمين بأمور دنياهم‪ ،‬يؤدي تخلف اإلسالم وراء الغرب‪ ،‬يعيش اإلنسان‬
‫دون اإليمان والدين‪ ،‬فانتشر الفساد في كل جوانب الحياة‪.‬‬
‫تقدم محمد رشيد رضا كداعية ربانية وكمفكر إسالمي‪ ،‬يدعو اإلنسان‬
‫وينقذ األمة من هذا االنهيار القيمي المضر على عقيدتها وحيويتها‪ .‬فيرى أن‬
‫العودة إلى التربية اإلسالمية الحرة هي الحل الوحيد النقاذ األمة ونهضتها‪.‬‬
‫هذه الدراسة تقوم على منهج بحث المصادر‪ ،‬وموضوع البحث يتضمن‬
‫على أهداف التربية‪ ،‬المواد الدراسية‪ ،‬الطرق والوسائل و التقويم‪ .‬مصادر البحث‬
‫هو كتاب ‪ :‬التربية والتعليم‪ ،‬المنار‪ ،‬الوحي محمدي‪ .‬هذه الكتب المذكورة تعتبر‬
‫كمصادر أساسية للبحث‪.‬‬
‫نتيجة البحث أن منهج التربية اإلسالمية عند محمد رشيد رضا يقوم على‬
‫أساس التوحيد إلي هللا عز وجل‪ .‬وأما أهدافها هي تكوين الفرد الصالح و مصلح‪،‬‬
‫نافع بعلمه و عمله‪،‬و المجتمع الصالح والحضارة اإلسالمية حتى ينالون السعادة‬
‫في الدارين‪ .‬فالمواد الدراسية عنده البد أن يشتمل على العلوم الدينية والعلوم‬
‫الدنيوية‪ ،‬كالهما على حد سوى‪ .‬أما الطرق والوسائل تقتدي على طرق الرسول‬
‫في تربية الصحابة منها القدوة‪ ،‬والحوار‪ ،‬وتكوين البيئة الصالحة‪ ،‬ومحاضرة‬
‫عامة‪ ،‬والنصيحة‪ ،‬والقصة‪ ،‬واألمثال‪ ،‬والممارسة الميدانية‪ ،‬مع االستفادة من‬
‫أدوات التكنولوجيا‪ .‬وأما التقويم يستخدم الرضا بطرق مختلفة‪ ،‬التي ال تعارض‬
‫مع الغاية‪.‬‬
‫وبعد هذه الدراسة‪ ،‬فالباحث يرى بأن النمط المثالي وصورة نموذجية‬
‫لتطبيق هذا المنهج وهو منهج رضا في التربية االسالمية‪ ،‬يوجد في المؤسسة‬
‫التربوية بأسلوب المعهد أو مانسمي عندنا بفسنترين‪.‬‬

‫‪DAFTAR ISI‬‬

‫‪PENGESAHAN ........................................................................................................0‬‬

‫‪ix‬‬
PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................................. ii
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS ........................................................................ iii
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB – INDONESIA ........................................... iv
KATA PENGANTAR ............................................................................................... v
ABSTRAK .............................................................................................................. vii
ABSTRACT ........................................................................................................... viii

‫ التلخيص‬.................................................................................................................. ix
DAFTAR ISI............................................................................................................ ix

BAB I : PENDAHULUAN ........................................................................................1


A. Latar Belakang Masalah ................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................ 26
C. Tujuan Penelitian ......................................................................................................... 27
D. Metode penelitian ........................................................................................................ 27
E. Penelitian terdahulu yang relevan ................................................................................ 34
F. Sistematika penulisan .................................................................................................. 36

BAB II : LANDASAN TEORI ................................................................................ 38


A. Tujuan Pendidikan Islam ............................................................................................. 38
B. Kurikulum Pendidikan ................................................................................................. 43
C. Metode Pendidikan ...................................................................................................... 54
D. Evaluasi Pendidikan ..................................................................................................... 61

BAB III : BIOGRAFI, PEMIKIRAN DAN KARYA MUHAMMAD RASYID


RIDHA ................................................................................................... 67
A. Biografi Muhammad Rasyid Ridha ............................................................................. 67
B. Pemikiran Muhammad Rasyid Ridha .......................................................................... 77
C. Karya dan Penghargaan Para Tokoh terhadap Muhammad Rasyid Ridha .................. 98

BAB IV : PEMBAHASAN .................................................................................... 101


A. Tujuan Pendidikan menurut Muhammad Rasyid Ridha ............................................ 104
B. Kurikulum Pendidikan ............................................................................................... 111
C. Metode Pendidikan .................................................................................................... 131

x
D. Evaluasi Pendidikan menurut Muhammad Rasyid Ridha.......................................... 137

BAB V : PENUTUP .............................................................................................. 146


A. Kesimpulan ................................................................................................................ 146
B. Rekomendasi.............................................................................................................. 147

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 149

xi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sesungguhya agama Islam memiliki hak yang wajib dipenuhi oleh

setiap individu muslim. Hak yang dimaksud adalah upaya menghidupkan

kembali faktor keilmuan, adab, dan pengamalan nilai-nilainya.

Pendidikan dipandang sebagai sarana peningkatan mutu sumber daya

manusia dalam suatu bangsa. Bangsa yang maju adalah bangsa yang peduli

terhadap pendidikan, yang dapat digambarkan dari pencapaian pendidikan

warga negaranya.1

Dari beberapa sektor pembangunan yang dibutuhkan bangsa ini,

pemerintah menganggap bahwa pendidikan/pendidikan Islam merupakan

salah satu sektor yang dianggap penting dan stategis, karena pendidikan

berkaitan dengan kebutuhan hak dasar manusia untuk meningkatkan

keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia serta kecerdasan masyarakat.2

Lembaga pendidikan merupakan sebuah institusi yang dipercaya dan

diharapkan mampu mencetak dan mewujudkan generasi muda harapan bangsa

dengan memberikan kontribusi besar dalam pembinaan manusia dari aspek

kognitif, afektif, dan psikomotorik hingga diharapkan mampu melahirkan

pribadi yang beriman, bermoral, berwawasan luas, dan mampu menghadapi

tantangan globalisasi. Sebagaimana hal ini tertuang dalam bab II pasal 3 UU

1
Nanang Fatah, Standar pembiayaan pendidikan,(Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 2012) hlm.
iii
2
A. Rahmat Rosyadi, Pendidikan Islam dalam Perspektif Kebijakan Pendidikan Nasional, (Bogor,
PT Penerbit IPB Press, 2014), hlm v.

1
2

Sisdiknas disebutkan bahwa, “Pendidikan Nasional berfungsi

mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa

yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan

untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang

beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,

berilmu, cakap, kreatif, dan menjadi warga negara yang demokratis serta

bertanggung jawab”.

Kemunculan lembaga pendidikan memang sangat dibutuhkan

keberadaannya untuk mewujudkan tujuan-tujuan pendidikan yang telah

digariskan oleh pemerintah dalam UU Sisdiknas. Kemajuan teknologi dan era

globalisasi, masyarakat semakin disibukan dengan aktivitas keduniaan

sehingga tidak sulit didapati seorang anak yang sejak pagi buta hingga malam

hari tidak bertemu dengan kedua orang tuanya, yang pada akhirnya

menimbulkan sebuah permasalahan serius, seperti masalah pendidikan anak

yang diserahkan sepenuhnya kepada lembaga pendidikan. Orang tua banyak

yang tidak menyadari peran vital dalam membimbing anak. Berbagai alasan

seperti sibuk mencari kemewahan dunia yang diatas namakan untuk

kepentingan dan kebaikan si anak, mereka menitipkan anak kepada para

asisten rumah tangga, padahal para orang tua tersebut belum tentu rela dan

berani menitipkan seluruh kekayaan hasil jerih payah mereka kepada asisten

rumah tangga tersebut. Jadi, benarkah ungkapan mereka bahwa anak adalah

sesuatu yang sangat berharga yang tak bisa diukur dengan rupiah? ironi

memang, anak yang sangat didambakan oleh banyak orang kehadirannya di

dunia. Sejatinya merupakan anugerah sekaligus amanah dari Allah Swt. Sang
3

Pencipta, yang akan menjadi bahan pertanyaan kepada hamba-Nya tentang

amanah yang titipkan kepada hamba tersebut seringkali dilalaikan dan

diabaikan keberadaannya.

Kurangnya kesadaran orang tua terkait tugas dan tanggung jawab

mereka dalam mendidik anak menjadikan lembaga pendidikan sebagai satu

satunya tempat yang dirasa layak untuk menangani permasalahan tersebut.

Budaya hedonisme menjadikan lembaga pendidikan bukan lagi sebagai

lembaga pembentukan manusia sebagai manusia, tetapi lebih pantas dianggap

sebagai pabrik yang menciptakan robot-robot untuk kemudian dipekerjakan di

berbagai perusahaan, betapa banyak sekolah dan perguruan tinggi yang

mempromosikan diri dengan iming-iming kemudahan dalam memperoleh

pekerjaan. Jelas hal ini telah menyimpang dari tujuan pendidikan, hingga

terjadi perubahan orientasi pada lembaga-lembaga pendidikan. Sekolah

dikapitalisasi untuk mengeruk keuntungan perorangan atau kelompok. Orang

yang mempunyai banyak harta dapat sekolah dimana dia suka, sementara

kalangan yang tidak mampu hanya bisa mengharap-harap cemas akankah

mampu untuk sekadar melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Tampak perubahan orientasi lembaga pendidikan membawa dampak yang

tidak bisa dianggap sepele.

Pendidikan tidak lagi didasari atas keimanan kepada Sang Kholik,

tetapi atas pertimbangan kemudahan memperoleh pekerjaan, kedudukan, dan

kekuasaan. Tidak lagi berusaha mencetak generasi Rabbani tetapi lebih

mencetak robot industri.


4

Antara idealitas dengan realitas seringkali berbeda. Lembaga

pendidikan yang digadang-gadang mampu menelurkan individu berkualitas

dan masyarakat yang berjiwa maju sekarang telah banyak berubah dari tujuan

awalnya, karena tidak kuat menahan godaan duniawi. Ditambah kesesatan

dalam memahami kebudayaan dan kehebatan strategi barat dalam

menjauhkan umat Islam dari kemajuan. Lembaga pendidikan menjadi sebuah

institusi yang menyeramkan bagi sebagian orang. Pendidikan karakter yang

diharapkan ber-metamorfosis menjadi penyanderaan karakter seseorang. Di

awal tahun dua ribu empat belas masyarakat Indonesia dibuat geger dengan

banyaknya berita tentang tindak kriminal di institusi pendidikan, hampir setiap

hari masyarakat disuguhi oleh media massa baik media elektronik atau cetak

tentang realitas kondisi bangsa yang sangat memprihatinkan. Sebut saja kasus

korupsi yang dilakukan oleh para pelaku yang namanya dihimpit oleh sederet

gelar akademis. kasus pelecehan seksual yang terjadi disebuah sekolah taman

kanak-kanak yang bertaraf international dimana yang menjadi korban adalah

siswa dan pelaku adalah seorang guru yang seharusnya menjadi teladan tetapi

dalam hal ini justru lebih menyerupai perilaku setan 3 . Pembunuhan salah

seorang taruna dilembaga tinggi pendidikan negeri seperti STIP oleh

seniornya sendiri. Maraknya peredaran video tindakan asusila yang

diperankan oleh siswa dan siswi sebuah sekolah menengah pertama Negeri di

Jakarta4, belum lagi tewasnya seorang bocah kelas lima SDN Makassar 09

Pagi Jakarta Timur, Renggo Kadafi akibat pemukulan yang dilakukan oleh

teman-temannya karena ia secara tak sengaja menyenggol makanan yang

3
http://megapolitan.kompas.com/read/2014/04/28/1117489/Tersangka.Kasus.JIS
4
http://www.tribunnews.com/metropolitan/2013/10/30/keterangan-dua-siswa-smp-
5

dibawa oleh temannya hingga jatuh 5 . Sungguh alasan yang sangat sepele

bahkan sangat tidak logis untuk dijadikan alasan atas sebuah tindakan

pembunuhan. Kejadian ini menambah panjang deretan potret keadaan realitas

bangsa ini yang meprihatinkan. Kondisi yang sangat memilukan sekaligus

memalukan. Terlebih kejadian tidak meng-enakan dan tak seyogyanya terjadi

di negara yang mayoritas berpenduduk muslim tersebut terjadi dilembaga

pendidikan yang seharusnya bisa menjadi tumpuan masyarakat dan bangsa

dalam membina dan melahirkan generasi yang unggul di masa mendatang.

Realitas yang berjungkir balik dengan ekspektasi yang terlampau besar.

Berbagai persoalan di atas menarik untuk dikaji dan dicarikan

solusinya. Demi meminimalisir kondisi tersebut dan sebagai tanggung jawab

kita sebagai warga negara yang baik yang berkewajiban memajukan bangsa

ini ke depan. terlebih sebagai seorang muslim tentu kita harus memperbaiki

situasi ini, sebagai bentuk pengamalan terhadap Al Qur’an, (QS. Al Anfal :

25)

“Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak hanya menimpa


orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Ketahuilah bahwa Allah
sangat keras siksa-Nya.”

Selain dari kutipan di atas, dalam riwayat yang disampaikan oleh abu

hudzaifah, Rasulullah Saw. pernah bersabda “Barang siapa yang tidak peduli

dengan urusan kaum muslimin, maka dia bukan golongan mereka…..”6

Seorang muslim pantang Egois (Ananiy), pantang hanya memikirkan

diri sendiri, tetapi selalu peduli dan peka dengan kondisi keluarga dan

masyarakat disekitarnya, bahkan terhadap kondisi sesama muslim di belahan

5
http://www.tempo.co/read/news/2014/05/08/064576393/Pembunuh-Renggo-
6
Ath Thobari, al Mu’jamul Awsath No. 7473.
6

dunia lainnya, diseluruh penjuru dunia. Sesungguhnya sesama muslim kita

bersaudara yang dikukuhkan dengan tali ukhuwwah aqidah Islamiyyah.

Kepedulian ini sekaligus menjadi bahan jawaban terhadap pertanyaan Allah

Swt. Di akhirat kelak terhadap kontribusi kita dalam memperjuangkan agama

Islam.

Pada bab selanjutnya insya Allah akan dibahas mengenai permasalahan

diatas hingga bisa ditemukan solusi alternatif dari kebobrokan moral bangsa

ini sekaligus menutupi kelemahan lembaga pendidikan di negara tercinta

NKRI ini.

Berbagai permasalahan tersebut jika ditilik dengan seksama maka akan

diketahui bahwa sumber utama kerusakan tersebut adalah kekeliruan dalam

memahami dan memaknai arti pendidikan. Kesalahan dalam mengembangkan

dan merumuskan rencana pendidikan yang sistematis berdasarkan prinsip-

prinsip Islam.7 Menerapkan pola pendidikan dan kurangnya perhatian ekstra

para pendidik dalam mengarahkan anak didiknya. Maka, kunci mengatasi

permasalahan tersebut adalah dengan menerapkan sistem pendidikan yang

baik dan benar, yang sesuai dengan nilai-nilai dan ajaran Islam.

Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang dilakukan oleh manusia

selama hidupnya dan dilaksanakan oleh berbagai kalangan. Baik itu didalam

keluarga, di lembaga pendidikan formal maupun non formal, di lingkungan

masyarakat, dan pemerintah.

Dari sudut pandang Islam, pendidikan menempati posisi sangat urgen

dan prinsipil, karena pendidikan merupakan sesuatu yang sangat inheren

7
Al-Attas, Syed Muhammad Naquib. Islam dan Sekularisme. (Bandung ,2010) hlm.152
7

dalam memajukan generasi muda dan kehidupan umat manusia. Konsep yang

diterapkan dalam pendidikan Islam haruslah sesuai dengan konsep Al-Qur’an

dan As-Sunnah, karena Al-Qur’an merupakan konstitusi yang mengatur

segala aspek kehidupan manusia terutama hal-hal yang berkaitan dengna

pendidikan. Sebagai bukti dalam ayat-ayat yang terkandung Al-Qur’an

terdapat sekita 2/3 ayat memilliki kandungan motivasi dan implementasi

kependidikan bagi umat Islam.

Al-Qur’an sebagai sebuah petunjuk, konstitusi dan mukjizat telah

terbukti merubah bangsa Arab khususnya dan umat Islam umumnya dari

kejahiliyahan menuju era kemajuan dan kesejahteraan moral dan material

dalam jangka waktu yang tidak lama. Banyak ayat Al-Qur’an disebutkan

bahwa Allah Swt. telah mengaruniakan ilmu pengetahuan kepada para Nabi

dan Rasul-Nya melalui wahyu.

Akan tetapi, manusia dengan segala kelemahan dan keterbatasannya

tidak akan bisa memeluk Islam dengan sempurna tanpa adanya sebuah

pendidikan. Oleh sebab itu, Islam dan pendidikan mempunyai hubungan yang

sangat erat dalam membentuk manusia yang sesuai dengan nilai-nilai Islam.

hubungan yang dimaksud adalah hubungan yang bersifat organis antara

tujuan dan alat.

Dalam kaidah ushul dikatakan :

‫ب‬ ِ ‫اجب ِإ َّال ِب ِه فَه َو َو‬


ٌ ‫اج‬ َ ‫َما َال يَتِم‬
ِ ‫الو‬
“Sesuatu yang apabila kewajiban tidak terlaksana kecuali dengannya,
maka sesuatu itu merupakan kewajiban pula”.8

8
Zakariya bin Ghulam Qadir Pakistani, Ushul Fiqh Ala Manhajil Ahli hadits, darul Khorroz.Juz 1,
Hlm. 106
8

Maksud kaidah diatas, bahwa beragama Islam itu merupakan suatu

kewajiban, dan ini tidak akan tercapai kecuali oleh sebuah pendidikan. Oleh

sebab itu, pendidikan menjadi sebuah kewajiban.

Di Indonesia gelombang liberalisasi ini juga sangat terasa sampai

sekarang, sebagaimana dijelaskan dalam buku Pendidikan Islam karya Adian

Husaini:

Sebenarnya telah berlaku sebuah proses liberalisasi secara sistematis


terhadap perguruan tinggi Islam. Dan itu diakui sendiri oleh para pelaku
dan pengambil kebijakan dalam pendidikan Islam. Simaklah sebuah buku
berjudul: IAIN dan Modernisasi Islam di Indonesi (Jakarta: Logos, 2002)
buku ini diterbitkan atas kerja sama Canadian International Depelopment
Agency (CIDA) dan Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Islam
(Ditbinperta) Departemen Agama.9

Disadari atau tidak, sistem pendidikan yang dijalankan di Indonesia telah

banyak disusupi ajaran atau aliran pendidikan yang bertentangan dengan tujuan

pendirian negara. Teori pendidikan yang beraliran seperti tradisionalis, liberal,

neo liberal, dan faham-faham yang tidak sesuia dengan ideologi bangsa ini

turut menggerus dan menghancurkan pendidikan bangsa ini, baik dalam proses

pelaksanaan, tujuan dan penetapan materi-materi ajar.

Dari paparan diatas, peneliti ingin mencari konsep pendidikan yang

sesuai. Khususnya untuk para pemeluk Islam agar memberikan gambaran ten-

tang konsep Islam dalam membina generasi bangsa, sehingga bisa dijadikan

bahan masukan dan kajian dalam masalah pendidikan bagi orang yang bergelut

dalam dunia pendidikan dan masyarakat pada umumnya, sekaligus solusi dari

keterpurukan generasi muda saat ini.


9
Adian Husaini, Pendidikan Islam Membentuk Manusia Berkarakter Dan Beradab,(Jakarta,
Cakrawala, 2012), hlm. 66
9

Selain itu, konsep pendidikan dalam Islam adalah konsep yang

mengembangkan semua aspek dalam kehidupan kepribadian manusia, yang

meliputi spritual, intelektual, moral, mental, kesehatan, dan lain sebagainya,

bahkan baik secara individu maupun kelompok hingga menjadi manusia yang

sempurna.

Sejarah pendidikan sama usianya dengan sejarah manusia itu sendiri.

Dengan kata lain, keberadaan pendididkan bersamaan dengan keberadaan

manusia. Keduanya tak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain,

melainkan saling melengkapi. Pendidikan tidak punya arti bila manusia tidak

ada di dalamnya, karena manusia merupakan subjek dan objek pendidikan.

Artinya manusia tidak akan bisa berkembang secara sempurna bila tidak ada

pendidikan.

Setidaknya ada tiga alasan penyebab pada awalnya manusia memerlukan

pendidikan,10 yaitu: pertama, dalam tatanan kehidupan masyarakat, ada upaya

pewarisan nilai kebudayaan antara genarasi tua kepada generasi muda, dengan

tujuan agar hidup masyarakat tetap berlanjut dan terpelihara. Nilai nilai

tersebut meliputi nilai intelektual, seni, politik, ekonomi, dan sebagainya.

Upaya pentransferan nilai ini dikenal dengan pendidikan. Kedua, dalam

kehidupan manusia sebagai individu, memiliki kecenderungan untuk dapat

mengembang-kan potensi-potensi yang ada dalam dirinya seoptimal mungkin.

Untuk maksud tersebut, manusia perlu suatu sarana. Sarana itu adalah

10
Samsul Nizar, Dasar-dasar pemikiran pendidikan Islam, (Jakarta, Gaya Media Pratama, 2001),
hlm.85
10

pendidikan. Ketiga, konvergensi dari kedua tuntutan di atas yang

pengaplikasikannya adalah lewat pendidikan.11

Secara umum, menurut Hadari Nawawi,12 yang bertanggung jawab atas

maju mundurnya pendidikan Islam ada pada pundak keluarga, sekolah, dan

masyarakat. Ketiganya merupakan satu kesatuan yang utuh dan saling

melengkapi antara satu dengan yang lain. Ketiganya harus mampu

melaksanakan fungsinya sebagai sarana yang memberikan motivasi, fasilitas

edukatif, wahana pengembangan potensi yang ada pada diri peserta didik dan

mengarahkannya untuk mampu bernilai efektif-efisien sesuai dengan

perkembangan dan kebutuhan zamannya, serta memberikan bimbingan dan

perhatian yang serius terhadap kebutuhan moral-spiritual peserta didiknya.

Bimbingan yang di maksud meliputi pengembangan potensi anak didik,

transformasi ilmu pengetahuan dan kecakapan lainnya, dan membangkitkan

motif-motif yang ada seoptimal mungkin.

Disamping ketiga unsur di atas, menurut Samsul Nizar13, ada satu lagi

yang ikut bertanggung jawab atas terlaksananya pendidikan Islam, yaitu

manusia itu sendiri, sebagai subjek dan objek langsung pendidikan. Tanpa

kesadaran dan tumbuhnya nilai tanggung jawab pada dirinya, mustahil

pendidikan Islam mampu memainkan peranannya secara maksimal. Untuk itu,

di samping ketiga unsur di atas, di perlukan kesiapan dan tanggung jawab yang

12
Hadari Nawawi, Organisasi sekolah dan pengelolaan kelas, (Jakarta, CV Haji masagung,1989),
hlm.7
13
Samsul Nizar, Dasar-dasar pemikiran pendidikan Islam, hlm.125
11

besar pada diri peserta didik sebagai hamba Allah yang siap melaksanakan

amanatnya di muka bumi.

Beratnya tanggung jawab yang dipikul oleh unsur-unsur di atas dalam

upayanya mengantarkan peserta didik muslim kepada tujuan Ilahi yang agung,

menjadikannya sebagai salah satu kekuatan penentu berhasil atau tidaknya

pendidikan Islam sebagai pioner pembangunan peradaban umat. Terutama di

era modern saat ini. Oleh karenanya, kesemua unsur tersebut harus mampu

bergandeng tangan secara padu dan utuh, dengan tanpa melepaskan diri dari

ruh akidah Islamiah. Kesemua ini menurut Islam, secara konsep imani, akan di

minta pertanggung jawabannya oleh Allah kelak di akhirat, atas upaya dan

tugasnya dalam mengantarkan peserta didik muslim kearah tujuan pendidikan

Islam secara maksimal. dalam konteks ini, Nabi Muhammad SAW, bersabda:

ِ ‫كلك ْم َراعٍ َوكلك ْم َم ْسؤو ٌل َع ْن َر ِعيَّ ِت ِه‬


‫اإل َمام َراعٍ َو َم ْسؤو ٌل‬
‫َع ْن َر ِعيَّتِ ِه‬
“.....Setiap kamu adalah pemimpin. Dan setiap pemimpin akan di minta
pertanggung jawabannya...”(HR. Bukhori)14

Hadis di atas memberikan referensi, bahwa yang ikut bertanggung jawab

atas terlaksananya pendidikan Islam bukan saja ada pada bahu keluarga

(lingkungan rumah tangga), sekolah, ataupun masyarakat (termasuk

pemerintah), akan tetapi jauh dari itu, pelaksanaan tersebut juga merupakan

tanggung jawab pribadi muslim dan seluruh unsur insaniah lainnya. Di sinilah

14
Shohih Bukhori, No. 2409
12

letak (salah satu) perbedaan antara pendidikan Islam dengan pendidikan umum

lainnya.15

Islam sangat mengutamakan pendidikan sebagai sarana untuk

mendapatkan ilmu. Dengan ilmu, manusia tahu jalan yang mendaki, ia tahu

bagaimana cara mendakinya, tahu bagaimana mengatasi halangan dan

rintangan, dan tatkala suatu ketika ia tergelincir, diapun tahu, bagaimana dia

harus bangkit lagi, dan mendaki lagi menuju puncak takwa dan bahagia. Sebab

dia yakin bahwa di puncak sana, dia akan meraih bahagia, bisa semakin dekat

dengan yang maha kuasa, pencipta dan pemilik alam semesta. Karena itu, ilmu

harus senantiasa tersedia; dalam kondisi apa pun.16

Tak heran, jika Islam begitu kuat mendorong umatnya agar tak pernah

berhenti mengejar ilmu. Allah swt berfirman ,(QS.Al-Mujadalah:11):

ٍ ‫َّللا الَّذِينَ آ َمنوا ِم ْنك ْم َوالَّذِينَ أوتوا ْال ِع ْل َم دَ َر َجا‬


‫ت‬ َّ ‫يَ ْرفَ ِع‬
“niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman
diantaramu dan orang-orang yang di beri ilmu beberapa derajat,”17.

Rasulullah saw bersabda:

َّ ‫َم ْن ي ِر ِد‬
ِ ‫َّللا ِب ِه َخي ًْرا يفَ ِق ْهه فِي الد‬
‫ِين‬
“Barang siapa yang di kehendaki Allah dengan kebaikan maka Allah
menjadikannya faqih (memahami dengan baik) dalam masalah agama
(Islam).” (HR. Bukhori)18

ِ َ‫َو ِإ َّن ْالعلَ َما َء َو َرثَة األ َ ْن ِبي‬


‫اء‬
“Ulama adalah pewaris para Nabi.” (HR.Abu dawud tirmidzi dan ibnu
Mazah dan Ibnu Hibban)19

15
Samsul Nizar, Dasar-dasar Pemikiran Pendidikan Islam,hlm.125
16
Husaini, Adian, Pendidikan Islam: Membentuk Manusia Yang Berkarakter dan Beradab,
(Jakarta: Cakrawala Publishing,2012), hlm.106.
17
QS. Al Mujadalah :11
18
Shohih Bukhori, No. 3116
13

ِ ‫النَّاس َمعَادِن ِخيَاره ْم ِفي ْال َجا ِه ِليَّ ِة ِخيَاره ْم ِفي‬


‫اإل ْسالَ ِم‬
.‫ِإذَا فَ ِقهوا‬
“Manusia itu laksana barang tambang seperti tambang emas dan perak.
Orang-orang yang terbaik di masa jahiliah adalah orang-orang yang
terbaik juga di dalam Islam, Apabila mereka memahami Islam.” (HR.
HR. Bukhori)20

Kaum muslimin wajib memanfaatkan dengan sekuat tenaga untuk

mencari ilmu (thalabul ilmi). Selain pahalanya yang sangat besar, ilmu juga

menjadi landasan keimanan dan landasan amal. Banyak orang yang terperdaya

dengan nikmat sehat dan kelonggaran, sehingga tidak dapat memanfaatkan

waktu itu dengan baik. Rasulullah saw bersabda:

.‫الص َّحة َو ْالفَ َراغ‬


ِ ‫اس‬ِ َّ‫ير ِمنَ الن‬ ٌ ‫ان َم ْغب‬
ٌ ِ‫ون فِي ِه َما َكث‬ ِ َ ‫نِ ْع َمت‬
“Dua kenikmatan yang manusia banyak tertipu, yaitu nikmat kesehatan
dan nikmat waktu lapang.”(HR Bukhari).21

Padahal, kedudukan ilmu sangatlah sentral dalam Islam, sehingga Allah

memerintahkan agar aktivitas mencari ilmu itu tidak boleh berhenti, walaupun

dalam kondisi perang sekalipun.

Allah swt berfirman (QS.At-Taubah:122):

‫َو َما َكانَ ْالمؤْ ِمنونَ ِليَن ِفرواْ َكآفَّةً فَلَ ْوالَ نَفَ َر ِمن ك ِل ِف ْرقَ ٍة‬
ِ ‫طآئِفَةٌ ِليَتَفَقَّهواْ فِي الد‬
‫ِين‬ َ ‫ِم ْنه ْم‬
“Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka
beberapa orang untuk memperdalam imu tentang agama.”

Rasulullah saw juga bersabda:

19
Sunan Abu Daud, Bab Anjuran mencari Ilmu, Jilid 3, hlm. 354
20
Shohih Buhori, No. 3383
21
Ibid. No. 6412
14

َ ‫َّللا ِب ِه‬
‫ط ِريقًا ِم ْن‬ َّ ‫سلَ َك‬ ْ َ‫ط ِريقًا ي‬
َ ‫طلب فِي ِه ِع ْل ًما‬ َ ‫سلَ َك‬
َ ‫َم ْن‬
‫ق ْال َجنَّ ِة‬
ِ ‫طر‬
“Barang siapa menempuh jalan yang padanya dia menuntut ilmu, maka
Allah telah menuntunnya jalan ke surga.”(HR.Muslim).22

Rasulullah saw adalah orang yang paling dermawan. Paling jujur

perkataannya paling lemah lembut. Dan paling mulia dalam pergaulan. Allah

swt berfirman tentang beliau (QS.Al-Qalam:4):

ٍ ‫َو ِإنَّ َك لَعَلَى خل‬


‫ق َع ِظ ٍيم‬
“dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung”

Beliau juga seseorang yang paling berani, paling memaafkan, dan paling

rendah hati. Disamping itu, beliau juga seorang yang paling pemalu. Menerima

hadiah dan membalasnya. Beliau tidak menerima sedekah dan tidak mau

memakannya. Tidak pernah marah untuk kepentingan pribadinya. Pernah satu

bulan berlalu atas beliau, kemudian datang bulan yang lain, kemudian datang

bulan yang lain, tetapi di rumahnya sama sekali tidak ada nyala api (untuk

masak). Beliau senantiasa mengunjungi orang-orang fakir miskin,

mengunjungi orang sakit, dan mengiringi jenazah.

Beliau suka bergurau tetapi tidak pernah mengatakan kecuali yang benar.

Beliau juga tertawa tetapi tidak sampai terkekeh-kekeh, dan selalu melayani

kepentingan keluarganya.

Beliau bersabda:

‫َخيْرك ْم َخيْرك ْم أل َ ْه ِل ِه‬


22
Sunan Abu Daud,…,Hlm. 534
15

“sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya, dan


saya adalah orang yang paling baik terhadap keluarga.” (HR. Ibnu
Majah)23

Sejarah telah mencatat dengan goresan tinta emas, betapa sepak terjang

beliau begitu luar bisa hebatnya. Dunia yang tadinya terkukung oleh kegelapan

yang teramat sangat, mampu tercerahkan oleh pancaran cahaya dan

keagungannya. Keluhuran akhlak dan dan moralitasnya telah menjadikannya

sebagai figur teladan yang paling sempurna.

Dialah Muhammad, seorang sosok agung yang mampu membawa

perubahan yang sangat fundamental sepanjang sejarah. Rasulullah Muhammad

saw. bersama para sahabatnya, telah mampu melakukan proses reformasi

secara total dan menyeluruh, yang meliputi seluruh aspek kehidupan manusia.

Kehidupan manusia yang tadinya sarat dengan nilai-nilai kebatilan dan

kejahatan, mampu diubahnya menjadi kehidupan yang sarat dengan nilai-nilai

kebaikan dan kebenaran. Ketidakadilan yang begitu menggurita dan mendarah

daging dalam kehidupan kaum Quraisy, mampu diubahnya menjadi keadilan

yang betul-betul di tegakkan tanpa pandang bulu. Tanpa memandang

keturunan, kekuasaan, kehormatan, maupun atribut-atribut kebesaran dunia

lainnya.

Baginda Nabi Muhamad Saw. melalui ajaran dan teladannya, ia telah

menunjukkan kepada kita pelaksanaan dan amal kebajikan Islam yang benar

dan tepat; ia adalah model yang sempurna tidak hanya untuk satu generasi,

tetapi untuk semua generasi. Sesungguhnya, kita katakan bahwa konsep ‘suri

teladan sempuna’ dapat memenuhi makna sejatinya hanya jika orang yang di

23
Sunan Ibnu Majah, Kitab Nikah, Jilid 3, hlm. 147, shohih.
16

gambarkan tadi, yang hanya mampu di miliki oleh Muhammad seorang, dalam

dirinya menjelma seluruh nilai kemanusiaan dan spiritual yang tetap dan

diperlukan untuk menjadi panduan manusia dalam hidup. Suri teladan

sempurna yang kelakuannya tidak hanya untuk satu zaman tetapi setiap zaman,

tidak hanya untuk masa jangka ketika baginda hidup, tetapi senantiasa berguna

selama manusia hidup di dunia ini. Demikianlah setiap generasi meniru contoh

teladannya, berjalan terus di atas jalan hidup yang ia tetapkan kepada yang

berikutnya, dengan demikian baik sehingga tidak ada jurang pemisah atau

krisis identitas yang berlaku pada umat Islam. Malah setiap generasi yang

terdahulu membimbing generasi yang berikutya dengan menegaskan serta

mengukuhkan contoh teladannya dalam kehidupan mereka.24

Demikian halnya dalam segi pendidikan, Rasulullah Saw adalah seorang

pendidik, murobbi, dan muaddib yang sukses dan harus di teladani. Sejarah

mencatat keberhasilan beliau dalam mengubah bangsa Arab khusunya para

sahabat rasul dari kejahiliahan menjadi pribadi-pribadi yang unggul. Kemudian

terciptalah peradaban Islam yang unik dan membawa kemaslahatan bagi

seluruh umat manusia.

Setiap peradaban mempunyai ciri dan karakteristik tersendiri yang

berbeda dengan peradaban lainnya. Kalau peradaban yunani terkenal dengan

pengagungan akal, peradaban Romawi terkenal dengan pendewaan terhadap

kekuatan dan peluasan wilayah (ekspansi militer), peradaban persia terkenal

dengan mementingkan kenikmatan duniawi dan kekuatan peperangan serta

pengaruh politik. Peradaban india terkenal dengan kekuatan spiritualitasnya,

24
Syed Muhammad Naquib Al-Attas, Islam dan Sekularisme, hlm. 152
17

sedangkan peradaban Islam terkenal dengan kekhususan dan keistimewaan

yang membedakannya diantara peradaban sebelumnya. Peradaban Islam di

tegaskan atas dasar risalah langit yaitu Islam- dengan apa yang disifati dari

risalah ini berupa kemanusiaan dan persatuan universal, kesatuan mutlak dalam

akidah tauhid kepada Allah, Tuhan semesta Alam. Membawa sifat

keseimbangan dan pertengahan, juga membawa sentuhan akhlak yang

bernilai.25

Salah satu prestasi besar dalam dunia ilmiah Islam dapat ditemui dalam

bidang matematika. Kaum muslimin pada awalnya belajar matematika dari

orang India. Mereka mengenal angka satu sampai sembilan dari India, yang di

barat kemudian di kenal menjadi Arabic numbers. Akan tetapi umat Islam

mencatat tersendiri prestasi dalam bidang ini dengan penemuan angka nol oleh

al-Khawarizmi (w.833 M) yang disebutnya shifr. Dari angka nol ini kemudian

berkembanglah ilmu perhitungan yang kemudian menjadi dasar pengembangan

ilmu komputer. Al-khawarizmi juga merupakan perumus utama “al-jabar”,

sebuah cabang matematika yang di ambil langsung dari judul bukunya, al-jabr

wal-Muqabalah. Nama al-Khawarizmi juga diabadikan dalam nama

“logaritma” yang diambil dari kata Inggris algorithm dan merupakan

transliterasi dari al-Khawarizmi.26

Dalam bidang kedokteran prestasi umat Islam terlihat dari kontribusi

salah seorang ilmuannya, Ibn Sina (Avicenna) melalui sebuah karya medisnya,

25
Raghib As-Sirjani, Sumbangan Peradaban Islam pada Dunia,( jakarta: Pustaka Al-Kautsar,
2014), hlm.51-52.
26
Adian Husaini, et.al.Filsafat Ilmu Perspektif Barat dan Islam,(jakarta: Gema Insani 2013),hlm.
57 mengutip dari Mulyadi Karta Negara, Panorama Filsafat Islam, hlm.93 mengutip dari karya
Charles E. Butterwoth (ed), The introduction of Arabic Philosophy into Europe, Leiden: E.S.
Brill, 1994 dan Seyyed Houssen Nasr, Islamic Sciences:An Illustrated Study, London: World of
Islam Festival Publishing Co. Ltd, 1976, hlm. 178.
18

al-Qanun fit-Thibb (The Canon). Karya tersebut telah di terjemahkan kedalam

bahasa latin pada kira-kira abad ke-12, dan telah menjadi textbook utama

selama 600-700 tahun di universitas-universitas terkenal Eropa seperti Oxford,

Paris, dan Budapest. Bahkan, sampai hari ini karya tersebut masih di pelajari

secara intensif di Iran, Pakistan, dan Jerman. Karya ini bukan hanya membahas

persoalan-persoalan medis, melainkan juga farmasi, farmakologi, dan Zoology,

di samping Ilmu bedah dan saraf.27

Dalam bidang fisika, terdapat dua orang tokoh yang menonjol, yaitu al-

Biruni (w.1038M) dan Ibn Haitsam (w.1041M). Al-Biruni telah mendahului

Newton dalam menemukan hukum gravitasi bersifat ganda: inti bumi untuk

unsur tanah dan air, dan langit untuk unsur udara dan air. Menurut al-Biruni,

pusat gravitasi itu satu, yaitu pusat bumi. Adapun yang menyebabkan satu

unsur melayang dan yang lain tenggelam adalah berat jenis yang berlainan.

Dengan eksperimen-eksperimen yang intensif, al-Biruni juga telah berhasil

menentukan grafitasi spesifik (specific gravity) bagi lebih dari dua puluh unsur

kimia. Selain itu juga berhasil mengukur keliling bumi secara matematis

dengan menggunakan rumus-rumus trigonometri. Fakta ini sekaligus

menunjukkan bahwa al-Biruni, pada awal abad ke 11, telah memahami bahwa

bumi ini bulat, mendahului Vasco Da Gama atau Columbus.28

Sementara Ibn Haitsam yang di Barat di kenal dengan Alhazen (dari kata

al-Hasan nama depannya) telah menulis sebuah karya besar di bidang Optik

sebanyak tujuh jilid dengan judul al-Manazhir. Karyanya tersebut

27
Ibid, hlm 58.mengutif dari mengutip dari Mulyadi Karta Negara, Panorama Filsafat Islam,
hlm.93 mengutip dari karya Goodman,Avicenna, Routledge, 1992, hlm.33-34.
28
Ibid,hlm.58 mengutif dari Mulyadi Karta Negara, Panorama Filsafat Islam, hlm.94 mengutip
dari karya Hakim Said A. Zahid, al-Biruni: His Times, Life, and Works, Karachi: Hamdard
Foundation Pakistan, 1981, hlm. 145-169.
19

dikategorikan sebagai karya fisika karena pada waktu itu optik merupakan

cabang fisika. Dalam karyanya tersebut, Ibn Haitsam berhasil memastikan

bahwa seseorang bisa melihat di sebabkan objek yang memantulkan cahaya

pada kornea mata. Sebuah kesimpulan yang di dukung fakta ilmiah dan

berhasil memecah kebuntuan berdebatan tentang teori penglihatan waktu itu.

Tokoh-tokoh barat yang datang kemudian terpengaruhi oleh teori Ibn Haitsam

ini, mereka diantaranya Roger Bacon, Vitello, Peckham, Johannes Kepler, dan

Newton. Ibn Haitsam juga telah meneliti spektrum cahaya, meneliti terjadinya

pelangi melalui teori refleksi dan refraksi, menciptakan alat-alat optik seperti

gelas cembung, cekung dan parabolik, serta lensa-lensa kacamata, teleskop dan

“camera obscura”, gambar terbalik dalam lensa kamera.29

Prestasi lainnya terlihat dalam bidang astronomi. Islam telah melahirkan

banyak astronom besar, seperti al-Battani, al-Farghani, al-Biruni, Nashiruddin

atThusi, Quthbuddin Syirazi, al-Majrithi, dan ibn Syathir. Yang khas dari

astronomi Islam adalah kecendrungannya yang non-Ptolemius dengan

mengeritik teori geosentri. Bahkan menurut Marshall Hodgson, telah terdapat

dugaan bahwa bumi mengelilingi matahari, hanya belum bisa di dukung oleh

observasi Ilmiah.30

Inilah fakta yang diakui oleh para intelektual sebagai sebuah ciri khas

peradaban Islam. Seperti di katakan oleh Wan Mohd Nor Wan Daud: “Para

intelektual telah mendapati bahwa salah satu daripada watak khas peradaban

29
Ibid,hlm.58 mengutif dari Mulyadi Karta Negara, Panorama Filsafat Islam, hlm.95-96
mengutip dari karya Prof.Sarba, the Optik of ibn Haitsam: Books I-III on Direct Vision, London:
The Warburgh Institute University of London, 1989, hlm. 13.
30
Ibid,hlm.58 mengutif dari Mulyadi Karta Negara, Panorama Filsafat Islam, hlm.96 mengutip
dari karya Nasr, Islamic Science, hlm. 140 dan Marsal Hodgson, The Venture of Islam, jil.2,
Chicago: The University of Chicago Press, 2002, hlm.162.
20

Islam ialah perhatiannya yang serius terhadap pencarian berbagai cabang

ilmu.”31 Sebagaimana telah di tegaskannya sebelumnya, watak khas peradaban

Islam ini terbentuk oleh budaya ilmu Islam yang Universal. Di mana umat

Islam, dengan berpedoman pada ajaran-ajaran yang diyakininya, bersikap

terbuka terhadap khazanah keilmuan yang berasal dari peradaban lain, dengan

tetap kritis untuk selalu menyelaraskannya dengan nilai dan tuntutan Islam.

Sejak revolusi sains di Eropa Barat pada abad ke 13 dan pertumbuhannya

yang lambat laun pada abad-abad berikutnya dalam kekuatan militer dan

ekonomi. Perluasan geografis Eropa barat ke timur dan ke barat dan

pembangunan pusat-pusat perdagangan di lautan Hindia pada abad ke 16

menyebabkan kemunduran ekonomi dalam dunia Islam. Kemunduran yang

terus menerus dalam dunia Islam, yang di akibatkan terutamanya oleh unsur-

unsur dalaman, yang benih-benihnya telah ada sejak zaman awal Islam telah

memungkinkan terjadinya penjajahan barat ke atas bagian penting dunia Islam

sejak abad ke-17 dan seterusnya hingga zaman kita sendiri, dan dengan

penjajahan serta penguasaan budaya atas daerah-daerah penting dari dunia

Islam, Barat dapat menanamkan pancaran pandangan alamnya (worldview)

pada pikiran orang Islam dan kemudian menguasai umat Islam dari segi

pemikiran.

Penyebaran prinsip-prinsip dasar pandangan alam (worldview) Barat dan

pengukuhannya secara halus pada pemikiran orang Islam berjaya dilakukan

31
Wan Mohd. Nor Wan Daud, Masyarakat Islam Hadhari: Suatu tinjauan Epistemologi dan
kependidikan ke arah penyatuan pemikiran bangsa,( Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka,
2006), hlm. 30. Wan Daun Merujukkannya pada tulisan A.L. Tibawi, Philosophy of muslim
Education dalam Islamic Quarterly, Jilid 10, No. 2, hlm. 82, Juli 1957; Gustave Von
Grunebaum, 1962, Medieval Islam: A Vital Study of Islam at its Zenith, Edisi ke-2, Chicago:
Phoenix Books/Univ. Of Chicago Press, hlm. 234-250; dan Franz Rosenthal, 1970, Knowledge
Triumphant: The Concep Of Knowledge in Medieval Islam, Leiden: E.J. Brill.
21

perlahan-lahan melalui sistem pendidikan yang di dasarkan konsep ilmu dan

prinsip-prinsipnya yang pada akhirnya menyebabkan berlakunya deislamisasi

pemikiran orang Islam.32

Penyebab kemunduran dan kemerosotan umat Islam adalah kelalaian

dalam mengembangkan dan merumuskan rencana pendidikan yang sistematik

berdasarkan prinsip-prinsip Islam yang telah di jelaskan oleh para penafsir

Islam.33 Kelalaian dalam melaksanakan suatu sistem pendidikan yang selaras

dan padu yang di kembangkan melalui pandangan intelektual dan spiritual

orang-orang yang arif, sebaliknya mereka gemar akan perselisihan ilmu fiqih

dan politik, yang dipicu oleh timbulnya dan tersebarnya ajaran asing yang

mencoba melemahkan ajaran Islam dari dalam karena semua ini muncul akibat

kekeliruan dalam ilmu tentang Islam dan hilangnya adab.

Dalam zaman kita penyebab ini di lestarikan oleh para ‘pembaharu’

modernis yang memperoleh inspirasi sebagiannya dari barat dan sebagian

lainnya dari para ulama yang kurang otoritatif, dan oleh para ‘pembaharu’

tradisionalis yang memperoleh inspirasi sebagiannya dari modernis dan

sebagian lainnya dari ulama yang sama. Selain para pengikutnya masing-

masing di seluruh dunia orang-orang Islam, mencerminkan para pemimpin

mereka dalam berbagai tingkat kejahilan dan keangkuhan, kini ada kelompok

ketiga yaitu para sarjana dan cendikiawan yang sekular di antara umat Islam.

Contoh terbaik dari jenis ini di antara golongan yang tidak memiliki adab

ini dapat dijumpai berlimpah ruah di Malaysia dan Indonesia di mana proses

deislamisasi yang sistematis telah di laksanakan sejak zaman kolonial, dan

32
Syed Muhammad Naquib Al-Attas,Islam dan sekularisme, hlm 127-128
33
Syed Muhammad Naquib Al-Attas,Islam dan sekularisme hlm 152
22

pengaruh sekularisasi lebih menonjol di bandingkan dengan bagian lain dari

dunia Islam. Di sini barangkali, di kawasan utama Islam di Asia tenggara,

kehilangan adab karena kejahilan Islam dan pandangan alamnya sebagai suatu

agama dan suatu peradaban, menyebabkannya pada tingkat yang lebih parah di

bandingkan dengan tempat manapun di dunia Islam, khususnya di kalangan

sarjana dan cendikiawan muslim yang sekular. Keadaan ini sebagiannya di

sebabkan oleh fakta bahwa proses Islamisasi mulai berlaku pada waktu yang

relative lebih lambat di bandingkan dengan kawasan orang Islam lainnya, dan

bahwa islamisasi telah terganggu oleh kedatangan kolonialisme dan

imperialisme budaya Barat. Di samping itu, sejumlah besar ulama dikawasan

ini sama-sama tenggelam dalam kehilangan adab, melihat kenyataan bahwa

mereka adalah penganut yang membuta tuli terhadap kaum modernis dan juga

tradisionalis. Dalam men-deislamisasi-kan orang-orang Islam, pemerintah

penjajah barat beserta para pemikir kolonial pertama-tama menceraikan

hubungan pedagogi antara kitab suci al-Quran dan bahasa setempat dengan

cara membangun sistem pendidikan sekular di mana suku dan kebudayaan

tradisional lebih di tekankan.

Pada tingkat yang lebih tinggi, linguistik dan antropologi diperkenalkan

sebagai sarana metodologi untuk pelajaran bahasa dan kebudayaan, dan nilai

serta model Barat dan kesarjanaan orientalis dan filologi untuk pelajaran

kesusastraan dan sejarah. Lain dari pada itu, di bidang pelajaran bahasa dan

kesusastraan –yang merupakan sendi-sendi budaya bagi pengenalan dan

penguatan Islamisasi- serta pelajaran mengenai sejarah dan kebudayaan

tradisional, mereka memperkenalkan sosiologi, teori pendidikan dan psikologi.


23

Penempatan yang salah pada pengaturan yang murni rasional oleh para sarjana

dan cendikiawan yang tidak cukup dilengkapi dengan ilmu tentang Islam dan

pandangan alamnya, cenderung menurunkan Islam hingga setingkat dengan

agama yang lain, sehingga Islam seakan-akan menjadi tajuk yang tepat untuk

filsafat dan sosiologi agama, dan seolah-olah Islam merupakan suatu agama

primitif yang telah di tumbuh kembangkan. Semua ini beserta bidang ilmu

lainnya dalam sains kemanusiaan, termasuk unsur filosofis dalam aspek teoritis

dari sains tabii, fisika dan biologi, dimasukan kedalam pikiran sarjana dan

cendikiawan Muslim yang sekular, sehingga ilmu yang mereka peroleh tidak

saja berpotensi menghasilkan kekeliruan teoritis, tetapi juga kesalahan praktis

yang nyata.34

Sehingga hal ini menjadi tantangan terbesar yang muncul secara diam-

diam di zaman kita yaitu tantangan ilmu, sesungguhnya bukan sebagai lawan

kejahilan, tetapi ilmu yang di pahami dan di sebarkan keseluruh dunia oleh

peradaban barat; hakikat ilmu telah menjadi bermasalah karena ia telah

kehilangan tujuan hakikinya akibat dari pemahaman yang tidak adil. Ilmu yang

seharusnya menciptakan keadilan dan perdamaian, justru membawa kekacauan

dalam kehidupan manusia; ilmu yang terkesan nyata, namun justru

menghasilkan kekeliruan dan skeptisisme, yang mengangkat keraguan dan

dugaan ke derajat ‘ilmiah’ dalam hal metodologi serta menganggap keraguan

(doubt) sebagai sarana epistimologis yang paling tepat untuk mencapai

kebenaran; ilmu yang untuk pertama kalinya dalam sejarah, telah membawa

34
Ibid hlm 155-156.
24

kekacauan pada tiga kerajaan alam: hewan, tanaman, dan bahan galian

(mineral).35

Harus diakui, sampai hari ini dunia keilmuan barat dan bangsa lain yang

terhegemoni oleh Barat berada di bawah dominasi paradigma positivisme.

paradigma ini mengambil bagian paling besar dalam mempopulerkan, bahkan

membidani ‘kelahiran’ norma-norma ilmiah yang kemudian disebut

metodologi ilmiah.

Tidak boleh tidak umat Islam harus menyusun ilmu baru yang sesuai

dengan risalah Islam dan semangatnya. Dunia Islam pernah menguasai dunia

dengan kepemimpinannya dalam bidang ilmu pengetahuan. Kepemimpinan ini

meresap kedalam akal pikiran dunia dan kebudayaannya. Kebudayaan dan

pengetahuan Islam mampu bicara dalam dunia sastra dan filsafat. Dunia maju

selama berabad-abad lamanya karena peranan Islam yang memegang tampuk

kepemimpinan dunia. Sejarah menulis dengan penanya sendiri bahwa umat

Islam mampu berpikir dengan akalnya dan mengarang buku dengan bahasanya

sendiri (bahasa arab).

Awal berdirinya gerakan-gerakan ilmiah ialah di zaman kekuasaan

Abbasiyah. Gerakan ini banyak dipengaruhi oleh peradaban Yunani dan bangsa

asing lainnya. Meskipun tidak berdasarkan pemikiran dan semangat Islam yang

murni dan di dalamnya terdapat kelemahan dalam bidang ilmiah dan agama,

tetapi gerakan-gerakan ini mampu menguasai dunia dengan kekuatan dan

kegiatnya, sehingga dapat melunturkan system ilmu pengetahuan yang kuno.

35
Ibid hlm 165-166.
25

Lalu datanglah kebangkitan Eropa yang berhasil melebur system kuno itu

dengan pendekatan kritik ilmiah. Metode ini benar-benar sesuai dengan jiwa,

pemikiran dan semangat kebendaan/materialismenya. Setiap murid yang keluar

dari pendidikan mereka, benar-benar kenyang dengan semangat materialism

itu. Seluruh dunia kembali tunduk dan patuh mengikuti metode pengajaran ini.

Dunia Islam pun turut tunduk karena saat itu kondisinya sedang mengalami

kemerosotan ilmu pengetahuan dan kelumpuhan cara berpikir. Kaum muslimin

beranggapan bahwa tidak ada yang dapat menolong dan membantu mereka

bangkit kecuali Eropa. Begitulah akhirnya dunia Islam menerima metode

pengajaran Eropa. Metode inilah yang sekarang ini meliputi seluruh dunia

Islam.36

Menyimak uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa tantangan terbesar

yang sedang melanda kita adalah tantangan ilmu, yaitu ilmu yang telah

kehilangan tujuan hakikinya akibat dari pemahaman yang tidak adil, yang

dipahami dan disebarkan keseluruh dunia oleh peradaban barat; sehingga

menghasilkan kerusakan pada tiga kerajaan alam, seperti hewan, tanaman, dan

bahan galian (mineral).

Permasalahan-permasalahan pendidikan tersebut tentu membutuhkan

solusi. Hal ini menjadi perhatian yang sangat besar bagi para rijalul fikri wa

da’wah, para pembela Islam sepanjang masa yang memperjuangkan Islam

sepanjang hayatnya. Diantara ulama yang sangat peduli dengan tantangan ini

adalah Sayyid Muhammad Rasyid Ridha, yang telah menghasilkan banyak

karya tentang masalah-masalah umat Islam seperti Al-Manar dan At-Tarbiyyah

36
Ibid.hlm 347
26

Wa At-Ta’lim yang membahas tentang Pendidikan Islam kerugian dunia

karena kemunduran umat Islam.

Untuk itu penulis tertarik untuk menganalisis tentang konsep pendidikan

Islam menurut Muhammad Rasyid Ridha, penulis berpandangan solusi dari

permasalahan diatas terdapat pada objek penelitian yaitu konsep pendidikan

perspektif Muhammad Rasyid Ridha. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi

penulis khususnya dan masyarakat umumnya.

B. Rumusan Masalah

1. Apa Tujuan pendidikan Islam menurut Muhammad Rasyid Ridha?

2. Bagaimana Kurikulum pendidikan Islam menurut Muhammad Rasyid

Ridha?

3. Bagaimana Metode pendidikan Islam menurut Muhammad Rasyid Ridha?

4. Bagaimana Evaluasi pendidikan Islam menurut Muhammad Rasyid

Ridha?
27

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui tujuan pendidikan Islam menurut Muhammad Rasyid

Ridha

2. Untuk mengetahui Kurikulum pendidikan Islam menurut Muhammad

Rasyid Ridha

3. Untuk mengetahui Metode pendidikan Islam menurut Muhammad Rasyid

Ridha

4. Untuk mengetahui Evaluasi pendidikan Islam menurut Muhammad Rasyid

Ridha.

D. Metode penelitian

1. Jenis penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian pustaka (library research), yaitu

penelitian yang objek utamanya adalah buku-buku atau sumber kepustakaan

lain. Maksudnya, data dicari dan ditemukan melalui kajian pustaka dari

buku-buku yang relevan dengan pembahasan. Kegiatan studi termasuk

kategori penelitian kualitatif dengan prosedur kegiatan dan teknik penyajian

finalnya secara deskriptif. Maksudnya, penelitian ini bertujuan untuk

memperoleh gambaran utuh dan jelas tentang konsep pendidik menurut

Muhammad Rasyid Ridha.

2. Pendekatan penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan kualitatif deskriptif dengan jenis penelitian library research


28

(penelitian kepustakaan). Bog dan Taylor mendefinisikan metodologi

kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif

berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat

diamati

Menurut mereka, pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu

tersebut secara holistic.37 Pengunaan pendekatan deskriptif dalam penelitian

ini karena data yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata terkait konsep

pendidikan menurut Muhammad Rasyid Ridha. Hal ini sesuai dengan

penggunaan Lexy J. meoleong terhadap istilah deskriptif sebagai

karakteristik dari pendekatan kualitatif. 38 Dalam penelitian ini peneliti

menguraikan secara teratur seluruh konsep tokoh.39 Tentang studi pustaka,

Muhajjir membedakannya menjadi dua jenis, pertama studi pustaka yang

memerlukan olahan uji kebermaknaan empirik dilapangan dan yang kedua,

kajian kepustakaan yang lebih memerlukan olahan filsofik dan teoritik

daripada uji empirik. 40 Peneliti menggunakan penelitian ini adalah jenis

studi pustaka yang kedua yaitu dengan mengumpulkan pemikiran tokoh

yang terdapat dalam berbagai literatur.

37
Lexy J. Moeleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung:Remaja Rosdakarya, 2005), hlm 4.
38
Tertulis dalam pembahasan karakteristik Penelitian kualitatif “ciri ke-6 : Deskriptif. Data yang
dikumpulkan adalah berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka. hal itu disebabkan oleh
adanya penerapan metode kualitatif. selain itu semua yang dikumpulkan berkemungkinan
menjadi kunci terhadap apa yang sudah diteliti.”(Ibid., hlm.11).
39
Anton Bakker & Achmad Charris Zubair, metodepenelitian filsafat (Yogyakarta:Kanisius,
1990), hlm. 65.
40
Noeng Muhajir, Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi IV (Yogyakarta:Rake Sarasin, 2000),
hlm. 296
29

3. Desain Penelitian

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini menggunakan

pendekatan kualitatif yaitu sejarah atau historiografi tentang Muhammad

Rasyid Ridha, kajian ini tidak hanya berkenaan mengenai kehidupan

seperti yang biasa di sajikan disekolah. Penelitian sejarah juga diterapkan

terhadap bidang pengetahuan apa saja, maksudnya ialah untuk belajar

dari kesalahan dan keberhasilan yang terjadi didalam sejarah. Karena

sejarah juga adalah semacam pengalaman. Biasanya yang dilakukan

dalam historiografi ialah penemuan keterkaitan antara berbagai kejadian

yang telah terjadi dimasa lalu dan penelusuran masa lalu untuk

menerangkan mengapa hal itu terjadi sekarang.

Dalam garis besarnya ada empat kegiatan utama yang dilakukan

dalam historigrafi, yaitu menemukan bahan-bahan sejarah, pengujian

ketat (tidak asli) dan keaslian sumber serta kesahehan fakta yang

terkandung dalam bahan-bahan sejarah itu. 41 Disamping itu data yang

dipergunakan dalam penelitian ini dikumpulkan dari sumber-sumber

pustaka yang sudah ada sebagai obyek kajian sebagai data sekunder.

4. Sumber Data

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan dua jenis sumber data

yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer

adalah karya-karya yang ditulis sendiri oleh tokoh yang diteliti. Dalam

penelitian ini data primer yang digunakan adalah manuskrip yang

41
S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Rineka Cipta, Semarang: 1996), hlm. 45
30

merupakan karya Muhammad Rasyid Ridha. Sedangkan yang menjadi

data sekunder adalah literatur baik berupa buku atau tulisan tokoh lain

yang di dalamnya terdapat uraian tentang pemikiran Muhammad Rasyid

Ridha tentang pendidikan.

Data primer dalam penelitian ini penyusun menggunakan karya-

karya yang telah ditulis oleh Muhammad Rasyid Ridha yaitu At-Tarbiyah

Wa At-Ta’lim dan data sekundernya berupa dokumen-dokumen serta

buku-buku yang berkaitan dengan tema penelitian yang mengulas tentang

Pendidikan Islam dan Barat. Diantaranya, Tokoh-tokoh Islam paling

berpengaruh diabad 20-an, Pemikiran pendidikan Islam, Tarbiyatul Wa

Ta’lim, Karya Muhammad Rasyid Ridha, Islam dan sekularisme,Teori-

teori pendidikan,Islam dan sekularisme,wajah peradaban barat ,Tafsir

Pendidikan Islam dan sebagainya.

Adapun teknik dalam pengumpulan data, penulis menggunakan

metode dokumentasi. Dari asal katanya dokumen, yang artinya barang-

barang tertulis. Didalam melaksanakan dokumentasi, peneliti menyelidiki

benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen-dokumen, dan

sebagainya42

Cara pengumpulan data seperti ini dilakukan juga melalui

peninggalan tertulis, seperti arsip-arsip yang termasuk didalamnya buku-

buku tentang pendapat, teori, dalil atau hukum-hukum yang berhubungan

dengan masalah penelitian disebut teknik dokumenter atau studi

42
Suharsimi Artikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Rineka Cipta, Semarang,
1997), hlm 149
31

dokumenter 43 sesuai dengan penelitian yang penulis lakukan yaitu

mengenai konsep pendidikan Islam menurut Muhammad Rasyid Ridha

(sebuah Analisa Teoritis).

5. Teknik Analisa Data

Jenis penelitian ini adalah kajian kepustakaan (library research)

dan metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode

dokumentasi maka teknis analisis data yang peneliti gunakan adalah

analisis isi (content analysis). Analisis isi (content analysis) merupakan

teknik untuk memelajari dokumen. Hal ini sesuai yang dinyatakan oleh

Lexy J. Moleong bahwa untuk memanfaatkan dokumen yang padat

isinya biasanya digunakan tehnik tertentu. Teknik yang paling umum

digunakan adalah content analysis atau dinamakan kajian isi.44

Hal yang sama juga dinyatakan dalam buku pengantar metode

penelitian yang diterjemahkan oleh Alimuddin Tuwu yaitu “apabila

penyelidikan kita meliputi pengumpulan informasi melalui pengujian

arsip dan dokumen, maka metode yang dapat kita gunakan adalah tehnik

analisis dokumen. Metode ini kadang disebut analisis isi (content


45
analysis)”. Beberapa definisi dikemukakan untuk memberikan

gambaran tentang konsep kajian isi tersebut. Pertama Berelson dalam

Guba dan Lincoln mendefinisikan kajian isi sebagai tehnik penelitian

untuk keperluan mendeskripsikan secara objektif, sistematis dan

kuantitatif tentang manifestasi komunikasi.

43
S. Margono, Metodologi. hlm. 45
44
Lexy J. Moleong, op. cit, hlm 220.
45
Cosuello G. Sevilla dkk, Pengantar Metode Penelitian, terj,Alimuddin Tuwu (Jakarta:UI Press,
1993), hlm 85
32

Weber menyatakan bahwa kajian isi adalah metodologi penelitian

yang memanfaatkan seperangkat prosedur untuk menarik kesimpulan

yang sahih dari sebuah buku atau dokumen. Krippendroff

mengemukakan kajian isi adalah tehnik penelitian yang dimanfaatkan

untuk menarik kesimpulan yang replikatif dan sahih dari data atas dasar

konteksnya. Holsti dalam Guba dan Lincoln memberikan definisi yang

agak lain dan menyatakan bahwa kajian isi adalah tehnik apapun yang

digunakan untuk menarik kesimpulan melalui usaha menemukan

karakteristik pesan dan dilakukan secara obyektif dan sistematis. Dari

segi penelitian kualitatif tampaknya definisi terakhir lebih mendekati


46
tehnik yang diharapkan. Secara lebih jelas Hadari Nawawi

mengemukakan bahwa analisis isi dalam penelitian dilakukan untuk

mengungkapkan isi sebuah buku yang menggambarkan situasi penulis


47
dan masyarakatnya pada waktu buku itu ditulis. Adapun dalam

penelitian ini, peneliti menganalisis konsep pendidikan Islam menurut

Muhammad Rasyid Ridha. Adapun rancangan penelitian yang digunakan

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Menelaah pemikiran Muhammad Rasyid Ridha tentang metode barat

dalam dunia pendidikan Islam yang dikaji dari buku, artikel, dan

jurnal yang menjadi sumber data dalam penelitian ini

b. Menganalisis konsep pendidik dalam perspektif Muhammad Rasyid

Ridha yang berkaitan dengan tujuan pendidikan Islam, kurikulum,

metode, dan evaluasi pendidikan.

46
Lexy J. Moleong, op. cit, hlm. 220.
47
Soejono, Abdurrahman, Metode Penelitian Suatu Pemikiran dan Penerapan (Jakarta:PT Rineka
Cipta, 1999), hlm. 14.
33

Dalam pembahasan data, peneliti menggunakan metode pembahasan

sebagai berikut:

a. Metode Induksi, ialah suatu cara atau jalan yang dipakai untuk

mendapatkan ilmu pengetahuan ilmiah dengan bertitik tolak dari

pengamatan atas hal-hal atau masalah yang bersifat khusus, kemudian

menarik kesimpulan yang bersifat umum.48

b. Metode Deduksi, ialah suatu cara atau jalan yang dipakai untuk

mendapatkan pengtahuan ilmiah dengan bertitik tolak dari

pengamatan atas hal-hal atau masalah yang bersifat umum kemudian

menarik kesimpulan yang bersifat khusus.49

c. Metode komparasi, yaitu meneliti faktor-faktor tertentu yang

berhubungan dengan situasi atau fenomena yang diselidiki dan

membandingkan satu faktor dengan yang lain dan penyelidikan

bersifat komparatif.

6. Langkah-langkah Penelitian

Adapun langkah-langkah dalam penelitian, akan diuraikan dalam uraian

berikut ini:

a. Identifikasi dan pengumpulan data

Langkah ini dilakukan dengan cara menelusurui data-data

primer yang ditulis Muhammad Rasyid Ridha, khususnya yang terkait

tema pendidikan, baik berupa kitab, buku, maupun data elektronik.

Data yang ada akan di pilih yang kompetable terhadap permasalahan

pendidikan.

48
Sudarto, Metode Penelitian Filsafat (Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 1997), hlm. 57
49
Ibid, hlm. 58
34

b. Pembacaan data

Pembacaan terhadap teks buku yang ditulis Muhammad Rasyid

Ridha, yang menjadi objek penelitian ini, dimaksudkan untuk

menemukan pemahaman kunci dari pemikiran-pemikirannya. Dalam

tahapan ini teks dibiarkan berbicara sebagaimana apa adanya.

c. Kategorisasi

Data yang terkumpul dan telah dibaca apa adanya, kemudian

dikategorisasikan, guna menjawab berbagai persoalan yang terkait

dengan konsep integral pendidikan.

d. Analisis dan Interprestasi

Setelah tiga langkah tersebut dilakukan, maka untuk

berikutnya akan dilakukan penapsiran terhadap pemikiran

Muhammad Rasyid Ridha, dengan menggunakan bahasa peneliti

sendiri. Pada tahap ini peneliti mencoba melakukan interprestasi

arti dari teks yang tersurat, dan mencoba memahami arti yang

tersirat dari teks tersebut.

E. Penelitian terdahulu yang relevan

Sebagai upaya menghindari duplikasi, penulis melakukan penelusuran

terhadap penelitian-penelitian terdahulu yang relevan.

1. Al-Fikr At-Tarbawi inda Muhammad Rasyid Ridha. Tesis ini disusun Oleh

Abdul Ilah ubaid as-Suwath, pada Qism Tarbiyyah Al-Islamiyyah wal

Muqoronah, Univ Ummul Quro Mekah, KSA.


35

Rasyid Ridho berpandangan bahwa manusia terdiri dari fisik, jiwa dan

akal, dan masing-masing memerlukan haknya dengan kadar yang sama.

Hingga ketiganya memerlukan perhatian yang sama dalam pemenuhan

kebutuhannya. H. 140 oleh akrenanya manusia harus mempelajari ulum

kauniyah dan ulum syar’iyyah secara seimbang. H. 130

2. Muhammad Abduh dan Muhammad Rasyid Ridha. Skripsi (Studi

Perbandingan Pemikiran Pembaharuan Islam), Oleh Risda Nurhasanah,

NIM. A0221003, Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam, UIN Sunan

Ampel, Surabaya 2014.

Dari penelitian ini diperoleh beberapa masalah yang berkaitan dengan

masalah yang akan diteliti, yaitu, Umat Islam harus berpendidikan, karena

ini adalah awal mula umat Islam, Umat Islam harus menata kembali sistem

pendidikan yang ada pada masa tersebut melalui pembaharuan bidang

pemikiran dan kelembagaan.

3. Sayyid Muhammad Rasyid Ridha Dalam Pengembangan Islam. Skripsi

(Suatu Tinjauan Historis). Oleh, Andi Mappiaswan, Fakultas Adab dan

Humaniora, UIN Alauddin, Makasar. 2015. Dalam skripsi ini disimpulkan

bahwa pemikiran Rasyid Ridha dalam pendidikan yaitu umat Islam harus

memiliki kekuatan besar untuk menghadapi tantangan berat liberalism diera

modern.

4. Konsep Jihad (Studi komparatif Pemikiran Muhammad Rasyid Ridha dan

Sayyid Qutb). Skripsi ditulis Oleh, Syafi’I, NIM. 05360065, Jurusan

Perbandingan Madzhab dan Hukum Fak. Syariah UIN Sunan Kalijaga,

Yogyakarta, 2009. Dalam skripsi ini disimpulkan bahwa Muhammad


36

Rasyid Ridha memiliki pandangan terkait konsep Jihad, yaitu, pandangan

yang cenderung lebih inklusif (terbuka) dan Moderat (Tawassuth),

cenderung kearah jalan tengah dalam memaknai jihad. Ridha menafsirkan

jihad agak lebih longgar, yakni jihad tidak semata-mata melakukan

peperangan. Melainkan, yang bermakna secara harfiah adalah upaya jerih

payah seseorang, bisa ditransfer kedalam upaya-upaya perjuangan

pendidikan, dakwah, pengentasan kemiskinan, dan perbaikan system

pemerintahan.

Dari beberapa hasil penelitian terdahulu yang dipaparan di atas, terdapat

kesamaan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis yaitu tentang

sebab kemunduran umat Islam karena meninggalkan ilmu pengetahuan

modern. Akan tetapi dari kelima hasil tersebut tidak ada yang benar-benar

sama dengan masalah yang akan diteliti.

Pada Penelitian ini, penulis akan memfokuskan tentang pemikiran

Muhammad Rasyid Ridha yang terkait dengan Pendidikan Islam, sehingga

peneliti dapat memperoleh kesimpulan yang tepat sesuai dengan permasalahan

yang diteliti.

F. Sistematika penulisan

Penulisan tesis ini akan disajikan dalam lima bab.

Bab I: Pendahuluan, terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah,

tujuan penelitian, metode Penelitian, penelusuran hasil penelitian yang relevan,

dan sistematika penelitian.


37

Bab II: Landasan Teori, terdiri dari Tujuan, Kurikulum, Metodologi dan

Evaluasi Pendidikan Islam.

Bab III: Biografi Muhammad Rasyid Ridha, terdiri dari kelahiran, keadaan

sosial politik dan pengaruhnya bagi pemikiran Muhammad Rasyid Ridha,

Pemikiran serta karya-karyanya.

Bab IV: Konsep Pendidikan Islam menurut Muhammad Rasyid Ridha, terdiri

dari Tujuan, Kurikulum, Metode dan Evaluasinya

Bab V: Penutup terdiri dari kesimpulan dan rekomendasi.


BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tujuan Pendidikan Islam

Sebagai suatu kegiatan yang terencana, pendidikan Islam memiliki

kejelasan tujuan yang ingin dicapai. Akan sulit dibayangkan jika ada suatu

kegiatan yang tidak memiliki tujuan, demikian pentingnya sebuah tujuan

hingga banyak dijumpai para ahli melakukan kajian terkait tujuan pendidikan

Islam. Bebagai literature yang membahas pendidikan Islam senantiasa

merumuskan tujuan tersebut baik secara umum maupun khusus.

Sebelum membahas tentang tujuan pendidikan Islam, akan dibahas

terlebih tahulu tentang definisi tujuan pendidikan dan landasan teologisnya

dalam Islam.

1. Pengertian Tujuan

Di kalangan para ahli pendidikan masih terdapat perbedaan pendapat

mengenai pemakaian istilah tujuan. Hasan langgulung, mislanya

mengatakan bahwa istilah tujuan sendiri banyak dicampur-baurkan

penggunaannya dengan istilah maksud. Terkadang tampak berbeda, dan

terkadang tampak seerupa. Namun demikian, pada akhirnya ia menganggap

kedua istilah tersebut mempunyai arti yang sama.1

Istilah tujuan atau sasaran atau maksud dalam bahasa Arab dinyatakan

dengan ghayat atau ahdaf atau maqasid. Sedangkan dalam bahasa inggris,

istilah tujuan dinyatakan dengan goal atau purpose atau objective atau aim.

Secara umum istilah-istilah itu mengandung pengertian yang sama yaitu


1
Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam,hlm.47

38
39

perbuatan yang di arahkan kepada suatu tujuan tertentu, atau arah, maksud

yang hendak dicapai melalui upaya atau aktifitas.2

Tujuan adalah upaya yang dicanangkan oleh manusia,

diletakkannya sebagai pusat perhatiaan, dan demi merealisasikannya dia

menata tingkah lakunya. Tujuan itu cakupannya amat luas. Di dalam

tujuan tercakup berbagai masalah, yaitu mencakup keinginan, proses,

ramalan, dan maksud. 3 Setiap kegiatan dalam bentuk apapun senantiasa

memiliki tujuan, sebab kegiatan atau tindakan yang tidak memiliki

tujuan akan menjadi kurang berarti, terlebih pada pendidikan.4 Maka

dari itu ketika mendesain pendidikan, hal pertama dan terpenting yang

harus dilakukan adalah merumuskan tujuan yang hendak dicapai, karena

keberhasilan progam pendidikan 100% ditentukan oleh rumusan tujuan.

Untuk lebih mudahnya, bisa dikatakan bahwa mutu pendidikan akan segera

terlihat pada rumusan tujuan pendidikan tersebut.5

Tujuan merupakan sesuatu yang diharapkan tercapai setelah suatu

usaha atau kegiatan selesai. Maka pendidikan, karena merupakan suatu

usaha dan kegiatan yang berproses melalui tahap-tahap dan tingkatan-

tingkatan, tujuannya bertahap dan bertingkat. Tujuan pendidikan bukanlah

suatu benda yang berbentuk tetap dan statis, tetapi merupakan suatu

keseluruhan dari keperibadian seseorang, berknenaan dengan seluruh aspek

kehidupannya.6

2
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2004), hlm.155-156.
3
Al-Nahlawi, Ushul Al-Tarbiyah Al-Islamiyah Wa Asalibuha, (Beirut : Dar Al-Fikr Al-Mu’ashir,
1983), hlm. 105.
4
Dedeng Rosyidin, Konsep Pendidikan Formal Islam, hlm. 27.
5
Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islami, (Bandung : Rosda,2008), hlm.75.
6
Zakiyah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, hlm,29
40

2. Jenis Tujuan

Untuk memfokuskan pembahasan pada tujuan Pendidikan, maka

tujuan pendidikan dapat dibagi menjadi beberapa bagian;

a. Tujuan Umum

Ahmad Tafsir, membagi tujuan pendidiakan Islam kepada yang

bersifat umum dan khusus, menurutnya, untuk merumuskan tujuan

pendidikan Islam secara umum harus diketahui lebih dahulu ciri manusia

sempurna menurut Islam.7

Tujuan umum dapat diartikan pula dengan tujuan yang akan

dicapai dengan semua kegiatan pendidikan, baik dengan pengajaran atau

dengan cara lain. Yang tujuan tersebut meliputi seluruh aspek

kemanusiaan seperti sikap, tingkah laku, penampilan, kebiasaan, dan

pandangan. Tujuan umum ini berbeda pada setiap tingkat umur,

kecerdasan, situasi dan kondisi, de-ngan kerangka yang sama. Bentuk

insan kamil dengan pola takwa harus dapat tergambar pada pribadi

seseorang yang sudah dididik, walaupun dalam ukuran kecil dan mutu

rendah, sesuai dengan tingkat-tingkat tersebut.8

Tujuan umum pendidikan Islam harus dikaitkan pula dengan tujuan

pendidikan Nasional Negara tempat pendidikan Islam itu dilaksanakan

dan harus dikaitkan pula dengan tujuan institusional lembaga yang

menyelenggarakan pendidikan tersebut. Tujuan umum tidak mungkin

7
Abudin Nata, Op.Cit.h.48
8
Zakiyah Daradjat,.Op.Cit.Hlm.30
41

tercapai tanpa melalui proses pengajaran, pengalaman, pembiasaan,

penghayatan dan keyakinan akan kebenarannya.9

b. Tujuan Akhir

Pendidikan Islam itu berlangsung selama hidup, maka tujuan

akhirnya terdapat pada waktu hidup di dunia berakhir. Karena itulah

pendidikan Islam berlaku selama hidup untuk menumbuhkan, memupuk,

mengembangkan, memelihara dan mempertahankan tujuan pendidikan

yang telah dicapai.

Tujuan akhir itu dapat dipahami dalam firman Allah SWT. (QS.

Ali Imron:102).

‫ََٰٓيأَي َها ٱلَّذِينَ َءا َمنواْ ٱتَّقواْ ٱ َّّللَ َح َّق تقَا ِت ِۦه َو َال تَموت َّن ِإ َّال َوأَنتم‬
١٠٢ َ‫م ۡس ِلمون‬
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada
Allah dengan sebenar-benarnya Takwa; dan janganlah kamu mati
kecuali dalam keadaan muslim (menurut ajaran Islam)”

Mati dalam keadaan berserah diri kepada Allah SWT sebagai

muslim merupakan ujung dari takwa sebagai akhir dari proses hidup jelas

berisi kegiatan pendidikan10

c. Tujuan Sementara

Tujuan sementara yaitu tujuan yang akan dicapai setelah anak didik

diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam suatu

kurikulum pendidikan formal. Tujuan operasional dalam bentuk tujuan

instruksional yang dikembangkan menjadi tujuan instruksional umum

9
Ibid.h.30
10
Ibid.31
42

dan khusus, dapat dianggap tujuan sementara dengan sifat yang

berbeda.11

d. Tujuan Operasional

Tujuan operasional yaitu tujuan praktis yang akan dicapai dengan

sejumlah kegiatan pendidikan tertentu. Satu unit kegiatan dengan bahan-

bahan yang sudah dipersiapkan dan diperkirakan akan mencapai tujuan

tertentu. Dalam tujuan operasional ini lebih menonjolkan suatu

kemampuan dan keterampilan tertentu dibandingkan dengan penghayatan

dan keperibadian.12

Selain pembagian diatas, didapati juga yang mengatakan bahwa tujuan

pendidikan adalah perubahan-perubahan yang diinginkan pada tiga bidang-

bidang asasi yang terbagi menjadi tiga yaitu ;13

a. Tujuan individual, yang berkaitan dengan setiap individu dan mengarah

kepada perubahan tingkah laku, aktivitas, pencapaian serta persiapan

menjalani kehidupan dunia dan akhirat.

b. Tujuan Sosial, yang berkaitan dengan kehidupan bermasyarakat dan

tingkah laku masyarakat secara umum. Terlait dengan perubahan yang

diinginkan, memperkaya pengalaman dan kemajuan.

c. Tujuan professional yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran

sebagai ilmu, seni, profesi, dan aktivitas dari beberapa aktivitas yang ada

di masyarakat.14

11
Ibid.32
12
Ibid, hlm.32
13
Ulil Amri Syafri, Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur’an, hlm.45
14
Ibid
43

Al-Attas berpandangan bahwa tujuan pendidikan Islam pada dasarnya

berusaha mewujudkan manusia baik, yang sempurna, atau universal yang

sesuai dengan fungsi utama diciptakannya. Dengan membawa dua misi secara

bersamaan yaitu sebagai hamba Allah dan khalifah di Bumi.15

B. Kurikulum Pendidikan

Manusia diciptakan oleh Allah SWT untuk menjadi khalifah di muka

bumi dan mejalankan tugas utamanya sebagai seorang hamba yaitu

mengabdikan dirinya hanya kepada Allah SWT. Lembaga Pendidikan Islam

adalah salah satu faktor terpenting dalam mewujudkan manusia yang

berkualitas dan beradab. Untuk membangun lembaga pendidikan Islam yang

unggul dan berkualitas maka dibutuhkan langkah-langkah profesional.

Dalam proses penyelenggaraannya, lembaga pendidikan Islam harus

dikelola dengan sungguh-sungguh, baik, benar, teratur, dan penuh dengan

perencanaan. Sesuatu yang dilakukan dengan sungguh-sungguh, baik, teratur,

dan terencana dapat memberikan peluang yang besar dalam pencapaian tujuan

yang dikehendaki, termasuk pencapaian tujuan pendidikan.

Dalam ajaran Islam perencanaan merupakan sesuatu yang disyari’atkan,

hal ini tergambar dalam kisah Nabi Yusuf saat membuat rencana makro

berjangka panjang tentang persiapan atau perencanaan pangan. 16 Diantara

langkah yang perlu mendapatkan perhatian khusus adalah perencanaan

kurikulum. Hal ini dijelaskan Allah SWT dalam QS. Yusuf ayat 47- 49 :

Yusuf berkata: "Supaya kamu bertanam tujuh tahun (lamanya)


sebagaimana biasa; Maka apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan
15
Ibid. hlm.47
16
Safaruddin, Manajemen Pendidikan Islam, (Jakarta, Ciputat Press, 2005), hlm. 188
44

dibulirnya kecuali sedikit untuk kamu makan. Kemudian sesudah itu


akan datang tujuh tahun yang amat sulit, yang menghabiskan apa yang
kamu simpan untuk menghadapinya (tahun sulit), kecuali sedikit dari
(bibit gandum) yang kamu simpan. Kemudian setelah itu akan datang
tahun yang padanya manusia diberi hujan (dengan cukup) dan dimasa
itu mereka memeras anggur."

Kisah Nabi Yusuf ini menjadi pelajaran bagi setiap muslim, betapa

pentingnya merencanakan tindakan untuk mengatasi keperluan masa depan.

Dalam konsep perencanaan, terkandung sifat tawakal sebagai refleksi dari

kekuatan tauhid kepada Allah SWT. Menurut Qardhawi yang dikutip oleh

Syafaruddin, tawakkal kepada Allah SWT tidak berarti mengenyampingkan

segala sebab atau mengabaikan sunnah (hukum) yang diberikan Allah untuk

mengatur segala yang ada. Jadi, perencanaan ( mempersiapkan sesuatu untuk

mencapai tujuan di masa depan), menyediakan sumber daya pendukung dalam

pelaksanaan, melaksanakan kegitan dengan sebaik-baiknya, kemudian

bertawakkal adalah proses perencanaan dan pelaksanaan yang baik menuju

keridhaan Allah Swt.17

Begitu juga ketika seseorang ingin mendirikan lembaga pendidikan.

Berbagai perencanaan akan menjadi modal awal berdirinya lembaga tersebut.

Diantaranya adalah perencanaan kurikulum karena kurikulum merupakan salah

satu substansi manajemen sekolah/madrasah yang sangat vital.

1. Pengertian kurikulum

Istilah kurikulum pada awal mulanya digunakan dalam dunia olah

raga pada zaman yunani kuno. Kurikulum berasal dari curriculum artinya

pelari dan curure artinya tempat berpacu. Jadi, kurikulum diartikan jarak

17
Ibid
45

yang harus ditempuh oleh pelari. Dari makna yang terkandung dari kata

tersebut, kurikulum secara sederhana dapat diartikan sebagai sejumlah mata

pelajaran yang harus ditempuh, diselesaikan anak didik untuk memperoleh

ijazah.18

Dalam kosakata bahasa arab, kata kurikulum dikenal dengan kata

“manhaj” yang berarti jalan terang atau jalan terang yang dilalui oleh

manusia pada berbagai kehidupannya. 19 Menurut Ali Al-Khouly adalah

seperangkat perencanaan untuk mengantarkan lembaga pendidikan dalam

mewujudkan tujuan pendidikan yang diinginkan.20

Secara istilah pengertian kurikulum menurut beberapa ahli ilmu

pendidikan adalah sebagai berikut:

a. Ahmad Tafsir menjabarkan bahwa kurikulum dapat diartikan menjadi

dua macam:

1) Sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh atau dipelajari siswa

disekolah atau perguruan tinggi untuk memperoleh ijazah tertentu.

2) Sejumlah mata pelajaran yang ditawarkan oleh suatu lembaga

pendidikan atau jurusan.

b. Menurut Tailor dalam Nanang Fatah dan Aceng Muhtaram (1991), yaitu:

1) Perangkat bahan ajar

2) Rumusan hasil belajar yang dikehendaki

3) Penyedian kesempatan belajar

18
A. Heris Hermawan, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Direktorat jendral pendidikan Islam
kementrian agama RI, 2012), hlm. 224
19
Khaerudin. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Konsep Dan Implementasinya Di
Madrasah).( Pilar Media-MDC Jateng: 2007), hlm.23
20
A. Heris Hermawan, Filsafat Pendidikan Islam, hlm. 224
46

4) Kewajiban peserta didik.21

c. Menurut hasan langgulung, Kurikulum adalah sejumlah pengalaman

pendidikan, kebudayaan, sosial, olahraga, dan kesenian baik di dalam

maupun di luar kelas yang dikelola sekolah.22

d. Menurut Rahmat Rosyadi, Kurikulum dapat diartikan sebagai

seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan

pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan

kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. 23

Sedangkan definisi kurikulum sebagaimana yang tercantum dalam

Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem pendidikan nasional

adalah “seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan

pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan

kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.24

2. Ruang lingkup kurikulum

Para perancang kurikulum dewasa ini menetapkan ruang lingkup

kurikulum. Abuddin Nata membagi ruang lingkup kurikulum menjadi

empat bagian, yaitu:

1) Bagian yang berkenaan dengan tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh

proses belajar mengajar.

2) Bagian yang berisi pengetahuan, informs-informasi, data aktivitas-

aktivitas dan pengalaman-pengalaman yang merupakan bahan bagi

21
Sobry Sutikno, Manajemen Pendidikan, (Lombok: holictica, 2012), hlm. 72
22
Djumransjah, Filsafat Pendidikan, (Malang: Kutub Minar 2005), hlm.76
23
Rahmat Rosyadi, Pendidikan Islam dalam Perspektif Kebijakan Pendidikan Nasional, (Bogor:
UIKA, 2013), hlm.231.
24
Ibid. hlm. 76
47

penyusunan kurikulum isinya berupa mata pelajaran yang kemudian

dimasukkan dalam silabus.

3) Bagian yang berisi metode dan cara menyampaikan mata pelajaran

yang disampaikan mata pelajaran tersebut.

4) Bagian yang berisi metode dan cara melakukan penilaian dan

pengukuran atas hasil pengajaran mata pelajaran tertentu.25

3. Komponen kurikulum

Kurikulum sebagai sebuah sistem terdiri dari beberapa komponen

atau bagian-bagian yang saling mendukung dan membentuk satu kesatuan

yang bersifat harmonis, tidak saling bertentangan. Djumransjah

menjelaskan Kurikulum sebagai suatu program pendidikan dan akan

direncanakan. Ia membagi komponen-komponen pokok kurikulum sebagai

berikut:

a. Tujuan.

Untuk mencapai sejumlah tujuan pendidikan diperlukan suatu

program melalui kurikulum. Tujuan itulah yang dijadikan arah atau

acuan segala kegiatan pendidikan yang dilaksanakan. Keberhasilan atau

tidaknya program pengajaran disekolah dapat diukur pada seberapa jauh

dan banyaknya pencapaian tujuan-tujuan tersebut.

b. Isi

Isi program kurikulum adalah segala sesuatu yang diberikan

kepada peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar untuk mencapai

tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Isi kurikulum mencakup

25
Djumransjah, Filsafat Pendidikan, (Malang: Kutub Minar 2005), hlm. 77
48

bidang-bidang studi yang diajarkan dan isi program masing-masing

bidang studi. Jenis-jenis bidang studi ditentukan berdasarkan tujuan

institusional sekolah yang bersangkutan. Isi program inilah yang

disebut dengan silabus.

c. Organisasi

Yaitu struktur program kurikulum yang berupa kerangka

program-program pengajaran yang akan disampaikan kepada peserta

didik.

d. Strategi

Startegi adalah cara yang ditempuh dalam melaksanakan

pengajaran, penilaian, bimbingan dan konseling, pengaturan kegiatan

sekolah secara keseluruhan, penilaian alat, media maupun metode

pengajaran dan sebagainya.

Sedangkan komponen kurikulum menurut H. Ramayulis terdiri dari

berbagai aspek, meliputi tujuan, isi, media, strategi, proses, dan evaluasi

dengan penjelasan sebagai berikut:26

1. Tujuan yang ingin dicapai meliputi:

a) tujuan akhir

b) tujuan umum

c) tujuan khusus

d) tujuan sementara.

2. Isi kurikulum berupa mata pelajaran yang diprogram untuk mencapai

tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.

26
Rahmat Rosyadi, Pendidikan Islam dalam Perspektif …, hlm. 95
49

3. Media (sarana dan prasarana) sebagai sarana perantara dalam

pembelajaran untuk menjabarkan isi krurikulum agar lebih mudah

dipahami oleh peserta didik.

4. Strategi merujuk pada pendekatan dan metode serta teknik mengajar

yang digunakan. Dalam strategi termasuk juga komponen penunjang

lainnya seperti, sistem administrasi, pelayanan bimbingan dan

konsultasi, remedial, pengayaan dan sebagainya.

5. Proses pembelajaran akan terjadi perubahan tingkah laku pada diri

peserta didik sebagai indikator keberhasilan pelaksanaan kurikulum.

6. Evaluasi (penilaian) dapat diketahui melalui pencapaian tujuan.

4. Prinsip-prinsip Kurikulum Pendidikan Islam

Ibnu Khaldun, mengungkapkan tentang prinsip-prinsip yang

dijadikan landasan dalam penyusunan kurikulum pendidikan Islam,

yaitu:27

a. Integritas

Prinsip ini mewujudkan keterpaduan pembentukan kepribadian

subjek didik secara utuh, optimal, baik secara kognitif, afektif dan

psikomotorik. Belajar harus melibatkan rasa, cipta, dan karsa secara

serentak.

Pandangan ini pula berwujud tidak adanya pemilahan antara ilmu-

ilmu teoritis dan praktis. (QS. An Nahl: 97)

“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki


maupun perempuan dalam keadaan beriman, Maka Sesungguhnya

27
Endin Mujahidin, Dkk, Perencanaan Pendidikan, (Bogor: Unida Press, 2009), hlm. 86
50

akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik, dan


Sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan
pahala yang lebih baik dari apa yang Telah mereka kerjakan.”

b. Keseimbangan

Meskipun Ibn Khaldun meletakkan ilmu-ilmu naqliyah pada

peringkat pertama ditinjau dari urgensinya bagi subjek didik karena

membantunya untuk hidup dengan baik, namun ia meletakkan ilmu-

ilmu naqliyah yang tidak kalah penting kemuliaan dan kepentingannya

dari ilmu-ilmu naqliyah. Berbeda dengan Al-Ghazali, Ibn Khaldun

tidak membagi ilmu menjadi fardhu ‘ain dan fardhu kifayah. Baginya

secara substansial, kedua jenis ini penting dilihat dari segi

kebutuhannya. Prioritas diselaraskan dengan tingkat perkembangan

anak didik dengan sesuai tingkat kebutuhannya masing-masing. Secara

implisit, prinsip ini mengandung adanya keseimbangan relative antara

tujuan dan kandungan kurikulum. Keseimbangan ini dapat dilihat pada

ayat berikut; (QS. Ar Rahman: 7-9):

ْ َ ‫ض َع ْال ِميزَ انَ أ َ َّال ت‬


‫طغ َْوا ِفي‬ َ ‫س َما َء َرفَعَ َها َو َو‬
َّ ‫َوال‬
َ‫ان َوأَقِيموا ْال َو ْزنَ ِب ْال ِق ْس ِط َو َال ت ْخسِروا ْال ِميزَ ان‬ ِ َ‫ْال ِميز‬
“Dan Allah Telah meninggikan langit dan dia meletakkan neraca
(keadilan). Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca
itu.Dan Tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu
mengurangi neraca itu.”

c. Menyeluruh

Prinsip ini menjadikan pengajaran bersifat umum, mencakup

aspek-aspek berbagai ilmu pengetahuan. Prinsip ini menghendaki

tujuan dan kandungan kurikulum yang tidak mengarah kepada


51

spesialisasi sempit, tetapi menekankan pada pengajaran menyeluruh.

QS. Al baqarah: 208.

‫يَا أَي َها الَّذِينَ آ َمنوا ا ْدخلوا فِي الس ِْل ِم َكافَّةً َو َال تَت َّ ِبعوا‬
ٌ ‫ان ِإنَّه لَك ْم َعد ٌّو م ِب‬
‫ين‬ ِ ‫ط‬َ ‫ش ْي‬
َّ ‫ت ال‬
ِ ‫خط َوا‬
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam
keseluruhan, dan janganlah kamu turuti langkah-langkah syaitan.
Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.”

d. Orientasi pada tujuan

Kurikulum sebagai seperangkat rencana kegiatan, dirancang

dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan. Diantara tujuan

pendidikan Islam ialah beribadah kepada Allah Swt. (QS adz dzariyat:

56)

ِ ‫س ِإ َّال ِليَ ْعبد‬


‫ون‬ ِ ْ ‫َو َما َخلَ ْقت ْال ِج َّن َو‬
َ ‫اإل ْن‬
“Dan tidaklah aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk
beribadah”,

e. Kontinuitas

Sesuai dengan teori tadrij, bahwa belajar merupakan proses yang

berlangsung secara berkesinambungan, maka perangkat kegiatan

kurikuler diusahakan berlangsung secara continue dengan kegiatan-

kegiatan kurikuler lainnya, ketersambungan itu bisa vertikal (bertahap,

berjenjang) maupun horizontal (berkelanjutan).

f. Sinkronisasi

Seluruh kegiatan kurikuler haruslah seirama, searah dengan

tujuan. Karena itu kegiatan kurikuler jangan sampai menjadi


52

penghambat, berlawanan, atau mematikan kegiatan-kegiatan kurikuler

yang lainnya.

g. Relevan

Kurikulum dirancang sedemikian rupa, agar relevan dengan

tuntutan masyarakat. Kurikulum yang dirancang tersebut harus sesuai

dengan ilmu pengetahuan, teknologi, perkembangan sosial, dan

tuntutan zaman dimana objek didik itu berada.

h. Efisiensi

Kegiata kurikuler diusahakan agar menggunakan waktu, tenaga,

biaya, dan sumber-sumber lain secara cermat dan tepat. Penggunaan

keefisiensian juga akan berpengaruh terhadap sumber lainnya.

i. Efektif

Kegiatan kurikuler sedapat mungkin diatur sedemikian rupa,

sehingga dapat berhasil tepat guna, yakni tercapainya tujuan

pendidikan, dengan mengenyampingkan kegiataan-kegiatan yang sia-

sia, seperti memberikan pelajaran terlalu banyak yang dapat menguras

tenaga murid.

5. Bentuk pengorganisasian kurikulum

Terdapat empat bentuk pengorganisasian kurikulum, yang bisa

diterapkan dalam lembaga pendidikan, (sekolah/madrasah) yaitu:

a. Separated subject curriculum

Kurikulum ini menyajikan segala bahan pelajaran dalam

berbagai macam mata pelajaran (subject) yang terpisah-pisah satu sama


53

lain, seakan-akan ada batas pemisah antara mata pelajaran yang satu

dengan yang lain, juga antar satu kelas dengan kelas yang lain.

b. Correlated curriculum

Bentuk ini menghendaki agar mata pelajaran satu sama lain ada

hubungan, bersangkut paut (correlated) walaupun mungkin batas-batas

yang satu dengan yang lain masih dipertahankan. Korelasi dapat

dilakukan dengan berbagai macam cara, yaitu: 1) antara dua mata

pelajaran diadakan hubungan secara incidental; 2) terdapat hubungan

lebih erat, apabila suatu pokok bahasan tertentu dibahas dalam berbagai

mata pelajaran; 3) mempersatukan beberapa mata pelajaran dengan

menghilangkan batas masing-masing

6. Fungsi Kurikulum

Fungsi kurikulum identik dengan pengertian kurikulum itu sendiri

yang berorientasi pada pengertian kurikulum seara luas, maka menurut

khaeruddin fungsi kurikulum diantaranya sebagai berikut:28

a. Sebagai pedoman penyelenggaraan pendidikan pada suatu tingkatan

lembaga pendidikan tertentu dan untuk memungkinkan pencapaian

tujuan dari lembaga pendidikan tersebut.

b. Sebagai batasan dari program kegiatan (bahan pengajaran) yang akan

dijalankan pada suatu semester, kelas, maupun pada tingkat pendidikan

tersebut.

28
. Endin Mujahidin, dkk, Perencanaan Pendidikan, hlm. 86
54

c. Sebagai pedoman guru dalam penyelenggaraan proses belajar mengajar,

sehingga kegiatan yang dilakukan guru dengan murid terarah kepada

tujuan yang ditentukan.

Begitu pentingnya kurikulum dalam suatu lembaga pendidikan maka

kurikulum tidak bisa dipandang sebelah mata. Menyusun kurikulum

haruslah didasari dengan perencanaan yang matang, ilmu yang mendalam

dan pengetahuan yang luas, serta pertimbangan berbagai aspek baik

psikologis, sosial, budaya, dan tentunya agama. Kesalahan dalam

menyusun kurikulum bukan hanya merusak sistem pendidikan hingga

tidak efektif tapi lebih jauh lagi dapat menghancurkan kerusakan sebuah

generasi suatu bangsa bahkan tidak menutup kemungkinan kerusakan

tersebut akan diwarisi ke generasi setelahnya.

C. Metode Pendidikan

1. Pengertian Metode

Seorang pendidik hendaknya meniru metode pengajaran yang

dicontohkan oleh Rasulullah SAW. beliau telah memperoleh pendidikan

secara langsung dari Rabbnya,”Addabani Rabbi Fa Ahsana Ta’dibi”,

Tuhanku telah mendidikku, sehingga menjadikan baik pendidikanku.

Dalam bahasa arab kata metode diungkapkan dalam bentuk kata

thariqah yang berarti jalan, dan manhaj yang berarti sistem, serta wasilah

yang berarti perantara. Dari kedua bahasa tersebut sepertinya tidak

terjadi perbedaan makna.29

29
lihat Muhammad Fu’ad Abd Baqi, Mu’jam Al-Mufahras Lii Al-Fadz Al-Qur’an, (Beirut :
Dar Fikr, 1987), hlm. 286.
55

Adapun dari segi bahasa metode berasal dari dua perkataan, yaitu

meta dan hodos. Meta berarti melalui dan hodos berarti jalan atau cara.30

Adapun secara istilah, menurut Abuddin Nata metodologi dapat

diartikan sebagai cara-cara yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan

pendidikan yang telah ditetapkan, yaitu perubahan-perubahan kepada

keadan yang lebih baik dari sebelumnya. Dengan demikian, metode ini

terkait dengan perubahan dan perbaikan.31

Sedangkan menurut Hasan Langgulung, metodologi pendidikan

bermakna bagaimana cara atau jalan yang dilalui untuk mencapai tujuan

pendidikan, di mana dalam hal ini adalah pendidikan Islam yang

berorientasi pada pembinaan manusia mukmin sebagai makhluk Allah

Subhanahu wa Ta'ala.32

Dalam tataran konseptual, metodologi pendidikan dalam Islam, selalu

berlandaskan pada aspek-aspek yang terkandung dalam ajaran Islam itu

sendiri yang bersumber dari Al-Qur‘an, dan Sunnah, serta dapat

didukung oleh ijtihad dan kajian pemikiran ulama-ulama Islam yang

kompeten dalam bidang-bidangnya yang kesemuanya ini terkumpul

dalam khasanah keilmuwan Islam shohihah, yaitu Turats. Al-Qur‘an

dan Sunnah inilah yang menjadi landasan pokok dalam metodologi

pendidikan Islam yang harus digunakan secara hierarkis. AlQur‘an harus

didahulukan, jika tidak ditemukan suatu penjelasan di dalamnya, maka

harus dicari dalam Sunnah. Adapun ijtihad dan kajian para ulama

30
Arifin Ilham, Ilmu pendidikan Islam: Suatu tinjauan teoritis dan praktis berdasarkan
pendekatain terdisipliner, (Jakarta, Bumi Aksara.1991), hlm.61
31
lihat Abudin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, hlm 22.
32
Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan; Suatu Analisa Psikologis, Filsafat dan
Pendidikan, (Jakarta: Pustaka al-Husna Baru, 2004), hlm. 35
56

kontemporer dapat dijadikan sebagai rujukan sekunder sebagai bahan

pendukung dalam proses pengembangan pendidikan Islam. Namun

pengembangan pendidikan Islam tetap harus teraktualisasi dari Al-

Qur‘an dan Hadits yang harus selalu digali dan diteliti untuk mencapai

tujuan yang sesungguhnya.33

Secara prinsip, metodologi pendidikan Islam tersebut, berbeda

jauh dengan metodologi pendidikan Barat. Metodologi yang dikembangkan

Barat dibangun di atas tradisi budaya yang diperkuat dengan spekulasi

filosofis yang terkait dengan kehidupan sekular yang memusatkan

manusia sebagai makhluk rasional, dan sengaja membuang pesan-pesan

wahyu, nilai-nilai ketuhanan, atau dimensi spiritual. Akibatnya, ilmu

pengetahuan serta nilai-nilai etika dan moral, yang diatur oleh rasio

manusia, terus menerus berubah. Sehingga dari cara pandang yang

seperti inilah pada akhirnya akan melahirkan ilmu-ilmu sekuler.34

2. Fungsi Metode

Tentang fungsi metode secara umum dapat dikemukakan sebagai

pemberi jalan atau cara sebaik mungkin bagi pelaksanaan operasional dari

ilmu pendidikan tersebut. Sedangkan dalam konteks lain metode merupakan

sarana untuk menemukan, menguji, dan menyusun data yang diperlukan

bagi pengembangan disiplin suatu ilmu.35

33
Ulil Amri Syafri, Metodologi Pendidikan Akhlak Dalam Perspektif Al-Qur’an, (Bogor :
Disertasi UIKA,2011.)
34
Ibid
35
Imam Barnadib, Filsafat Pendidikan, Sistem dan Metode, (Yogyakarta, Yayasan Penerbitan
IKIP, 1990),Cet ke-6, hlm. 85
57

3. Macam-macam metode

Ada beberapa metode pendidikan yang harus menjadi perhatian bagi

para pendidik, di antaranya adalah:

a. Metode Keteladanan

Pemberian keteladanan dalam proses pembelajaran dapat

memberikan gambaran pasti, kejelasan, penerangan, pemahaman, dan

kemudahan untuk diingat oleh peserta didik. Keteladanan adalah sarana

paling efektif untuk menuju keberhasilan, sebagaimana Allah

menjadikan Rasulullah sebagai teladan dalam kehidupan tidak

terkecuali dalam proses pendidikan QS. Al-Ahzab: 21.

“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan


yang baik bagimu, yaitu bagi orang yang mengharap rahmat Allah
dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”

Konsep keteladanan seorang pendidik sangatlah penting untuk

menemukan hasil yang maksimal. Jika seorang pendidik jujur,

dapat dipercaya berakhlak mulia, berani, dan menjauhkan diri dari

perbuatanperbuatan yang bertentangan dengan agama, maka dalam diri

anak akan terbentuk pribadi yang jujur, terbentuklah akhlak mulia,

berani, menjauhkan diri dari segala perbuatan yang munkar. Begitu

juga sebaliknya, jika sifat pendidik selalu berbohong, khianat, atau

durhaka, maka anak yang dididik tidak akan jauh berbeda dari

sifat pendidiknya.36

b. Metode Pembiasaan

36
Ibid.
58

Melalui pengulangan maka sebuah proses pendidikan akan lebih

mudah dalam mencapai tujuannya. Baik pengulangan dalam

pengetahuan atau praktik keterampilan.37

Banyak dijumpai dalam Al-Qur’an dan Hadits terkait metode

Rasulullah dalam mempraktikan metode pengulangan.

c. Metode kisah atau cerita

Cerita atau kisah memiliki daya tarik yang besar untuk menarik

perhatian manusia. Selain itu, cerita juga lebih lama melekat dan

meninggalkan kesan mendalam dalam jiwa.

Al-Qur’an banyak menceritakan kisah umat terdahulu sebagai

sarana memberikan pelajaran bagi kaum muslimin. Kisah dalam Al-

Qur‘an memiliki tujuan akidah, pendidikan, dan kejiwaan. ada empat

macam: pertama, kisah para nabi dan umatnya; kedua, kisah umat

masa lalu, seperti Thalut dan Jalut, ashhabul kahfi, ashhabul

ukhdud, dan Dzul Qarnain; ketiga, kisah peperangan pada masa

Nabi, seperti perang Badar dan Uhud; Kisah hijrah dan Isra Mi‘raj;

keempat, kisah tentang hal ghaib, akhirat.38

Beberapa hal perlu diperhatikan sebelum menyampaikan kisah.

Pertama, kisah harus memerhatikan pembaca dan pendengar dalam

mengambil pelajaran; kedua, memenuhi selera pembaca dengan

ragam kisah: kisah Al-Qur‘an, para nabi, para sahabat, pejuang

muslim, dan orang saleh; ketiga, menghindari kisah yang

menimbulkan ketakutan, kecemasan, kegelisahan bagi anak-anak;

37
Suharno, Imam Nur, Muhammad the great Educator, Surakarta, Bina Insani Press,2012, hlm.46
38
- Muhammad Abdussalam Al-Ajami, Al-Tarbiyah al-Islâmiyah: Al-Ushul wa AlTathbiqat,
(Riyadh: Dar Al-Nasyir Al-Dauli, 2006),hlm.135-136.
59

keempat, menghindari kisah yang hedonis, horor, dan perilaku buruk,

dan mencela orang lain.

Karena itu, kisah hendaknya dipilih sesuai dengan tingkatan usia,

dikemas dengan cara yang dapat menembus perasaan secara mudah,

mendorongnya untuk melakukan kebaikan, berpengaruh teguh pada

nilai-nilai keutamaan, menyadari pengawasan Allah dan serta jauh dari

sifat tercela.39

d. Metode ceramah

Metode ceramah atau mauidzoh adalah pemberian dan

penyampaian informasi yang dapat memberikan pengetahuan, sikap,

dan keterampilan untuk mengerjakan suatu kebaikan agar tercapainya

kemaslahatan umat dalam rangka mengabdi kepada Allah SWT.40

Agar metode ceramah dapat efektif, perlu diterapkan dan

digunakan bahasa yang baik dan benar, teknik tersebut diisyaratkan

dalam Al-Qur’an sebagai berikut :41

e. Metode Motivasi (Penghargaan dan Hukuman)

Metode ini merupakan salah satu teknik untuk membangkitkan

semangat peserta didik untuk terus belajar, sehingga merasa senang

dalam melaksanakan suatu perintah. Disamping itu, metode ini

memberikan gambaran yang sangat membahayakan terhadap perbuatan

39
Ibid. h.43
40
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta:Prenada media Grup, 2006),
hlm.184
41
Imam Nur Suharno, Muhammad the great Educator.hlm.41
60

buruk, sehingga menjauhkan diri dari segala perbuatan yang

mendatangkan kesulitan hidupnya.42

f. Metode Perumpamaan

Metode perumpamaan merupakan metode pendidikan yang

digunakan pendidik kepada anak didik dengan cara memajukan

berbagai perumpamaan agar materinya mudah dipahami. “Dan sungguh

kami telah membuat bagi manusia di dalam Al-Quran ini setiap

perumpama-an, supaya mereka mendapat pelajaran.” QS.Al-Zumar:

27. Ayat ini merupakan dalil naqli bahwa Islam menggunakan

perumpamaan sebagai metode dalam menyeru manusia pada kebenaran

sehingga mereka mau mengikuti petunjuk Allah. Metode

perumpamaan ini memiliki tujuan psikologis-edukatif seperti

memudahkan pemahaman suatu konsep sebab manusia itu

cenderung menyukai hal-hal yang konkret. Metode ini juga dapat

mempengaruhi emosi yang sejalan dengan konsep yang

diumpamakan dan untuk mengembangkan aneka rasa ingn tahu.

Metode ini juga membina akal untuk terbiasa berpikir secara valid

dan logis serta mampu menciptakan motivasi yang menggerakkan

aspek emosi dan mental manusia.43

g. Metode Dialog atau Diskusi

Pendidikan dan pembinaan dalam Al-Qur’an juga menggunakan

metode Diskusi atau dialog dengan berbagai variasi yang indah,

42
Ibid, hlm. 45
43
Al-Nahlawi, Ushûl al-Tarbiyah al-Islâmiyyah, hlm. 246-254
61

sehingga pengkaji merasa ikut terlibat langsung didalamnya. Metode

dialog ini banyak dijumpai dalam Al-Qu’an.44

Metode Dialog atau diskusi dalam Al-Qur’an bertujuan untuk

lebih memantapkan pengertian dan sikap pengetahuan peserta didik

dalam suatu masalah.45

Al-Qur’an sebagai kitab suci tidak akan pernah habis digali

isinya. Demikian juga tentang masalah metode pendidikan, sangat

memungkinkan untuk dkembangkan lebih lanjut. Muzayin Arifin

mengatakan tidak kurang dari lima belas metode pendidikan yang dapat

diambil dari Al-Qur’an yang diantaranya metode-metode yang telah

disebutkan diatas.46

Dari beberapa uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa dalam

pendidikan Islam metode merupakan sesuatu yang mendapat perhatian

sangat besar. Al-Qur’an dan As-Sunah sebagai sumber ajaran Islam

yang berisi prinsip atau pokok ajaran dan petunjuk yang dapat dipahami

serta diinterpretasikan menjadi konsep-konsep tentang metode.

D. Evaluasi Pendidikan

Ketercapaian tujuan pendidikan dalam sebuah proses pendidikan

sangat dibutuhkan untuk acuan perbaikan, untuk mengetahui apakah proses

pendidikan berhasil atau tidak, maka diperlukan suatu tindakan untuk

menilai sejauh apa ketercapaian dari tujuan yang telah dicanangkan. Oleh

karenanya dibutuhkan evaluasi dalam proses pendidikan.

44
Ulil Amri Syafri, Pendidikan karakter berbasis Al-Qur’an.hlm.133
45
HM, Arifin, Ilmu pendidikan Islam, hlm.75
46
Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, hlm.107
62

1. Definisi Evaluasi

Evaluasi pendidikan memiliki kedudukan yang amat strategis,

karena hasil dari evaluasi dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam

melakukan perbaikan kegiatan pendidikan.

Ajaran Islam memberikan perhatian terhadap kegiatan evaluasi

dalam pendidikan, Al-Qur’an memberitahukan bahwa kegiatan evaluasi

merupakan suatu tugas penting dalam rangkaian proses pendidikan.

sebagiamana firmannya (QS. Al-Baqarah:31-32.);

‫ضه ْم َعلَى ا ْل َم َالئِ َك ِة‬


َ ‫َو َعلَّ َم آدَ َم ْاأل َ ْس َما َء كلَّ َها ث َّم َع َر‬
‫ قَالوا‬, َ‫صا ِدقِين‬ ِ ‫فَقَا َل أ َ ْنبِئونِي بِأ َ ْس َم‬
َ ‫اء هَؤ َال ِء إِ ْن ك ْنت ْم‬
‫ت ْالعَ ِليم‬
َ ‫س ْب َحان ََك َال ِع ْل َم لَنَا ِإ َّال َما َعلَّ ْمت َنَا ِإنَّ َك أ َ ْن‬
‫ْال َح ِكيم‬
“Dan dia mengajarkan kepada Adam As, nama-nama (benda)
seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu
berfirman “Sebutkanlah kepada Ku nama-nama benda itu jika kamu
memang orang-rang yang benar”, mereka menjawab” Maha suci
Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain apa yang telah Engkau
ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah yang maha
mengetahui lagi maha Bijaksana”.

Abudin Nata menyimpulkan, dalam gambaran tersebut setidaknya

terdapat empat hal yang perlu diketahui,pertama, Allah Swt. bertindak

sebagai pendidik yang memberikan pendidikan kepada Nabi Adam As.

Kedua, Para malaikat tidak dapat menyebutkan nama-nama benda yang

ditanyakan karena mereka tidak memperoleh pendidikan sebagaimana

Adam As. memperolehnya. Ketiga, Allah Swt. meminta Adam As. untuk

menunjukan ajaran yang diterimanya dihadapan para malaikat. Keempat,


63

mengisyaratkan bahwa materi evaluasi atau materi yang diujikan, haruslah

materi yang pernah diajarkan.47

Dalam bahasa Arab istilah evaluasi dikenal dengan istilah taqwim

atau taqyim,48 serta qayyim yaitu jamak dari qimah.49 Athiyah Al-Abrasi

menggunakan istilah lain, yaitu imtihan jamak dari imtihanat.50 Sementara

Abudin Nata menambahkan dengan istilah khataman yang dalam bahasa

arab dikenan dengan istilah taqyim khatami yang berati evaluasi sumatif.51

Pada dasarnya evaluasi adalah sebuah kegiatan mengukur dan

menilai, mengukur berarti membandingkan sesuatu dengan satu ukuran,

yang mana pengukuran di sini lebih bersifat kuantitatif, sedangkan

menilai berarti mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan

ukuran baik buruk, sehingga penilaiaan disini bersifat kualitatif. Di

dalam istilah asingnya, pengukuran adalah measurement, sedangkan

penilaian adalah evaluation. Dari kata evaluation inilah diperoleh kata

Indonesia evaluasi yang berarti menilai yang diawali dengan mengukur

terlebih dahulu.52

Meskipun kini evaluasi memiliki makna yang lebih luas, namun

pada awalnya pengertian evaluasi pendidikan selalu dikaitkan dengan hasil

prestasi belajar siswa. Definisi ini pertama kali dikembangkan oleh Ralph

Tyler, yang mengatakan bahwa evaluasi merupakan sebuah proses

47
Ibid. Hlm.135
48
Muhammad Ali Al-Hulli, Qamus Al-Tarbiyah, (Beirut: Dar Al-Ilm li Al-Malayin, 1981),
hlm. 165.
49
Abdul Rayid Abdul Aziz, Turuq Al-Tadris Al-Tarbiyah Al-Islamiyah, (Kuwait : Wakalat
Al-Mathbu’at, 198)2,hlm. 52.
50
Athiyah Al-Abrasi, Ruh Al-Tarbiyah Wa Ta’lim, (Kairo: Dar Ihya Al-kutub AlArabiyah),
hlm. 360.
51
Abudin Nata, Filsafat Pendidikan, hlm. 131.
52
Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, ( Jakarta : Bumi Aksara, 2009),
hlm. 3.
64

pengumpulan data untuk menentukan sejauh mana, dalam hal apa, dan

bagaimana tujuan pendidikan sudah tercapai. Jika belum, bagaimana yang

belum dan apa sebabnya.53

Definisi ini sepertinya serupa dengan definisi yang diajukan oleh

Ahmad Tafsir, bahwa pada hakikatnya evaluasi lebih bersangkutan

langsung dengan tujuan awal yang telah dirumuskan.54 Definisi yang

tidak jauh berbeda juga dikemukakan dari Hasan Langgulung

mendifinisikan evaluasi sebagai sebuah cara penilaian untuk mengukur

dan menilai kurikulum dan hasil pembelajaran yang telah dirancang

dalam kurikulum. 55

Adapun yang dimaksud dengan evaluasi pendidikan di dalam

tulisan ini lebih ditekankan pada sebuah penilaian untuk mengukur

dan menilai keberhasilan dalam mendidik manusia. Jika perjalanan

pendidikan berjalan sesuai dengan apa yang telah di tetapkan oleh ajaran

Islam dan berhasil melewati penghalang-penghalangnya, maka akan

melahirkan manusia paripurna, sehat lahir batin, bahagia dunia dan

akhirat.

53
Ibid.
54
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, hlm.73.
55
Hasan Langgulung, Peralihan Paradigma Dalam Islam Dan Sains Sosial, hlm.241.
65

2. Bentuk-bentuk evaluasi

Dalam dunia pendidikan, evaluasi dapat di klasifikasikan menjadi

beberapa bentuk. Diantaranya :

a. Evaluasi Formatif, yaitu suatu tes hasil belajar dimana evaluasi

tersebut mempunyai suatu tujuan untuk dapat mengetahui sejauh

manakah peserta didik telah terbentuk (sudah sesuai dengan tujuan

pengajaran yang telah ditentukan) setelah mengikuti suatu proses

pembelajaran dalam jangka waktu tertentu. Istilah formatif sendiri

diambil dari kata form yang berarti bentuk.56

b. Evaluasi Sumatif yaitu suatu penilaian yang pelaksanaannya

dilakukan pada akhir tahun atau akhir program. Evaluasi ini menitik

beratkan pada hasil akhir, bukan pada proses. Adakalanya pada aspek

kognitif, psikomotorik, dan afektif.

3. Fungsi Evaluasi

Dalam proses pendidikan, evaluasi merupakan komponen yang

penting dan tidak dapat dipisahkan dari keseluruhan proses, oleh karena

itu A. Tabrani Rusyan dan rekan, mengatakan bahwa evaluasi memiliki

beberapa fungsi;57

a. Mengetahui ketercapaian tujuan intruksional secara komprehensif,

baik aspek pengetahuan, sikap dan tingkah laku

b. Sebagai umpan balik bagi penentuan proses selanjutnya

56
Sudjana, Nana. Penilaian hasil proses belajar mengajar (Bandung; PT. Rosdakarya, 1995),
hlm.71
57
Nata, Abudin, Filsafat Pendidikan Islam, hlm.135
66

c. Pendidik dapat mengukur keberhasilan proses belajar mengajar,

peserta didik dapat mengetahui materi yang dikuasai, dan mayarakat

umum dapat mengetahui tingkat keberhasilan program kegiatan

d. Untuk menemukan angka kemajuan atau hasil belajar

e. Untuk menempatkan peserta didik dalam situasi belajar yang tepat.


BAB III

BIOGRAFI, PEMIKIRAN DAN KARYA

MUHAMMAD RASYID RIDHA

A. Biografi Muhammad Rasyid Ridha

Sayyid Muhammad Rasyid Ridha, sang pelopor gerakan pembaharu,

seseorang yang yang memiliki berbagai kelebihan dan talenta, seorang

cendekiawan muslim yang memiki rasa cemburu terhadap agamanya, ahli tafsir

yang cermat, ahli hadits yang jeli di jaman modern, sastrawan handal, orator

ulung, penulis yang mampu menggetarkan jiwa pembaca, politikus yang berbuat

untuk kepentingan umat, seorang d’ai dan pendidik yang mencita-citakan

perbaikan dan kemajuan umat Islam. serta memberikan corak pembaharuan

dikancah pemikiran Islam.1

Muhammad Rasyid Ridha adalah murid yang paling menonjol dari imam

Muhammad Abduh, penerus perjuangannya, pembawa panji perbaikan dan

pembaharuan, pemompa semangat baru umat Islam, penggerak bagi yang orang

yang diam, pengingat bagi orang yang lalai, tidak didapati sarana atau mimbar-

mimbar dakwah kecuali disana dijadikan sebagai media untuk menyebarkan ide-

ide serta pemikirannya dalam mewujudkan visi serta tujuan hidupnya.2

Sebelum membahas lebih jauh tentang konsep pendidikan yang dicetuskan

oleh Muhammad Rasyid Ridha, ada baiknya jika dikemukakan terlebih dahulu

riwayat hidup beliau secara singkat. Dari kisah perjalanan hidupnya tersebut,

dapat di ketahui latar belakang dari konsep pemikirannya, terutama yang berkaitan

1
Kholid, Najjar. Rasyid Ridha, WWW. Alukah,Net
2
Majalah Al Manar, (Arabicmegalibrary.com), hlm. 3

67
68

dengan pengembangan dunia pendidikan dan kemajuan generasi Islam pada

umumnya.

1. Keadaan umat Islam pada masa Rasyid Ridha

Sepertiga akhir abad ke-19 dan sepertiga abad ke-20, merupakan kurun

waktu yang paling kelabu dalam sejarah arab modern jika dibandingan dengan

kurun waktu sebelumnya. Sebab, pada masa itu imperialis Barat bersekutu

dengan Zionis internasional dalam memecah-belah umat Islam, wilayah Islam

menjadi terbagi dan kekayaannya dirampas. 3 Pada masa inilah Rasyid Ridha

menjalani hidupnya.

Pada masa tersebut, sebagaimana diketahui bahwa kerajaan Turki

Utsmani sebagai kerajaan Islam yang penah menjadi sebuah negara adikuasa

dan menguasai wilayah yang sangat luas meliputi Asia kecil, Armenia, Irak,

Siria, Hijaz, Yaman, Mesir, Sudan, Libya, Tunisia, Maroko, Al Jazair,

Bulgaria, Hungaria, Yugoslavia, Rumaia, Albania, dan Yunani telah pula

mengalami kemunduran yang drastis4

Sejak abad ke-18, Turki Usmani selalu mengalami kekalahan dalam

peperangannya dengan Eropa. Meskipun di dalam negeri sudah berbagai upaya

pembaharuan dilakukan, Turki Usmani tetap saja belum bisa menghindari

kekalahan, apalagi untuk mengembalikan kemampuannya menjadi negara

adikuasa seperti pada kurun waktu sebelumnya. Bahkan sebaliknya, berbagai

kekacauan dan pemberontakan semakin banyak dan meluas di dalam negeri.

Semangat Nasionalisme pada bangsa-bangsa di dalamnya terus meningkat dan

negeri-negeri yang selama ini berada di bawah kekuasaannya mulai

3
A. Athaillah, Konsep Teologi Rasional dalam Tafsir Al Manar, Rasyid Ridha, (Jakarta, Erlangga,
2016), hlm.21
4
Harun Nasution, Islam ditinjau dari berbagia Aspeknya, Cet. Ke-5 (Jakarta: UI Press, 1979), hlm.15
69

melepaskan diri atau terlepas karena telah dianeksasi oleh Negara-negara

Eropa.

Pada masa itu, Turki Ustmani diberi julukan oleh negara-negara eropa

dengan The Sick Man of Europe atau orang sakit dari Eropa. Julukan tersebut

dikarenakan Turki Usmani sudah tidak mampu lagi menghentikan gerak laju

negara-negara eropa ke Dunia Islam dan tidak mampu lagi mempertahankan

integritas kedaulatannya. Meskipun demikian, Turki Usmani mampu bertahan

hingga permulaan abad ke-20.5

Turki Usmani bergabung dengan Jerman pada perang Dunia ke-1 dalam

menghadapi Negara-negara sekutu, namun mengalami kekalahan. Meskipun

dalam kekalahannya Turki Usmani masih mampu mempertahankan

eksistensinya, di lain pihak, Negara-negara Islam di Timur Tengah yang

sebelumnya berada di wilayah kedaulatannya mulai jatuh ke dalam kekuasaan

Negara-negara Eropa. Puncak kejatuhan Turki Usmani tepatnya pada tanggal 3

Maret 1924. Pada saat itu kerajaan Turki Usmani berubah menjadi Negara

Republik Turki yang beraliran sekuler. Sejak kejatuhan tersebut, keadaan umat

Islam di seluruh penjuru dunia kecuali Turki, Iran, Saudi Arabia dan

Afghanistan sudah menjadi umat yang dijajah oleh bangsa-bangsa Eropa.

Demikian keadaan umat Islam pada masa Rasyid Ridha jika dilihat dari aspek

politik.6

Ditinjau dari Aspek agama, Sosial dan budaya, menurut Rasyid Ridha

sendiri kondisi umat Islam lebih menyedihkan. Pada masanya kondisi umat

Islam sudah sedemikian buruknya. Disamping pemerintahan mereka sudah

5
Harun Nasution. Islam Rasional, (Bandung: Mizan,1995), hlm. 106
6
Ibid. 106
70

runtuh dan bangsa-bangsa mereka hancur, mereka sendiri sudah tidak dapat

lagi mengetahui hakikat ajaran-ajaran agama Islam yang dapat membawa

mereka kepada kemajuan dan kehidupan yang baik di dunia.7

Menurut Ahmad Amin, pada kurun waktu itu umat Islam sudah seperti

orang tua yang sudah lemah, karena tertekan oleh berbagai kesusahan dan

kesedihan, rancunya peraturan dan tidak tegaknya hukum, arogansinya para

penguasa, dan pasrahnya mereka kepada qadha dan qadar. Pada waktu itu

agama sudah kehilangan ruhnya dan islam hanya menjadi simbol-simbol lahir

yang tidak menyentuh hati dan tidak dapat membangkitkan semangat serta etos

kerja. Sebaliknya khurafat semakin mendominasi kehidupan mereka dan

takhayul semakin berkembang dikalangan mereka. Tasawuf sudah menjadi

mainan para badut dan agama hanya merupakan amalan-amalan lahir. Upaya

yang dilakukan untuk memperoleh keberhasilan tidak lagi dengan bekerja

keras, tetapi dengan bertawasul kepada para wali dan mengusap kuburan-

kuburan mereka.8

Pada masa itu tarekat-tarekat sufi tidak hanya dapat tumbuh dan

berkembang dengan pesat, tetapi juga sudah menguasai masyarakat Islam,

menyesatkan mereka dari ajaran yang benar, dan menodai keindahan ajaran-

ajarannya. Bahkan, banyak diantara para pemukanya yang menjadi penyebar

bid’ah dan khurafat sehingga banyak orang yang mempercayai para

pembohong itu memiliki keramat dan menjadi wali Allah.9

Dari aspek pendidikan, orang-orang yang mempelajari ilmu agama

kebanyakan hanya mampu menghafalnya, tanpa mampu memahaminya.

7
Rasyid Ridha, Al-Wahyu al-Muhammadi, (Kairo: Dar almanar, 1375), hlm. 19
8
A. Athaillah, Konsep Teologi Rasional dalam Tafsir Al Manar, hlm. 23
9
Ibid. 24
71

Kesulitan mereka dalam memahami ilmu-ilmu tersebut semakin bertambah

dikarenakan kitab-kitab yang berkenaan dengan ilmu-ilmu tersebut ditulis

dalam bentuk hasyiah (keterangan yang ditulis di sisi kitab) dan Syarah

(keterangan yang ditulis di tengah-tengah kitab).10

Bersamaan dengan fenomena tersebut, muncul dikalangan orang yang

berpendidikan modern fenomena menjauhi agama dan tidak tertarik untuk

mempelajari akidah mereka dengan serius. Masuknya kebudayaan Barat, baik

yang positif maupun yang negatif ke negeri-negeri Islam telah pula membawa

pengaruh besar dalam melahirkan dan mengembangkan sikap yang ada pada

orang-orang yang berpendidikan itu. Tidak diragukan lagi bahwa negara-

negara imperialis memegang peranan penting dalam masuknya kebudayaan

tersebut kenegeri-negeri Islam.11

Dengan menguasai pemikiran umat Islam, maka musuh-musuh Islam

akan lebih mudah mewujudkan ambisi-ambisinya. Pemikiran destruktif

disebarkan dikalangan umat islam hingga mereka mudah menanamkan kesan

buruk tentang Islam di hati para pemeluknya dan merusak persatuan dan

kesatuan Dunia Islam. Penetrasi tersebut merupaan senjata yang paling ampuh

dalam menggoyahkan kepercayaan mereka terhadap kemampuan diri mereka.

Karena itu tidak heran pada masa Rasyid Ridha, paham-paham Barat seperti

Nasionalisme, Sekularisme, Sosialisme, Kapitalisme, dan Komunisme mulai

merasuki pemikiran umat Islam.12

10
Muhammad ibn Abdullah Salman, Rasyid Ridha, wa Dakwah al-Syaikh Muhammad Bin abdul
wahhab (Kuwait : Maktabah al-Ma’la.1998), hlm.132
11
Op.Cit. hlm.24
12
Ibid.24
72

Salah satu upaya yang cukup siginifikan yang telah dilakukan oleh

negara-negara imperialis dalam mempengaruhi pemikiran umat Islam adalah

dengan mendirikan lembaga-lembaga pendidikan misionaris dan lembaga-

lembaga pendidikan di negeri-negeri Islam. Misalnya, di Libanon yang

menjadi tanah air Rasyid Ridha sendiri telah banyak didirikan lembaga

tersebut. Hal yang menyedihkan, umat Islam di Libanon memegang peran

besar dalam mengembangkan dan mendirikan kedua lembaga tersebut. Hal itu

dikarenakan lembaga pendidikan yang didirikan oleh kalangan misisonaris dan

imperialis itu mengutamakan pengajaran dengan bahasa Arab, sedangkan

lembaga pendidikan milik pemerintah Turki Usmani lebih mengutamakan

pengajaran bahasa Turki dan kesusasteraannya dari pada bahasa Arab.

Akibatnya banyak umat Islam Libanon yang meninggalkan sekolah negeri

milik pemerintah dan beralih memasuki sekolah swasta milik lembaga

misionaris Kristen itu.13

Selain fenomena-fenomena di atas, dalam bidang ilmu pengetahuan umat

Islam juga jauh tertinggal dari umat Kristen, bukannya hanya tertinggal oleh

umat Kristen yang tinggal di Eropa tapi juga yang tinggal di Timur Tengah.14

Merujuk pada pendapat Rasyid Ridha dalam Al Manar mengatakan

bahwa dari aspek pemikiran umat Islam pada Masa beliau terbagi menjadi tiga

golongan:

a. Pertama, Golongan yang berpikiran jumud, mereka beranggapan bahwa

ilmu agama merupakan ilmu-ilmu yang terdapat dalam kitab-kitab yang

disusun oleh para pemuka mazhab-mazhab dan aliran. Seperti Ahlus Sunah,

13
Ibid. 25
14
Ibid.25
73

Syiah Zaidiyyah, dan Syiah Itsna Asy’ariyyah. Bahkan siapa yang tidak

mengikuti salah satu dari mazhab atau aliran tersebut dianggap telah keluar

dari Islam.15

b. Kedua, Golongan yang menjadikan Barat atau kebudayaan modern sebagai

kiblat dan rujukan utama dalam berpikir, syariat Islam dianggap sudah tidak

lagi sesuai dan tidak cocok lagi diterapkan pada masa kini. Karena itu,

golongan ini mensyaratkan bahwa jika umat Islam ingin maju maka harus

mengikuti Eropa dalam segala hal, baik dibidang ilmu pengetahuan, hukum,

peraturan maupun moral.16

c. Ketiga, Golongan yang menginginkan pembaharuan Islam. Berusaha

mengembalikan umat Islam kepada Al-Quran dan Sunnah, dengan

penafsiran baru yang sesuai dengan kemajuan zaman, serta meyakini bahwa

antara Islam dan kemajuan modern tidak ada pertentangan.

Pemaparan kondisi umat Islam tersebut tentu memberikan pengaruh yang

besar terhadap para pemikir yang hidup pada masa itu, termasuk Rasyid Ridha.

Pengaruh tersebut bisa berupa dorongan untuk memeperkuat atau melegitimasi

keadaan yang sudah terjadi atau sebaliknya yaitu dorongan untuk mengubah dan

memperbaikinya sesuai dengan tuntutan zaman.

Membaca dari ketiga golongan di atas, Rasyid Ridha dapat dikategorikan

sebagai salah seorang tokoh ulama, penulis golongan ketiga yang tergerak untuk

melakukan perubahan dan memperbaiki kondisi umat Islam menjadi umat yang

15
Rasyid Ridha, Al Manar, Jilid ke-29 (Kairo:1928), hlm.67
16
Ibid, hlm.67
74

mampu melepaskan diri dari cengkeraman kaum imperialis dan menjadi umat

yang mampu bersaing dengan umat-umat lain.17

2. Kelahiran dan Pendidikan Rasyid Ridha

Sayyid Muhammad Rasyid Ridha, atau yang biasa disebut Ridha,lahir

pada Rabu, 27 Jumadi al-Ula 1282 H atau 18 Oktober 1865 M. di Qalamun,

sebuah desa yang terletak di pantai Laut Tengah, sekitar tiga mil jauhnya di

sebelah selatan kota Tripoli, Libanon. 18 Pada masa tersebut Libanon masih

termasuk dari wilayah kedaulatan kerajaan Turki.

Kedua orang tua Ridha merupakan keturunan husayn, cucu Rasululullah

Saw. inilah sebabnya Ridha mendapat gelar al-Sayyid di depan namanya. Dan

kerap kali menyebut tokoh-tokoh ahli bait seperti ‘Ali Ibn Abi Thalib, al-

Husayn, Ja’far Shadiq dengan menggunakan istilah Jadduna.19

Semenjak kecil Ridha diasuh oleh kedua orang tuanya dalam suasana

yang penuh dengan nilai-nilai religius hingga mencapai usia tujuh tahun.

Kemudian oleh kedua orang tuanya dia dimasukan ke sebuah lembaga

pendidikan dasar tradisional yang disebut Kuttab yang ada di desanya. Di

lembaga itulah, Ridha mulai belajar membaca, menghapal al-Quran, menulis

dan berhitung.20

Setelah menyelesaikan pendidikannya di Kuttab, Ridha tidak langsung

melanjutkan pelajarannya ke lembaga yang lebih tinggi, tetapi hanya

melanjutkannya dengan belajar pada orang tuanya dan ulama setempat. Baru

17
A. Athaillah, Rasyid Ridha, hlm.26
18
Ibrahim Ahmad Al Adawi, Rasyid Ridha. Al Imam al Mujahid. (Maktabah Rasyid Ridha), hlm.19
19
Ibid. 26
20
Ibid.23
75

beberapa tahun kemudian setelah itu, Ridha meneruskan pendidikannya di

madrasah ibtidaiyyah al-Rusydiyyah di Tripoli, Syam. Dimadrasah itu Ridha

belajar ilmu Tauhid, ilmu Nahwu, ilmu Sharf, ilmu Fiqh, ilmu Bumi dan

matematika. Namun bahasa pengantar yang dipakai bukanlah bahasa Arab

melainkan bahasa Turki. Hal itu tidak mengherankan, karena madrasah

tersebut milik pemerintah Turki Usmani. Di samping itu, tujuan berdirinya

sekolah tersebut adalah untuk menyiapkan sumber daya manusia yang akan

menjadi pegawai pemerintah Turki Usmani.21

Menjadi pegawai pemerintah bukanlah sesuatu yang diinginkan oleh

Ridha, hal ini menimbulkan keengganan belajar lebih lama di madrasah al-

Rusydiyyah, setelah lebih kurang belajar satu tahun disana, pada tahun 1299 H

Ridha memasuki madrasah Wathaniyyah Islamiyyah yang didirikan serta

dipimpin oleh Syeikh Husayn al Jisr (w.1327 H/1909 M), seorang ulama

Libanon yang telah dipengaruhi ole ide-ide pembaruan yang digulirkan oleh al-

Sayyid Jamaluddin al Afghani dan Syeikh Muhammad Abduh.22

Menurut al Jisr, umat islam tidak akan menjadi baik dan maju kecuali

dengan cara mempelajari ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu pengetahuan umum

secara terpadu dengan menggunakan metode yang biasa dipakai oleh orang-

orang Eropa dan melaksanakan pendidikan Islam secara Nasional. Sejalan

dengan pemikiran al-Jisr itu, maka ilmu-ilmu yang diajarkan di madrasahnya

meliputi ilmu-ilmu agama, bahasa Arab, dan ilmu-ilmu pengetahuan umum,

21
Athaillah, Rasyid Ridha, hlm.27
22
A. Athaillah, hlm.27
76

seperti matematika, fisika, logika, filsafat, bahasa Turki, dan bahasa Perancis

dengan menggunakan Bahasa Arab sebagai bahasa pengantarnya.23

Madrasah yang didirikan oleh al Jisr, bukan saja bertujuan untuk

memberikan pendidikan dan pengajaran kepada generasi muda Islam, lebih

dari itu adalah untuk mengimbangi aktivitas pendidikan dari sekolah-sekolah

asing yang telah banyak bermunculan di sana dan banyak menarik minat

kalangan remaja muslim. Namun, madrasah tersebut tidak berlangsung dalam

waktu yang lama, karena pihak penguasa Turki tidak dapat menerima

madrasah tersebut sebagai sekolah agama yang murid-muridnya dapat

dibebaskan dari dinas militer. Akibatnya, madrasah Wathaniyyah ditinggalkan

murid-muridnya dan akhirnya ditutup.24

Ridha memiliki beberapa ulama-ulama besar selain syeikh al Jisr,

diantaranya syeikh Abdul Ghani Arrafi dan Syeikh Muhammad Alqawaqiji

Ridha belajar bahasa Arab dan sastranya serta Tasawuf, kepada Syeikh

Mahmud Nasyabah ia belajar Fiqh Syafi’I dan Hadits hingga beliau menjadi

ahli fiqh dan hadits.

Dalam menempuh pendidikan di Tripoli, Ridha tidak hanya berhasil

mendapatkan ilmu pengetahuan agama dan ilmu pengetahuan umum, tetapi

juga mendapat kesempatan untuk mengembangkan kemampuan menulisnya di

beberapa harian dan majalah yang diterbitkan disana. Di bawah bimbingan

gurunya yaitu syeikh al Jisr. Pengalaman menulis inilah yang dikemudian hari

mengantarkannya menjadi seorang penulis yang produktif, dan menjadi

pemimpin redaksi al-Manar hingga akhir hayatnya.

23
Ibid, hlm.28
24
Ibid, hlm.28
77

B. Pemikiran Muhammad Rasyid Ridha

Menurut Ridha, ayahnya al Sayyid Ali Ridha, adalah seorang sunni yang

bermazhab syafi’I, guru-gurunya juga adalah ulama sunni yang bermazhab

Syafi’i. di samping itu mereka juga adalah orang-orang yang menggandrungi

Tasawuf. Gurunya, Syeih Husain Jisr meski seorang ulama yang berpikiran

modern adalah juga seorang pemimpin tarekat Khalwatiyyah dan gurunya al

Qawaqiji adalah pengikut tarekat Syadziliyyah.25

Maksud dari kata sunni disini yaitu aliran yang bertentangan dengan syi’ah

dan muktazilah, bisa juga diartikan sebagai faham yang menganut paham

Asy’ariyah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ayah dan guru-guru

Ridha adalah orang-orang yang menganut paham Asy’ariyah dan bukanlah orang-

orang yang menganut paham Maturidiyyah atau Salafiyah.26

Dikatakan demikian, karena orang-orang sunni yang bermazhab Syafi’I

pada umumnya menganut paham Asy’ariyah, orang-orang sunni yang bermazhab

Hanafi pada umunya menganut paham Maturidiyyah, dan orang-orang sunni yang

bermazhad Hanbali menganut paham tersendiri yang merupakan khas Hanbali

yaitu paham salafiyah. Sementara orang-orang yang bermazhab maliki disamping

ada yang menganut paham Asy’ariyyah juga ada pula yang menganut paham

Salafiyah. Dari ketiga aliran teologi tersebut, aliran Asy’ariyyah merupakan aliran

yang paling akrab dengan tarekat-tarekat sufi. Hal itu karena keduanya sama-sama

berpegang pada prinsip kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan, berpaham Fatalis,

dan berkleyakinan adanya berkah pada wali dan orang-orang saleh meskpun

mereka sudah wafat.

25
Muhammad Bin Abdillah salman, as-Syaikh Rasyid Ridha, al Salafi al Muslih (Riyadh:Jamiatul
Imam Muhammad ibn Su’ud Al-Islamiyyah, 1993 M), hlm.18
26
A. Athaillah, hlm 28
78

Selain itu, keempat guru Ridha tersebut merupakan lulusan Al-Azhar,

sedangkan teologi yang diajarkan dilembaga tersebut sejak beberapa abad yang

lalu adalah teologi Asy’ariyyah atau paling tidak banyak dipengaruhi oleh teologi

tersebut. Oleh karena ayah dan guru-gurunya adalah orang-orang yang

Asy’ariyyah dan bermazhab syafi’I serta menyenangi Tasawuf, tidaklah heran jika

Ridha dididik baik secara langsung atau tidak langsung untuk menjadi seorang

sunni asy’ariyyah, bermazhab Syafi’I dan menyenangi tasawuf.27

Berdasarkan penjelasan Ridha sendiri, ketika masih belajar di Tripoli dia

telah diwajibkan menghapal kitab-kitab pelajaran, seperti Alfiyah, Matan Sullam,

Maqamah al Hariri dan jauwharah Tauhid. Sebagaimana diketahui bahwa kitab

yang terakhir adalah kitab tentang teologi Islam menurut Asy’ariyyah meskipun

Ridha tidak pernah menegaskan bahwa ia menganut paham Asy’ariyyah. Dari

penjelasannya tersebut diketahui ada kemungkinan bahwa pada mulanya ia

menganut paham Asy’ariyyah atau setidak-tidaknya pernah dipengaruhi oleh

teologi tersebut. Disamping itu, Ridha juga pernah menjelaskan bahwa pada

mulanya dia bukan hanya menyenangi Tasawuf tapi juga mempraktikan

kehidupan sufi, seperti tekun melaksanakan ibadah, membaca dalail khoirat dan

wirid-wirid khusus, terurtama yang berasal dari tarekat Naqsyabandiyyah, serta

aktif melaksanakan riyadhah (latihan) yang biasa dilakukan oleh para salik,

seperti hidup sederhana, menghindari makanan dan minuman yang lezat, serta

tidur dengan tidak beralaskan kasur.

Menurut Ridha, kesalehan dan ketekunannya dalam melaksanakan

kehidupan sufi serta kemampuannya dalam melakukan sesuatu yang tidak dapat

27
A.Athaillah, hlm.30
79

dilakukan oleh orang lain telah menimbulkan kesan dan kepercayaan dikalangan

keluarga dan masyarakatnya bahwa ia adalah seorang pemuda yang sudah sampai

keperingkat wali yang memiliki berkah dan keramat.28

Kecenderungan dan ketertarikan Ridha kepada kehidupan sufi semakin

mengental setelah ia membaca kitab Ihya Ulumuddin yang disusun oleh Imam Al

Ghozali (1058-1111 M). Beliau mengatakan bahwa kitab tersebut bukan hanya

telah menarik minatnya untuk membaca secara berulang kali tapi juga sudah

menjadi gurunya yang pertama dalam membentuk kepribadiannya. Selama masa

itu ia mengikuti tarekat Naqsabandiyyah, mengamalkan ajaran-ajarannya, dan

melaksanakan latihan-latihan ‘Uzlah yang sangat berat.29

Setelah beberapa tahun dilalui oleh Ridha dengan tekun menjalani

kehidupan sufi dan mengamalkan ajaran-ajarannya, kemudian dia mendapati dan

menyadari tidak sedikit bid’ah dan khurafat yang ada dalam ajaran-ajaran tasawuf

dan tarekat tersebut. Hal itu menjadikannya meninggalkan ajaran tersebut, bahkan

tidak sampai distu, Ridha pun berusaha mengajak serta membimbing

masyarakatnya agar meninggalkan ajaran tersebut karena telah bercampur dengan

bid’ah dan khurafat. Sebagai upaya nyata dalam memberikan bimbingan kepada

masyarakatnya, Ridha membuka pengajian untuk kaum pria dan wanita.

Menebang pohon-pohon yang dianggap keramat dan membawa berkah, serta

melarang masyarakat mencari berkah dari kuburan-kuburan para wali atau

bertawasul dengan para wali yang telah wafat.30

Perubahan sikap terhadap aliran tasawuf dan tarekat tersebut muncul setelah

ia mempelajari kitab-kitab hadits dengan tekun, perubahan sikap tersebut semakin

28
Ahmad Ibrahim, Al Adawi, Op.Cit, hlm . 36
29
A. athaillah. Op.Cit, hlm. 31
30
Muhammad Ibn Abdillah salman, Op.Cit, hlm . 36-38.
80

terlihat jelas setelah ia terpengaruh oleh pemikiran pembaharuan yang digagas

oleh Jamaluddin Al Afghani dan Muhammad Abduh yang tertuang dalam majalah

al-Urwah al-Wutsqa yang diterbitkan di Paris, Perancis.31

Ridha mulai mengenal dan membaca majalah Urwatul Wutsqa ketika ia

masih belajar di Tripoli dan majalah tersebut telah berhenti terbit. Di dalamnya

dijelaskan bahwa kepercayaan kepada Qadha dan Qadar telah diselewengkan

menjadi kepercayaan Jabbariyyah, padahal kepercayaan kepada Qadha dan qadar

mengandung unsur dinamis yang membuat umat Islam pada generasi awal mampu

membawa kejayaan Islam sampai ke Spanyol dan melahirkan puncak peradaban.

Karenanya, kepercayaan Jabbariyyah harus dirubah menjadi kepercayaan

kebebasan manusia dalam berkehendak dan berbuat. Kepercayaan itulah yang

diyakini akan mengembalikan umat Islam menjadi umat yang dinamis.32

Ridha mengungkapkan, bahwa kitab ihya ulumuddin telah membuatnya

cenderung kepada kehidupan sufi dan mendorongnya untuk membimbing umat

kepada kehidupan yang saleh, adapun majalah Urwatul Wutsqa menjadikannya

bersikap kritis terhadap keadaan umat Islam dan membuatnya aktif untuk

memajukan dan melepaskan mereka dari belenggu kaum imperialis.

Dari pernyataan di atas, dapat diketahui bahwa pada mulanya Ridha

memiliki visi yaitu membentuk umat Islam menjadi saleh, kemudian visinya

berubah menjadi umat Islam harus merdeka dari belenggu penjajahan dan mampu

berkompetesi dengan umat-umat lain dalam berbagai aspek kehidupan, baik

politik, ekonomi, Sosial, ilmu pengetahuan, dan teknologi.

31
A Athaillah, hlm.32
32
Ibid, hlm.32
81

Pertemuannya secara langsung untuk yang kedua kalinya dengan


33
Muhammad Abduh pada tahun 1885, menjadikannya semakin kuat

mempengaruhi ide pembaharuan pada visinya. Ide pembaharuan yang digulirkan

oleh Al Afghani dan Abduh semakin mengakar dalam dirinya. Ide-ide yang

sejalan dengan visinya tersebut kemudian dipraktikan ditempat kelahirannya.

Setelah menyelesaikan studinya di Tripoli, pada tahun 1898 M, Ridha berhijrah ke

Mesir dan bergabung dengan gurunya Muhammad Abduh dalam

memperjuangkan pembaharuan. Selain sebagai murid dari Muhammad Abduh, di

Mesir ia juga berperan sebagai mitra, penerjemah dan pengulas pemikiran-

pemikirannya.34

Setelah beberapa bulan tinggal di mesir, dengan seizin dari Muhammad

Abduh, Ridha menerbitkan majalah al-manar yang berarti mercusuar. Keberadaan

majalah tersebut disiapkan untuk menjadi media menyalurkan ide-ide

pembaharuan bagi umat Islam.

Majalah al-manar mulai diterbitkan pada tanggal 22 Syawal 1315/15 Maret

1898 M. Pertama muncul dalam bentuk Tabloid dengan durasi satu kali tiap

pekan, kemudian berubah menjadi dua pekan sekali, sebulan sekali dan terkadang

hanya 9 nomor dalam satu tahun. Majalah tersebut berhasil tulis seorang diri dan

merupakan prestasi besar yang sulit ditandingi oleh orang lain. Sejak

diterbitkannya, al Manar telah terkumpul sebanyak 34 jilid besar, setiap jilid berisi

1000 halaman. Dan telah terkumpul seluruhnya. Setelah Ridha wafat, keluarga

dan shahabatnya berusaha untuk melanjutkan usahanya dalam menerbitkan al

33
Pertemuan pertama pada Tahun 1882, ketika tokoh Abduh diusir dari Mesir ke Tripoli, pertemuan
yang kedua pada Tahun 1985 ketika Abduh berkunjung ke Tripoli sebelum pulang ke Mesir dari
Eropa. Pada pertemuannya yang kedua inilah yang sebenarnya mempengaruhi sikap keagamaan dan
politik rasyid Ridha.
34
A. athaillah, hlm.33
82

Manar, namun upaya mereka hanya mampu memunculkan dua nomor yang

kemudian dijadikan jilid ke-35.35

Dengan terbitnya al Manar, dapat dilihat jelas bagaimana Ridha ingin

mengaplikasikan visinya melalui ide-ide pembaharuan. Pada nomor perdananya,

al manar menjelaskan dengan gamblang bahwa tujuan dari keberadaan majalah

tersebut adalah melakukan pembaharuan dibidang agama, Sosial, dan Ekonomi,

menjelaskan bukti-bukti kebenaran Islam dan keserasian ajaran Islam dengan

kemajuan zaman. Sebagai penerus dari majalah Urwatul Wutsqa dalam

memberantas praktik bid’ah dan khurafat yang terdapat dalam tarekat sufi,

takhayyul, kepercayaan Jabariyyah, dan fatalis, paham-paham yang keliru tentang

qada dan qadar, meningkatkan mutu pendidikan Islam, dan memacu umat Islam

agar dapat mengejar dan melampaui umat lain dalam berbagai bidang kehidupan

yang dibutuhkan untuk mencapai kehidupan yang cemerlang.36

Dengan tujuan-tujuan diatas, maka al manar banyak memuat dan

mempublikasikan ide-ide pembaharuan al Afghani, Muhammad Abduh dan

Rasyid Ridha. Ide Ridha sendiri pada prinsipnya tidak berbeda dengan ide-ide

para gurunya.

Salah satu ide pembaharuan yang dilontarkan oleh Ridha adalah kondisi

kemunduran umat Islam dalam berbagai aspek kehidupan dikarenakan umat Islam

tidak lagi menganut ajaran Islam yang sebenarnya. Banyaknya penyimpangan

ajaran, ditambah lagi bid’ah yang merugikan dan menghambat kemajuan umat

Islam. Seperti anggapan yang menyatakan bahwa dalam Islam terdapat kekuatan

rohani yang menjadikan pemiliknya mampu memperoleh segala yang

35
Ibid, hlm. 33
36
Ahmad Al Syarbasi.op. Cit, hlm.135
83

dikehendaki. Padahal menurut ajaran agama , kebahagiaan dunia dan akhirat

hanya dapat diperoleh melalui amal usaha yang sesuai dengan sunnatullah.37

Masih seputar bid’ah yang ditentang keras oleh Ridha adalah paham sebuah

ajaran tarekat terkait dengan tawakkal, Tawassul serta kepatuhan yang berlebihan

kepada para syeikh dan wali.38

Selain itu, Ridha juga berpandangan bahwa salah satu sebab kemunduran

umat Islam adalah menyebarluasnya paham Jabbariyyah (Fatalis), sebaliknya

pada bangsa Eropa tumbuh dan berkembang paham ikhtiar (Dinamis) yang

menjadikan bangsa Eropa mengalami kemajuan meninggalkan umat Islam.

Padahal, Islam sendiri sebenarnya berisi ajaran yang menyerukan umatnya agar

memiliki sifat dinamis. Ajaran tersebut tercermin dalam istilah Jihad, yang

memiliki arti berusaha keras disertai kesungguhan dalam mencurahkan segenap

pikiran, kekuatan, serta kemampuan untuk mencapai suatu tujuan yang mulia,

berani berkurban baik dengan harta benda maupun dengan jiwa raga.39

Termasuk diantara pandangan Ridha adalah meyakini bahwa ilmu

pengetahuan modern tidak bertentangan dengan Islam. Pendapat tersebut

dilandasi pemikiran bahwa jika ilmu pengetahuan modern merupakan sebab

kemajuan Barat, maka sudah sepantasnya umat Islam di seluruh dunia yang

mendambakan kemajuan harus siap mempelajarinya. Fakta sejarah era kejayaan

peradaban Islam juga dilandasi kemajuan para ilmuan Islam dalam menguasai

ilmu pengetahuan. Namun disesalkan, ilmu pengetahuan tersebut justru diabaikan

oleh umat Islam yang datang setelahnya, pada saat yang bersamaan Barat justru

mengambil dan mengembangkannya. Hingga pada akhirnya umat Islam menjadi

37
Harun Nasution. Op.Ci, hlm.72
38
Ibid, hlm.73
39
Ibid, hlm.74
84

bangsa yang tertinggal sementara Barat semakin melesat menuju kejayaan. Dapat

disimpulkan, jika umat Islam sekarang mempelajari ilmu pengetahuan modern

dari Barat, maka sebenarnya umat Islam sedang mempelajari kembali ilmu

pengetahuan yang dahulu pernah dimilikinya.40

Seruan Ridha kepada umat Islam untuk mempelajari ilmu pengetahuan

modern dari Barat selain beralasan juga disertai batasan-batasan yang

menghindarkan umat Islam dari kemerosotan yang semakin dalam. Ia menolak

penerapan taklid buta dalam mempelajari segala hal yang datang dari Barat.

Karena itu, ia sangat setuju memelajari ilmu pengetahuan modern dari Barat

sebagai upaya modernisasi 41 bagi umat Islam. Tetapi ia menolak keras apabila

yang diterapkan itu adalah sebuah proses westernisasi.42

Menurut pandangan Ridha, modernisasi mengandung pengertian menguasai

keahlian-keahlian di bidang teknologi dan pengetahuan-pengetahuan ilmiah,

namun dengan tetap mempertahankan nilai-nilai nasional dan dasar-dasar moral

masyarakat. Sebaliknya westernisasi adalah suatu kepercayaan bahwa

keterpurukan suatu bangsa adalah bagian dari esensi bangsa itu sendiri, baik itu

budayanya, sistem kepercayaannya maupun sejarahnya. Karena itu, bangsa yang

ingin maju harus memutuskan hubungan dengan masa lalunya dan melakukan

restrukturisasi dengan model Barat. Masih menurut Ridha, jika Jepang telah

berhasil melakukan modernisasi, Mesir dan Turki hanya berhasil melakukan

40
A. athaillah, hlm.35
41
Modernisasi yaitu upaya mengubah sikap dan mentalitas warga masyarakat (baca:Kaum Muslimin)
untuk hidup sesuai dengan tuntutan masa kini. Tim penyusun kamus bahasa Indonesia, KBBI,
(Jakarta, Balai Pustaka,1900), hlm.589
42
Westernisasi adalah pembaratan atau pemujaan terhadap Barat secara berlebihan.ibid, hlm.1011
85

Westernisasi. Sejarahlah yang akan mencatat yang mana diantara keduanya itu

yang terbaik.43

Selanjutnya Ridha juga menyimpulkan bahwa sebenarnya Islam itu

sederhana, baik dalam masalah ibadat maupun muamalah. Praktik ibadah menjadi

terlihat sulit dan ruwet dikarenakan ada orang Islam yang menjadikan hal-hal

sunnah dan tidak wajib dijadikan wajib. Demikian halnya dalam hal muamalah,

Islam hanya menetapkan prinsip-prinsip dasarnya seperti persamaan, keadilan,

dan syura untuk pemerintahan. Adapun untuk perincian dan penerapan prinsip-

prinsip tersebut diserahkan kepada umat untuk menentukannya. Hukum-hukum

fiqh yang berkenaan dengan kemasyarakatan, meski didasarkan kepada Al-Qur’an

dan Sunnah, tidak bisa dianggap absolut dan tidak dapat diubah. Hukum-hukum

itu ditetapkan sesuai dengan tempat dan zaman ditetapkannya.44

1. Model Pendidikan Islam menurut Muhammad rasyid Ridha

Muhammad Rasyid Ridha membagi pembahasan mengenai Tarbiyah

menjadi beberapa bagian, yaitu;45

a. Dari sisi subjeknya terbagi menjadi tiga, yaitu ;

1) Pendidikan Jasadiyah

2) Pendidikan Jiwa

3) Pendidikan Akal

43
A. Athaillah. hlm. 36
44
Harun Nasution, Op.Cit, hlm. 72
45
Rasyid Ridha, hlm.57
86

Allah swt, berfirman dalam Al-Qur’an surat An-Nahl:78)

َ َ‫ون أ َّم َهاتِك ْم ال ت َ ْعلَمون‬


‫ش ْيئًا َو َج َع َل‬ ِ ‫َّللا أ َ ْخ َر َجك ْم ِم ْن بط‬
َّ ‫َو‬
َ‫ار َواأل ْف ِئدَة َ لَعَلَّك ْم ت َ ْشكرون‬
َ ‫ص‬ َّ ‫لَكم ال‬
َ ‫س ْم َع َواأل ْب‬
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan
tidak mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran,
penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.”

Ketika Ridha menjelaskan tentang ayat ini ia mengatkan bahwa

sesungguhnya Allah menciptakan manusia setiap individu dari manusia

lainnya dalam keadaan bodoh, tidak mengetahui sesuatu apapun yang

dibutuhkan untuk keberlangsungan hidupnya. Kecuali panca indera yang

Allah berikan untuk mengetahui kebutuhan hidupnya. Dan mengutip ayat

lain dalam QS.An-Nisa’:28 yaitu;

ً ‫ض ِعيفا‬
َ ‫سان‬
َ ‫اإلن‬
ِ َ‫َوخ ِلق‬
“Karena manusia diciptakan (bersifat) lemah”

Dari sisi ini, manusia lebih lemah dari binatang, termasuk dari sisi

fisiknya. Tetapi Allah menganugerahkan manusia suatu potensi yang bisa

digunakan untuk mencapai tujuan ia diciptakan, yaitu, akal hingga menjadi

makhluk yang paling kuat di muka bumi, mampu menundukan binatang dan

mengambil manfaat darinya. Serta mengeksplorasi dan mempergunakan

sumber daya alam untuk mencapai tujuan hidupnya. Dengannya maka

manusia akan menjadi khalifah di bumi, yang mampu menampakan hikmah

dari penciptaan dan sunatullah di bumi. Terkait dengan keistimewaan-

keistimewaan yang dimiliki oleh ciptaannya ini, Allah berfirman dalam QS.

At-Tin:4 ;
87

َ ‫سانَ فِي أ َ ْح‬


‫س ِن ت َ ْق ِوي ٍم‬ ِ ْ ‫لَقَ ْد َخلَ ْقنَا‬
َ ‫اإلن‬
“Sungguh, Kami telah Menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-
baiknya.”

Manusia tidak akan mencapai tingkat kesempurnaan dengan seluruh

potensi yang dimilikinya kecuali dengan bersyukur atas semua nikmat yang

telah Allah karuniakan kepadanya, baik berupa indera yang nampak atau yang

bathin, akal, emosi, dan hati. Dan yang dimaksud bersyukur menurut Ridha

yaitu mengoptimalkan seluruh potensi tersebut untuk tujuan ia diciptakan

seperti untuk menghasilkan ilmu atau pengetahuan, baik itu yang bermanfaat

mendatangkan kebaikan atau mendatangkan kerusakan, dan untuk

mengerjakan sesuatu yang menjadi tuntutan fitrah manusia seperti menjauhi

hal yang membahayakan dan kerusakan serta memilih sesuatu yang bermanfaat

dan baik berdasarkan pengetahuan yang jelas. Singkatnya syukur merupakan

perbuatan-perbuatan manusia yang bersifat pilihan bukan sebuah anugerah

yang merupakan sesuatu yang melekat sejak dilahirkan. 46

Adapun yang dimaksud dengan pendidikan akal disini, bukanlah

mengajarkan ilmu-ilmu yang dapat menjadikan akal itu meningkat, tetapi yang

dimaksud adalah merumuskan metode-metode pengajaran yang mampu

mengarahkan akal peserta didik untuk mampu berpikiran merdeka dalam

memahami suatu permasalahan, mampu menggali kebenaran hakiki, tidak

terkunghkung dengan kepasrahan yang totalitas dan taklid semata. Dengan

kebebasan berpikir ini akan mampu melahirkan para ulama dan para pakar

dibidangnya.47

46
Rasyid Ridha. Op.Cit, hlm.59
47
Ibid, hlm 79
88

b. Pendidikan berdasarkan tempatnya terbagi menjadi;

1) Pendidikan di Rumah

2) Pendidikan di Sekolah

Pendidikan dirumah merupakan dasar bagi pendidikan setelahnya,

dan para ibu memegang peranan penting dalam pendidikan di rumah

tersebut. Para wanitalah yang membentuk para sosok hebat, Pembahasan

ini menjadi penting karena para wanita muslimah telah banyak yang

dirasuki oleh kebodohan tentang pendidikan pada fase awal ini baik

tentang ilmu-ilmu dan adab-adab keagamaan maupun hal-hal yang

bersifat keduniaan.

Padahal pada awal mula Islam kaum wanita memberikan mampu

memberikan andil yang sama pentingnya dengan lelaki dalam kemajuan

Islam. Karena Islam telah mewajibkan menuntut ilmu baik bagi lai-laki

maupun perempuan. Dan Islam tidak menjadikan perbedaan bagi

eduanya kecuali perbedaan yang sesuai dengan fitrahnya seperti hukum-

hukum tentang kehamilan dan melahirkan yang dikhususkan untuk

wanita dan seni berperang yang dikhususkan untuk pria.48

Dari ini, maka kewajiban kaum muslimin untuk mengajarkan

kepada para wanita dan anak-anak perempuan tentang adab-adab dalam

agama Islam, mengajarkan mereka bahasa Arab, sejarah Umat Islam,

Ilmu tata cara mendidik, ilmu pengelolaan rumah tangga, berhitung, ilmu
49
kesehatan dan ilmu kondisi sosial dan peradaban secara global. dan

yang paling layak menurut adab Islami bahwa wanitalah yang harus

48
Rasyid Ridha, Op.Cit. hlm. 75
49
Ibid, hlm. 78
89

berperan sbagai pendidik bagi kaum wanita, dan sebagai dokter bagi

pasien wanita.

Upaya umat Islam dalam memajukan pendidikan dilembaga

pendidikan haruslah lebih keras dari umat lainnya. Salah satu sebab

kelemahan pendidikan dilembaga pendidikan Islam adalah kurangnya

pendidik yang mumpuni dibidangnya. Sementara pendidikan itu sendiri

dilandasi oleh keteladanan dan sangat dipengaruhi oleh keberadaan

pendidik itu sendiri. 50

Begitu pula dengan pendidikan di Sekolah, guru memiliki peran

yang sangat penting pada proses pembelajarannya. Seorang guru harus

mampu menanamkan nilai-nilai keIslaman kepada peserta didik,

menyeimbangkan antara memberikan motivasi kepada peserta didik

untuk terbiasa berfikir secara bebas dan kritis disertai dengan

menghilangkan kebiasaan taklid atau mengekor kepada pendapat orang

lain. Serta seorang guru harus memiliki keahlian yang mumpuni baik dari

sisi kapasitas dan kualitas dibidangnya agar mampu mengemban amanah

besar sebagai pendidik.51

c. Pendidikan berdasarkan pendidik terbagi menjadi;

1) Pendidikan kedua orang tua terhadap anak

2) Pendidikan seorang guru terhadap murid

3) Pendidikan individu terhadap dirinya sendiri.

Terkait peran orang tua dan guru dalam pendidikan Islam dapat diulas

kembali sebagai berikut bahwa pendidikan dapat ditinjau dari dua segi, yaitu

50
Ibid, hlm .80
51
Ibid, hlm. 80
90

segi masyarakat yang berarti pewarisan kebudayaan dari generasi tua kepada

generasi muda agar hidup masyarakat tetap berekelanjutan. Individu memiliki

arti pengembangan potensi-potensi yang terpendam dan tersembunyi.

Disimpulkan, pendidikan adalah pewarisan kebudayaan sekaligus

pengembangan potensi-potensi.52

Pendidikan Islam merupakan proses penyiapan generasi muda untuk

mengisi peranan pemindahan pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang

diselaraskan dengan fungsi manusia untuk beramal di dunia dan memetik

hasilnya di akhirat. Artinya, pendidikan Islam tidak bisa dimaknai sebatas

transfer of knowledge, akan tetapi juga transfer of value serta berorientasi

dunia-akhirat.53

Menilik pada teori pendidikan yang dipaparkan diatas, dapat disimpulkan

bahwa orang tua memiliki peran yang besar proses pendidikan, selain

dikarenakan Anak merupakan amanat dari Allah. maka hendaknya seorang

anak dibesarkan dan dirawat sesuai dengan pesan dari pihak yang memberi

amanat, dalam hal ini ialah Allah Swt. Berkaitan dengan ini, Allah Swt.

mengingatkan manusia dalam firmannya dalam QS. At-Tahrim: 6;

ً َ‫سك ْم َوأ َ ْه ِليك ْم ن‬


‫ارا َوقودهَا النَّاس‬ َ ‫يَا أَي َها الَّذِينَ آ َ َمنوا قوا أ َ ْنف‬
‫ارة‬ َ ‫َو ْال ِح َج‬
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu
dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu”.

52
Langgulung, Hasan, Asas-asas Pendidikan Islam, hlm.3
53
Langgulung, Hasan. Beberapa pemikiran Tentang Pendidikan Islam, (Bandung: Al Ma’arif.1980),
hlm.94
91

Dari ayat tersebut sangat gamblang bahwa sebagai orang tua diwajibkan

untuk mendidik dan membimbing anak-anak beserta keluarga kepada agama

yang sesuai dengan fitrah (naluri manusia) agar mereka memiliki akhlak mulia

dan menjadi manusia yang bertakwa.

Dalam sabdanya Nabi berkata;

ْ ‫كل َم ْولو ٍد يولَد َعلَى ْال ِف‬


‫ أ َ ْو‬،‫ط َر ِة فَأَبَ َواه ي َه ِودَا ِن ِه‬
َ ‫ أ َ ْو ي َم ِج‬،‫َص َرانِ ِه‬
‫سانِ ِه‬ ِ ‫ين‬
“Setiap anak dilahiran dalam keadaan Islam (fitrahnya), namun, kedua
orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nashrani atau Majusi”
HR. Bukhori54

Orang tua lah yang nantinya akan memberikan corak warna lukisan apa

yang diinginkan. Oleh karenanya, mendidik anak sebaiknya dimulai sejak dini,

karena perkembangan jiwa anak telah mulai tumbuh sejak dia kecil, sesuai

dengan fitrahnya. Dengan demikian maka fitrah manusia itu kita salurkan, kita

bimbing dan kita juruskan kepada jalan yang seharusnya sesuai dengan

arahnya. Karena sebagai orangtua maupun guru (pendidik di sekolah) harus

benar-benar mengetahui bahwa begitu besarnya tanggung jawabnya kepada

sang pencipta terhadap pendidikan anak-anaknya.

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan Al-Imam

Muslim, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

54
Shohih Bukhori, No. 1385
92

ٍ ‫كلك ْم َراعٍ َوكلك ْم َم ْسؤو ٌل َع ْن َر ِعيَّتِ ِه ا ِإل َمام َر‬


‫اع‬
‫الرجل َراعٍ ِفي أ َ ْه ِل ِه َو ْه َو َم ْسؤو ٌل‬
َّ ‫َو َم ْسؤو ٌل َع ْن َر ِعيَّ ِت ِه َو‬
ِ ‫َع ْن َر ِعيَّتِ ِه َو ْال َم ْرأَة َرا ِعيَةٌ فِي بَ ْي‬
‫ت زَ ْو ِج َها َو َم ْسؤولَةٌ َع ْن‬
َ ‫َر ِعيَّ ِت َها َو ْالخَادِم َراعٍ ِفي َما ِل‬
-‫س ِي ِد ِه َو َم ْسؤو ٌل َع ْن َر ِعيَّ ِت ِه‬
‫الرجل َراعٍ فِي َما ِل أ َ ِبي ِه‬ َّ ‫ َو‬- ‫قَا َل َو َح ِسبْت أ َ ْن قَ ْد قَا َل‬
.‫َو َم ْسؤو ٌل َع ْن َر ِعيَّ ِت ِه َوكلك ْم َراعٍ َو َم ْسؤو ٌل َع ْن َر ِعيَّ ِت ِه‬
“Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban
atas kepemimpinannya. Seorang penguasa adalah pemimpin, seorang
suami adalah pemimpin seluruh keluarganya, demikian pula seorang istri
adalah pemimpin atas rumah suami dan anaknya, kalian adalah
pemimpin yang akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinan
kalian” HR. Muttafaq Alaih55

Hadits tersebut dengan jelas mendeskripsikan bagaimana orang tua dan

guru memiliki peran besar dalam mendidik anak. Keduanya harus bersungguh-

sungguh dalam mengemban amanah yang telah dibebankan dipundaknya.

Berkenaan dengan urgensi pendidikan seseorang terhadap dirinya,

Rasyid Ridha mengatakan bahwa sesungguhnya nilai seseorang bukan

ditentukan dari fisiknya. Nilai fisik tidak lebih hebat dibandingkan dengan

binatang ternak seperti kerbau atau keledai. Mereka makan sebagaimana

manusia makan, merasa sait sebagaimana manusia juga merasakan sakit.

Sementara orang yang memiliki ambisi besar maka ia akan berusaha

menjadikan keberadaan dirinya lebih tinggi dari sebatas fisiknya. Dia akan

berusaha memperoleh apa yang dicita-citakannya. Ketika dia berbuat sesuatu

55
Shohih Bukhori, No.893
93

untuk negaranya maka nilai keberadaannya sesuai dengan negaranya. Ketika

keberadaannya untuk berhidmat bagi umatnya dengan mengerjakan pekerjaan

yang bermanfaat maka sebenarnya kadar dirinya sebesar umatnya. 56

Perumpamaan orang-orang besar tersebut adalah satu orang setara

dengan satu umat. Sebagaimana firman Allah Swt (QS. An-Nahl : 120):

َ‫ّلل َحنِيفًا َولَ ْم يَك ِمنَ ْالم ْش ِر ِكين‬


ِ َّ ِ ‫يم َكانَ أ َّمةً قَا ِنتًا‬
َ ‫ِإ َّن ِإب َْرا ِه‬
“Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan
teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah
ia termasuk orang-orang yang menyekutukan Allah.”

Dan Allah juga berfirman terkait hamba-hambanya yang dipersiapkan untuk

memberikan manfaat pada umatnya. Sebagai berikut (QS. Al-Qasas;5):

َ‫َون َْجعَلَه ْم أ َ ِئ َّمةً َون َْجعَلَهم ْال َو ِار ِثين‬


”Dan kami hendak menjadikan merea pemimpin dan menjadikan
mereka orang-orang yang mewarisi (Bumi).”

Sebagaimana telah diketahui bahwa doa yang dipanjatkan adalah sebagaimana

tersebut dalam QS. Al-Furqon : 74;

‫اجعَ ْلنَا ِل ْلمت َّ ِقينَ إِ َما ًما‬


ْ ‫َو‬
“Dan jadikanlah kami pemimpin orang-orang yang bertakwa.”

Dari ayat di atas, maka wajib bagi setiap muslim untuk mendidik dirinya

untuk memiliki cita-cita luhur, mengabdikan diri bagi kemaslahatan umat maka

dia aan menjadi bagian dari umat.57

56
Rasyid Ridha, tarbiyah …, hlm.90
57
Ibid.
94

Faktor besar keberhasilan seseorang ditentukan oleh kesungguhannya

dalam mendidik dirinya. Ridha mengatakan seseorang haruslah mendidik

dirinya dengan ketakwaan, memiliki cita-cita yang tinggi, keinginan yang kuat,

kebebasan berpikir, menjadi teladan yang baik bagi umatnya, berbuat untuk

maslahat umum dan berusaha mencapai kesempurnaan dirinya. Ia mengatakan

sebagaimana dalam hadits, bahwa manusia seperti barang tambang emas dan

perak, barang siapa yang memiliki kemulian maka dia tidak akan rela jika

kemuliaanyya diletakan ditempat yang hina.58

Adapun pendidikan individu terhadap dirinya merupakan salah satu hal

yang penting dalam pendidikan Islam. Model pendidikan inin diperlukan agar

setiap individu mampu mengusung misi kebangkitan umat. Bukan hanya

menuntut ilmu untuk mendapatkan pekerjaan saja, tetapi berbuat dan bekerja

sebaik mungkin sejauh yang mampu dikerjakannya.59

Beban terbesar dari tugas mengembalikan kebangkitan umat ini berada

dipundak para pelajar tingkat perguruan tinggi, karena mereka itulah yang akan

mengarahkan masyarakat dalam melaksanakan hal-hal yang bermanfaat bagi

masyarakat umum. Hal ini disebabkan banyak lulusan perguruan tinggi pada

masa sekarang hamper tidak memiliki hati yang menggerakan mereka untuk

mengabdi kepada umat, tidak ada yang menghalangi mereka untuk mencuri

aset masyarakat umum, mereka telah melempar tanggungjawab mereka atas

masyarakat, mereka menggantikan amanah yang diterima dengan rakus dan

tamak terhadap sesuatu yang bermanfaat bagi pribadi mereka. Karena itu,

58
Rasyid Ridha, Op.Cit, hlm. 83
59
Ibid.
95

kepada setiap pencari ilmu hendaknya tidak melupakan tujuan awalnya dalam

menempuh pendidikan yaitu mengabdikan diri dalam melayani masyarakat.

Rasyid Ridha mengutip perkataan gurunya Muhammad Abduh “Terkait

dengan kemunduran umat Islam dan kemasjuan bangsa Eropa dalam peradaban

sesungguhnya hal itu berkaitan erat dengan meningkatnya orang-orang yang

mengabdikan dirinya untuk kemaslahatan umum di Barat, sejauh mana

seseorang mengabdikan dirinya untuk masyarakat, maka sejauh itulah ia akan

hidup dimasyarakat, jika ia menjadi pelayan masyarakat, maka masyarakat

akan mengenangnya setelah ia meninggal dunia.60

Muhammad rasyid Ridha mengatakan bahwa pendidikan ini yaitu dengan

cara menanamkan keinginan dan tekad kepada anak didik. Menurutnya

keinginan dan tekad yang kuat merupakan landasan amal. Dengannya sekolah

dan lembaga menjadi maju dan unggul. Tanpa adanya keinginan dan tekad

yang kuat maka tidak akan ada kemajuan peradaban. Maka menanamkan

keinginan dan tekad yang kuat merupakan satu hal yang paling penting dalam

pendidikan. Ia merupakan tugas yang paling berat, karena sedikit sekali orang

yang memilikinya secara sempurna.61

d. Pendidikan berdasarkan peserta didik

1) Pendidikan Individu

2) Pendidikan Masyarakat

Pendidikan terhadap suatu individu merupakan satu hal yang tidak

perlu dipertentangkan, karena pendidikan individu pada dasarnya melatih

keterampilan peserta didik, mengembangkan bakat, mengubah perilaku dan

60
Ibid, hlm. 113-120
61
Ibid
96

menumbuh kembangkan fisik dengan baik. Kesalehan individu akan

mampu melahirkan keluarga yang baik, keluarga yang baik akan mampu

melahirkan masyarakat yang baik, dan masyarakat yang baik pada akhirnya

akan menciptakan negara yang baik.

Adapun pendidikan terhadap suatu mayarakat atau bangsa, Ridha

berpandangan bahwa hal itu merupakan risalah penutup para nabi. Yang

dimaksud Pendidikan umat atau bangsa-bangsa di sini yaitu mempelajari

mengenai peristiwa-peristiwa peralihan kekuasaan secara umum, dari satu

fase ke fase berikutnya, lebih tinggi dari sekedar kehidupan materil menuju

kehidupan maknawi, ini merupakan sebuah pekerjaan yang paling sulit,

bergantung kepada kebenaran dan keluasan ilmu, sedikit sekali orang yang

menguasai hal ini, dan sedikit pula dari yang menguasai ilmu ini mampu

mempraktikan dengan baik untuk memperbaiki kondisi umat. Perubahan ini

pada umumnya membutuhkan waktu relative lama.62

Sesungguhnya ilmu-ilmu sosial kemasyarakatan, pola hidup,

karakteristik, politik, ekonomi dan budaya serta pendidikan merupakan

suatu hal yang harus dikuasai oleh setiap tokoh perbaikan atau pembaharu

yang mendidik masyarakat. Semua ilmu mengenai hal ini telah banyak

dibukukan dalam banyak literatur yang tersimpan dan dipelajari di berbagai

perguruan tinggi atau lembaga pendidikan, tetapi pada umumnya tidak ada

yang mampu membawa perubahan suatu bangsa menjadi lebih baik dari

sbeelumnya dalam waktu singkat kecuali fakta sejarah bahwa Islam mampu

melakukan perubahan menjadi bangsa yang maju dan terdepan dalam kurun

62
Rasyid Ridha, Op.Cit. h. 65
97

waktu yang singkat. Perubahan tersebut bukan hanay untuk umat Islam

sendiri tapi juga berdampak bagi bangsa yang mengikuti cara Islam atau

masuk kedalam ajarannya. Ketertarikan terhadap Islam pada masa tersebut

bukan karena telah didirikannya lembaga-lembaga pendidikan yang

mengajarkan bahasa Arab atau ajaran Islam, melainkan ketertarikan tersebut

dilandasi oleh indahnya perjalanan hidup Muslim saat itu, baik dari sisi adab

dan perilakunya.63

Dibidang hukum, pemikiran-pemikiran Rasyid Ridha, terutama berkenaan

dengan masalah poligami, idah dan perceraian telah pula menjadi referensi dalam

penyusunan Undang-Undang perkawinan di berbagai Negara Arab, khususnya di

Mesir.64

Berkaitan dengan pandangan politik, Ridha menyampaikan bahwa penyebab

kemunduran umat Islam dibidang politik dikarenakan adanya perpecahan yang

terjadi dikalangan umat Islam sendiri. Karenanya, jika umat Islam ingin kembali

mengalami kemajuan maka mereka harus mewujudkan persatuan sesama mereka.

Persatuan yang dimaksudkan disini adalah persatuan yang dilandasi keimanan

(Keyakinan). Bukan persatuan dan kesatuan yang hanya dilandasi oleh bahasa dan

etnis. Umat Islam harus bersatu dibawah satu keyakinan, satu sistem moral, satu

sistem pendidikan, dan tunduk kepada satu sistem undang-undang dan hukum.

Undang-undang dan hukum tersebut tidak akan dapat dilaksanakan kecuali

melalui kekuasaan pemerintah. Karena itu, umat Ilsma harus bersatu, memiliki

dan menguasai pemerintahan dalam bentuk khilafah dengan dipimpin oleh

seorang kepala pemerintahan yang disebut khalifah yang tidak bersifat absolute

63
Ibid, hlm 67
64
Muhammad Ibn Abdullah Salman, Op.Cit, hlm 554
98

dan selalu dikontrol oleh badan legislatif.65

C. Karya dan Penghargaan Para Tokoh terhadap Muhammad Rasyid Ridha

Dalam upayanya menyebarkan ide-ide pembaharuannya, Ridha tidak hanya

berjuang melalui tulisan, tetapi menggunakan segala sarana yang memungkinkan

untuk itu seperti melalui pendidikan, dakwah serta politik praktis. Dalam

menjalankan tiga aktivitas ini, ia sempat delapan kali keluar negeri dan sempat

mendirikan sebuah madrasah al Irsyad wa Dakwah, sebuah lembaga pendidikan

yang ditujuan untuk melahirkan kader-kader juru dakwah yang tangguh. Para

alumni dari madrasah tersebut banyak yang dikirim ke negeri-negeri Islam yang

membutuhkan kemampuan mereka dalam usaha menghadapi kegiatan kaum

misionaris Kristen.66

Edwart Mortimer mengungkapkan kekagmannya pada Ridha dengan

mengatakan bahwa dalam mewujudkan visi dan misi hidupnya tidaklah mudah,

Ridha harus berjuang di dua barisan pertempuran. Di barisan pertama dia harus

berhadapan dengan paham tradisional dan skolastik para ulama yang dipandang

bertanggungjawab atas stagnasi dan kelemahan kaum Muslimin dan

kemenangan musuh-musuh mereka. Barisan kedua, ia harus berjuang melawan

musuh-musuh mereka sendiri.67

Di samping itu, Edwart juga mengatakan bahwa Ridha merupakan seorang

pemikir yang telah meninggalkan pengaruh pada masanya dan pada abad ke-20,

dengan pengikut yang tersebar dari Maroko di Afrika Utara sampai ke Indonesia

65
Ibid, hlm .74
66
A. Athaillah, hlm.37
67
Edwart Mortimer, Islam dan kekuasaan, alih bahasa oleh Rina Hadi dan rahmani Astuti dari Faith
and power; the politics of Islam, Cet. Ke-1. (Bandung: Mizan, 1984 M), hlm.233
99

Asia Tenggara.68

Dalam perjuangannya melakukan pembaharuan, Ridha telah berhasil

melahirkan sebuah kelompok yang disebut kelompok Al Manar. Kelompok ini

berjasa besar dalam memerangi taklid, bid’ah, dan khurafat dan menjadikan

agama Islam sebagai akidah dan jalan hidup mereka.69

Menurut Malcom Kerr, pengaruh Ridha juga terdapat pada gerakan

Wahhabi di Saudi Arabia dan Ikhwanul Muslimin di Mesir.70

H. Loust berpandangan bahwa Ridha dengan Al Manarnya telah ikut pula

berperan dalam mengembangkan nasionalisme Arab dan membantu gerakan

kemerdekaan Syiria dan Palestina.71

H.A.R.Gribb dalam salah satu tulisannya juga mengatakan bahwa majalah

al- Manar memberikan pengaruh yang besar dalam membuka wawasan baru

bagi umat Islam tentang keterkaitan Islam dengan tuntutan-tuntutan abad

modern.72

Setelah mencurahkan seluruh potensi kecerdasan dan tenaganya dalam

memperjuangkan kemajuan dan kejayaan Islam dan umatnya, tepatnya pada

kamis, 23 Jumadil ula 1354 H/ 22 Agustus 1935 M, Ridha berpulang

kerahmatullah pada usia 70 tahun.

Selama hidupnya, Rasyid Ridha meninggalkan beberapa karya

monumental yang menjadi rujukan banyak ulama Islam generasi setelahnya.

Diantara karya-karyanya tersebut yaitu sebagai berikut :

1. Majalah Al Manar sebanyak tiga puluh empat Jilid.

68
Ibid, hlm. 232
69
Muhammad Ibn Abdullah Salman, Op.Cit, hlm.541
70
A. Athaillah. Op. cit, hlm..38
71
Muhammad Ibn Abdullah Salman, Op.Cit, hlm.553
72
A. Athaillah, hlm.38
100

2. Tafsir Al-Quran Al-Hakim (Tafsir al Manar) sebanyak dua belas jilid.

3. Al Fatawa sebanyak enam jilid

4. Tarikh al Ustadz al Imam al Syaikh Muhammad Abduh sebanyak tiga jilid

5. Al Wahyu Al Muhammadi

6. At Tarbiyyah Wa ta’lim

7. Huququn Nisa wa hazzuhunna minal Islah al muhammadi al ‘am

8. Madrasah Al Irsyad Wa Dakwah

Khususnya dalam bidang Tafsir, pengaruh rasyid Ridha bagi para mufassir

setelahnya amat signifikan, pengaruh tersebut tercermin dengan jelas pada kitab-

kitab yang mereka tulis73, seperti :

1. Tafsir al Maraghi karya Ahmad Musthafa Al Maraghi

2. Tafsir Al farid Karya Muhammad Abdul Muin al Jamal

3. Tafsir Al Wadih karya Mahmud Al Hijazi

4. Tafsir Al Munir dan al Wajiz ‘ala Hamisy al Quranul Karim, karya Dr.

wahbah Al Zuhaily

5. Tafsir Al Azhar karya Hamka

6. Tafsir Al Nur Karya Hasbi Al Shiddieqy

7. Tafsir Al Quranul Karim karya A. Halim Dkk

8. Al-Qur’an dan Tafsirnya karya Dewan Penyelenggara Pentafsir Al-Qur’an

dari Departemen Agama RI.

73
A. Athaillah, hlm.38
BAB IV

PEMBAHASAN

Pendidikan Islam tumbuh dan berkembang sejalan dengan adanya dakwah

Islam yang telah dilakukan Nabi Muhammad SAW. berkaitan dengan itu pula

pendidikan Islam memiliki corak dan karakteristik yang berbeda sejalan dengan

upaya pembaharuan yang dilakukan secara terus menerus pasca generasi Nabi,

sehingga dalam perjalanan selanjutnya pendidikan Islam terus mengalami

perubahan baik dari segi kurikulum (Mata Pelajaran)1, maupun dari segi lembaga

pendidikan Islam yang dimaksud. Hal ini berarti bahwa sesungguhnya adanya

upaya perubahan, walaupun sedikit benar-benar telah nampak dan terjadi secara

alamiah dalam pendidikan Islam.2

Sedikitnya ada lima fase yang telah dilalui umat Islam dalam menjelaskan

periodisasi Pendidikan Islam, yaitu sebagai berikut:

Pertama, Masa pembinaan pendidikan Islam yaitu kondisi pendidikan

Islam yang terjadi pada masa awal kenabian Muhammad;

Kedua, Masa pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam yaitu

kondisi pendidikan Islam yang terjadi pada masa khulafaurrasyidin;

Ketiga, Masa kejayaan pendidikan Islam, satu kondisi pendidikan Islam

yang banyak menggunakan pola pemikiran berbeda dari pola pendidikan yang

1
Pada masa Nabi, Khulafaurrasyidin dan sesudahnya, kelihatan kurikulum masih terbatas pada
materi pelajaran yang diajarkan di lembaga-lembaga pendidikan Islam. Kurikulum pada masa
pendidikan klasik lebih banyak diupayakan oleh orang-orang tertentu yang mempunyai peran
penting dalam masyarakat, seperti pendidikan pada masa pertumbuhan dan perkembangan
kurikulum lebih banyak mengacu pada pendapat Nabi, Pendidikan masa khulafauurasyidin tentu
para kholifah yang empat lebih banyak mendominasi adanya kurikulum pendidikan Islam, dan
pasca kedua periode tersebut kelihatannya peran ulama yang lebih banyak mendominasi,
sehingga berakhirnya masa pendidikan Islam klasik.
2
Suwito dan Fauzan, Sejarah pemikiran para tokoh Pendidikan,(Bandung, Angkasa, 2003), hlm.1

101
102

bersifat tradisional yang lebih banyak didasarkan pada pemahaman tekstual

wahyu (pola Sufistik), hingga pola pemikran rasional yang didasarkan pada

pemahaman kontekstual wahyu secara empiris. Kedua pola inilah yang menjadi

factor lain timbulnya masa kejayaan Islam pada masa Bani Umayyah dan

Abbasiyyah;

Keempat, Masa kemunduran pendidikan Islam, satu masa dimana kondisi

umat Islam waktu itu lebih banyak bertumpu pada cara berpikir tradisional

(Sufistik) dan tidak lagi mau menggunakan pola berfikir rasional yang telah

diambil oleh Barat. Kondisi ini terjadi sekitar abad ke delapan dan ke tigabelas

Masehi.3

Kelima, masa pembaharuan atau modernisasi pendidikan Islam. Sebuah

totalitas kesadaran kolektif umat Islam terhadap segala kekurangan dan

problematika yang dihadapi pendidikan Islam untuk kemudian dapat diperbaiki

dan diperbaharui sepadan dengan kemajuan atau minimalnya dapat mengikuti per-

kembangan yang dilakukan Barat saat itu.4

Munculnya gerakan pembaharuan kerapkali dipengaruhi oleh kemunduran

dunia Islam yang mencakup dalam berbagai bidang, baik bidang keagamaan,

sosial, dan intelektual. Merajalelanya bid’ah dan khurafat yang mengotori akidah,

sehingga sebagian besar umat Islam buta terhadap sinar Islam yang orisinil yang

terkandung dalam Al- Qur’an dan Sunnah.

Kondisi kemunduran Islam pada masa tertentu melahirkan semangat

pembaharuan dalam diri segelintir orang, mereka menyerukan agar umat Islam

kembali kepada al-Qur’an dan hadits, meninggalkan sikap jumud menuju sikap

3
Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta, Bum Aksara,1992), hlm.110
4
Suwito dan Fauzan, Op.Cit. 2
103

dinamis, menjauhkan syirik, bid’ah dan khurafat menuju aqidah yang shalih, dan

memanfaatkan akal yang tinggi. Salah satu tokoh pembaharu tersebut adalah

Rasyid Rida.5

Rasyid Ridha adalah seorang tokoh dengan multi profesi, selain sebagai

ulama, dai, dan pendidik yang dikenal luas kedalaman ilmunya, terutama dibidang

Tafsir, hadits, sastra, dan sejarah, ia juga penulis yang produktif, serta politikus

yang andal.6

Dalam bab ini akan dibahas pembaharuan pemikiran yang dilakukan Rasyid

Ridha khususnya pembaharuan dalam bidang pendidikan. Gagasan pembaharuan

yang dicetuskan oleh Rasyid Ridha dapat dilihat dengan jelas secara spesifik pada

tulisan-tulisannya yang dimuat dalam majalah Al-Manar, diantaranya, yaitu:7

Pertama, menyebarluaskan risalah dan faham pembaharuan pemikiran

keagamaan keseluruh penjuru dunia Islam

Kedua, menumbuhkembangkan metode hidup moderat yang menentang

sikap jumud terhadap warisan ulama masa lampau di satu sisi serta pengekoran

dan taklid buta terhadap peradaban barat disisi lain.

Ketiga, Pembebasan akal dari belenggu taklid.

Keempat, Purifikasi akidah dari segala bentuk praktek yang berbau syirik,

bid’ah maupun khurafat.

Kelima, membumikan metode baru dalam menafsirkan Al-Qur’an

Keenam, membentengi syariat, bahasa Arab, dan ilmu-ulmu keIslaman

lainnya dari serangan pihak luar.

5
A. Athaillah, Rasyid Ridha, (Jakarta, PT. Gelora Aksara Pratama, 2006), hlm. 25
6
Herry Mohammad dkk, Tokoh-tokoh Islam yang berpengaruh abad 20, (Depok, Gema Insani
Press, 2008), hlm. 315
7
Herry Mohammad, dkk, Tokoh-tokoh…, hlm.316
104

Ketujuh, menyebarkan fatwa-fatwa keagamaan yang menyeimbangkan serta

menyelaraskan antara pemahaman nash dengan realitas yang berkembang

dilapangan.

Kedelapan, memahamkan umat terhadap perbedaan antara hal yang benar-

benar bagian dari syariat/ajaran agama dengan yang hanya merupakan adat atau

kebiasaan.

Kesembilan, mempertahankan persatuan dan kesatuan umatsekalipun

berbeda dalam hal kebangsaan, aliran dan madzhab, maupun wilayah tempat

tinggal. Dengan demikian, dengan tetap mengedepankan sikap kritis dan rasional,

keutuhan kekhalifahan Islam ketika itu, yaitu Turki Usmani harus tetap didukung.

Kesepuluh, membendung misi kristenisasi.

Kesebelas, Membangkitkan kewaspadaan umat terhadap pengekoran buta

terhadap peradaban Barat.

Keduabelas, penekanan pada pentingnya metode gradual dalam melakukan

proses modernisasi dan reformasi.

Pemikiran Muhammad Rasyid Ridha dalam bidang pendidikan antara lain

berkenaan dengan tujuan pendidikan, kurikulum, dan metode pengajaran dan

Evaluasi, Ke empat aspek pendidikan yang dikemukakan Muhammad Rasyid

Ridha dapat dikemukakan sebagai berikut:

A. Tujuan Pendidikan menurut Muhammad Rasyid Ridha

Aktivitas apapun haruslah memiliki tujuan, atau niat yang benar, tanpa

terkecuali pendidikan. Karena tanpa tujuan dan niat, proses yang di tempuh

akan kehilangan arah dan arti, yang pada akhirnya berujung pada kegagalan.

Untuk itu, Islam telah membuat satu kaidah penting yang berbunyi
105

ِ ‫( ِإنَّ َما األ َ ْع َمال ِب‬


)ِ‫النيَّات‬

yang berarti segala amal perbuatan tergantung niatnya8, dan juga kaidah

fiki ِ َ‫ (األ َ ْمرر ِب َمق‬yang berarti segala sesuatu itu


)‫اصر ِدهَا‬ harus sesuai dengan

tujuannya.9

Sebagai suatu kegiatan yang terencana, pendidikan Islam memiliki

kejelasan tujuan yang ingin dicapai. Sangat sulit dibayangkan jika suatu

kegiatan tidak memiliki tujuan yang jelas, maka tujuan pendidikan memiliki

kedudukan yang sangat penting.

Maka dari itu ketika mendesain pendidikan, hal pertama dan terpenting

yang harus dilakukan adalah merumuskan tujuan yang hendak di capai, karena

keberhasilan program pendidikan seutuhnya ditentukan oleh rumusan tujuan,

untuk lebih mudahnya bisa dikatakan bahwa mutu pendidikan akan segera

terlihat pada rumusan tujuan pendidikan tersebut.10

Tujuan pendidikan merupakan masalah sentral dalam filsafat pendidikan.

Jika benar dalam merumuskannya, maka semua proses pendidikan akan

menemukan jalan kesuksesan, namun jika salah dalam merumuskan tujuan

pendidikan, maka semua proses pendidikan hampir pasti akan berakhir dengan

kegagalan.11

Dalam menentukan sebuah tujuan pendidikan, Umat Islam seharusnya

tidak mengekor kepada tujuan pendidikan Barat, Muhammad Rasyid Ridha

8
Shahih al-Bukhari, Bab Bad’u al-Wahyi, juz I, hlm. 2, HR Muslim, Shahih Muslim, Bab Fima
Anna Bihi al-Thalaq, juz II, hlm. 230 (Al-Maktabah al-Syamilah).
9
Abd Al-Rahman ibn Abi Bakar Al-Suyuthi, al-Asybah wa al-Nazair, (Jakarta Dar al-kutub al-
Islamiyah, Tanpa Tahun), hlm. 6. Lihat juga Abd Al-Hamid Hakim , Mabadi Awwaliyah,
(Jakarta: Al-Maktabat al-Sa’diyyah Putra, Tanpa Tahun), hlm.22
10
Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: ROSDA, 2008), hlm. 75
11
Akhmad Alim, Tafsir Pendidikan Islam, Jakarta: AMP Press, 2014, hlm. 38
106

mengatakan bahwa tujuan pendidikan Islam bertitik tolak dari konsep

keberadaan umat Islam ditengah-tengah seluruh umat, sebagaimana digariskan

dalam Al-Qur’an bahwa umat Islam menempati posisi yang sangat Istimewa,

karena ia diciptakan oleh Allah Swt. sebagai sebaik-baiknya umat yang

diciptakan untuk manusia (QS: Ali imran : 110):12

ِ ‫اس تَأْمرونَ ِب ْال َم ْعر‬


َ‫وف َوت َ ْن َه ْون‬ ِ َّ‫ت ِللن‬ ْ ‫ك ْنت ْم َخي َْر أ َّم ٍة أ ْخ ِر َج‬
‫ب لَ َكانَ َخي ًْرا‬ ِ ‫اّلل َولَ ْو آ َمنَ أَ ْهل ْال ِكتَا‬
ِ َّ ‫َع ِن ْالم ْن َك ِر َوتؤْ ِمنونَ ِب‬
‫لَه ْم ِم ْنهم ْالمؤْ ِمنونَ َوأ َ ْكثَرهم ْالفَا ِسقون‬
"Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh
kepada yang ma’ruf dan melarang yang mungkar dan beriman kepada
Allah, dan kalau sekiranya ahlul kitab beriman, tentulah hal itu lebih
baik bagi mereka, diantara mereka ada orang-orang yang beriman dan
kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik”.

Karunia Allah bagi umat Islam berupa kemuliaan, kesejahteraan,

kepemimpinan, kemerdekaan berpikir dan berpendapat, keadilan, kebenaran

ilmu, kemuliaan akhlak, persatuan dan persaudaraan dalam iman, berpegang

teguh pada tali agama Allah, mengerjakan perbuatan-perbuatan baik, saling

memberikan nasehat dalam kebenaran dan kesabaran, memerintahkan yang

baik dan melarang kemunkaran, memprioritaskan kemaslahatan umum dari

kemaslahatan pribadi atau golongan tertentu. Semua ini merupakan sifat orang

beriman yang telah dijelaskan dalam Al-Quran.

Muhammad Rasyid Ridha mengingatkan kembali sejarah generasi

pendahulu bahwa umat Islam merupakan umat yang menjadi pewaris para

Nabi, kelompok pemimpin yang ditaati, para pembuat kebijakan yang adil,

12
Rasyid Ridha, At-Tarbiyah wa taklim, h.24 (www.al-Mostafa.com)
107

ulama-ulama yang mengamalkan ilmunya, para orang sholih yang ikhlas,

orang-orang kaya yang dermawan, para inovator produksi yang memiliki

keahlian dibidangnya, petani yang handal, pedagang-pedagang yang ulung,

bahkan umat Islam merupakan umat yang emiliki posisi tertinggi dan unggul

dari umat lainnya dalam seluruh aspek kehidupan seperti ilmu dan perbuatan,

hingga tidak sedikit kaum yang tertarik dan mengikuti polah hidup mereka baik

dari agama, logika berpikir dan etika pergaulan. Kondisi tersebut kemudian

berbalik, umat Islam bukan hanya mengalami kemunduran tapi jauh terpuruk

meninggalkan kejayaannya dan jauh tertinggal dibelakang oleh bangsa lainnya

hingga kehilangan kemuliaan, kekuasaan dan pengaruhnya.13 Umat Islam

menjadi umat yang lemah, miskin, kondisi yang jauh dari ideal, hina

dipandangan bangsa lain, saling iri dengki, saling bermusuhan dan terpecah

belah.

Muhammad Rasyid Ridha, meyakini kondisi yang memilukan ini akan

terus dirasakan oleh umat Islam selama penyebab utamanya belum tercabut

dari diri umat Islam sendiri. Untuk itu umat Islam harus berusaha merubah

kondisi dirinya guna membawa perubahan bagi umat Islam umumnya. Ridha

pun menjadikan tujuan pendidikan Islam sebagai sarana untuk mengembalikan

umat Islam pada posisi yang seharusnya. Dan juga menjadikan perubahan jiwa

individu muslim sebagai tujuan dari pendidikan Islam.14

13
Ibid, hlm. 22
14
Ibid, hlm. 21
108

Hal ini dilandasi pemahaman beliau dalam merenungkan ayat dalam Q.S Ar-

Ra’d : 11 sebagai berikut :

‫َّللاَ ال يغ َِير َما ِبقَ ْو ٍم َحتَّى يغ َِيروا َما ِبأَنف ِس ِه ْم‬


َّ ‫ِإ َّن‬
“Sesungguhnya Allah tidak mengubah ‘apa-apa/keadaan yang ada pada
suatu kaum, hingga mereka mengubah apa-apa/keadaan yang ada pada
jiwa-jiwa mereka”.

Dalam hal perubahan, Ridha Mengutip perkataan imam malik :

‫صلَ َح أ َ َّول َها‬


ْ َ ‫آخر َه ِذ ِه ْاأل َّم ِة ِإالَّ َما أ‬ ْ َ‫الَ ي‬
ِ ‫صلح‬
“Umat ini tidak akan menjadi baik kecuali dengan sesuatu yang
memperbaiki umat sebelumnya”.15

Perubahan yang dapat mengembalikan umat Islam sebagaimana

generasi sebelumnya, perubahan pemikiran yang kemudian berbuah menjadi

perbuatan, perubahan perbuatan yang dilandasi oleh pengaruh pada ilmu dan

akhlak, perubahan ini dapat diwujudkan melalui proses Pendidikan Islam.

Muhammad Abduh selaku tokoh yang memberikan berpengaruh besar

pada pemikiran Ridha, telah merumuskan sendiri tujuan pendidikan Islam yaitu

mendidik akal dan jiwa serta menyampaikannya kepada batas-batas

kemungkin-an seseorang dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di

akhirat. Dari rumusan tujuan ini dapat difahami bahwa yang ingin dicapai

mencakup aspek akal (kognitif) dan aspek spiritual (afektif).16 Tujuan

pendidikan ini pun diikuti oleh Ridha.

Diantara ide gagasan besar Muhammad Rasyid Ridha sebagaimana

gurunya Muhammad Abduh adalah Perbaikan dalam Pendidikan. Hal ini

15
Ibid, hlm. 24
16
Suwito dan Fauzan, hlm. 309
109

disebabkan karena keduanya berpandangan bahwa pendidikan merupakan pilar

utama untuk memperbaiki kondisi umat Islam secara umum. Tanpanya tidak

akan tercapai perbaikan dari berbagai aspek kehidupan. Bercampurnya ajaran

yang menyimpang dalam pendidikan pada masanya telah menutupi pandangan

umat Islam akan kebenaran dan kemuliaan ajaran Islam hingga akhirnya Ridha

merasa perlu mengembalikan kesadaran umat Islam untuk kembali berpegang

teguh kepada Al-Qur’an dan Sunah sebagai sumber ilmu.

Ridha berpandangan tujuan dari pendidikan Islam adalah untuk

memahami ajaran Islam yang sebenarnya, mencakup penguasaan terhadap

aspek spiritual dan kemakmuran dunia, memadukan keduanya dan

menjalankannya dengan baik hingga umat Islam mendapatkan kekuatan,

kedudukan terhormat di mata bangsa lain, peradaban yang tinggi, kesejahteraan

hidup dan menjadi mercusuar bagi umat lainnya.17

Secara singkat dapat dikatakan bahwa tujuan pendidikan Islam menurut

Ridha bahwa umat Islam harus berusaha menjadi umat yang saleh kemudian

umat Islam harus menjadi umat yang merdeka dari belenggu penjajahan,

menjadi umat yang maju hingga dapat bersaing dengan umat-umat lain dan

bangsa-bangsa Barat diberbagai bidang kehidupan, seperti politik, ekonomi,

sosial, ilmu pengetahuan, dan teknologi.18

Merujuk Ahmad tafsir terkait pembagian tujuan pendidikan Islam

menjadi dua, yaitu umum dan khusus. Dari sisi ini peneliti melihat bahwa

pandangan Rasyid Ridha dapat dibagi menjadi pandangan umum seperti

mewujudkan manusia yang saleh, merdeka, maju dalam berbagai bidang

17
A. Athaillah, hlm. 35
18
A. Athaillah, Rasyid Ridha, hlm. 32
110

kehidupan. Serta tujuan khusus yaitu bagaimana masing-masing pribadi

mampu mengembangkan potensi yang Allah berikan pada dirinya, sehingga

masing-masing pribadi memiliki keunggulan dalam aspek-aspek kehidupan.

Tentunya semua ini perlu dibekali dengan mempelajari ilmu-ilmu yang

seimbang antara ilmu agama dan sains.

Atau dengan istilah lain tujuan pendidikan menurut Ridha adalah untuk

kebahagiaan manusia di dunia dan di ahirat.19

Ini dilandasi firman Allah dalam surat al-Qashas ayat 77 berikut :

َ‫َصريبَ َك ِمرن‬
ِ ‫سن‬ َ ‫َّار ْاْل ِخ َررة َ َو َال تَر ْن‬ َّ ‫اك‬
َ ‫َّللا الد‬ َ َ ‫َوا ْبت َ ِغ فِي َما آت‬
َ َ‫رك َو َال ت َ ْبر ِغ ْالف‬
‫سررادَ فِري‬ َ ‫َّللا إِلَ ْير‬ َ ‫رن َك َمررا أ َ ْح‬
َّ َ‫سررن‬ ْ ‫الررد ْنيَا َوأ َ ْح ِسر‬
َ‫َّللاَ َال ي ِحب ْالم ْف ِسدِين‬ َّ ‫ض ِإ َّن‬ ِ ‫ْاأل َ ْر‬
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan
bahagianmu dari (keni’matan) duniawi dan berbuat baiklah
(kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik
kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat
kerusakan.”

Tujuan ini juga tercermin dalam keseimbangan antara dunia dan

akhirat dalam ajaran Islam. Dengan demikian Ridha melihat bahwa

urgensi pendidikan dalam negeri Islam merupakan kepentingan yang

utama bukan merupakan hal yang mudah pada jaman sekarang.

Menilik dari sisi tujuan akhir dari pendidikan Islam, maka

sebagaimana diungkapkan oleh ridha yaitu mengantarkan manusia menuju

surga. Dalam Islam manusia diwajibkan mengenyam pendidikan sampai

19
Rasyid Ridha. Op.cit, hlm. 63
111

ia meninggalkan dunia. Maka yang menjadi ujung dari perjalanannya

adalah akhirat. Pilihannya antara surga atau neraka.

B. Kurikulum Pendidikan

Dalam proses penyelenggaraannya, lembaga pendidikan Islam harus

dikelola dengan sungguh-sungguh, baik, benar, teratur, dan penuh dengan

perencanaan. Sesuatu yang dilakukan dengan sungguh-sungguh, baik, teratur,

dan terencana dapat memberikan peluang yang besar dalam pencapaian tujuan

yang dikehendaki, termasuk pencapaian tujuan pendidikan.

Dalam ajaran Islam perencanaan merupakan sesuatu yang disyari’atkan,

hal ini tergambar dalam kisah nabi yusuf saat membuat rencana makro

berjangka panjang tentang persiapan atau perencanaan pangan.20 Diantara

langkah yang perlu mendapatkan perhatian khusus adalah perencanaan

kurikulum.

Hal ini dijelaskan Allah Swt. mengabadikan perkataan Nabi Yusuf

dalam QS. Yusuf ayat 47- 49:

‫ص ْدت ْم فَذَروه ِفي س ْنب ِل ِه‬ َ ‫س ْب َع ِس ِنينَ دَأَبًا فَ َما َح‬َ َ‫قَا َل ت َ ْز َرعون‬
َ‫س ْب ٌع ِشدَاد ٌ يَأْك ْلن‬
َ ‫ ث َّم يَأْتِي ِم ْن بَ ْع ِد ذَ ِل َك‬، َ‫يال ِم َّما تَأْكلون‬
ً ‫ِإ َّال قَ ِل‬
‫ ث َّم يَأ ْ ِتي ِم ْن بَ ْع ِد ذَ ِل َك‬، َ‫صنون‬ ً ‫َما قَد َّْمت ْم لَه َّن ِإ َّال قَ ِل‬
ِ ‫يال ِم َّما ت ْح‬
ِ ‫َعا ٌم فِي ِه يغَاث النَّاس َوفِي ِه يَ ْع‬
َ‫صرون‬
"Supaya kamu bertanam tujuh tahun (lamanya) sebagaimana biasa;
Maka apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan dibulirnya kecuali
sedikit untuk kamu makan. Kemudian sesudah itu akan datang tujuh
tahun yang amat sulit, yang menghabiskan apa yang kamu simpan
untuk menghadapinya (tahun sulit), kecuali sedikit dari (bibit gandum)

20
Safaruddin, Manajemen Pendidikan Islam, (Jakarta, ciputat press, 2005), hlm. 188
112

yang kamu simpan. Kemudian setelah itu akan datang tahun yang
padanya manusia diberi hujan (dengan cukup) dan dimasa itu mereka
memeras anggur."

Kisah Nabi Yusuf ini menjadi pelajaran bagi setiap muslim, betapa

pentingnya merencanakan tindakan untuk mengatasi keperluan masa depan.

Dalam konsep perencanaan, terkandung sifat tawakal sebagai refleksi

dari kekuatan tauhid kepada Allah Swt. Menurut Qardhawi yang dikutip oleh

Syafaruddin, tawakkal kepada Allah Swt. tidak berarti mengenyampingkan

segala sebab atau mengabaikan sunnah (hukum) yang diberikan Allah untuk

mengatur segala yang ada. Jadi, perencanaan (mempersiapkan sesuatu untuk

mencapai tujuan di masa depan), menyediakan sumber daya pendukung dalam

pelaksanaan, melaksanakan kegitan dengan sebaik-baiknya, kemudian bertawa-

kal adalah proses perencanaan dan pelaksanaan yang baik menuju keridhaan

Allah Swt.21

Dari penjelasan berikut dapat terlihat betapa seriusnya Muhammad

Rasyid Ridha membahas permasalahan kurikulum pendidikan Islam.

1. Prinsip kurikulum

Pendidikan yang diterapkan oleh Muhammad Rasyid Ridha untuk

menopang ide pembaharuannya adalah pendidikan Islam yang mampu

mencapai tujuannya, untuk itu dalam kaitannya dengan kuriulum, Ridha

menjadikan dasar ajaran Islam sebagai pijakan dalam perumusan kurikulum

dengan tiga prinsip yaitu;

21
Safaruddin, Manajemen Pendidikan Islam, (Jakarta, ciputat press, 2005), hlm. 189.
113

a. Menjadikan Al-Qur’an, Sunah dan Perjalanan hidup generasi sholeh

sebagai dasar perbaikan pendidikan Islam22

b. Menerapkan kaidah saling membantu atau tolong-menolong mengenai

apa yang kita sepakati dan bersikap toleran dalam masalah yang kita

perselisihkan23

c. Meyakini sunatullah atau hukum kausalitas yang berlaku dalam

kemajuan peradaban, serta menyerukan untuk mempelajari ilmu

teknologi modern, tidak berbuat zalim dan meninggalkan taklid.24

Muhammad Rasyid Ridha memberikan penekanan kurikulum pada

aspek muatan kurikulum yang seimbang antara muatan ilmu agama dan

ilmu modern. Sebagaimana yang telah diterapkannya di madrasah yang

beliau dirikan yaitu Madrasah al-Dakwah wal Irsyad. Dalam hal ini, aspek

pertama yaitu Al-Qur’an dan hadits wajib dipelajari oleh seluruh peserta

didik secara mendasar, meskipun kondisi dan situasi masyarakat terus

mengalami perubahan dan perkembangan. Sementara aspek kedua, yaitu

muamalah atau yang berhubungan dengan manusia, seperti ilmu-ilmu yang

berhubungan dengan keadilan,persamaan, politik, ilmu alam, dan lainnya

diserahkan kepada komponen pelaksana/pengelola dan penanggung jawab

pendidikan untuk menentukan potensi dan kondisi yang dihadapi peserta

didik, selama tidak menyimpang dari prinsip-prinsip dasar ajaran Islam.25

22
Kholid Al-Fahdi, Muhammad Rasyid Ridha, Masa hidup, tantangan dan metode
pembaruannya,(Dar Sofahat; Damaskus,2007), hlm. 48
23
Ibid, hlm. 51
24
Ibid. hlm.51
25
Al-Adlawy, Ibrahim Ahmad, Rasyid Ridha al-imamul Mujtahid,(Kairo, Muassasah Al-
Mishriyyah Al-Ammah li ta’lif wal Anfa; Wa An-Nasyr), hlm.26
114

Ridha juga memberikan penekanan kepada kurikulum Qur’any,

dengan alasan bahwa al-Quran merupakan kalam Allah yang diwahyukan-

Nya kepada Nabi Muhammad bagi seluruh umat manusia. Al-Quran

merupakan pedoman bagi mnausia yan meliputi seluruh aspek kehidupan

manusia yang bersifat universal. Unirvesalitasnya mencakup ilmu

pengetahuan yang tinggi sekaligus merupakan esensi yang tidak akan

dimengerti kecuali oleh orang-orang berjiwa suci dan berakal cerdas.26

Diantara keistimewaan kurikulum yang diterapkan oleh rasyid Ridha

adalah sebagai berikut :

1.1 Kurikulum bersifat menyeluruh (Syumul)

Ridha membagi terkait syumul ini menjadi beberapa bagian, yaitu:

a. Ilmu-ilmu agama Islam seperti Al-Qur’an, Tafsir, Hadits, Tauhid,

Hikmatut Tasyri’ (Fiqh), Akhlak, siroh Nabawiyah, Tarikh

Islam,Ushul Fiqh dan cabang-cabangnya

b. Ilmu penunjang ilmu agama Islam yaitu bahasa Arab, Sastra dan

balaghah. is berpandangan bahasa Arab merupakan sarana memahami

ajaran Islam dengan benar

c. Ilmu yang dapat memperkuat keberagamaan seseorang serta

memudahkan manusia dalam menjalankan perannya sebagai kholifah

di Bumi, seperti ilmu alam, matematika, olah raga, kesehatan dan

ekonomi.

1.2 Mempelajari karya-karya generasi sebelumnya

26
Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir Al Manar,(Mesir, dar Al Manar,IV/1373),Juz 1 hlm.262
115

Ini merupakan salah satu keistimewaan Islam. Hal ini dapat dilihat

dengan jelas pada beberapa ayat Al-Qur’an. Dianataranya ayat yang

menjelaskan bahwa ilmu tidaklah dikhususkan bagi satu kelompok tertentu

saja (QS. Yusuf : 76).

‫َوفَ ْوقَ ك ِل ذِي ِع ْل ٍم َع ِلي ٌم‬


“Dan di atas tiap-tiap orang yang berpengetahuan itu ada lagi
Yang Maha Mengetahui”

Dan diantaranya ada sebagian orang yang menghina orang lain

karena ilmu yang dimilikinya tanpa melihat apa yang dimiliki orang lain

(QS. Al Baqarah :113).

‫ت‬ ِ ‫ررارى َعلَررى شَرر ْيءٍ َوقَالَرر‬ َ ‫ص‬ َ َّ‫ت الن‬ َ ‫ت ْاليَهررود لَ ْي‬
ِ ‫سرر‬ ِ ‫َوقَالَرر‬
‫راب‬َ َ ‫ش ْيءٍ َوه ْم يَتْلرونَ ا ْل ِكت‬ َ ‫ت ْاليَهود َعلَى‬ َ ‫ارى لَ ْي‬
ِ ‫س‬ َ ‫ص‬ َ َّ‫الن‬
‫َكذَ ِل َك قَا َل الَّذِينَ َال يَ ْعلَمونَ ِمثْ َل قَ ْو ِل ِه ْم فَا َّّلل يَ ْحكم بَيْرنَه ْم‬
َ‫يَ ْو َم ْال ِقيَا َم ِة فِي َما َكانوا فِي ِه يَ ْخت َ ِلفون‬
“Dan orang-orang Yahudi berkata: “Orang-orang Nasrani itu
tidak mempunyai suatu pegangan”, dan orang-orang Nasrani
berkata: “Orang-orang Yahudi tidak mempunyai sesuatu
pegangan,” padahal mereka (sama-sama) membaca Al Kitab.
Demikian pula orang-orang yang tidak mengetahui, mengatakan
seperti ucapan mereka itu. Maka Allah akan mengadili diantara
mereka pada hari Kiamat, tentang apa-apa yang mereka berselisih
padanya.”

Diantara keuntungan dari memelajari karya serta penemuan dari

generasi sebelumnya yaitu dapat menghilangkan kesulitan yang dialami

oleh kaum muslimin dalam suatu permasalahan. Sebagaimana nabi

bersabda :
116

‫ َحيْث َما َو َجدَ َها فَه َو أ َ َحق ِب َها‬، ‫ضالَّة ْالمؤْ ِم ِن‬
َ ‫ْال ِح ْك َمة‬
“Hikmah itu merupakan sesuatu yang hilang dari oarng beriman,
dimanapun menemukannya maka ia berhak atasnya” (HR. Tirmidzi)27

1.3 Sesuai dengan kebutuhan Masyarakat

Ridha berkeyanikan bahwa kurikulum pendidikan Islam harus

dapat memenuhi kebutuhan individu dan masyarakat pada waktu dan

tempat tertentu. Dikarenakan kebutuhan antara satu tempat dengan tempat

lainnya bisa saja terdapat berbedaan. Maka kurikulum pendidikan Islam

perlu memenuhi kebutuhan masyarakat dengan mengklasifikasikan

kebutuhan-kebutuhan tersebut menurut tingkat kebutuhannya.28 Ridha

menyampaikan keyakinannya terkait hal ini kepada masyarakat yang saat

itu melupakan apa yang mereka butuhkan.

1.4 Saling melengkapi antara teori dan praktek

“Sesungguhnya tidaklah ilmu dinamakan ilmu, Iman dinamakan

iman sampai keduanya dibenarkan melalui amal.” Yang dimaksud ilmu

dalam ungkapan ini adalah pengetahuan teoritis, sedangkan yang

dimaksud amal adalah mempraktikan teori tersebut dan mengambil

manfaat darinya, yang kemudian dampak dari amal tersebut akan terlihat

pada diri seseorang.

Dalam kaitannya menyelesaikan permasalahan umat, amal (perbuatan)

lebih tinggi tingkat kebutuhannya jika dibandingkan dengan teori. Amal dapat

memebrikan manfaat bagi umat manusia meskipun kecil, dan ilmu teori

menjadi perlu karena ilmu tetap didahulukan sebelum beramal. Adapun ilmu

27
Sunan At-Tirmidzi, Bab Fadlu Fiqh, juz 10, hlm. 209, Hadits ghorib.
28
Rasyid Ridha, Almanar. hlm. 545
117

yang tidak dapat diaplikasikan dalam kehidupan dan tidak memberikan

dampak para perilaku pemiliknya maka ilmu tersebut dikategorikan sebagai

ilmu yang tidak bermanfaat.

Penyebab dari kemunduran Dunia Islam dikarenakan umat Islam tidak

mempelajari ilmu-ilmu alam, serta tidak mempraktekan teorinya dalam

berbagai bidang kehidupan.29

Salah satu proyek besar yang dilakukan oleh Ridha sebagai

pembaharu pada dasarnya adalah melanjutkan apa yang telah digagas oleh

gurunya Muhammad Abduh dan jamaludin al Afghani, pembaharuan dalam

bidang pendidikan. Dengan menerapkan konsep equalisasi (Upaya

menselaraskan dan menyeimbangkan) antara porsi pelajaran agama dengan

pelajaran umum.30

Kemunduran umat Islam dalam berbagai aspek kehidupan disebabkan

mereka tidak lagi menganut ajaran-ajaran Islam yang sebenarnya. Sudah

banyak penyimpangan dalam perilaku keseharian mereka, menyebarnya

bid’ah dikalangan mereka hingga yang menghambat laju perkembangan dan

mendatangkan kerugian besar seperti anggapan bahwa dalam Islam terdapat

ajaran kekuatan rohani yang membuat pemiliknya dapat memperoleh segala

apa yang dikehendakinya. Padahal menurut ajaran agama Islam, kebahagiaan

dunia dan akhirat hanya dapat diperoleh melalui amal dan usaha yang sesuai

dengan sunnatullah.31

Selain itu, ada beberapa hal yang ditentang oleh Ridha seperti ajaran

tarekat tentang tawakal, Tawasul, kepatuhan yang berlebihan kepada para

29
Rasyid Ridha, Tafsir Alfatihah,(Kairo: Mathba’ Al Manar, 1330), hlm. 923
30
Suwito dan Fauzan, Sejarah Pemikiran para Tokoh,hlm. 301
31
Harun Nasution, Op.cit, hlm.72
118

syeikh dan wali, membudayanya paham Jabbariyyah (Fatalis), sementara

salah satu sebab kemajuan bangsa-bangsa Eropa adalah sudah

membudayanya paham ikhtiar (dinamis). Padahal Islam sendiri sebenarnya

berisi ajaran yang mendorong umatnya agar bersifat dinamis. Ajaran tersebut

terkadung dalam kata jihad, yang berarti berusaha keras dan bersungguh-

sungguh dalam mencurahkan segenap pikiran, kekuatan, dan berani

berkurban, baik dengan harta benda maupun dengan jiwa raga.32

2. Sumber Kurikulum

Dalam upaya Rasyid Ridha mencapai tujuan pendidikan yang

digariskannya dan bentuk implementasi prinsip-prinsip kurikulum diatas,

Ridha berpandangan kurikulum pendidikan Islam harus bersumber kepada

beberapa hal berikut;

a. Al-Qur’an

Secara etimologi Al-Quran berasal dari kata qara’a, yaqra’u,

qira’atan atau qur’anan, yang berarti mengumpulkan (al-jam’u) dan

menghimpun (al-dhammu) huruf-huruf serta kata-kata dari satu bagian

ke bagian yang lain secara teratur. Muhammad salim Muhsin

mendefinisikan Al-Quran dengan: “Firman Allah SWT. yang

diturunkan kepada nabi Muhammad Saw. yang tertulis dalam mushaf-

mushaf dan dinukil/diriwayatkan kepada kita dengan jalan yang

mutawatir dan membacanya dipandang ibadah serta sebagai penentang

32
Ibi, hlm.74
119

(bagi yang tidak percaya) walaupun surat terpendek.”33 Muhammad

Abduh mendefinisikannya dengan: “Kalam Mulia yang diturunkan oleh

Allah kepada nabi yang paling sempurna (Muhammad Saw.), ajarannya

mencakup keseluruhan ilmu pengetahuan. Ia merupakan sember yang

mulia, dan penggalian esensinya hanya bisa dicapai oleh orang yang

berjiwa suci dan berakal cerdas.”34

Ridha mengatakan bahwa Allah Swt menurunkan Al-Quran

sebagai petunjuk bagi seluruh manusia, tidak dikhususkan bagi para

mujtahid ahli hukum Islam atau ahli fiqh saja, karena ayat-ayat yang

berisi hukum jumlahnya tidak lebih banyak dari ayat-ayat yang

memandu akal dan jiwa menuju kedudukan yang tinggi yang

mengantarkan kepada kemenangan dan kebahagiaan. Generasi saleh

terdahulu pada masa awal Islam merteka mengambil petunjuk dari al-

Quran dan mewujudkannya dalam kehidupan mereka. Padahal tidak

semua atau mayoritas mereka menjadi mujtahid menurut ahli ushul.

Seandainya hidayah dan pengaruh Al-Quran tidak merasuk kepada

jiwa-jiwa mereka maka mereka tidak akan menjadi generasi terbaik dan

Islam tidak akan menyebar dengan cepat kepenjuru dunia karena

meneladani mereka. Sungguh Islam telah membersihkan jiwa-jiwa

mereka dan meninggikan akal mereka, hingga di negri manapun mereka

datang maka akan didapati orang yang memeluk Islam karena tertarik

oleh keteladanan mereka, padahal mereka sendiri tidak menguasai

33
Muhammad Salim Muhsin, Tarikh Al-Quran al-Karim, Iskandariyah: Muassasah Syabab al-
Jam’iyah, hlm. 5.
34
Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir al-Manar, Kairo: Dar al-Manar. 1373 H. Juz I, hlm.17.
120

bahasa masyarakat dinegeri tersebut dan tidak mendirikan lembaga

pendidikan untuk menyebarkan ajaran Islam.35

Al-Quran al-karim adalah faktor terbesar dalam pembentukan

akal, akhlak, dan jiwa. Kitab yang kekal yang belum pernah ada

sebelumnya dan tidak akan ada setelahnya. Kitab yang bisa membuat

perubahan baru dalam masyarakat dan kehidupan apabila bisa sampai

ke hati. Maka Al-quran harus mendapat bagian yang terbesar dalam

pendidikan kita. Dan pengajaran al-Quran ini abstrak (mujarodah)

sebisa mungkin. Maka matannya di pelajari dengan tidak

memperbanyak musyawarah dan pembahasan dan juga tidak

menjelaskan secara berlebihan seperti menjelaskan badan ketika sakit.

Dan guru seharusnya tidak mengonversi (an yahula) antara murid dan

al-quran. Seperti seseorang yang berada diantara kaca-kaca dan alat-alat

pengintai. Tetapi membiarkannya berinteraksi dengan al-Quran,

sehingga ruh dan jiwanya merasakan kenikmatan dengan al-Quran, dan

mengarahkannya kepada ibrah dan tafkir sehingga membantunya dalam

kesulitan bahasa saja. 36

Al-Quran merupakan wahyu Allah Swt yang di turunkan kepada

rasulullah Muhammad saw. Oleh karena itu, Al-Quran menempati

urutan pertama dalam hierarki sumber ilmu dalam epistemologo Islam.

Al-Quran Sebagai sumber ilmu, di jelaskan melalui ayat-ayat yang

menyatakan bahwa al-Quran merupakan petunjuk bagi manusia dan

alam semesta, yaitu diantaranya dalam surat at-takwir ayat 27, dan al-

35
Rasyid Ridha, tarbiyyah Wa Taklim, Al Mostafa, hlm. 42
36
At-arbiyah al-Islamiyyah al-Hurrah, hlm. 13-14
121

Furqan ayat 1 dan Al-Baqarah ayat 185. Al-Quran juga merupakan

dustur universal yang menjelaskan segala sesuatu karena ia di sifati Zat

yang menurunkannya, yaitu Rabb semesta alam (QS. at-Takwir :27). 37

َ‫ِإ ْن ه َو ِإ َّال ِذ ْك ٌر ِل ْلعَالَ ِمين‬


“Al-Quran Itu tiada lain hanyalah peringatan bagi semesta
alam”

Allah berfirman (QS. al-Furqan: 1);

َ‫ار َك الَّذِي ن ََّرز َل ْالف ْرقَرانَ َعلَرى َعبْر ِد ِه ِليَكرونَ ِل ْلعَرالَ ِمين‬
َ َ‫تَب‬
‫ِيرا‬
ً ‫نَذ‬
“Maha suci Allah yang telah menurunkan al-Furqan (al-
Quran) kepada hambaNya, agar dia menjadi pemberi
peringatan kepada seluruh alam.”

Allah berfirman (QS. al-Baqarah : 185);

‫اس‬ ِ ‫ضررانَ الَّ رذِي أ ْنر ِرز َل فِي ر ِه ْالقر ْررآن ه ردًى ِللنَّ ر‬
َ ‫ش ر ْهر َر َم‬ َ
َّ ‫ش ر ِهدَ ِم ر ْنكم ال‬
‫ش ر ْه َر‬ َ ‫رن‬ ِ ‫ت ِمررنَ ْاله ردَى َو ْالف ْرقَر‬
ْ ‫ران فَ َمر‬ ٍ ‫َوبَ ِينَررا‬
ٍ ‫رن أَي‬
‫َّرام‬ ً ‫فَ ْليَص ْمه َو َم ْن َكانَ َم ِري‬
َ ‫ضا أ َ ْو َعلَى‬
ْ ‫سفَ ٍر فَ ِعدَّة ٌ ِم‬
‫َّللا ِبكم ْالي ْس َر َو َال ي ِريد ِبكم ا ْلع ْس َرر َو ِلت ْك ِملروا‬
َّ ‫أخ ََر ي ِريد‬
َّ ‫ْال ِعدَّة َ َو ِلت َك ِبروا‬
َ‫َّللاَ َعلَى َما َهدَاك ْم َولَعَلَّك ْم ت َ ْشكرون‬
“(Beberapa hari yang di tentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan
yang di dalamnya di turunkan (permulaan) Al-Quran sebagai petunjuk
bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan
pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena itu, barang siapa
diantara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka
hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barang siapa sakit atau
dalam perjalanan (lalu ia benrbuka), maka (wajiblah baginya
37
Karniah Filsafat Ilmu dikutip dariYusuf al-Qardawi, Bagaiman Berinteraksi dengan Al-quran,
cetakan ke 4, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006, hlm. 59-60.
122

berpuasa), sebanyak hari yang di tinggalkannya itu, pada hari-hari


yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak
menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan
bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas
petunjukNya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.”

Al-Quran memiliki berbagai keistimewaan yang tidak dimiliki

kitab-kitab yang terdahulu, karena kitab-kitab terdahulu hanya

diperuntukkan bagi satu zaman tertentu. Dengan keistimewaan tersebut,

Al-Quran mampu memecahkan problem kemanusiaan dalam berbagai

segi kehidupan, yaitu rohani dan jasmani, masalah sosial serta ekonomi,

Al-Quran menyediakan kaidah-kaidah umum yang dapat di jadikan

landasan bagi langkah-langkah manusia di setiap zaman dan tempat

karena Allah Swt. Sendiri yang akan menjaganya sebagaimana firman-

Nya dalam QS. Al-Hijr: 9.38

ِ ‫ِإنَّا ن َْحن ن ََّز ْلنَا‬


َ‫الذ ْك َر َو ِإنَّا لَه لَ َحافِظون‬
“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Quran, dan
sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.”

Oleh karena itu, manusia yang berpaling dari kalam Allah (Al-

Quran) atau mengambil selain Al-Quran sebagai petunjuk, telah

memikul dosa yang sangat besar sebagaimana firman-Nya dalam

QS.Toha: 100;

‫ض َع ْنه فَإِنَّه يَ ْح ِمل يَ ْو َم ا ْل ِقيَا َم ِة ِو ْز ًرا‬


َ ‫َم ْن أَع َْر‬
“Barang siapa berpaling darinya (Al-Quran) maka sesungguhnya
ia akan memikul dosa yang besar di hari kiamat.”

Juga firman-Nya dalam QS. Al-Haj:8;

38
Ibid, hlm 14-15.
123

‫َّللا ِبغَ ْي ِر ِع ْل ٍرم َو َال هردًى َو َال‬ ِ َّ‫َو ِمنَ الن‬


ِ َّ ‫اس َم ْن ي َجادِل ِفي‬
‫ير‬ ٍ ‫ِكتَا‬
ٍ ِ‫ب من‬
“Dan diatara manusia ada orang-orang yang membantah tentang
Allah tanpa ilmu, tanpa petunjuk dan tanpa kitab (wahyu) yang
bercahaya.”

Seluruh ilmu di dunia ini berasal dari Allah Swt. Yang kekuasaannya

meliputi bumi dan langit.39 Karya monumental Rasyid Ridha tentang

Al-Quran adalah tafsir al Manar.

b. As-Sunah

As-Sunah yaitu perkataan, perbuatan, ataupun pengakuan Rasul

Allah SWT. yang dimaksud dengan pengakuan ialah kejadian atau

perbuatan orang lain yang diketahui oleh Rasulullah dan beliau

membiarkan kejadian itu atau perbuatan itu berjalan.

As-Sunah merupakan sumber kedua sesudah Al-Qur’an. Seperti

Al-Qur’an, As-Sunah berisi petunjuk dan pedoman untuk kemaslahatan

hidup manusia dalam segala aspeknya, untuk membina umat menjadi

manusia seutuhnya atau muslim yang bertakwa. Rasulullah menjadi

teladan utama dalam pendidikan Islam. Sebagaimana dicontohkan

dalam sejarah, beliau menggunakan rumah Al-Arqam ibn Abi Al-

Arqam, memanfaatkan tawanan perang untuk mengajarkan membaca

dan menulis serta dengan mengirim para sahabat ke daerah-daerah yang

39
Lihat surat Lukman (31) ayat 26
124

baru masuk Islam. Semua itu adalah pendidikan dalam rangka

pembentukan manusia muslim dan masyarakat Islam.40

Oleh karena itu As-Sunah merupakan landasan kedua bagi cara

pembinaan pribadi manusia muslim. Sunah selalu membuka

berkembangnya penafsiran. Itulah sebabnya, mengapa ijtihad perlu

ditingkatkan dalam memahaminya.

Pada pemaparan sebelumnya telah diketahui bahwa Muhammad

Rasyid Ridha merupakan seseorang yang sangat serius mempelajari

ajaran Islam termasuk sunah, bahkan dalam penguasaan as-Sunah atau

hadits kemampuan beliau melebihi gurunya Muhammad Abduh, beliau

sangat selektif dalam mengambil suatu hadits untu dijadikan pedoman

hal ini dikarenakan keteguhan beliau dalam mengembalikan kemurnian

ajaran Islam.

c. Akal

Allah Swt telah memberikan anugerah kepada manusia berupa akal

sebagai sarana manusia untuk mencapai kedudukan yang tinggi dan

mulia. Dengannya manusia dapat berpikir tentang kondisi disekitarnya,

pemikiran tersebut bisa didapat melalui kajian ilmiah atau pengalaman

sebelumnya. kemudian hasil pemikiran tersebut dipraktikan dengan

anggota badan yang dimilikinya.41

Ijtihad yaitu berpikir dengan menggunakan seluruh kemampuan

yang dimiliki oleh para ilmuan muslim yang memiliki kapasitas

dibidangnya, untuk menetapkan suatu hukum dalam hal-hal yang belum

40
Ibid, hlm.21
41
Rasyid Ridha, At-Tarbiyah Wat Taklim, Mu’tamar tarbiyah Wa Taklim al-Islamy, India,
(India,Penerbit Al-Ahmadiyah, 1912), hlm.8
125

ditegaskan dalam Al-Qur’an dan As-Sunah. Ijtihad dalam hal ini dapat

meliputi seluruh aspek kehidupan termasuk aspek pendidikan. Dengan

tetap berpedoman pada Al-Qur’an dan As-Sunah, serta mengikuti

kaidah-kaidah yang telah diatur oleh para mujtahid. Oleh karena, itu

ijtihad dipandang sebagai salah satu sumber hukum Islam yang sangat

dibutuhkan sepanjang masa setelah rasulullah wafat.42

Muhammad Rasyid Ridha memiliki pandangan bahwa Pendidikan

Islam selain berlandaskan Al-Qur’an dan As-Sunah, juga berlandaskan

ijtihad sebagai bentuk mengeksplorasi akal dalam menyesuaikan

kebutuhan umat yang selalu berubah dan berkembang. Akal sebagai

sarana untuk menggali kandungan yang terdapat dalam Al-Quran dan

Sunah43.

Sebagaimana Allah Swt menganugerahkan kepada manusia indera

dan ilmu-ilmu lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, Allah juga

memberikan satu sarana lain bagi manusia untuk dapat melakukan

percepatan dalam mencapai tujuan penciptannya, Yaitu wahyu.

Sebagaimana ucapan Muhammad Abduh;

‫سر ْي ِر‬ َّ ‫ارت َقَرى البَشَرر َّإال فِري زَ َمر ِن‬


َّ ‫الط ِويْر ِل ِبال‬ ْ ‫َولَ ْو َاله لَ َّما‬
‫اط ِئ‬ ِ ِ‫النَّاق‬
ِ َ‫ص الب‬
“seandainya tidak ada wahyu maka manusia tidak akan mencapai
ketinggian/kemajuan kecuali dalam kurun waktu yang lama dan
perjalanan yang diiringi kekurangan serta pergerakan yang
lambat”.44

42
Ibid, hlm.21
43
Rasyid Ridha, Tarbiyah Wa Taklim, hlm. 61
44
Ibid, hlm. 62
126

Allah berfirman dalam QS, Al-Baqarah : 213;

ِ ‫َّللا النَّ ِب ِيرررينَ مبَ ِشر‬


َ‫رررين‬ َّ ‫ررث‬ ِ ‫َكرررانَ النَّررراس أ َّمرررةً َو‬
َ ‫احررردَة ً فَبَعَر‬
‫اس‬ِ َّ‫ق ِليَ ْحك َم بَيْنَ الن‬ ِ ‫اب ِبا ْل َح‬
َ َ ‫َوم ْنذ ِِرينَ َوأ َ ْنزَ َل َمعَهم ْال ِكت‬
ْ ‫رف فِير ِه ِإ َّال الَّرذِينَ أوتروه ِم‬
‫رن‬ َ َ‫اختَل‬ ْ ‫فِي َما ا ْختَلَفروا فِير ِه َو َمرا‬
َّ ‫بَ ْع ِد َما َجا َءتْهم ْالبَ ِينَات بَ ْغيًا بَ ْينَه ْم فَ َهدَى‬
‫َّللا الَّذِينَ آ َمنوا‬
ْ ‫َّللا يَ ْهردِي َم‬
‫رن يَشَراء‬ ِ ‫اختَلَفوا فِير ِه ِمرنَ ْال َح‬
َّ ‫رق ِبإِ ْذنِر ِه َو‬ ْ ‫ِل َما‬
ِ ‫ِإلَى‬
‫ص َراطٍ م ْست َ ِق ٍيم‬
“Manusia itu adalah umat yang satu. (Setelah timbul
perselisihan), maka Allah Swt. Mengutus para Nabi, sebagai
pemebri peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka kitab
yang benar, untu member keputusan diantara manusia tentang
perkara yang mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang
kitab itu, melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka
kitab. Yaitu, setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan
yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah
member petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran
tentang hal yang mereka perselisihkan itu dengan kehendak-Nya.
Dan Allah selalu member petunjuk orang yang dikehendaki-Nya
kepada jalan yang lurus.”

Ayat ini memberikan sinyal tentang kebutuhan fitrah manusia

terhadap pendidikan. Pendidikan merupakan suatu keperluan bagi fitrah

manusia untuk memenuhi keberlangsungan hidupnya, maka pendidikan

memiliki kedudukan penting bagi manusia. Pendidikan yang diterapkan

haruslah sejalan dengan fitrah tersebut, maka pendidikan tentang agama

Islam merupakan suatu keniscayaan karena baik manusia atau agama


127

Islam kedua memiliki satu kesamaan yaitu kesamaan sumber

penciptanya. Disebutkan dalam QS. Al-Jumu’ah: 2,45

‫رث فِري اْأل ِم ِيرينَ َرسروالً ِمر ْنه ْم يَتْلروا َعلَر ْي ِه ْم‬ َ َ‫ه َو الَّرذِي بَع‬
‫اب َو ْال ِح ْك َمرةَ َو ِإن َكرانوا‬ َ ‫َءايَاتِر ِه َويرزَ ِكي ِه ْم َويعَ ِلمهرم ْال ِكتَر‬
َ ‫ِمن قَبْل لَ ِفي‬
ٍ ِ‫ضالَ ٍل مب‬
‫ين‬
“Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di
antara mereka, yang membacakan aya-ayat-Nya kepada mereka,
mensucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan
hikmah. Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam
kesesatan yang nyata”.

Allah berfirman dalam QS. Al-Baqarah : 151;

ً ‫سر ْررلنَا فِررريك ْم َرسر‬


‫رروال ِمررر ْنك ْم يَتْلرررو َعلَررريْك ْم آيَاتِنَرررا‬ َ ‫َك َمرررا أ َ ْر‬
‫راب َو ْال ِح ْك َم رةَ َويعَ ِلمك ر ْم َمررا لَرر ْم‬
َ ‫َويررزَ ِكيك ْم َويعَ ِلمكررم ْال ِكتَر‬
َ‫تَكونوا ت َ ْعلَمون‬
”Sebagaimana (kami telah menyempurnakan nikmat kami
kepadamu) kami telah mengutus kepadamu Rasul di antara kamu
yang membacakan ayat-ayat kami kepadamu dan menyucikanmu
dan mengajarkanmu al-Kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan
kepada kamu apa yang belum kamu ketahui. "

Allah telah menjelaskan bahwa Rasul diutus sebagai pendidik, dan

sesunguhnya tazkiyah (pensucian jiwa) merupakan pendidikan yang

paling utama, dengannya manusia dapat memiliki jiwa yang bersih dan

mulia, senantiasa dihiasi dengan akhlak yang luhur, bersih dari sifat-

45
Ibid.
128

sifat tercela, dan Al-Quran merupakan sumber utama dalam pendidikan

jiwa tersebut.46

3. Materi pelajaran

Muhammad Rasyid Ridha berpendapat bahwa ilmu pengetahuan

modern tidak bertentangan dengan Islam. Karena ilmu pengetahuan itu

merupakan dasar bagi kemajuan peradaban Barat, sudah sepantasnya umat

lslam yang mendambakan kemajuan untuk bersiap mempelajarinya.

Lebih dari itu, kemajuan yang pernah dicapai umat Islam pada zaman

klasik adalah juga karena kemajuan mereka dibidang ilmu pengetahuan.

Namun ilmu tersebut diabaikan oleh generasi muslim yang datang

setelahnya dan sebaliknya dikembangkan oleh bangsa Barat. Akibatnya

umat Islam mengalami kemunduran dan Barat semakin berkembang. Maka

itu, jika sekarang umat Islam memelajari ilmu pengetahuan modern dari

Barat, sebenarnya mereka sedang mempelajari kembali ilmu pengetahuan

yang pernah dimiliki.47

Anjuran Ridha agar umat Islam mempelajari ilmu pengetahuan

modern dari Barat tidaklah merupakan anjuran untuk bertaklid buta dan

mengikuti semua hal yang datang dari Barat. Karena itu, ia setuju apabila

Modernisasi diterapkan di negeri muslim dan menolak dilakukannya

Westernisasi. Menurutnya, Modernisasi memiliki pengertian menguasai

keahlian-keahlian dibidang teknologi dan pengetahuan-pengeyahuan ilmiah,

namun dengan tetap mempertahankan nilai-nilai nasional dan dasar-dasar

46
Rasyid Ridha. Op.Cit.61
47
Harusn Nasution. Op.Cit, hlm. 74-75
129

moral masyarakat. Sebaliknya, westernisasi adalah suatu kepercayaan

bahwa keterpurukan suatu bangsa adalah bagian dan esensi bangsa itu

sendiri, baik itu budayanya, sistem kepercayaannya, maupun sejarahnya.

Oleh karena itu, bangsa yang ingin maju harus memutuskan hubungan

dengan masa lalunya, dan melakukan restrukturisasi dirinya dengan model

Barat.48

Kemajuan Islam akan tercapai jika menguasai bidang pendidikan, dari

itu, Ridha selalu berusaha mendorong umat Islam untuk menggunakan

kekayaan, potensi dan wewenangnya bagi pembangunan lembaga-lembaga

pendidikan. Rasyid Ridha berupaya memajukan ide pengembangan

kurikulum dengan memadukan muatan ilmu agama dan ilmu modern yang

dipelajari oleh Barat.49

Konsep pendidikan tersebut haruslah didukung oleh materi yang

sesuai dengan tujuan dari pendidikan Islam. Materi Pendidikan yang harus

mendapatkan perhatian lebih besar dalam sistem pendidikan menurut

Muhammad Rasyid Ridha adalah:

a. Bahasa Arab

Allah swt berfirman dalam QS. Azzumar :27-28;

‫رل َمثَر ٍل لَعَلَّهر ْم‬ِ ‫رن ك‬ ْ ‫آن ِم‬ ِ ‫اس فِي َهذَا ْالق ْر‬ َ ‫َولَقَ ْد‬
ِ َّ‫ض َر ْبنَا ِللن‬
َ‫ج لَعَلَّه ْم يَت َّقون‬ٍ ‫ ق ْرآنًا َع َربِيًّا َغي َْر ذِي ِع َو‬, َ‫يَتَذَ َّكرون‬
“Sesungguhnya telah kami buatkan bagi manusia dalam Al-Qur’an
ini setiap macam perumpamaan. (Ialah) Al-Qur’an dalam bahasa

48
A. Atahillah, hlm. 36
49
Asmuni yusran. Pengantar studi Pemikiran dan gerakan pembaharuan dalam Dunia
Islam,(Jakarta, Raja Grapindo Persada, 1996), hlm.85
130

Arab yang tidak ada kebengkokan (didalamnya) supaya mereka


bertakwa.” .

Setelah Al-Quran, Ridha juga menekankan kepada umat Islam

untuk serius mempelajari bahasa Arab. penekanan ini dilandasi

pandangan bahwa orang yang menguasai bahasa arab akan sangat

dimungkinkan memiliki pemahaman yang benar tentang al-Quran, dan

dapat mengambil pelajaran darinya, dengan penguasaan bahasa arab

seseorang akan dapat merasakan pengaruh al-Quran dalam dirinya.

Selain itu dengan bahasa Arab umat Islam akan mampu menggali

khazanah keIslaman yang telah tercatat dalam banyak literatur. Bahasa

Arab arab merupakan salah satu sarana untuk untuk mendapatkan

hidayah Al-Quran dan ilmu-ilmu keIslaman lainnya.50

b. Hadits, Siroh Nabawiyah dan materi Ajaran Islam

Selain itu terpenting setelah al-quran adalah Hadits dan as-sirah

an-nabawiyah yang merupakan tanda-tanda kekuasaan Allah dalam

kesempurnaan bentuk dan akhlak dan mu’jijat yang sempurna

mencangkup seruruh mu’jizat yang tercermin dalam kehidupannya

akhlaknya dan perkataannya. Maka pelajarilah sirah sebanyak-

banyaknya. Buku sirah yang dimaksudkan oleh Syekh al-Nadwi

bukanlah hanya sekedar daftar isi dan meminta siswa untuk

menghafalnya dan mencatatnya, juga bukan hanya tahun dan jumlah dan

nama-nama peperangan dan kejadian-kejadian penting tetapi yang saya

maksud adalah buku sirah yang memenuhi hati kehormatan, martabat,

50
Rasyid Ridha. Op.Cit, hlm.32
131

kasih sayang dan iman. Maka seharusnya setiap semester tidak kosong

dari As.Sirah An-Nabawiyah.51

c. Mata pelajaran ilmu pengetahuan Modern

Untuk mengintegrasikan antara pemahaman ilmu KeIslaman dan

ilmu-ilmu modern, Muhammad Rasyid Ridha memandang sangat perlu

bagi umat Islam mempelajari ilmu-ilmu modern seperti teologi,

pendidikan moral, sosiologi, ilmu bumi, sejarah, ekonomi, ilmu hitung,

ilmu kesehatan, bahasa-bahasa asing dan ilmu mengatur rumah tangga

(kesejahteraan keluarga), yaitu disamping fiqh, tafsir, hadits dan lain-lain

yang biasa diberikan di Madrasah-madrasah tradisional.52

C. Metode Pendidikan

Salah satu dari fungsi pendidikan adalah mengantarkan pesan yang berisi

tentang ajaran yang dibutuhkan oleh manusia. Muhammad Rasyid Ridha

adalah salah satu contoh peserta didik yang berhasil terpengaruh oleh pesan

yang disampaikan oleh Muhammad abduh sebagai gurunya dan Jamaluddin

Al-Afghani sebagai tokoh pembaharu pada masanya. Pesan tersebut adalah

gagasan-gagasan pemabaharuan yang digulirkan oleh keduanya dalam usaha

memperbaiki kondisi umat Islam. Pesan tersebut sedemikian kuat membekas

dalam hati dan pikiran Muhammad Rasyid Ridha hingga kemudian di menjadi

sebuah sikap dan karakter yang pada akhirnya membawa rasyid Ridha menjadi

salah satu tokoh pembaharuan yang diteladani oleh banyak orang dalam hal

pemikiran dan ide-idenya.

51
At-Tarbiyah al-Islamiyyah al-Hurrah, hlm: 15
52
Fakhruddin Faiz, Hermeneutika Qur’ani, Antara Teks, Konteks, dan Kontekstualisasi,
(Yogyakarta : Qalam, 2002), cet. ke-1, hlm. 64.
132

Dari gambaran di atas, dapat ditarik pelajaran, betapa sebuah pesan dapat

memiliki pengaruh yang besar dan signifikan dalam diri seseorang, tetapi

sebuah pesan tetaplah pesan, yang menjadikannya berbekas adalah cara

penyampaiannya; yang meliputi momentum, redaksi, kondisi kejiwaan, kadar

kematangan jiwa, dan beberapa hal yang terkait dengan komunikan.53

Penguasaan terhadap pemilihan metode yang tepat serta sesuai dengan

kebutuhan merupakan suatu hal yang harus dimiliki oleh setiap pendidik atau

da’i. Teladan itu semua ada pada diri Rasulullah saw yang telah terbukti

berhasil mendidik para shahabat menjadi generasi terbaik.

Seorang pendidik dalam menerapkan sebuah metode pembelajaran dapat

meniru kepada Rasulullah saw. karena Rasulullah adalah orang yang telah

berhasil menerapkan berbagai metode pendidikan.

ٌ‫سنَة‬
َ ‫لَقَ ْد َكانَ لَك ْم فِي َرسو ِل هللاِ أ ْس َوة ٌ َح‬
“Sungguh telah ada pada diri Rasulullah Saw. suri teladan yang
baik”.HR. Bukhori.”54

Dalam bahasa arab kata metode diungkapkan dalam bentuk kata

thariqah yang berarti jalan, dan manhaj yang berarti sistem, serta wasilah

yang berarti perantara. Dari kedua bahasa tersebut sepertinya tidak terjadi

perbedaan makna.55

53
Rahmat Abdullah, Pengantar buku kekuatan sang murobbi,(Jakart, Al-I’tishom Cahaya Umat,
2011), hlm.vii
54
Shohih Bukhori, No. 774
55
lihat Muhammad Fu’ad Abd Baqi, Mu’jam Al-Mufahras Lii Al-Fadz Al-Qur’an, Beirut :
Dar Fikr, 1987, hlm. 286.
133

Pada pembahasan ini, peneliti akan mengungkapkan beberapa metode

pendidikan yang diterapkan oleh Muhammad Rasyid Ridha selama

mengabdikan diri dalam perbaikan umat Islam.

1. Metode keteladanan

Yang di maksud dengan tauladan yang baik adalah dan contoh yang

tinggi adalah pribadi Rasulullah saw dan para nabi dan rasul Allah.

Sesungguhnya rasulullah saw dengan kepribadiannya, suluknya, dan

interaksinya dengan manusia merupakan gambaran rukun-rukun al-quran

dan pengjarannya, adabnya dan syariatnya. Umul mu’minin Aisyah berkata:

(Rasulullah saw akhlaknya Adalah Al-Quran).

Muhammad Rasyid Ridha tumbuh dalam kecintaan kepada Rasul

yang mulia. Kecintaannya ini di dapatkan dari lingkungan keluarganya

semenjak kecil, karena beliau sendiri menyandang gelar sayyid yang gelar

ini disematkan kepada keturunan Rasulullah Saw. Beliau menceritakan

tentang pengaruh bacaannya tentang sejarah Nabi Muhammad Saw.

terhadap hati dan ruh anak-anak yang melekat semasa hidupnya.

Dari penjelasan di atas kita dapat menyimpulkan beberapa point

penting sebagai berikut:

a. Menumbuhkan rasa cinta terhadah Nabi Muhammad Saw. kepada Anak-

anak sebagai tauladan yang utama bagi umat muslim dan contoh tertinggi

bagi mereka. Rasa cinta ini memiliki pengaruh yang sangat besar dalam

menumbuhkan akidah yang benar, dan pembentukan akhlaq yang mulia

dan suluk yang lurus.


134

b. Nabi Muhammad Saw. merupakan teladan sepanjang masa dimana para

pendidik terinspirasi dari akhlak mulia Rasulullah Saw. sehingga tercipta

generasi yang shalih.

c. Para pendidik seperti kedua orang tua dan para guru, bisa menjadi

tauladan yang baik. Ridha mendapatkan tauladan yang baik pada diri

kedua orang tuanya dan guru-gurunya. Belajar darinya keutamaan-

keutamaan dan perbaikan. Belajar dari mereka kasih sayang dan empati

terhadan sesama dan doa yang baik bagi mereka dengan dikaruniai ilmu

dan kemampuan untuk memberi.

2. Metode Pendidikan

Proses penyebaran ajaran Islam sejak masa Nabi Muhammad Saw.

hingga era modern kepada seluruh manusia secara umum ditempuh melalui

lisan dan ada pula yang melalui tulisan, bahkan tida sedikit yang

menggabungkan keduanya, yakni lisan dan tulisan.

Bahkan kebiasana membaca dan menulis telah menjadi tradisi kaum

muslimin sejak dulu, banyak ulama yang telah mengukir namanya dalam

dalam lembaran sejarah Islam dikarenakan karya-karya besar yang telah

ditelurkan melalui pena-pena mereka. Karya-karya tersebut mampu

memberikan pengaruh yang signifikan dalam perkembangan pengetahuan.

Muhammad Rasyid Ridha merupakan salah satu tokoh pembaruan

dalam kancah pemikiran Islam yang dikenal bukan hanya melalui

kemampu-annya menyampaikan ide dan gagasan melalui lisannya, tetapi


135

beliau merupakan sosok yang sangat handal dalam memanfaatkan media

tulisan sebagai sarana untuk menyebarkan gagasan-gagasannya.

Hasil perjuangan Rasyid Ridha dalam memperbaiki umat Islam

melalui ide pemikirannya dapat ditemui dalam berbagai aspek dan bentuk,

namun tetap saja yang kemudian dipandang paling signifikan dan identik

dengan figur Rasyid Ridha adalah majalah Al-Manar dan Tafsir Al-Manar.

Keduanya ibarat dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan dengan sosok

sang mujaddid ketika seseorang berbicara tentang modernisasi dan

reformasi pemikiran Islam di abad kedua puluh.56

Majalah al-Manar, merupakan mimbar bagi pemikiran Rasyid Ridha,

Muhammad Abduh maupun kaum modernis secara umum selama hampir

empat dasawarsa (1315-1354 H/ 1898-1935 M). Terbit pertama kali dalam

bentuk Koran mingguan, kemudian berubah menjadi majalah bulanan mulai

tahun kedua. Seperti disinggung seilas diatas, terbitnya majalah ini memang

merupakan tekad dan cita-cita Rasyid Ridha sejak meninggalkan Tripoli dan

pindah ke tanah air keduanya, yaitu Mesir. Pengaruh besar yang

ditimbulkan urwatul Wutsqa, terhadap dirinya agaknya telah memotivasinya

untuk juga mempergunakan media yang sama yaitu media massa, guna

menularkan spirit reformasi dan revivalisasi Islam kepada khalayak luas.57

Adapun kontribusi monumental Rasyid Ridha berikutnya adalah

Tafsir al-Manar. Tafsir dengan nama asli Tafsir Al-Qur’an al-Hakim ini

merupakan karya magnum opus sang Mujaddid yang merefleksikan

pandangan-pandangan progresifnya dalam memahami kitabullah yang

56
Herry Mohammad dkk, Tokoh-tokoh …, hlm. 315
57
Ibid
136

tentunya menjadi sandaran utama menuju revivalisasi umat Islam. Ide-ide

reformasi dan modernisasi serta karakteristik dan model kebangkitan umat

yang ingin diwujudkan sang tokoh akan dapat diamati dengan jelas disela-

sela interaksinya dengan kitab suci Al-Qur’an.58

Dari kedua karya tersebut, membuktikan bagaimana kepiawaian

Rasyid Ridha dalam memanfaatkan metode tulisan dengan cara yang sangat

apik, hingga mampu menggugah para peneliti yang melakukan kajian atas

karya tulis tersebut.

3. Metode Ceramah

Berikut ini undangan kepada sayyid Muhammad Rasyid Ridha dalam

acara kuliah umum dan seminar-seminar:

 Rasyid Ridha telah di undang ke berbagai negara arab dalam acara

konferensi, Seminar, menyampaikan kuliah umum ke berbagai

universitas, komunitas, lembaga, bahkan kementrian negara

 Menyampaikan kuliah yang diadaan oleh Nadwatul Ulama di India

pada acara tahunan dengan tema Pendidikan Islam.

Dakwah untuk mengeluarkan manusia dari kesempitan dunia menuju

keluasan dunia dan akhirat. Dan supaya dakwah ini tumbuh dan

berkembang bisa dengan kehidupan sejarah nabi muhammad saw,

kehidupan para sahabat dan pembaharu Islam dan sejarah dakwah Islam di

58
Herry Mohammad dkk, Tokoh-tokoh.., hlm. 317
137

berbagai zaman. Dan lebih baik membuat program pendidikan berupa rihlah

tarbawi, perkemahan, ceramah ilmiah.59

D. Evaluasi Pendidikan menurut Muhammad Rasyid Ridha

Untuk mengetahui ketercapaian suatu tujuan, maka dibutuhkan evaluasi.

Evaluasi yang merupakan salah satu komponen dari sistem pendidikan Islam

harus dilakukan secara sistematis dan terencana sebagai alat untuk mengukur

keberhasilan atau target yang akan dicapai dalam proses pendidikan Islam dan

proses pembelajaran.60

Terdapat beberapa ayat dalam al-Qur’an yang dapat dikaitkan dengan

evaluasi pendidikan, diantaranya firman Allah dalam QS. Al-Baqarah :31-33:

‫ضرره ْم َعلَررى ا ْل َم َالئِ َك ر ِة‬


َ ‫َو َعلَّر َرم آدَ َم ْاأل َ ْس ر َما َء كلَّ َهررا ث ر َّم َع َر‬
‫ قَرالوا‬, َ‫صرا ِد ِقين‬ َ ‫اء هَرؤ َال ِء ِإ ْن ك ْنرت ْم‬ ِ ‫فَقَا َل أ َ ْن ِبئو ِني ِبأ َ ْسر َم‬
‫ررت ْالعَ ِلررريم‬
َ ‫ررك أ َ ْنر‬ َ ‫سررر ْب َحان ََك َال ِع ْلر‬
َ ‫ررم لَنَرررا ِإ َّال َمرررا َعلَّ ْمت َنَرررا ِإنَّر‬
‫ قَرررا َل يَرررا آدَم أ َ ْن ِبرررئْه ْم ِبأ َ ْسررر َما ِئ ِه ْم فَلَ َّمرررا أ َ ْنبَرررأَه ْم‬, ‫ْال َح ِكررريم‬
‫ت‬ ِ ‫سر َم َاوا‬ َّ ‫ْرب ال‬ َ ‫رل لَكر ْم ِإنِري أ َ ْعلَرم َغي‬ ْ ‫ِبأ َ ْس َمائِ ِه ْم قَرا َل أَلَر ْم أَق‬
َ‫ض َوأ َ ْعلَم َما تبْدونَ َو َما ك ْنت ْم ت َ ْكتمون‬
ِ ‫َو ْاأل َ ْر‬
“Dan Dia mengajarkan kepada Adam As, nama-nama (benda-benda)
seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para malaikat, lalu
berfirman :Sebutkanlah kepadaku nama benda-benda itu jika kamu
memang orang-orang yang benar, Bukankah sudah ku katakana
kepadamu bahwa sesungguhnya Aku menegtahui rahasia langit dan
bumi dan mengetahui apa yang kamu perlihatkan dan apa yang kamu
sembunyikan.”.

59
Al-Tarbiyah al-Islamiyyah al-Hurrah
60
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta:Kalam Mulia, 2008), hlm. 220.
138

Dari ayat tersebut terlihat jelas bagaimana Allah Swt. melakukan

evaluasi kepada malaikat dengan cara menanyakan kembali benda-benda yang

telah diajarkannya (QS. Al-Isra :14);

َ ‫ا ْق َرأْ ِكتَابَ َك َكفَى بِنَ ْفس‬


‫ِك ْاليَ ْو َم َعلَي َْك َحسِيبًا‬
“Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada hari ini sebagai
penghisab terhadapmu”

Firman-Nya dalam QS. Al-A’raf :168).

‫صررا ِلحونَ َو ِمر ْنه ْم‬ َّ ‫ض أ َم ًمررا ِمر ْنهم ال‬ ِ ‫ط ْعنَرراه ْم فِرري ْاأل َ ْر‬َّ َ‫َوق‬
‫ت لَعَلَّهررررر ْم‬
ِ ‫رررريئَا‬
ِ ‫سر‬ َّ ‫ت َوال‬ َ ‫ررررك َوبَلَ ْونَررررراه ْم ِب ْال َح‬
ِ ‫سرررررنَا‬ َ ‫دونَ ذَ ِلر‬
َ‫يَ ْر ِجعون‬
“Dan Kami bagi-bagi mereka di dunia ini menjadi beberapa golongan,
diantaranya ada orang-orang yang yang shaleh dan diantaranya ada
yang tidak demikian. Dan Kami coba mereka dengan yang baik-baik dan
yang buruk-buruk, agar mereka kembali (kepada kebenaran).”

Dalam sejarah umat Islam, evaluasi sudah dicontohkan oleh Rasulullah

SAW. Beliau selalu mengevaluasi kemampuan para sahabat dalam memahami

ajaran agama atau dalam menjalankan tugas. Untuk melihat hasil pengajaran

yang dilaksanakan, Rasulullah SAW sering mengevaluasi hafalan para sahabat

dengan cara menyuruh mereka membacakan ayat-ayat al-Qur’an

dihadapannya, kemudian beliau membetulkan hafalan dan bacaan mereka yang

keliru.

Dalam hadits lain Nabi bersabda :


‫‪139‬‬

‫امك ْم َو َال ِإلَى ص َو ِرك ْم‪َ ,‬ولَ ِك ْن َي ْنظر ِإلَرى‬


‫س ِ‬‫َّللاَ َال َي ْنظر ِإلَى أَ ْج َ‬
‫ِإ َّن َّ‬
‫قلو ِبك ْم‬
‫‪“Sesungguhnya Allah tidak memandang dan menilai dari tubuh dan‬‬
‫‪gambarmu (kuantitas), akan tetapi Allah memandang dan menilai dari‬‬
‫‪hati dan amalmu” (H.R. Muslim).61‬‬

‫س َروا ِد ال َّ‬
‫شر ْع ِر‪،‬‬ ‫ب شَر ِديْد َ‬
‫الث َيرا ِ‬
‫اض ِ‬ ‫علَ ْينَا َرج ٌل َ‬
‫ش ِديْد َب َي ِ‬ ‫َي ْو ٍم ِإ ْذ َ‬
‫طلَ َع َ‬
‫سرفَ ِر‪َ ،‬والَ يَ ْع ِرفره ِمنَّرا أَ َحردٌ‪َ ،‬حتَّرى َجلَ َ‬
‫رس ِإلَرى‬ ‫علَيْر ِه أَثَرر ال َّ‬
‫الَ ي َرى َ‬
‫النَّبِرري ِ صررلى هللا عليرره وسررلم فَأ َ ْسرنَدَ ر ْكبَتَ ْير ِه ِإلَررى ر ْكبَتَ ْير ِه َو َو َ‬
‫ضر َع‬
‫رن اْ ِإل ْسرالَ ِم‪َ ،‬ف َقررا َل‬ ‫ع َلررى َف ِخذَ ْير ِه َو َقررا َل‪َ :‬يررا م َح َّمررد أَ ْخ ِب ْر ِنرري َ‬
‫عر ِ‬ ‫َكفَّ ْير ِه َ‬
‫َرس ْول هللاِ صلى هللا عليه وسلم ‪ :‬اْ ِإل ِسالَم أَ ْن تَ ْش َهدَ أَ ْن الَ ِإلَرهَ ِإالَّ‬
‫ي َّ‬
‫الزكراَةَ َوتَص ْرو َم‬ ‫صرالَةَ َوترؤْ تِ َ‬ ‫هللا َوأَ َّن م َح َّمدًا َرس ْول هللاِ َوت ِقي َْم ال َّ‬
‫ت‪،‬‬ ‫صردَ ْق َ‬
‫سر ِب ْيالً َقررا َل ‪َ :‬‬
‫ت ِإ َل ْير ِه َ‬ ‫ضررانَ َوتَحر َّج ْال َب ْير َ‬
‫رت ِإ ِن ا ْسرتَ َ‬
‫ط ْع َ‬ ‫َر َم َ‬
‫ران قَرا َل ‪ :‬أَ ْن‬
‫رن اْ ِإل ْي َم ِ‬
‫ع ِ‬‫صدِقه‪ ،‬قَا َل‪ :‬فَرأ َ ْخ ِب ْرنِي َ‬
‫فَ َع ِج ْبنَا لَه يَ ْسأَله َوي َ‬
‫اْلخ ِرر َوترؤْ ِمنَ ِب ْالقَردَ ِر‬
‫تؤْ ِمنَ ِباهللِ َو َمالَ ِئ َك ِت ِه َوكت ِب ِه َورس ِل ِه َو ْال َي ْرو ِم ِ‬
‫ران‪ ،‬قَرا َل‪ :‬أَ ْن‬ ‫س ِ‬ ‫ت‪ ،‬قَا َل فَأ َ ْخ ِب ْرنِي َ‬
‫ع ِن اْ ِإل ْح َ‬ ‫صدَ ْق َ‬
‫َخي ِْر ِه َوش َِر ِه‪ .‬قَا َل َ‬
‫اك ‪ .‬قَرا َل‪ :‬فَرأ َ ْخبِ ْرنِي‬ ‫تَ ْعبدَ هللاَ َكأَنَّ َك تَ َراه فَإِ ْن لَ ْم تَك ْن تَ َراه فَإِنَّره يَ َرر َ‬
‫ع ِة‪ ،‬قَررا َل‪َ :‬مررا ْال َم ْسررؤ ْول َ‬
‫ع ْن َهررا ِب رأ َ ْعلَ َم ِمررنَ ال َّ‬
‫سررا ِئ ِل‪ .‬قَررا َل‬ ‫سررا َ‬
‫رن ال َّ‬
‫عر ِ‬
‫َ‬
‫اراتِ َها‪ ،‬قَا َل أَ ْن تَ ِلدَ اْأل َ َمة َربَّتَ َها َوأَ ْن تَ َررى ْالحفَراةَ‬
‫ع ْن أَ َم َ‬
‫فَأ َ ْخ ِب ْرنِي َ‬
‫طلَقَ فَلَبِثْت‬ ‫ط َاول ْونَ فِي ْالب ْنيَ ِ‬
‫ان‪ ،‬ث َّم ا ْن َ‬ ‫اء يَتَ َ‬
‫ش ِ‬ ‫ْالع َراةَ ْالعَالَةَ ِر َ‬
‫عا َء ال َّ‬

‫‪61‬‬
‫‪Syarh Al Muslim, No. 2564‬‬
140

‫ هللا َو َرس ْروله‬: ‫سرا ِئ ِل ُ ق ْلرت‬ ِ ‫ َيا ع َمر َر أَتَر ْد ِري َم‬: ‫ ث َّم قَا َل‬،‫َم ِليًّا‬
َّ ‫رن ال‬
.‫ِد ْينَك ْم‬ ‫ قَا َل فَإِنَّه ِجب ِْريْل أَتـَاك ْم ي َع ِلمك ْم‬. ‫أَ ْعلَ َم‬
“Dari Umar radhiyallahu anhu, ia berkata, “Suatu hari ketika kami
duduk-duduk di dekat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba-tiba
datang seorang laki-laki yang mengenakan baju yang sangat putih dan
berambut sangat hitam, tidak tampak padanya bekas perjalanan jauh dan
tidak ada seorang pun di antara kami yang mengenalnya. Kemudian dia
duduk di hadapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu menempelkan
kedua lututnya kepada lutut Beliau dan meletakkan kedua telapak
tangannya di paha Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, sambil berkata,
“Wahai Muhammad, beritahukanlah kepadaku tentang Islam?”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Islam adalah kamu
bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, dan
bahwa Muhammad adalah utusan Allah, kamu mendirikan shalat,
menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi haji jika kamu
mampu,“kemudian dia berkata, “Engkau benar.“ Kami semua heran, dia
yang bertanya dia pula yang membenarkan. Kemudian dia bertanya lagi,
“Beritahukanlah kepadaku tentang Iman?” Beliau bersabda, “Kamu
beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-
rasul-Nya dan hari akhir, dan kamu beriman kepada qadar yang baik
maupun yang buruk.” Dia berkata, “Engkau benar.” Kemudian dia
berkata lagi, “Beritahukanlah kepadaku tentang ihsan.” Beliau
menjawab, “Ihsan adalah kamu beribadah kepada Allah seakan-akan
kamu melihat-Nya. Jika kamu tidak merasa begitu, (ketahuilah) bahwa
Dia melihatmu.” Kemudian dia berkata, “Beritahukan aku tentang hari
kiamat (kapan terjadinya).” Beliau menjawab, “Yang ditanya tidaklah
lebih mengetahui dari yang bertanya.” Dia berkata, “Beritahukan
kepadaku tentang tanda-tandanya? “Beliau menjawab, “Jika seorang
budak melahirkan tuannya dan jika kamu melihat orang yang sebelumnya
tidak beralas kaki dan tidak berpakaian, miskin dan penggembala domba,
(kemudian) berlomba-lomba meninggikan bangunan,” Orang itu pun
pergi dan aku berdiam lama, kemudian Beliau bertanya, “Tahukah kamu
siapa yang bertanya tadi?” Aku menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih
mengetahui.” Beliau bersabda, “Dia adalah Jibril yang datang kepadamu
dengan maksud mengajarkan agamamu.” (HR. Muslim)

Mengacu kepada pengertian evaluasi pendidikan Islam sebagai kegiatan

penilaian terhadap tingkah laku peserta didik dari keseluruhan aspek mental-

psikologis dan spiritual religius dalam pendidikan Islam, dalam hal ini tentunya

yang menjadi tolak ukur adalah al-Qur’an dan al-Hadits. Dengan pelaksanaan
141

evaluasi ini bukan hanya pendidik juga keseluruhan aspek/unsur pendidikan

Islam.

Dilihat dari biografi perjalanan hidup Muhammad Rasyid Ridha sebelum

melontarkan gagasan pembaharuannya dalam bidang pendidikan secara umum

dapat ditarik kesimpulan bahwa Ridha telah melakukan evaluasi secara

komprehensif dan menyeluruh dengan berbagai metode, dan dari berbagai sisi.

Dari segi tujuan pendidikan, evaluasi yang dilakukan oleh Muhammad Rasyid

Ridha melahirkan beberapa kesimpulan, diantaranya;

a. Tujuan pendidikan sudah berganti arah, pendidikan Islam yang bertujuan

sebagaimana diatas yaitu menjadikan umat Islam umat yang saleh, yang

merdeka dari belenggu penjajahan, yang maju hingga dapat bersaing dengan

umat-umat lain dan bangsa-bangsa Barat diberbagai bidang kehidupan,

seperti politik, ekonomi, sosial, ilmu pengetahuan, dan teknologi, dan untuk

kebahagiaan di dunia dan akhirat.62 Tujuan tersebut Mengalami pergeseran

yang cukup siginifikan. Pendidikan yang semestinya ada pada saat itu lebih

berorientasi pada kehidupan dunia.

b. Pendidikan yang menjadi tumpuan lahirnya individu-individu berjiwa

pejuang, yang mampu mengarahkan masyarakat kepada kebangkitan umat,

yang siap berkhidmat untuk umat, namun realitasnya menunjukan bahwa

lulusan-lulusan tersebut sebagian besar menjadi penyebab munculnya

tindakan yang tak selayaknya dilakukan oleh orang yang terdidik seperti

mencuri uang rakyat untuk memenuhi nafsu akan harta, bersikap acuh

62
A.Athaillah, Rasyid Ridha, hlm. 32
142

terhadap kondisi masyarakat sekitar dan bersikap egois yang kemudian

memunculkan perpecahan dan pada akhirnya melemahkan umat Islam.63

1. Dari segi evaluasi kurikulum, Ridha berpandangan terdapat tiga kelompok

dalam pendidikan yang pertama golongan yang berpikiran jumud, yang

berpendapat bahwa ilmu agama adalah ilmu yang terdapat didalam kitab-kitab

yang telah disusun oleh para pemuka madzab dan aliran-aliran. Kedua,

golongan yang berkiblat kebudayaan barat. Menurut mereka, syariat Islam tida

cocok lagi diterapkan untuk masa kini. Ketiga, golongan yang menginginkan

perbaikan Islam. 64

Selain itu, Rasyid Ridha berpandangan perlu dilakukannya perubahan

sistem kuriulum. Diantaranya melakukan proses modernisasi pendidikan, dan

membuang jauh-jauh westernisasi. Menghidupkan kembali bahasa Arab

setelah sekian lama tergeser dengan dominasi bahasa asing atau bahasa

lainnya. Ridha beranggapan bahwa dengan menguasai bahasa Arab makan

manusia akan dapat menggali dan mengetahui apa yang terkandung dalam al-

Qur’an, As-Sunnah dan literatut Islam lainnya.

2. Adapun Evaluasi dari segi metode Pendidikan, Muhammad Rasyid Ridha

menyimpulkan bahwa metode penyebaran gagasan melalui media massa masih

sangat berperan penting dan besar manfaatnya. Dengan ini, Ridha sangat aktif

dalam mengoptimalkan keberadaan sarana tersebut dengan cara memuat

tulisan-tulisan yang menjadi corong untuk menyalurkan ide-idenya.

63
Rasyid Ridha, Tarbiyah Wa Taklim, hlm. 64
64
A.Athaillah, Rasyid Ridha. Hlm. 26
143

Dengan beberapa uraian singat diatas, hasil evaluasi tersebut berfungsi

sebagai feedback (umpan balik) terhadap kegiatan pendidikan. Umpan balik ini

berguna untuk hal-hal berikut:65

a. Perbaikan (Ishlah)

Yaitu perbaikan terhadap semua komponen pendidikan, termasuk

perbaikan perilaku, wawasan, dan kebiasaan-kebiasaan peserta didik.

b. Mensucikan (Tazkiyah)

Yaitu penyucian terhadap semua komponen pendidikan. Artinya,

melihat kembali program-program pendidikan yang dilakukan, apakah

program tersebut penting atau tidak dalam kehidupan peserta didik. Apabila

terdapat program yang harus dihilangkan, maka harus dicari format yang

cocok dengan program semula.

c. Memperbarui (Tajdid)

Yaitu modernisasi semua kegiatan pendidikan. Kegiatan yang tidak

relevan untuk kepentingan internal maupun eksternal perlu diubah dan

dicarikan penggantinya yang lbih baik. Dengan kegiatan ini, pendidikan

dapat dimobilisasi dan didinamisasikan untuk lebih maju dan relevan

dengan kebutuhan peserta didik dan perkembangan zaman.

Pendidikan Islam yang diharapkan mampu mengembalikan kemajuan

umat Islam disegala aspek kehidupan justru menjadikan umat Islam sebagai

umat yang tertinggal, karenanya evaluasi harus selalu dilakukan proses

evaluasi. Dari beberapa pembahasan diatas, peneliti melihat ada beberapa sisi

yang dapat di evaluasi terkait pendidikan. Merujuk kepada teori pendidikan

65
Novan Ardy Wiyani dan Barnawi, Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Ar Ruzz Media, 2012),
hlm. 234.
144

menurut bloom yang membagi peserta didik menjadi menjadi tiga ranah,

kognitif yaitu yang mencakup kegiatan mental (otak), afektif yaitu segala

sesuatu yang berkaitan dengan emosi, dan psikomotorik.

Merujuk kepada pendapat Rasyid Ridha yang mengatakan bahwa

manusia merupakan mahluk yang terdiri dari jasad, akal dan ruh. Ketiga unsur

tersebut memiliki kebutuhan yang wajib dipenuhi secara berimbang tanpa

mengedepankan salah satu dari ketiganya dan mengenyampingkan yang lain.

Sebagaimana terangkum dalam rumusan kurikulum, maka evaluasi sebagai

tahap lanjutan dalam mengawal ketercapaian tujuan bisa menyasar kepada tiga

unsure tersebut.

Setelah melakukan kajian pada sejumlah ayat Al-Qur’an dan hadits, serta

sejarah hidup Rasyid Ridha, penulis meyakini bahwa evaluasi dapat difokuskan

pada tiga unsur yang terdapat pada manusia, yaitu ruh, akal, dan jasad. Hal ini

terlihat jelas dari pandangan Rasyid Ridha yang menyampaikan hasil

pengamatannya bahwa kemunduran umat Islam disebabkan oleh lemahnya

semangat yang ada dalam diri kaum muslimin pada masa itu. Dengan

argumennya tersebut jelas terlihat bahwa aspek semangat yang masuk dalam

kategori afektif dapat dievaluasi.

Secara sederhana, peneliti meyakini bahwa berdasarkan objeknya,

evaluasi bisa diterapkan dalam berbagai aspek pendidikan, mulai dari evaluasi

tujuan, kurikulum, metode, dan evaluasi itu sendiri. Dari segi waktu

pelaksanaannya, evaluasi dapat dilakukan secara berkala, bisa terjadwal atau

dengan waktu acak.


145

Evaluasi sesuatu yang tidak boleh hilang dalam kaitannya dengan

pendidikan. Evaluasi yang tepat akan mengantarkan pelaku pendidikan sampai

kepada tujuan yang ditetapkan. Oleh karenanya, evaluasi perlu dirumuskan

secara matang, sejak dari tujuan evaluasi, metode, sarana, waktu, dan pelaku

evaluasi. Tanpa evaluasi, sulit bagi orang yang bergelut dalam dunia

pendidikan untuk dapat menikmati apa yang ditanam, yaitu manisnya ilmu

yang melahirkan perbuatan, yang bermuara pada kebahagian di dunia dan

akhirat.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian-uraian yang telah dipaparkan pada beberapa bab

sebelumnya, serta analisis data yang sudah dikumpulkan, maka penulis

menarik kesimpulan dari penelitian yang berjudul Konsep Pendidikan menurut

Muhammad Rasyid Ridha sebagai berikut;

1. Tujuan pendidikan Islam menurut Muhammad Rasyid Ridha adalah untuk

a. memahami ajaran Islam yang sebenarnya, mencakup penguasaan

terhadap aspek spiritual dan kemakmuran dunia, b. memadukan keduanya

dan menjalankannya dengan baik hingga umat Islam mendapatkan

kekuatan, kedudukan terhormat dimata bangsa lain, peradaban yang tinggi,

kesejahteraan hidup dan menjadi mercusuar bagi umat lainnya. Atau

dengan istilah lain tujuan pendidikan menurut Ridha adalah untuk

kebahagiaan manusia di dunia dan di ahirat.

2. Sedangkan Kurikulum menurut Ridha harus menekankan pada aspek

muatan kurikulum yang seimbang antara muatan ilmu agama dan ilmu

sains modern. serta konsep equalisasi pendidikan.

3. Muhammad Rasyid Ridha menerapkan berbagai metode yang

memunginkan dalam menyampaikan ide-ide pembaharuannya, baik

melalui keteladanan, tulisan (pendidikan), ceramah, media cetak dan

lainnya. Semua dilakukan dengan tujuan tercapainya visi serta misi

perbaikan yang diusungnya.

146
147

4. Terkait Evaluasi pendidikan, Rasyid Ridha menggunakan tes formatif dan

sumatif, dengan teknik pengamatan serta penafsiran, membandingkan

realita yang ada ditengah masyarakat dengan tujuan awal pendidikan, hasil

evaluasi tersebut digunakan sebagai acuan dalam memperbaiki kondisi

umat Islam pada masanya.

B. Rekomendasi

Melihat pentingnya pembahasan mengenai konsep pemikiran

pendidikan Muhammad rasyid Ridha bagi para umat Islam khususnya para

aktifis pendidikan dan pemegang kepentingan dan manfaat yang besar dalam

ide-ide pembaharuan beliau bagi perbaikan umat Islam dan dunia pendidikan

maka Penulis menyarankan beberapa hal berikut;

1. Hendaknya para aktifis pendidikan atau para dai, pendidik, Murobbi serta

orang-orang yang peduli dengan pendidikan tetap bersungguh dan

Istiqomah dalam memperjuangkan pendidikan Islam untuk menegakan

kalimat Allah di muka bumi.

2. Melihat ide-ide pembaharuan Muhammad Rasyid Ridha khususnya ide

pembaharuan dalam bidang pendidikan dapat di implemetasikan dalam

pendidikan modern saat ini, dan ide-ide tersebut dapat memberikan

kontribusi besar bagi perubahan sistem pendidikan di Indonesia yang

kemudian akan mendatangkan perubahan bagi umat Islam secara umum.

Karena Islam sangat memberikan perhatian besar pada dunia pendidikan

baik itu dalam mata pelajaran keagamaan atau ilmu-ilmu sain yang pada

hakikatnya adalah untuk menguatkan keimanan kepada Allah swt dan


148

memudahkan keberlangsungan hidup di dunia, sepantasnya kita bukan

hanya menggali ilmu-ilmu modern tersebut tetapi juga memiliki nilai-nilai

keislaman dalam penerapan ilmu-ilmu tersebut.

3. Penulis mengajak kepada kaum muslimin yang peduli pada pendidikan

untuk terus mengkaji ide-ide pembaharuan Muhammad Rasyid Ridha

khususnya dalam bidang pendidikan

Terakhir, penulis memohon kepada Allah Swt semoga allah

memberikan hidayah-Nya kepada kita, menjadikan kita orang-orang yang

memberikan kontribusi bagi kemajuan peradaban umat Islam, bukan hanya

soleh tetapi muslih, dan kelak dikumpulkan bersama para nabi, para

syuhada, para da’I dan orang-orang saleh.


DAFTAR PUSTAKA

Al-Quran dan Terjemah Departemen Agama RI Th. 2011

Shahih Bukhori, Matabah Syamila

A Athaillah. 2016. Konsep Teologi Rasional dalam Tafsir Al Manar. Rasyid

Ridha. Jakarta: Erlangga, 2016

A Heris Hermawan, Filsafat Pendidikan Islam, Jakrta; Direktorat Jendral

Pendidikan Islam Kementrian Agama RI,2012.

A Nurhadi Djamal, Ilmu Pendidikan Islam, Suatu telaah reflektif Qur’an, dalam

Ahmad Tafsir, Epistimologi untuk ilmu Pendidikan Islam,Bandung;

Fak.Tarbiyah IAIN SGD, 1995.

A. Rahmat Rosyadi, Pendidian Islam Dalam Perspektif Kebijakan Pendidikan

Nasional, Bogor; PT. Penerbit IPB Press. 2014

Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta; Prenada Media

Grup, 2006

Abdul Rasyid Abdul Aziz, Turuq Tadris Al-Tarbiyyah Al-Islamiyyah, Kuwait;

Wakalat Al Mathbu’at, 1982

Abdurrahman An-Nahlawi, Usul Tarbiyah Islamiyah wa Asalibaha, Beirut; Daar

Al-Fikr. 1999.

Abdurrahman Bin Abi Bakr al-Suyuthi, Al-Asybah Wan Nazhair, Jakarta; Dar

Kutub Al Islamiyah

Abdurrahman Soejono, Metode Penelitian Suatu Pemikiran dan Penerapan,

Jakarta; PT. Rineka Cipta 1999.

Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta; Logos Wacana Ilmu,1997.

149
150

Adian Husaini. 2012. Pendidikan Islam membentuk manusia berkarakter dan

Beradab. Jakarta : Cakrawala Publishing.

Ahmad Alim, Tafsir Pendidikan Islam, Jakarta;AMP Press, 2014

Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islami, Bandung; Rosda Karya 2008

Anton Bakerdan Achmad Charris Zubair, Metode Penelitian Filsafat, Yogyakarta;

Kanisius,1990.

Arifin Ilham, Ilmu Pendidikan Islam, Suatu Tinjauan Teoritis dan

Praktisberdasarkan Pendekatan Terdisipliner, Jakarta; Bumi Aksara,

1991.

Athiyah Al Abrasyi, Ruh Al Tarbiyah wa Taklim, Kairo; Dar Ihyaul Kutub Al

Arobiyah.

Cosuello G Sevilla dkk, Pengantar Metode Penelitian, Jakarta; UI Press 1993.

Dedeng Rosyidin, Konsep Pendidikan Formal Islam

Djumransjah, Filsafat Pendidikan Islam, Malang; Kutub Minar,2005.

Edwart Mortimer, Islam dan Kekuasaan, alih bahasa Rina Hadi dan Rahmani

Astuti, The Politics of Islam, Bandung; Mizan, 1984.

Endin Mujahidin dkk, Perencanaan Pendidikan, Bogor; Unida Press, 2009

Fakhruddin Faiz, Hermenetika Qur’ani, antara Teks, konteks, dan kontektualisasi,

Yogyakarta; Qalam,2002.

Hadari Nawawi, Organisasi Sekolah dan Pengelolaan Kelas, Jakarta; CV.Haji

masagung 1989.

Harun Nasution , Islam Rasional, Bandung;Mizan,1995.

_____________, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jakarta; UI Press, 1979.

Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam, Jakarta; Pustaka Al Husna,1992.


151

________________, Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam, Bandung;

Al-Maarif,1980.

________________, Manusia dan Pendidikan, Suatu Analisa Psikologis, Filsafat

dan Pendidikan, Jakarta;Pustaka Al-Husna,2004

________________, Peralihan Paradigma Dalam Islam Dan Sains Sosial

Ibrahim Ahmad Al Adlawy, Rasyid Ridha al Imam al Mujahid, Kairo, Muassasah

Al-Mishriyyah Al Ammah li Ta’lif Wal Anfa Wa Nasyr.

Imam Barnadib, Filsafat Pendidikan, Sistem dan Metode, Yogyakarta; Yayaan

Penerbitan IkIP, 1990

Imam Nur Suharno, Muhammad The Great Educator , Surakarta; Bina Insani

Press, 2012.

Karniah, Filsafat Ilmu Dikutip dari Yusuf Qardhawi, Bagaimana Berinteraksi

dengan Al-Qur’an, Jakarta; Pustaka Al-Kautsar, 2006

Khaerudin, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Konsep dan Implementasinya

di Madrasah, Jawa Tengah; Pilar Media-MDC. 2007

Kholid Najjar, Rasyid Ridha, www, Alukah,Net

Lexi J Moeloeng, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung; Remaja

Rosdakarya,2005.

Muhammad Abdussalam Al Ajami, At Tarbiyyah Islamiyah, Ushul Wa

Thathbiqat, Riyadh; Dar Nasyr al Dauli, 2006

Muhammad Ali Al Hulli, Qamus al-tarbiyyah, Beirut; dar ilm li Malayin, 1981.

Muhammad bin Abdillah Salman, As-Syaikh Rasyid Ridha, As-Salafi al Muslih,

Riyadh, Jamiatul imam Muhammad Bin Su’ud Al Islamiyah,1993.


152

Muhammad Fuad Abd Baqi, Mu’jam Al-Mufahras lii Al-Fadz Al-Qur’an, Beirut;

Dar Fikr,1987.

Muhammad Hambal Shafwan, Intisari Sejarah Pendidikan Islam, Solo; Pustaka

Arafah. 2014

Muhammad Ibn Abdullah Salman, Rasyid Ridha wa Dakwah al-Syaikh

Muhammad bin Abdul Wahhab, Kuwait; al ma’la,1998

Muhammad Rasyid Ridha. 1937. Tafsir Al Manar. Kairo;Dar al-Manar.

Muhammad Salim Muhsin, Tarikh Al Qur’anul Karim, Iskandariyyah;Muassasah

Syabab al-Jam’iyyah.

Nanang Fatah, Standar Pembiayaan Pendidikan, Bandung, PT. Remaja

Rosdakarya

Noeng Muhajir, Metodologi Penelitian Kualitatif, Yogyakarta;Rake Sarasin,2000.

Omar Mohammad At-Toumy As-Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam, Terj.

Hasan Langgulung, Jakarta; Bulan Bintang,1979.

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta; Kalam Mulia, 2004.

Rasyid Ridha, Al Manar, Kairo, 1928

___________, Al Wahyu Al Muhammadi, Kairo, Dar Al Manar

S Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, Semarang; Rineka Cipta.1996.

Safaruddin, Manajemen Pendidikan Islam, Jakarta;Ciputat Press.2005

Samsul Nizar, Dasar-dasar Pemikiran Pendidikan Islam, Jakarta; Gaya Media

Pratama, 2001

Sobry Sutikno, Manajemen Pendidikan, Lombok;Holictica,2012.

Sudarto, Metode Penelitian Filsafat, Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada, 1997.
153

Suharsimi Artikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek,Semarang;

Rineka Cipta. 1997.

Sutrisno, Pendidikan Islam Berbasi Problem Sosial, Yogyakarta; Ar-Ruzz Media

2012.

Suwito dan Fauzan, Sejarah Pemikiran Para Tokoh Pendidikan, Bandung;

Angkasa, 2003.

Syed Muhammad Naquib Al-Attas2010. Islam dan Sekularisme. Bandung; 2010

Ulil Amri Syafri, Metodologi Pendidikan Akhlak dalam Perspektif Al-Qur’an,

Bogor; Disertasi UIKA, 2011

_______________, Pendidikan Karakter berbasis Al-Qur’an, Depok; Raja

Grafindo.2012

Wan Mohd Noor Wan Daud, Masyarakat Islam Hadhari: Tinjauan Epistemologi

dan Kependidikan Kearah Penyatuan Pemikiran Bangsa, Kuala Lumpur;

Dewan Bahasa dan Pustaka,2006.

WJS Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta; Balai

Pustaka.1991.

Yusran Asmuni, Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan Dalam

Dunia Islam, Jakarta; Raja Grafindo,1996.

Yusuf Qardhawi, Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan Al Banna, Terj. Bustani

A Ghani dan Zainal Abidin Ahmad, Jakarta; Bulan Bintang 1980.

Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta; Bumi Aksara,2014.

Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta, Bumi Aksara, 1992

At-Thobari, Al-Mu’jamul Awsath, Maktabah Syamilah


154

A A Navis, Pendidikan Dalam Membentuk Bangsa (makalah disampaikan dalam

diskusi ahli tentang Pendidikan untuk masa depan pendidikan yang lebih

baik) Jakarta; Yayasan fase Baru Indonesia, 1999.

Muhammad Rasyid Ridha, At Tarbiyyah Wa Talim, www. Mostafa.com

Anda mungkin juga menyukai