Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Qisas (bahasa arab: ‫ قصاص‬Qishâsh)adalah istilah dalam hukum islam yang


berarti pembalasan (memberi hukuman yang setimpal), mirip dengan
istilah "hutang nyawa dibayar nyawa". Dalam kasus pembunuhan, hukum
qisas memberikan hak kepada keluarga korban untuk meminta hukuman
mati kepada pembunuh.

Qisas berasal dari bahasa Arab dari kata ‫ص‬


‫صا ص‬
‫ قق ص‬yang berarti mencari jejak
seperti al-Qashâsh. Sedangkan dalam istilah hukum Islam berarti pelaku
kejahatan dibalas seperti perbuatannya, apabila membunuh maka dibalas
dengan dibunuh dan bila memotong anggota tubuh maka dipotong juga
anggota tubuhnya.

Sedangkan Syaikh Prof.DR. Shâlih bin Fauzân mendefiniskannya


dengan: ‘al-Qishâsh adalah perbuatan (pembalasan) korban atau walinya
terhadap pelaku kejahatan sama atau seperti perbuatan pelaku tadi.

Ta’zir menurut bahasa, lafaz ta’zir berasal dari kata “azzara” yang berarti
menolak dan mencegah, juga berarti mendidik, mengagungkan dan
menghormati, membantunya, menguatkan, dan menolong. Dari pengertian
tersebut yang paling relevan adalah pengertian pertama yaitu mencegah
dan menolak, dan pengertian kedua yaitu mendidik. Karena ia dapat
mencegah pelaku agar tidak mengulangi lagi perbuatannya. Ta’zir
diartikan mendidik, karena ta’zir dimaksudkan untuk mendidik dan
memperbaiki pelaku agar ia menyadari perbuatan jarimahnya kemudian
meninggalkan dan menghentikannya. Pengertian ini sesuai dengan apa
yang di kemukakan oleh Abdul Qadir Audahdan Wahbah Zuhaili.

1
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian dari Qishash?
2. Apa saja syariat-syariat wajib Qishash?
3. Apa saja macam-macam Qishash?
4. Apa hikmah dari Qishash?
5. Apa pengertian dari Ta’zir?
6. Apa saja macam-macam Ta’zir?
7. Apa hikmah dari Ta’zir?
C. TUJUAN MASALAH
1. Untuk mengetahui pengertian dari Qisash
2. Untuk mengetahui syariat-syariat wajib Qishash
3. Untuk mengetahui macam-macam Qishash
4. Untuk mengetahui hikamah dari Qishash
5. Untuk mengetahu pengertian dari Ta’zir
6. Untuk mengetahui macam-macam Ta’zir
7. Untuk mengetahui hikmah dari Ta’zir

BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN QISHASH

Qishash secara bahasa “sama rata”, “sepadan”.1 Secara etimologi qishash


berasal dari kata ‫ قصاص‬yang berarti mengikuti; menelusuri jejak atau langkah.2
Hal ini sebagaimana firman Allah swt bersabda:

1 Prof. Dr. Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi’i 3, Almahira, Cet. I, Jakarta Timur: 2010, hlm.
155.
2 Dr. H. M. Nurul Orfan, M.Ag. dan Masyrofah, S.Ag., M.Si. Fikih Jinayah,Amzah, Cet. I,
Jakarta: 2013, hlm.

2
‫ه‬ ‫قصصا صلص ىذص صلهص ص‬
‫صصصا‬ ‫كص صمصا ككصندصصا نصصربصهغص فصصا ررتصصددصصا صعصلصصىىص آ ثصصا هرهصصمصصا قصص ص‬
‫صص ص‬

Dia (Musa) berkata, “Itulah (tempat) yang kita cari”. Lalu keduanya kembali,
mengikuti jejak mereka semula (Q.S Al-Kahfi (18):64)

Dalam Al-Quran terdapat makna qishash sebagai “mengintai atau mengikuti


jejak dari arah yang tidak diketahui oleh yang diikuti”. 3 seperti dalam firman
Allah:

‫تص بهصههص صعصرنص كجصنكص ب‬


‫بص صوكهصرمص صل ص يصصرشصعكصكروصنص‬ ‫صصصر ر‬ ‫تص هلصكصرخصتهصههص قكص ص ه‬
‫صصصي هص فص صبصص ك‬ ‫صوقصصا لصص ر‬

“Dan berkatalah ibu Musa kepada saudara Musa yang perempuan: “Qishashlah
(Ikutilah) dia” Maka terlihatlah Musa olehnya dari jauh, sedang mereka tidak
mengetahuinya”. (QS. Al-Qashash: 11, dalam Al-Baghawy 1411 H., hlm. 194).

Sedangkan secara istilah, Ibnu Manzur di dalam Lisan al-Arab menyebutkan,

‫القصاص اؤالقؤدهؤالقتلبالقتل‬yang maksudnya suatu hukuman yang ditetapkan


dengan cara mengikuti bentuk tindak pidana yang dilakukan. Dalam Al-Fiqhiyyah 4

disebutkan:

‫القصاصاان يفعل با لفا عل الجا ني مثل ما فعل‬


“Qishash adalah diperlakukan pada yang melakukan jinayah seperti apa ia
lakukan.” (Al-Kuwaitiyyah vol.33, hlm. 259).

Al-Quran memberikan isyarat bahwa yang dimaksud dengan qishash adalah


sanksi hukum yang ditetapkan dengan semirip mungkin (yang relatif sama)
dengan tindak pidana yang dilakukan sebelumnya.
3 Dr. Paisal Burlian, S.A.G, M.HUM, Implementasi konsep hukuman qishash di Indonesia, Sinar
Grafika, Cet. I, Jakarta:2015. hlm. 28.
4 Dr. Paisal Burlian, S.A.G, M.HUM, Implementasi konsep hukuman qishash di Indonesia,
Sinar Grafika, Cet. I, Jakarta:2015. hlm. 29

3
Adapun arti qishash secara termonologi yang dikemukakan oleh Al-Jurjani,
yaitu mengenakan sebuah tindakan (sanksi hukum) kepada pelaku persis seperti
tindakan yang dilakukan oleh pelaku tersebut (terhadap korban). Sementara itu
dalam Al-Mu’jam Al-Wasit, qishash diartikan dengan menjatuhkan sanksi hukum
kepada pelaku tindak pidana sama persis dengan tindak pinada yang
dilakukan,nyawa dengan nyawa dan anggota tubuh dibalas dengan anggota tubuh.

Dengan demikian, nyawa pelaku pembunuhan dapat dihilangkan karena ia


pernah menghilangkan nyawa korban atau pelaku penganiayaan boleh dianiaya
karena ia pernah menganiaya korban.5

B. SYARAT-SYARAT WAJIB QISHASH

Terdapat tiga syarat wajib qishash, antara lain:

1. Pelaku pembunuhan telah mukallaf (berakal dan baligh)

2. Pelaku pembunuhan bukan orang tua korban

3. Statuskorban tidak lebih rendah dari pelaku pembunuhan sebab kufur atau
perbudakan.

Dengan demikian, qishash tidak wajib dilaksanakan pada anak kecil dan orang
gila. Rasulullah bersabda,’Qalam diangkat dari tiga orang;orang tidur hingga dia
bangun, orang yang ditimpa musibah hingga bebas dari musibahnya, dan dari
anak kecil hingga dewasa”. Hukuman yang sangat berat yang tidak mungkin di
tanggung oleh anak kecil dan orang, seperti halnya Hadd.

Apabila ayah ataupun ibu membunuh anaknya tidak wajib dikenakan qishash,
sebab ada hadis yang diriwayatkan dari umar bin khathab bahwa Rasulullah
bersabda, “Status ibu sama dengan ayah dalam masalah keturunan. Demikian pula
kakek atau nenek dan seterusnya ke atas, tidak dikenai qishash sebab membunuh

5 Nurul Irfan dan Masyrofah, “Fiqh Jinayah”, (Jakarta: AMZAH, 2013), hlm. 5

4
cucunya dan seterusnya ke bawah. Kakek dan nenek berperan sama dengan ayah
dan ibu dalam masalah keturunan berikut segala hukum yang terkait.”

C. MACAM-MACAM QISHASH

Dalam fikih jinayah, sanksi qishash ada dua macam, sebagai berikut:

1. Qishash karena melakukan jarimah pembunuhan.

2. Qishash karena melakukan jarimah penganiayaan.

Sanksi hukum qishash yang dilakukan terhadap pelaku pembunuhan sengaja


(terencana) terdapat dalam firman Allah :

‫ب آلمصنوُا اللفذيِلن ألييِلها ليِا‬


‫ص لعللتيصكصم صكتف ل‬ ‫اتلقلتتللىَ ففيِ اتلقف ل‬
‫صا ص‬

Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishash berkenaan


dengan orang-orang yang dibunuh.(Q.S. Al-Baqarah (2):178)

Ayat ini berisi tentang hukuman qishash bagi pembunuh yang melakukan
kejahatan secara sengaja dan pihak keluarga korban tidak memaafkan pelaku.
Kalau keluarga memaafkan pelaku, maka sanksi qishash tidak berlaku dan beralih
menjadi hukuman diyat.

Dengan demikian, tidak setiap pelaku tindak pidana pembunuhan diancam


sanksi qishash. Ulama fikih membedakan jarimah pembunuhan menjadi tiga
kategori, diantaranya:

1. Pembunuhan sengaja

2. Pembunuhan semi sengaja

3. Pembunuhan tersalah

5
Ketiga macam pembunuhan diatas disepakati oleh jumhur ulama, kecuali Imam
Malik.

Barangsiapa menambah satu macam lagi, berarti ia menambah ketentuan nash.

Dari ketiga jenis tindak pidana pembunuhan tersebut, sanksi hukuman qishash
hanya berlaku pada pembunuhan jenis pertama karena nash yang mewajibkan
hukuman qishash ini tidak hanya berdasarkan Al-Quran, tetapi juga hadis Nabi
dan tindakan para sahabat.

Adapun sebuah jarimah dikategorikan sengaja, diantaranya dijelaskan oleh


AbuYa’la sebagai berikut:

Jika pelaku sengaja membunuh jika dengan benda tajam,seperti besi; atau dengan
sesuatu yang dapat melukai daging, seperti melukainya dengan besi; atau dengan
benda keras yang biasanya dapat dipakai membunuh orang, seperti batu dan kayu;
maka pembunuhan itu disebut sebagai pembunuhan sengaja yang pelakunya harus
di qishash.

Selain itu, pendapat yang lain dikemukakan oleh Abdul Qadir Audah sebagai
berikut:

Jika pelaku tidak sengaja membunuh tetapi ia sekadar bermaksud menganiaya,


maka tindakannya tidak termasuk pembunuhan sengaja, walaupun tindakannya itu
mengakibatkan korban.6 Dalam kondisi demikian, pembunuhan itu termasuk ke
dalam kategori pembunuhan sengaja sebagaimana dikemukakan oleh ulama fiqh.

Sementara itu mengenai pembunuhan semi-senagaja dan bersalah, sanksi


hukumnya berupa diyah mukhaffafa (diyat ringan) ini mempunyai tiga unsur yaitu
orang yang harus membayar ahli waris ashabahnya, tidak tunai, dan seperlima dari
zakat unta. Bukan diyat mughallazah (diyah berat) ini mempunyai tiga unsur yaitu
pembayaran diyat pelaku pembunuhan, tunai, dan sepertiga dari zakat unta. sebab,

6 Nurul Irfan dan Masyrofah, “Fiqh Jinayah”, (Jakarta: AMZAH, 2013), hlm. 7

6
diyah mughallazah diberlakukan pada pembunuhan sengaja yang dimaafkan oleh
pihak keluarga korban.

Sementara itu qishash yang disyariatkan karena melakukan jarimah


penganiayaan, secara eksplisit dijelaskan oleh Allah SWT yang bersabda:

‫سلن فباتلصصذفن لوُاتلصصذلن فباتللتن ف‬


‫ف لوُاتللتن ل‬
‫ف فباتللعتيفن‬ ‫سنن لوُال ن‬‫ص لوُاتلصجصروُلح فبال ن‬
‫صا ص‬ ‫قف ل‬
‫س أللن ففيلها لعللتيفهتم لوُلكتلتبن‬‫س النلتف ل‬
‫لوُاتللعتيلن فبالنلتف ف‬

Kami telah menetapkan bagi mereka di dalamnya (Taurat) bahwa nyawa (dibalas)
dengan nyawa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan
telinga,gigi dengan gigi, dan luka-luka (pun) ada qisasnya (balasan yang sama).
(QS. Al-Ma’idah (5):45)

Di satu sisi ayat ini merupakan salah satu bentuk hukum yang tidak secara
tegas dinyatakan berlaku bagi umat Islam, tetapi di sisi lain tidak terdapat
keterangan yang menyatakan sudah terhapus dan tidak berlaku. Contoh ayat lain
yang sejenis dengan ayat seperti ini adalah tentang kewajiban pembagian air
antara Nabi Shalehdan kaumnya seperti firman Allah SWT yang bersabda:

‫ضصررص‬ ‫صونصصبص ص رئ صكهصرمص أصصدن ص ا لرصصمصصا ءصص هقصرسصصمصةرص بصص رصيصصنص صكهصرمص ككصلل ص هشصرر ب‬
‫بص كمصرحصتصص ص‬

Dan beritahukanlah kepada mereka bahwa air itu dibagi diantara mereka (dengan
unta betina itu); setiap orang berhak mendapatkan giliran minum. (QS. Al-Qamar
(54):28)

7
Apakah qishash dalam hal jarimah penganiayaan dan pembagian air
sebagaimana yang diinformasikan oleh kedua ayat diatas tetap berlaku dan wajib
dilakukan oleh umat Islam? Mengenai masalah ini terdapat tida pendapat, yaitu :

1. Menurut jumhur ulama,Hanafiyah,Malikiyah, sebagian Syafi’iyah, dan sebuah


riwayat Ahmad dimana pendapat ini dinilai sebagai yang paling tepat, ayat-ayat
tentang qishash terhadap anggota badan dan kewajiban pembagian air di
masyarakat tetap berlaku bagi umat Islam.

2. Menurut ulama-ulama kalangan Asy’ariyah, Mu’tazilah, sebagian pengikut


Syafi’iyah, dan dalam riwayat Imam Ahmad yang lain; bahwa syariat yang seperti
ini tidak berlaku bagi orang Islam. Pendapat ini menurut Al-Zuhaili didukung oleh
Al-Ghazali, Al-Amidi, Al-Razi, dan Ibnu Hazm.

3. Menurut Ibnu Al-Qusyairi dan Ibnu urhan, terhadap ayat-ayat semacam ini
sebaiknya tawaqquf (bersikap diam) sampai terdapat dalil shahih yang
menegaskannya.

Dari ketiga pendapat di atas, penulis cenderung pada pendapat jumhur sebab
argumentasi mereka lebih kuat. Allah STW berfirman:

‫كص صوصمصصا‬ ‫عص لصصككصرمص همصصنص ال صدصصي هنص صمصصا صو د‬


‫ص صىىص بهصههص نصكصوُصحصصا صوا لدصهذصصيِ أصصروصحص رصي صنصصصا إهصلصصريص ص‬ ‫صشصصر ص‬

‫صص رصي صنصصصا بهصههص إصهصبر صصرا ههصصي صمص صوكمصصوُصسصىىص صوهعصصي صسصىىص أصصرنص أصصهقصصي كمصصوُا ال صدصصي صنص صوصل ص تصصصتص صصفصدر قصكصوُا هفصصي ههص‬
‫صو د‬

‫صكصصبك صصرص صعصلصصصى ا لرصكمصرشصهركهصصي صنص صمصصا تصصردصعكصصوُكهصرمص إهصلصصريصههص ال لدصهكص يصصرجصتصصبصهصي إهصلصصريصههص صمصرنص يصصصشصصا ءكص‬

‫ه‬ ‫ه‬ ‫ه‬


‫صويصصرهصدصصيِ إهصلصصريصهص صمصرنص يكصنصصي ك‬
‫بص‬

8
Dia (Allah) telah mensyariatkan kepadamu agama yang telah diwasiatkan-Nya
kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu (Muhammad) dan apa
yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa, dan Isa, yaitu tegakkanlah
agama (keimanan dan ketakwaan) dan janganlah kamu berpecah-belah di
dalamnya. (QS. Asy-Syura (42):13)

Hal senada juga disampaikan oleh Ibnu Al-Arabi: (Surah Al-Ma’idah ayat 45)
mmberitahukan bahwa di kalangan mereka (orang-orang Yahudi) diwajibkan
sebuah ketentuan di mana jiwa yang dirampas di kalangan mereka harus dibayar
dengan jiwa. Kalau ketentuan semacam ini di dalam agama kita juga dianggap
wajib, menurut salah satu dari dua pendapat dan pendapat yang mengatakan wajib
bagi umat Islam ini merupakan pendapat yang benar. Artinya, ketentuan dalam
agama Islam juga (sama dengan mereka), jiwa dibalas dengan jiwa. Adapun
hukum balas-membalas nyawa kita dengan nyawa mereka, hal ini jelas, bukan
sebagai sesuatu yang dikehendaki Al-Quran dan bukan sebagai tujuan
didatangkannya agama Islam.

Dari uraian di atas diketahui bahwa pendapat jumhur ulama lebih kuat dari
pada pendapat yanglain, sehingga qishash terhadap anggota badan masih tetap
berlaku dengan sanksi-sanksi hukum yang beragam satu sama lain sesuai dengan
jenis, cara, dan di bagian tubuh mana jarimah penganiayaan itu terjadi. Adapun
jenis-jenis jarimah penganiayaan, yaitu:

1. Memotong anggota tubuh atau bagian yang bermakna dengannya

2. Menghilangkan fungsi anggota tubuh, walaupun secara fisik anggota tubuh


tersebut masih utuh.

3. Melukai di bagian kepala korban.

4. Melukai di bagian tubuh korban.

5. Melukai bagian-bagian lain yang belum disebutkan di atas.

9
Pertama, penganiayaan berupa memotong atau merusak anggota tubuh korban,
seperti memotong tangan, kaki atau jari; mencabut kuku; mematahkan hidung;
memotong zakar atau testis; mengiris telinga; merobekkan bibir; mencungkil
mata; melukai pelupuk dan bagian ujung mata; merontokan dan mematahkan gigi;
serta menggunduli dan mencabut rambut kepala, janggut, alis, atau kumis.7

Kedua, menghilangkan fungsi anggota tubuh korban, walaupun secara fisik


masih utuh. Misalnya, merusak pendengaran, membutakan mata, menghilangkan
fungsi daya penciuman dan rasa, membuat korban bisu, membuat korban impoten
atau mandul, serta membuat korban tidak dapat menggerakan tangan dan
kakinya(lumpuh). Tidak hanya itu, penganiayaan dari sisi psikis, seperti intimidasi
dan teror, sehingga korban menjadi stres atau bahkan gila, juga termasuk ke dalam
kategori ini.

Ketiga, penganiayaan fisik di bagian kepala dan wajah korban. Penganiayaan


di bagian kepala disebut Al-Syajjaj, sedangkan di bagian tubuh disebut Al-
Jirahah. Lebih jauh, Abu Hanifah secara khusus memahami bahwa istilah Al-
Syajjaj hannya dipakai pada penganiayaan fisik di bagian kepala dan wajah,
tepatnya di bagian tulang. Abu Hanifah tidak menggunakan istilah ini untuk
penganiayaan terhadap kulit kepala atau wajah. Sementara itu, ulama-ulama fiqh
pada umumnya tidak hanya membatasi pada penganiayaan bagian tulang kepala
dan wajah, tetapi semua jenis penganiayaan yang melukai bagian tersebut.

Dengan memerinci jenis-jenis luka di bagian kepala dan wajah, Abu Hanifah
mengemukakan sebelas istilah yang berbeda satu sama lain, yaitu:

1. Al-Kharisah, yaitu pelukaan pada bagian permukaan kulit kepala yang tidak
sampai mengeluarkan darah.

2. Al-Dami’ah, yaitu perlukaan yang berakibat keluar darah, tetapi hanya menetes
seperti dalam tetesan air.

7 Nurul Irfan dan Masyrofah, “Fiqh Jinayah”, (Jakarta: AMZAH, 2013), hlm. 10

10
3. Al-Damiyyah, yaitu pelukaan yang berakibat darah mengucur keluar cukup
deras.

4. Al-Badi’ah, yaitu pelukaan yang berakibat terkoyaknya atau terpotongnya


daging dibagian kepala korban.

5. Al-Mutalahamah, yaitu pelukaan yang berakibat terpotongnya daging bagian


kepala lebih banyak dan lebih parah dibandingkan pada kasus Al-Badi’ah. Dua
istilah terakhir ini memang sangat mirip, sehingga Muhammad bin Yusuf Al-
Syaibani menganggap bahwa Al-Badi’ah lebih parak daripada Al-
Mutalahamah. Menurutnya, Al-Badi’ah ialah pelukaan yang dapat mengoyak
daging, mengeluarkan darah, dan bekas lukanya berwarna hitam

6. Al-Samhaq, yaitu pelukaan yang berakibat terpotongnya daging sehingga


tampak lapisan antara kulit dan tulang kepala. Ini juga dapat disebut Al-
Syajjah.

7. Al-Mudihah, yaitu perlukaan yang lebih parah daripada Al-Samhaq. Tulag


korban mengalami keretakan kecil.

8. Al-Hasyimah, yaitu pelukaan yang berakibat remuknya tulang korban.

9. Al-Manqalah, yaitu penganiayaan yang mengakibatkan tulang korban menjadi


remuk dan bergeser dari tempatnya semula.

10. Al-Amah, yaitu penganiayaan yang mengakibatkan tulang menjadi remuk dan
bergeser, sekaligus tampak lapisan tiis antara tulang tengkorak dan otak.

11. Al-Damighah, yaitu penganiayaan yang lebih parah daripada Al-Amah.


Lapisan tipis antara tulang tengkorak dan otak menjadi robek dan menembus
otak korban.

Berbeda dengan perincian Imam Abu Hanifah diatas, Imam Malik hanya
memerinci sepuluh macam antara lain:

11
1)Al-Damiyyah,

2)Al-Kharisah,

3)Al-Samhaq,

4)Al-Badi’ah,

5)Al-Mutalahamah,

6)Al-Mulatah,

7)Al-Mudihah,

8)Al-Manqalah,

9)Al-Amah, dan

10)Al-Damighah.

Dalam perincian Imam Malik, tidak terdapat perlukaan yang disebut Al-
Hasyimah, karena luka jenis ini terdapat pada tubuh bukan pada bagian kepala dan
wajah.

Sementara itu, Imam Al-Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hanbal menyatakan
bahwa jenis perlukaan di bagian kepala dan wajah terdiri atas sepuluh macam.
Akan tetapi, mereka tidak menganggap Al-Damighah. Imam Ahmad memberi
nama jenis luka Al-Damighah dengan istilah Al-Bazilah.Namun demikian,
keduanya sepakat memberi nama luka yang kesepuluh dengan Al-Ma’mumah atau
Al-Amah.

Dari beberapa istilah yang dikemukakan oleh para ulama, tampak jelas bahwa
masalah-masalah mendetail seperti ini sudah menjadi bahan pembincangan ulama
klasik.

12
Keempat, penganiayaan di bagian tubuh korban. Jenis yang disebut Al-Jahn terdiri
atas dua macam, yaitu Al-Ja’ifah (Perlukaan yang menembus perut atau dada
korban) dan Ghair Al-Ja’ifah (Perlukaan yang tidak berhubungan dengan bagian
dalam tubuh.

Kelima, penganiayaan yang tidak termasuk kedalam empat kategori diatas.


Penganiayaan yang tidak mengakibatkan timbulnya bekas luka yang tampak dari
luar, tetapi mengakibtkan kelumpuhan, penyumbatan darah, gangguan saraf, atau
luka dalam di bagian organ vital.8

D. HIKMAH QISHASH

Hikmah yang dapat dipetik bahwa Islam menerapkan hukuman yang sangat
menjaga serta menjaga kehormatan dan kesalamatan jiwa manusia. Perilaku
perbuatan pembunuhan diancam dengan qishash baik yang terkait pada al-jinayat
'alan nafsi (tindakan pidana pembunuhan) ataupun al-jinayah 'ala ma dunan nafsi
(tindakan pidana yang berupa merusak anggota badan ataupun menghilangkan
fungsinya) akan menimbulkan banyak efek postitif. Yang terpeting diantaranya
adalah:
1) Dapat memberikan pelajaran bagi kita bahwa keadilan harus ditegakkan.
2) Dapat memberikan keamanan dan ketertiban.

3) Dapat mencegah pertentangan dan permusuhan yang mengundang


pertumpahan darah.

Dalil-dalil Qishash dalam Al-Quran

‫ص هفي ا لر صق رتص صلى‬ ‫ك‬ ‫صا‬‫ص‬


‫يا أص يل صها ا لدصهذي ن آ م كنوُا كك ته ب صع لص ي كك م ا لر ه‬
‫ق‬ ‫ص ر ك‬ ‫ص ص‬ ‫ص ص‬
‫ا لر كح لر ص هبا لر كح صر ص صوا لر صع رب كد هبا لر صع رب هد صوا رلكصنرص ثصىى هبا رلكصنرص ثص ىى فص صم رن عك هف صي لصهك‬
‫سا بن ىصذصله ص‬
‫ك‬ ‫ح‬ ‫ف صوأص صدا ءر إه لص ري هه بهه‬
‫إ‬ ‫هم ن أص هخي ههص صش ي ء صفا تصص صباعرص هبا لر م ع رو ه‬
‫ص‬ ‫ر‬ ‫ص رك‬ ‫رر ص‬ ‫ر‬

8 Nurul Irfan dan Masyrofah, “Fiqh Jinayah”, (Jakarta: AMZAH, 2013), hlm. 13

13
‫ف هم رن صربصصكك رم صوصررح صم ةر فصصم هن ا رع تص صد ىى بصص رع صد ىصذ صله ص‬
‫ك فصص لص هك‬ ‫تصرخ هفي ر‬
‫ب أص هلي رم‬
‫صع صذا ر‬
Artinya:”Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu
(melaksanakan) qisas berkenaan dengan orang yang dibunuh. Orang merdeka
dengan orang merdeka, hamba sahaya dengan hamba sahaya, perempuan dengan
perempuan. Tetapi barang siapa memperoleh maaf dari saudaranya, hendaklah
dia mengikutinya dengan baik, dan membayar diat(tebusan) kepadanya dengan
baik(pula). Yang demikian itu adalah keringanan dan rahmat dari Tuhanmu.
Barang siapa melampaui batas setelah itu,maka ia akan mendapat azab yang
sangat pedih. (QS. Al-Baqarah (2);178).9

Menurut Aljazairi, surat Al-Baqarah ayat 178 ini mengandung dua fungsi:

1. Fungsi sosial, yaitu usaha membasmi kembalinya penjahat pada kejahatannya,


ancaman,memperbaiki, dan mencegah orang lain ke dalam perbuatan
pembunuhan tersebut.
2. Fungsi moral, yaitu kepuasaan perasaan orang banyak untuk menjamin rasa
ketentraman dan kedamaian dalam masyarakat.
3. Selain ayat diatas, Al-Quran juga menjabarkan objek qishash anjuran
memaafkan, dan jika manusia tidak melaksanakan hukum Allah maka
dikelompokan sebagai orang-orang yang zalim.10

Dalil-dalil qishash dari Hadis Rasulullah SAW


A. Dari Abu Hurairah beliau berkata, Rasulullah bersabda:
...barangsiapa mendapati keluarganya dibunuh maka dia berhak memilih dua
perkara, antara diyah dan qishash.” (H.R. Al-Bukhari dalam Fath Al-Bary Bi
Syarh Shahih Al-Bukhari)

Hal ini menjelaskan bahwa keluarga korban berhak untuk memilih antara qishash
atau memaafkan, dengan demikian qishash bukanlah alternatif tunggal.

9 Dr. Paisal Burlian, S.A.G, M.HUM, Implementasi konsep hukuman qishash di Indonesia,
Sinar Grafika, Cet. I, Jakarta:2015. hlm. 33.
10 Dr. Paisal Burlian, S.A.G, M.HUM, Implementasi konsep hukuman qishash di Indonesia,
Sinar Grafika, Cet. I, Jakarta:2015. hlm. 34.

14
B. Dari Anas bin Nadhor bersabda:
Dari Anas bin Nadhor bahwasanya Rubayyi’ (bibirnya pernah mematahkan gigi
seorang wanita, lalu mereka (keluarganya Rubiyyah’) meminta maaf, dan mereka
(keluarga korban) enggan memaafkan, kemudian ditawarkan kepada mereka
ganti rugi, tetapi mereka tetap enggan menerimanya, lali mereka datang kepada
Rasulullah dan mereka tetap menuntut qishash, maka Nabi memerintahkan untuk
diqishash.” (H.R. Al-Bukhari).

Hadis ini menunjukan bolehnya musyawarah dan negosiasi antara keluarga


korban dan keluarga pelaku, namun keputusan akhir tetap ada pada keluarga
korban. Berdasarkan dalil ini, hukuman qishash tidak bersifat kaku atau
mendemonstrasikan kekejaman, namun qishash sangat mengutamakan hubungan
kekeluargaan dan musyawarah.11

DALIL IJMA’/KESEPAKATAN ULAMA


Para ulama dari berbagai mazhabnya dari dahulu sampai sekarang telah sepakat
bahwa qishash termasuk perintah agama yang disyari’atkan.
Setelah melakukan pengkajian, peneliti belum menemukan adanya pendapat
ulama yang mengatakan bahwa qishash tidak wajib. Ini menunjukan eksistensi
ijma’ sebagaimana tersebut diatas. Dengan demikian upaya implementasi
hukuman qishash di Indonesia telah mendapat legitimasi sangat kuat dari agama.12

HADIS
‫عن عبا د ة بن الصا مت ر ضي ا عنه ان رسول ا صلى ا عليه وسلم قال و حو له عصا بة من‬
‫اصحابه با يعو ني على ان ل تشر كواباا شيناول تسر قوا ول تز نوا ول تقتلوااولدكم ول تا توا ببهتا ن‬
‫تفترو نه بين ايد يكم وار خلكم ول تعصوافي معروف فمن وفى منكم فا خره الى ا ومن اصا ب من ذ لك‬
‫شينا فعو قب في الد نيا فهو كفارةله ومن اصاب من ذلك شينا ثم ستره ا فهو الى ا ان شا ء عف عنه وان‬
‫شا ء عا قبه فبا يعناه على ذلك‬
Artinya:"Dari 'Ubadah bin Ash Shamit bahwa Rasulullah SAW bersabda ketika
berada ditengah-tengah sebagian sahabat: “Berbai’atlah kalian kepadaku untuk
tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, tidak mencuri, tidak berzina,

11 Dr. Paisal Burlian, S.A.G, M.HUM, Implementasi konsep hukuman qishash di Indonesia,
Sinar Grafika, Cet. I, Jakarta:2015. hlm.36.
12 Dr. Paisal Burlian, S.A.G, M.HUM, Implementasi konsep hukuman qishash di Indonesia,
Sinar Grafika, Cet. I, Jakarta:2015. hlm. 38.

15
tidak membunuh anak-anak kalian, tidak membuat kebohongan yang kalian ada-
adakan antara tangan dan kaki kalian, tidak bermaksiat dalam perkara yang
ma’ruf. Barangsiapa diantara kalian yang memenuhinya maka pahalanya ada
pada Allah dan barangsiapa yang melanggar dari hal tersebut lalu Allah
menghukumnya di dunia maka itu adalah kafarat baginya, dan barangsiapa yang
melanggar dari hal-hal tersebut kemudian Allah menutupinya (tidak
menghukumnya di dunia) maka urusannya kembali kepada Allah, jika Dia mau
dimaafkannya atau disiksanya”. Maka kami membai’at Beliau untuk perkara-
perkara tersebut”. (H.R. Muslim).
Hadis ini mengandung beberapa hal:
1. Larangan terhadap syirik, zina, mencuri, dan membunuh orang.
2. Menghindari larangan Allah yang akan mendapatkan pahala.
3. Melanggar yang akan mendapatkan hukuman di dunia. 13

A. DEFINISI TA’ZIR
Ta’zir berasal dari kata at-ta’zir (menurut bahasa) yang bermakna
pemuliaan dan pertolongan. Hal ini sesuai dengan firman Allah swt..,
.. ‫لههتِه هؤؤهم هنههوُا بهههاِل هل ههه ه عوُعرهسههوُلهههه ه عوُتَه هعع هزهروُههه‬
“ Agar kamu semua beriman kepada Allah dan Rasul-Nya,
menguatkan (agama)-Nya...” (al-Fath [48]:9)
Maksud Ta’zir didalam ayat itu adalah mengagungkan dan
menolong agama Allah. 14

Ta’zir secara bahasa, artinya adalah al-man’u (mencegah,


melarang, menghalangi). Diantara bentuk penggunaanya adalah
ta’zir yang berarti an-nushrah (membantu, menolong), karena
pihak yang menolong mencegah dan menghalangi pihak musuh
dari menyakiti orang yang ditolongnya. Kemudian kata Ta’zir
lebih populer digunakan untuk menunjukkan arti memberi
pelajaran dan sanksi hukuman selain hukuman hadd. Karena

13 Dr. Paisal Burlian, S.A.G, M.HUM, Implementasi konsep hukuman qishash di Indonesia,
Sinar Grafika, Cet. I, Jakarta:2015. hlm. 37.
14 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, (Jakarta Pusat: PT Pena Pundi Aksara, 2009), hlm. 497.

16
hukuman Ta’zir mencegah pelaku kejahatan dari mengulangi
kembali kejahatannya. 15

Ta’zir secara terminologi:

1. Hanafiyah
Wahbah az-Zuhaili berkata, “Hukuman yang diberlakukan terhadap suatu
bentuk kemaksiatan atau kejahatan yang tidak ada ancaman
hukuman had dan tidak pula kafarat, baik itu kejahatan terhadap hak Allah
maupun kejahatan terhadap hak Adami.
2. Malikiyah
Muhammad bin Ahmad bin Jazi bekata, “Hukuman yang ditetapkan pada
perbuatan kemaksiatan menyerupai hukuman hudud yang kadar hukuman
bisa lebih atau kurang dari hukuman hudud itu sendiri yang dilakukan dari
hasil ijtihad Imam.”
3. Syafi’iyah
Umar bin Aly berkata, “Hukuman kepada semua kemaksiatan yang tidak
ada hadd dan kafarahnya, termasuk juga wanita yang berakal yang terkena
hukuman juga menanggung dari banyak sedikitnya hukuman.”
4. Hanabilah
Ibnu Qudamah berkata, “Hukuman yang diberikan terhadap suatu bentuk
perbuatan kemaksiatan dan kriminal yang didalamnya tidak ada ancaman
dengan hukuman hadd, kafarat, qishas dan diyat .” 16
B. LANDASAN PENSYARIATAN TA’ZIR
Hadis :

‫صللىَّ اللهه ععلعؤيهه عوُعسلعم عكاِعن يعههقوُهل عل هؤيلعهد أععحدد‬ ‫ه‬ ‫ه‬
‫ععؤن أعهب بههؤرعدعة بؤهن نعياِ ر أعلن عرهسوُعل الله ع‬
‫ت إهلل هف عحدد همؤن هحهدوُهد اللهه‬ ‫فعهوُعق عؤشهر جلععدا ر‬
‫ؤ ع ع‬
Dari Abu Burdah Al-Anshari bahwa ia mendengar Rasulullah SAW.
bersabda “ Tidak boleh dicambuk lebih dari sepuluh kali, kecuali di
15 Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, (Damaskus: Darul Fikr, 2007), hlm. 523.
16 Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, alih bahasa: Abdul Hayyie al-Kattani, dkk.
(Jakarta: Gema Insani, 2011 M) hlm.523.

17
dalam hukuman yang telah ditentukan oleh Allah SWT.” (HR. Muttafaq
‘Alaih)17

Dalil Al-Qur’an :

‫ضصصا هجصهعص‬‫شصصوُصزكهصدن ص فصصهعصظصكصوُكهصدن ص صوا رهصكجصكروكهصدن ص هفصصي ا لرصصمص ص‬ ‫صوال دلص صتصهصي تصصصخصصا فصكصوُصنص نكص ك‬
‫ضصهربصكصوُكهصدن ص فصصهإصرنص أصصطصصرعصنصصككصرمص فصصصل ص تصص رصب صغصكصوُا صعصلصصريصهصدن ص صسصبصهصي صل ص إهصدن ص ال لد صهصص صكصصا صنص‬ ‫صوا ر‬
‫صعصهلصيصصا صكصبصهصي صرا‬
Artinya:

Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah


mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah
mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu
mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha
Tinggi lagi Maha Besar. [an-Nisa’: 34]

C. MACAM-MACAM SANKSI TA’ZIR


1. Sanksi Ta’zir yang berkaitan dengan Badan
Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa sanksi Ta’zir itu
beragam. Adapun mengenai sanksi Ta’zir yang berkaitan dengan
badan, dibedakan menjadi dua, yaitu hukuman mati dan cambuk.
a. Hukuman Mati
Mazhab Hanafi membolehkan sanksi Ta’zir dengan hukuman mati
apabila perbuatan itu dilakukan berulang-ulang dan dapat
membawa kemaslahatan bagi masyarakat. Contohnya, pencurian
yang berulang-ulang dan menghina Nabi beberapa kali yang
dilakukan oleh kafir dzimmi yang baru masuk Islam. Mazhab
hanafi menetapakan bahwa seorang imam dapat menjatuhkan
eksekusi, seperti dalam masalah pembunuhan dengan
menggunakan senjata tumpul dan pelacuran laki-laki yang
dilakukan berulang-ulang. Hal itu sebagaimana imam (pemerintah)

17 Nurul Irfan dan Masyrofah, “Fiqh Jinayah”, (Jakarta: AMZAH, 2013), hlm. 141.

18
dapat menjatuhkan sanksi yang lebih berat dari ketetapan semula
bilamana ia melihat maslahat di dalam sanksi tersebut.18
Kalangan Malikiyah dan sebagian Hanabilah juga
membolehkan hukuman mati sebagai sanksi Ta’zir tertinggi. Sanksi
ini dapat diberlakukan terhadap mata-mata dan orang yang
melakukan kerusaka dimuka bumi. Demikian pula sebagian
Syafi’iyah yang membolehkan hukuman mati, seperti dalam kasus
homoseks. Selain itu, hukuman mati juga boleh diberlakukan
dalam kasus penyebaran aliran-aliran sesat yang menyimpang dari
Al-quran dan Sunnah.19
b. Hukuman Cambuk
Didalam hadits yang diriwayatkan oleh Hani bin Niyyar
telah disebutkan larangan menakzir dengan lebih dari sepuluh kali
cambukan.
Imam Ahmad, Laits, Ishak, dan sekelompok ulama dari
Mazhab Syafi’i mengambil hadits diatas (sebagai dalil atas
pelarangan untuk mencambuk sebanyak lebih dari sepuluh kali
cambukan di dalam sanksi Ta’zir). Mereka mengatakan karena
inilah yang ditetapkan oleh syariat.
Sementara itu, Imam Malik, Syafi’i, Zaid bin Ali, dan ulama
lain memperbolehkan pemberlakuan hukuman cambukan sebanyak
lebih dari sepuluh kali di dalam sanksi Ta’zir, selama tidak
mencapai batasan minimal sanksi hudud.20
Hukum cambuk cukup efektif dalam menjerakan pelaku
jarimah Ta’zir. Hukuman ini dalam jarimah hudud telah jelas
jumlah nya bagi pelaku jarimah zina ghairu muhsan dan jarimah
qadzf. Namun dalam jarimah Ta’zir, hakim diberikan kewenangan
untuk menetapkan jumlah cambukan disesuaikan dengan kondisi
pelaku, situasi, dan tempat kejahatan.

18 Sayyid Sabiq, “FIQIH SUNNAH”, (Jakarta: PT Pena Pundi Aksara, 2009), hlm. 501.
19 Nurul Irfan dan Masyrofah, “Fiqh Jinayah”, (Jakarta: AMZAH, 2013), hlm. 147.
20 Sayyid Sabiq, “FIQIH SUNNAH”, (Jakarta: PT Pena Pundi Aksara, 2009), hlm. 501.

19
Hukuman ini dikatakan efektif karena memiliki beberapa
keistimewaan dibandingkan hukaman lainnya, yaitu sebagai
berikut.
1. Lebih menjerakan dan lebih memiliki daya represif, karena
dirasakan langsung secara fisik.
2. Bersifat fleksibel. Setiap jarimah memiliki jumlah
cambukan yang berbeda-beda
3. Berbiaya rendah. Tidak membutuhkan dana besar dan
penerapannya sangat praktis.
4. Lebih murni dalam menerapkan prinsip bahwa sanksi ini
bersifat pribadi dan tidak sampai menelantarkan keluarga
terhukum. Apabila sanksi ini sudah dilaksanakan, terhukum
dapat langsung dilepaskan dan dapat beraktivitas seperti
biasanya. Dengan demikian, hal ini tidak membawa akibat
yang tidak perlu kepada keluarganya. Allah SWT.
berfirman:
‫به ه هكهزل ه عشهؤيهرءه عوُعله ه‬ ‫قههؤله أعهعغه ؤهي هعره ال هل هههه أعهبؤهغهههي عربههاِ عوُهههعوُه عر ب‬
‫سه إههلله ه ععهلعه ؤهي هعهههاِ عوُعله ه تَعههزهره عوُا هزعرةده هوُؤزعره‬‫به هكهبله ه نعهؤفه ر‬ ‫ه‬ ‫تَعهؤكه ه‬
‫س‬
‫ه‬
‫أههؤخهعرلىه هثله ه إهه ع لله ه عربهزههكهؤمه عمهؤرهجهعهههكهؤمه فعههيه هنعهبز هئهههكهؤمه هبعههاِ هكهؤنهتِههؤمه‬
‫فهههي ههه عتؤه هتِعهلهههفههوُعنه‬
Katakanlah, “Apakah aku akan mencari Tuhan
selain Allah, padahal Dia adalah Tuhan bagi segala
sesuatu. Dan tidaklah seorang membuat dosa
melainkan kemudharatannya kembali kepada
dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak
akan memikul dosa orang lain. Kemudian kepada
Tuhanmulah kamu kembali dan akan diberitakn-Nya
kepada kamu apa yang kamu perselisihkan.” (QS.
Al-An’am (6): 164)

20
Adapun mengenai jumlah maksimal hukuman
cambuk dalam jarimah Ta’zir, ulama berbeda pendapat.
1) Mazhab Hanafi. Tidak boleh melampaui batas hukuman
had. Hal ini sesuai hadis berikut.
Barang siapa yang melampaui hukuman dalam hal
selain hudud, maka ia termasuk melampaui batas. (HR.
Al-Baihaqi dari Nu’am bin Basyir dan Al-Dhahak)
2) Abu Hanafiah. Tidak boleh lebih dari 39 kali, karena
had bagi peminum khamr adalah dicambuk 40 kali.
3) Abu Yusuf. Tidak boleh lebih dari 79 kali, karena had
bagi pelaku qadzf adalah dicambuk 80 kali.
4) Ulama Malikiyah. Sanksi ta’zir boleh melebihi had
selama mengandung maslahat. Mereka berpedoman
pada keputusan Umar bi Al-Khaththab yang
mencambuk Ma’an bin Zaidah 100 kali karena
memalsukan stempel baitul mal.
5) Ali pernah mencambuk peminum khamr pada siang hari
dibulan Ramadhan sebanyak 80 kali dan ditambah 20
kali sebagai Ta’zir.
Adapun sifat dari hukuman cambuk dalam jarimah
Ta’zir adalah untuk memberikan pelajaran dan tidak boleh
menimbulkan kerusakan. Apabila si terhukum itu laki-laki,
maka baju yang menghalangi sampainya cambuk ke kulit
harus dibuka. Sementara itu, apabila si terhukum itu
perempuan, maka bajunya tidak boleh dibuka, karena
auratnya akan terbuka. Hukuman cambuk diarahkan ke
punggung; tidak boleh diarahkan ke kepala, wajah, dan
farji. Karena apabila diarahkan ke tiga bagian itu,
dikhawatirkan akan menimbulkan cacat, bahkan tersangka
bisa meninggal dunia. 21
2. Sanksi Ta’zir yang Berkaitan dengan Kemerdekaan Seseorang
a. Hukuman penjara

21 Nurul Irfan dan Masyrofah, “Fiqh Jinayah”, (Jakarta: AMZAH, 2013), hlm. 152.

21
Hukuman penjara dapat menjadi hukuman pokok dan dapat
juga menjadi hukuman tambahan, apabila hukuman pokok yang
berupa hukuman cambuk tidak membawa dampak bagi terhukum.
Selanjutnya, hukuman ini dibedakan menjadi dua, yaitu:
1) Hukuman penjara terbatas
Hukuman penjara terbatas ialah hukuman penjara yang
lama waktunya dibatasi secara tegas. Hukuman ini
diterapkan antara lain untuk jarimah penghinaan, menjual
khamr, memakan riba, berbuka puasa pada siang hari di
bulan Ramadhan tanpa uzur, mengairi ladang dengan air
milik orang lain tanpa izin dan bersanksi palsu.
Mengenai batas maksimal untuk hukuman ini tidak ada
kesepakatan dikalangan fuqaha. Menurut Syafi’iyah, batas
maksimalnya satu tahun. Akan tetapi, tidak semua ulama
Syafi’iyah mneyepakati pendapat tersebut. Adapun
menurut pendapat yang dinukil dari Abdullah Al-Zubairi,
masa hukuman penjara adalah satu bulan atau enam bulan.
Demikian pula imam Ibnu Al-Majasyun dari ulama
Malikiyah menetapkan lamanya hukuman adalah setengah
bulan, dua bulan atau empat bulan.”tergantung harta yang
ditahannya”.
Menurut Imam Al-Mawardi, batas minimal hukuman
penjara adalah satu hari. Sementara menurut Ibnu
Qudamah, tidak ada ketentuan yang pasti dan diserahkan
kepada Imam. Ia menambahkan, apabila hukuman penjara
(Ta’zir) ditentukan batasnya, maka tidak ada bedanya
antara hukuman had dan hukuma Ta’zir.22
2) Hukuman penjara tidak terbatas
Hukuman penjara tidak terbatas tidak dibatasi waktunya
dan berlangsung terus sampai si terhukum meninggal dunia
atau bertaubat. Hukuman ini dapat disebut juga dengan

22 Nurul Irfan dan Masyrofah, “Fiqh Jinayah”, (Jakarta: AMZAH, 2013), hlm. 154.

22
hukuman penjara seumur hidup, sebagaimana yang telah
diterapkan dalam hukum positif Indonesia.
Hukuman penjara yang dibatasi sampai terhukum bertaubat
adalah untuk mendidik. Hal ini hampir sama dengan
lembaga pemasyarakatan yang menerapkan adanya remisi
bagi terhukum yang terbukti ada tanda-tanda telah
bertaubat. Menurut ulama, seseorang dinilai bertaubat
apabila ia memperlihatkan tanda-tanda perbaikan dalam
perilakunya.
b. Hukuman Pengasingan
Hukuman pengasingan termasuk hukuman had yang diterapkan
untuk perampok. Hal ini didasarkan pada Surah Al-Ma’dah (5) ayat
33.
‫إههلنهعه ههاِ عجه هعزا ءهه ا له ههذههي عن ه هيعه ههاِ هربهههوُعن ه ال ل ه ههعه عوُعرهسه ههوُلعهههه عوُيعهؤسه هعع هؤوُعن ه هف ه ه ا ؤلعه هؤر ه‬
‫ض ه فعهعس ههاِ ددهها‬
‫أعهؤن ه ي هعق هتِله هلهه ههوُا أعهوُ ه ي هصه ه هله هب هوُا أعهوُ ه تَه هعق هطله ه هع ه أعهيه ه ههدههي ه هم ه وُأعهرج هلهههه ه هم ه همه ه هن ه هخ هعله ه ر‬
‫ف ه أعهؤوُ ه‬ ‫ؤ ع ؤه ه ؤ ؤ‬ ‫ع ؤ‬ ‫ؤ هع ه ؤ‬ ‫ه‬
‫ي ه هفه ه ه ا له هبده هنؤ هيعههاِ عوُعل هه ه هؤم ه هفه ه ه ا ؤله ههخه ه هعرهة ه‬ ‫ه‬ ‫ي هؤن هعفه ه هوُا همه ه هن ه ا ؤلعه هر ه ه‬
‫ض ه لعذه هله ه ه ع‬
‫ك ه عل هه ه هؤم ه خه ه هؤز د‬ ‫ه ؤ ع ؤ‬
‫ب ه عع ههظههي دم ه‬
‫عع هعذهها د‬
“Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang
memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan
dimuka bumi, hanyalah mereka dibunuh, atau disalib,
atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal
balik, 23 atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya).
Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk
mereka didunia dan diakhirat mereka beroleh siksaan
yang besar. (QS. Al-Ma’idah (5): 33)
3. Hukuman Ta’zir yang Berkaitan dengan Harta
a. Menghancurkannya (Al-Itlaf)

23 Maksudnya adalah memotong tangan kanan dan kaki kiri. Kalau melakukan lagi,
dipotong tangan kiri dan kaki kanan.

23
penghancuran barang ini tidak selamanya merupakan
kewajiban dan dalam kondisi tertentu boleh dibiarkan
atau disedekahkan.
b. Mengubahnya (Al-Ghayir)
Hukuman Ta’zir yang berupa mengubah harta pelaku.
c. Memilikinya (Al-Tamlik)
Hukuman Ta’zir berupa pemilikan harta pelaku, anatara lain
Rasulullah SAW melipatgandakan denda bagi seorang yang
mencuri buah-buahan disamping hukuman cambuk. Demikian pula
keputusan khalifahUmar yang melipatgandakan denda bagi orang
yang menggelapkan barang temuan.
D. HIKMAH TA’ZIR
Islam telah mensyariatkan Ta’zir demi mendidik dan memberi
pelajaran kepada orang yang bersalah dan melanggar peraturan. Jadi,
hikmah Ta’zir sama dengan hikmah disyariatkannya sanksi pidana hudud
yang pernah disebutkan terdahulu.24

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Qishash adalah pembayaran yang seimbang antara pelaku dan yang
dianiaya seperti bila membunuh harus dibunuh, mematahkan gigi harus
dipatah gigi, dan lain-lain.

2. Qishash itu ada 2 macam, yaitu :

a. Qishash karena melakukan jarimah pembunuhan.

b. Qishash karena melakukan jarimah penganiayaan.


24 Sayyid Sabiq, “FIQIH SUNNAH”, (Jakarta: PT Pena Pundi Aksara, 2009), hlm. 499.

24
3. Sanksi Qishash dikenakan pada pembunuhan sengaja dan sebagian
pelukaan yang mengakibatkan harus di qisas.
4. - Bahwa hukuman ta’zir dapat diberlakukan pada suatu kekuasaan
atau suatu komunitas yang memiliki seorang pemimpin yang sah.
Yang mana pemimpin atau qadhi tersebut sebagai perwakilan rakyat
atau perwakilan suatu komunitas melalui ijtihadnya, bahwa
kebijakan hukuman ta’zir dapat memberi efek jera pada pelaku
kemaksiatan.

- Setiap hukuman ta’zir tidak bisa dijatuhkan langsung kepada


pelaku kemaksiatan. Kerena dalam hukuman ta’zir yang di
jatuhkan Qadhi atau pemimpin kepada pelaku kemaksiatan
memiliki rambu-rabu atau kaidah-kaidah dalam penetapan
hukuman ta’zir yang perlu diperhatikan dalam penetapannya.
Karena penetapan ta’zir harus melihat pada pencapaian maslahah
umum atau tidak.

B. SARAN
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Maka
penulis sangat mengharapkan kritikan yang dapat mendukung untuk lebih
baiknya di masa yang akan dating. Penulis juga menyarankan kepada
pembaca, agar membaca buku-buku yang berkaitan dengan Hukum Pidana
Islam terutama tentang Qishash dan Ta’zir. Hanya kepada Allah kita
emohon pertolongan dan perlindungan, semoga makalah ini bermanfaat
bagi penulis dan pembaca sekalian. Bila terdapat kesalahan kami mohon
maaf karena masih dalam proses pembelajaran.

25
DAFTAR PUSTAKA

Irfan, Nurul, dan Masyrofah. 2013. Fiqh Jinayah. Jakarta: AMZAH.


Fath, Darul. 2009. Fiqih Sunnah. Jakarta: PT Pena Pundi Aksara.
Az-Zuhaili, Wahbah. 2007. Fiqih Islam Wa Adillatuhu Jilid 7, Jakarta:

Gema Insani.
Burlian. Paisol. 2015. Implementasi Konsep Hukuman Qishash Di

Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.


Az-Zuhaili, Wahbah. 2008. Fiqih Imam Syafi’i. Jakarta: Almahira.

26

Anda mungkin juga menyukai