Trigeminal Neuralgia
Diajukan Kepada :
dr. TH. Suryono, Sp. S.
Disusun Oleh :
Agung Bima Putera
20174011047
1
PRESENTASI KASUS
1. IDENTITAS
Nama : Ny. M
Usia : 55 tahun
Alamat : Magelang
Status : Menikah
2. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Wajah terasa nyeri seperti ditusuk-tusuk yang hilang timbul sejak 18 tahun yang lalu
3. PEMERIKSAAN FISIK
2
A. Pemeriksaan Fisik Umum
Keadaan umum : Baik
Nadi : 80 x/menit
Napas : 20 x/menit
Suhu : 36,4oC
KEPALA
THORAX
Inspeksi : pergerakan dada simetris, retraksi (-),dbn
ABDOMEN
EKSTREMITAS
B. Pemeriksaan Neurologis
Sistem Motorik
Ekstremitas atas Kanan Kiri
3
Kekuatan 555 555
Refleks brakhioradialis 2+ 2+
Refleks Patella 2+ 2+
Nervus Kranialis
- Menggigit Normal
- Menelan (+)
5
12 XII : Hipoglossus - Menjulurkan lidah Normal
.
- Atrofi papil lidah (-)
- Tremor (-)
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang
5. DIAGNOSIS
Diagnosis klinis : Facial Pain (Neuralgia)
6. TATA LAKSANA
Bamgetol (Carbamazepine) 5 x 1 mg
Amitriptilin 1x1
Omeprazole 1 x 20 mg
Proneuron 1x1
6
TINJAUAN PUSTAKA
1. DEFINISI
Neuralgia adalah nyeri seperti ditusuk yang timbul sesekali, namun singkat
dan berat yang terjadi di sepanjang distribusi suatu saraf. Neuralgia trigeminal (NT)
adalah neuralgia pada saraf trigeminal (saraf kranial kelima) yang bertanggung jawab
untuk sensasi di wajah. Trigeminal neuralgia (Nyeri Wajah) ditandai oleh episode
singkat nyeri wajah yang kuat, menusuk, dan seperti aliran listrik.
Dalam Konsensus Nasional II kelompok studi nyeri kepala Perdossi,
neuralgia trigeminal dideskripsikan sebagai suatu serangan nyeri wajah dengan gejala
khas berupa nyeri unilateral, tiba – tiba, seperti tersengat aliran listrik berlangsung
singkat, jelas terbatas pada satu atau lebih distribusi cabang nervus trigeminus. Nyeri
umumnya dicetuskan oleh stimulus ringan dan timbul spontan. Terdapat “ trigger area”
diplika nasolabialis dan atau dagu. Pada umumnya terjadi remisi dalam jangka waktu
yang bervariasi.
Neuralgia Trigeminal merupakan suatu keluhan serangan nyeri wajah satu
sisi yang berulang. Disebut Trigeminal neuralgia, karena nyeri di wajah ini terjadi
pada satu atau lebih saraf dari tiga cabang saraf Trigeminal. Saraf yang cukup besar ini
terletak di otak dan membawa sensasi dari wajah ke otak. Rasa nyeri disebabkan oleh
terganggunya fungsi saraf Trigeminal sesuai dengan daerah distribusi persarafan salah
satu cabang saraf Trigeminal yang diakibatkan oleh berbagai penyebab.
2. ANATOMI
Nervus trigeminus adalah saraf otak motorik dan sensorik. Serabut motoriknya
mempersarafi muskulus maseter, temporalis, pterigoideus internus et eksternus, tensor
timpani, omohioideus dan bagian anterior muskulus digastrikus.
Inti motoriknya terletak di pons. Serabut-serabut motoriknya bergabung
dengan serabut-serabut sensorik nervus trigeminus yang berasal dari ganglion Gasseri.
Serabut-serabut sensoriknya menghantarkan impuls nyeri, suhu, raba dan perasaan
proprioseptif. Kawasannya ialah wajah dan mukosa lidah dan rongga mulut serta
lidah, dan rongga hidung. Impuls proprioseptif, terutama berasal dari otot-otot yang
dipersarafi oleh cabang mandibular sampai ke ganglion Gasseri.
7
Cabang pertama N.V. ialah cabang oftalmikus. Ia menghantarkan impuls
protopatik dari bola mata serta ruang orbita, kulit dahi sampai vertex. Impuls
sekretomotorik dihantarkan ke glandula lakrimalis. Serabut-serabut dari dahi
menyusun nervus frontalis. Ia masuk melalui ruang orbita melalui foramen
supraorbitale. Serabut-serabut dari bola mata dan rongga hidung bergabung menjadi
seberkas saraf yang dikenal sebagai nervus nasosiliaris. Berkas saraf yang menuju ke
glandula lakrimalis dikenal sebagai nervus lakrimalis. Ketiga berkas saraf, yakni
nervus frontali, nervus nasosiliaris dan nervus lakrimalis saling mendekat pada fisura
orbitalis superior dan di belakang fisura tersebut bergabung menjadi cabang I N.V.
(nervus oftalmikus). Cabang tersebut menembus duramater dan melanjutkan
perjalanan di dalam dinding sinus kavernosus. Pada samping prosesus klinoideus
posterior ia keluar dari dinding tersebut dan berakhir di ganglion Gasseri. Di dekatnya
terdapat arteri facialis
Cabang kedua ialah cabang maksilaris yang hanya tersusun oleh serabut-
serabut somatosensorik yang menghantarkan impuls protopatik dari pipi, kelopak mata
bagian bawah, bibir atas, hidung dan sebagian rongga hidung, geligi rahang atas,
ruang nasofarings, sinus maksilaris, palatum molle dan atap rongga mulut. Serabut-
serabut sensorik masuk ke dalam os. maksilaris melalui foramen infraorbitalis. Berkas
saraf ini dinamakan nervus infraorbialis. Saraf-saraf dari mukosa cavum nasi dan
rahang atas serta geligi atas juga bergabung dalam saraf ini dan setelahnya disebut
nervus maksilaris, cabang II N.V. Ia masuk ke dalam rongga tengkorak melalui
foramen rotundum kemudian menembus duramater untuk berjalan di dalanm dinding
sinus kavernosus dan berakhir di ganglion Gasseri. Cabang maksilar nervus V juga
8
menerima serabut-serabut sensorik yang berasal dari dura fossa crania media dan fossa
pterigopalatinum.
Cabang mandibularis (cabang III N.V. tersusun oleh serabut somatomotorik
dan sensorik serta sekretomotorik (parasimpatetik). Serabut-serabut somatomotorik
muncul dari daerah lateral pons menggabungkan diri dengan berkas serabut
sensorik yang dinamakan cabang mandibular ganglion gasseri. Secara eferen, cabang
mandibular keluar dari ruang intracranial melalui foramen ovale dan tiba di fossa
infratemporalis. Di situ nervus meningea media (sensorik) yang mempersarafi
meninges menggabungkan diri pada pangkal cabang madibular. Di bagian depan fossa
infratemporalis, cabang III N.V. bercabang dua.
Yang satu terletak lebih belakang dari yang lain. Cabang belakang merupakan
pangkal dari saraf aferen dari kulit daun telinga (nervus aurikulotemporalis), kulit
yang menutupi rahang bawah, mukosa bibir bawah, dua pertiga bagian depan lidah
(nervus lingualis), glandula parotis dan gusi rahang bawah ( nervus dentalis inferior)
dan serabut eferen yang mempersarafi otot-otot omohioideus dan bagian anterior
muskulus digastrikus Cabang anterior dari cabang madibular terdiri dari serabut aferen
yang menghantarkan impuls dari kulit dan mukosa pipi bagian bawah dan serabut
eferen yang mempersyarafi otot-otot temporalis, masseter, pterigoideus dan tensor
timpani. Serabut-serabut aferen sel-sel ganglion gasseri bersinaps di sepanjang
wilayah inti nukleus sensibilis prinsipalis (untuk raba dan tekan)serta nukleus spinalis
nervi trigemini (untuk rasa nyeri) dan dikenal sebagai tractus spinalis nervi trigemini.
dan didekatnya terdapat arteri a. Alveolaris inferior .
3. EPIDEMIOLOGI
9
Penyakit ini lebih sering terjadi pada perempuan dan biasanya timbul setelah
umur 50 tahun, jarang setelah umur 70 tahun. Insiden familial sedikit lebih tinggi (2%)
dibanding insiden sporadik. Faktor resiko epidemiologis (umur, ras, kebiasaan
merokok dan minum alkohol) diperkirakan penting dalam hubungannya dengan
apakah wajah atas atau wajah bawah yang terkena. Perbandingan frekuensi antara laki-
laki dan perempuan adalah 2:3, sedangkan perkembangan dari neuralgia trigeminal
pada usia muda dihubungkan dengan kemungkinan dari multiple sklerosis. Neuralgia
trigeminal yang idiopatik khas terjadi pada dekade kelima kehidupan, tapi dapat pula
terjadi pada semua umur, sedangkan simptomatik atau neuralgia trigeminal sekunder
cenderung terjadi pada pasien yang lebih muda.
4. ETIOLOGI
Etiologi trigeminal neuralgia (TN) dapat berupa pusat, perifer, atau keduanya.
Saraf trigeminal (saraf kranial V) bisa menyebabkan nyeri, karena fungsi utama adalah
sensorik. Biasanya, tidak ada lesi struktural hadir (85%), meskipun banyak peneliti
setuju bahwa kompresi pembuluh darah, biasanya vena atau loop arteri di pintu masuk
ke saraf trigeminal pons, sangat penting untuk patogenesis berbagai idiopatik. Ini hasil
kompresi dalam demielinasi saraf trigeminal fokus. Etiologi idiopatik diberi label
secara default dan kemudian di kategorikan sebagai trigeminal neuralgia klasik.
Kondisi idiopatik ini tidaklah diketahui sepenuhnya. Namun, kasus-kasus
simtomatik akibat lesi organic yang dapat diidentifikasi lebih umum ditemui daripada
yang sebelumnya disadari.
Beberapa kasus mencerminkan gangguan serabut eferen nervus V oleh berbagai
struktur abnormal sehingga disebut sebagai kasus-kasus neuralgia trigeminal
simtomatik. Pada beberapa kasus seperti ini, nervus trigeminus tertekan oleh pembuluh
darah vertebrobasiler yang ektasis atau`akibat tumor-tumor seperti neuroma trigeminal
atau akustik, meningioma dan epidermoid pada sudut serebellopontin. Selain itu, traksi
juga dapat diakibatkan oleh hidrosefalus akibat stenozis aquaductus.
Beberapa kasus walaupun jarang merupakan manifestasi dari sklerosis multipel
yang menyerang radiks desendens nervus trigeminus dan merupakan penyebab
terbanyak kasus pada penderita muda. Selain itu, kausa lain yang dipostulatkan
adalahinflamasi ganglion nonspesifik, maloklusi gigi, iskemia serta proses degeneratif
sistem saraf.
10
5. PATOFISIOLOGI
6. GEJALA
Ciri khas neuralgia trigeminal adalah nyeri seperti tertusuk-tusuk singkat dan
paroksismal, yang untuk waktu yang lama biasanya terbatas pada salah satu daerah
persarafan cabang nervus V. Jika terbatas pada daerah yang dipersarafi oleh salah satu
cabang, kondisi yang ada dapat disebut neuralgia supraorbital, infraorbital atau
mandibular tergantung saraf yang terlibat. Cabang I jauh lebih jarang terserang dan
kadang-kadang setelah cabang II sudah terserang. Jika nyeri berawal pada daerah yang
dipersarafi cabang II atau III, biasanya akan menyebar ke kedua cabang lainnya. Pada
beberapa kasus dapat terjadi nyeri bilateral walaupun sangat jarang terjadi bersamaan
pada kedua sisi. Menurut definisi yang ada, pasien akan bebas dari rasa nyeri di antara
dua serangan paroksismal beruruan, walaupun nyeri sisahan kadang kadang ada.
Nyeri biasanya terbatas pada disteribusi kutaseus cabang nV, tidak melintasi
linea mediana dan dapat dipicu oleh lebih dari satu titik pemicu. Nyeri dapat sangat
dirasakan pada kening, pipi, rahang atas atau bawah, atau lidah. Nyeri cenderung
menyebar ke daerah persarafan cabang lain. Penampakan klinis yang khas adalah
nyeri dapat dipresipitasi oleh sentuhan pada wajah, seperti saat cuci muka atau
bercukur, berbicara, mengunyah dan menelan. Nyeri yang timbul biasanya sangat
11
berat sehingga pasien sangat menderita. Nyeri seringkali menimbulkan spasme reflex
otot wajah yang terlibat sehingga disebut ‘tic douloreaux’, kemerahan pada wajah,
lakrimasi dan salivasi
Tabel Rumusan ciri-ciri khas neuralgia trigeminal
Gambar 2: Zona innervasi bagi nervus trigeminus, di mana lokasi nyeri boleh terjadi pada
neuralgia trigeminal.
Tabel 2: Perbedaan gejala klinis neuralgia trigeminal idiopatik dengan simptomatik adalah
sebagai berikut (4)
Idiopatik Simptomatik
Neyri bersifat paroksimal di daerah Nyeri terasa terus menerus di kawasan
sensorik cabang oftalmikus atau cabang cabang oftalmikus, atau nervus infra-
maksillaris dan/atau cabang orbitalis
mandibularis
Timbulnya nyeri secara hilang timbul, Nyerinya terus-menerus tidak hilang
serangan pertama bisa berlangsung 30 timbul, dengan puncak nyeri hilang timbul
menit dan serangan berikutanya antara
beberapa detik sampai 1 menit
Nyeri merupakan gejala tunggal dan Disamping nyeri terdapat juga
utama anestesia/hipestesia atau kelumpuhan
12
saraf otak, ganguan autonom
Penderitra berusia 45 tahun. lebih Tidak memperlihatkan kecenderungan
sering wanita dari pada laki-laki pada wanita atau pria dan tidak terbatas
pada golongan umur tertentu
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak ada uji spesifik dan definitif untuk neuralgia trigeminal. Pemeriksaan
radiologis seperti CT scan dan MRI atau pengukuran elektrofisiologis periode laten
kedipan dan refleks rahang dikombinasikan dengan elketromiografi masseter dapat
digunakan untuk membedakan kasus-kasus simtomatik akibat gangguan struktural dari
kasus idiopatik.
Pemeriksaan tambahan baru diperlukan kalau ada keluhan neuralgia trigeminal
pada orang-orang muda; karena biasanya ada penyebab lain yang tersembunyi. Itu pun
perannya terbatas untuk eliminasi. Pemeriksaan yang dapat dilakukan: Rontgen TMJ
(temporomandibular joint) dan MRI otak (untuk menyingkirkan tumor otak
dan multiple sclerosis.
Pengukuran potensial somatosensorik yang timbul setelah
perangsangan nervus trigeminus dapat juga digunakan untuk menentukan kasus yang
disebabkan oleh ektasis arteri sehingga dapat ditangani dengan dekompresi operatif
badan saraf pada fossa posterior.
8. PENEGAKKAN DIAGNOSIS
9. DIAGNOSA BANDING
Neuralgia trigeminal harus dibedakan dari tipe nyeri lainnya yang muncul pada
wajah dan kepala
Nyeri neuralgia postherpetikum dapat menyerupai neuralgia trigeminal, tetapi
adanya eskar bekas erupsi vesikel dapat mengarahkan kepada neuralgia
postherpetikum. Neuralgia postherpetikum pada wajah biasanya terbatas pada
daerah yang dipersarafi oleh nervus trigeminus cabang pertama.
Sindrom Costen yang bermanifestasi sebagai nyeri menjalar ke rahang bawah
dan pelipis saat mengunya) dapat menyerupai neuralgia trigeminal tetapi hanya
dipicu oleh proses mengunyah; biasanya disebabkan oleh artrosis
temporomandibular dan maloklusi gigi.
Nyeri psikogenik daerah wajah sering menyebabkan kesulitan diagnosis.
Sindrom yang disebut neuralgia fasial atipik ini (nyeri wajah atipikal) sering
ditemukan pada wanita muda atau setengah baya. Nyeri bersifat tumpul dan
menetap, sering kali unilateral pada rahang atas (walaupun dapat menyebar ke
bagian lain kepala dan leher) dan biasanya dihubungkan dengan manifestasi
ansietas kronik dan depresi. Tanda-tanda fisis tidak ditemukan dan pemberian
analgetika tidak mempan. Perbaikan biasanya diperoleh dengan penggunaan
antidepresan dan obat penenang oleh karena itu, penentuan diagnosis harus
sebaik mungkin.
Neuralgia migrainosa (nyeri kepala sebelah) dapat menyebabkan nyeri
paroksismal berat pada daerah persarafan trigeminal tetapi dapat dibedakan
berdasarkan periode, ketiadaan faktor pencetus dan durasi tiap nyeri
paroksismal yang lebih lama.
Faktor yang
Diagnosis Karakteristik Penyakit yang
Persebaran Meringankan/ Tata Laksana
Banding Klinis Dihubungkan
Memperburuk
10. PENATALAKSANAAN
A. Medikamentosa
16
setelah penggunaan jangka panjang (6 bulan) dan keberhasilan obat turun 50 % maka
dosis harus di turunkan secara perlahan jika memungkinkan dapat langsung di
hentikan.
Setelah penggunaan carbamazepin tidak efektif lagi maka digunakan obat-
obatan anti konvulsan selain karbamazepin dapat memperpendek durasi dan beratnya
serangan (second line). Obat-obat seperti ini contohnya phenitoin (300-400 mg/hari),
asam falproat (800-1200 mg/hari), klonazepam (2-6 mg/hari), dan gabapentin (300-
900 mg/hari). Baclofen dapat digunakan pada pasien yang tidak mentoleransi
karbamazepin atau gabapentin, tetapi sebenarnya paling efektif digunakan sebagai
adjuvan terhadap salah satu antikonvulsan. Capsaisin yang diberikan lokal pada titik
pemicu atau diberikan sebagai tetes mata topikal pada mata (proparakain 0,5%) cukup
membantu pada beberapa pasien.
Sekitar 80% pasien berespon pada pengobatan karbamazepin atau gabapentin
dengan dosis yang tepat. Pengobatan harus dilakukan setiap hari dan dosisnya
dinaikkan secara bermakna hingga nyeri yang dirasakan berkurang.
B. Non-medikamentosa
Diberikan jika pasien sudah tidak dapat berespons dengan obat-obatan ataupun
pasien yang perlahan-lahan mulai memperlihatkan gejala resistansi dengan terapi obat.
I. Injeksi
Jika nyeri terbatas pada daerah persebaran saraf supraorbital dan infraorbital,
injeksi alkohol atau fenol seringkali dapat memberikan kelegaan yang bertahan
berbulan-bulan hingga menahun. Setelah itu, injeksi harus diulang jika nyeri rekuren.
Sayangnya, injeksi berikutnya lebih sulit dilakukan akibat sikatriks yang timbul akibat
injeksi sebelumnya. Walaupun begitu, terapi injeksi cukup berguna untuk menghindari
operasi selama beberapa waktu dan pada waktu bersamaan membiasakan pasien
dengan efek samping yang tidak terhindarkan yang dapat ditimbulkan oleh operasi,
utamanya hilang rasa.
II. Operatif
Operasi klasik untuk penyakit ini bertujuan membagi ganglion sensorik nervus
trigeminus yang terletak proksimal dari ganglion Gasseri pada fossa crania medialis.
Ganglion motorik tetap tidak mendapat intervensi dan dengan menyisakan serabut
saraf bagian atas, pasien tetap dapat merasa pada daerah yang dipersarafi cabang I.
sehingga serabut saraf sensorik kornea dan reflex kornea tetap normal. Rasa nyeri dan
raba akan hilang selamanya pada daerah yang dipersarafi serabut saraf yang diinsisi.
Jika saraf perifer diinsisi di distal ganglion Gasseri, dapat terjadi regenerasi sehingga
17
nyeri muncul lagi. Cabang sensorik juga dapat dibagi di dalam fossa kranial posterior
di mana serabut tersebut bergabung dengan pons. Dengan pendekatan yang serupa,
tractus medulla desendens nervus trigeminus dapat dipotong pada medulla. Karena
traktus ini hany mengandung serabut saraf nyeri, sensasi sentuh tetap dipertahankan.
Tractotomi jauh lebih berbahaya dengan hasil tidak pasti disbanding pembelahan
cabang sensorik sehingga biasanya dilakukan hanya pada kondisi-kondisi tertentu
seperti jika nyeri terbatas pada nervus supraorbitalis dan reflex kornea ingin
dipertahankan, atau terdapat keterlibatan bilateral dan cabang motorik ingin dipastikan
bertahan.
11. KOMPLIKASI
12. PROGNOSIS
13. KESIMPULAN
Neuralgia Trigeminal merupakan suatu keluhan serangan nyeri wajah satu sisi
yang berulang, disebut Trigeminal neuralgia, karena nyeri di wajah ini terjadi pada
satu atau lebih saraf dari tiga cabang saraf Trigeminal. Rasa nyeri disebabkan oleh
terganggunya fungsi saraf Trigeminal sesuai dengan daerah distribusi persarafan salah
satu cabang saraf Trigeminal yang diakibatkan oleh berbagai penyebab.
Obat untuk mengatasi Trigeminal neuralgia biasanya cukup efektif. Obat ini
akan memblokade sinyal nyeri yang dikirim ke otak, sehingga nyeri berkurang. Bila
ada efek samping, obat lain bisa digunakan sesuai petunjuk dokter tentunya.
Beberapa obat yang biasa diresepkan antara lain Carbamazepine (Tegretol, Carbatrol),
Baclofen. Ada pula obat Phenytoin (Dilantin, Phenytek), atau Oxcarbazepine
(Trileptal). Dokter mungkin akan memberi Lamotrignine (Lamictal) atau Gabapentin
(Neurontin). Pasien Trigeminal neuralgia yang tidak cocok dengan obat-obatan bisa
memilih tindakan operasi.
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Walton, Sir John. Brain’s Disease of Nervous System. New York: Oxford Universiy Press;
1985.p.110-2
2. Turkingston, Carol A. Trigeminal Neuralgia. In: Stacey L C and Brigham N, editors. The Gale
Encyclopedia Of Neurological Disorder. Detroit: Thomson Gale; 2006.p.875-7.
3. Huff S J. Trigeminal Neuralgia. [Online] 2010 [cited 2011 January 31]:[1 screen]. Available
from: URL: http://emedicine.org/trigeminal-neuralgia.htm
4. Marjono, Mahar and Priguna Sidharta. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat;
1988.p.149-59
5. Merrit H H. A Textbook Of Neurology 5th ed. Philadelphia: Lea and Febiger; 1973.p.365-8
6. Kane CA and Walter W. Craniofacial Neuralgia. In: Baker A B. Clinical Neurology. New
York: Harper and Row; 1965.p.1897-904
7. Ropper AH and Robert H B. Adams And Victor’s Principles Of Neurology 8 th ed. New York:
McGraw-Hill; 2006.p.161-3
8. Mumenthaler M, Heinrich M, and Ethan T. Fundamentals Of Neurology An Illustrated Guide.
New York: Thieme; 2006.p.253-4
9. Institute of Physiology and Pathophysiology, Johannes Gutenberg-University, Mainz,
Germany. Handbook of Clinical Neurology, 2007; Pain and hyperalgesia: definitions and
theories.p.11
10. J Stephen Huff, MD; Chief Editor: Rick Kulkarni, MD, Medscape reference. Disease, drugs,
and Procedure. Trigeminal Neuralgia in Emergency Medicine.
11. Siccoli MM, Bassetti CL, Sándor PS. Facial pain: clinical differential diagnosis.Lancet
Neurology 2006; 5: 257-67; Mengenal Neuralgia Trigeminal: Nyeri Hebat Sesisi Wajah.
12. Jyotsna Nagda And Zahid H. Bajwa; Principles & Practice of Pain Medicine , 2nd
Edition; Classification of pain.
13. Benetto luke, peter nikunj and fuller geraint; neurology; neuralgia trigeminal
20