Anda di halaman 1dari 91

KATA PENGANTAR

kini bisnis informasi makin marak dan menjadi trend di awal millennium III. Media
masaa, baik cetak, elektronik maupun interaktif makin berpacu dalm menggapai audience-
nya. Mereka saling berebut cepat dalam hal meyampaikan informasi. Siapa yang paling cepat
berhak mengklaim dirinya paling aktual.
Masyarakat pun menyambut dengan antusias. Kebebasan menerima dan paling
menyampaikan informasi membuka lebar cakrawala mereka. Informasi, kini bukan lagi
sebagai kebutuhan, tetapi sudah menjadi komoditi bagi masyarakat luas. Beberapa penelitian
menyebutkan, informasi kini menduduki urutan ke10, setelah 9 bahan pokok kebutuhan
masyyarakat yang sudah ada sebelumnya.
Fenomena ini menuntut pengusaha media massa khususnya pers, mengemas produk
informasinya lebih canggih lagi. Lihat saja penyajian berita pada surat kabra, majalah, dan
siaran televise, isinya tidak lagi sekedar straight news, tetapi sudah merambah ke depth news,
investigative news, dan sebagainya. Belum lagi kehadiran internet yang mampu membuat
netter-nya merasa berkomunikasi secara face to face.
Pengusaha media massa (baca:pers) kini harus banting stir,tidak lagi mengandalkan
idealisme dalam mengelola perusahaannya, tetapi meningkatkannya secara industry. Itu
sebabnya, akhir abad 20, dunia pers nasional kita mengenal sebutan industrialisasipers.
Maksudny, pers yang di kelola secara industry dengan perhitungan profit oriented.
Perubahan frontal ini, merepotkan dunia pendidikan kita. Para ahli komunikasi belum
menemukan format yang tepat dalam me-manage perusahaan pers menjadi suatu industri.
Tidak urung Dirjen Dikti Depdikbud pada 1995 mewajibkan perguruan tinggi komunikasi
untuk memasukkan mata kuliah manajemen media massa (cetak dan elektronik) dalam
kurikulum mereka.

MANAJ E M E N PE N E R B ITAN PE R S
Buku ini, penulis harapkan menjadi panduan bagi mata kuliah tersebut. Materi
panduan diambil dari berbagai pengalaman penulis sebagai seorang praktisi, yang lama
berkarier di perusahaan penerbitan pers. Jadi, orientasi buku inimengerah ke pengetahuan
praktis, sebagai persiapan awal mengelola penerbitan pers, mulai dari fungsi organisasi, isi
sampai menjual produk pers.
Sebagai buku baru, tentu saja kesalahan atau kekurangan ada di mana-mana.
Namun ,penulis tidak akan meminta saran kepada anda. Yang penulis harapkan adalah anda
langsung melakukan perbaikan-perbaikan guna kesempurnaan buku ini. Karena istilah
melakukan bagi penulis, maknanya jauh lebih aktif dari pada sekedar memberi saran. Penulis
berharap buku ini ada manfaatnya, meski hanya setitik nilainya.

Surabaya , September 2000


Drs. Totok Djuroto, M.Si.

Vi
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR – v
BAB I PENGERTIAN PERS _ 3
1. Apa dan siapa Pers Itu _3

2. Sifat Pers _ 5

3. Misi Pers _ 8

4. Pers Sebagai Kegiatan Bisnis _ 9

5. Pengertian percetakan Pers _ 10

BAB II ORGANISASI PENERBITAN PERS _ 15


1. Top manager _ 16

2. Editor Departement (Bidang Redaksi) _ 18

a. Pemimpin redaksi _18

b. Sekretaris redaksi _ 20

c. Redaktus pelaksana _ 20

d. Redaktu _21

e. Wartawan _ 22

f. Koresponden _ 23

3. Printing Departement (Bidang Cetak) _25

a. Bidang percetak _ 27

b. Bidang cetak _32

c. Bidang perawatan _ 32

d. Administari keuangan _ 32

e. Bagian administrasi umum dan personalia _ 33

4. Business DEoartement (Bidang Usaha) _ 34

a. Pemimpin perusahaan _34

b. Bagian iklan _ 35

c. Bagian sirkulasi _ 36

d. Bagian keuangan _ 38
e. Layanan pelanggan (Costumer Care) _ 39

f. Bagian umum _ 40

g. Bagian teknik _ 41

Vii

MANAJ E M E N PE N E R B ITAN PE R S

BAB III ISI PENERBITAN PERS— 45

1. Pemberitaan (news getting) — 46


a. Pengertian Berita (perception news) — 46
b. Berita Langsung (straight news) — 49
c. Penggalian Berita (investigative news) — 51
d. Pengungkapan Berita (explanatory news) — .56
e. Penjelasan Berita (interpretative news) — 59
f. Pengembangan Berita (depth news)— 62
g. Karangan Khas (feature) — 64
2. Pandangan atau Pendapat (opinion) — 67
a. Pendapat Umum (public opinion) — 67
1. Komentar — 67
2. Artikel — 70
3. Surat Pembaca— 74
b. Opini Penerbit (desk opinion)— 77
1. Tajuk Rencana— 77
2. Pojok— 81
3. Karikatur— 82
3. Periklanan (advertisement)— 83
a. Iklan Display — 83
b. Iklan Baris — 85
c. Iklan Pariwara— 86

BAB IV MANAJEMEN PENERBITAN PERS — 91


1- Berbisnis Melalui Pers— 91
2. Terapan Manajemen pada Penerbitan Pers— 95
3. Perencanaan Bisnis Penerbitan Pers— 98
4. Perhitungan Profit Center— 103
a. Menjual Produk— 104
1. Penjualan Tetap (langganan) — 104
2. Penjualan Tidak Tetap "Retail" (eceran) — 106
3. Penjualan Barter (tukar barang) — 108
b. Menjual Kolom— 109
c. Menjual Jasa— 111

BAB V TATA CARA MENDIRIKAN PERUSAHAAN PENERBITAN PERS — 117

1. Masa orde Baru (sebelum reformasi) — 117


a. Pedoman untuk Memperoleh Surat Izin Usaha Penerbitan Pers
(SIUPP)— 117
b. Peraturan Menpen R1 No.01fPEIUMENPEN/1984 tentang SIUPP
— 131
c. SK Menpen No. 214 MKEPfMENPEN/1984 tentang
a. Prosedur dan Persyaratan mendapatkan SIUPP— 144
2. Masa Reformasi (Soeharto Lengser)— 152
a. Undang-Undang No. 40 tahun 1999 tentang Pers— 152
b. Penjelasan atas UU No 40 tahun 1999 tentang Pers— 161
c. SK Menpen No : 132/SWMENPEN/1998 tentang— 176
Ketentuan mendapatkan SIUPP
BAB 1

PENGERTIAN PERS

1. Apa dan Siapa Pers Itu

Pers merupakan sebutan dari suatu nama. Kalau nama pers disebutkan, gaungnya
seperti menggetarkan jiwa. Jika seseorang sedang berhubungan dengan pers, dikonotasikan
ia berhadapan dengan satu urusan yang besar. Pers sebagai lembaga, bisa berperan seperti
sahabat, nutra kerja atau menjadi lawan. Pendeknya, pers sebagai lembaga dapat difungsikan
menjadi apa saja bergantung kehendak yang mengelolanya.
Scjarah mencatat dalam pertempuran merebut kemerdekaan Republik Indonesia tahun
1945, pers tidak sekadar ikut berjuang dengan mengangkat senjata, tetapi besar peranannya
dalam menyebarluaskan semangat revolusi Indonesia ke seluruh dunia, sehingga
kemerdekaan bangsa Indonesia diakui oleh negara-negara lain. Di sini, pers berfungsi
sebagai tenvan seperjuangan.
Di Indonesia, perusahaan rokok bisa mendulang keuntungan ratusan milyar rupiah
karena mereka bexhasil menjalin hubungan baik dengan pers yang membantu
mempublikasikannya. Padahal, negeri ini menerapkan peraturan, rokok tidak boleh
diiklankan (Permenpen nomor 111/1984). Dalam konteks ini, pers berperan sebagai mitra
kerja.
Pemerintah orde baru yang berkuasa 32 tahun akhirnya tumbang oleh arus reformasi
karena cukup lama mengebiri kebebasan pers. Jenderal besar Soeharto yang berkuasa saat
itu, tidak membina pertumbuhan pers, tetapi malah membinasakannya. Banyak penerbitan
pers yang dibredel. Itu sebabnya, pers akhirnya menganggap Soeharto sebagai lawan
utamanya.
Siapakah sebenarnya pers itu? Banyak orang menganggap bahwa pers adalah
wartawan. Anggapan ini benar jika wartawan diperlakukan sebagai bagian dari pers-
Pengertian pers jika dilihat dari segi bisnis adalah suatu kelompok kerja yang terdiri dari
berbagai komponen (watawan, redaktur, tata letak, percetakan, sirkulasi, iklan, tata usaha,
dan sebagainya), yang menghasilkan produk berupa media cetak.
Mentarut leksikon komunikasi, pers berarti: 1) usaha percetakan atau penerbitan: 2)
pengumpulnn dan penyiaran berita; 3) penyiaran berita melajui surat kabar, majalah, radio.
dan televise; 4) orang-orang yang bergerak dalam penyiaran berita; 5) medim penyiaran
berita, yakni surat kabar, majalah, radio dan televisi. Sedangkan, istilah “pers” berasal dari
bahasa Jnggris, karena proses produksinya memakai tekanan (pressing, Sebagian orang
menyebut istilah pers sebagai kopendckan dari kata persuratkabaran.
Di Indonesia. menurut Undang-Undang Nomor 11 Talaun 1996 tentang Ketentuan-
ketentuan Pokok Pers, sebagaimana telah ditambah dongnn Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1967 dan diubah Iagi dengnn Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1982, pers adalah
lernbaga kemasyarakatan, alat perjuangan nasional yang mempunyai karya sebagai salah
satu media komunikasi massa, yang bersifat utnum berupa penerbitan yang teratur waktu
terbitnya, diperlcngkapi atau tidak diperlengkapi dengan alat-alat milik sendiri berupa
percetakan, alat-lat foto, klise. Mesin-mesin stensil atau alat-alat teknik lainnya
Dalam peraturan Menteri Pencrangan nomor 01/PERS/MENPEN/1998 tentang
Ketentüan-ketentuan Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (sebelurn Departemen Penerangan
dilikuidasi pada awal pemerintahan Gus Our) menyatakan babwa yang dimaksud dengan
pers adalah sebagai berikut.

a. Penerbitan pers adalah surat kabar harian, surat kabar mingguan. majalah, bujetin,
berkala lainnya yang djselenggarakan oleh perusahaan pers dan pcnerbitan kantor
berita.
b. Perusahaan pers adalah badan usaha swasta nasional berbentuk badan hukum,
Koperasi. Yayasan atau Badan Usaha Milik Negara.
c. Percetaknn perg adalah perusahaan pereetaknn yang dilengkapi dengan perangkat alat
kepcrluan mencetak penerbitan pers.
d. Karyawan pers adalah orang-orang yang melakukan pckerjaan secara bersama-sama
dalam suatu kesatuan yang rncnghasilkan penerbitan pers yang terdiri dari pengasuh
penerbitan pers, karyawan pengusaha, karyawan wartawan, karyawan
administrasi/teknik dan karyawan pers lainnya.
e. Pengasuh penerbitan pers adalah Pemimpin Urnum, Pemimpin Rcdaksi dan
Pemimpin Perusahaan.

Julius Caesar, Raja Romawi kuno yang terkenat daiam rintisan sejarah media massa,
drsebut sebagal “perintis press" karena ia secara teratur mengumumkan hasil rapat senator
dalam pemerintahannya, pada papan- papan pengumuman di beberapa tempat agar dapat
diketahui olerakyatnya. Pengumuman-pengumuman itu kemudian disebut dengan "Acta
Diurna". Kegiatan ini sama dengan yang dilakukan oleh wartawan, yaitumemberikan
pengumumahasil liputannya secara kontinu melalui penerbitannya. Itu sebabnya, sampai
sekarang wartawajuga disebut sebagai press dalam arti penyampaian pesannya.
Istilah press dalam pengertian surat kabar (media cetak) asalnya dari benua Eropa,
ketika para pedagang di sana saling bertukar informasi harga pasar yang ditulis pada kulit
kayu atau kulit ternak. Barulah pada tahun 1450 setelah dua orang pemuda Belanda yang
bermukim di topiTainz, bernama Johannes Gutenberg dan Janszoon Koster, menemukan
huruf-huruf cetak maka informasi-informasi itu diabadikan melalui pencetakan.
Surat kabar sebagai komoditi (diperjualbelikan) pertama kali dibuat diAmerika
Serikat, ketika seorang tukang cetak berkebangsaan Inggris Benyamin Harris hijrah ke
Amerika tahun 1690. Surat kabar pertama yang diterbitkannya diberi nama “Public
Occurrences Both Foreign and Domestic" Sayangnya surat kabar ini tidak berumur lama
karena terbentur pada perizinan (John Tebbel, disadur Dean Praty Rahayuningsih, 1997)
Munculnya siaran radio, siaran televisi, dan pertunjukan film yang semula berfungsi
sebagai hiburan, ternyata bisa juga menyampaikan informasi, baik melalui siaran berita
maupun cerita dalam film, dan menempatkan mereka sebagai media massa. Muncul
kemudian istilah "the big five ofmedia massa", yaitu surat kabar, majalah, radio, televisi, dan
film.
Dengan masuknya media elektronika dalam lingkup media massa maka istilah pers
menjadi lebih luas. "Pers dalam arti sempit terbatas pada media cetak saja, misalnya Koran,
majalah, buletin, brosur, pamilet, dan leaflet. tetapi pers dalam arti luas meneakup juga media
elektronik, seperti radio, televisi, dan film" (R. Amak Syarifuddin, 1973).

2. Sifat Pers

Pers sebagai lembaga, intensitasnya berdiri sendiri. la hidup di tengah tengah masyarakat,
tetapi bukan bagian dari masyarakat itu. la berada dalam satu negara, tetapi bukan bagian dari
pemerintahan negara tersebut Pers lebih dikenal sebagai "Lembaga Kemasyarakatan" (social
institution) Hubungan ketiganya saling mempengaruhi. Pers mempengaruhi masyarakat,
tetapi masyarakat juga berpengaruh pada pers. Pers mempengaruhipemerintah, namunm
pemerintah juga berpengaruh terhadap pers.
Pers sebagai lembaga kemasyarakatan bisa mempengaruhi masyarakat karena ia
bertindak sebagai komunikator massa. Agar dipercaya masyarakat, pers berusaha
menyampaikan informasi dengan sesuatu yang baru. Tetapi masyarakat sebagai konsumen
pers, sangat selektif memilih informasi. Jika penyajian pers tidak sesuai dengan
keinginannya, jangankan dibeli, dibaca pun tidak. Minat baca masyarakat terhadap produk
pers sangat berpengaruh terhadap kehidupan pers itu sendiri.
Pers sebagai lembaga kontrol sosial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sangat
berpengaruh terhadap pelaksanaan pemerintahan. Apalagi bagi pemerintah yang banyak
melakukan kesalahan dan ketidakbenaran, kontrol sosial pers terasa sangat pedih dan
seringkali menggoyahkan kelangsungan pemerintahannya. Tetapi pemerintah juga mampu
mempengaruhi pers dengan cara memasang rambu-rambu berupa peraturan dan perundangan
agar pers bisa ditundukkan.
Karena hubungan yang demikian itulah maka falsafah pers selalu identik dengan
kehidupan sosial, budaya, dan bahkan politik dari suatubbangsa dan negara. Itu sebabnya,
sifat pers antara satu negara dengan negara lainnya selalu berbeda. Sampai sekarang
setidaknya ada 6 sifat pers yang penerapannya berbeda satu dengan lainnya sesuai dengan
sifat dan falsafah negara dimana pers itu berada.

a. Liberal Democration Press (Pers Liberal)


Pers yang bersifat liberal, cocok untuk negara yang menganut falsafah demokrasi
liberal, yaitu kebebasan yang sebebas-bebasnya. Negara negara Eropa, Amerika
bahkan Australia merupakan negara yang sistem pemerintahannya demokrasi liberal.
Jelasnya, kepentingan indiVidu sangat diutamakan. Dalam demokrasi liberal,
kebebasan pers dipersepsikan sebagai kebebasan tanpa batas. Artinya, kritik dan ko-
mentar pers dapat dilakukan pada siapa saja, termasuk kepada kepala negaranya.
Presiden Amerika Serikat, Richard Nixon misalnya akhirnya tumbang setelah dihujat
habis-habisan oleh pers karena skandal "watergate"-nya
b. Communist Press (Pers Komunis)
Pers komunis, umumnya berada di negara-negara sosialis yang menganut paham
komunis atau marxis, misalnya Cina, Rusia, Hongaria, Kroasia dan sebagainya. Pers
komunis terbentuk karena latar belakang pemerintahan negaranya yang
menitikberatkan kekuasaan tunggal, yaitu partai komunis. Dengan demikian, suara
pers harus sama dengan suara komunis, sedangkan wartawannya adalah orang-orang
yang setia kepada partainya.
c. Authoritarian Preas (Pers Otoriter)
Pers otoriter lahir dari negara penganut politik fasis yang menentukan pemerintah
berkuasa secara mutlak. Intensitas pers otoriter ini hanya untuk kepentingan
penguasa. Untuk itu segala cara dilakukan oleh pemerintah agar pers tidak
melakukan kritik atau kontrol kepada pemerintahannya. Pers otoriter ini lahir pada
saat pemerintahan Nazi Jerman pimpinan Fuchrer Adolf Hitler (1936-1945) yang
sangat terkenal kekejamannya.
d. Freedom and Responsibility Press (Pers Bebas dan Bertanggung Jawah)
Istilah freedom and responsibility press semula merupakan slogan dari negara Barat
yang menginginkan kebebasan pers harus dipertanggungjawabkan kepada kehidupan
bermasyarakat, tetapi karena masing-masing negara mempunyai pandangan yang
berbeda terhadap pengertian bebas maka kebebasan pers di setiap negara menjadi
berbeda pula, bergantung pada bobot yang dianut oleh masing-masing negara.
e. Development Press (Pers Pembangunan)
Istilah Pers Pembangunan dimunculkan olch para jurnalis yang be diam di negara-
negara sedang berkembang. Alasannya, negara berkembang tentu sedang giat-giatnya
melakukan pembangunan (development). Tetapi apakah perkembangan atau
pembangunan yang dilakukan oleh negara-negara berkembang satu dengan lainnya
itu sama tentu tidak. Masing-masing negara mempunyai arah dan tujuan pem-
bangunan yang berbeda. Untuk menyamakan pandangan terhadap pers
pembangunan, Wilbur Schramm memberikan batasan sebagai berikut
1. Pers harus dapat menciptakan iklim pembangunan di negaranya
2. Pers harus mampu memperluas pandangan (cakrawala) bagi masyarakatnya
3. Pers harus mampu mengarahkan perhatian masyarakat dari kebiasaan lama
menjadi perilaku yang lebih maju lagi.
4. Pers harus dapat meningkatkan aspirasi dan mendorong masyarakat berpola
piker kea rah kehidupan yang lebih baik lagi.
5. Pers harus bisa memperlebar tukar pikiran (dialog) dan kebijakan (policy)
6. Pers harus mampu menetapkan norma social
7. Pers harus mampu membantu secara substansial dari semua jenis kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
f. Five Foundation Press (Pers Pancasila)
Pers Pancasila dilahirkan oleh bangsa Indonesia karena falsafah negaranya adalah
Pancasila. Sampai sekarang belum ditemukan definisi tepat dari sebutan Pers
Pancasila ini. Tetapi pendapat dari beberapa tokoh pers, memberi ancar-ancar sifat
dari Pers Pancasila itu adalah pers yang melihat segala sesuatunya secara
proporsional. Pers Pancasila hendaknya mencari kosoimbangan dalam berita atau
tulisannya demi kepentingan semua pihak sesuai dengan consensus demokrasi
Pancasila

3. Misi Pers

Pers sebagai lembaga kemasyarakatan yang bergerak di bidang pengumpulan dan penyebaran
informasi mempunyai misi ikut mencerdaskarn masyarakat, menegakkan keadilan dan
memberantas kebatilan. Selama melaksanakan tugasnya, pers terkait erat dengan tata nilai
sosial yang berlaku dalam masyarakat. Dalam kehidupan sosial, masyarakat mempunyai hak
untuk mengetahui segala hal yang berkaitan dengan hajat hidup mereka. Untuk itulah, pers
sebagai lembaga kemasyarakatan dituntut untuk dapat memenuhi kebutuhan informasi bagi
masyarakatnya
Mengingat masyarakat bersifat majemuk dan heterogen, tata nilai sosial yang berlaku
pada masyarakat selalu berbeda. Untuk itu, pers dituntut sebanyak mungkin mengenali dan
memahami tata nilai kemasyarakatan. Paling tidak, pers harus mengetahui apakah informasi
yang diberikan kepada masyarakat itu dapat diterima baik dan bahkan dipercaya.
Sebagai media massa yang berada di tengah-tengah masyarakat, pers harus
mengutamakan kepentingan umum daripada kepentingannya sendiri. Untuk itu, pers harus
mampu menjalin hubungan kerja yang bailk dengan lembaga-lembaga kemasyarakatan
lainnya yang ada dalam masyarakat, untuk mencapai suatu tata kehidupan bermasyarakat
yang adil untuk semua golongan.
Tata nilai sosial dalam masyarakat akan selalu mengalami perubahan seiring dengan
perubahan zaman. Pers dalam kapasitasnya sebagai inovator harus tetap mempunyai pola
pikir dan pola kerja yang bersandarkanpada nilai-nilai kekeluargaan, kebersamaan dan
kegotong-royongan antarb sesama anggota masyarakat.
Dalam melaksanakan misinya, pers harus mempunyai jiwa dan semangat untuk
menjalin kesetiakawanan, bantu membantu, saling melakukan kontrol untuk kemajuan
bersama. Dalam hal terjadi perbedaan-perbedaan pendapat yang menimbulkan konflik antar
sesamanya, pers harus mampu mencari penyelesaian berdasarkan hukum, bukan berdasarkan
kemampuannya mempengaruhi masyarakat.
Jadi, meskipun peranan pers di tengah-tengah masyarakat mempunyai"otonomi,
bukan berarti ia mempunyai eksistensi yang mandiri. Intensita pers di tengah masyarakat,
diperlukan oleh masyarakat itu sendiri. Karenanya kehidupan pers itu ada keterikatan
organisatoris dengan lembaga-lembaga atau anggota masyarakat itu sendiri.

4. Pers Sebagai Kegiatan Bisnis

Kalau para pedagang Eropa zaman dulu menggunakan pers sebagai alat penyampaian
informasi harga-harga dagangannya, maka Julius Caesar memanfaatkan pers sebagai kegiatan
propaganda senatornya. Di zaman modern, hampir semua negara menjadikan pers sebagai
alat politik pemerintahannya. Sekarang, di era informasi memasuki millennium IIl
masyarakat menjadikan pers sebagai lembaga bisnis dengan menjual informasi, baik berita
maupun iklan. Kemajuan teknologi informasi mendorong perkembangan media massa dengan
pesatnya sehingga memungkinkan dijadikan ajang bisnis. Diluncurkannya satelit komunikasi
dapat mempercepat penyampaian informasi. Kejadian yang berlangsung di satu benua dalam
waktu beberapa detik saja, bisa diketahui di benua lainnya. Rupert Murdoch seorang
kebangsaan Australia dunia dengan bisnis informasinya.
Dengan meluncurkan satelit komunikasi STAR TV dan B Sky B yang kapasitas 180
channel, Murdoch menguasai dunia dengan kegiatan bisnis informasi baik melalui media
cetak maupun elektronik. Tetapi kiprah Murdoch tidak sendirian. Di kawasan Asia, misalnya
digital superhighway atau elektronik superhigway milik Murdoch disaingi oleh TV B
Hongkong, ESPN, dan Home Box Office milik Tele-Communications
Sebenarnya, antara surat kabar, majalah, dan televisi dalam hal penyampaian
informasi, nyaris tidak ada batasnya sama sekali. Sistem penyampaiannyalah yang berbeda.
Masing-masing media harus menyesuaikan dengan berbagai kepentingan, terutama
kepentingan publik sebagai audiensnya.
Surat kabar dalam berebut pelanggan tidak hanya bersaing dengan sesama surat kabar,
tetapi juga dengan majalah dan televisi. Demikian juga sebaliknya, mereka sama-sama
menjual berita dan iklan. Dampaknya, kehidupan pers kini berubah dari pers idealis menjadi
pers industrialis, sementara informasi sudah menjadi komoditi
Pada dasarnya, pekerjaan di surat kabar tidak pernah berubah walau ratusan tahun
lamanya. Sejak dulu, pekerjaan surat kabar adalah mencari dan mengumpulkan informasi
kemudian mengolahnya menjadi berita dan Mencetaknya di atas lembaran kertas koran.
Kalau toh kemudian ada perubahan lobih banyak dititikberatkan pada sistom penyampaian
informasi dari reporter ke redaksi, tata letak, pengaturan halaman, dan sistem celaknya
Di era informasi ini, persaingan bisnis pers makin ketat. Media cetak saja kini
terdapat 974 penerbitan pers pemegang SIUPP (Surat Izin Usaha Penerbitan Pers), 1.967
penerbitan nonpers pemegang STT (Surat Tanda, terbit), sementara oplahnya mencapni 14
Juta eksemplar. Media elektronik terdapat 10 stasiun penyiaran televisi pemerintah (TVRI)
dengan 315 buah pemancar, serta 5 televisi swasta. Radio, tercatat 49 stasiun penyiaran milik
pemerintah RRI) dengan 351 pemancar, dan 752 stasiun penyiaran non-RRI. Dengan
demikian bisnis media massa, kini sudah memasuki era industri yang disebut industry
informasi, sedangkan masyarakatnya disebut Masyarakat Pers dan Penyiaran Indonesia
(MPPI),

5. Pengertian Percetakan Pers


istilah pereetakan pers, banyak yang menyebutnya dengan media massa cetak. Sebutan ini
tidak salah karena jika ditinjau dari arti yang lebih luas, "pers" sebenarnya juga termasuk
media elektronik, seperti radio, televisi, film, internet, dan sebagainya. Jadi, sebutan media
massa cetak sama dengan penerbitan pers. Artinya, perusahaan pers yang dilakukan dengan
mencetak.
Pengertian media massa itu sendiri ada 2 (dua), yaitu media massa da medía nirmassa.
Media artinya alat komunikasi, sedangkan massa kependekan dari kata masyarakat (orang
banyak), Media massa berarti alat komunikasi yang boleh dimanfaatkan untuk semua orang.
Istilah boleh yang penulis fokuskan di sini bermakna tidak ada larangan. Misalnya, satu surat
kabar dapat atau boleh dibaca dan dimanfaatkan oleh semua Jika Anda membaca surat kabar,
kemudian orang lain tentu Anda tidak akan melarangnya. Demikian juga dengan radio dan
televisi yang siarannya boleh dilihat semua orang orang.
Sedangkan media nirmassa adalah alat komunikasi yang tidak boleh untuk semua
orang. Jelasnya, alat komunikasi tersebut bersifat individu. Misalnya telepon, surat, dan
lainnya yang bersifat individu. Jika Anda sedang berbicara melalui telepon, kemudian orang
lain ikut mendengarkan atau ikut berbicara, Anda tentu tidak memperbolehkannya. Demikian
pula jika Anda memperolch surat. Ketika Anda tengah membaca kemudian orang lain ikut
juga membaca, Anda mungkin menjadi marah karena telepon dan surat tersebut sifatnya
untuk individu, yaitu Anda sendiri. Orang lain tidak boleh memanfaatkannya. Media massa
cetak adalah alat komunikasi untuk masyarakat yang dibuat dengan percetaka atau
mencetaknya lebih dulu. Ada boberapa bentuk media massa cetak
a. Surat Kabar, yaitu kumpulan berita, artikel, cerita, iklan dan sebagainya yang dicetak
dalam lembaran kertas ukuran plano, terbit secara teratur, bisa setiap hari atau
seminggu satu kali.
b. Majalah adalah kumpulan berita, artikel, cerita, iklan dan sebagainya yang dicetak
dalam lembaran kertas ukuran kuarto atau folio, dijilid dalam bentuk buku. Majalah
biasanya terbit teratur, seminggu sekali dua minggu sekali atau satu bulan sekali.
c. Tabloid adalah kumpulan berita, artikel, cerita, iklan dan sebagainya yang dicetak
dalam lembaran kertas ukuran broadsheet debih kecil dari plano) dan dilipat seperti
surat kabar. Tabloid, biasanya terbit teratur seminggu sekali, dua minggu sekali atau
satu bulan sekali
d. Buletin adalah kumpulan berita, artikel, cerita, iklan dan sebagainya yang dicetak
dalam lembaran kertas ukuran broadsheet, atau ukuran kwarto/plano dan dilipat
seperti surat kabar. Buletin, biasanya terbit tidak teratur atau sering disebut dengan
penerbitan berkala
e. Buku adalah tulisan tentang ilmu pengetahuan, essai, cerita-cerita panjang, kisah-kisah
perjuangan dan sebagainya yang dicetak dalamlembaran kertas ukuran setengah
kuarto atau setengah folio dan dijilid rapi.
ORGANISASI PENERBITAN PERS

Bisnis penerbitan pers pada prinsipnya merupakan perpaduan dari tiga bidang kegiatan,
yaitu bidang redaksional, percetakan dan bidang usaha. Ketiga bidang itu dalam
melaksanakan keguatannya, harus saling terkait dan terikat pada penyelesaian pekerjaan
masingmasing sesuai dengan aturan yang sudah ditentukan. Seorang pengusaha atau investor
jika ingin menanamkan modalnya untuk usaha penerbitan pers, harus bisa memilih atau
paling tidak membaca kemampuan orang-orang yang akan menangani perusahaannya
tersebut.
Penerbitan pers apakah itu dalam bentuk surat kabar, majalah, tabloid, buletin atau
buku, merupakan produk ideologis yang mempunyai misi tertentu sehingga tidak sama
dengan produk barang lainnya. Oleh karena itu, penyelesaian pekerjaan penerbitan pers
melibatkan banyak personil yang ada dalam ketiga bidang tersebut, dengan segala latar
belakang kemampuannya, guna menuangkan segala ide dan gagasan, menciptakan suatu
produk penerbitan yang berkualitas- Untuk itu, diperlukan suatu sistem kerja yang saling
pengertian dan kesadaran penuh terhadap tanggung jawab bidang masing-masing.
Dalam memproduksi suatu penerbitan pers, masing-masing bidang mempunyai
tanggung jawab, peran serta tujuan yang sama- Untuk itu, manajemen penerbitan pers harus
mampu menciptakan, memelihara dan menerapkan sistem kerja yang proporsional dengan
menumbuhkembangkan rasa kebersamaan di antara sesama personil. Tidak boleh ada satu
bldang dalam perusahaan penerbitan pers, merasa paling penting sendiri. Untuk kepentingan
itu, diperlukan suatu tatanan kerja dalam organisasi perusahaan penerbitan pers.
Sampai sekarang belum ada satu bentuk organisasi perusahaan penerbitan pers yang
sudah baku. Masing-masitæ perusahaan menyusun organisasi tata kerjanya, berdasarkan
keadaau serta misi yang mereka miliki. Tetapi secara sederhana organisasi perusahaan

penerbitan pers dapat dipliah-pilah sebagai berlkut.

1. Top Manager (Pemimpin Umum)

Pemimpin umum adalah orang pertama dalam suatu perusahaan penerbitan pers. Ia
mengendalikan perusahaannya, baik bidang redaksional maupun bidang usaha. Boleh jadi,
pemimpin umum adalah pemilik dari perusahaan itu sendiri atau dipegang orang lain yang
paling dipercaya.
Pemimpin umum bertanggung jawab terhadap maju mundurnya perusahaan yang
dipimpinnya. Ia mempunyai kekuasaan yang luas, mengambil kebijaksanaan, menentukan
arah perkembangan penerbitannya, dan memperhitungkan rugi/laba dari perusahaannya.
Karena kewenangannya itu, pemimpin umum berhak mengangkat dan memberhentikan
karyawan, sesuai dengan yang dibutuhkannya.
Dalam mengembangkan perusahaannya, pemimpin umum memegang tiga kendali
berupa Bidang Redaksi (editor department), Bidang Percetakan (printing department) dan
Bidang Usaha (business department). Untuk itu, ia dapat mengangkat tiga pejabat yang
ditugasi melaksanakan kegiatan ketiga bidang tersebut. Tiga pejabat itu adalah pemimpin
redaksi, pemimpin percetakan, dan pemimpin perusahaan. Pemimpin redaksi bertanggung
jawab terhadap isi penerbitannya (redaksional), pemimpin percetakan bertanggung jawab
terhadap produksi percetakannya, dan pemimpin perusahaan bertugas mengembangkan
usaha penerbitannya.
Secara teknis pemimpin umum menerima laporan dari pemimpin redaksi, pemimpin
percetakan, dan pemimpin perusahaan tentang pelaksanaan tugas sehari-hari baik di bidang
redaksi, percetakan maupun bidang usaha. Karena wewenang secara keseluruhan ada di
tangan pemimpin umum, ia dapat mengambil langkah yang dipandang perlu untuk kegiatan
intern maupun ekstern.
Dalam upaya mencapai hasil yang optimal, pemimpin umum harus mampu
mensinkronkan tugas dan wewenang bidang redaksi, percetakan dan bidang usaha untuk maju
secara bersama. Artinya, pemimpin rcdaksi tidak hanya bekerja terfokus pada bidang
keredaksionalannya saja, tetapi ia juga harus bisa melihat mutu percetakannya, serta mampu
membaca peluaag pasar. Sebaliknya, pemimpin percetakan tidak hanya konsentrasi terhadap
mutu percetakannya saja, tetapi harus bisa memberikan masukan kepada bldang redaksi dan
bidang perusahaan. Demikian juga bidang usaha, tidak hanya bertugas menjual produk saja,
tetapi harus mampu menjadikan apa yang diberitakan penerbitannya sebagai lumbung
penghasilan.

Misalnya, bidang redaksi dalam memuat benita tentang kegiatan yang bernuansa
bisnis, peresmian kantor bank, peluncuran priduk haru dari suatu perusahaan, penyajian
beritanya tidak hanya sekedar berdasarkan fakta saja, tetapi harus mampu menyentuh sisi
bisnis sehingga menbnka peluang menggset iklannya. Demikian juga dengan tidang usaha
jika melihat ada pemberitaan yang berhau bisnis, segera menhuru iklannya. Karena dalan era
informasi ini banyak perusahaan yang memanfaatkan pemberitaan untuk kegiatan promosinya
Hasil akhir dari semua kormpmen kerja pada perusahaan, gemimgin umumlah yang
harus mempertanggungjawabkan kepada pemilik (owner). Jika perusahaan itu milik
perseorangan, pertanggut langsung pada pemilik perusahaan tersebut. Tetapi pada perusahaan
penerbitan pers berskala besar, dimana pemiliknya adalah para pemegangsaham, maka
pertanggungjawabannya dilakukan kepada rapat umum pemegang saharm. Ada kalanya
pemimpin umum dari perusahaan penerbitan pers tersebut adalah pemiliknya sendiri,
sehingga pertanggungjawabannya tidak terlalu rumit. Tetapi, meskipun perusahaan penenitan
pers itu milik sendiri atau milik bersama berdasarkan besgangan saham, pertanggungjawaban
tersebut mutlak diperlukan.
Jika digambarkan, struktur sederhana organisasi perusahaan penerbitan pers adalah
sebagai berikut.

STRUKT'UR SEDERHANA
PERUSAHAAN PENEBITAN PERS

OWNER

TOP MANAGER

Pemimpin Umum

Bidang Redaksi Bidang Cetak Bidang Usaha


NAMA : SABAR HATI
NPM :D1E0150
HAL :18-41
2.Editor Department (bidang redaksi)
a.Pemimpin Redaksi
Pemimpin redaksi adalah orang pertama yang bertanggung jawab
terhadap semua isi penerbitan pers. Sesuai dengan Undang-undang
Pokok Pers, pemimpin redaksi bertanggung jawab jika ada tuntutan
hukum yang disebabkan oleh isi pemberitaan pada penerbitannya.
Tetapi dalam prakteknya. Pemimpin redaksi bisa mendelegasi kepada
pihak lain yang ditunjuknya.
Kasus “Ghalibgate” (1999) misalnya, bemula dari pemberitaan
yang dimuat majalah Panji Masyarakat (Panjimas) edisi 45/24 terbitan
Pebruari 1999,tentang transkrip rekaman pembicaraan telepon antara
presiden B.J. Habibie dengan Jaksa Agung Andi Muhammad Ghalib,
sekitar pelaksanaan pemeriksaan terhadap mantan Presiden Soeharto.
Pemberitaan majalah panjimas ini ternyata menghebohkan
masyarakat. Pasalnya transkrip pembicaraan telepon kedua pejabat di
negeri ini menyiratkan ketidakseriusannya dalam memeriksa mantan
presiden soeharto, yang oleh masyarakat banyak telah dituduh
melakukan praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), selama ia
berkuasa 32 tahun. Lebih heboh lagi ternyata rekaman pembicaraan
telepon itu hasil sadapan tidak resmi dan dianggap membocorkan
rahasia negara.
Mabes POLRI kemudian memanggil pemimpin redaksi majalah
panjimas untuk dimintai keterangan sekitar dari mana majalah
panjimas memperoleh rekaman pembicaraan rahasia antara kedua
pejabat negara tersebut. Panjimas kemudia menunjuk wakil pemimpin
umum Uni Zulfiani Lubis mewakili penerbitannya. Inilah contoh
pendeleasian wewenang dari pemimpin redaksi bisa datang sendiri,
menunjuk penulisnya, atau meminta bantuan pengacara.
Pemimpin redaksi dengan tanggung jawab yang besar,
mempertaruhkan namanya dalam pencantuman nama pada surat izin
usaha penerbitan pers (SIUPP). Itu sebabnya, pemimpin redaksi
adalah pemegang SIUPP. Dulu, ketika pemerintahan masih dibawah
orde baru, apabila ada keinginan perusahaan penerbitan pers
melakukan perubahan nama pemegang SIUPP sulit dilakukan karena
perusahaan tersebut harus membatalkan SIUPP lama terlebih dulu,
dan menggantinya dengan SIUPP baru. Akibatnya, pemimpin redaksi
yang sekaligus sebagai pemegang SIUPP psada waktu itu, serasa
memiliki kekuasaan mutlak terhadap perusahaan penerbitannya.
Bahkan, pemimpin redaksi bisa mengajukan keberatan kepada
Menteri Penerangan (yang memberikan SIUPP) untuk mencabut
SIUPP-nya jika ia merasa tidak sesuai lagi dengan usaha
penerbitannya itu.
Sekarang setelah orde baru digantikan orde reformasi,
perubahan total terjadi juga pada sistem pemberitaan surat izin usaha
penerbitan (SIUPP). Pemimpin redaksi sekarang bukan sekaligus
pemegang SIUPP. Perusahaan yang ingin menerbitkan pers bisa
mengajukan surat izin usaha penerbitan pers dengan tidak
mencatumkan nama pemimpin redaksinya sebagai pemegang SIUPP.
Dengan demikian, pemilik SIUPP bisa melakukan perubahan nama
pemimpin redaksinya setiap saat.
Persyaratan menjadi pemimpin redaksi di era reformasi inijuga
dipermudah. Dulu, untuk menjadi pemimpin redaksi pada suatu
perusahaan penerbitan pers, syaratnya ia harus anggota persatuan
wartawan Indonesia dan mendapatkan rekomendasi dari organisasi
profesional (PWI). Sekarang persyaratan itu lebih mudah lagi.
Siapapun boleh menjadi pemimpin redaksi asal mengerti dan
memahami tanggung jawab atas isi penerbitannya.
Tugas utama pemimpin redaksi adalah mengendalikan kagiatan
keredaksian di perusahaannya yang meliputi penyajian berita,
penentuan liputan, pencarian fokus pemberitaan, penentuan topik,
pemilihan berita utama (head line), berita pembukaan halaman
(opening news), menugaskan atau membuat sendiri tajuk dan
sebagainya. Pendeknya, baik dan buruk isi pemberitaan pada
penerbitannya, tergantung dari ketajaman pemimpin redaksi dalam
mencari dan memilih materi pemberitaannya. Itu sebabnya pemimpin
redaksi harus memiliki wawasan yang luas terhadap perkembangan
situasi baik politik, sosial maupun budaya.
Pemimpin redaksi dalam melaksanakan tugasnya dapat dibantu
oleh beberapa tenaga lain yang biasanya disebut dengan redaktur
pelaksana (managing editor), redaktur halaman (editor), dan asisten
redaktur (subeditor). Jumlah tenaga pembantu pemimpin redaksi ini
berbeda-beda, tergantung dari banyaknya halaman yang disajikan oleh
perusahaan penerbitan pers itu sendiri.
Dalam suatu perusahaan penerbitan pers yang baru berdiri,
pemimpin redaksi biasanya dipegang sendiri oleh pemilik perusahaan
yang mengajukan surat izin penerbitan pers, ini erat kaitannya dengan
penentuan misi dan visi penerbitannya, agar benar-benar sesuai
dengan yang diinginkannya. Baru setelah perusahaan pers itu
berkembang, bisa digantikan oleh orang lain yang ditunjuknya.
Pada organisasi penerbitan pers, jabatan pemimpin redaksi tidak
ubahnya seperti jabatan lainnya. Meski ia mempunyai kekuasaan
paling tinggi, tetapi hanya sebatas pada bidang keredaksionalannya
saja. Artinya pemimpin redaksi tidak mempunyai wewenag terhadap
bidang usaha. Urusan pengangkatan karyawan, gaji, penerimaan iklan
dan sebagainya, diluar wewenangnya.
b.Sekretaris Redaksi
Sekretaris redaksi adalah pembantu pemimpin redaksi dalam hal
administrasi keredaksionalan. Misalnya menerima honor tulisan
kepada penulis dari luar, membuat surat-surat yang diperlukan oleh
pemimpin redaksi. Jika ada surat dari luar baik yang berkaitan dengan
peliputan maupun sumbangan tulisan, surat tersebut diteruskan
kepada masing-masing bagian. Jika surat itu isinya undangan liputan,
tugas sekretaris redaksi meneruskan undangan tersebut. Sekretaris
redaksi tidak dibenarkan langsung memberikan undangan tersebut
kepada wartawan.
c.Redaktur Pelaksana
Redaktur pelaksana (managing editor) adalah jabatan yang dibentuk
untuk membantu pemimpin redaksi dalam melaksanakan tugas-tugas
yang dibentuk untuk membantu pemimpin redaksi dalam
melaksanakan tugas-tugas keredaksionalannya. Jumlah personil
redaktur pelaksanaantara satu penerbitan dengan penerbitan lainnya
tidak sama. Ada yang cukup satu, dua orang atau bahkan tanpa
redaktur pelaksana. Ini disesuaikan dengan banyaknya isi
penerbitannya. Biasanya tergantung dari jumlah halaman yang
diterbitkannya.
Di indonesia umumnya manajemen perusahaan penerbitan pers
hanya menempatkan satu orang sebagai redaktur pelaksana. Ini karena
penerbitan pers di indonesia paling banyak mempunyai 16 sampai 32
halaman. Di negara-negara maju yang industri persnya berkembang,
satu penerbitan pers bisa menyajikan sampai 100 halaman. Untuk itu
dibutuhkan dua oarang atau lebih redaktur pelaksana.
Dalam pelaksanaan tugas sehari-hari redaktur pelaksana
mengatur pelaksanaan tugassesuai dengan yang digariskan oleh
pemimpin redaksi. Dalam keadaan tertentu, redaktur pelaksana bisa
membebankan tugas kepada para redaktur halaman (editor) sesuai
dengan bidangnya masing-masing. Tanggung jawab redaktur
pelaksana adalah langsung kepada pemimpin redaksi.
Peristiwa pemberian otonomi daerah seluas-luasnya atau
pemberian kemerdekaan kepada Timor-Timur yang hangat di tahun
1999 misalanya, apabila pemimpin redaksi sudah memutuskan bahwa
masalah itu dianggap sebai fokus pemberitaan, redaktur pelaksana
tinggal membagi tugas kepada redaktur halaman untuk
mengumpulkan berita, tanggapan atau komentar dari masyarakat.
Redaktur internasional diminta menggali pendapat tokoh-tokoh luar
negeri. Redaktur nasional melengkapi dengan pandangan dari para
pejabat atau tokoh masyarakat yang ada didalam negari. Redaktur
daerah mengerahkan wartawan untuk menggali informasi dari
berbagai instansi yang ada kaitannya dengan maslah yang difokuskan
itu. Redaktur pelaksana kemudian mengemas dalam berbagai bentuk
penyajian, dikonsultasikan kepada pemimpin redaksi. Jika pemimpin
redaksi menyetujui barulah disajikan dalam penerbitannya.
Meski terkesan panjang dan berliku-liku dalam menentukan
berita-berita pilihan, tetapi prakteknya tidak demikian. Mungkin
karena sudah terbiasa dan merupakan pekerjaan sehari-hari, proses
yang berliku itu bisa dikerjakan dengan cepat. Biasanya setiap hari
sebelum memulai pekerjaan, antara pemimpin redaksi dan redaktur
pelaksana bertemu lebih dulu untuk merumuskan topik atau maslah
apa yang akan diangkat dalam penerbitan hari itu. Jika sudah
ditemukan maka diadakan rapat koordinasi keredaksionalan antara
redaktur pelaksana dengan para redaktur. Pada kesempatan ini
pemimpin redaksi bisa ikut, bisa juga tidak. Kepercayaan sepenuhnya
diberikan kepada redaktur pelaksana. Masing-masing proses yang
sedemikian itu harus dilalui.
d.Redaktur
yang dimaksud dengan redaktur (editor) adalah petugas yag
bertanggung jawab terhadap isi halaman surat kabar. Itu sebabnya,
ada sebutan redaktur halaman atau redaktur bidangt. Keduanya sama
saja karena yang membedakan hanya sebutannya saja. Misalnya, tiap
lembar surat kabar ada yang dinamakan halam kota, halaman daerah,
halaman internasional, halaman seni dan sebagainya. Tetapi ada juga
yang menyebutnya dengan bidang kota, daerah, internasional, seni
dan sebagainya. Penanggung jawab halaman atau bidang itulah yang
disebut redaktur atau editor.
Banyak redaktur pada tiap penerbitan pers tergantung dengan
banyaknya halaman atau bidang yang disajikan oleh penerbitan pers
itu. Penerbitan pers (surat kabar atau majalah) kecil yang terbit
dengan beberapa halaman, jumlah redakturnya juga sedikt. Tetapi
penerbitan pers yang memiliki halaman banyak, otomatis memerlukan
redaktur yang banyak pula.
Tugas redaktur adalah menerima bahan berita, baik dari kantor
berita, wartawan, koresponden atau bahkan press release dari
lembaga, organisasi, instansi pemerintah atau perusahaan swasta.
Bahan berita itu kemudian diseleksi untuk dipilih mana yang layak
untuk dimuat dengan segera (hari itu juga) dan mana yang bisa
ditunda pemuatannya.
Tiap penerbitan pers, baik itu surat kabar atau majalah
mempunyai banyak redaktur yang menjaga halaman atau rubrik-
rubrik yang diandalkan untuk disajukan pada pembacanya. Surat
kabar misalnya, untuk pemberitaan mempunyai redaktur kota, daerah,
nasional dan internasional. Untuk pemberitaan penyajiannya bisa
berupa berita singkat (straight news), berita yang dikembanhkan
(depth news), dan berita berkelanjutan (investigated news). Sedangkan
untuk rubrik, ada opini, teknologi dan ilmu pengetahuan, seni dan
hiburan, wanira dan keluarga, olahraga dan sebagainya. Khusus untuk
rubrik penyajiannya bisa berbentuk berita, ulasaan, ataupun uraian.
Karena banyaknya bahan berita yang diterima oleh redaktur
setiap harinya maka seorang redaktur dibantu oleh asisten yang
biasanya disebut dengan subeditor. Subeditor inilah yang mengedit
kata demi kata dari bahan berita yang diterimanya, untuk dikemas dan
dijadikan berita yang sesuai gaya pemberitaan penerbitannya. Masing-
masing penerbitan pers apakah itu surat kabar atau majalah
mempunyai gaya tersendiri dalam menyajikan pemberitaannya.
Tugas asisten redaktur hanya sebatas mengedit, memberi
tambahan data, dan literatur agar sesuai dengan gaya penulisan pada
penerbitannya. Wewenang dimuat atau tidaknya suatu berita tetap
berada pada redaktur setelah mendapat persetujuan dari pemimpin
redaksi. Tetapi pelaksanaannya tidak seketat itu. Umumnya pemimpin
redaksi memberikan kepercayaan kepada redaktur pelaksana untuk
memilih berita yang akan disajiakan. Hanya apabila ada permasalahan
yang berat, berita itu harus dimintakan persetujuan pemimpin redaksi.
e.Wartawan
Wartawan atau reporter adalah seorang yang bertugas mencari,
mengumpulkan dan mengolah informasi menjadi berita, untuk
disiarkan melalui media massa. Jika wartawan itu menyiarkan
beritanya melalui penerbitan surat kabar atau majalah, ia disebut
sebagai wartawan media cetak. Tetapi ada juga wartawan yang
menyiarkan beritanya itu melalui radio atau televisi. Ia disebut dengan
wartawan radio wartawan televisi.
Dari status pekerjaannya, wartawan dibedakan menjadi tiga.
Wartawan tetap, wartawan pembantu, wartawan lepas (freelance).
Wartawan tetap artinya wartawan yang bertugas di satu media massa
(cetak atau elektronik) dan diangkat menjadi karyawan tetap di
perusahaan itu. Istilah karyawan tetap adalah mereka mendapat gaji
tetap tunjangan, bonus, fasilitas kesehatan, dan sebagainya serta
diperlakukan sabagaimana karyawan lainnya dengan hak dan
kewajiban yang sama. Dalam melaksanakan tugas wartawan tetap
selaly dilengkapi dengan surat tugas (kartu pers).
Wartawan pembantu adalah wartawan yang bekerja disatu
perusahaan pers (cetak atau elektronik), tetapi tidak diangkat sebagai
karyawan tetap. Mereka diberi honorarium yang disepakati, diberi
surat tugas (kartu pers) serta bisa diberi tugas sesuai kemampuannya,
dan dapat mewakili penerbitannya bila meliput satu peristiwa. Tetapi
mereka tidak mendapatkan jaminan lain sebagaimana karyawan tetap.
Biasanya wartawan pembantu ini merupakan jenjang kedua sebelum
mereka diangkat menjadi wartawan tetap.
Wartawan lepas adalah wartawan yang tidak terikat pada satu
perusahaan media massa baik cetak ataupun elektronik. Mereka bebas
mengirimkan beritanya keberbagai media massa. Jika berita atau
tulisannya itu dimuat, mereka mendapat honorarium, tetapi jika tidak
dimuat, tidak mendapat imbalan apa-apa. Perusahaan media massa
pada umumnya mau menerima atau memuat berita/tulisan wartawan
tetapnya. Untuk itu wartawan lepas harus memiliki kemampuan lebih
dari para wartawan tetap.
Dalam perusahaan penerbitan pers, wartawan merupakan ujung tobak
dari usahanya. Mereka yang paling banyak mensuplai bahan berita
untuk penyajian tiap harinya. Karena itu, biasanya seorang wartawan
dilengkapi dengan peralatan komunikasi yang bisa mendukung
mempercepat tugasnya dalam mencari dan mengirim berita (tape
recorder, telpon gengam, radio panggil, dan sebagainya)
Dulu seorang wartawan umumnya menentang kamera karena
berita yang disajikan akan lebih menarik jika dilengkapi dengan
gambar (foto). Sekarang tidak lagi, tugas wartawan tulis lebih
diutamakan pada kecepatannya mengirimkan berita yang sudah jadi.
Mereka harus menulis lebih dulu, sedangkan untuk urusan foto bisa
ditugaskan orang lain. Itulah sebabnya sekarang ada sebutan
wartawan foto (fotografer) dan wartawan tulis (reporter)
f. Koresponden
Koresponden (stringer) yang lebih dikenal dengan sebutan wartawan
pembantu adalah seorang yang berdomisili di suatu daerah, diangkat
atau ditunjuk oleh suatu penerbitan pers diluar daerah atau luar negeri,
untuk menjalankan tugas kewartawanannya, yaitu memberikan
laporan secara kontinyu tentang kejadian atau peristiwa yang terjadi
didaerahnya. Seorang itu bisa berasal dari daerah itu sendiri atau
orang lain yang ditugaskan daerah tersebut.
Contoh, harian pagi jawa pos menugaskan seorang wartawannya
di Amerika Serikat dan tinggal di Washington. Wartawan ini bisa
disebut sebagai koresponden jawa pos. Radio Australia mengangkat
seseorang di jakarta untuk dijadikan wartawannya. Orang tersebut
bisa disebut koresponden radio Australia di Jakarta.
Tugas dan wewenang koresponden sama dengan wartawan tetap
disuatu perusahaan penerbitan pers. Ia mendapatkan fasilitas yang
sama dan berhak mewakili penerbitannya dalam kegiatan-kegiatan
kewartawanan. Sistem pengiriman beritanya dilakukan dengan surat
menyurat (korespondensi). Itu sebabnya wartawan yang bertugas di
daerah tersebut mendapatkan sebutan koresponden.
Wartawan lepas, punya peluang lebih besar untuk menjadi
koresponden. Jika ia secara terus menerus mengirimkan berita atau
tulisannya pada beberapa media massa dan dimuat atau disiarkan,
lama kelamaan bisa diangkat menjadi koresponden. Ini jika
perusahaan penerbitan pers itu mempertimbangkan efisiensi. Daripada
menugaskan wartawannya, lebih mudah mengangkat orang daerah itu
sendiri menjadi koresponden.
Di era industrialisasi pers ini, sebutan koresponden lebih
menitik beratkan pada kreabilitas suatu perusahaan penerbitan pers.
Jika perusahaan itu memilii banyak koresponden di daerah-daerah
yang memang padat dengan informasi maka kreadibilitas perusahaan
itu tinggi. Sekarang ini, koresponden jarang sekali mengirimkan
beritanya melalui surat (pos), fasilitas komunikasi seperti telepon,
modem, atau faksimile mempercepat prose pengirimannya. Meski
demikian, perusahaan penerbitan pers lebih bangga menyebut
wartawan didaerahnya itu dengan koresponden.
Jumlah koresponden antara satu penerbitan dengan penerbitan
lainnya berbeda. Ada penerbitan yang memiliki koresponden di setiap
daerah, tetapi ada juga yang hanya pada beberapa daerah besar saja.
Biasanya penempatan koresponden dilakukan berdasarkan potensi
pasar dari penerbitan itu, serta banyaknya berita yang bisa diperoleh.
Misalnya, surakarta dinilai harian pagi Kompas merupakan daerah
yang sangat potensi baik dari segi marketing maupun liputan
beritanya, maka Kompas memandang perlu untuk mengangkat
koresponden, bahkan mereka bisa membuka perwakilan atau biro
disana.
Jika digambarkan, struktur organisasi bidang redaksi adalah
sebagai berikut.
STUKTUR SEDERHANA BIDANG REDAKSI
Pemimpin Redaksi

Sekretar Redaksi

R e d a k t u r P e l a k s an a

Redaktur Redaktur Redaktur Redaktur Redaktur

Wartawan/koresponden
3. Printing department (Bidang percetakan)
Percetakan pada perusahaan di bidang penerbitan pers, merupakan
bagian terpenting dalam suatu proses usaha dibidang penerbitan pers.
Namun demikian, keberadaan pensetakan ini tidak mutlak harus ada.
Artinya perusahaan penerbitan pers tidak memiliki percetakan sendiri,
tetapi mencetakkan pada perusahaan lainnya. Tetapi ada juga
perusahaan penerbitan pers yang memiliki mesin-mesin cetak sendiri
dan bahkan melayani pencetakan penerbitan pers lainnya.
Harian pagi jawa post, misalnya memiliki percetakan sendiri
yang khusus untuk mencetak penerbitan pers dari group jawa post
sendiri. Artinya, jawa pos tidak melayani pencetakan penerbitan
lainnya. Harian sore surabaya post memiliki percetakan sendiri, tetapi
sampai akhir tahun 1999 surabaya post tidak melayani percetakan
peberbitan lain, kecuali dalam keadaan tertentu (dalam keadaan
darurat). Artinya, surabaya post printing (nama percetakan surabaya
post) mau mencetakkan penerbitan lain, jika sifatnya membantu
sementara, ketika penerbitan yang bersangkutan mengalami
kerusakan mesin cetak. Harian pagi Surya unit percetakannya
dimanfaatkan secara komersial dengan menerima order-order
percetakan dari pihak lain. PT. Surya Jaya Press (nama percetakan
harian pagi Surya), tidak hanya melayani peretakan Koran, tetapi juga
buku-buku dan majalah. Dengan sistem ini, perusahaan penerbitan
pers tidak dimonopoli oleh perusahaan bermodal besar saja.
Perusahaan-perusahaan keil bisa saja menerbitkan Koran atau majalah
dengan cara mencetakkan pada perusahaan penerbitan lainnya.
Terlepas perusahaan penerbitan pers itu mempunyai percetakan
sendiri atau tidak, secara organisasi biasanya keberadaan percetakan
itu dikelola secara tersendiri atau berbentuk badan hukum sendiri.
Unit percetakan pada masing-masing penerbitan pers
mempunyai pemimpin tersendiri. Ada yang disebut direktur
percetakan atau pemimpin percetakan dengan beberapa manager dan
staf pelaksana. Jika unit percetakan perusahaan penerbitan pers
tersebut menerima order dari pihak lain maka mereka mengelola
percetakannya itu secara penuh. Artinya, pengoperasionalannya
berdasarkan bisnis dengan orientasi profit. Beda dengan percetakan
pers yang khusus melayani penerbitannya sendiri, perhitungan
bisnisnya dilakukan bersama dengan perusahaan penerbitan pers
sebagai manajemen induknya.
Proses kerja unit percetakan dimulai dengan menerima order
cetak yang sudah jadi. Artinya order percetakan Koran atau majalah
diterima dalam bentuk sudah selesai lay out. Petugas percetakan
tinggal membuat plate (plate making), kemudian mencetaknya
sebanyak beberapa eksemplar order cetak yang diterimanya. Itu
sebabnya, semua perusahaan penerbitan pers, baik yang memiliki
percetakan sendiri maupun yang mencetakkan pada penerbitan lain
harus mengolah penerbitannya itu sampai selesai proses layout. Ini
ada kaitannya dengan pertanggugjawaban tentang isi penerbitannya.
Semua isi dari penerbitan pers tersebut adalah tanggung jawab dari
penerbitnya sendiri. Artinya, pihak percetakan tidak
bertanggungjawab terhadap isi penerbitannya. Untuk itu, dalam
penerbitan surat kabar (Koran) atau majalah sering ditemukan tulisan
“isi diluar tanggungjawab percetakan”.
Secara umum dalam manajemen percetakan, pemimpin
percetakan dibantu dua manajer, yaitu manajer produksi dan manajer
administrasi. Manajer produksi membawahi tiga bidang, yaitu bidang
pracetak, cetak dan perawatan. Sedangkan manajer administrasi
membawahi bidang administrasi keuangan dan administrasi
umum/personalia.
a.Bidang Pracetak
Bidang pracetak sebenarnya merupakan kumpulan dari beberapa
bagian yang menangani pekerjaan antara redaksi dan percetakan.
Bagian ini terdiri dari tata letak/perwajahan, desain, pembuatan film
negatif dan pembuatan plate (plate making). Naskah berita, artikel,
foto, grafik dan table-tabel lainnya yang akan dimuat dalam
penerbitan surat kabar atau majalah ditata sampai pada plate yang siap
diserahkan ke bagian percetakan.
Konsep pracetak dalam suatu perusahaan penerbitan pers ini
muncul akibat bertambah pesatnya kemajuan teknologi komunikasi,
terutama dibidang percetakan (printing). Sedikitya ada tiga pekerjaan
redaksional yang bisa dialihkan ke bidang usaha. Ketiga pekerjaan itu
adalah setting (pengetikan naskah), correcting (pengkoreksian
naskah) dan layout (tata letak).
Dulu, ketika perusahaan penerbitan pers belum komputerisasi,
kegiatan percetakan ini menjadi tanggung jawab dua bagian.
Pengetikan naskah, koreksi, desain dan layout masuk kepada jajaran
redaksi, sementara proses film negatif dan pembuatan plate menjadi
tanggung jawab percetakan. Dengan berfungsinya pracetak ini,
redaksi bisa memfokuskan pekerjaannya hanya pada isi pemberitaan,
sedangkan percetakan konsentrasi penuh pada mutu percetakan.
Sebelum komputerisasi masuk dalam dunia pers, pembuatan
berita harus melewati beberapa bagian. Wartawan jika menulis berita,
naskahnya masih diketik dengan mesin ketik manual. Naskah itu oleh
redaktur diedit dengan mencoret kata-kata yang tidak perlu, kemudian
diserahkan ke bagian setting untuk diketik ulang. Agar terjamin tidak
ada kesalahan ketik, naskah yang sudah diketik itu, dikoreksi lagi oleh
bagian koreksi untuk dicocokkan dengan hasil editing redaktur.
Jika dalam koreksi itu ternyata ada kesalakan ketik atau keliru
dalam penempatan huruf besar dan kecil, bagian setting harus
membetulkan lagi kesalahannya itu. Setelah semua naskah terkoreksi
dan dinyatakan benar, baru diserahkan ke bagian layout (tat letak)
untuk diatur penempatannya sesuai dengan ukuran kertas Koran yang
digunakan. Demikian panjangnya proses ini sehingga memakan
waktu cukup lama.
Sekarang dengan computer, pekerjaan setting, correcting dan
pembetulan bisadilakukan oleh satu orang saja, yaitu redaktur.
Dengan komputerisasi, watawan dalam membuat berita tidak lagi
menggunakan mesin ketik manual dengan lembaran kertas, tetapi
langsung dengan komputer. Naskah berita dalam komputer itu, bagi
wartawan yang ada dalam kantor bisa dikirim ke computer lain yang
ada dimeja redaktur melalui sistem Local Area Network (LAN).
Sedangkan bagi wartawan luar kantor bisa mengirimkannya melalui
“modem” yang menggunakan jasa pulsa telepon.
Redaktur setelah menerima naskah dari para wartawan dalam
komputernya, langsung mengedit dengan memperbaiki kata-kata yang
tidak perlu termasuk membetulkannya. Setelah naskah terkoreksi bisa
dikirim melalui LAN ke computer lain dibagian layout (tat letak),
untuk diatur penempatannya. Kemajuan teknologi komputerisasi,
benar-benar bisa dimanfaatkan untuk mempercepat proses.
Dengan penyederhanaan pekerjaan pengetikan naskah dapat
dilakukan langsung oleh wartawannya sendiri. Sedangkan koreksi dan
pembetulan oleh redaktur,pekerjaan layout bisa digabungkan dengan
laboratorium film dan plate making, pada satu bagian tersendiri yang
disebut practak dan masuk dalam bidang teknik dan mekanik
(mechanical department) dibawah lingkup bidang usaha.
Pracetak juga mempermudah kinerja perusahaan penerbitan pers
yang tidak memiliki mesin cetak (baca : percetakan) sendiri, untuk
mendesain naskah-naskah yang akan diterbitkan itu sampai pada plate
making sebelum diserahkan ke percetakan luar. Disisi lain, percetakan
yang menerima order, tinggal mencetak saja.
Bagi perusahaan penerbitan pers yang memiliki percetakan atau
mencetak sendiri, bagian pracetak mempermudah manajemennya
untuk menitikberatkan konsentrasi pekerjaan pada bagian masing-
masing. Misalnya, masalah isi penerbitan menjadi tanggung jawab
bidang redaksi, sedangkan mutu produk sepenuhnya menjadi
tanggung jawab bagian percetakan.
Karena pracetak merupakan pintu akhir dari proses pembuatan
surat kabar atau majalah maka bagian ini sangat terkait dengan batas
akhir penyerahan naskah kepercetakan, yang sering disebut dengan
deadline. Karena itu, kepala bagian pracetak, harus aktif
menghubungi bagian-bagian lain demi menunjang ketepatan jam
cetak. Misalnya, dengan redaksi untuk urusan naskah, bagian iklan
untuk pengambilan teks iklan dan bagian lain yang terkait dengan
penempatan halaman di surat kabar atau majalah yang akan
dicetaknya.
Batas akhir penyerahan naskah pada penerbitan pers berbeda
pada tiap halamannya. Misalnya, untuk Koran pagi, berita-berita yang
ada dihalaman dalam biaanya diproses lebih awal. Ini berarti, deadline
naskah untuk halaman itu harus selesai lebih cepat. Sedangkan,
halaman 1, halaman kota dan halaman lainnya yang memerlukan
aktualitas, deadlinenya bisa belakangan. Ini untuk memberi
kesempatan bagi wartawan yang mengirim naskah yang paling actual.
Bidang pracetak memliki 4 bagian, yaitu:
1.Bagian Setting dan korektor adalah bagian yang menerima naskah
dari luar. Ada kalanya pemberi order dari luar hanya menyerahkan
naskah yang masih mentah. Artinya, naskah cetakan itu baru berupa
ketikan manual. Jika ada order seperti ini, bagian setting dan korektor
harus mengerjakannya dengan mengetik ulang pada computer. Tetapi
jika order tersebut sudah berupa naskah matang (sudah dilayout),
maka naskah itu langsung ditangani bagian reproduksi untuk
dibuatkan film dan plate cetaknya.
2.Bagian desain adalah suatu pekerjaan yang menggabungkan antara
seni dengan teknologi computer guna menghasilkan suatu karya seni
yang dapat menunjang perwajahan dari suatu penerbitan pers.
Umumnya, dalam perusahaan penerbitan pers, desain banyak
dimanfaatkan oleh bagian iklan, untuk membuat gambar-gambar yang
melatarbelakangi penampilan pemuatan iklan.
Sebenarnya pekerjaan bagian desain bukan sekedar memberi
ilustrasi pada pemuatan iklan saja, tetapi menyeluruh pada pekerjaan
yang menyangkut tata letak dan perwajahan suatu produk penerbitan
pers. Designer (orang yang membuat desain), bertanggung jawab
terhadap wajah dan penampilan Koran atau majalah. Tetapi dalam
membuat dan menentukan wajah dan penampilan produknya,
designer harus konsultasi lebih dulu dengan bidang redaksi.
Dalam perudahaan penerbitan pers, biasanya ada beberapa
tenaga desain yang pekerjaanya disesuaikan dengan kebutuhan
produk penerbitannya. Ada designer khusus iklan, designer halaman
khusus, halaman depan dan sebagainya. Untuk penerbitan surat kabar
kebutuhan tenaga desain banyak diperlukan dibagian iklan. Tetapi
pada penerbitan majalah, selain untuk iklan, designer dibutuhkan
untuk cover (sampul) dan ilustrasi artikel dihalaman dalam. Untuk
menjadi designer, seseorang paling tidak harus menguasai seni grafika
(grafity art) dan computer, karena kedua keterampilan itu merupakan
pengetahuan dasar untuk menguasai desain. Selain itu, lebih
diutamakan yang menguasai seni gambar atau setidak-tidaknya bisa
melukis. Ini karena dalam desain iklan maupun cover majalah,
meruapakan perpaduan antara huruf dan gambar baik berupa foto
maupun lukisan.
Proses kerja designer untuk majalah dimulai dari keinginan
redakrur yang ingin memberikan ilustrasi berupa gambar pada artikel
atau tulisan yang akan dimuatnya. Redaktur kemudian memberi
gambaran ringkas dari isi artikel atau tulisan kepada designer lengkap
dengan judul-judulnya. Designer kemudian membuat ilustrasi berupa
paduan antara gambar dan huruf-huruf yang sesuai dengan judul dari
artikel atau tulisan pesanan redaktur. Jika ilustrasi yang dibuat itu oleh
redaktur dianngap sesuai dengan isi atau judul artikel/tulisan yang
akan dimuatnya maka ilustrasi tersebut akan menghiasi majalah atau
penerbitan yang diterbitkannya.
Demikian juga dengan sampul majalah. Pimpinan redaksi atau
penanggung jawab penerbitan majalah, memesan gambar sampul
kepada designer dengan memberi gambaran tentang topic apa yang
akan diangkat dalam penerbitannya itu. Bahan-bahan yang diserahkan
bisa berupa foto, lukisan, atau gambar lainnya. Designer kemudian
memadukan bahan-bahan tersebut dengan huruf-huruf untuk
dijadikan sebuah sampul majalah. Biasanya designer tidak hanya
membuat satu bentuk desain saja, tetapi bebarapa pilihan. Sehingga
sering terjadi untuk satu penerbitan majalah designer menyiapkan
lima sampai sepuluh bentuk sampul yang siap dipilih.
Untuk penerbitan surat kabar, pekerjaan designer lebih banyak
membuat desain iklan, sedangkan judul berita langsung dibuat oleh
redaktur tiap bidang. Pemasang iklan pada surat kabar biasanya
menyerahkan begitu saja bahan-bahan dari produk yang akan
diiklankannya. Designer kemudian membuat beberapa bentuk iklan
untuk dipilih. Jika bentuk-bentuk desain iklan itu disetujui oleh
pemasang iklan, jadilah desain iklan tersebut dimuat. Tetapi jika
masih kurang sesuai dengan selera pemasang, desain itu sering kali
harus mengalami revisi. Ada kalanya pemasang iklan itu yang
membuat sendiri desain iklannya, ini biasanya dilakukan oleh
perusahaan-perusahaan besar yang memasang iklan melalui biro
iklan.
Dulu, ketika penerbitan surat kabar belum sebanyak sekarang,
pemuatan iklan dikenakan biaya pembuatan desain. Karena itu, bagi
perusahaan besar yang akan beriklan di berbagai media cetak, lebih
senang membuat desainnya sendiri, daripada membuat ke tiap
penerbitan. Selain biaya bertambah besar, keragaman iklannya tidak
bisa sama. Tetapi sekarang, pembuatan desain iklan merupakan
bagian dari service perusahaan penerbitan pers, dalam upayanya
menggaet iklan sebanyak-banyaknya.
Bagian desain tugasnya sama dengan bagian setting dan
korektor. Petugas bagian ini akan membuatkan desain dari bahan yang
akan dicetak. Misalnya sampul majalah, iklan dan ilustrasi lainnya.
Tetapi jika order cetak sudah matang (sudah siap cetak) maka order
tersebut langsung dikirim ke bagian reproduksi untuk dibuatkan film
dan plate cetaknya.

3.Bagian Layout (tata letak/perwajahan) atau yang lebih dikenal


dengan sebutan layout dalam suatu penerbitan pers, mempunyai
peranan yang penting karena hasil kerja layout inilah yang
berhadapan langsung dengan konsumen atau pembacanya. Jika tata
letak atau perwajahan dari produk penerbitan pers itu bagus dan
menarik, akan menimbulkan daya tarik tersendiri bagi masyarakat
untuk membacanya. Umumnya pembaca Koran atau majalah,
sebelum membeli terlebih dulu melihat isi dari Koran atau majalah
tersebut melalui penampilan perwajahannya.
Sebenarnya sebutan perwajahan atau tata letak dari suatu
penerbitan pers merupakan pengembangan dari bagian layout, yaitu
suatu bagian yang mengatur penempatan berita, gambar atau foto
dalam halaman surat kabar atau majalah. Dulunya, bagian layout
hanya menrima materi penerbitan yang sudah matang dari bagian lain
sehingga mereka hanya mengatur penempatannya saja.
Sebelum teknologi computer merambah perusahaan penerbitan
pers, proses penempatan berita atau artikel pada surat kabar atau
Koran berlangsung panjang dan dikerjakan oleh banyak orang.
Wartawan atau penulis yang mengirimkan naskah, diterima redaksi
untuk diedit. Dari redaksi, naskah yang sudah diedit itu diserahkan ke
bagian pengetikan naskah, untuk diset (diketik). Setelah diketik
diserahkan ke bagian koreksi naskah untuk dilihat apakah ada
kesalahan dalam pengetikannya. Jika ada kesalahan ketik, naskah
tersebut dikembalikan ke bagian pengetikan untuk diperbaiki dan
diprint pada kertas panjang sesuai lebar kolom surat kabar atau
majalah tersebut. Naskah yang sudah diprint itu baru diserahkan
kebagian layout, untuk diatur penempatannya bersama gambar atau
foto ilustrasi lainya pada kolom-kolom surat kabar/majalah tersebut.
Kondisi seperti ini disebut sebagai sistem manual.
Dengan kemajuan teknologi elektronika, kini computer
menyediakan program baru untuk perwajahan surat kabar atau
majalah yang disebut pagination, yaitu suatu program untuk menata
halaman surat kabar atau majalah dalam layar monitor. Program ini
dilengkapi dengan pembuatan grafis, table, kotak, garis dan bahkan
bisa diisi dengan foto. Hebatnya, pengoperasiannya cukup ditangani
seorang saja.
Dengan program pagination ini proses kerja bagian perwajahan
menjadi lebih sederhana. Naskah dari wartawan langsung diedit oleh
redaktur. Untuk itu, wartawan yang mengirim naskah harus sudah
berupa ketikan computer dalam disket kerja. Programnya bisa
wordstars, ehi write atau micrisoft word. Hasil editing redaktur
diserahkan ke bagian perwajahan untuk ditata dalam layar computer.
Setelah semuanya selesai dan dirasakan tidak ada kesalahan, naskah
itu diprint (dicetak) sesuai dengan ukuran surat kabar atau majalah
yang akan memuatnya dan siap dijadikan plate untuk keperluan
percetakan. Mengingat pekerjaan layout ini termasuk menentukan tata
letak, maka istilah layout sekarang disebut juga dengan istilah tata
letak atau perwajahan.
4.bagian reproduksi tugasnya membuat film dan plate cetak. Film
dibuat dalam dua bagian, yaitu positif dan negatif. Film positif adalah
film warna putih tulisan hitam, sedangkan film negatif adalah film
hitam dengan tulisan putih. Film-film inilah yang kemudian
diserahkan kepada bagian plate untuk dibuatkan master cetak berupa
plate baja untuk diputar pada mein cetak. Untuk surat kabar ukuran
plano atau broad sheet, sedangkan untuk majalah ukuran kuarto atau
folio. Master cetak dari plate baja inilah yang akhirnya dipasang ada
mesin cetak besar untuk diputar pada kertas rol.
b.Bidang cetak
Bidang cetak (printing) adalah bagian mencetak penerbitan, master
plate baja yang merupakan bagian dari isi penerbitan dipasang pada
mesin cetak sesuai dengan tempatnya. Mesin cetak kemudian diidi
dengan tinta sesuai dengan jumlah warna yang ada. Kalau cetak
warna sparasinya ada 4 (empat), yaitu Black (hitam), Yellow (kuning),
Cyan (biru kehijauan), dan Magenta (merah kekuningan). Jika
semuanya sudah siap, mesin baru diputar. Kecepatan putar mesin
sesuai dengan yang dikehendaki. Ada kalanya kecepatan mesin
mencapai 80 ribu eksemplar tiap jamnya (mesin Goss tipr Urbanite).
Bidang cetak umumnya ditangani dua bagian, yaitu operator
cetak dan bagian pengepakan hasil penerbitan. Tiap ukuran tertentu
sudah diatur ada yang miring satu. Pengaturannya sesuai dengan
permintaan. Biasanya untuk memudahkan hitungan, tiap 25 eksemplar
produk akan miring satu sehingga bagian packaging menghitung
untuk diikat tiap seratus eksemplar untuk koran dan 50 eksemplar
untuk majalah. Ikatan-ikatan penerbitan ini disebut “koli”
c. Bidang Perawatan
bidang perawatan (maintenance) tugasnya merawat mesin. Mesin
cetak sebelum dan sesudah bekerja selalu dibersihkan dari tinta-tinta
bekas maupun dari kotoran-kotoran kertas koran. Perawatan ini
penting untuk menjaga kualitas pencetakannya. Mesin-mesin yang
kotor dan kurang perawatan, hasil cetaknya tidak akan bersih
sehingga menyulitkan pembaca. Perawatan mesin ini dilakukan 2 jam
sebelum mesin bekerja dan satu jam setelah mesin bekerja.
d. Administrasi Keuangan
Administrasi Keuangan pada bidang cetak adalah bagian yang
mengurusi persoalan keuangan. Misalnya, bagian kasir tugasnya
menerima uang hasil dari menerima ongkos cetak, mengatur
pembelian bahan baku percetakan seperti kertas, tinta, film, dan obat-
obat untuk reproduksi. Akuntansi percetakan tugasnya mengendalikan
keuangan antara penerima dan pengeluaran. Bagian inilah yang
akhirnya menghitung untung atau ruginya perusahaan percetakan.
e. Bagian Administrasi Umum dan Personalia
Bagian administrasi umum dan personalia tugasnya mengatur tenaga
kerja (sumber daya manusia), bagian inilah yang mengurusi gaji dan
kesejahteraan karyawan, keamanan kerja serta pemeliharaan gedung.
Jika digambarkan, struktur organisasi secara sederhana dari
departemen percetakan pers adalah sebagai berikut.
STRUKTUR SEDERHANA PERCETAKAN PERS

P E M I M P I N
P E R C E T A K A N

BAGIAN PRODUKSI BAGIAN ADMISISTRASI

U K
P C P e
r e e m
u
u
a t r
a a a
c m n
e k w
a / g
t p
a
t a
a e n
k n r
s
o
n
a
l
i
a

Dalam me-manage percetakan, seorang manager percetakan harus


melakukan kegiatan-kegiata sebagai berikut.
a. Mendorong aktivitas karyawan untuk memelihara keadaan
lingkungan kerja, mengatur tata letak ruangan, menyusun urutan
tugas dan system kerja yang diberlakukan guna menciptakan
lingkungan kerja yang enak dan menyenangkan.
b. Mendisiplinkan kerja karyawan dengan membagi kebutuhan tenaga
kerja berdasarkan kemampuan dan keterampilan para pekerja.
c. Meningkatkan kemampuan karyawan dalam penguasaan teknik
mencetak sehingga mereka mampu menjaga kualitas produk, agar
tetap dapat bersaing dengan produk lainnya.
d. Menyusun estimasi harga pokok (ongkso cetak) dengan
menyelenggarakan program pengendalian kualitas cetak.
e. Menyusun rencana penggunaan bahan baku, bahan penolong
lainnya sesuai dengan order yang diterimanya. Khusus aktivitas
pencetakan koran disesuaikan dengan bagian distribusi.
f. Menentukan spesifikasi bahan baku serta komponen yang
diperlukan dalam suatu percetakan, sekaligus menetapkan kuantitas
dan volume kegiatan yang diproyeksikan dalam jangka waktu
tertentu.
g. Menyimpan dan memelihara bahan-bahan, komponen-komponen
percetakan dan bahan baku lainnya untuk memenuhi kebutuhan
produksi harian sehingga tidak menggangu aktivitas kerja dalam
percetakan.
4. Business Department (Bidang Usaha)
a.Pemimpin Perusahaan
pemimpin perusahaan adalah orang yang mendapat kapercayaan dari
pemimpin umum untuk membantu dalam pengelolaan di bidang
usaha. Ia mendapat kepercayaan penuh mengendalikan usaha untuk
mendapatkan keuntungan yang sebanyak-banyaknya guna
kesejahteraan semua karyawan. Dalam operasional sehari-hari,
pemimpin perusahaan mempunyai beberapa manager yang akan
memimpin bidang-bidang yang dibutuhkannya.
Bidang-bidang yang ada dalam lingkup usaha, antara lain
bidang produksi, sirkulasi, iklan, keuangan, teknik, personalia, dan
layanan pelanggan (customer care). Pemimpin perusahaan
mempunyai wewenang untuk mengarahkan para manager di lingkup
usahanya untuk mencapai hasil yang maksimal. Namanya saja bidang
usaha (bisnis) maka segala gerak yang dilakukan harus
memperhitungkan bisnis, dengan upaya menekan biaya (cost)
serendah-rendahnya dan menghasilkan (profit) yang sebanyak-
banyaknya.
Setiap hari pemimpin perusahaan menerima laporan dari para
managernya tentang kegiatan apa saja yang mereka lakukan.
Berdasarkan laporan itulah pemimpin perusahaan mengambil
langkah-langkah untuk menentukan arah usahanya sehingga berjalan
sesuai dengan ketentuan yang sudah digariskan oleh pemimpin umum
perusahaan tersebut.
Mengingat penghasilan utama dari perusahaan penerbitan per
situ adalah dari sektor penjualan koran/majalah dan iklan maka kedua
sektor ini mendapatkan perhatian khusus dari pemimpin perusahaan.
Setiap lembar koran/majalah yeng tercetak harus diperhitungkan
antara harga biaya produksi dan harga jualnya. Sedangkan iklan harus
mampu diperoleh sebanyak-banyaknya mengingat sektor iklan inilah
andalan utama di bidang penghasilan.
Pemimpin perusahaan harus benar-benar mampu me-manage
tenaga kerja yang ada di perusahaannya, agar bisa bekerja dengan
maksimal. Untuk itu wewenang perkrutan pegawai yang diperoleh
dari pemimpin umum, harus benar-benar dilakukan dengan secermat-
cermatnya. Pemimpin perusahaan harus mampu menempatkan tenaga
kerja sesuai dengan bidang usahanya. Untuk itu ia harus mendengar
dan mempelajari semua laporan yang diberikan dari masing-masing
manager yang membantunya.
Dalam keadaan tertentu pemimpin perusahaan harus
mengadakan koordinasi dari pemimpin redaksi untuk membahas
produk yang dihasilkannya agar sesuai dengan keinginan pasar.
Pemimpin perusahaan berhak memberikan masukan kepada
pemimpin redaksi tentang topic, atau berita apa saja yang diinginkan
oleh masyarakat sesuai dengan pengamatan lapangan yang dilakukan
oleh para pemasarnya (sales). Sebaliknya, pemimpin redaksi harus
bisa menerima masukan itu untuk dikembangkan kepada para
wartawannya agar dalam mencari dan mengolah berita sesuai dengan
keinginan masyarakat sehingga produk penerbitannya laku di pasaran.
b.Bagian Iklan
Salah satu bagian yang tidak kalah penting dalam memasok
penghasilan bagi perusahaan penerbitan pers adalah bagian iklan.
Bagian ini menjual kolom-kolom yang ada pada surat kabar atau
majalah dalam bentuk advertensi (advertising). Pejabat dari bagian
iklan ini disebut kapala bagian iklan atau manager iklan.
Iklan dalam penerbitas pers dibagi dalam dua jenis, yaitu iklan
umum dan iklan khusus. Iklan umum yang benar-benar untuk
kepentingan bisnis. Misalnya, perusahaan-perusahaan, lembaga-
lembaga Bisnis, instansi pemerintah, dan siapa saja yang ingin
mempromosikan hasil usahanya dengan sasaran untuk mencari
keuntungan, Iklan khusus, artinya iklan yang sasarannya
diperuntukkan bagi kegiatan sosial. Misalnya, pengumuman-
pengumuman, iklan keluarga, iklan layanan masyarakat,dan
sebagainya, Sedangkan bentuk iklan bisa berupa iklan display,iklan
kolom, iklan baris dan pariwara (advetorial)
Pada perusahaan penerbitan pers, manajer iklan atau kepala
bagian iklan harus mampu membedakan mana informasi yang bisa
dikemas menjadi iklan dan mana informasi yang diperuntukkan bagi
pemberitaan. Pengoperasian “Pabrik Semen Tuban”di jawa timur
yang peresmiannya dilakukan oleh presiden misalnya, dari segi tujuan
dibangunnya pabrik itu, serta pesan-pesan yang disampaikan presiden,
infromasinya layak dikemas dalam bentuk berita. Tetapi masalah
harga,manfaat, sasaran dan kegunaan dari produk semen itu bisa
dikemas menjadi iklan tersendiri. Bekerja bersama dengan redaktur
pelaksana, manajer iklan bisa membagikan tugas, mana yang digarap
menjadi berita dan man yang bisa digaet iklannya.
Dalam melakasanakan tugasnya, manajer atau kepala bagian
iklanmempunyai staf yang menangani administrasi dan mencari iklan
(sales). Petugas administrasi bertugas mencatat order, mengatur
pembuatannya, menagih pembayaran dan mmengontrol jumlah iklan
yang dimuatnya setiap hari. Pencari iklan bertigas turun ke lapangan
untuk melobi perusahaan-perusahaan yang berpotensi memasang
iklan. Dalam mencari iklanmanajer atau kepala bagian iklan bisa
menjalin kerjasama dengan biro-biro iklan agar memasok iklan pada
perusahaan penerbitanya.
Manajer iklan bertangggung jawab kepada pemimpin
perusahaan. Dalam hal menentukan harga iklan, karena ini
menyangkut prestise perusahaannya, manajer iklan harus
membicarakannya terlebih dahulu dengan pemimpin perusahaan dan
meminta persetujuan pemimpin umum. Perhitungan harga iklan untuk
penerbitan pers berdasarkan kolom dan milimeter. Misalnya, iklan
berukuran 5 kolom x 200 milimeter, artinyalima kolom kesamping
dan 200 milimeter kebawah.
C.Bagian Sirkulasi
istilah sirkulasi dalam perusahaan penerbitan pers berarti “peredaran”.
Bagian ini merupakan satu bagian tiga komponen penjualan yang
khusus menjual produk penerbitannya (koran atau majalah ).
Komponen lainnya adalah bagian iklan dan layanan pelanggaran
(custome care). Karenan menjual produk hasil penerbitannya, mulai
keluar dari percetakan sampai pada pelanggaran atau pembacannya,.
Penjabat yang memimpin sirkulasi ini disebut kepala bagian sirkulasi
atau manajer sirkulasi.
Manajer sirkulasi bertanggung jawab penuh terhadap pemimpin
umum untuk laku atau tidaknya produk penerbitannya itu dipasaran.
Untuk itu diperlukan orang-orang yang benar-benar memiliki jiwa
wirausaha(entrepreneur). Betapa bagus isi penerbitannya, jika bagian
sirkulasi tidak mampu menjualnya, produk itu tidaka akan sampai
dipasaran. Sebaliknya, meski produknya biasa-biasa saja, tetapi jika
menjualnya pandai, produk itu bias ikut bersaing dipasaran meskipun
akhirnya tergeser juga karena kalah dalam mutu. Pada
akhirnya,pasarlah yang menentukan laku dan tidaknya produk
penerbitannya.
Orang-orang yang duduk pada bagian sirkulasi, setidaknya harus
paham terhadap pangsa pasar penjualan koran atau majalah,. Produk
ini karena menjual informasi, pangsa pasarnya ada dua, yaitu pasar
tetap berupa pelanggan dan pasar eceran tetap (tak boleh
dikembalikan) atau enceran konsinyasi ( yang tidak laku bisa
dikembalikan ).
Menangani sikulasi memerlukan ketelitian, kejelian, dan
kecermatan. Sirkulasi harus mempertahatika pelangganya. Jangan
sampai ada yang kecewa karena tidak terlayani dengan baik. Jangan
sampai ada pelanggan yang complain dari pelanggan yang tidak
terima dari koran atau majalah. Untuk itu bagi sirkulasi harus jeli
dalam memilih agen, loper, atau pengepul, (yang menangani
konsinyasi) untuk benar-benar dapat dipercaya dalam mengirimkan
produknya. Jika ada complain dari pelanggannya yang tidak terima
koran atau majalah, bagi sirkulasi harus mengirim , jangan menunggu
laporan dari loper yang mengirimkannya.
Bagian sirkulasi, biasannya ditangani oleh beberapa tenaga
seperti bagian dari langganan dalam kota, luar kota, enceran tetap,
eceran konsinyasi, pengaduan tidak terima koran atau majalah, dan
sebagainnya. Dalam menyebarkan produksinnya, sirkulasi membuka
agen-agen, baik dudalam maupun diluar kota. Agen-agen ini
mengelola loper yang akan mengirimkan ke pelanggan atau
pembacannya.
Agen dan loper bukan merupakan karyawan tetap dari
perusahaan penerbitan pers yang bersangkutan. Mereka mendapat
imbalan berdasarkan persentase dari harga langganannya. Untuk
penerbitan koran, perhitungannya berdasarkan langganan perbulan,
sedangkan majalah berdasarkan harga pereksemplarnya. Perusahaan
penerbitan pers satu dengan lainnya berbeda dalam memberikan
persentase pada agen dan lopernya. Tetapi perbedaannya itu biasannya
tidak terlalu jauh.
d.Bagian Keuangan
Bagian keuangan dipimpin oleh seorang manajer atau kepala bagian
keuangan. Tugas utamanya mengendalikan keuangan perusahaan
yang meliputi menghitung pemasukan dan pengeluaran uang,
menyimpan dan membayarkan uang, memungut dan membayarkan
pajak, membayar kebutuhan operasional perusahaan serta
mengumpulkan kekayaan perusahaan. Kepala bagian atau manajer
keuangan bertanggungjawab kepada pemimpin perusahaan.
Sedikitnya ada 4 tugas pokok bagian keuangan, yaitu inkaso,
kasir, controller, dan audit. Pada perusahaan penerbit pers yang besar,
tugas pokok ini masih diterjemahkan lagi pada sub-sub bagian.
Sasaran utama dari garis yang sudah ditetapkan oleh pemimpin
umum, atau pemilik perusahaan itu.
Tugas inkaso, di antaranya menerima setoran uang dari
langganan korann atau majalah, mengumpulkan keuangan dari
penjualan iklan, memungut setoran uang dari pembayaran Pajak
Pertambahan Nilai (PPn) dari pemasangan iklan serta menerima uang
dari penjualan jasa. Inkaso tugasnya hanya mengumpulkan uang
sesuai dari yang didapatkan dari sektor penjualan baik melalui
langganan, iklan maupun jasa.
Kasir tugasnya mengendalikan pengeluaran uang, berupa
pembayaran-pembayaran untuk operasional perusahaan-
perusahaannya sesuai ketentuan yang sudah ditetapkan. Tugas kasir
meliputi pembayaran gaji karyawan, membayar honor penulis artikel,
honor pemuatan foto, honor wartawan pembantu dan sebagainya.
Membayar pembelian perlengkapan kebutuhan perusahaan serta
membayarkan PPn pemasang iklan, pajak pendapatan perusahaan
serta iuran Jamsostek.
Meskipun kasir tugasnya membayarkan uang tetapi ia tidak
menentukan besar jumlah yang dibayarkannya. Besarnya honor
penulis artikel, foto, dan wartawan pembantu misalnya, yang
menentukan adalah sekretaris redaksi berdasarkan arahan pemimpin
redaksi. Sedangkan jumlah gaji karyawan, pembelian kebutuhan
perusahaan ditentukan oleh pemimpin perusahaan dengan persetujuan
pemimpin umum. Pembayaran PPn dari pemasangan iklan, pajak
pendapatan perusahaan serta jamsostek ditentukan oleh instansi yang
berwenang (Dinas Pendapatan Daerah dan Asuransi Tenaga Kerja).
Controller adalah satu bagian keuangan yang bertugas
mengontrol pemasukan dan pengeluaran perusahaan. Pemasukan
dapat dikontrol dari hasil penjualan Koran atau majalah, iklan, dan
jasa. Mengontrol pembelian kebutuhan perusahaan, mengontrol
piutang perusahaan, dan sebagainya.
Pengontrolan hasil penjualan Koran atau majalah misalnya, bisa
dilakukan dengan cara menghitung berapa koran yang dijual dengan
harga langganan, harga eceran, harga konsinyasi, dan berapa
eksemplar koran yang diberikan secara cuma-cuma untuk promosi.
Sedangkan untuk iklan, control dilakukan untuk melihat berapa
diskon yang diberikan kepada biro-biro iklan, fee untuk petugas, dan
berapa iklan yang dibayar secara barter.
Mengontrol piutang perusahaan untuk mengetahui berapa uang
perusahaan yang masih ada dan belum terbayarkan oleh biro-biro
iklan, agen, pengepul, serta konsinyasi. Sedangkan pengontrolan
pembelian kebutuhan perusahaan dimaksudkan untuk mengetahui
kualitas yang sebenarnya dari barang-barang yang dibeli untuk
kebutuhan perusahaan. Apakah sudah sesuai dengan standar harga
atau tidak.
Bagian audit tugasnya untuk mengetahui profit atau devisitnya
perusahaan, dengan cara menghitung laba/rugi perusahaan,
menghitung aset perusahaan, menghitung pajak-pajak perusahaan,
serta membukukan kekayaan perusahaan.
e.Bagian Pelayanan Pelanggan (Customer Care)
bagian pelayanan pelanggan (customer care) dibentuk guna memberi
layanan yang memuaskan kepada semua pelanggan dari penerbitan
pers. Pelanggan disini diterjemahkan secara luas meliputi pelanggan
tetap, pelanggan eceran, pemasang iklan, dan bahkan pembaca secara
luas. Semua kebutuhan pelanggan harus dilayani dengan baik.
Misalnya, pelanggan yang complain tidak terima koran atau majalah,
pemasang iklan yang protes iklannya salah, serta pembaca yang
menanyakan masalah-masalah yang dibuat oleh penerbitnya.
Pelayanan pelanggan ini merupakan bagian yang berhadapan
langsung dengan masyarakat ada yang menyebutnya sebagai
information service. Mereka memberi penjelasan kepada tamu yang
datang, menjawab pertanyaan dari telepon, bahkan membalas surat-
surat yang datang. Pada perusahaan penerbitan yang beroplah kecil,
tugas layanan pelanggan ini bisa dirangkap oleh sekretaris redaksi
atau bagian umum. Tetapi pada perusahaan penerbitan yang besar
layanan masyarakat ini merupakan bagian tersendiri bahkan berfungsi
sebagai Humas (hubungan masyarakat).
Mengingat banyaknya tuga bagian pelayanan ini, manajer atau
kepala bagian pelayanan ini membagi tugas menjadi dua, yaitu tugas
intern dan tugas ekstern. Tugas intern berupa pelayanan terhadap
semua yang dihasilkan oleh perusahaan penerbitannya, sedangkan
tugas ekstern adalah menjalin kerjasama dengan pihak luar untuk
membuat kegiatan-kegiatan yang dapat mendukung kegiatan
penerbitannya. Misalnya dalam kegiatan promosi, bagian layanan
masyarakat bisa membuat kegiatan off print yang sifatnya memberi
nilai tambah bagi pelanggannya.
Karena tuga layanan pelanggan ini berhubungan langsung
dengan masyarakat, banyak perusahaan penerbitan besar yang
menjadikan bagian ini sebagai satu departemen tersendiri yang
dipimpin oleh kepala bagian atau manajer. Mereka mendapat tugas
tidak sekedar melayani pelanggan, tetapi juga merawat dan mencari
pelanggan. Untuk itu, manajer layanan pelanggan dibantu oleh
beberapa staf.
Petugas pelayanan pelanggan harus mampu mendalamai dan
memahami misi penerbitannya. Selain itu, mereka harus mempunyai
wawasan yang luas terhadap dunia penerbitan pers surat kabar atau
majalah, serta mampu menjalin kerjasama dengan pihak luar
sebanyak-banyaknya. Ini penting mengingat pada bagian inilah,
kinerja suatu perusahaan pers dipertaruhkan.
f.Bagian Umum
bagian umum tugasnya mengurusi dan menyediakan kebutuhan bagi
perusahaan, baik yang bersifat hardware maupun software. Kebutuhan
hardware, misalnya peralatan kantor seperti gedung perkantoran, alat
angkut (mobil) untuk dinas maupun operasional, mesin cetak,
computer, tinta cetak, film, dan sebagainya. Sedangkan, kebutuhan
software misalnya kebutuhan jumlah karyawan, peningkatan
kemampuan karyawan, kesejahteraan bagi karyawan dan keluarganya,
dipimpin oleh seorang kepla bagian atau manajer.
Dalam pelaksanaan sehari-hari, kepala bagian atau manajer
umum dibantu beberapa staf yang melaksanakan tugas-tugas
perawatan dan personalia. Perawatan menangani kebutuhan hardware,
sedangkan personalia mengurusi kebutuhan software-nya. Meskipun
kepala bagian atau manajer umum bertanggungjawab terhadap
pemimpin perusahaan, tetapi dalam memenuhi kebutuhan hardware
ataupun software harus berkonsultasi dengan redaktur pelaksana,
terutama dalam pemenuhan kebutuhan keredaksionalannya.
Pengangkatan tenaga wartawan misalnya, bagian personalia
hanya bertugas memanggil nama-nama yang ikut seleksi. Pelaksanaan
seleksi mulai dari materi sampai dengan cara menyeleksi, biasanya
dilakukan oleh jajaran redaksi itu sendiri. Sedangkan, pengangkatan
wartawan menjadi karyawan, dilakuakan oleh pemimpin perusahaan
atas persetujuan pemimpin umum.
Demikia juga dengan sumber daya manusia. Peningkatan
kemampuan karyawan dilakukan oleh bagian umum dengan cara
menyelenggarakan pelatihan yang sesuai dengan bagian masing-
masing. Pelatihan tentang kewartawanan misalnya, bisa dilakukan
secara intern berupa job training oleh para redaktur seniornya atau
dengan mengikutsertakan mereka pada pendidikan dan latihan (diklat)
profesi yang diselenggarakan pihak lain.
Perawatan perangkat keras dilakukan oleh bagian umum,
meliputi pembersihan kantor, perawatan kendaraan, komputer, air
conditioner, dan sebagainya. Tugas perawatan disini bukan hanya
sekedar membersihkan atau merawat barang-barang jasa, tetapi
termasuk pengadaanya. Semua bagian memerlukan perangkat keras,
jalurnya mengajukan dulu kepada bagian umum, untuk dibelikan
setelah mendapatkan persetujuan dari pemimpin perusahaan.
g.Bagian Teknik
Bagian teknik adalah satu bagian yang bertugas menangani masalah-
masalah teknik. Petugas teknik di bidang usaha bertugas menyediakan
dan merawat peralatan teknik sebatas yang ada di bidang usaha saja.
Misalnya, instalasi listrik gedung, penyediaan tenaga listrik pengganti
(diesel) perawatan komputer, air conditioner, mobil dinas dan
sebagainya. Sedangkan perawatan dibidang redaksional dan
percetakan biasanya ada yang menanganinya sendiri.
STRUKTUR SEDERHANA BIDANG USAHA
P E M I M P I N P E R U S A H A A N

B B B L B
a a U a
a a m
g g g y u g
i i i a i
a m a
a a n /
n n n n
a p
n e T
i s k r
i e
k e p s k
l r u o
k e n
a a l n i
n u a
l n a k
g n l
a i
s a g
n a
i g
a
n
NAMA : MARIA ULVA
NPM : D1E013043
BAB 3
ISI PENERBITAN PERS
Sebagai suatu lembaga yang dikelola secara bisnis, perusahaan penerbitan pers, juga menghasilkan produk
yang dijual pada masyarakat. Beda dengan produk barang lainnya, produk penerbitan pers mempunyai misi
tersendiri, yaitu ikut mencerdaskan masyarakat, menegakkan keadilan dan memberantas kebatilan. Itulah
sebabnya, produk penerbitan pers terikat dengan misinya itu. Karenanya, perusahaan penerbitan pers tidak
bisa dikelola dengan sembarangan. Artinya, produk yang dihasilkan harus disesuaikan dengan perkembangan
kehidupan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat, dimana pers tersebut melaksanakan operasinya.
Bab tiga ini, akan mengulas apa saja yang bisa dimasukkan dalam isi penerbitan pers. Pada dasarnya,
penerbitan pers itu berisi tiga komponen. Komponen pertama adalah penyajian berita sebagai produk utama
yang disajikan kepada pembacanya. Berita ini merupakan gudang informasi yang sarat dengan kejadian atau
peristiwa yang dialami masyarakat dalam melaksanakan hajat hidup bersama berupa kehidupan berbangsa
dan bernegara. Dengan penyajian berita, masyarakat akan tahu segala perubahan yang terjadi dan itu sangat
mereka butuhkan. Dari penyajian berita inilah konsumen pers memperoleh banyak informasi yang dapat
menambali wawasan serta mencerdaskan pemikirannya.
Komponen kedua adalah pandangan atau pendapat, Dalam istilah jurnalistik, pandangan atau pendapat
ini disebut opini (opinion), Perusahaan penerbitan pers, perlu menyajikan pendapat atau pandangan (opini),
baik opini masyarakat (public opinion), maupun opini redaksi (desk opinion). Opini adalah sarana bagi
masyarakat untuk menyampaikan ide, gagasan, kritik, dan saran kepada sistem kehidupan bermasyarakat
yang morupakan kontrol bagi pelaksana pemerintahan. Baik opini masyarakat maupun opini redaksi, sama-
sama bertujuan memenuhi misi perusahaan penerbitan pers yaitu menegakkan keadilan dan memberantas
kebatilan.
Komponen ketiga adalah periklanan. Isi dari periklanan ini merupakan tempat bagi perusahaan penerbitan
pers untuk menggall keuntungans Dengan iklan dimungkinkan perusahaan penerbitan mendapatkan
penghasilan tambahan, selain dari menjual berita melalui langganan dan eceran. Bahkan jika manajemen
penerbitan pers itu bagus, iklan merupakan penghasilan utama bagi usahanya itu.
Secara keseluruhan isi penerbitan pers bisa dilihat sebagai berikut:
1. Pemberitaan (news getter)
A. Pengertian berita (perception news)
B. Berita langsung (straight news)
C. Penggalian berita (investigative netvs)
D. Pengembangan berita (depth news)
E. Feature (human interest news)

2. Pandangan atau Pendapat (opinion)


A. Pendapat masyarakat (public opinion)
-Komentar
-Artikel
-Surat pembaca
B. Opini penerbit (press opinion)

-Tajuk rencana
-Pojok
-Karikatur
3. Periklanan (advertising)
A. Iklan display
B. Iklan baris
C. Iklan pariwara (advetorial)
1. Pemberitaan (news getting)
a. Pengertian Berita (perception news)
Berita berasal dari bahasa Sangsekerta, yakni Vrit yang dalam bahasa Inggris disebut Write, arti
sebenarnya ialah ada atau terjadi. Sebagian ada yang menyebut dengan Vritta, artinya "kejadian" atau "yang
telah terjadi". Vritta dalam bahasa Indonesia kemudian menjadi Berita atau Warta. Menurut Kamus Bahasa
Indonesia karya W.J.S. Poerwodarminta, "berita" berarti kabar atau warta, sedangkan dalam kamus besar
bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka, arti berita diperjelas menjadi laporan mengenai kejadian atau
peristiwa yang hangat". Jadi, berita dapat dikaitkan dengan kejadian atau peristiwa yang terjadi.
Berita terdiri dari beberapa bagian. Bagian terkecil dari berita adalah data. Data berasal dari datum,
sedangkan datum diambil dari semua kejadian atau peristiwa. Untuk bisa jadi berita, data harus dibuat atau
diolah lebih dahulu. Seseorang yang kebetulan melihat suatu kejadian atau peristiwa, orang tersebut tidak
bisa dikatakan mendapatkan berita, tetapi disebut orang yang melihat kejadian/peristiwa. Jika orang tersebut
kemudian menceritakan kejadian/peristiwa tersebut kepada orang lain secara lisan atau tertulis, orang itulah
yang disebut mendapat atau mendengarkan berita.
Sampai sekarang, masih sulit dicari definisi tentang berita. Para sarjana publisistik maupun jurnalistik belum
merumuskan definisi berita secara pasti. Ilmuwan, penulis, dan pakar komunikasi memberikan definisi berita,
dengan beraneka ragam.
Dean M. Lyle Spencer mendefinisikan berita sebagai suatu kenyataan atau ide yang benar dan dapat menarik
perhatian sebagian besar pembaca.

Dr. Willard C. Bleyer menganggap berita adalah sesuatu yang termasa (baru) yang dipilih oleh wartawan
untuk dimuat dalam surat kabar. Karena itu, ia dapat menarik atau mempunyai makna dan dapat menarik
minat bagi pembaca surat tersebut.
William S. Maulsby menyebut berita sebagai suatu penuturan secara benar dan tidak memihak dari fakta
yang mempunyai arti penting dan baru terjadi, yang dapat menarik perhatian pembaca surat kabar yang
memuat berita tersebut.
Eric C. Hepwood mengatakan berita adalah laporan pertama dari kejadian yang penting dan dapat menarik
perhatian umum.
Dja'far I-I. Assegaff mengartikan berita sebagai laporan tentang fakta atau ide yang termasa dan dipilih oleh
staf redaksi suatu harian untuk disiarkan, yang kemudian dapat menarik perhatian pembaca. Entah karena
luar biasa; karena penting atau akibatnya; karena mencakup segi-segi human interest seperti humor, emosi,
dan ketegangan.
J.B. Wahyudi mendefinisikan menulis berita sebagai laporan tentang peristiwa atau pendapat yang memiliki
nilai penting dan menarik bagi sebagian khalayak, masih baru dan dipublikasikan secara luas melalui media
massa. Peristiwa atau pendapat tidak akan menjadi berita, bila tidak dipublikasikan media massa secara
periodik.
Amak Syariffudin mengartikan berita adalah suatu laporan kejadian yang ditimbulkan sebagai bahan yang
menarik perhatian publik mass media.
Untuk membuat berita, paling tidak harus memenuhi dua syarat. Yaitu
1) Faktanya tidak boleh diputar sedemikian rupa sehingga kebenaran tinggal sebagian saja, 2) Berita iłu
harus menceritakan segala aspek secara lengkap. Dałam menulis berita, dikenal semboyan "Satu masalah
dałam satu berita”. Artinya, suatu berita harus dikupas dari satu masalah saja (monofacta) dan bukan banyak
masalah (multifacta) karena akan menimbulkan kesukaran penafsiran, yang menyebabkan berita menjadi
tidak sempurna.
Seorang pembuat berita harus menjaga objektivitas dałam pemberitaannya. Artinya, penulis berita hanya
menyiarkan berita apa adanya. Jika materi berita iłu berasal dari dua pihak yang berlawanan, harus dijaga
keseimbangan informasi dari kedua belak fihak yang berlawanan tersebut. Penulis berita tidak memberi
kesimpulan atas dasar pendapatnya sendiri.
Dałam menulis berita, penulis harus membedakan antara fakta, interpretasi, dan opini. Fakta adalah
kenyataan yang berlangsung di lapangan. Contoh: Rudi Ramli, direktur ułama Bank Bali, diajukan ke sidang
pengadilan, (ini adalah fakta). Rudi Ramli diadili karena menerima klaim bantuan likuidasi Bank Indonesia
(ini interpretasi). Setuju atau tidak setuju, Rudi Ramli diadili (ini adalah opini). Opini seseorang bisa berubah
menjadi fakta, jika disebutkan nara sumbernya. Ini yang disebut dengan fact in idea.
Untuk membuat berita yang baik, harus memahami unsur yang terdapat dałam berita. Agar berita dapat
menarik perhatian pembaca, perlu diperhatikan unsur-unsur di bawah ini.

1. Aktual atau baru (termasa)


2. Jarak
3. Terkenal (ternama)
4. Keluarbiasaan
5. Akibat
6. Ketegangan
7. Pertentangan
8. Seks
9. Kemajuan
10. Human Interest
11. Emosi
12. Humor
Jauh dekatnya kejadian merupakan unsur yang perlu diperhatikan. Kejadian atau peristiwa di sekitar
lingkungan kota, lebih menarik dibanding peristiwa di kota lain. Penting atau tidaknya peristiwa atau
kejadian untuk diberitakan, ticlak terletak pada besar kecilnya atau menarik atau tidaknya kejadian iłu, tetapi
terkenal atau tidaknya subyek yang .
Jika subjek kejadian itu memiliki nama yang terkenal maka sajian berita itu akan menarik perhatian. Dulu
ada istìlah, "jika anjing menggigit orang, itu bukan berita, tetapi jika ada orang menggigit anjing, itu baru
berita." Istilah ini sekarang tidak tepat lagi, sebab masih harus dilihat siapa dulu orang yang digigit anjing itu.
Jika orang yang digigit anjing itu cukup terkenal, justru menarik untuk diberitakan, Berita untuk media massa
cetak surat kabar harus berfungsi mengarahkan, menumbuhkan atau membangkitkan semangat, dan
memberikan penerangan. Artinya, berita yang kita buat harus mampu mengarahkan perhatian pembaca,
sehingga mengikuti alur pemikiran yang tertulis dalam berita tersebut.
b. Berita Langsung (straight news)
Berita langsung adalah berita yang ditulis secara langsung. Artinya, informasi yang dituangkan dalam
berita itu diperoleh langsung dari sumber beritanya. Biasanya diungkapkan dalam bentuk pemaparan
(descriptive). Penulisan berita langsung lebih mengutamakan aktualitas informasinya. Informasi di sini bisa
berasal dari keterangan pejabat atau berdasar kejadian yang sebenarnya.
Peristiwa kebakaran, perkelaian, pengeroyokan atau kecelakaan merupakan kejadian yang paling tepat
dibuat berita langsung. Ini karena, di samping informasinya bisa didapat pada saat itu juga, kejadian ini
segera ingin diketahui oleh masyarakat dengan jelas tanpa ditambahi keterangan atau penjelasan lainnya. Jika
ada keterangan atau penjelasan yang bisa didapat pada saat peristiwa atau kejadian itu berlangsung, maka
keterangan atau penjelasan itu lebih tepat dijadikan fakta. Berita langsung hanya terdiri dari fakta saja.
Jika ada seorang pejabat atau pimpinan lembaga yang memberikan keterangan tentang suatu kasus maka
penjelasan-penjelasan pejabat tersebut bisa dibuat berita secara langsung tanpa ditambah informasi lainnya.
Fokus pemberitaannya hanya tertuju pada penjelasan-penjelasan kasus tersebut. Jika pejabat itu beropini
maka opini pejabat bisa menjadi fakta karena opini itulah yang disebut fact in idea.
Berita langsung biasanya dibuat dengan gaya memaparkan, yaitu suatu gaya penulisan berita yang
memaparkan kejadian atau peristiwa yang terjadi, dalam keadaan apa adanya saja, tanpa ditambah dengan
penjelasan. Penulisan berita ini cenderung menguraikan suatu peristiwa atau kejadian sejelas-jelasnya.
Berikut contoh berita langsung.

DPR SEGERA PANGGIL SOEHARTO


SOAL BLBI
Jakarta, Kompas
Mantan Presiden Soeharto dan pengusaha Muhammad Hasan (Bob Hasan) segera dipanggil Panitia
Kerja Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (Panja BLBI) Komisi IX DPR-RI. Tujuannya meminta klarifikasi
dan penjelasan soal kebijakan pengucuran BLBI senilai Rp 144,5 trilyun. Pemanggilan Soeharto itu
merupakan buntut dari saling tuding dan menyalahkan antara bank Indonesia dan pihak pemerintah
khususnya Departemen Keuangan dal am hal pertanggungjawaban pengucuran BLBI.
Demikian ketua Panja BLBI, Komisi IX DPR-RI Dr. Sukowaluyo Mintohardjo, usai ketemu dengan
Ketua DPR Akbar Tanjung didampingi Wakil Ketua DPR H. Tosari Widjaya, Senin (14/2). "Pemanggilan itu
sudah pasti dan akan dilakukan dalam waktu dekat, kalau bisa minggu ini juga" kata Sukowaluyo. "Poin
berikutnya adalah menyangkut teknis pemanggilan. "Soal itu Panja masih akan mendiskusikannya lebih
dulu" tambahnya. Selain mantan Presiden Soeharto, Panja BLBI juga akan memanggil mantan Komisaris
Bank Umum Nasional (BUN) Bob Hasan, dan mantan Komisaris Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI)
lainnya yaitu Makmud Murod yang juga mantan KSAD, dan R. Kasenda yang juga mantan KSAL serta
komisaris lainnya. Berkenaan dengan pemanggilan tersebut masa kerja Panja BLBI diperpanjang sampai 27
Februari, 10 hari lebih panjang dibanding jadwal semula yang sampai 17 Februari 2000.
Latar belakang pemanggilan Soeharto, kata Sukowaluyo disebabkan dari berbagai pertemuan Panja
BLBI dengan Bank Indonesia (BI), maupun dengan mantan menteri, yang ada adalah kesimpangsiuran.
"Masing-masing pihak yang dipanggil mempunyai interpretasi dan pendapat yang berbeda-beda. Di satu sisi
BI menganggap pengucuran BLBI merupakan hasil kebijakan pemerintah. Di sisi lain para mantan Menkeu
menganggap hal itu sepenuhnya menjadi tanggung jawab BI". Sebab itu katanya, Panja bermaksud meminta
ketegasan Soeharto. Hal itu terutama berkaitan dengan kebijakan pengucuran BLBt, yang diputuskan pada
rapat kabinet tanggal 3 September 1997. Saat itu, katanya, Soehafto meminta Menteri. Keuangan dan
Gubernur Bank Indonesia untuk membantu bank-bank yang sehat, tetapi mengalami kesulitan likuiditas agar
dibantu sementara. Terhadap bank-bank yang ternyata tidak sehat, pemerintah juga meminta dilakukan
merger atau akuisisi dengan bank-bank sehat. Namun, kata Sukowaluyo, saat itu Soeharto juga mengatakan
jika bank tidak berhasil bank-bank tersebut supaya dilikuidasi saja. Akan tetapi pada 26 Desember 1997 BI
mengusulkan agar kepada bank yang masih ada harapan untuk sehat walau keuangannya sudah "merah"
cliberikan bantuan dana ambahan. Menjawab surat permohonan itu, tanggal 27 Desember 1997 mantan
Presiden Soehafto memberikan persetujuan pada usulan Bl itu. Usulan itu, persisnya mengganti sebagian
saldo debet bank (utang bank yang menumpuk di B!) dengan surat berharga pasar uang khusus (SBPUK).
Artinya utang berlebihan dalam saldo debet itu digantikan menjadi SBPUK, Karena telah melewati batas
yang diizinkan Bl. Karena itu, Bl kemudian memberikan fasilitas SBPUK tersebut kepada semua bank.
Sukowaluyo menambahkan, Bl kemudian mendasarkan keputusannya itu pada pernyataan Soeharto usai
menandatangani letter of intent (Lol), 15 Januari 1998, yang isinya tidak akan melikuidasi bank. "Nah ini
yang kemudian menjadi pegangan Bl sehingga mereka mengucurkan BLBI. Sejak itu Bl tidak melakukan
penghentian kliring walau bank itu sudah bangkrut". Pada saat itu, ujar Sukowaluyo, per 31 Desember 1997,
jumlah SBPUK yang dikucurkan baru berjumlah Rp 36,5 trilyun, sedangkan jumlah saldo debetnya Rp 8
trilyun. Total jumlah utang bank di Bl waktu itu sudah mencapai Rp 44,5 trilyån. Namun setelah semua
kucuran BLBI dialihkan ke BPPN pada September 1998 jumlahnya sudah membengkak mencapai Rp 44,5
trilyun. "ltu artinya, dalam waktu sembilan bulan saja (sejak November 1997) kenaikan BLBI mencapai Rp
100 trilyun," tandasnya. (Kompas, Selasa, 15 Februari 2000, halaman 1)
Perhatikan contoh berita ini. Isi beritanya, meskipun ditulis panjang tetapi sumbernya diperoleh secara
langsung dari sumber utama, yaitu ketua Panitia Kerja (Panja) BLBI, Sukowaluyo Mintohardjo.
Penulisannya pun dilakukan secara langsung tanpa menambah informasi dari sumber lain. Inilah yang
disebut berita langsung.
c. Penggalian Berita (investigative news)
Semua yang hidup di dunia ini pasti ada asalnya. Demikian juga dengan berita. Sama dengan kehidupan
yang lain. Asal berita, kita sebut dengan sumber berita. Untuk dapat membuat berita harus ada kejadian atau
peristiwa. Kejadian atau peristiwa ini bisa disebut sebagai sumber berita. Selain peristiwa atau kejadian yang
dilakukan oleh manusia, kumpulan dari berbagai berita bisa juga dijadikan sumber berita. Karena dari
manusia dapat kita peroleh data, sedangkan pada kumpulan berita juga bisa diambil datanya, yang
merupakan dasar untuk membuat berita, Sumber berita dibagi menjadi dua, yaitu sumber berita utama
(primer), dan sumber berita kedua (sekunder). Yang dimaksud dengan sumber berita utama (primer) adalah
kantor berita resmi dari pemerintah dalam hal menyampaikan pengumuman, pemberitahuan, dan sebagainya.
Setiap negara memiliki kantor berita. Misalnya di Indonesia (LKBN Antara), Malaysia (Bernama), dan
lainnyaSedangkan sumber berita kedua (sekunder) adalah media massa, seperti surat kabar, siaran radio,
televisi, dan sebagainya.
Dalam membuat berita diperlukan kepandaian untuk menggali data yang bisa diambil dari sumber
berita. Untuk mendapatkan berita yang bagus, data harus diperoleh dari bahan-bahan yang serba prima.
Artinya, bahan berita yang diperoleh harus dari kejadian atau peristiwa yang mempunyai nilai tinggi (news
value) Jika bahan berita dihasilkan dari suatu sumber berita rendah, hasilnya akan melahirkan penyajian
berita bermutu rendah. Karenanya, langkah seorang manajer dalam me-manage perusahaan pers harus
mampu mendorong wartawan untuk mendapatkan bahan (data-informasi) yang paling lengkap dan prima.
Untuk itu, dibutuhkan modal besar guna membiayai wartawan.
Sebaliknya, jika perusahaan penerbitan pers itu tidak punya modal yang besar, menjadikan wartawan
dalam mencari data menjadi ogahogahan. Akibatnya penyajian beritanya menjadi sangat terbatas. Bahkan
mungkin untuk membuat satu berita saja tidak cukup. Inilah biasanya kelemahan dari usaha penerbitan pers,
penyajian beritanya kurang bermutu. Akibatnya, karena berita merupakan produk unggulan perusahaan pers
maka produk itu tidak diterima masyarakat atau tidak laku di pasaran. Jangan percaya pada anggapan klasik
bahwa dalam membuat berita yang penting adalah gaya bahasa dan penyajian yang lincah.

Bagaimanapun baiknya gaya bahasa dan betapapun lincahnya penyajian jika datanya minim akan kelihatan
juga cacatnya.
Ibarat orang memasak jika bahannya sedikit digoreng dengan kalimat-kalimat puisi pun, tak bakal menarik.
Kalau toh
dipaksakan maka penyajian berita seperti ini tidak lebih dari menyajikan kebohongan yang disembunyikan.
Sekarang berapa kira-kira data yang dibutuhkan dalam pembuatan satu berita. Jawabnya tergantung seberapa
besar berita yang akan Anda buat. Jika Anda berkeinginan membuat satu berita dengan 100 data misalnya,
maka Anda harus mengumpulkan 300 sampai 500 data. Jika data yang Anda kumpulkan kurang dari 300
data, berita yang Anda hasilkan akan bernilai biasa-biasa saja. Kalau data Anda kurang dari 200, beritanya
bernilai pas-pasan saja. Dan jika data Anda kurang dari 100, padahal Anda ingin membuat berita dengan 100
data, maka hasilnya berita itu sama dengan isapan jempol.
Berita harus dibuat dalam bentuk sederhana, lugas, langsung, tidak berbunga-bunga, namun kaya akan data.
Berita tidak boleh bersumber pada omong kosong, isu, suara-suara halus, wangsit, cerita burung, bualan
warung kopi yang mengedepankan konon kabarnya.
Berita harus mendapat dukungan data otentik, kejelasan dan segala hal yang telah diperkuat "authority".
Misalnya, isu bisa dibuat berita, asal ada "authoritf' yang menanggapinya. Contohnya, ada isu yang
ditanggapi oleh bupati, ulama, atau lembaga lainnya. Tetapi jangan sampai isu itu diracuni dengan opini diri
sendiri.
Berita-berita yang berdasarkan investigasi ini sering disebut dengan istilah berita eksklusif. Artinya,
berita tersebut jarang terjadi. Tetapi kejadian itu pada akhirnya diketahui banyak orang. Misalnya, Seorang
pejabat memberikan keterangan pers pada beberapa orang wartawan tentang kejadian yang jarang terjadi.
Karena keterangan itu diberikan pada banyak orang dan semua surat kabar memuatnya maka berita itu tidak
disebut eksklusif. Hanya kejadian atau peristiwanya yang memang eksklusif. Tetapi jika kemudian ada
seorang wartawan yang mengembangkan berita tersébut dengan melakukan penelitian sendiri untuk
melengkapi informasi dari pejabat itu, maka berita yang dihasilkan menjadi berita yang eksklusif.
Dalam menggali berita untuk mendapatkan sumber berita yang valid (dapat dipercaya) bisa dilakukan dengan
tiga cara:
1. Penulis berita menerima data atau informasi langsung dari informan (sumber berita), misalnya menerima
press release dari instansi pemerintah atau swasta. Istilah menerima di sini sifatnya pasif. Artinya, bahan
berita yang diterima sudah matang, tinggal mengedit dan memuatnya saja.
2. Meliput acara. Artinya, penulis menghadiri undangan suatu acara yang sudah ada. Misalnya, menghadiri
upacara pelantikan pejabat baru di lingkungan pemerintahan. Peluncuran produk baru dari suatu perusahaan
atau acara jumpa pers. Dalam menghadiri acara ini, penulis mencatat peristiwa atau kejadian yang sudah
dipersiapkan terlebih dulu oleh informannya. Misalnya, penulis berita mendapat undangan peresmian suatu
pabrik. Acara peresmian itu sendiri sudah padat dengan data, penulis tinggal mencatat memilih dan
mengolahnya menjadi berita. Cara ini lebih aktif dibanding cara yang pertama.
3. Menggali berita. Penulis berita melakukan penelitian sendiri terhadap suatu kejadian atau peristiwa. Data
yang ada diperoleh dengan menggali informasi dari berbagai pihak. Informasi atau data tersebut diolah
menjadi berita. Inilah yang disebut dengan penyelidikan untuk berita (investigated news).
Berikut contoh berita hasil penggalian.
BEA CUKAI VERIFIKASI BERAS IMPOR ILEGAL
Jakarta, Kompas
Direktorat Jendral Bea Cukai Departemen Keuangan akan segera melakukan verifikasi terhadap jumlah beras
impor yang masuk ke Indonesia, menyusul adanya dugaên masuknya beras dari luar negeri secara ilegal. Bea
Cukai sendiri berkeras, hingga saat ini belum ditemukan adanya beras impor ilegal.
Dirjen Bea Cukai Permana Agung mengatakan hal itu, ketika ditemui Kompas, Senin (14/2) di Jakarta yang
didampingi oleh Kepala Kanwil Bea Cukai Wilayah IV Jakarta, Daeng M. Nazier. Dijelaskan Agung,
verifikasi akan ditakukan terhadap sekitar 5.549 ton beras yang diimpor oleh importir nonBulog, terhitung
sejak 1 Januari 2000. "Kalau dari hasil verifikasi data itu ada perbedaan angka impor maka kita akan
lanjutkan dengan audit ke importir." Isatanya.
Soal pernyataan Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Siswono Yudohusodo yang
mengungkapkan maraknya beras ilegal, Agung menyatakan telah mengirimkan surat ke Siswono, untuk
meminta data lebih jelas soal importir-importir nakal. Menurut Agung, bisa saja ada importir menulis data
yang berbeda. "Jika dalam verifikasi' ditemukan adanya perbedaan data segera kita lanjutkan dengan
postaudit," katanya. Jika importir terbukti melanggarp berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan pasal 103
mereka diancam sanksi lima tahun penjara dan atau denda RP 500 juta.
Dijelaskan pula, beras yang diimpor Bulog belum ada yang masuk. Semua beras itu diimpor berdasarkan
Keputusan Menkeu N0568/KMK01/1999 tertanggal 31 Desember 1999, yang diberlakukan mulai 1 Januari
2000 dan
dikenai pungutan bea masuk sebesar RP 430/kg. Agung menyatakan, dari beras yang masuk itu Bea Cukai
berhasil menarik dana RP 2.656 milyar, terdiri dari bea masuk dan pajak penghasilan (PPh) 2.5 persen. la
mengaku belum dapat memastikan apakah bea masuk dan PPh itu tidak berlaku bagi Bulog.
Laporan adanya beras ilegal itu sendiri, kata Agung, mencerminkan perdebatan di kalangan pengambil
keputusan mengenai perlu dipertahankan atau tidaknya tata niaga beras. "Sebagian menginginkan adanya
pengaturan tata niaga agar dapat melindungi petani, tetapi ada yang melihat agar dibebaskan saja, seperti
yang diinginkan oleh Dana Moneter Internasional (IMF)," tuturnya.
Kakanwil Bea Cukai Wilayah IV Jakarta menambahkan, pihaknya tetap mencatat berapa besar bea masuk
dari beras yang diimpor Bulog. Dijelaskan pula bahwa saat ini ada beras impor yang tidak dikenakan bea
masuk, yakni beras hibah luar negeri yang jumlahnya 24.000 ton.

Pengamat ekonomi Didik J Rachbini menilai, kasus beras menunjukkan pemerintah kurang antisipatif
terhadap masalah pangan, terutanna dalam mengatur dan mengawasi impor beras. Masuknya beras impor
ilegal adalah rangkaian dari kurangnya perhatian dan tidak terorganisirnya kerja pemerintah dalam
menangani masalah pangan "Pemerintah seharusnya mengendalikan impor beras. Masuknya beras impor
ilegal itu bukti pemerintah unorganized dan kurang antisipatif. Perhatiannya pada hal-hal yang konkret sangat
kurang,” katanya.
Dikatakan pemerintah punya kewajiban untuk membeli beras petani. Di masa lalu, peranan itu dijalankan
oleh Bulog, namun saat ini infrastruktur Bulog sangat lemah dan kemampuan Bulog menjadi buffer stock
tidak ada lagi.
"Sebab dengan Bank Indonesia (BI) yang kini independen, BI tidak lagi mengucurkan dana Kredit Likuiditas
Bank Indonesia (BLBI) untuk Bulog. Oleh karena itu pemerintahlah yang kini harus mengambil alih hal itu,”
katanya.
Dikatakan, campur tangan negara ini perlu, sebab beras adalah komoditas khusus yang tidak dapat semena-
mena diserahkan pada pasar bebas. "Unsur negara sangat besar sebab terkait dengan keamanan pangan,”
ujarnya. Kondisi perberasan sekarang ini, menurut Didik, juga dipersulit lagi oleh tidak adanya kebijakan
yang jelas dari Menteri Pertanian terhadap pertanian dan tidak dipecahkannya problem-problem dasar
pertanian.

Sementara itu, untuk kedua kalinya, Senin, Bulog batal mengumumkan pemenang tender beras 100.000 ton
dari empat negara, sehingga mengakibatkan peserta tender kecewa karena tidak dijelaskan alasan penundaan.
Semula hasil tender akan diumumkan kamis pekan lalu, yang kemudian ditunda menjadi Senin tetapi itu juga
dibatalkan (Kompas, Selasa, 15 Februari 2000, halaman 1).

Penulisan berita tentang dugaan adanya beras impor ilegal seperti ini, awalnya bersumber pada adanya isu
bahwa telah banyak beras impor ilegal yang tersebar di pasaran. Keberadaan beras ilegal ini dianggap bisa
merusak pasaran harga beras, juga merugikan negara dengan tidak masuknya bea masuk impor beras.
Wartawan yang mengetahui adanya isu ini berinisiatif menggali berita dengan mencari konfirmasi
(menanyakan) langsung kepada Direktur Jendral Bea Cukai serta Kepala kantor Wilayah IV Bea Cukai.
Penjelasan-penjelasan dari kedua pejabat ini oleh wartawan kemudian dimintakan tanggapan pada ahli
ekonomi guna memberikan pendapatnya terhadap adanya kasus beras impor ilegal tersebut.
Sebenarnya, penggalian berita seperti ini masih bisa dilanjutkan Iagi dengan menggali informasi dari pasar
beras untuk membuktian apakah benar ada persaingan yang tidak sehat yang diakibatkan adanya beras impor
ilegal tersebut. Selain mewawancarai pedagang beras, wartawan masih bisa dengan leluasa mewawancarai
informan lainnya yang ada kaitannya dengan tata laksana impor beras. Pendeknya penggalian berita seperti
ini bisa terus dikembangkan dan tidak akan kehabisan informasi sebatas isu itu masih terus bergema di
tengah masyarakat. Biasanya berita yang berdasarkan hasil penggalian sendiri oleh wartawannya, banyak
digemari masyarakat.
Pengungkapan Berita (explanatory news)
Explanatory news adalah pengungkapan berita atau bisa juga disebut sebagai berita yang menjelaskan.
Artinya, dalam hal penulisan berita data yang disajikan lebih banyak diuraikan daripada diungkap secara
langsung. Explanatory news lebih banyak kita jumpai pada reportase berita. Bentuk penulisan ini bisa
memadukan antara fakta dan opini. Fakta yang diperoleh dijelaskan secara rinci dengan beberapa
argumentasi oleh penulisnya sendiri.
Pengungkapan berita bisa ditulis secara panjang lebar. Jika memungkinkan bisa disajikan secara
bersambung dua sampai empat kali tulisan. Karena beritanya panjang, diperlukan banyak data. Jika data yang
diperoleh dari suatu peristiwa atau kejadian hanya sebatas peristiwa atau kejadian itu saja, penulis bisa
melengkapi dengan data lain yang diungkap dari sumber lain. Tetapi data itu harus masih ada hubungan
dengan berita yang ditulisnya.
Contoh Pengungkapan Berita:
Mengungkap Kembali Kasus Tanjung Priok:
SEMBUNYI Dl GOT PUN TETAP DIHAJAR

Kasus Tanjung Priok yang sudah 16 tahun tenggelam, kini siap diungkap kembali. Keluarga korban
mendatangi Komnas HAM dan gedung DPR. Gayung bersambut. Komisi Il DPR segera memanggil Jenderal
TNI (pur) L.B Moerdani dan Jendral (pur) Try Sutrisno yang saat itu menjadi Pangab dan Pangdam laya.
Inilah kilasan balik peristiwa yang menghebohkan itu.
Malam itu suasana pengajian di Masjid Rawabadak, Jalan Sidang Raya, Jakarta Utara cukup panas. Makin
larut, situasinya bertambah tegang. Itu berkait dengan penangkapan empat pengurus Musala As-Sa'adah oleh
aparat Kodim dan Polres Jakafta Utara. Tokoh Islam Jakarta Utara, seperti Amir Biki (alm), Syarifin Maloko,
dan M. Nasir dalam ceramahnya menuntut aparat segera membebaskan rekan mereka yang ditahan.
Ribuan massa yang memadati masjid terbakar emosinya. Dengan gegap gempita mereka menyambut ajakan
ketiga penceramah itu untuk membe- baskan rekan-rekannya yang ditahan terpisah di Polres dan Kodim
Jakarta Utara. Pada pukul 23.00 WIB (1 2/09/1 994), massa mulai bergerak. Kelompok pertama dipimpin
Amir Biki menuju Kodim. Sedangkan kelompok kedua menuju Polres Jakarta Utara. Mereka bergerak secara
serentak dengan tujuan membebaskan rekannya yang ditahan.
Menjelang 200 meter dari Polres Jakarta Utara, massa dihadang ratusan polisi, diperkuat pasukan militer
dalam posisi siap tempur dengan senjata siap dikokang. Aparat pun membentuk pagar betis. "Mundur-
mundur!" teriak seorang komandan militer. Massa tetap tidak bergeming. Bahkan mereka meneriakkan takbir
"Allahu Akbar" berkali-kali. Pasukan militer pun mundur dua langkah. Sejurus kemudian, terdengar
serentetan tembakan diarahkan ke massa pengajian. Jeritan, isak tangis, begitu memilukan malam itu. Tetapi
aparat tidak perduli dan terus memuntahkan peluru selama kurang lebih 30 menit. Ratusan massa jatuh
menggelepar bersimbah darah diterjang timah panas. Selebihnya mengalami luka tembak.
Dalam situasi mengerikan itu, seorang komandan militer sempat berteriak. "Bangsat! pelurunya habis,
Anjing-anjing itu masih banyak," teriaknya, seperti yang dituturkan Abdul Qodir Djaelani, seorang saksi
mata korban dalam kasus Priok itu, seperti yang dimuat buku Tanjung Priok Berdarah. Sadisnya, mereka
yang masih hidup ditendang-tendang. Kalau masih bergerak, mereka ditembak tanpa ampun.
Sejurus kemudian, dari arah pasukan muncul dua truk militer sarat muatan tentara menuju kerumunan massa.
Tentara melepaskan tembakan ke arah massa yang bersembunyi di got dan pinggiF jalan. Yang mengerikan,
dump truck beroda sepuluh melindas jema' ah yang sedang tiarap atau korban tembakan yang belum diangkat
dari jalan. Terdengar cukup jelas deritan tulang yang patah dilindas truk, oleh jemaah yang sembunyi di got
atau selokan sekitar jalan raya itu.
Tak lama kemudian. dua truk berhenti ditengah tumpukan mayat-mayat lalu ditumpuk begitu saja diatas truk.
Setelah itu, truk meninggalkan lokasi pembantaian. Kabarnya mayat-mayat itu ditumpuk begitu saja diatas
truk. Setelah itu truk meninggalkan lokasi pembantaian. Kabarnya mayat-mayat itu dibawa ke RS Gatot
Subroto. Tak berapa lama kemudian muncul ambulance dan mobil unit pemadam kebakaran, mengangkut
sisa mayat yang masih hidup. Mereka juga membersihkan darah serta bagian tubuh yang berceceran.
Nasib sama juga dialami kelompok yang dipimpin Amir Biki, Mereka dihadang aparat 15 meter sebelum
kantor Kodim. Hanya Amir Biki dan kedua rekannya diizinkan mendekati kantor Kodim. Tetapi baru saja
berjalan delapan meter, aparat langsung memberondong Amir Biki dan kedua rekannya itu. Tembakan itu
membuat paniknya massa yang tadinya duduk-duduk di jalan, Mereka terhenyak berdiri dan ambil langkah
seribu.

Tetapi aparat tidak berdiam diri dan langsung memberondongkan peluru ke arah massa. Puluhan massa
menggelepar akibat disambar timah panas. Mayatmayat itu pun ditumpuk begitu saja diatas truk lalu dibawa
ke kamar mayat RS Gatot Subroto. Yusron, yang terkena tembakan, dilempar ke truk bercampur dengan
tumpukan mayat yang diperkirakan berjümlah 40-50. Dengan susah payah, Yusron berteriak masih hidup.
Beruntung seorang petugas Rumah Sakit mendengarnya, lalu mengangkat Yusron ke tempat lain. Tetapi,
militer yang saat itu dibawah Pangab Jenderal (pur) Leonardus Benyamin Moerdani punya versi lain.
Menurut militer malam itu sekitar 1.500 orang menuju kantor kodim dan Polres. Sepuluh petugas
menghentikan massa yang tampak beringas dengan mengayun-ayunkan aneka senjata tajam ke arah petugas.
Petugas melakukan tindakan persuasif, tetapi tidak mempan. Situasi sangat genting dan membahayakan
keselamatan petugas. Karena terus terdesak, aparat pun memberikan tembakan peringatan. Tetapi upaya
tersebut tidak digubris massa yang terus merangsek petugas. Akhirnya, aparat terpaksa membubarkan massa
dengan melakukan tembakan. Mereka pun lari pontang-panting sambil membakari apa saja yang dilaluinya,
seperti apotek, toko, dan mobil. Menurut versi Pangab, saat itu korban tewas Shanya sembilan orang dan 53
luka-luka.
Kasus Tanjung Priok itu bermula dari ulah seorang bintara Babinsa Sersan Hermanu. Siang itu (8 September
'84) Hermanu memasuki Musala As-Sa'adah di Gang IV Koja Utara, tanpa membuka sepatu. Hermanu dan
seorang kawannya langsung menyíram pengumuman yang tertempel di tembok musala dengan air comberan.
Padahal, pengumuman itu untuk pengajian remaja di Masdjid Sindang Raya. Esoknya, kasus itu menjadi
pembicaraan masyarakat. Apalagi dibumbui macam-macam. Misalnya, ABRI Kristen, masuk musala tanpa
membuka sepatu. Karena itu, situasi makin panas.
Pada tanggal 10 September 1984, Sersan Hermanu dan Serma Rochmat pulang tugas dari koramil melintas di
Gang IV, Koja Selatan, dan berhenti di sebuah warung. Kedua anggota yang bertugas di koramil itu
bermaksud membeli rokok. Mendadak muncul dua pemuda Syarifuddun Rambe dan Syofwan. Mereka
kemudian mengajak Hermanu dan rekannya ke Balai RW setempat untuk menyelesaikan perkar_a masuk
masjid tanpa membuka alas sepatu, juga mengotori kertas pengumuman dengan air comberan. Tetapi I
Hermanu tetap tidak mau mengaku. Bahkan, Hermanu bersikeras sudah mencopot sepatu saat masuk musala.
Warga disitu habis kesabarannya, -termasuk Mohammad Noor. K arena tidak masuk ke Balai RWt Noor
melampiaskan kejengkelannya merusak sepeda motor Hermanu dengan memukulkan batu pada tangkinya.
Meskipun Noor kemudian membantah telah merusak sepeda motor Hermanu, entah siapa yang memulai
sepeda motor Hermanu lalu dibakar beramai-ramai. Saat itu juga, Mohammad Noor, Syarifuddin Rambe,
Syofwan, dan
Achmad Sahi yang memberi tahu Syarifuddin dan Syofwan ditahan di kodim dan polres. Sebenarnya,
masyarakat ingin menyelesaikan kasus iłu dengan baik-baik. Mereka pun mengutus tokoh Tanjung Priok
Amir Biki untuk membebaskan keempat warga yang ditahan. Pasalnya, sebelumnya Amir Biki sukses
mengeluarkan Syarifin Maloko. Tetapi dalam kasus iłu, Amir Biki gagal membebaskan keempat warganya
iłu. Karena iłu, (1 2/09/1 994) ribuan massa mendatangi Polres dan Kodim Jakarta Utara untuk membebaskan
rekannya.
Tetapi justru tragedi besar yang mereka dapat (Jawa Pos, Jumat Legi, 25 Februari 2000).
Perhatikan isi berita ini, penulis mengungkap semua kejadian dengan menceritakan kembali peristiwa yang
sudah terkubur 16 tahun lamanya. Tentu saja penulis mengumpulkan banyak data yang diperoleh dari
berbagai pihak. Perhatikan alinea sebelas, penulis juga mengungkap cerita lain dari versi militer dengan apa
adanya.
Dałam penulisan explanatory news atau berita yang memaparkan, penulis dengan bebas memaparkan data
baik dari orang lain maupun dari hasil penyelidikannya sendiri. Beberapa opini penulis juga dimasukkan.
Seperti kata-kata, "tetapi aparat tetap melepaskan tembakan." Jika katakata ini bukan merupakan kutipan atau
kata orang lain maka kata-kata iłu bisa dianggap sebagai opini penulisnya sendiri. Tujuannya untuk
meyakinkan bahwa kejadian iłu sedemikian seramnya.
E. Penjelasan Berita (interpretative news)
Penjelasan berita atau interpretative news, adalah bentuk berita yang penyajiannya merupakan gabungan
antara fakta dan interpretasi. Artinya dałam penulisan berita seperti ini, penulis boleh memasukkan uraian,
komentar dan sebagainya yang ada kaitannya dengan data yang diperoleh dari peristiwa atau kejadian yang
dilihatnya.
Dałam interpretative news jika sumber berita memberikan data atau informasi yang dirasakan masih kurang
jelas arti dan maksudnya maka penulis wajib mencarikan penjelasan terhadap arti dan maksud dari informasi
tadi. Jika penulis punya banyak wawasan terhadap informasi tersebut, bisa saja penulis mengartikan atau
menjelaskan apa arti dan maksud informasi yang diberikan oleh nara sumber tersebut. Tetapi jika tidak punya
wawasan, penulis bisa mencari penjelasan dengan mewawancarai kembali nara sumber tersebut atau dengan
nara sumber yang lain, namun masih tetap dałam lingkup permasalahan yang sama.
Banyak pendapat yang mengatakan interpretative news adalah bukan berita karena banyak dimasuki
berbagai uraian, komentar dan sebagainya. Pendapat seperti itu benar jika dilihat dari segi bentuk beritanya
saja. Tetapi jika dilihat dari sistem penyajian berita, memasukkan komentar, uraian atau penjelasan,
diperbolehkan. Karena itulah, muncul kemudian istilah interpretative news atau penjelasan berita. Contoh
penjelasan berita.
MENKO POLKAM RALAT -SIAGA I
Jakarta, Surya
Pernyataan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) tentang keadaan Siaga I di Jakarta, ternyata diralat
sendiri oleh pembantu presiden. Menko Polkam ad interim Surjadi Soedirdja menegaskan, masalah Siaga I
hanya salah persepsi saja. "Mengenai statement presiden bahwa Jakarta dalam keadaan Siaga l, saya sudah
menduga ada salah persepsi. Maksud presiden, kita ini dalam melaksanakan tugas pokok, pemerintah dalam
keadaan siap. Yakni menciptakan iklim kondusif bagi pembangunan dan menarik investasi," tandas Surjadi
dalam jumpa pers, usai sidang Kabinet di Bina Graha, Jakarta, Rabu (23/2). Intinya, lanjut Surjadi,
didampingi Panglima TNI Laksamana Widodo AS, aparat pemerintah selalu alert (siap siaga) dalam
menghadapi setiap perkembangan, baik dalam kondisi aman, rawan maupun saat ada ancaman.
Di depan para peserta seminar Kadin dan pengusaha Jepang di Bina Graha, Gus Dur menyinggung keadaan
Siaga I di Jakarta. Kalaupun sistem pengamanan di wilayah DKI dalam Siaga I dan kepolisian menangkap
ada rencana demo besar-besaran, maka masyarakat termasuk investor asing yang sedang berada di lbu kota,
tidak akan merasakan hal itu atau aman-aman saja.
Di depan mereka Gus Dur mengatakan, "Saya ingin menempatkan orangorang jujur dalam posisi-posisi
publik, serta ingin agar terjadi pertanggungjawaban yang terbuka dan jujur." Untuk itu kedaulatan hukum
harus ditegakkan. "Hari ini umpamanya, Jakarta berada di daerah Siaga I oleh kepolisian, karena ada rencana
demonstrasi besar-besaran, tetapi Anda sendiri tidak merasakan hal itu. Jadi kita tidak ingin mendramatisir
kekuasaan," kata Gus Dur.
Ditegaskan, pemerintah harus bertindak sejauh yang diperlukan, selebihnya di tangan masyarakat. "Kita tak
ingin berkuasa karena hanya sekedar berkuasa, melainkan kekuasaan digunakan untuk melayani masyarakat,"
tambahnya. Pada bagian lain, Surjadi Soedirdja mengatakan, pernyataan presiden dengan maksud
menggambarkan Indonesia sekarang kondusif dan ada jaminan untuk melakukan investasi. "Dalam
menghadapi kemungkinan ancaman kerusuhan dan demonstrasi, aparat keamanan itu ada kesiagaan, siaga
satu, siaga dua dan selanjutnya.
Kadang-kadang diduga akan terjadi sesuatu maka aparat disiagakan. Disatu sisi memang ada semacam
kernungkinan, namun di lain sisi aparat terus memberi jaminan dalam bentuk kesiagaan," tuturnya. Panglima
T NI Laksamana Widodo AS menambahkan. kesiagaan aparat setiap saat memang sesuai dan menjadi
seSuatu yang selalu harus diciptakan. "Ini penting untuk se-, curity insurance yang dapat menjadi bagian dari
kepercayaan, terutama penting untuk kontribusi bagi pemulihan ekonomi," ujarnya. Widodo menje laskan
biasanya yang melakukan siaga keamanan itu adalah Polri sebagai aparat penegak hukum dan penegak
Kamtibmas. Menurutnya, pernyataan presiden itu menggambarkan bahwa yang selama ini dikatakan tak
stabil dan tak aman adalah penilaian yang tidak sesuai kenyataan. Sebagai bukti, meski Kepolisian telah
menggunakan pola Siaga l, masyarakat tidak merasakan apa-apa dan situasinya tetap kondusif. "Ini Iho yang
dimaksud Gus Dur itu," ujar Widodo.
Sementara itu, sidang kabinet yang dipimpin Presiden Abdurrachman Wachid di Bina Graha, Rabu siang
(23/2) antara lain menyimpulkan perlunya menjelaskan sekitar pernyataan presiden pagi harinya soal kondisi
Siaga I di Jakarta. Ada sedikit salah tangkap atau keliru tangkap atau keliru ucap, karena itu Anda dengar
bukan dari presiden, tapi dari yang keluar dari kamar presiden," jetas Sekretaris Kabinet Marsilam
Simanjuntak kepada wartawan, kemarin Meski demikian, Kepala BAKIN Letjen TNI Arie J Kumaat secara
terpisah membenarkan adanya informasi akan terjadi demo besar-besaran yang dilakukan kelompok tertentu
sebagai protes terhadap kebijakan pemerintah mengurangi subsidi BBN dan tarif listrik. "Itu kan antisipasi.
Dan kalian masih lihat di Jakarta belum terjadi apa-apa. Itu karena kita lakukan upaya-upaya agar tidak
terjadi gangguan," tegasnya.
Namun mantan Pangdam I Bukit Barisan itu tidak setuju dengan istilah sistem pengamanan Siaga l. la
khawatir akan menimbulkan persepsi yang salah. "Yang siaga I itu sistem pengamanannya, jangan diaftikan
situasi negaranya," katanya sembari secara "off the record" menyebutkan kelompok mana yang akan
melancarkan demo tersebut (Surya, Kamis, 24 Februari 2000).

Jika kita perhatikan isi berita di atas maka berita ini merupakan berita penjelasan yang dimaksudkan
memberikan penjelasan terhadap satu informasi yang ditafsirkan berbeda-beda dari pernyataan seorang
presiden. Adanya pemberitaan ini semula berasal dari keterangan presiden Abdurrahman Wahid tentang
keadaan siaga I yang dilakukan oleh Polri. Maksud presiden dengan keadaan Siaga I ini menunjukkan bahwa
aparat pemerintah terutama polri sedemikian tanggap dalam hal menjaga stabilitas keamanan.
Tetapi karena pernyataan tersebut kurang lengkap maka menimbulkan persepsi yang berbeda-beda oleh
masyarakat. Dalam keadaan seperti ini, penulis berita tidak boléh membiarkan saja kesempatan itu berlalu.
Mereka bisa mencari informasi lainnya untuk pengembangan beritanya. Nah secara kebetulan pembantu-
pembantu presiden segera tanggap dan memberikan penjelasan secara langsung dengan apa yang dimaksud
oleh presiden tersebut.
Seandainya pembantu presiden itu tidak memberikan penjelasan secara langsung maka penulis berita
tentu akan mengembangkan data ini dengan beberapa sumber berita berikutnya. Pendek kata, semua berita
yang menyangkut hajat hidup orang banyak, berpeluang untuk dikembangkan lebih mendalam lagi dengan
sistem depth ncws, atau pengembangan berita.
f. Pengembangan Berita (depth news)
Pengembangan berita atau depth news, merupakan kelanjutan atau hampir sama dengan investigative
news. Bedanya jika investigative news, bermula dari adanya isu atau data mentah yang kemudian dilakukan
penelitian atau penggalian. Sedangkan depth news atau pengembangan berita, berasal dari adanya sebuah
berita yang masih belum selesai pengungkapannya dan bisa dilanjutkan kembali.
Jika Anda kebetulan membaca sebuah berita dan merasakan masih adanya informasi yang tertinggal atau
belum terungkapkan, itu berarti penulis berita ini mempunyâi kesempatan untuk melanjutkan penulisan
beritanya dengan mengembangkan pada tulisan lainnya. Penyajian tulisannya bisa dilakukan pada hari
berikutnya atau selang beberapa hari asal masalah yang diberitakan itu masih hangat dibicarakan masyarakat.
Lahirnya pengembangan berita ini karena banyaknya data yang didapat pada suatu peristiwa, tetapi data
itu tidak saling terkait meskipun topiknya sama. Jika data itu diungkap dengan straight news atau
investigative news, rasanya sangat dangkal karena bisa berdiri sendiri-sendiri. Untuk mengatasi ini penulis
berita berinisiatif mengembangkan data itu sesuai dengan klarifikasinya, dan kemudian menambah dengan
data lain yang sama topiknya. Upaya inilah yang disebut dengan pengembangan berita atau depth news.
Sebelum mengungkap data selanjutnya, dalam penulisan pengembangan berita maka berita terdahulu yang
sudah dipublikasikan bisa diungkap lagi secara singkat saja. Pengungkapan kembali berita pertama ini
bertujuan untuk mengingatkan pembaca bahwa berita yang diturunkan ini adalah kelanjutan dari berita
sebelumnya. Patokan penulisannya, data diungkap ditambah dengan interpretasi dan sedikit opini orang lain,
yang dikemas menjadi data baru.
Contoh Pengembangan Berita.

Mahadi:
MARWAH HARUS KELUAR DARI DPR
Jakarta, Surabaya Post
Marwah Daud Ibrahim dan kawan-kawannya yang merencanakan membentuk partai baru harus keluar dari
DPR. "Marwah menduduki kursi DPR sekarang ini karena mewakili Golkar. Kalau dia membentuk partai
baru, semestinya dia dan kelompoknya keluar dari DPR,"ujar Mahadi Sinambela, Ketua Partai Golkar kepada
Surabaya Post di Jakarta, Selasa 22/2). Rencana pendirian Partai Golkar Madani ini dimotori oleh Marwah
yang didukung oleh sebagian kelompok Iramasuka (Irian laya, Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan).
Sebagian kelompok Iramasuka lainnya, diantaranya Mahadi Sinambela tidak mendukung Marwah.
Kelompok pendukung B.J. Habibie ini ditengarai kecewa setelah Habibie gagal menduduki jabatan presiden.
Kelompok Golkar Akbar Tanjung dituduh kurang mendukung pencalonan Habibie. Kelompok Iramasuka
muncul menjelang SU 1999 lalu, diantaranya untuk memperjuangkan keseimbangan pembangunan ekonomi
bagi masyarakat di wilayah timur Indonesia. Habibie yang berasal dari Makassar, yang dinilai memiliki
konsep pengembangan witayah timur Indonesia diunggulkan untuk menduduki kursi presiden. Namun
Golkar kelompok Akbar Tanjung dituduh oleh mereka tidak ingin Habibie kembali terpilih. Habibie gagal
pada tahap pencalonan setelah pidato pertanggungjawabannya ditolak MPR.
Marwah, yang memposisikan diri mewakili rakyat wilayah timur Indonesia, waktu itu usul agar wakil
presiden ada dua orang yang salah satunya seorang diantaranya mewakili wilayah timur. Tetapi usul Marwah
itu ditolak oleh sidang umum MPR. Golkar kelompok Akbar Tanjung juga tidak mendukung. Kenyataan itu
membuat Marwah dkk, yang antara tain Priyo Budi santoso dari FPG jateng, merencanakan membelot dari
Golkar.
Namun menurut Mahadi Sinambela yang juga dari kelompok Iramasuka, Marwah sekarang tinggal sendirian
dan tidak ada lagi pendukungnya serta bukan merupakan ancaman bagi Golkar. Meski tidak mendukung,
Mahadi bersedia memberi sumbangan Rp 10 atau 20 juta bagi Marwah untuk membuka kantornya yang baru.
Kebalikan dari perpecahan ini beberapa tokoh Golkar yang sebelumnya membelot dari Golkar dan
membentuk Partai Keadilan dan Persatuan (PKP) berencana kembali ke Golkar. Tentang hal ini, Mahadi
Sinambela mengatakan, hal itu tidak jadi masalah. "Tetapi sebenarnya Golkar tidak memerlukan tokohtokoh
lama tersebut kembali berkiprah," ujarnya.
Tentang kekecewaan Marwah Daud, menurut Muladi, merupakan persepsi Marwah sendiri. Namun ia

Sementara itu, mantan pimpinan Golkar, Muladi SFI, mengatakan menyayangkan perpecahan di Golkar.
"Tapi itu wajar aalam demokrasi," katanya. Namun Muladi yang sekarang ini mengelola Habibie
Center, membantah pendirian Partai Golkar Madani ini disponsori oleh Habibie. Dia mengatakan
Habibie tidak terlibat dalam mensponsori gerakan tersebut dan Habibie tidak akan come back ke
dalam dunia politik. "Pak Habibie tidak tahu menahu soal itu," kata Muladi.
berharap Golkar lebih k.omprehensif dalam menyelesaikan masalah baik internal partainya maupun
masalah lainnya. Muladi mengatakan, persoalan Golkar sangat rumit dan harus ditangani secara overaktif dan
komprehensif (Surabaya Post, Rabu 23 Februari 2000).
Jika kita simak berita ini, bermula dari adanya isu pecahnya Partai Golkar setelah gagal mengantar Habibie
ke kursi kepresidenan kedua kalinya. Wartawan kemudian mengembangkan isu itu dengan mewawancarai
beberapa tokoh Golkar yang merasa kecewa. Apalagi tercium rencana mendirikan Partai baru, yakni Golkar
Madani. Inilah salah satu bentuk dari pengembangan berita atau depth news.

g. Karangan Khas (Feature)


Feature adalah bagian dari penyajian berita yang cara menulisnya dapat mengabaikan pegangan utama
dalam penulisan berita, yaitu 5 W dan 1 H. Feature sampai sekarang banyak yang mengartikan berbeda.
Sebagian pen dapat menganggap feature adalah karangan khas. Sebagian lain menyebut feature adalah
penyajian berita yang berbentuk human interest.

“Karangan khas (feature) dalam surat kabar sebenarnya ibarat “asinan di dalam sajian makanan, yang
tidak memberikan kalori utama. Akan tetapi iya menimbulkan selera makan dan penyedap. Karangan khas
merupakan bagian yang cukup penting sehingga surat kabar tersebut bisa memenuhi pula fungsi ketiga dari
pens yang uciak dapac diaöalkan, yaitu hiburan (entertainment), di samping fungsi memberi informasi dan
pendidikan.ll (Wolseley dan Campbell, Exploring Journalisnz, Dja'far H. Assegaff, Jurnalisti!e Masa Kin.i).
R. Amak Syarifuddin dalam bukunya Jurnalistik Praktis membagi sembilan topik yang bisa ditulis secara
feature:
1. Sketsa human interest, yaitu tulisan yang sifatnya sketsa yang dilandasi humor atas kejadian sehari-hari.
2. Sketsa kehidupan orang yang menarik publik. Misalnya kisah tentang seorang pria atau wanita yang
patut ditulis karena mempunyai nilai historis, atau tokoh sejarah manusia, meskipun mereka telah
almarhum.
3. Kilasan berita-berita yang menarik, yaitu obyek yang mempunyai unsur-unsur pribadi, kedudukan, dan
andilnya yang besar terhadap masyarakat.
4. Dokumen otobiografi kemanusiaan yang berkaitan dengan pengalaman seseorang yang disoroti secara
objektif. Misalnya pengalaman pribadi, seseorang, dan kejadian menarik terhadap seseorang yang
dapat dijadikan contoh atau pengalaman.
5. Feature historis, yaitu kisah tentang orang-orang terkenal atau tentang kejadian-kejadian yang
menonjol.
6. Sketsa perjalanan, yaitu tulisan yang mengemukakan perjalanan seseorang dalam daerah-daerah baru
yang dikunjunginya. Menceritakan tentang alam atau makhluk lain yang ditemuinya, atau
tempattempat yang banyak dikunjungi orang.
7. Interpretative feature, yaitu penulisan yang mengungkapkan latar belakang pengalaman di bidang
politik, sosial, ekonomi, budaya dan lain sebagainya.
8. Artikel pengetahuan populer tentang ilmu pengetahuan, teknologi yang ditulis secara populer guna
menarik publiknya sehingga tulisan tersebut dapat menutup kesenjangan antara disiplin ilmu dan cende
kiawan/teknokratnya dengan orang awam.
9. Guidance feature, yaitu tulisan yang bersifat memberi petunjuk atau penuntun pada publik untuk dapat
melakukan sesuatu yang bermanfaat.
Berikut contoh feature atau human interest.

Feby Febiola
GAGAL DIRAYU UNTUK MEMBUKA BAJU
Masalah kemolekan tubuh bintang sinetron Feby Febiola, tidak terbantahkan. Pemilik tinggi badan 168
cm, dan berat 52 kg, tampilannya di saat santai juga cukup seksi. Membiarkan buah dadanya yang
membusung separo menyembul keluar "halaman". Namun ketika diminta melepas baju luarnya, agar terlihat
lebih seksi clan lekuk tubuhnya tampak, penneran seorang ibu dalam sinetron Di Antara Dua Pilihan ini,
menolak keras. Kenapa?, "Nggaklah kalau harus buka baju ini", katanya saat diminta para fotografer. Karena
dirayu-rayu nggak mau, para fotografer mengalah. Memotret dengan kostum seadanya. Masalah gaya, pacar
salah seorang personil Trio Lebel's, Edwin Manansang, juga biasabiasa saja.
Ketika ditanya tentang kegiatannya, dikatakan masih harus berjalan. Selain syuting sinetron, juga pemotretan
untuk model. Beberapa waktu lalu, dia harus keliting kota besar untuk kampanye pemilihan bintang iklan
Lux 2000. Dari enam bintang, salah satunya adalah Feby, akhirnya Juri menjatuhkan mahkota kecantikan ke
Bella Saphira. Kok bisa? "Mungkin dewi keberuntungan belum memihak pada saya kali ya, ll ujar Feby saat
ditemui di Music Room Club Deluxe Surabaya.
Alasan Iain?. Mungkin khalayak atau penggemar sudah terlanjur menjatuhkan i'sanksi" negatif terhadap
dirinya. Karena, salah satu sinetron yang dibintangi, Feby berperan sebagai wanita yang galak, berkarakter
antagonis, termasuk saat memerankan Tante Amerika. Padahal tidak di semua sinetron, artis kelahiran Jakarta
Maret 1978 ini berkarakter jahat atau antagonis seperti itu. Pada sinetron "Di antara Dua Pilihan", dia
menjadi ibu yang baik, berusaha patuh dan mengerti perasaan suami (Gunawan) yang masih mencintai
wanita Iain.
Kalau Feby belum berkesempatan menyandang mahkota, sebagai lambang supremasi kecantikan, kembali
lagi pada keberuntungan."Mungkin Tuhan belum melimpahkan raçhmatnya kepada saya, belum rezeki
.saya," kata anak pasangan Edward dan Susi Sitanggang ini.
Kesibukan Iain yang menyita waktunya, berkaitan dengan album baru berlagu andalan "Mengertilah", dia
harus syuting klip dan mempromosikan album pertamanya. "Bahkan harus show ke beberapa daerah,
termasuk di Surabaya ini", ujarnya. Rencana mengakhiri masa lajang? Bintang sinetron yang sering merasa
bosan termasuk peranannya yang antagonis, belum bisa menentukan. Padahal pacarnya, Edwin, profesinya
sudah menetap. Selain sebagai penyanyi, dia juga pegawai negeri di Departemen Keuangan. "Ya, jangan
nanya sama saya dong... tanya langsung pada mas Edwin. Kapan dia melamar saya," tambah Feby sambil
tertawa. Namun yang jelas, untuk meng akhiri masa lajang dan maju ke pelaminan, berusia sekitar 25 tahun,
Dengan Edwin? "Tunggu saja nanti. Pokoknya sampai sekarang, kami berdua selalu berpacaran serius," kata
Feby yang merasa sakit hati jika dikatakan profesi menyanyinya itu hanya karena mendompleng nama Edwin
(Surabaya Post, Rabu, 23 Februari/ 2000).

2. Pandangan atau Pendapat (opinion)

Penerbitan pers khususnya surat kabar dan majalah, hampir semuanya menyediakan kolom atau rubrik
untuk menampung pendapat atau pandangan (opini). Ini merupakan perwujudan dari institusi pers sebagai
lembaga kontrol sosial. Opini dalam penerbitan pers dapat berasal dari masyarakat luas yang disebut
pendapat umum (public opinion) dan yang berasal dari penerbitnya sendiri dinamakan pendapat redaksi (desk
opinion).

Pada penerbitan surat kabar biasanya menyediakan satu halaman penuh yang khusus memuat pendapat,
baik pendapat umum maupun pendapat penerbit. Halaman ini disebut halaman pendapat (opinion page).
Penyediaan halaman khusus pendapat ini, semula bertujuan untuk memisahkan pemberitaan antara fakta dan
opini. Tetapi perkembangan jurnalistik selanjutnya, muncul juga pemberitaan yang bernuansakan opini di
ha-laman-halaman utama.

a. Pendapat umum (public opinion)


Pendapat umum (public opinion) adalah pendapat, pandangan atau pemikiran lain dari masyarakat luas,
untuk menanggapi atau membahas suatu permasalahan yang dimuat dalam penerbitan pers. Yang dimaksud
dengan masyarakat luas adalah orang-orang yang bukan dari pengelola penerbitan pers itu sendiri. Bisa
pelanggan, ilmuwan, atau tokoh masyarakat yang kritis dan bisa memberikan pemikiran lain, pandangan
ataupun pendapat. Pendapat biasanya disajikan dalam 3 bentuk, yaitu komentar, artikel, dan surat pembaca.

1. Komentar

Komentar adalah pendapat, pandangan atau pemikiran lain yang disampaikan oleh masyarakat khusus
menanggapi terjadinya suatu peristiwa, kejadian, atau kebijakan pemerintah yang dimuat dalam penerbitan
pers. Komentar ini dilakukan oleh perséorangan dan bersifat individu. Bisa jadi individu tersebut mewakili
suatu lembaga. Tetapi fokus pandangannya tetap tertuju pada satu masalah yang dibahasnya.
Dalam penyajiannya, tokoh masyarakat, ilmuwan atau pelanggan dari penerbitan pers, menulis
sendiri komentarnya itu dan dikirim ke redaktur dengan diberi nama lengkap, pas foto, alamat dan
jabatan/profesi. Jika komentar ini diterima dan dianggap layak muat, oleh redaktur dimuat pada
penerbitannya dengan diberi nama (by line story). Umumnya pemuatan komentar ini pada halaman depan
agar dengan mudah dapat terbaca.

Pemberian nama (by line story) pada suatu komentar, bertujuan untuk memberikan
pertanggungjawaban manakala komentar tersebut pada akhirnya menimbulkan polemik.
Pertanggungjawaban di sini adalah tanggung jawab terhadap isi komentar oleh penulis komentar itu
sendiri. Sedangkan tanggung jawab pemuatannya, masih tetap ada pada penerbit. Itulah sebabnya pada
pemuatan komentar redaktur boleh mengedit gaya bahasanya, tapi tidak mengurangi isi dari komentar
tersebut.

Contoh komentar sebagai berikut.


STABILITAS POLITIK, MASIH JAUHKAH?
Oleh: Syahrir
Judul risalah ini nyaris bersifat tautologis. Siapapun tahu, keadaan di Indonesia akhir-akhir ini jauh dari
stabil. Setelah tragedi Semanggi, kita kemudian menghadapi kerusuhan di JI. Ketapang, Jakarta Pusat, yang
sarat dengan warna konflik horizontal. Bila pada tragedi Semanggi, konflik yang terjadi bersifat vertikal,
maka yang terjadi di Banyuwangi, dan kini juga di Jakarta, Minggu (22/11) lalu, di permukaan tampak
sebagai konflik antar kelompok masyarakat. Benarkah itu?
Kita belum bisa memastikan apa yang terjadi pada setiap kerusuhan yang berlangsung sejak Mei (sebelum
Presiden Soeharto lengser) hingga sekarang. Yang pasti kita melihat kondisi sosial politik yang sama sekali
tidak kondusif bagi berkembangnya perekonomian. Tapi bagaimana menanggapi indikator ekonomi akhir-
akhir ini? Yang mungkin dianggap terpenting untuk diperhatikan adalah pergerakan nilai tukar rupiah
terhadap dollar AS yang terus men•erus tampak membaik. Ketika naskah ini ditulis kurs mencapai
Rp7.750,OO per dollar.
Kondisi ini betul-betul memberikan rasa cerah, terutama di kalangan birokrasi tingkat atas. Ini terasa dari
ucapan Menko Ekuin Ginanjar pada "lndonesia Forum" yang mulai agak berani menyebut berlangsungnya
pemulihan ekonomi Indonesia. Dia menambahkan dua indikator lainnya, yaitu inflasi yang mulai terkendali,
terutama dengan merujuk deflasi di bulan Oktober serta penurunan tingkat suku bunga yang cukup berarti.
Kendati memang positif, sebenarnya yang terjadi itu adalah hal yang jauh dari memadai. Penurunan tingkat
suku bunga itu, belumlah bisa membuka keadaan yang membuat bank mulai menjalankan fungsi
intermediasinya. Fungsi intermediasi hanya bisa berlangsung bila suku bunga deposito lebih rendah daripada
suku bunga pinjaman, sementara jumlah pinjaman meningkat sehingga terjadi peningkatan investasi dan
pertumbuhan produksi.Yahg terjadi sekarang, meski tingkat suku bunga deposito untuk satu bulan turun
menjadi sekitar 50%, kondisinya tetap negative spread. Debitor-debitor lama tidak bisa ditingkatkan suku
bunganya, sementara kalaupun bank-bank itu memperoleh positive spread dengan membeli Sertifikat Bank
Indonesia (SBI), tetap saja secara keseluruhan negative spread masih amat besarnya.
Inilah situasi yang yang membuat bunga yang harus dibayar kepada deposan memakan modal, dan juga
memakan rasio wajib minimum, sehingga bank-bank berada dalam kondisi insolvent. Saya kira Bank
Mandiri yang baru didirikan masih amat sulit untuk diharapkan dapat berjalan secara fungsional, karena
semua bank negara yang kini merupakan bagian dari Bank Mandiri itu, praktis insolvent.
Di pihak lain, inflasi yang terkendali itu sama sekali tidak mengubah kenyataan, pada akhir tahun bisa
dipastikan kenaikan harga bisa sampai di atas 80%. Kalaupun ada perbedaan dari angka itu, jumlah tersebut
cukup untuk menyatakan betapa kondisi kenaikan harga amat memukul rakyat sebagai konsumen.
Kondisi rakyat sebagai konsumen ini bagi saya jauh lebih penting daripada upaya pengembangan ékonomi
kerakyatan yang bertumpu pada posisi rakyat sebagai produsen dalam bentuk usaha kecil, menengah dan
koperasi. Mengapa? Karena saat ini upaya mencegah adanya kelaparan dan malnutrisi jauh lebih penting
daripada pengembangan usaha tersebut. Alasan saya untuk ini amat jelas.
Studi UNICEF yang dikutip The Asian Wall Street Journal minggu lalu menyebut, 50% dari bayi Indonesia
dibawah dua tahun mengalami malnutrisi yang parah, sehingga mereka akan kehilangan 10-15 point IQ-nya.
Ini harus pula ditambah dengan fakta yang orang sering lupakan, yaitu dari 80 juta orang yang diperkirakan
hidup di bawah kemiskinan absolut, tingkat kemiskinan merekapun berbeda-beda.
Jadi bisa saja Sekitar 60-65 juta yang hidup di bawah kemiskinan absolut itu, dapat memperoleh konsumsi
kalori yang mendekati 2.100. Tapi bukan tidak mungkin antara 15-20 juta orang yang paling bawah, amat
sulit memperoleh kalori yang katakanlah bahkan 1.000 pun tak mereka dapatkan karena daya beli mereka
yang rendah.
Mereka inilah yang bisa menjadi orang-orang yang kelaparan dan mengalami proses penderitaan kemiskinan
yang mengerikan. Mereka ini yang menurut Amartya Sen dapat memperoleh apa yang disebut inflation
induced famine, sesuatu yang pernah terjadi di Bengala Barat pada 1943. Bagaimana hubungan nasib mereka
itu dengan stabilitas politik? Bagi orang-orang kelaparan, yang paling penting adalah tetap hidup dan demi
tetap hidupnya itu, maka penjarahan, perusakan harta benda orang lain, amat boleh jadi tak mereka pedulikan
sebagai sesuatu yang dilarang secara hukum.
Inilah yang jauh lebih mengerikan daripada demontrasi mahasiswa, serta konflik horizontal yang kini terjadi.
Bayahgkan bila 10-15 juta orang bergerak entah di mana, tapi sangat boleh jadi di kota-kota di Pulau Jawa,
maka akibatakibatnya mungkin sekali tak tertahankan bagi kondisi kesatuan kehidupan bernegara ini. Karena
itu stabilitas politik yang kita dambakan ini hanyalah bisa dicapai bila sumber-sumber ketidakstabilan
tersebut yang berlangsung pada tiga dataran dapat dikendalikan.
Dataran pertama dan yang terpenting adalah bagaimana mencegah terjadinya kelaparan yang meluas. Dalam
hal ini apa yang disebut sebagai
jaringan pengaman sosial (social safety net) yang didengung-dengungkan haruslah bekerja efektif
dalam bentuk memahami lokasi potensi kelaparan dan mempersiapkan jaringan distribusi serta pergudangan
yang diperlukan untuk delivery pangan yang sifatnya sesegera mungkin.
Dataran kedua adalah potensi konflik horizontal. Disitu unsur perbedaan suku, agama dan rast harus dapat
dicegah jadi konflik terbuka. Ini membutuhkan leadership, terutama pada pimpinan masyarakat.
Dataran ketiga yang amat musykil adalah mencegah konflik vertikal yang merupakan masalah yang
bertumpu pada proses demokratisasi dan penegakan hak-hak azasi manusia yang perjuangannya dimotori
mahasiswa. Disini kita memerlukan penyelesaian tragedi Semanggi secepat/seadil mungkin. (DR. Sjahrir,
staf pengajar Fakultas Ekonomi dan Pascasarjana Universitas Indonesia, Ketua yayasan Padi dan kapas, serta
Managing Director ECFIN Jakarta) (Surabaya Post, Selasa, 24 Nopember 1998).

Perhatikan komentar ini, DR. Sjahrir, ahli ekonomi mengetahui betul kondisi perekonomian Indonesia
dewasa ini. la punya prediksi bahwa keada an ekonomi Indonesia masih akan terus mengalami kesulitan jika
tidak segera mengatasi tiga dataran yang disebutnya sebagai dataran mecegah kelaparan, potensi konflik
horizontal dan konflik vertikal. Ketika Menko Ekuin Ginanjar Kartasasmita mengatakan perekonomian
Indonesia mulai pada masa pemulihan, Sjahrir segera melontarkan komentarnya dan dimuat pada halaman
satu harian sore Surabaya Post.
entah di mana, tapi sangat boleh jadi di kota-kota di Pulau Jawa, maka akibatakibatnya mungkin sekali tak
tertahankan bagi kondisi kesatuan kehidupan bernegara ini. Karena itu stabilitas politik yang kita dambakan
ini hanyalah bisa dicapai bila sumber-sumber ketidakstabilan tersebut yang berlangsung pada tiga dataran
dapat dikendalikan.
Dataran pertama dan yang terpenting adalah bagaimana mencegah terjadinya kelaparan yang meluas. Dalam
hal ini apa yang disebut sebagai
jaringan pengaman sosial (social safety net) yang didengung-dengungkan haruslah bekerja efektif dalam
bentuk memahami lokasi potensi kelaparan dan mempersiapkan jaringan distribusi serta pergudangan yang
diperlukan untuk delivery pangan yang sifatnya sesegera mungkin.
Dataran kedua adalah potensi konflik horizontal. Disitu unsur perbedaan suku, agama dan rast harus dapat
dicegah jadi konflik terbuka. Ini membutuhkan leadership, terutama pada pimpinan masyarakat.
Dataran ketiga yang amat musykil adalah mencegah konflik vertikal yang merupakan masalah yang
bertumpu pada proses demokratisasi dan penegakan hak-hak azasi manusia yang perjuangannya dimotori
mahasiswa. Disini kita memerlukan penyelesaian tragedi Semanggi secepat/seadil mungkin. (DR. Sjahrir,
staf pengajar Fakultas Ekonomi dan Pascasarjana Universitas Indonesia, Ketua yayasan Padi dan kapas, serta
Managing Director ECFIN Jakarta) (Surabaya Post, Selasa, 24 Nopember 1998).
2. Artikel
Artikel adalah opini masyarakat yang dituangkan dalam tulisan tentang berbagai soal, mulai dari politik,
ekonomi, sosial, budaya, teknologi bahkan olahraga. Bedanya dengan komentar, jika komentar tulisannya
terfokus untuk menanggapi atau mengomentari nuansa/fenomena dari suatu permasalahan yang terjadi.
Sedangkan artikel, penulisannya tidak sekedar mengomentari masalah, tetapi bisa juga mengajukan
pandangan, pendapat atau pemikiran lain, baik yang sudah banyak diketahui masyarakat maupun yang belum
diketahui. Misalnya, terjadi perkembangan teknologi baru, mengenal lebih jauh tentang kehidupan wanita,
dan sebagainya. Bisa juga artikel berisi mengomentari pendapat orang lain yang muncul di tengah-tengah
kehidupan masyarakat.
Penulisan artikel bisa berdasarkan gagasan murni dari si penulis, bisa juga mengambil dari sumber lain.
Misalnya referensi kepustakaan, gagasan orang lain, renungan tokoh masyarakat dan sebagainya. Penulisan
artikel tidak terikat dengan waktu, tidak terikat bentuk berita, gaya bahasa, dan teknik penulisan jurnalistik
lainnya. Tetapi agar artikel ini dibaca oleh publik, penulisnya harus memperhitungkan aktualitas, gaya
penulisan serta panjang pendeknya artikel.
Meskipun artikel termasuk dalam kelompok public opinion (opini publik), tetapi penulisnya tidak hanya
terdiri dari orang-orang di luar pengelola penerbitan pers. Wartawan, redaksi bahkan pekerja pers lainnya
yang mampu menulis artikel bisa membuatnya. Hanya saja dalam memberikan pandangan, pendapat atau
pemikiran lain, diatasnamakan dirinya sendiri. Itu sebabnya, nama penulisnya selalu ditulis lengkap, untuk
mempertanggungjawabkan isi tulisannya.

Contoh artikel sebagai berikut

KONTROL KEBEBASAN PERS


oleh: Pujo Suharso
Suatu prinsip dalam dunia pers yang sering mengemuka adalah kehidupan pers hanya mungkin tumbuh
apabila pers mengangkat ke permukaan berbagai hal yang perlu diketahui sebanyak mungkin masyarakat
secara akurat dan benar. Untuk dapat merealisasikan prinsip itu, prasyarat penting yang harus dipenuhi
adalah adanya kebebasan pers. Saat Habibie menggantikan pemerintahan Soeharto, periode itu merupakan
angin segar bagi kebebasan pers Indonesia. Pers punya ruang ekspresi yang begitu luas. Demikian pula
dengan masyarakat dapat mengartikulasikan aspirasi sebebas-bebasnya, bahkan terkesan lebih liberal
dibanding masyarakat liberal di barat sekalipun.
Institusi pers pada masa transisi ini, tak lagi memerlukan SIUPP. Siapapun yang punya duit bisa
mendirikan penerbitan pers. Tak pelak ratusan tabloid dan koran baru bermunculan, bak cendawan di musim
hujan. Isi pemberitaan juga mengalami revolusi. Apa yang dulu seakan-akan tabu untuk diberitakan,
berubah total. Masyarakat luas dengan mudah mengartikulasikan aspirasi dan suaranya lewat pers. Bahkan
berbagai hujatan, makian, dan kebencian bisa disalurkan lewat pemberitaan tanpa ada rasa tak berada pada
posisi puncak kebebasan. Pers mencapai orgasme kebebasan yang belum pernah diperoleh sepanjang negeri
ini berdiri. Jika dulu ancaman kebebasan pers lebih banyak berasal dari kontrol ketat pemerintah, pada masa
pemerintahan Gus Dur, nampaknya ancaman kebebasan itü datang dari masyarakat. Pemerintahan Gus Dur
mempunyai legimitasi sangat kuat, karena didukung oleh sistem pemilihan yang sangat demokratis.
Dalam mengawali pemerintahannya, Gus Dur di berbagai kesempatan selalu mengatakan, masyarakat,
pers, dan L SM jangan sampai kehilangan daya kritisnya. Kebebasan pers untuk memberikan kritik kepada
pemerintahan sangat diperlukan.
Namunı dibalik tuntutan Gus Dur itil/ pers saat ini nampaknya kembali mengalami ketidakleluasaan
menyampaikan kritik. Mengapa? Ada semacam ketakutan baru yang menghinggapi pers, yakni ketakutan
terhadap massanya Gus Dur dan Megawati. Jika dulu ketakutan itü datang dari pihak pemerintah dan
militer, saat ini pers ketakutan menghadapi massanya Gus Dur dan Megawati apabila pers mengkritik
secara tajam terhadap pemerintahan Gus Dur. ini juga diakui sendiri oleh ketua PWİ Pusat, saat dialog
seminar beberapa waktu lalü di Jakarta.
Apabila pada masa lalü pers ketakutan terhadap pencabutan SIUPP oleh penguasa, saat in pers ketakutan
oleh model demokrasi grudugan dengan pengerahan massa, yang mungkin akan dilakukan oleh para
pendukung kedua figur pimpinan nasional tersebut, apabila mereka dikritik habis-habisan.
Kasus ikian majalah Tempo dan Forum, juga kasus Miing di Indosiar memperkuat dugaan ketakutan pers
tersebut. Di Surabaya, ikian spanduk dua majalah mingguan Jakarta dicabut oleh massa pendukung partai
karena pimpinannya diekspos tidak sesuai menurut kemauan massa pendukungnya. Bukan tidak mungkin
majalah Tempo dan Forum nanti akan berhadapan dengan massa sebuah parpol beşar yang menuntut agar
pemberitaan itü dicabut. Bahkan tidak mungkin pula, model yang dipakai untuk menuntut dicabutnya
pemberitaan itü bukannya somasi atau ralat, tapi model demokrasi pengerahan massa yang mempunyai
kekuatan destruktif.
Demikian pula kasus Bagito group beberapa waktu lalu. Ketika Gus Dur dikritik penampilannya oleh
Bagito dan Gus Dur tidak tersinggung, malah massa Gus Dur yang akan mengadili apabila Bagito group
tidak unau minta maaf pada Gus Dur. Mengapa ketika Habibie dan Soeharto di eksploitasi suaranya yang
ditirukan oleh Butet, tidak ada yang memprotesnya.
Demikian pula yang terjadi dengan tabibid Demokrat. Ketika sampul tabloid itü memuat gambar Amien
Rais dengan taring seperti vampir, massanya melakukan demontrasi jalan ke kantor tabloid tersebut, dan
tidak melakukan somasi atau jalur hükum sebagaimana masyarakat demokratis di Barat, apabila merasa
dirugikan oleh pers.
Dari berbagai fenomena di atas dan kecenderungan kehidupan pers saat ini, otoritarianisme sipil dapat
menjadi ancaman baru kebebasan pers di negeri ini. Otoritarianisme sipil adalah sebuah kekuasaan sipil,
namun basis komunitas politiknya belum mempunyai kedewasaan politik dan pemahaman demokrasi yang
memadai. Otoritarianisme militer pada masa orde baru maupun yang tengah dipertontonkan oleh massa
pendukung parpol, memang bisa menjadi instrumen kontrol kebebasan pers. Namun, sistem kontrol melalui
otoritarianisme ini mengundang implikasi bagi terciptanya kehidupan politik demokratis. Karena itu, kontrol
pers lewat sistem politik otoritarianisme harus benar-benar dihindarkan.
Untuk menghindari ancaman kebebasan pers oleh pemerintah maupun masyarakat sipil dengan model
demokrasi jalanan, kebebasan pers itü sendiri perlu dikontrol dan diberikan kritik yang konstruktif. Kontrol
dan kritik terhadap kebebasan pers perlu dilakukan agar tidak terjadi trial by the press dalam kehidupan
keseharian masyarakat. Sehingga, kebebasan pers yang ada bisa dipergunakan sedemikian rupa, agar tercipta
penghormatan atas hak asasi manusia maupun kelompok masyarakat.
Kontrol akan bisa efektif jika ada sanksi. Jika upaya mengontrol pers secara wajar melalui tahap yang paling
dini tidak membawa hasil , akan ada dua kemungkinan.
PERTAMA, mencoba memanfaatkan sanksi yang ada di masing masing kelompok norma.
KEDUA, bisa saja memanfaatkan norma yang lebih mengikat, misalnya norma etika dengan memanfaatkan
keberadaan kode etik jurnalistik.
Pemanfaatan KEJ dalam menyelesaikan konflik pers lebih berguna, apabila dilakukan melalui apa yang
disebut dalam terminologi hükum modern sebagai alternative dispute resolution (ADR). Kontrol kebebasan
pers lewat mekanisme ADR ini akan menghindarkan penyelesaian konflik pers secara politis, yang
cenderung membuka peluang untuk memungkinkan siapa yang kuat memilih jalannya sendiri sehingga
mengancam kebebasan pers.
Lebih dari itil, kontrol terhadap kebebasan pers harus dilakukan lewat kontrol hukum. Masyarakat harus
dibiasakan dan disosialisasikan, kontrol terhadap kebebasan pers harus dilakukan lewat hukum, bukan model
grudugan yang destruktif. Kontrol hükum terhadap kebebasan pers, memang membutuhkan waktu, biaya dan
energi yang besar.
Namun harus disadari, model kontrol hükum merupakan pilihan terbaik dibanding model kontrol lain, seperti
lewat kode etik, kontrol sosiologis, apalagi kontrol model grudugan massa dengan mendatangi kantor-kantor

redaksi atau pers yang ada. Kelebihan kontrol hükum itil, antara lain:
Penama, terjadinya kepastian hukum. Di sini batas-batas pemberitaan yang boleh dan tidak boleh bisa
diketahui dan disepakati secara pastil berdasar hukum
yang berlaku. Biarlah lembaga peradilan yang memutuskan apakah pers telah menyalahi kebebasan atau
tidak. Bukan dengan cara main hakim sendiri.
Kedua, perangkat hukum juga harus bisa membuktikan dirinyæ mampu untuk menyelesaikan kasus-kasus di
bidang pers. Kasus pers yang telah diputus lembaga peradilan, bisa menjadi bahan kajian untuk menjaga agar
kebebasan pers tidak sampai menjadi pelanggaran hukum. Agar pers cukup akurat dalam menyajikan data,
mengutip pendapat, dan melukiskan suasana sehingga tidak merugikan kepentingan orang per orang,
kelompok masyarakat tenentu, maupun pemerintah.
Ketiga dengan mengontrol pers lewat jalur hukum, akan mendidik masyarakat menjadi komunitas politik
yang demokratis. Karena salah satu pilar penting tegaknya demokrasi adalah apabila terdapat supremasi
hukum. Dengan supremasi hukum, akan menghindari timbulnya sistem politik otoritarianisme oleh militer
maupun kelompok sipil, yang keduanya harus dipahami sebagai ancaman serius bagi kebebasan pers.
(Penulis adalah Mahasiswa Program Pascasarjana Unair). (Surya, Sabtu, 19 Februari 2000).
Perhatikan artikel di atas. Penulis mencurahkan pandangannya terhadap fenomena yang terjadi di tengah
masyarakat berkaitan dengan kebebasan pers pascaorde baru. Sebagai tulisan berdasarkan opini, penulis
dengan leluasa memberikan kritik terhadap perilaku massa pendukung partai-partai besar yang menggunakan
kekuatan, untuk memaksakan kehendaknya. Penulis juga memberikan jalan keluar (way out) untuk
mengembalikan kebebasan pers, dengan memberikan tiga cara guna mengontrol kebebasan pers agar tidak
kebablasan.
3. Surat Pembaca
Surat pembaca (letter to the editor) adalah opini publik yang cukup menarik dalam penerbitan pers.
Surat pembaca ini pula dijadikan sebagai umpan balik (feedback) bagi pengelola penerbitan pers untuk
mengetahui sejauhmana berita atau informasi yang disajikan itu dibaca/ditanggapi pembacanya. Karena
pengirim surat pembaca ini adalah publik yang pada umumnya adalah pelanggan atau pembaca maka
masalah yang ditulisnya beraneka ragam, terutama yang menyangkut dengan kehidupan mereka. Meskipun
pers Inggris menyebut surat pembaca ini sebagai letter to the editor, bukan berarti isi surat itu ditujukan
kepada redaksi. Memang semua surat pembaca ditujukan ke redaksi, tetapi tujuan sebenarnya untuk bisa
dimuat pada penerbitannya. Sedangkan isi surat pembaca itu sendiri bisa ditujukan kepada sesama pembaca,
kepada pemerintah, dan kepada semua saja yang berkaitan dengan kehidupan bermasyarakat. Isinya pun
beraneka mulai dari mengkritik, memprotes, mendukung sampai menyanjung.
Banyak manfaat yang diperoleh dengan adanya rubrik surat pembaca ini. Bagi sesama pembaca, rubrik
surat pernbaca ini cukup menarik karena datang dari berbagai lapisan masyarakat, dengan aneka
permasalahan dan keberanian mengungkap. Bahkan sebagian pendapat mengatakan surat pembaca dianggap
lebih berani dibanding dengan tajuk, komentar atau berita-berita sensasional Iainnya. Sedangkan bagi
redaktur penerbitan pers, surat pembaca selain sebagai umpan balik penerbitannya, juga dimanfaatkan untuk
menggali sumber informasi atau melakukan check and recheck terhadap pemberitaannya.
Penulis surat pembaca harus menyertakan identitas dirinya dan mau dimuat bersama dengan pemuatan
suratnya. Ini karena untuk menghindari sebutan surat tak bertuan atau surat kaleng. Ada juga penulis surat
pembaca yang meminta redaktur merahasiakan identitasnya. Jika redaktur menganggap perlu untuk
merahasiakan, bisa jadi pemuatan nama pengirim surat pembaca itu dirahasiakan. Tetapi pihak redaksi paling
tidak mengetahui dan yakin bahwa surat pembaca yang dimuatnya itu bukan surat kaleng.
Surat pembaca seringkali dijadikan sarana berkomunikasai antarsesama pelanggan. Banyak surat pembaca
yang mendapatkan tanggapan langsung dari pihak yang ditujunya. Misalnya keluhan terhadap kerusakan
jalan, ketidakberesan pengurusan KTP dan sebagainya. Instansi atau lembaga yang dituju oleh surat pembaca
itu, bisa menanggapi langsung dengan mengirim tanggapan kepada redaktur penerbitan pers yang
bersangkutan. Pihak redaktur pun wajib untuk memuat tanggapan tersebut.
Berikut contoh surat pembaca yang identitas penulisnya dirahasiakan oleh penerbit.
HATi-HATl PARKiR Dl MITRA
Pada hari Minggu, 30 Januari 2000, kira-kira pukul 20.00-21 .OO, saya dan anak saya pergi ke Balai
Pemuda (Pameran Furniture) untuk membeli hiasan dinding kaligrafi. Setelah lebih kurang I jam kami pulang
tapi ternyata alangkah terkejutnya ketika kami sampai di tempat parkir, mobil kami raib (hilang). Jenis mobil
Kijangcrand Extra '94 LSX abu-abu metalik. Sebelumnya kami telah membayar karcis parkir seharga Rp 1 .
000 dengan tulisan plat nomor L-1 221 -VH.
Pada waktu mobil hilang, karcis tersebut nnasih saya bawa, beserta ST NK dan kunci mobil. Dalam
penneriksaan polisi (POIsek Annbengan) saat itu juga, ditemukan karcis ganda. Aninya, petugas parkir
bagian ke luar juga menerima karcis parkir dengan nomor mobil saya. Namun karcis yang dipegang dengan
nomor kendaraan L-1 221. (tidak ada kode daerahnya). Anehnya, mengapa petugas itu tidak mengecek kode
daerah tersebut dan mengizinkan mobil keluar dari tempat parkir?.
Pada tanggal 31 Januari 2000 pagi saya menghubungi PT. Indo Ika di Jl. Mayjen Soengkono dengan Bapak
Suhito (Bapak Michael sedang sibuk).
Diperoleh keterangan PT. Indo Ika hanyalah mengurusi soal film saja (pengeIolaan film yang akan diputar)
soal parkir Mitra dikelola pihak Iain. Untuk itu diminta menghubungi Bapak Noor Sholeh ketua parkir
gabungan Mitra dengan Balai Pemuda.
Pada waktu berbicara dengan Bapak Noor Sholeh, dijelaskan bahwa pihak parkir juga ikut membantu dengan
cara menghubungi paranormal dan berjanji akan datang kerumah kami menyatakan ikut prihatin dengan
kejadian tersebut. Namun sampai sekarang Bapak Noor Sholeh belum datang kerumah sehingga
menimbulkan kesan pihak parkir Mitra tak acuh terhadap peristiwa hilangnya mobil kami atau hilangnya
mobil di pelataran tersebut dianggap tanggung jawab kami sendiri.
Kasarnya pihak parkir Mitra tidak ada urusan lagi dengan peristiwa walaupun kesimpulan dari pihak
kepolisian, hilangnya mobil itu akibat dary kelalaian pihak pengurus parkir Mitra yang tidak teliti sewaktu
memeriksa karcis keluar yang ternyata palsu.
Harapan kami, tunjukan rasa tanggung jawab Anda kepada kami, yang pada waktu membeli karcis
membayar sesuai dengan harga karcis. Para pembaca berhati-hatilah jika memarkir mobil Anda. Pada karcis
parkir Mitra terdapat tulisan "Barang rusak/hilang ditanggung oleh pemilik."Yang mungkin artinya ditempat
itu sering terjadi kehilangan mobil atau barang, dan- jika mobil atau barang-barang Anda hilang itu
merupakan kesalahan pemilik itu sendiri (nama dan alamat penulis ada pada redaksi) (Surabaya Post, Selasa,
29
Februari 2000).

Surat pembaca ini tidak mencantumkan identitas penulisnya. Bisa jadi penulisnya memang minta pada
redaksi untuk tidak memuat identitasnya, karena pertimbangan berbagai hal. Tetapi yang jelas pihak redaksi
tetap menyimpan identitas penulis tersebut. Boleh saja penulis meminta penerbit untuk tidak memuat
identitasnya, tetapi pertanggungjawaban terhadap isi surat itu tetap diperlukan. Karena ini menyangkut usaha
orang Iain. Jangan sampai surat pembaca ini disebut sebagai surat kaleng.

b. Opini Penerbit (desk opinion)


Opini penerbit (desk opinion) adalah pandangan, pendapat atau opini dari redaksi terhadap sesuatu
masalah yang terjadi di tengah masyarakat, dan dijadikan sajian dalam penerbitannya. Itu sebabnya, opini
penerbit sering juga disebut sebagai "Suara Redaksi". Yang mempunyai hak menulis adalah pemimpin
redaksi dari masing-masing penerbitan pers. Tetapi pada pelaksanaannya seringkali pemimpin redaksi
tersebut melimpahkan atau menugaskan orang Iain. Bisa menugaskan kepada salah seorang redakturnya atau
wartawan senior pada penerbitan itu atau bahkan kepada orang Iain yang sangat dipercaya untuk bisa
mewakili penerbitannya.
Penulisan opini penerbit ini bisa digunakan untuk menjelaskan informasi yang disajikan, mengkritik
kebijaksanaan penguasa, memberikan gambaran suasana yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Karena
perusahaan penerbitan pers umumnya berbentuk badan hukum, dimana badan hukum itu ada yang
membiayainya maka tidak jarang penulisan Opini penerbit itu ada kaitannya dengan misi dan visi badan
hukum yang menaungi penerbitannya. Sebagai contoh, jika perusahaan penerbitan pers tersebut di bawah
naungan suatu partai politik, misalnya maka penulisan opini penerbit itu lebih banyak membawakan misi
dan visi partai politik tersebut.
Demikian juga dengan penerbitan pers yang berada di bawah lembaga sosial atau lembaga-lembaga Iainnya.
Ada juga perusahaan penerbitan pers yang menyatakan dirinya independen atau tidak berada di bawah
naungan partai politik atau lembaga tertentu. Jika ini terjadi, umumnya tulisan opini penerbitnya digunakan
untuk mengkritik kebijakan publik, dan sebagainya. Opini penerbit biasanya ditulis dalam beberapa bentuk,
seperti Tajuk Rencana, Pojok, Catatan Kecil, dan Karikatur.
1. Tajuk Rencana
Tajuk Rencana, ada juga yang menyebutnya sebagai "Catatan Redaksi", bahasa kerennya adalah "Editorial".
Sebelum ada istilah tajuk rencana, koran-koran kuno menamakan opini penerbit ini sebagai "Induk
Karangan" yang menerjemahkan bahasa Belanda "Hoofd Artikel". Di Inggris, sebutan editorial jarang
dikenal. Yang ada adalah sebutan "Leader News". Penulisnya disebut sebagai "Leader Writer". Dalam kamus
bahasa Indonesia, karangan WJS Purwodarminto, tajuk rencana diartikan sebagai induk karangan pada surat
kabar/majalah.
Tajuk rencana merupakan sikap, pandangan atau pendapat penerbit terhadap masalah-masalah yang sedang
hangat dibicarakan masyarakat, Menulis tajuk memerlukan situasi dan kondisi tertentu yang sangat clipe•
ngaruhi Oleh peristiwa atau kejadian pennberitaan sehari-hari.Tajuk tidak bisa mengupas suatu kejadian yang
sudah lama berlangsung. Tajuk juga menggambarkan falsafah dan pandangan hidup dari penerbitnya.

Sikap itu bisa eksplisit atau implisit.

Menurut Lyle Spencer dalam bukunya "Editorial Writing" yang dikutip oleh Dja'far H. Assegaff dalam
bukunya "Jurnalistik Masa Kini", tajuk rencana merupakan pernyataan mengenai fakta dan opini secara
singkat, logis, menarik ditinjau dari segi penulisan dan bertujuan untuk mempengaruhi pendapat atau
memberikan interpretasi terhadap suätu berita yang menonjol sebegitu rupa sehingga bagi kebanyakan
pembaca surat kabar akan menyimak pentingnya arti berita yang ditajukkan tadi (Dja'far H. Assegaff: 1991).

Tajuk rencana biasanya ditulis secara panjang, untuk memberikan kesempatan kepada penulisnya
memasukkan analisis dan menguraikan permasalahan yang ingin diungkapkannya. Karena tajuk rencana
mempunyai kebebasan dalam menguraikan masalah, maka ada beberapa fungsi mengapa tajuk rencana itu
sepertinya mutlak harus dimiliki oleh penerbitan pers, khususnya surat kabar dan majalah. Jenis tajuk
rencana antara lain:

a. Meramalkan (forcasting). Penulis tajuk rencana jenis ini, bisa memasukkan imajinasinya, untuk
memprediksi atau meramal kejadian-kejadian yang akan datang berdasarkan informasi yang
melatarbelakangi ditulisnya tajuk rencana ini.

b. Memaparkan (interpretating). Penulisan tajuk rencana bisa digunakan untuk memaparkan kembali
berita atau peristiwa yang kurang jelas dalam pemuatan penerbitannya. Di sini, penulis tajuk bisa berfungsi
sebagai guide dalam memperjelas informasi pemberitaannya.

c. Mengungkapkan (explorating). Selain bersandar pada informasi pemberitaan penerbitannya, penulis


tajuk rencana bisa mengangkat permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat sebagai sumber informasinya.
Penulis tajuk seperti ini harus mempunyai kepekaan dalam menjaring aspirasi masyarakat.

Tajuk rencana yang baik adalah yang mempunyai wawasan luas dan dapat memprediksi masa depan. la harus
bisa memberikan beberapa pilihan pemikiran untuk membahas suatu masalah.

Tajuk rencana bisa mengkritik, mempertanyakan, mendukung atau bahkan mencela keputusan yang diambil
oleh penguasa, atau pemikiran yang timbul di tengah masyarakat. Karena itu, tidak jarang jika tajuk rencana
dipakai oleh para pengambil keputusan untuk menentukan langkah dalam menghadapi permasalahan yang
ada,

Berikut contoh dari sebuah tajuk yang bersifat mengungkapkan.

Tajük 'Rencana’

MENCOBA MEMAHAMI DAN MENANGGAPI

GEJALA MAİN HAKIM SENDIRI


Kasus narkoba begitu merajalela sehingga orang terhenyak dan ketakutan. Korban kecanduan obat
terlarang ini berlipat jumlahnya, disebut angka 2 juta untuk Jakana saja. Peredarannya meluas ke daerah-
daerah. Operasi oleh Polri berhasil menangkap sekaligus menunjukkan betapa nyata dan dramatisnya
peredaran obat terlarang. Betapa pedihnya orang-orang yang menjadi korban apalagi kebanyakan korban itü
anak-anak muda.

Adalah sehat dan maşuk akal, masyarakat bangkit mengambil nasibnya sendiri. Di berbagai tempat seperti di
Jakarta, masyarakat bertindak sendiri menangkap, mengusir, dan merusak tempat serta rumah-rumah yang
dipakai jual beli dan memakai narkoba. Tindakan masyarakat menjadi hakim sendiri.

Ketika misalnya sasaran main hakim sendiri itü semakin marak dan timbul ekses-ekses, kita berpikir ulang.
Bangkit melawan narkoba dan kita dukung bagaimana dengan cara main hakim sendiri?

Sasaran main hakim sendiri disinyalir bagai bertambah luas dan sering. Sasarannya bermacam-macam
seperti tempat maksiat, judi, dan prostitusi. Juga di sini, kesadaran dan tanggung jawab masyarakat itü positif
dan sehat. Masyarakat mengambil oper nasibnya di tangan sendiri, yakni nasib lingkungan hidup yang sehat,
sejahtera, bersusila.

Akan tetapi juga dalam hal ini kita mempertanyakan dan menggugat diri, apakah benar main hakim sendiri?
Kita menduga, kesadaran, kepekaan dan tanggung jawab masyarakat terhadap wabah sosial itü sudah pada
tempatnya dan karena itü positif dan terpuji. Perihal tindakannya, yakni main hakim sendiri, kita cenderung
untuk mengatakan jangan. Tindakan main hakim sendiri membawa konsekuensi dan implikasi yang juga
meresahkan masyarakat serta merongrong kepastian dan wibawa hukum. Sekalipun sikap kita tidak
membenarkan bahkan mengancam main hakim sendiri, hal itü tidak begitu saja. Sikap menolak dan
mencemaskan main hakim sendiri diseftai pencarian şebab dan latar belakang, mengapa masyarakat main
hakim sendiri? Mengapa main hakim sendiri cenderung meluas dan sering.

Dari para pakar di berbagai bidang dan lingkungan kemasyarakatan, kita sudah mendengar şebab Clan
musababnya. Apa gunanya kita pertimbangkan benar pendapat para pakar itu. Kita uji dengan pengalaman
dan pengamatan kita masing-masing. Keadaan buruk dibiarkan lama berlarut-larut. Keluhan dan protes
masyarakat lingkungan dan masyarakat umum, tidak dihiraukan, Tidak terjadi dialog dan komunikasi,
bagaimanakah sebaiknya menghadapi persoalan itü şetla bagaimana sebaiknya memecahkan persoalan itil,
Persoalannya secara obyektif açap kali tidak sederhana. Ambilah sebagai contoh prostitusi. Prostitusi tidak
belik. Prostitusi ada. Segala upaya ditempuh tetapi. curan masih tetap ada. Kecuali secara terus menerus
membertkan persuasi, dan penindakan, munculah opsi: prostitusî dilokalisłr atau dibiarkan liar. Perjudian
menunjukkan dilema serupa dilokalisir atau dibiarkan liar.

Sepanjang daîam masyarakat tidak terjadi perubahan, pilihan-pilihan alternatif bisa diberlakukan. Begitu
terjadi perubahan timbul gugatan baru. Perubahan itu bisa disebabkan oleh marak dan liarnya prostitusi dan
judi sehingga batas-batas yang membuat hal itu selama ditenggang, goyah dan tidak berlaku. Perubahan
dapat disebabkan oleh persepsi masyarakat yang berubah secara wajar maupun secara tidak wajar. Sebutlah
rekayasa terhadap penyakit-penyakit sosial itu. Kita pun tahu, persoalan yang mengandung unsur
dilematis dan serba mendua semacam itu, peka terhadap berbagai kemungkinan rekayasa. Dimana aparat dan
perangkat masyarakat, yakni aparat dan perangkat pemerintah terlibat? Jika aparat dan perangkat pemerintah
entah oleh faktor-faktor apa saja, menjadi kurang peka, menjadi masa bodoh. Semakin parah, jika
kemerosotan sikap aparat dan perangkat juga disebabkan oleh faktor uang, sebutlah kolusi.
Itulah sebabnya, upaya menjaga maraknya main hakim sendiri, dikaitkan langsung dengan dan peneguhan
kembali integritas, kompetensi profesional dan disipțin aparat dan perangkat. Tetapi faktor itupun tidak bisa
kita lepas begitu saja. Kita semua, masyarakat, pemerintah, dan aparatnya sedang berada dalam perubahan
dan pancaroba. Amatlah komplek dan tali temati kondisi dan sosok perubahan dan pancaroba itu.
Terlalu lama kemerdekaan dan keleluasaan masyarakat dikekang dan ditekan. Perangkat dan aparat yang
menjadi instrumen pengekang dan penekan terlalu lama cenderung merajalela, tidak bersih,
menyalahgunakan wewenang dan kesempatan. Terjadilah bukan hanya pengekangan, tetapi juga rasa tidak
adil. Ketika reformasi pro kemerdekaan dan kebebasan tiba, terbukalah semua klep-klep penutup selama ini.
Menurut karakter dan pembawaannya, ekonomi pasar dan demokrasi melepaskan semua kekuatan yang
selama ini terhambat.
Pada masyarakat Indonesia yang lama merasakan tekanan, kekangan dan hambatan itu, berlangsung proses
akumulasi. Ketika bendungan jebol, meluaplah air, ibarat air bah. Perubahan menjadi kata kunci, apapun
artinya, arahannya dan ikut-ikutannya. Sekaligus kita dihadapkan pada arah dilematis yang dibawa oleh
kenyataan bahwa kita masuk dalam jaringan global. Masing-masing kita anggota masyarakat dunia, sekaligus
anggota masyarakat lokal. Semakin kental kita terseret menjadi anggota masyarakat global, semakin intensif
perasaan dan sentimen kita sebagai anggota masyarakat lokal. Munculah fenomena ketegangan.
Pada masyarakat majemuk seperti masyarakat bangsa kita, beban dan Intensitas arah serba dilematis (tu
semakin rumil, iauh lebih rumît dari

masyarakat yang homogen. Kenyataan itulah yang sedang kita alanni bahkan dialami dalam tingkat Intensitas
yang tinggi, tegang dan berkonflik.
Kita bisa lebih panjang membahasnya. Cukup kiranya dikemukakan, kecuali menyampaikan saran seperti
penegakan dan peneguhan integritas serta kompetensi profesional aparat, disiplin dan komitmennya, perlu
dipertimbangkan dimensi lain. Dimensi lain itu itu, akhirnya tiba pada kenyataan bahwa kita sedang
menghadapi perubahan dan pancaroba. Oleh karena itu, kita juga harus dapat menghadapi dan menangani
perubahan dan pancaroba itu.
Kita juga disadarkan, perubahan dan pancaroba itu harus kita hadapi dalam peralihan dari otokrasi ke
demokrasi, dari serba tertutup ke serba terbuka, dari pengekangan ke kebebasan. Luar biasa rumitnya, luar
biasa luas tantangan dan kesempatan yang ditawarkan. Mau tidak mau, kita harus senantiasa menghentakkan
wesadaran kita dan secara kritis mencoba memahami permasalahan yang kita hadapi. Bangsa merdeka ialah
bangsa yang sadar. Warga merdeka adalah juga warga yang sadar dan terus menerus beretleksi serta berlaku
secara kritis (Kompas, Kamis 16 Desember 1999).

2. Pojok

"Pojok" adalah opini penerbit yang penyajiannya dilakukan secara humor.


Sentilan lucu terhadap sesuatu kejadian yang dimuat dalam penerbitannya. Beda dengan tajuk, pojok
ditulis amat singkat, lugas, menohok, tetapi tidak kehilangan ketepatan dan antisipasi permasalahan yang
di "pojok" kan. Penulis pojok bisa dilakukan oleh pemipin redaksi, wartawan senior, atau orang lain yang
dipercaya bisa mewakili penerbitnya.

Penulisan pojok biasanya menggunakan huruf yang berbeda dengan huruf yang digunakan penerbitannya.
Pojok menggunakan kolom kecil dengan kalimat-kalimat pendek yang menggelitik. Rubrik ini biasanya
mempunyai penggemar tersendiri. Bahkan ada kalanya pembaca menjadi merah raut mukanya, jika sentilan
dari pojok ini mengena padanya. Nama pojok dalam rubrik ini, semula karena penempatannya selalu di
pojok atau sudut halaman opini surat kabar. Tetapi tidak demikian pada penulisan di majalah. Karena itu
namanya tidak selalu dengan "pojok" tetapi bisa juga dengan "catatan kecil", "tendangan bebas", "sentilan"
dan lain sebagainya. Inilah beberapa tulisan opini penerbit dalam bentuk "pojok".

POJOK KOMPAS

- Sejumlah kalangan merisaukan pertemuan Presiden Gus Dur dengan Marimutu Sinivasan akan
melemahkan penegakan hukum kasus Texmaco.
- Wajar risau, sebab memang sangat layak diduga.
- Para Penegak Hukum dituntut mawas diri menyusul maraknya tindak pemaksaan kehendak secara
melawan hukum.
- Kata lain dari: Hai penegak hukum berhentilah melawan hukum.
- Seribu kuli angkut Pasar Induk Cibitung, Bekasi, terlibat aksi perkelahian antar kelompok
memperebutkan lokasi kerja.
- Beda dengan pelaku tauran pelajar/ perang petasan , motif mereka jelas berjuang untuk hidup

3, Karikatur

Karikatur (carricature/cartoon) adalah bagian dari opini pcnerbit yang dituangkan dalam bentuk gambar-
gambar khusus. Semula karikatur ini hanya merupakan selingan atau ilustrasi belaka. Tetapi perkembangan
gelanjutnya, karikatur dijadikan sarana untuk penyampaian kritik yang sehat. Dikatakan kritik sehat karena
penyampaiannya dilakukan dengan gambar-gambar lucu dan menarik.
- Beda dengan tajuk rencana maupun pojok, pembuat karikatur ini bukan Oleh pemimpin redaksi atau
wartawan senior, tetapi oleh orang-orang khusus yang bisa menggambar secara kontinyu. Namun
demikian, ide dari kritik yang digambarkan itu tetap berasal dari redaksi. Bisa jadi kartunis (istilah
penggambar karikatur) adalah orang luar yang mendapat

3, Periklanan (Advertisment)

Periklanan adalah kegiatan memasok penghasilan bagi perusahaan penerbitan pers dengan jalan menjual
kolom-kolom yang ada pada surat kabar atau majalah dalam bentuk advertensi (advertising). Iklan
merupakan sumber pendapatan sampingan (selain menjual berita) bagi perusahaan penerbitan pers. Jika
dikelola dengan baik, iklan dapat menjadi penghasilan utama yang sangat menunjang bagi bjsnis media
massa cetak Iklan dalam penerbitan pers dibagi dua jenis, Iklan umum dan Iklan khusus. Iklan umum, artinya
iklan yang diperuntukkan bagi kepentingan bisnis. Misalnya, iklan promosi dari perusahaan swasta, instansi
pemerintah, lembaga bisnis. Sedangkan iklan khusus adalah iklan yang diperuntukkan bagi kegiatan sosial.
Misalnya, pengumuman, iklan keluarga, iklan layanan masyarakat dan sebagainya. Yang membedakan antara
iklan umum dan iklan khusus adalah harga dari iklan-iklan tersebut. Biasanya iklan umum lebih mahal
daripada iklan khusus. Dilihat dari bentuknya, iklan pada penerbitan surat kabaratau majalah dibagi dalam 3
(tiga) bentuk. Masing-masing bentuk mempunyai aturan dan harga sendiri-sendiri. Ketiga bentuk iklan
tersebut adalah: iklan display, iklan baris dan advertorial atau lebih dikenal dengan istilah pariwara.

a. Iklan Display
Iklan display memakai ukuran milimeter/kolom. Ukuran ini pula yang menentukan harganya. Misalnya
harga iklan Rp 10.000,00 per mm/kolom. Artinya harga tersebut adalah untuk ukuran tiap satu milimeter,
dalam satu kolom. Cara menghitungnya, milimeter dihitung dari ujung bagian atas iklan, ke bagian bawah.

Sedangkan ukuran kolom, dari ujung kiri iklan, ke kanan menurut jumlah kolom yang tersedia pada surat
kabar atau majalah tersebut. Materi iklan display iklannya bisa gabungan antara huruf dan gambar. Iklan
display itu sendiri sebenarnya masih dibagi lagi menjadi 3 (tiga), yaitu iklan display biasa dan display
keluarga, dan iklan display koloman. Yang membedakan adalah jumlah ukuran dari iklan tersebut. Iklan
display biasa dan iklan display keluarga, ukurannya bebas. Pemasang boleh menentukan besar kecilnya
iklan yang ingin dipasangnya. Sedangkan Iklan display koloman, ukurannya ditentukan oleh perusahaan
surat kabar atau majalah yang bersangkutan, dengan harga yang berbeda pula. Misalnya harga iklan display
biasa Rp per mm/koloni, iklan display keluarga RI) 8.000,00 per mm/kolom, dan iklan display koloman Rp
per mm/kolom. Ukuran iklan display koloman, biasanya dibatasi untuk satu
tiap kali pemuatan, yaitu maksimal 1 kolom x 100 milimeter, ada juga yang membatasi dengan 2 kolom x 100
milimeter. Artinya, jika iklan display koloman itu melebihi balas maksimal, maka dihitung sebagai iklan display,
sehingga harganya pun lebih mahal.

Contoh iklan display biasa, Harian Surya, 18 Juli 2000

Contoh iklan display keluarga, Harian Jawa Pos, 7 Juli 2000


Contoh iklan display kolom, Ilarian Surya, Il Juli 2000

b. iklan baris
Iklan baris adalah iklan yang hanya terdiri dari baris huruf-huruf. Iklan baris bisa dikemas dalam beberapa bentuk
seperti "Iklan baris dengan huruf biasa", "lklan baris dengan huruf lebih besar","lklan baris positif" atau "Iklan
baris negatif (dasar hitam tulisan putih)". Iklan baris jumlah kata-kata yang diiklankan, dibatasi barisnya dalam satu
kolom. Misalnya minimal 4 baris, maksimal 8 atau 10 baris.
Pada beberapa perusahaan penerbitan pers memberi nama iklan baris dengan berbeda-beda. Ada yang menyebut
Iklan Baris, Iklan Jitu, Iklan Mini, Iklan Pas dan sebagainya. Harga iklan baris ditentukan bukan berdasarkan
jumlah "kata" dalam iklannya, tetapi menurut jumlah baris dalam kolom surat kabar atau majalah. Harga iklan baris
antara satu penerbitan dengan penerbitan lainnya berbeda. Biasanya dihitung
NAMA : GILANG ADITYA RAKADEA
NPM : D1E012102

Contoli ilclan baris, haman sore Surabaya Post, 9 Juli 2000

c. Iklan Pariwara
Pariwara, iklan yang berbentuk berita atau artikel. ltu sebabnya periwara disebut juga sebagai advetorial. Istilah
advetorial merupakan gabungan dari kata advertensi dan editorial. Sedangkan bentuk iklan pariwara antara satu
surat kabar dengan surat kabar Iainnya berbeda. Ini ada kaitannya dengan gaya penulisan berita pada masing-
masing media cetak. Biasanya bentuk penyajian iklan pariwara ditentukan pada saat penawaran dari masing-
masing media cetak.

Iklan pariwara juga memakai ukuran milimeter/kolom. Ukuran ini pula yang menentukan harganya. Bentuknya
bisa berupa berita atau artikel. Untuk membedakan bahwa ini iklan pariwara, redaktur memberi inisial (kode) pada
akhir tulisanya berupa tanda bintang atau langsung disebut pariwara /advetorial. Tidak seperti penulisan berita atau
artikel biasa yang diberi kode wartawan atau penulisnya, iklan pariwara atau advetorial juga membatasi ukuranya.
Tetapi yang dibatasi bukan ukuran maksimalnya, melainkan ukuran minimalnya. Misalnya ukuran iklan pariwara
pada penerbitan surat kabar atau majalah minimal 5 kolom x 150 milimeter. Ini dimaksudkan agar iklan tersebut
bisa benar-benar mirip berita atau artikel. Ada juga iklan pariwara yang sampai satu halaman penulà pada sebuah
penerbitan surat kabar.

maanajer iklan atau kepala bagian iklan pada perusahaan penerbi pers, harus mampu membedakan mana informasi
yang bisa (liket menjadi iklan, dan mana informasi yang hanya diperuntukkan b pemberitaan. Pengoperasian
"Pabrik Semen Tuban" di Jawa Timur ya peresmiannya dilakukan oleh Presiden misalnya, bisa dibuat menj bcrita,
bisa juga dikemas menjadi pariwara. Dari segi tujuan dibangunn pabrik itu, serta pesan-pesan yang disampaikan
Presiden pada saat mer mikan, layak dibuat dalam bentuk berita. Tetapi masalah harga, manfa sasaran, dan
kegunaan dari produk semen itu, bisa dikemas menjadi ikl tersendiri, yaitu pariwara atau advetorial. Untuk itu,
diperlukan kerjasar antara redaktur dengan manajer iklan, dalam hal pembagian tugasn Mana yang digarap menjadi
berita oleh wartawan, dan mana yang bi digaet iklannya melalui pariwara.a
etorial), Jawa Pos 15 Juli 200
BAB 4

MANAJEME PENERBITAN PERS


BAB 4

1. Berbisnis Melalui Pers

ebagaimana diuraikan pada bab I, pers menurut leksikon komunikasi ditinjau dari segi kelembagaan merupakan
kependekan dari istilah persuratkabaran, yaitu suatu lembaga yang mengelola informasi terdiri dari fakta dan
opini, yang disajikan kepada masyarakat sebagai salah satu komoditi. Istilah persuratkabaran dalam kaitannya
dengan sebutan pers, bukan hanya terdiri dari surat kabar, majalah atau barang cetakan saja. Tetapi
termasukjuga media elektronika, seperti radio, televisi, film, dan internet.
Dengan demikian pers sebagai lembaga, seperti halnya dengan lembaga-lembaga lainnya dapat dikelola secara
tata laksana dan tata administrasi yang baik melalui manajemen profesional untuk dijadikan ajang bisnis.
Sebelum membicarakan pers sebagai ajang bisnis, terlebih dulu mari kita tengok ke belakang tentang sejarah
perkembangan pers.

 Zaman prasejarah: Pedagang Eropa menggunakan pers sebagai alat untuk menyampaikan
informasi harga-harga dagangannya
 Zaman Romawi Kuno: Julius Caesar memanfaatkan pers sebagai kegiatan propaganda senatornya.
 Zaman modern: Pers dijadikan alat politik pemerintahan.
 Era informasi: Awal tahun 1980-an, masyarakat menjadikan pers sebagai lembaga bisnis dengan
menjual informasi baik dalam bentuk berita maupun iklan.
Pada era globali.sasi mau atau tidak man, suka atau tidak suka, kita harus menerinva kenya taan bahwa terpaan
införrnasi inpu Inerubah semua tatanan kehidupan u Inat manusia. Satelit kcnuuni kasi tuatnpumempercepat
penyanuoaian informasi. Peristiwa yang berlangsung di satu benua, dapat diketahui di benua lainnya, hanya
dalam waktu beberapa detik saja. Kemajuan teknologi mendorong perkembangan media massa sehingga
memungkinkan informasi dijadikan ajang bisnis. Surat Kabar sebagai komoditi (diperjualbelikan) kali pertama,
dibuat di Amerika serikat, ketika seorang tukang cetak berkebangsaan Ingris Benyamin Harris hijrah ke Amerika
tahun 169(). Surat Kabar pertama yang diterbitkannya diberi nama "Public Occurrences Both Foreign and
Domestic". "Sayangnya surat kabar ini tidak berumur panjang karena terbentur pada perizinan" (John Tebbel,
disadur Dean Praty Rahayuning.sih, 1997).Sekarang ini, Rupert Murdoch, seorang berkebangsaan Australia yang
kini menetap di Amerika sukses dengan bisnis informasinya, Dengan meluncurkan satelit komunikasi STAR TV,
dan B Sky B yang berkapasitas 180 channel, Murdoch menguasai dunia dengan kegiatan bisnis informasi, baik
melalui media cetak maupun elektronik.Millennium Ill, Murdoch tidak sendirian. Di kawasan Asia misalnya,
digital superhigway atau elektronik superhigway milik Murdoch disaingi oleh TV B Hongkong, ESPN, dan
Home Box Office milik Tele-Communications. Dengan demikian, jelas bahwa pers baik cetak maupun
elektronik bisa dikelola secara bisnis karena punya peluang menghasilkan banyak sumber penghasilan. Di
antaranya, medianya, isinya, dan SDM-nya.Medianya: Sebenarnya, antara surat kabar, majalah dan televisi
dalam hal menyampaikan informasi, tak ada bedanya. Sistem penyajiannyalah yang berbeda. Ini yang membuat
di antara mereka harus bersaing guna memenuhi target audiensnya. Persaingan inilah yang membuat rnereka
harus mengelola secara bisnis.Isinya: Surat kabar dan majalah menjual kolom dengan diisi berita dan iklan.
Televisi menjual waktu dengan diisi iklan dan sponsor. Persaingan menjual informasi dan berebut iklan inilah
merupakan kegiatan yang dapat menghasilkan uang. Itu pula sebabnya pengelola pers, harus mengelola
medianya itu secara bisnis. SDM-nya: Pekerja pers (redaktur, wartawan, fotografer, designer, kartunis, printer)
merupakan aset perusahaan yang amat menentukati maju dan tidaknya penerbitan pers tersebut. Pengelolaan
SI)M penerbitan ini, memacu perusahaan untuk mengelola secara bisnis. Profesionatisme SDM ini, dapat pula
dijadikan ajang bisnis. Sebagaimana lembaga-lembaga lainnya karena pers dapat mengha$ilkan uang (finansial)
yang banyak maka para pemilik modal ramal-ramai melakukan bi:-;nis informasi melalui pers, Sampai dengztn
akhtr 1999 lahan usaha bisnis pers cukup besar. Bisnis pers dari media cetak, terdapat 974 pemegang SIUP Surat
Izin Usaha Penerbitan 1.967 penerbitan nolnpeArs STT (Surat Tanda terbitj. Total opiah 14 juta ek-s. Media
elektronika terdapat 10 stasiun penyiaran televisi pemerintah (TVRI), 5 televisi swasta dengan 315 buah
pemancar. Radio, Tercatat 49 stasiun penyiaran milik pemerintah (RRI) dengan 351 pemancar, dan 752 stasiun
penyiaran non-RI 1999 Membuka usaha pada sektor penerbitan pers di era millennium III ini tidak mudah.
Selain masih terimbas dampak krisis moneter dan CPM (cost per milimeter) tiap eksemplarnya terus
membengkak, ditribusi produknya mengalami banyak penurunan. Akibatnya, pers yang beroplah kecil tidak
mampu lagi bertahan hidup dan terpaksa menghentikan usahanya. Namun demikian, pers yang beroplah besar
masih bisa bertahan meskipun untuk sementara mereka tidak memetik keuntungan. Bagi penerbitan pers yang
sudah terlanjur terbit, kondisi ini merupakan tantangan yang harus dihadapi, untuk tetap berusaha dengan
semangat juang tinggi (fighting spirit). Justru di tengah kesulitan seperti saat inilah, pengusaha penerbitan pers
harus mempunyai jiwa wirausaha (entrepreneurship). Kesulitan, kemunduran usaha, dan kegagalan menjual
produknya, harus dipandang sebagai sukses yang tertunda. Krisis moneter dan krisis ekonomi perlu dijadikan
modal untuk memaksa diri berubah mengikuti perkembangan zaman.
Untuk itu, pengusaha penerbitan pers perlu memperhatikan:

1. Keinginan kastemer (pembaca).


2. Kecenderungan perubahan sosial.
3. Kiat-kiat kompetitor .
4. Mengamati perubahan teknologi, ekonomi, politik dan sosial.

Jika ada pembaca yang menghentikan langganannya atau pindah ke penerbitan lain, perlu disikapi sebagai
bagian dari perubahan perilaku konsumen. Perubahan perilaku konsumen semacam ini harus dilihat sebagai
kenyataan yang buruk, bukan sekedar mimpi buruk.

Sebagai usahawan, penerbitan pers yang bersaing pada millennium III ini, harus mampu menciptakan produk
sesuai keinginan konsumen. Karena kompetitor juga mengincar sekaligus ingin meladeni konsumeii potensial
(people do it). Disadari atau tidak, tajamnya persaingan antarperusahaan penerbitan pers, mengharuskan tiap
penerbit mengkaji ulang organisasinya- Bila ada indikasi-indikasi omzet penjualan menurun, karyawan
mengeluh, dan kesehatan karyawan ruenurun, bisa (liill(likasikan sebagai perusahaan sedang sakit karena tidak
terbiasa hi(ìup (ialaftà ling kungan yang kompetitif.

Dalam Situasi krjsis monetcr dan krisis ekonotni seperti ini, manajemen penerbltan pers harus menata ulang
proses bisnis yang selama ini djterapkan dengan melihat momentum, penghematan sumber daya yang
dirtilllkjnya, khususnya dana. Sebab semua pekerjaan ditata-ulang dan pemikiran diarahkan hanya untuk
melayani kastemer. Langkah efektif dalam penataan ulang proses bisnis penerbitan pers ini, antara Iain:
Pertama Memulai dari top managetnent. Tanpa ada komitmen dari top
manajement, pemikiran para pelaksana lapangan tentang layanan
pelanggan tidak akan membuahkan hasil efektif.
Kedua Merapatkan barisan pelaksana tingkat mencngah (middle management).
Manajer harus meningkatkan pembinaannya terhadap staf-staf yang
selama ini cenderung menolak (resisten) perubahan organisasi.

Ketiga Membentuk tim evaluasi pengembangan usaha, yang terdiri


dari tiga kelompok kerja, yakni:
kelompok satu: Mencakup manajemen tingkat menengah. kelompok dua: Manajemen tingkat bawah.
\kelompok tiga: Tim kasus atau tim pemecah masalah. Agar kerja tim bisa solid dan saling mengisi, tiap tim
harus terdiri dari unit-unit kerja yang terkait dalam proses bisnis yang dilakukan kelompok satu dan kelompok
dua terdiri atas bagian produksi, pembelanjaan, pemasaran, dan keuangan. Sedang kan kelompok tiga atau tim
kasus, bertugas khusus menganalisis peningkatan proses kerja yang berkaitan dengan:

1. Pencapaian target usaha yang jelas.


2. Terjaminnya penataan ulang organisasi

Industrialisasi pers saat ini sudah terkait dengan perkembangan telekomunikasi. Kegiatan di pracetak misalnya,
kini bisa diringkas dan dibawa ke mana-mana. Demikian juga mesin cetak. Untuk itu industri pers
membutuhkan investasi tidak sedikit (padat modal). Untuk menghasilkan mutu surat kabar atau majalah yang
marketable dan dapat berdaya-saing, perusahoan penerbitan pers berskala besar, acap kali melakukan
pembaruan tenologi cetaknya dengan investasi yang besar.

Bagi perusahaan penerbitan pers dengan skala sedang dan kecil serta belum memiliki jaringan usaha mapan, alih
teknologi canggih semacam itu, tidak menjadikan mereka lebih ekonomis. Apalagi jika dalam menginvestasi
teknologi canggih itu, mereka harus meminjam uang pada bank. Akan muncul beberapa faktor yang
menyulitkan prospek usahanya.
Meskipun muncul perusahaan penerbitan pers berskala besar, tidak selalu harus menciutkan nyali penerbitan pers
skala sedang dan kecil.Dalam memilih dan menetapkan kecanggihan teknologi cetak misalnya, sec-ara cost
benefit ternyata bukan sekadar ih•rsoalan dan atau ketinggalan" dalam bidang teknologi saja, tetapi kreativitas,
inovasi, dan perluasan janngan lobi, ikut menentukan.

Menurut perhitungan bisnis yang sehat, esensi "mutu percetakan prima" dan "kepuasan konsumen" dengan
meningkatkan teknologi cetak yang cangglh adalah "kebutuhan manajemen", bukan sekedar memenuhi
tantangan investasi dari para kompetitor-
Manajemen yang sehat selalu mempertimbangkan:
1. Peluang usaha
2. Kemampuan sumberdaya manusia
3. Perhitungan modal
4. Unsur„unsur depresiasi lain di perusahaan.

Dalam mengidentifikasi kemajuan teknologi era globalisasi, intinya adalah mendekatkan jarak antara
pelanggan dan penerbit. Perusahaan penerbitan pers harus sadar adanya implikasi dari kemajuan teknologi
komunikasi dan informasi, penerbit surat kabar atau majalah pun harus secara sungguh-sungguh memenuhi
selera konsumen melalui bentuk dan cara-cara kerja yang inovatif.
Kota-kota besar yang sektor ekonominya maju, seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Semarang, Medan, Ujung
Pandang, Denpasar dan sebagainya, terbuka peluang bisnis penerbitan pers yang lebih besar. Di Surabaya
misalnya, sudah banyak perusahaan penerbitan pers yang tidak hanya berbisnis surat kabar atau majalah saja.
Mereka sudah mulai menerima order pencetakan di luar surat kaban "Bahkan ada percetakan penerbitan pers
membuka cetakan komersial. Itu semua dilakukan kerena dapat mensubsidi perusahaan penerbitannya"
(Tatang Istiawan, 1999). Dengan demikian, bisnis pers, kini sudah memasuki era industrialisasi yang disebut
"industri informasi", sedangkan masyarakatnya disebut "Masyarakat Pers dan Penyiaran Indonesia (MPPI)".
2. Terapan Manajemen pada Penerbitan Pers

Manajemen dilihat dari bahasanya berasal dari bahasa Inggris manage ment, Semula bahasa Italia manaj(iare),
bersumber dari bahasa latin mamis, artinya tangan. Managejnent atau Manctj(ictre) berarti metnitnpin,
membirnbing, (yang mengatur Sampai sekarang belum ada seorang pun yang mendifinislkan tuanajemen secara
Baku. Para ilmuwan masih mendefinisikan.

salah satu definisi manajemen yang eukup menarik dan dianut banyak orang, adalah definisi dari Henry Fayol
yang berbunyi: "Manajemen adaiah proses menginterpretasikan, mengkoordinasikan sumber daya, sumber dana,
dan sumber-sumber lainnya untuk mencapai tujuan dan sasaran melalui tindakan-tir,dakan perencanaan,
pengorganisasian, penggerakan, dan penilaian". Menurut Fayol, setidaknya ada 14 asas dalam manajemen, yaitu:

1. Pembagian tugas.
2. Wewenang dan Tanggungjawab.
3. Disiplin.
4. Kesatuan perintah.
5. Kesatuan pcngarahan.
6. Ketertiban.
7. Keadilan.
8. Prakarsa.
9. Stabilitas masa jabatan.
10. Kesatuan.
11. Jenjang kepangkatan.
12. Penggantian pegawai.
13. Pemindahan wewenang.
14. Pengutamaan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi.

Dari 14 asas tersebut oleh Henry Fayol diringkas menjadi 4 yang disebut sebagai fungsi manajemen, yaitu
Planning, Organizing, Acting, dan Controlling yang kemudian disingkat menjadi POAC. Planning diartikan
sebagai penetapan tujuan, penetapan aturan, penyusunan rencana dan sebagainya. Organizing meliputi
pembentukan bagian-bagian, pembagian tugas, pengelompokan pegawai dan lain-lain. Acting terbagi atas
melaksa nakan tugas, memproduksi, mengemas produk, menjual produk, dan selanjutnya, Controlling meliputi
melihat pelaksanaan tugas, menyeleksi produk, mcngevaluasi penjualan dan sebagainya.

Dalam perkembangan selanjutnya, POAC yang dicetuskan Henry Fayol, dikembangkan lagi oleh Luther
Gulick menjadi POSDCORB (Planning, Organizing, Staffing, Directing, Coordinating, Reporting, dan
Budgeting). Penerjemahannya adalah sebagai berikut.

Planning artinya merencanakan pekerjaan. Organizing mengorganisasikan pekerjaan, Stafftng mengisi


pegawai atau tenaga kerja pada pekerjaan, Directing memberi wewenang kepada orang-orang tertentu untuk

memimpin pekerjaan, Coordinating menyatukan persepsi atau pengortian/ emahaman antarbagian dalam
suatu pekerjaan terhadap langkah-langkah ang harus ditempuh untuk mencapai sasaran atau produk,
Reporting membuat laporan tentang hasil pekerjaan, dan Budgcting menentukan pembiayaan yang
diperlukan dalam mengoperasionalkan pekerjaan.

Millennium ketiga seperti sekarang ini, kecenderungan bisnis bergeser dari bisnis industri ke bisnis jasa. Rita
lihat George soros milyarder Amerika keturunan Yahudi, dia bisa menghancurkan ekonomi di banyak negara,
hanya dengan kepandaiannya bcrmain valuta asing. Inilah bisnis jasa dengan memanfaatkan mata uang asing.
Rupert Murdoch, warga negara Australia yang bermukim di Amerika, bisa menguasai dunia dengan bisnis
informasinya.
Mengapa bisnis penerbitan pers kini tumbuh subur. Jawaban yang pas kiranya seperti yang dikemukakan
McLuhan, yaitu karena manusia membutuhkan media massa. Manusia dalam melaksanakan hajat hidupnya
membutuhkan media untuk memperoleh informasi sekaligus bisa berkomunikasi dengan lingkungannya.
Maxwell E. McCombs dan Lee B. Becker dalam bukunya "Using Mass Communications Theory" menyebut
ada tujuh sebab mengapa manusia membutuhkan media massa.
1. Untuk mengetahui apa yang penting dan perlu baginya.
2. Untuk membantunya mengambil keputusan (Media jadi bahan rujukan sebelum mengambil
keputusan).
3. Untuk memperoleh informasi sebagai bahan pembahasan
4. Memberikan perasaan ikut serta dalam kejadian.
5. Memberikan penguatan atas pendapatnya.
6. Mencari konfirmasi atas keputusan yang diambilnya.
7. Memperoleh relaksasi dan hiburan.

Lord Thomson Fleet, tokoh pers dari Inggris, mengatakan perusahaan penerbitan pers yang baik adalah yang
dapat menciptakan keuntungan. Kekuatan finánsial dan stabilitas komersial, merupakan jaminan terhadap
perkembangan pcnerbitan pers. Manajemcn, harus mampu mempergunakan surnbar daya yang dimilikinya.

Dengan demikian, maka bisnis penerbitan pers memang harus dilengkapi dengan pcnerapan manajemen yang
profesional. Sebelum terJun langsung dalam bisnis penerbitan pers, pengelola media massa harus dapat
menyesuaikan diri, dengan mencoba menguasai situasi untuk kepentingan pangsa pasar. Karena sebenarnyalah
dalam persaingan bisnis media massa, kekuatan pasar akhirnya akan tetap menjadi pemenang (jacques
alfsli,mikkenium, 1997)

3. Perencanaan bisnis penerbitan pers


Sebelum memutuskan untuk terjun ke bisnis penerbitan pers, pengusahan atau investor hendaknya melihat
terlebih dahulu perkembangan situasi yang terjadi pada kehidupan masyarakat. Ini penting karena pangsa bisnis
penerbitan pers adalah masyarakat. Era globalisasi yang mengakhiri abad 20 , serta era informasi yang menndai
dimulainya milllennium III , manghadirkan goncangan besar bagi perkembangan pers nasional indonesia .

Ketika buku ini di tulis menjelang berakhirnya 1999, kehidupan pers nasional indonesia mengalami
perubahan total. Gelombang demonstrasi mahasiswa yang menuntut diadakannya reformasi di segala bidang
sempat menjatuhkan pemerintahan orde baru selama 32 tahun di bangun dan dikuasai oleh Soeharto . Pers
nasional indonesia dengan mendapatkan kembali kebebasanya berupa kebebasan berserikat , berpendapat , dan
mengkritik pemerintah.

Akibat kebebasannya itu , bisnis penerbitan pers yang selama ini terasa dibatasi, kini terbuka lebar.
Undang-undang nomor 40 tahun 1999 tentang pers mengisyaratkan , siapa saja boleh mendirikan penerbitan
pers , tanpa harus terlebih dahulu mengajukan atau mendapatkan izin khusus dari pemerintah, seperti yang
selama ini diberlakukan. Ini yang kemudian disebut , muncul penerbitan-penerbitan pers. Dengan adanya
deregulasi tersebut, muncul penerbitan-penerbitan baru. Persaingan pun menjadi semakin ketat.

Meskipun “kran” kebebasan sudah dibuka, kesempatan berkembang juga ada, ternyata perkembangan
pers nasional belum menunjukan kemajuan, terutama jika dlihat dari jumlah penerbitan yang ada . memang
koran-koran baru, majalah-majalah baru serta penerbitan pers lainnya banyak bermunculan, tetapi kontinyuitas
penerbitan pers lainya banyak bermunculan, tetapi kontinyuitas penerbitan mereka tidak bertahan lama. Persis
bagai kamur dimusim semi, terbit secara bersama-sama, tetapi habis dalam waktu sekejap pula.

Sebenarnya, sebelum berakhirnya abad 20, ketika belenggu kebebasan pers belum dibuka , kehidupan
perusahaan penerbitan pers di indonesia sudah mengalami goncangan akibat adanya krisis ekonomi, yang
membuat naiknya bahan baku penerbitan pers. Dengan melonjaknya harga-harga bahan baku percetakan
(kertas,tinta,fil, dll), menyebabkan perhitungan CPM(cost permillion) tiap eksplor koran atau majalah menjadi
semakin tinggi. Itu berarti, harga jual produk penerbitan harusdinaikan . ironisnya , kenaikan harga koran atau
majalah hampir tidak bisa dilakukan karena juga terimbas krisis ekonomi dimana daya beli masyarakat semakin
menurun. Akibatnya, bisnis penerbitan pers di awal millenium III ini menghadapi tantangan yang sangat besar

Tantangan-tantangan tersebut dapat dilihat dari beberapa indikator, di antaranya :

1. Harga bahan baku ( kerta,tinta, film,dll) melonjak sampai empat kali lipat dibandingkan harga
sebelumnya.
2. Kontribusi biaya kertas koran mencapai 40-45% dari komponen biaya produksi.
3. Akibat kerisi ekonomi yang berkepanjangan , daya beli masyarakat terhadap koran, menjadi menurun.
Penurunan daya beli koran ini terdiri di berbagai strata, antara lain :
a. Pembaca, kelas atas yang semula berlangganan dua sampai tiga koran, menyeleksi kembali
langganannya dan hanya memilih berlangganan satu surat kabar saja.
b. Pembaca kelas menengah, memilih surat kabar yang murah karena sadar akan penghematan
pengeluaran.
c. Pembaca kelas bawah, meninggalkan langganananya, memilih beli koran eceran. Itupun jika mereka
merasa sangat perlu informasi dari media cetak dan tidak di peroleh dari media elektronika.
4. Menurunnya daya beli masyarakat di tambah dengan melonjaknya bahan baku koran, membuat biaya
produksi tiap eksemplar koran atau majalah menjadi besar. Karena itu, hampir semua penerbitan pers di
akhir abad 20 ini melakukan :
a. Pengurangan produksi koran
b. Pengurangan halaman
c. Terpaksa menaikan harga langganan dan eceran
d. Terpaksa menaikan harga iklan
e. Pengurngan jumlah karyawan
5. Bagi penerbitan pers berpolah kecil bisa langsung menunda atau bahkan menutup penerbitannya. Tetapi
bagi surat kabar harian atau majalah yanag berpolah besar, lebih sensitif karena terkait dengan eksistensi
lembaga kemasyarakatan
6. Bsisnis penerbitan pers di akhir abad 20 ini , menjadikan mereka merasa hidup tak hendak matipun
takmau. Ini karena bisnis penerbitan pers, tidak mungkin di tutupi begitu saja karena selain menyangkut
kehidupan para karyawannya, juga terkait upaya penyediaan informasi untuk mencerdaskan masyarakat.

Untuk mengatasi tersebut, sebelum meluncurkan prosuksinya, perusahaan penerbitan pers , baik yang baru tampil
maupun yang sudah lama ada, harus memperhitungkan secara matang rumusan laba-rugi ushanya. Setidaknya
ada tiga langkah yang bisa dimanfaatkan guna mempertahankan perusahan pers tersebut yaitu :

1. Langkah pertama mengalihkan secara eksternal , mendulang pendapatan dari menjual iklan
2. Secara internal, melakukan efesiensi di semua unit usaha.
3. Berusaha memperoleh suntikan (internal)

Penerapaan langkah pertama dan kedua dengan asumsi “mengabaikan” pendapatan yang selami ini menjadi
andalan, yaitu dari penjualan koran baik melalui langganan maupun eceran. Sementara langkah ketiga sangat di
perlukan , mengingat banyaknya produk lain sebagai kompetitor sehingga menyebabkan “menjual koran “ saja,
tidak bisa diharapkan. Agar perusahaan tetap berdaya guna, pemecahan masalah ini harus meningkatkan kinerja
internal di dalam perusahaan itu sendiri, dengan menciptakan pangsa pasar baru melalui marketing mix.

Kondisi krisis ekonomi yang panjang selama ini benar-benar menyakitkan penerbitan pers . terutama penerbitan
pers selama ini tidak di perhitungkan atau masih dilihat sebelah mata oleh biro iklan dan pengiklan. Dalam
kondisi seperti ini , usaha penerbitan pers harus mengacu pada suatu keyakinan bisnis yang optimistis bahwa
setiap kesulitan pasti mempunyai kesempatan, tinggal bagaimana manajemen penerbitan pers itu mengajak
semua karyawan atau sumber daya manusia yang ada , untuk berubah pikiran menggali potensi yang ada
(perubahan prilaku)

Dalam manajemen penerbitan pers moderen yang sekarang ini sedang di tekuni para penerbit surat kabar atau
majalah, strategi yang di terapkan adalah menempatkan redaksi sebagai kepala bagian yang setingkat dengan
bagian iklan , sirkulasi dan sebagainya. Tetapi dalam oprasionalnya , pengusaha penerbitannya mengikuti aturan
yang selam ini sudah ada, yakni redaktur pelaksana sebagai kepala bagian produksi, yaitu “memproduksi berita
informasi “. Sedangkan unit kerja lainnya adalah sirkulasi dan iklan, menjalankan tugasnya berjualan kepada
masyarakat.

Manajemen moderen penerbitan pers seperti ini, menempatkan pemimpin redaksinya lebih bersifat politis dan
policy sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Tapi yang berperan dalam perusahaan, sebenarnya adalah direksi
perusahaan tersebut. Sebab perusahaan itulah yang membiayai , memodali usaha penerbitan.

Itulah sebabnya , pelaksanaa perusahaan penerbitan pers yang baru muncul pada awalnya dibeli modal oprasional
selama satu tahun dan diberi target tertentu. Dengan pola ini, pemimpin perusahaan penerbitan pers sudah
memprediksi, berapa budget yang harus diinvestasikan, dan memperkirakan berapa pendapatan yang di prediksi.

Dalam oprasionalisasi perusahaan penerbitan pers modern, penerbit

Bukanlah pengusaha surat kabar, tetapi pemilik dari perusahaan tersebut, sementara kepala redaksi adalah
pelaksana produksi berupa surat kabar atau majalah. Itu sebabnya, kepala redaksi bertanggung jawab kepada
pemilik perusahaan. Model menejemen modern seperti ini, banyak di kembangkan oleh penerbita surat kabar
atau majalah yang di ambill alih penerbitan lain. Istilah populernya “marger” atau “akuisisi”
Mendirikan suatu penerbitan sebuah surat kabar , terutama yang terbit harian , harus memperhitungkan
pendekatan usaha jangka pendek (tahun pertama), baru kemudian jangka panjang (tahun kedua dan seterusnya).
Sebagai pengelola yang berbentuk badan usaha, yang melengkapinya dengan manajemen , paling tidak harus bisa
membaca tren-tren bisnis media cetak tahun-tahun terakhir yang menggambarkan komposisi sebagai berikut :

1. Iklan-iklan umum nasional sekarang ini , cenderung diarahkan ke televisi


2. Iklan umum nasional untuk media cetak hanya diprioritaskan bagi surat kabar nasional
3. Pembaca harian umumsudah jenuh dengan isi surat kabar yang menyajikan pemberitaan peristiwa yang
sudah terjadi. Masyarakat lebih senang mendapatkan sajian barita dari televisi , yang memberitakan
peristiwa yang sedang terjadi, baik pagi , siang , sore maupun malam.
4. Prilaku masyarakat yang cenderung bergaya hidup visual (pengaruh dari kebiasaan nonton televisi)

Di lihat dai aspek tersebut dalam mendirikakan suatu surat kabar atau majalah dengan pengelolaan “sehat
menejemen” dan “cakap redaksional”, dapat diartikan bahwa policy isi (informasi) sebenarnya disesuaikan
dengan prakiraan pendapat usaha. Memprediksi pendapatan dapat dilihat dari sejauhmana manjemen penerbitan
pers itu mampu membaca pangsa pasar, serta jam edar darisurat kabar atau majalah yang di prosuksinya.

Batasan peredarnsurat kabar harian , sampai saat ini baik pemerintah maupun organisasi penerbitan pers, yaitu
serikat penerbit surat kabar , belum memiliki batasan yang tetap. Peredaran surat kabar hanya ada batasan koran
pagi dan koran sore . koran pagi jam edarnya pukul 05.00 sore , koran sore jam edarnya 13.00 sampai malam.
Dengan definisi tersebut maka tidak ada persoalan kapan koran padi atau sore di cetak. Yang dijadikan ukuran
adalah pengedarannya. Karen aitu koran pagi bisa di cetak pukul 00.00 dini hari , sementara koran sore dapat
mencetak pagi siang harinya. Dengan demikian, waktu menjual koran pagi lebih panjang di bandingkan koran
sore.

Menggunakan terminologi bahwa koran sore peredaranya mulai pukul 13.00 WIB (after lunch), maka akan
bertumpuk dengan koran pagi yang juag masih bisa di jual siang sampai sore. Ini berarti penerbit koran sore
harus pandai-pandai menyajikan informasi yang tepat kepada pelanggananya. Biasanya pelanggan koran sore
adalah masyarakat kelas menengah keatas berpropesi sebagai pengusaha, pedagang atau eksekutif. Sebab
aktivitas merek adalah anata pukul 12.00-13,00 WIB pada saat jam istirahat, yaitu biasanya diisi dengan kegiatan
makan siang. Untuk itu menjual koran sore yang pertama adalah merebut pangsa eceran di jalan protokol,
restoran dan kios-kios kaki lima. Baru pukul 13.00 WIB , dikirimkan ke rumah-rumah pelanggan.

Dalam lingkup marketing , pola menangkap sasaran utama (pengusaha,pedagang dan eksekutif) sekaligus
melayani sasaran utama kedua (mahasisa, pelajar dan ibu-ibu rumah tangga ) di kenal sebagai coast coverage.
Kelebihan edar lain , koran pagi sampai di rumah pelanggan lebih awal atau waktu edarnya lebih panjang dari
koran sore. Dari aspek distribusi , koran pagi lebih menguasai pasar daripada koran sore yang di cetak fluktuatif
di atas pukul 13.00 WIB.

Dalam upaya mengimbangu pemasukan sehingga terjadi keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran ,
efesiensi perlu dilakukan. Untuk itu perusahaan harus mengajak staf-staf di semua bagian mengutamakan hal-hal
yang dapat di prioritaskan demi memperpanjang nafas perusahaan (unsur-vival) melalui prilaku kerja , seperti :

a. Mengurangi pembelian fasilitas dan sarana kerja jika tidak benar-benar mendesak, terutama perangkat
keras komputer , printer , spare part percetakan dan sebagainya.
b. Melakukan penghematan pemakaian kertas dan alat tulis kanto (ATK). Misalnya , menggunakan
kertas bekas untuk kepentingan memmo intern(catatan kecil), dengan memotong kertas bekas itu
menjadi 4 (empat) bagian. Surat internal antarbagian, tidak lagi memakai kertas, tapi dengan e-mail.
Kecuali bersifat sangat mendesak.
c. Staf asministrasi yang selami ini terlibat dalam proses catat-mencatat di berbagai bagian, dapat
dididik di manfaatkan menjadi sales iklan kota (iklan pekt , iklan sosial , iklan kolom , iklan
priwaradan iklan mini) dengan mengatur 3 hari kerja di lapangan , dan tiga har bekerja administratif.
Dalam kaitan survival perusahaan, misalnya bagaimana kepercayaan masyarakat kelas menengah ke atas , bener-
benr dapat di gaet. Membangun kepercayaan masyarakat terhadap surat kabar atau majalah yang

Di produksinya , yang haru di perhitungkan masyarakat pengiklan adalah isi yang harus di perhitungkan daya
saingnay (compotitive advantage)

Surat kabar yang memiliki respon adalah yang distrbusinya luas dan pembacanya makin lama makin banyak.
Artinya , surat kabar berdaya-saing dalam ekonimi pasar adlah surat kabar dicari oleh khalayak sasaran sebagai
dibutuhkan karen informasinya (on-point) .

4.perhitungan profit center

Setiap kegiatan bisnis yang berkaitan dengan penanaman modal, investor (penanaman modal) tentu ingin
mendapatkan hasil dari usahanya itu karena kegiatan bisnis adalah kegiatan yang berorientasi pada mencari
keuntungan (profit oriente). Oleh sebab itu , pebisnis (businessman), haru mampu memperhitungkan apakah
modal yang diterimanya dari investor itu dapat memperoleh keuntungan atau setidak-tidaknya modal bisa
kembali.

Demikian juga dengan bisnis penerbitan pers apakah itu surat kabar atau majalah. Jika dalam perhitungan
bisnis , usaha mendirikan penerbitan pers itu akan dapat menghasilkan keuntungan maka langkah yang akan
dilakukan dalam menghitung seberapa besar keuntungan yang dapat di peroleh. Sesuai tidak denga jumlah
modal yang di tanam , seberapa lama usaha itu dapat memperoleh keuntungan , hambatan apa yang akan di
hadapu dengan bagaiman cara menghadapinya . untuk itu , sebelum bisnis penerbitan pers di tekuni , pebisnis
perlu melakukan study kelayakan, untuk menentukan perhitungan “rugi-laba” pada perusahaanya nanti.

Perhitungan rugi-laba dapat di perhitungkan dengan memperkirakan pendapatan yang bakal di peroleh
dari penjualan produk serta berapa biaya prosuksi dan pemasaran yang di perlukan. Pendapatan dapat di
perhitungkan berdasarkan hasil perkiraan dari satu studi pasar. Sedangkan pembiayaan perhitungannya
berdasarkan besarnya biaya prosuksi yang meliputi pembelian bahan baku, ongkos cetak, tenaga kerja, promisu ,
dan pemasaran.

Biaya produksi suatu penerbitan pers selama ini tidak bisa di perhitungkan secara tepat, karena terus
berubah mengikuti perubahan harga bahan baku penerbitan. Sedangkan perubahan harga bahan baru penerbitan
itu sendiri di pengaruhi oleh situasi perubahan ekonomi . jika ekonomi pada suatu negara dimana pers tersebut
tumbuh berjalan dengan stabil maka harga penerbitan pers dan negara tersebut juga stabil. Sebaliknya, jika
perubahan ekonimi tidak stabil, harga penerbitan pers juga menjadi tidak stabil.

Berdasarkan perhitungan bisnis seperti ini, mendapatkan perusahaan penerbit pers baik surat atau majalah
dapat di peroleh dengan 3 cara yaitu :

a. Menjual produk
b. Menjual kolom
c. Menjual jasa

Jika digambarkan, sistem penjualan media cetak atau sering disebut dengan sirkulasi penjualan sebagi berikut.
a. Menjual Produk
Kegiatan menjual produk penerbitan, baik surat kabar /majalah, umumnya dilakukan dengan tiga cara, yaitu:
1. Penjualan tetap (langganan)
2. Penjualan tidak tetap, (retail/eceran)
3. Penjualan secara barter (tukar barang)
1. Penjualan Tetap (langga na n)
Bagi penerbit yang baru penjualan kepada pembaca tetap harus dilakukan dengan pola ”jemputbola”' yaitu
menjual melaluí sales kanvas, sales, agen, maupun mengerahkan semua karyawan untuk ikut menjual (everybody
sales). sedangkan bagi penerbit yang sudah lama dan punya pasaľ tersendiri, penjualan secara langsung dilakukan
dengan menjaga kontinyuitas penerbitan serta ketepatan pengirimannya. Jangan sampaĺ pelanggan menjadi
kecewa karena koran terlambat terbit atau terlaambat sampa pada pelanggan.
Untuk memperkokoh jaringan Pemasaran sehĺngga menjadi pasar andalan, bagian sirkulasiharus aktif
mengembangkan keagen yang dapat membuka peluang men.jual secara langganan. Misalnya

MANAJ E M E N PE N E R B ITAN PE R S

menjalin kerjasama dengan aparat Kecamatan, Kclurahan, RW, RT, dan bahkan dengan pengurus Karang Taruna.
Pertimbangannya, mereka itü adalah lembaga-lembaga yang ada di tengah masyarakat dan berfungsi sebagai
agen-agen pembaruan.
Banyak cara untuk menggaet lembaga-lembaga di masyarakat itü agar mau bergabung menjadi agen. Misalnya
dengan memberi komisi, menjadikan mereka sebagai distributor dan sebagainya. Agen adalah ujung tombak
dalam melayani koran ke pelanggan. Mencari agen koran bukan pekerjaan mudah. Untuk itu, agen harus
mendapat perlakuan istimewa dengan berbagai fasilitas karena merekalah sebenarnya pangsa pasar tetap. Agar
agen bekerja bersemangat, harus diperhitungkan keuntungan bagi mereka.

Keuntungan bagi agen, bisa dikemas dengan sistem komisi atau sistem satuan. Sistem komisi adalah
memberi keuntungan kepada agen, dengan menghitung persentase dari harga langganan tiap bulannya.
Umumnya, setiap bulan agen mendapat komisi antara 15 sampai harga langganan per bulan. Jumlah ini
sudah termasuk biaya loper dan biaya penagihan. Misalnya, harga langganan surat kabar Rp30.000,00 per
bulan, agen memperoleh komisi menerima sekitar Rp5.250. Jumlah ini diberikan kepada loper 5% atau
Rp1.500,00 dan penagih 2% atau Rp600,00. Pertimbangannya, loper bertugas mengantarkan surat kabar
setiap hari terbit, sementara penagih bekerja sebulan sekali, tetapi mempunyai tagung jawab terhadap
kelancaran penagihan uang langganan.

Sedangkan sistem satuan adalah pemberian keuntungan bagi agen dengan cara perhitungan harga jual secara
eceran. Misalnya penerbit menjual surat kabar dengan harga eceran Rp825,00. Dengan harga ini, dalam satu
bulan agen harus setor ke penerbit Rp825,00 x 30 = Rp24.750. Jika harga langganan Rp30.000,00 per bulan
berarti agen memperoleh keuntungan Rp5.250 sama dengan keuntungan yang diperoleh melalui sistem
komisi. Bedanya, sistem satuan ini memberi peluang kepada agen untuk mengembangkan usahanya dengan
ikut mencari pelanggan maupun menjual secara eceran.

Untuk memberi rangsangan kepada agen agar lebih bersemangat, penerbit bisa memberikan bonus dan sanksi
(reward & punishment). Bonus akan diberikan berupa tambahan penghasilan dalam jumlah tertentu jika dalam
satu bulan agen dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dan lancar. Yang dimaksud dengan baik di sini
adalah tidak ada complain dari pelanggan terhadap pengiriman surat kabar. Sedangkan lancar adalah setoran
uang langganan lancar. Sanksi dapat berupa penghilang;ın bonus, pengurangan jumlah langganan, atau
mencabut status keagenannya, Jika agen tersebut sering mendapat complain dari pelanggan karenam terlambat
mengirimkan koran, atau setoran uang tagihan langgaııan tidak lancar
Dalam upaya menaikan langganan, unit kerja sirkulasi memprospek pelanggan koran,tmajalah lain (competitor)
dengan menawarkan berlangganan surat kabar atau majalah, harga khusus. Penawarannya bisa dilakukan
dengan pengiriman direct mail, ke rumah pelanggan koran lain (competitor), sorta di tempat-tempat umum yang
banyak
dikunjungi orang.

Upaya lain supaya agen tidak berhenti, unit kerja sirkulasi berusaha membantu mencarikan pelanggan baru dengan
cara: membuatkan surat/ brosur-brosur penawaran berlangganan, menyiapkan tenaga sales, membantu data base
pelanggan, menyebar stiker, spanduk kios, pendistribusian cepat, dan formulir berlangganan.

Mencari pelanggan dengan cara melalui tenaga sales kanvas, sering mcnemui kesulitan. Untuk itu, bagian sirkulasi
dapat menempuh jalan bekerjasama dengan Depnaker, Perguruan Tinggi, Kanwil Depdiknas dengan melibatkan para
pelajar dan mahasiswa yang sedang magang kerja, dengan mendidik mereka mengenai salesmanship dan product
knowlegde. Program magang ini, selain mendapatkan tenaga sales untuk membantu berjualan door to door, juga
merupakan realisasi penerapan program peduli terhadap anak bangsa, seperti yang diharapkan oleh pemerintah,
melalui program magang yang lebih dikenal dengan istilah link & match.

Agen bisa mengundurkan diri jika oplah yang mereka kelola jumlahnya sedikit. Ini karena para agen tersebut
harus menutupi ongkos-ongkos loper, penagih dan operasional keagenan lainnya. Jika oplah sedikit otomatis
keuntungan juga sedikit. Akibatnya, agen menutup usahanya karena pendapatan sebagai agen menurun. Lantas
langkah apa yang dilakukan oleh penerbit jika para agen itu banyak yang mengundurkan diri. Salah satu cara adalah
menggerakkan karyawan sendiri untuk menjadi agen, ini sebagai wujud loyalitas kepada perusahaan (sense of
belonging).

2. Penjualan 'Iidak Tetap "retail" (eceran)

Penjualan tidak tetap (retail) atau penjualan secara eceran sebenarnya merupakan pasar yang dapat diandalkan
karena menghasilkan uang kontan (cash flow). Artinya, pembayarannya dilakukan saat itu juga tanpa harus
menunggu satu bulan lagi sebagaimana penjualan tetap (berlangganan). Penjualan secara eceran dapat dilakukan
dengan berbagai cara. Di antaranya dijual oleh anak-anak asongan di tempat-tempat umum melalui pengepul,
ditawarkan pada kios-kios pinggir jalan, dan dititipkan pada bursa koran dan majalah (biasanya ada di setiap kota-
kota besar).

Harga jual untuk pasar eceran tidak sama dengan harga jual secara berlangganan. Biasanya sekitar 60 persen dari
harga bandrol yang tertera pada penerbitannya. Jika surat kabar tersebut memasang bandrol Rp1.500,00 berarti harga
jual untuk eceran 60% x Rp1.500,00 Rp900,0

Demikian juga dengan maja!ah, bila bandrolnya Rp10.000,00, harga ccerannya menjadi Ilarga eceran ini hanya
diberlakukan bagi orang-orang tertentu yang sudah terdaftar sebelumnya, misalnya anakanak péngasong, pengepul,
dan kios-kios koran atau majalah.

Menjual secara eceran mernerlukan penanganan secara khusus. Bagi penerbitan pers yang sudah punya nama,
menjual secara eceran sangat mudah, Ini karena produknya sudah dikenal masyarakat. Para pengepul, asongan,
pemilik kios dan pengusaha di bursa koran/majalah serasa berebut untuk mendapatkan harga khusus eceran ini.
Bahkan tidak jarang ada di antara mereka yang berani membayar secara tunai atau memberikan garansi bank hanya
agar dapat memperoleh harga cceran dengan scbanyak banyaknya.

Tetapi bagi perusahaan penerbitan sura¿ kabar atau majalah yang baru muncul, untuk dapat menembus pasar eccran
biasanya mengalami kesulitan. Apalagi bila produk penerbitan itu belum dikenal masyarakat. Pengasong, pengepul,
pcmilik kios, dan pcnjual di bursa enggan membeli meski dengan harga khusus. Bahkan jika produk baru itu
dititipkan saja, mereka juga tidak mau mencrima. Alasannya, tidak ada tempat atau terlalu berat untuk
membawanya.

Lantas langkah apa yang harus ditempuh untuk menembus pangsa eceran, tidak ada cara lain untuk sementara
perusahaan penerbitan pers itu harus mampu menjualnya sendiri. Caranya bagian sirkulasi menggerakkan segenap
karyawan penerbitan tersebut untuk ikut menjual (everybody sales), secara aktif rnendatangi kios-kios koran, anak-
anak pengasongSedangkan pengepul dan pengusaha bursa sementara bisa diabaikan. Agar pemilik kios dan anak-
anak pengasong mau menjualkan produk penerbitan baru tersebut, mereka diberi insentif bisa berupa kaos, topi,
rompi dan lainlain. Bagi pernilik kios dan pengasong yang berhasil menjualkan produknya, selaín mendapat barga
khusus, juga diberi bonus uang. Sedangkan bíayanya, bisa diambil dari dana promosi.
Bagi penerbítan baru, membuka pasar eceran memang memerlukan kerja keras, Begitu koran atau majaiahnya terbit,
langsung menghubungi pasar eceran dengan mendatangi kios-kios di pinggir jalan, mencari anak-anak asongan
untuk dititipi menjualkannya. Kondisi seperti ini tcrus dilakukan sampaj penerbitannya dikenal masyarakat. Apabila
penerbitan koran atau majalah baru tersebut sudah dikenal masyarakat dan banyak yang membutuhkannya
maka penjualan secara eceran bisa dijadikan pasar andalan.

Penerbit tidak perlu Iagi memberikan bonus kepada pemilik kios dan anak-anak asongan Karena para pengepul dan
pengusaha bursa koran/ majajah akan datang dengan sendirinya unluk membeli dengan harga eceran .

3. Penjualan Barter (tukar barang)


Menjual produk penerbitan dengaa cara barter (tukar barang) merupakan salah satu cara untuk memperluas pasar.
Caranya, perusahaan, lembaga atau pusat-pusat bisnis yang tidak menyediakan dana untuk langganan koran atau
majalah, bisa diprospek (ditawari) dengan tukar barang (produk) melalui sistem kerjasama. Misalnya, kerjasama
dengan perusahaan transportasi, hotel, dan pusat-pusat bisnis yang membutuhkan layanan informasi. Sistem ini
sekaligus menghasilkan dua keuntungan. Selain bisa menjual produk, secara tidak langsung melakukan kegiatan
promosi.
Perusahaan kereta api, bus malam atau transportasi udara merupakan sasaran yang bisa diajak untuk kerjasama.
Kereta api eksekutif, bus malam nonekonomi, dan pesawat terbang akan lebih eksklusif lagi jika para penumpangnya
mendapatkan servis koran atau majalah secara gratis. Bagian sirkulasi atau pemasaran harus mampu mencium
kesempatan ini. Mereka bisa menjalin kerjasama dengan perusahaan transportasi tersebut dengan menyediakan
koran atau majalah sebagai bacaan penumpang.
Koran atau majalah tersebut tidak dibayar dengan giral (uang) tetapi bisa ditukar dengan tiket. Perhitungan harga
dalam kerjasama tersebut, menganut harga dari masing-masing produk (koran/majalah dengan tiket). Contoh, Kereta
Api Eksekutif Surabaya-Jakarta dan sebaliknya seliap hari paling tidak mengangkut 500 penumpang maka
dibutuhkan 500 eksemplar koran atau majalah. Jika harga langganan koran satu bulan Rp30.000,00, maka akan
dihasilkan nilai barter Rp 15.000.000,00 Harga ini dibayar dengan tiket. Jika tiket Kereta Api Eksekutif seharga
Rp250.000,00, maka perusahaan penerbitan pers tersebut memperoleh 60 tiket. Dengan cara ini jika perusahaan
penerbitan pers memerlukan transportasi Kereta Api Eksekutif untuk perjalanan dinas wartawan atau menservis tamu-
tamunya, tinggal memanfaatkan tiket yang sudah disediakan oleh perusahaan kereta api. Sistem ini bisa juga
diterapkan pada perusahaan angkutan bus •malam dan pesawat terbang.
Demikian juga dengan perusahaan Iainnya. Hotel-hotel berbintang misalnya, dapat di prospek dengan menawari
manager marketingnya untuk penyediaan bacaan koran atau majalah bagi tamu-tamu yang menginap. Pihak hotel
cukup membayar dengan harga kamar yang bisa digunakan oleh pengelola penerbitan pers. Agar hasil barter tersebut
bisa dimanfaatkan dengan tepat, masa berlakunya tiket perlu diperhitungkan secara
masak paling tidak berlaku untuk satu tahun kerjasama, mengingat bagi perusahaan penerbitan pers penggunaan tiket
atau kamar hotel tidak digunakan setiap hari, tetapi pada saat-saat tertentu. Penggunaan aset barter perlu dihitung
dengan cermat. dengan Sistem barter ini masing-masing pihak bisa diuntungkan. Bagi perusahaan tra nsportast haik
kerete api. bus, maupun pesawat terbang bisa membenkan service tarnbahan bagt penumpangnya berupa pemberian
bahan bacaan gratis. Mereka tidak lagi mengeluarkan dana untuk penyediaan koran atau majaiah, tetapi cukup
membayar dengan tiket transportasinya. Sedangkan bagl perusahaan penerbitan pers sistem barter init sekaligus
menguranzi btaya perjalanan hagi wartawannya. Ini yang biasanya disebut dengan cost circulation. Artinya. biaya
yang seharusnya keluar dari saku kiri, bisa masuk lagt ke saku kanan (pengeluaran menjadi pemasukan).

b. Menjual Kolom
Kolom-kolom pada surat kabar atau majalah dapat dijadikan sarana untuk rnernngkatkan pendapatan dengan cara
mengisi iklan. Penjualan iklan dapat menghasllkan beberapa surnber pendapatan. Di antaranya pendapatan tunai
(cash flow) seperti pada iklan baris, iklan duka cita, dan iklan koloman. Pendapatan tertunda biasanya datang dari
iklan-iklan besar seperti iklan display dan iklan pariwara.
Mengharapkan pendapatan lebih banyak dari iklan bagi perusahaan penerbitan pers, memerlukan strategi
pernasaran tersendiri. Salah satu yang dapat dilakukan adalah memperebutkan iklan dengan penerbit Iainnya. Hal
ini tidak dapat dipungkiri karena semua surat kabar kini berebut budget iklan dari perusahaan-perusahaan besar,
yang memang mempunyai dana promosi.
Dalam upaya meningkatkan pendapatan perusahaan dari sektor iklan, unit kerja iklan merupakan bagian terakhir
dari serangkaian kegiatan perusahaan. Selama ini unit keroa iklan, lebih banyak mengandaikan usaha
mempengaruhi biro iklan dan pengiklan melalui negosiasi dan paket-paket penjualan khusus. Padahai selarna ini
perusahaan penerbitan pers dalam usaha memacu pendapatan lebih banyak dilakukan oleh dua bagian sebelumnya,
yakni unit kerja sirkulasi dan redaksi. Artinya, sirkulasi memperluas peredaran distribusinya dengan menarik
pembaca yang berpotensi untuk berlangganan, sedangkan redaksi membantu dengan memperbaiki produk-produk
informasi unggulannya.
Berusaha merebut iklan display dari pemasang tingkat nasional, perusahaan penerbitan pers harus pandai-pandai
menjalin hubungan kemitraan dengan biro iklan. Karena pada umumnya perusahaan-perusahaan besar bertaraf
nasional dan internasional, jika beriklan selalu menggunakan atau melalui biro-biro iklan (advertising agency).
Di sisi lain, biro iklan atau pelak-sana promosi perusah.aan pengiklan adalah marketer berpeneetahuan. Mereka
matang soal riset (Ian promosi (profesionalisrne).

Karena itu, mayoritas perusahaan penerbitan pers mengharapkan kontribusi iklan dari biro iklan (advertising'.
Sebagai mitra-usaha, sennua biro iklan menerapkan konsep usaha (business like). Sebagai lembaga usaha,
mereka bertanggung jawab pada kliennya, yakni adanya respon besar dari masyarakat pembaca suatu surat kabar
cost per million (CPM),
Dengan dernikian, hubungan kemitraan antara perusahaan penerbitan pers dengan perusahaan periklanan (biro iklan),
tidak bisa hanya didasarkan karena kedekatan (relationship) saja. ltulah sebabnya, negosiasi iklan antara penerbit dan
biro iklan, 75% didasarkan pada perhitungan CPM, dan hanya 25% saja karena kedekatan. Hal ini dikarenakan biro
iklan bertanggung jawab pada pengiklan. Mereka tidak ingin ditinggal kliennya karena salah memilih media cetak
yang efektif.
Pada era persaingan antar media massa, baik media cetak maupun media elektronik, perusahaan periklanan
(advertising agency), tidak cukup hanya didekati dengan "pola" lobi atau negosiasi saja. Perusahaan periklanan
sekarang ini selalu berpikir:
1. Penerbitan pers beroplah kecil, otomatis menghasilkan respon pembaca yang kecil pula. Artinya, dalam
kalkulasi secara CPM, pembaca yang sedikit akan menghasilkan biaya yang besar (tidak efisien).
2. Perusahaan besar yang memiliki budget iklan cukup besar, rata-rata mempunyai lembaga riset pasar sendiri,
mereka paham benar mana penerbitan pers yang efektif dan mana yang tidak efektif.
3. Dalam mengukur respon sasaran, perusahaan pemasang iklan menggali informasi dari karyawan atau kenalan
cabangnya di berbagai daerah. Koran atau majalah apa yang paling banyak dibaca oleh karya wan cabang di
daerah, keluarga karyawan, nasabah atau kenalannya.

Masukan dari mereka menjadi rujukan di mana iklan itu akan dipasang. Untuk dapat bersaing dengan penerbit Iain
dalam hal mempere butkan "kue iklan", diperlukan peningkatan koordinasi dalam dimensi profesional. Agar sesuai
dengan prinsip profesional maka dalam mengatasi krisis saat ini, semua pelaksana di bidang usaha diarahkan benar-
benar meningkatkan kinerja sesuai job deskripsi yang ada di perusahaan. Maka itu dalam koordinasi antarbagian
perlu meletakkan dasar pada job deskripsi seperti:
1. fungsi dan tugas,
2. batas-batas wewenang dan tanggung jawab.

Misalnya, unit kerja iklan hanya sekedar menjual (fungsi dan tugas) halaman yang berinteraksi dengan masyarakat
pembeli halaman (space).

Dalam menjalartkan fungssi tugas menjual halaman itu- effort dan saltas Ik}ati taiak sendtrt. Masyarakat pengiklan
tuaupun biro .iklan, mengukur respon mengiklankan di surat kabar atau majalah dengan seberapa besar CPM -nya.
Agar meneapat CPM yang rendah, maka makna koordinasi antarbagian (sense of crxyrdination) dalam ekonomi
pasar, bukan sekedar pengaturan iklan dan pariwara. esensinya adalah seberapa jauh informasi surat kabar atau
m;ualah tersebut diakui sebagai dibutuhkan untuk masyarakat pengusaha, pedagang. dan eksekutif, dibanding
kompetitor.
Makna koordinasi dalam ekonomi pasar adalah menggunakan tolok ukur pengikian (pemasang iklan dan biro iklan),
sebab yang mendistribusikan uang ke surat kabar adalah mereka (pemasang iklan dan biro iklan) yang
berkepentingan melakukan promosi dan publikasi. Tersediannya space, dalam lw•ntuk Iklan dan partwara dengan
harga ekonomis, tapi mampu mencapal sasaran adalah yang diharapkan pengiklan (cost effectiviness).
Makin kecilnya porsi iklan sejak 1997 lalu, paling dirasakan oleh media cetak. "Jumlah porst Iklan dari media cetak
tetap sama. Akhirnya, media cetak beroplah kecil tak mampu bertahan, antara lain dengan meliburkan sementara.
Sedangkan media cetak berskala besar berupaya tetap hidup apa asianya". Keresahan pengelola media cetak
merupakan refleksi keresahan yang lebih awal dialami biro iklan. Pengelola biro iklan sejak 1997, merasa
kehilangan pasar yang dampaknya kira-kira sama dengan apa yang dialami media massa lainnya (Yusca Ismail,
Suara Pembaruan, Minggu, 5 April 1998).
Di tengah krisis ekonomi, pengusaha penerbitan pers betul-betul memilih media yang dinilai paling efisien dan
efektif menyampaikan pesan kepada masyarakat. "Perusahaan periklanan pun harus berpikir komunikasi, tidak Iagi
hanya dengan periklanan sebab periklanan akan makin mengeeil. Artinya, biro iklan harus mampu memberikan
layanan kepada pengusaha, bukan sekedar periklanan. Komunikasi termasuk Public relations" (Indra Abidin,
Presiden direktur Furtuna Ad, 1998).
C. Menjual Jasa
Selain menjual produk berupa surat kabar atau majalah serta menjual kolom berupa iklan, pengelolaan penerbitan pers
juga bisa menjual jasa dengan cara menyelenggarakan kegiatan-kegiatan off print (kegiatan di luar cetak), seperti
menyelenggarakan pameran, seminar, diskusi, dan sebagainya- Kegiatan off print ini selain bisa menghasilkan
keuntungan (profit), juga dapat menambah image di tengah Illasyarakat. Penerbitan pers yang sering mengadakan
kegiatan off print terutama pada kegiatan

111
Kemasyarakatan, dapat menanambah penerbitntinyn karena dzanggap tidak sekedar insnis, tapi juga peduli
terhahadap kehidupan bermasyarakat

Dalam manajetnen perusahaan sebenarnya tidak (likenal bagian promosi. Sebab promosi yang paling
tepat bagi perusahaon panerbitann pers adalah produk informasinya sendiris Jikn perusahaan penerbitan pers mernzliki
greget (saleable) pada informasi yang cli:qüikannya, secara otomatis penerbitan pers itu sudah memprotnosiknn
dirinya sendiri, Ini karena informasi yang saleable banyak dicari karena diperlukan khalayak pembacanya. Itu
sebabnya diperlukan satu bagian tersendiri yang dapat mengkomunikasikan isi penerbitannya kepada masynrakat,
Bngian ini sering disebut dengan bagian komunikasi pomasaran (clistotner caro),
Tugas komunikasi pemasaran adalah -mengkomunikasikan produk penerbitan sepertikoran/majalah, iklan, dan produk
layanan lainnya kepada masyarakat. Sebaliknya, kotnunikasi pomasaran juga mencritna saran, kritik,
masukan, pandangan dari masyarakat (pembacnnya) untulç diteruskan ke unit kerja yang relevan, misalnya redaksi,
iklan, dan sirkuIasi. Konsep inilah sebenarnya yang membedakan "peran" bagian komunikasi pemasaran dengan
bagian iklnn, atau bagian lainnya. Kegiatan sehari-hari komunikasi pemasaran adalah berusaha mongembangknn citra
perusahaan secara lebih baik. Gol terakhir adalah menciptakan Brand Awareness penerbitannya. Komunikasi
pernasaran juga mcmbantu bngian redaksi mengkomunikasikan produk informasi yang dihasilkan kepada masyarakat,
yang meliputi:
1. Masyarakat yang memiliki kemampuan borlangganan
2. Masyarakat yang ingin beriklan
3. Perusahaan-perusahaan yang berpotensi boriklan
4. Instansi pemerintah yang memiliki policy

Maksudnya, agar kelas masyarakat yang dibidik atau dijadiknn targct pemasarannya mau menibeli socara
berlangganan atau mongikat mitra usaha pcriklanan, baik dari kalangan pomerintah maupun swasta, termasuk
organisasi kemasyarakatan. Kegiatan komunikasi pemasaran dapat dikemas dalam konteks publisitas berupa
pameran, seminar, lomba-lomba, kuis, seminar, atau workshop yang dimaksudkan untuk mendukung bagian
redaksi, iklan, dan sirkulasi, memben•tuk image perusahaan pada masyarakat.
Prinsip kerja komunikasi pemasaran adalah belger.ja untuk mencapai sasaran yang akan datang, sehingga pola
pekcr.jaannya lebih banyak diproses secara kualitatif sejak pereneanaan, persiapan/koordinasi hingga pelaksanaan
dan evaluasi. Untuk itu, SDM bagian koruunikasi pernasaran

membutuhkan kemampuan manajerial skill yang tinggi, Misalnya, menerjemahkan gagasan/ide dalam bentuk iklan
(bergambar maupun tulis), membuat proposal untuk interen maupun ek.steren (creator), mempengaruhi klien agar mau
diajak kerjasama (relationship), mengkomunikasikan produk klien dalam bentuk informasi (keterampilan jurnalistik),
lenggarakan seminar, pameran, lomba-lomba (organizer), menjelaskan produk penerbitannya kepada mitra kerja (press
center), memberikan atensi kepada klien/mitra kerja sebagai bagian dari service (customer service), dan mendapatkan
produk untuk kepentingan perusahaan (negosiator) dan menjual halaman iklan (marketer).
Kompleksitas pekerjaan itu menuntut SDM yang mampu dan mumpuni. Karenanya, bagian komunikasi pemasaran
bekerja dengan sedikit orang namun memiliki kualifikasi yang memenuhi persyaratan minimal (sense of urgency).
Pola kerjasama yang memungkinkan untuk dilakukan dengan cara semua biaya operasional ditanggung oleh pihak
kedua, sementara komunikasi pemasaran berupaya mengorganisir dan mengkomunikasikan ke masyarakat lewat
pemberitaan dan pengumuman (iklan).
Dalam merancang kegiatan intelektual, seperti seminar, lomba karya tulis, kepelatihan, dan lokakarya, sasarannya
adalah meningkatkan penjualan iklan dan koran/majalah, serta berupaya meningkatkan layanan dengan menjalin
hubungan yang harmonis dengan pembaca serta mitra kerja lainnya, termasuk mempengaruhi perusahaan berpotensi
iklan yang belum menjadi mitra kerja lewat kegiatan penjualan personal.
Memahami bahwa promosi langsung setiap perusahaan penerbitan pers ada pada redaksi, komunikasi pemasaran pada
hakekatnya bukan melakukan promosi, tapi mengkomunikasikan produk dan lembaganya. Itu sebabnya, kegiatan
komunikasi pemasaran lebih dititikberatkan pada relationship, yaitu menjalin kerjasama serta kemitraan. Sedapat
mungkin, kegiatan komunikasi pemasaran dilakukan dengan pola kerjasama, dimana biaya dari kegiatan yang
dilakukan, sedapat mungkin menjadi tanggungan mitra kerja. Pihak penerbit hanya menyediakan halaman untuk
promosi dalam bentuk berita dan iklan.
Kegiatan promosi berbagai perusahaan dewasa ini banyak yang digelar di plaza-plaza, hotel, dan tempat lainnya. Ini
peluang bagi komunikasi pemasaran untuk melakukan negosiasi kerjasama dengan menawarkan kegiatan promosi,
minimal dikaitkan dengan rubrik yang ada pada penerbitannya, Jika kerjasama itu bisa berlangsung, penerbit dapat
rnaraih dua keuntungan sekaligus, yaitu menarik iklan, (minimal pariwara) dan bere promosi, Ianpa harus
mengeluarkan dana Kerjasama seperti ini biasanya disebut dengall kerjasanra seeara simbiosis mutualis, yang tidak
saling merugikan. Kerja. Kerja sama secara
simbiosis mutualis ini bisa juga dilakukan dengan sesama media massa lainnya terutama media elektronik, (radio dan
tv), dengan cara barter iklan. Artinya, perusahaan perusahaan penerbitan pers salmg beriklan dengan stasion radio
atau televisi yang dikehendaki. Perhitungan harga iklannya menurut harga iklan pada masing-masing media.

Anda mungkin juga menyukai