Schistosomiasis DRH Sunu PDF
Schistosomiasis DRH Sunu PDF
Ardilasunu Wicaksono
Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor
Schistosomiasis
Pendahuluan
Latar belakang
endemis. Hal lain yang harus diperhatikan bahwa penyakit ini menyerang
manusia selama bertahun-tahun dan bisa bersifat asimptomatis, sehingga
manusia yang terserang berperan sebagai reservoir. Untuk itu perlu dilakukan
langkah-langkah pengendalian untuk meningkatkan kewaspadaan masyarakat
dan menurunkan tingkat kejadian penyakit.
Tujuan
Pembahasan
Penyakit ini bersifat kronis yang disebabkan oleh cacing Trematoda dari
genus Schistosoma. Saat ini dikenal 6 spesies yaitu Schistosoma hematobium,
S. mansoni, S. intercalatum, S. japonicum, S. bovis, dan S. mattheei.
Schistosoma hematobium, S. mansoni, dan S. intercalatum memiliki induk
semang utamanya adalah manusia, dan terkadang dapat juga menyerang
hewan. Pada kasus S. japonicum, secara alamiah manusia dan hewan sama-
sama dapat menjadi induk semang. Pada kasus infeksi oleh S. bovis, dan S.
mattheei induk semang utamanya adalah hewan sedangkan manusia terkadang
dapat terinfeksi.
(berbagai jenis siput). Lokasi akhir parasit ini adalah sistem peredaran darah.
Schistosoma mansoni dijumpai di vena mesenterica yang membawahi usus
besar terutama di cabang sigmoidea, sedangkan S. japonicum ditemukan di
daerah venulae dari usus halus dan S. haematobium dijumpai di plexus sistem
vena cava yang membawa darah dari vesica urinaria.
Parasit ini dapat ditemukan pada berbagai spesies hewan, namun masih
menjadi pertanyaan apakah hewan tersebut bertindak sebagai reservoir atau
hanya secara incidental menjadi hospes. Dari penelitian yang dilakukan, S.
japonicum dapat menginfeksi anjing, kucing, sapi, kerbau, babi, kuda, domba,
kambing, tikus, dan mencit. Anjing, sapi, dan kerbau mengeluarkan lebih banyak
telur cacing daripada manusia. Daya tetas telur yang berasal dari sapi dan babi
mencapai 70% dibandingkan hanya 42% dari manusia
Siklus hidup
Telur cacing dalam tinja manusia atau hewan dilingkungan yang berair
akan segera menetas dan mengeluarkan larva yang dissebut mirasidium. Masa
hidup mirasidium sangat singkat, oleh karena itu harus segera menemukan siput
yang bertindak sebagai inang antaranya yaitu siput. Jika larva ini tidak
menemukan inang antara maka dalam waktu 24 jam larva akan mati. Mirasidium
Ardilasunu Wicaksono 2010
berenang dengan bantuan silia sampai mendapatkan spesies siput yang cocok
sebagai inang antara.
Manusia atau hewan terinfeksi pada saat kontak dengan air yang
terkontaminasi dengan serkaria. Serkaria masuk kedalam tubuh manusia melalui
kulit. Pada saat memasuki kulit manusia, serkaria melepaskan ekornya dan
berubah menjadi cacing muda (sistosomula). Selanjutnya cacing ini menembus
Ardilasunu Wicaksono 2010
jaringan memasuki pembuluh darah masuk kedalam jantung dan paru-paru untuk
selanjutnya masuk kedalam vena porta disekitar hati. Cacing dewasa dalam vena
porta akan berpasangan dan melakukan perkawinan. Pada akhirnya pasangan-
pasangan cacing Schistosoma bersama-sama pindah ketempat tujuan terakhir
yaitu pembuluh darah usus kecil (vena mesenterika) yang merupakan habitatnya
dan sekaligus tempat bertelur.
Cara transmisi
Filipina, Thailand, dan Indonesia. Infeksi campuran dengan spesies hewan dan
manusia sering muncul di Asia dan di Afrika. Hibridisasi secara alamiah telah
terjadi antara S. mattheei dan S. haematobium di Afrika Selatan dan antara S.
haematobium dengan S. intercalatum di Kamerun.
Gejala klinis
Gejala klinis pada fase akut (dikenal dengan Katayama Fever) berupa
demam, malaise, urticaria, dan eosinofilia. Gejala lain dapat berupa batuk,
demam, letargi, diare, kekurusan, hematuria, sakit kepala, nyeri persendian dan
otot, eosinofilia, splenomegali, dan hepatomegali.
dilakukan tahap awal pembuatan vaksin untuk penyakit ini. Untuk reinfeksi dapat
diobati dengan praziquantel untuk mengurangi gejala klinis yang ditimbulkan.
Kesimpulan
Daftar Pustaka