Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI

UJI POTENSI ANTIMIKROBIAL MENGGUNAKAN


METODE DILUSI

KELOMPOK C2
I Putu Riska Winatha 08613007
Fajar Handayani 09613149
Arum Wahyuningsih 09613152
Wulan Putri Asih 09613153
Dita Pertiwi A.D 09613155

LABORATORIUM FARMAKOLOGI DAN TERAPI


JURUSAN FARMASI – FAKULTAS MIPA
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2011/2012
UJI POTENSI ANTIMIKROBIAL MENGGUNAKAN
METODE DILUSI

I. TUJUAN
Mahasiswa dapat menentukan MIC dan MBC suatu antibiotika terhadap
bakteri menggunakan teknik dilusi dan mikrodilusi

II. LATAR BELAKANG


Mikroorganisme terdapat di berbagai habitat, seperti dalam tanah,
lingkungan akuatik dan atmosfer, selain itu juga terdapat di permukaan
tubuh, di dalam sel pencernaan makanan, mulut, hidung dan bagian-
bagian tubuh yang lain. Mikroorganisme dapat hidup jika pada kondisi
yang sesuai, yaitu kecukupan mendapat makanan, kelembapan dan suhu.
Mikroorganisme tidak dapat dipisahkan dengan lingkungan abiotik dan
biotik dari suatu ekosistem karena peranannya sebagai pengurai. Mikrobia
dapat menyebabkan banyak bahaya, karena dapat menginfeksi organisme
lain mulai dari infeksi ringan sampai kepada kematian. Patogenesis infeksi
bakteri meliputi permulaan awal dari proses infeksi hingga mekanisme
timbulnya tanda dan gejala penyakit. Ciri- ciri bakteri patogen yaitu
kemampuan untuk menularkan, melekat pada sel inang, menginvasi sel
inang dan jaringan, mampu untuk meracuni serta mampu untuk
menghindari dari sistem kekebalan inang. Beberapa infeksi disebabkan
oleh bakteri yang secara umum dianggap patogen tidak menampakkan
gejala (asimptomatik). Suatu penyakit terjadi jika bakteri atau reaksi
imunologi yang ditimbulkannya menyebabkan suatu bahaya bagi
seseorang. Maka untuk menghambat daya infeksi agar tidak berkelanjutan
lebih tinggi, bahkan kematian, perlu adanya antibakteri atau antibiotik
sebagai obatnya.
III. DASAR TEORI
Antibiotik adalah senyawa kimia khas yang dihasilkan oleh
organisme hidup, termasuk turunan senyawa dan struktur analognya yang
dibuat secara sintetik, dan dalam kadar rendah mampu menghambat proses
penting dan kehidupan satu spesies atau lebih mikroorganisme
(Siswandono,2000).
Berdasarkan sasaran bakteri, antibiotic dibedakan menjadi :
a. Antibiotik spectrum sempit (narrow spectrum) yaitu antibiotic yang
hanya ektif terhadap mikroba pathogen terbatas. Contohnya :
ampisilin, streptomisin, sefalosporin.
b. Antibiotik spectrum luas (broad spectrum) yaitu antibiotic yang efektif
terhadap berbagai macam pathogen. Contohnya : eritromisin,
gentamisin, isoniazid (Ganiswara, 2005).
Mekanisme aksi antibiotic :
1. Menghambat pembentukan dinding sel.
Contoh : penisilin, ampisilin, metsilin, sefalosporin.
2. mengganggu pembentukan membrane sel.
Contoh : polimiksin B.
3. menghambat sintesis protein.
Contoh : streptomisin, gentamisin, kloramfenikol.
4. Menghambat sintesis asam nukleat.
Contoh : siproploksazin, nifampin.
5. antagonis metabolit
contoh : isoniazid (Jawetz,2001).

Resistensi bakteri adalah suatu sifat tidak terganggunya kehidupan


sel bakteri oleh antimikrobia. Secara umum resistensi di bagi dalam 3
kelompok :

A. Resistensi genetic
Terjadi mutasi spontan pada gen bakteri sehingga terjadi perubahan
pada bakteri yang semula sensitive terhadap suatu antimikrobia
menjadi resisten. Bakteri dapat berubah menjadi resisten akibat
memperoleh suatu elemen pembawa factor resisten. Cara transformasi
factor resisten bakteri terjadi dengan jalan bekteri menginporlasi factor
resisten langsung dari media sekitarnya (lingkungan).
B. Resisten non genetic
Bakteri dalam keadaan istirahat, biasanya tidak dipengaruhi olah
antimikrobia bakteri. Bakteri ini dikenal sebagai “persistem”. Bila
berubah menjadi aktif kembali, bakteri kembali bersifat sensitive
terhadap antimikroba semula.
C. Resistensi silang
Resistensi silang adalah keadaan resisten terhadap antimikroba
yang juga memperlihatkan sifat resisten terhadap antimikroba yang
lain. Pada resisten silang, sifat resistensi ditentukan oleh suatu lokus
genetic. Resistensi silang biasanya terjadi antara antimikrobia dengan
struktur yang hamper sama, misalnya antara beberapa derivate
tetrasiklin.
Mekanisme resisten kuman terhadap antimikroba ada 5 yaitu :
1. Perubahan tempat kerja obat pada mikroba.
2. Mikroba menurunkan permeabilitasnya sehingga obat sulit
masuk ke dalam sel.
3. Mikroba membentuk jalan pintas untuk menghindari tahap
yang dihambat oleh mikroba.
4. Meninggkatkan produk enzim yang dihambat oleh antimikroba.
5. Inaktivasi oleh mikroba.

Terbentuknya resistensi dapa dikurangi dengan cara:


1. Mencegah pemakaian antibiotic tanpa pembedaan kasus-kasus
yang tidak membutuhkan antibiotic.
2. Menghentikan penggunaan antibiotic pada infeksi biasa atau
sebagai obat luar.
3. Mengguanakan antibiotic yang tepat dengan dosis agar infeksi
cepat sembuh.
4. Menggunakan kombinasi antibiotic yang telah terbukti
keefektifannya.
5. Mengguanakan antibiotic yang lain bila ada tanda-tanda bahwa
suatu organisme akan menjadi resisten terhadap antibiotic yang
digunakan semula.

Penyebab mikroorganisme resisten terhadap antibiotic adalah


1. Pemakaian antibiotic yang tidak tepat.
2. Pengobatan yang tidak tuntas antau penghentian antibiotic sebelum
bakteri benar-benar mati.
3. Pemakaian dosis obat antibiotic dibawah dosis terapi.
4. Bakteri bersifat resisten karena mutasi.

Penentuan kepekaan bacteria pathogen terhadap antimikrobia dapat


dilakukan dengan salah satu dari dua metode pokok yakni dilusi atau
difusi.
1. DILUSI PADAT ATAU CAIR

Pada prinsipnya antibiotik diencerkan hingga beberapa konsentrasi.


Pada delusi cair, masing-masing konsentrasi obat ditambah suspensi
kuman dalam media. Sedangkan pada delusi pada tiap konsentrasi obat
dicampur dengan media agar, lalu ditambah kuman (Lay, 1994).

2. DIFUSI

Media yang dipakai adalah agar Mueller Hilton dan pada difusi ini ada
beberapa cara yaitu :
a. Cara Kirby Baeur

1. Ambil beberapa koloni kuman dari pertumbuhan yang


diinkubasi selama 24 jam pada agar. Suspensikan ke dalam 0,5
ml BHI cair, inkubasi 5-8 jam pada suhu 37ºC.
2. Suspensi di atas di tambah aquades steril hingga kekeruhan
tertentu sesuai dengan standar konsentrasi kuman, 108 CFU/ml.

3. Kapas lidi steril dicelupkan ke dalam suspensi kuman lalu di


tekan-tekan pada dinding tabung hingga kapasnya tidak terlalu
basah. Kemudian oleskan pada permukaan media agar hingga
rata.

4. Letakkan paper disk yang mengandung antibiotik di atasnya.


Inkubasi pada 37ºC selama 19-24 jam (Lay, 1994).

b. SUMURAN

1. Pada langkah 1,2,3 sama dengan Kirby Bauer.

2. Pada agar dibuat sumuran dengan garis tengah tertentu dan


kedalam sumuran tersebut di tetesi larutan antibiotik yang
digunakan.

3. Inkubasi pada 37ºC selama 18-24 jam (Lay,1994).

c. Cara Pour

1. pada langkah 1 dan 2 sama dengan cara Kirby Bauer.

2. dengan menggunakan ose khusus, ambillah satu mata ose dan


masukkan dalam 4 ml agar base 1,5 % yang mempunyai
temperatur 500 C (diambil dari waterbath).

3. Setelah suspensi kuman tersebut dibuat homogen, tuanglah


pada media Mueler Hilton agar.

4. Inkubasi selama 15-20 jam dengan temperatur 37ºC (Lay,


1994).

Bahan kimia yang digunakan dalam pengobatan (kemoterapeutik)


menjadi pilihan bila dapat mematikan dan bukan menghambat
pertumbuhan mikroorganisme. Bahan kimia yang mematikan bakteri
disebut bakterisidal, sedangkan bahan kimia yang menghambat
pertumbuhan bakteri disebut bakteriostatik. Bahan antimicrobial dapat
bersifat bakteriostatik pada konsentrasi rendah, namun bersifat bakterisidal
pada konsentrasi tinggi.

Bahan kemoterapeutik yang baik mempunyai daya mematikan


mikroorganisme, namun tidak menyebabkan keracunan pada induk
semang yang menggunakan bahan tersebut, bahan dengan sifat demikian
memiliki toksisitas selektif.

Luas wilayah jernih merupakan petunjuk kepekaan


mikroorganisme terhadap antibiotic. Selain itu, luasnya wilayah juga
berkaitan dengan kecepatan berdifusi antibiotic dalam medium. Kecepatan
berdifusi ini harus diperhitungkan dalam penentuan keampuhan antibiotic.

Keampuhan antibiotic dapat ditentukan dengan melihat konsentrasi


terendah antibiotic yang masih mampu mematikan atau menghambat
pertumbuhan mikroortanisme pathogen. Metode penentuan keampuhan
antibiotic ini disebut MIC (Minimun Inhibitory Concentration).
IV. ALAT DAN BAHAN
 ALAT
Tabung reaksi
Gelas beker
Gelas ukur
Pipet tetes
Mikropipet
Erlenmeyer
Autoclve
LAF
Bunsen

 BAHAN
Media TSB (Trypticase Soy Broth/nutrien broth)
Suspensi bakteri eschericia colli
Antibiotik ampisilin
V. CARA KERJA

A. TeknikDilusiCair

1. HariPertama

Siapkan 7 buah tabung reaksi ( 2 tabung untuk kontrol dan 5 tabung untuk perlakuan)

Lakukan pengenceran larutan streptomisin/penisilin dengan menggunakan media


TSB/NB sebagai pengencer.

Seri pengenceran yang dibuat adalah 400 μg/ml, 200 μg/ml, 100 μg/ml, 50 μg/ml, dan
25 μg/ml dengan volume akhir tabung adalah 2 ml.

Inokulasikan setiap tabung (kecuali kontrol 1) dengan menggunakan 0,1 ml biakan E


coli (24 jam, 10 8 CFU/ml). Inkubasi pada suhu 37ºC selama 24 jam.

2. Harikedua
Amati tabung yang menunjukkan pertumbuhan dengan di kocok. apabila tabung keruh
(+) berarti menunjukkan pertumbuhan, bila tabung jernih (-) berarti tidak terjadi
pertumbuhan.

Laporkan hasilnya dalam bentuk tabel.

Pindahkan satu mata ose biakan dari tabung jernih (-) kedalam media TSB atau media
TSA yang baru. Inkubasi pada suhu 37ºC selama 24 jam.
3. Hari ketiga

Amati tabung yang menunjukkan pertumbuhan dengan di kocok. apabila tabung keruh (+)
berarti menunjukkan pertumbuhan, bila tabung jernih (-) berarti tidak terjadi pertumbuhan.

Laporkan hasilnya dalam bentuk tabel.

Tentukan konsentrasi bahan kimia yang bersifat bakteriostatik atau bakterisidal.


VI. DATA DAN HASIL

Laporan Hasil Percobaan


Jenis/jumlah sampel : Bakteri E.coli dan antibiotic amphicilin
1. Foto hasil Percobaan

Gambar. 1
Keterangan Gambar 1 :
Tabung A : 400 µg/ml
Tabung B : 200 µg/ml
Tabung C : 100 µg/ml
Tabung D : 50 µg/ml
Tabung E : 25 µg/ml
(bening/tidak keruh = tidak terjadi pertumbuhan bakteri )

Gambar. 2
Keterangan :
Tabung K (+) = tabung control positive berisi media + bakteri (keruh)
Tabung K (-) = Tabung control negative berisi Aquades (bening)
2. Hasil data

Dilusi Cair

Kadar sampel Hasil

400 µg/ml (-)

200 µg/ml (-)

100 µg/ml (-)

50 µg/ml (-)

25 µg/ml (-)

Keterangan : (+) = tumbuh


(-) = tidak tumbuh

3. Data ELISA

Tabung Absorbansi

0.360
Kontrol (+)
0.103
Kontrol (-)

0.105
A
0.101
B
0.104
C
0.094
D
0.092
E
4. Presentase kematian sel bakteri

𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝐾𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙 − 𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑃𝑒𝑟𝑙𝑎𝑘𝑢𝑎𝑛


%= 𝑥 100%
𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝐾𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙 − 𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑚𝑒𝑑𝑖𝑎

0,360−0,105
A. % = 0,360−0,103 𝑥 100% = 99,22 %

0,360−0,101
B. % = 0,360−0,103 𝑥 100 % = 100,78 %

0,360−0,104
C. % = 𝑥 100% = 99,61 %
0,360−0,103

0,360−0,094
D. % =
0,360−0,103 𝑥 100 % = 103,50 %

0,360−0,092
E. % = 𝑥 100 % = 104,28 %
0,360−0,103
VII. PEMBAHASAN
Untuk menentukan MIC dan MKC maka dilakukan teknik dilusi.
Metode dilusi dibedakan menjadi 2 macam, yakni dilusi cair dan dilusi
padat, perbedaanya terletak pada media pertumbuhan yang digunakan.
Dilusi cair, menggunakan media tumbuh berupa agar yang cair, sedangkan
dilusi padat menggunakan menggunakan media agar padat. Untuk
menentukan MIC dan MKC pada bakteri E. Colly ini digunakan teknik
dilusi cair. MIC merupakan konsentrasi terendah bahan antimikrobial yang
dapat menghambat pertumbuhan bakteri, untuk MKC merupakan
konsentrasi terendah antibiotik yang mematikan bakteri. Bahan
antimikrobial yang bersifat menghambat pertumbuhan bakteri bila
digunakan dalam kosentrasi yang kecil, namun apabila konsentrasinya
besar dapat untuk membunuh bakteri.
Dilusi cair memiliki kelebihan jika dibandingkan dengan teknik
delusi. Kelebihan dilusi cair adalah dapat menentukan MIC dan MKC,
sedangkan pada teknik difusi hanya dapat diketahui zona hambatnya.
Metode dilusi juga memiliki kekurangan yaitu metode ini bersifat subjektif
karena parameter yang digunakan adalah kekeruhan.
Hari pertama praktikum melakukan inkubasi bakeri E. colly
dimana dilakukan pengenceran pada 5 tabung reaksi yang berisi antibiotik
ampicilin. Ampicilin merupakan golongan antibiotic Penisilin. Penisilin
adalah antibiotika yang termasuk paling banyak dan paling luas dipakai.
Golongan penisilin bersifat bakterisid dan bekerja dengan mengganggu
sintesis dinding sel. Antibiotika penisilin mempunyai ciri khas secara
kimiawi adanya nukleus asam amino-penisilinat, yang terdiri dari cincin
tiazolidin dan cincin betalaktam. Spektrum bakteri terutama untuk bakteri
Gram positif. Beberapa golongan penisilin ini juga aktif terhadap bakteri
Gram negative. Sehingga antibiotic ini aktif dalam menghambat bakteri
Eschericia colly.
Konsentrasi antibiotik yang digunakan adalah 400µg/ml. Dan
untuk media agar yang digunakan adalah media TSB. Pengenceran hanya
dilakukan dari tabung ketiga yng diambil dari tabung kedua. Untuk tabung
pertama dan kedua diambil langsung dari konsentrasi antibiotik
400µg/ml.Pengenceran yang dilakukan adalah 400µg/ml, 200µg/ml,
100µg/ml, 50µg/ml, 25µg/ml. Dua tabung yang lain digunakan sebagai
kontrol, tabung 1 berisi media agar cair dengan aqudes, dan tabung yang
lain berisi media cair dengan bakteri. Dan dinnkubasi selama 24 jam,
dengan suhu 370c. Suhu 370c adalah menyesuaikan dengan suhu tubuh
pada manusia, sedangakan waktu 24 jam dalah waktu maksimum
pertumbuhan bakteri.

Pada praktikum kali ini setelah dilakukan teknik dilusi pada hari
pertama dan tabung berisi biakan berbagai konsentrasi antibiotik di
inkubasi selama 24 jam, maka tabung dengan jumlah konsentrasi antibiotik
terendah yang jernih menunjukkan MIC (Minimum Inhibitory
Concentration). Dari hasil praktikum didapatkan semua tabung jernih
kecuali tabung berisi kontrol positif. Tabung ini berisi media dan sample
bakteri, kontrol positif ini untuk melihat apakah bakteri yang digunakan
masih bagus, kekeruhan media pada tabung kontrol positif ini menandakan
bakteri masih dalam keadaan baik.
Semua tabung dari konsentrasi 400, 200, 100, 50, 25 µg/ml tidak

menunjukkan pertumbuhan bakteri, menurut definisi dari MIC adalah

kadar terendah antibiotik yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri,

maka kadar hambat minimum adalah 25 µg/ml.

Kekeruhan menunjukkan bakteri masih dalam keadaan baik.

Kekeruhan memiliki standar brown atau Standar Kekeruhan McFarland.

Standar McFarland berada dalam bentuk skala yang bernomor dari 1

sampai 10, yang menjelaskan konsentrasi spesifik dari bakteri per mL. Ini

didesain untuk digunakan dalam mengestimasi konsentrasi bakteri Gram

negatif. Kekeruhan larutan bakteri pada tiap tabung kurang lebih sesuai

dengan nomor skala McFarland yaitu kekeruhan bakteri pada konsentrasi


2,1 x 109/mL. jadi penambahan bakteri pada tiap tabung diperlukan

standar McFarland agar dihasilkan konsentrasi yang sama sehingga saat

diinkubasi dan dibaca hasil presentase kematian bakteri didapatkan hasil

yang benar dalam perhitungan presentase kematian bakteri.

Selanjutnya media dimikropipet sebanyak 50µl dalam lubang


mikroplate yang kemudian dianalisis dengan metode ELISA ( Enzym
Linked Immun Sorbent Assay). Metode ELISA ini akan membaca
absorbansi dengan panjang gelombang 570 nm.
Pada praktikum ini hanya bisa diketahui MIC-nya karena untuk
menentukan MKC dibutuhkan kultur ulang dengan pembuatan media TSB
yang baru dan diambil dari kadar terendah dari MIC. Jadi nilai absorbansi
yang dianalisis menggunakan metode ELISA yaitu pembacaan absorbansi
dari MBC.

Dari hasil yang diperoleh dapat dihitung prosentasi kematian sel


bakteri dengan rumus :
(𝐴𝑏𝑠 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙 − 𝐴𝑏𝑠 𝑝𝑒𝑟𝑙𝑎𝑘𝑢𝑎𝑛)
× 100%
(𝐴𝑏𝑠 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙 − 𝐴𝑏𝑠 𝑚𝑒𝑑𝑖𝑎)
Dengan absorbansi kontrol sama dengan absorbansi pada kontrol positif,
dan absorbansi media sama dengan absorbansi kontrol negatif. Pengadaan
kontrol negatif yang berisi media + aquades berfungsi untuk mengetahui
media yang digunakan masih baik atau tidak, sedangkan kontrol positif
yang berisi media dan bakteri berfungsi untuk mengetahui apakah bakteri
yang digunakan masih baik atau tidak.
Hasil yang didapat kurang signifikan, seharusnya semakin tinggi
konsentrasi antibiotik semakin rendah serapan dari hasil ELISA karena
semakin sedikit pula bakteri yang masih hidup. Hal ini dapat disebabkan
karena kesalahan saat proses dilusi dimana terjadi kesalahan pengenceran
pada tabung C sehingga konsentrasi antibiotik pada tabung C,D, dan E
tidak lagi diketahui.
Kelebihan dari metode mikrodilusi cair ini adalah dapat
memberikan hasil kuantitatif yang menunjukkan jumlah antimikroba yang
dibutuhkan untuk mematikan bakteri.

VIII. KESIMPULAN

Semakin tinggi konsentrasi antibiotik yang digunakan maka

semakin banyak bakteri yang mati. MIC yang didapatkan pada kadar 25

µg/ml.
IX. DAFTAR PUSTAKA
1. Jawetz, Melnick, & Adelberg’s, 2001, Mikrobiologi Kedokteran,
Penerjemah Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran UNAIR,
Penerbit Salemba Medika, Jakarta, Hal 223-228, 351-357
2. Mulyaningsih, S, 2004, Mikrobiologi Dasar, FMIPA UII, Yokyakarta
3. Pelczar, Michael J.,& E.C.S. Chan, 1988, Dasar-Dasar Mikrobiologi,
edisi 2,Penerbit UI-Press, Jakarta, Hal 515-522
4. Waluyo, Lud, 2005, Mikrobiologi Umum, UMM-Press, Malang

Anda mungkin juga menyukai