Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA

“ABSORBSI OBAT SECARA IN SITU”

NAMA KELOMPOK D/4:

1. Yuliana Trisnani 20144142A


2. Jolifan R Freitas 20144147A
3. Mariana Ulfah 20144153A

FAKULTAS FARMASI

PROGRAM STUDI S 1 FARMASI

UNIVERSITAS SETIA BUDI

SURAKARTA

2016

1
I. JUDUL
ABSORBSI OBAT SECARA IN SITU

II. TUJUAN PERCOBAAN


Mempelajari pengaruh PH terhadap absorbsi obat, yang diabsorbsi melalui
difusi pasif dan percobaan dilakukan secara in situ

III. DASAR TEORI


Percobaan absorbsi obat secara in situ melalui usus halus didasarkan atas
penentuan kecepatan hilangnya obat dari lumen usus halus setelah larutan obat
dengan kadar tertentu dilewatkan melalui lumen usus halus secara perfusi dengan
kecepatan tertentu. Cara ini dikenal pula dengan nama teknik perfusi, karena usus
dilubangi untuk masuknya ujung kanul, satu kanul di bagian ujung atas usus untuk
masuknya sampel cairan percobaan dan satu lagi bagian bawah untuk keluarnya
cairan tersebut.
Cara ini didasarkan atas asumsi bahwa obat yang dicobakan stabil, tidak
mengalami metbolisme dalam lumen usus, sehingga hilangnya obat dari lumen usus
akan muncul dalam darah atau plasma darah, atau dengan perkataan lain hilangnya
obat dari lumen usus tersebut adalah karena proses absorbsi.
Bagi obat-obat yang berupa asam lemah atau basa lemah, pengaruh PH
terhadap kecepatan absorbsi sangat besar, karena PH akan menentukan besarnya
fraksi obat dalam bentuk tak terionkan. Bentuk ini yang dapat terabsorbsi secara
baik melalui mekanisme difusi pasif.
Metode ini dapat digunakan untuk mempelajari berbagai factor yang dapat
berpengaruh pada permeabilitas dinding usus dari berebagai macam obat.
Pengembangan lebih lanjut dapat digunakan untuk merancang obat dalam upaya
mengoptimalkan kecepatan absorbsinya melalui pembentukan prodrug, khususnya
untuk obat-obat yang sangat sulit atau praktis tidak dapat terabsorbsi. Melalui
metode ini akan dapat diungkapkan pula besarnya permeabilitas membran usus
terhadap obat melalui lipoid pathway, pori, dan aqueous boundary layer.
Metode Trough and Trough merupakan salah satu cara pengobatan in situ.
Cara ini dilakukan dengan menentukan fraksi obat yang terabsorbsi, setelah larutan
obat dialirkan melalui lumen intestine yang panjangnya tertentu dan kecepatan

2
alirnya tertentu pula. Dalam keadaan tunak proses absorbsi dapat dinyatakan dengan
persamaan :
𝑄 𝐶(1)
Papp = ln
2.𝑟.𝑙 𝐶(0)

Dimana,
Papp = Tetapan Permeabilitas semu
C(0) = Kadar larutan obat mula-mula
C(1) = Kadar larutan obat setelah dialirkan melalui intestine sepanjang 1 cm.
r = jari jari usus
l = Panjang usus dalam cm
Q= Kecepatan alir larutan obat dalam mL menit -1

IV. ALAT dan BAHAN


Alat yang digunakan :
1. Kanula satu set
2. Cutter listrik
3. Timer/jam
4. Gelas piala besar (tempat untuk anastesi)
5. Spektrofotometer
6. Alat & perlengkapan operasi (meja operasi, gunting, pinsett, benang,
penggaris)
7. Pompa peristaltik
8. Alat-alat gelas
9. Timbangan hewan percobaan

Bahan – bahan Percobaan :

1. Larutan dapar fosfat berbagai PH


2. Larutan obat dalam dapar fosfat pada berbagai PH
3. Tikus putih jantan dengan berat 150-170 gram
4. Larutan uretan 40%
5. Larutan natrium klorida 0,9%b/v

3
V. CARA KERJA
a. Persiapan Hewan Uji
 Hewan percobaan berupa tikus jantan dengan berat antara 150-170
gram, dipuasakan sehari (24 jam).
 Kemudian tikus dianasteri dengan larutan 40% secara injeksi sub kutan
dengan dosis 1 ml/200 g BB tikus
 Setelah teranastesi (perlu waktu 45-50 menit), tikus dibuka rongga
perutnya menurut arah linea mediana dengan cutter listrik.
b. Persiapan Praktikum
 membuat larutan dapar asetat pH 4,5 0,05 M sebanyak 1000 ml.
Menimbang 2,99 g Na acetat, menambah 1,66 ml asam asetat glacial
(dalam labu takar 1000 ml), dan menambahkan aquadest ad tanda
batas.
 Membuat kurva baku Asetosal
1. menimbang dengan seksama 140 mg asetosal
2. melarutkan asetosal dengan alkohol 95% beberapa tetes dalam
labu takar 50 ml, menambahkan dapar acetat ad tanda batas
(larutan stock).
3. Dengan pipet volume mengambil 1 ml : 1,5 ml : 2 ml : 2,5 ml : 3
ml : 3,5 ml larutan stock diatas masing-masing dimasukkan dalam
labu takar 50 ml dan ditambahkan larutan dapar ad tanda batas
4. Membaca absorbansi masing-masing larutan pada λ 265 nm
dengan blangko dapar acetat
5. Membuat persamaan kurva baku acetosal antara konsentrasi (x) Vs
Absorbansi (y)
c. Persiapan uji absorbsi In Situ
- Setelah rongga perut tikus dibuka, dicari bagian lambung dan diukur
kearah kanal kira-kira 15 cm dari lambung dengan pertolongan benang.
Pemasangan kanul sedemikian rupa sehingga ujungnya mengarah
kebagian anal.
- Dari ujung kanul ini usus diukur lagi dengan pertolongan benang kearah
anal sepanjang 20 cm dan disitu dibuat lubang kedua, selanjutnya dipasang

4
pula kanul kedua dengan ujung kanul mengarah ke bagian oral dari usus
dengan benang.
- Sebelum memberikan obat saluran intestine dibersihkan terlebih dulu
menggunakan larutan dapar fosfat hungga bersih, hal ini dilakukan agar
tidak ada kotoran yang tersisa.
- Lubang pertama pada usus digunakan untuk memasukkan bahan obat yang
diberikan melalui spuit sedangkan lubang bawah digunakan untuk
keluarnya obat yang telah melalui saluran intestindan ditampung
menggunakan beaker glass yang digunakan untuk membaca
absorbansinya. Waktu yang digunakan obat untuk keluar dari saluran
intestin dicatat. Kadar obat dalam larutan ditentukan menggunakan
spektrofotometris, sehingga diperoleh data kadar sebelum dan sesudah
dialirkan melalui intestine.
d. Data lain yang harus dicatat adalah panjang usus dan diameter usus.hal ini
dapat dilakukan dengan memotong usus antara kedua ujung kanul, satu sisi
ujungnya ditali dengan menggunakan benang setelah diisi cairan baru
kemudian panajang dan diameter usus dapat ditentukan.

VI. HASIL
1. Data Percobaan
a. Nama bahan obat : Acetosal
b. Medium : Asetat
c. Data kurva baku :

No Absorbansi Konsentrasi (mg%)


1 0,226 5,6
2 0,318 8,4
3 0,359 11,2
4 0,448 14
5 0,536 16,8
6 0,653 19,6

5
d. Identitas penelitian:
No Berat Panjang Diameter Lama Alir Kecepatan
Hewan Tikus(g) Usus (cm) Usus(cm) Lart Obat(s) Alir
1 20 20 1,2 203 10,15
2 20 20 1,2 197 9,85
3 20 20 1,2 180 9

e. Data penentuan kadar obat secara spektrofotometris


Percobaan dilakukan pada λ maks = 265 nm
No Larutan Awal Larutan Akhir Factor
Hewan Absorbansi Konsentrasi Absorbansi Konsentrasi Pengenceran
1 0,77 24,72 0,672 21,34 50x
2 0,77 24,72 0,628 19,83 50x
3 0,77 24,72 0,441 13,38 50x

2. Analisis Data
Papp 1:
𝑄 𝐶1
Papp = ln
2.𝑟.𝑙 𝐶2
10,15 24,72
= ln
2.0,6.20 21,34
10,15
= ln 1,158
24

= 0,4229 . 0,1466 = 0,0619


Papp 2:
𝑄 𝐶1
Papp = ln
2.𝑟.𝑙 𝐶2
9,85 24,72
= ln
2.0,6.20 19,83
9,85
= ln 1,2465
24

= 0,410 . 0,220 = 0,0902

Papp 3:

6
𝑄 𝐶1
Papp = ln
2.𝑟.𝑙 𝐶2
9 24,72
= ln
2.0,6.20 13,38
9
= ln 1,8475
24

= 0,375 . 0,613 = 0,229

VII. PEMBAHASAN
Pada dasarnya uji in situ merupakan uji yang dilakukan dalam target tertentu
yang masih berada dalam sistem organisme hidup,namun pada praktikum hewan
uji tikus dianestesi dengan menggunakan eter, tikus dimasukkan kedalam sebuah
boks dengan tujuan agar tikus terbius. Hal ini dapat mempengaruhi data yang
diperoleh antara hewan uji yang hidup dan mati, karena hewan uji hidup bisa
dipengaruhi misal gerakan peristaltik saluran cerna, supply oksigen dan lain-lain.
Setelah tikus teranestesi, pembedahan tikus dilakukan dengan tujuan untuk
melakukan pengujian dengan tujuan mempengaruhi pengaruh pH terhadap absorbsi
obat yang diabsorbsi melalui difusi pasif pecobaan dilakukan secara in situ. Selain
pH pengaruh absorbs obat pada usus juga dapat dipengaruhi karena luas
permukaan usus yang digunakan untuk berdifusi cukup tinggi, jadi apabila banyak
obat yang diabsorbsi obat tersebut tidak terion didalam pH usus.

Usus yang masih didalam tubuh tikus ditandai dengan mengikat bagian atas
dan bawah yang panjangnya 20 cm. bagian atas dan bawah dilubangi dengan
tujuan untuk memasukkan dan mengeluarakan obat uji. Sebelum memasukkan obat
uji didalam usus tikus, usus tikus dibersihkan terlebih dahulu dengan menggunakan
dapar fosfat. Hal ini dilakukan agar sisa makanan yang belum terabsorbsi tidak
memepengaruhi absorbsi obat uji. Obat yang keluar melalui lubang kedua / lubang
dibawah ditampung menggunakan beaker glass untuk dilakukan absobansi.
Kecepatan alir yang didapatkan berdasarkan praktikum yang dilakukan sebanyak
tiga kali adalah 10,15 detik, 9,85 detik, 9 detik hal ini menunjukkan bahwa
kecepatan alir pada usus tikus sangat terpengaruh oleh lama alir dari larutan obat
dimana semakin kecil lama alir dari larutan obat maka akan semakin kecil pula
kecepatan alir dari obat sehingga obat lebih cepat di absorsi di usus.

7
Penentuan kadar obat secara spektrofotometris, percobaan dilakukan pada λ
maks = 265 nm range 0,2-0,8 yaitu 0,77 setiap kali penentuan kadar sebanyak tiga
kali dengan konsentrasi kadar 24,72 sehingga perlu dilakukan pengenceran 50 ml,
namun setelah dilakukan pengenceran hasil absorbansi nilai dibawah range 0,2-0,8
hal ini disebabkan karena pada saat pembesihan atau pembilasan usus kurang
bersih sehingga kotoran yang masih tertinggal dapat mempengaruhi hasil
absorbansi. Faktor-faktor yang mempengaruhi absorbansi meliputi jenis pelarut,
pH, suhu, konsentrasi elektrolit dan adanya zat pengganggu. Kebersihan juga akan
mempengaruhi absorbansi termasuk bekas jari pada dinding tabung harus
dibersihkan dengan kertas tisu dan sebaiknya hanya memegang bagian ujung atas
tabung setelah pembacaan atau pengukuran.

Nilai Papp menunjukkan tingkat permeable membran, semakin tinggi nilai


Papp maka waktu obat didalam membran untuk diabsorbsi semakin lama,
sebaliknya jika nilai Papp kecil maka obat akan cepat keluar dan hanya sedikit
yang diabsorbsi sehingga efek yang diinginkan tidak tercapai. Pada perhitungan
Papp didapatkan nilai 0,0619 mg/cm2.detik, 0,0902 mg/cm2.detik dan 0,229
mg/cm2.detik. Nilai Papp yang berbeda pada tiap percobaan ini dipengaruhi oleh
nilai kecepatan alir (Q) dan lama alir. Lama alir tiap percobaan menunjukkan hasil
yang terlalu jauh satu sama lain, ini bias terjadi karena adanya kesalahan dalam
praktikum misalnya dalam penggunaan spuit, perhitungan waktu dan lain-lain.

VIII. KESIMPULAN

Berdasarkan percobaan yang dilakukan sebanayak tiga kali didapatkan nilai


Papp berturut-turut adalah 0,0619 mg/cm2 detik; 0,0902 mg/cm2 detik; dan 0,229
mg/cm2 detik. Papp yang paling baik dari percobaan diatas adalah 0,229
mg/cm2.detik sehingga dapat disimpulkan bahwa Ph berpengaruh pada absorbsi,
pada pH usus obat banyak bentuk tak terion sehingga absorbsi obat didalam usus
tikus cukup baik.

8
IX. DAFTAR PUSTAKA
- Anonim.1997.Farmakope Indonesia (Edisi III).Jakarta : Dapertemen Kesehatan
RI.
- Dzakwan, M., Aisiyah, Siti. Dkk.2016. Buku petunjuk praktikum
biofarmasetika. Surakarta: Universitas setia budi.
- Anonim.1995.Farmakologi dan terapan(Edisi IV).Jakarta:Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai