BAB
11 OBAT YANG DIBERIKAN
MELALUI PARU
Aerosol digunakan untuk memasukkan obat ke dalam alveolus pulmonari melalui saluran napas bagian atas tanpa
disertai hambatan yang berarti melalui saluaran napas. Bentuk sediaan aerosol telah digunakan dan dikenal sejak beberapa
abad yang telah lalu. Dahulu, baik farmasis maupun dokter menggunakan istilah pengasapan (fumigasi), penghirupan
(inhalasi) dan rokok obat untuk sediaan aerosol. Selama bertahun-tahun penggunaan aerosol hanya didasarkan atas data
empirik dan hal itulah yang menimbulkan berbagai keraguan dokter.
Seiring dengan meningkatnya pencemaran udara, para ahli kesehatan menyadari perlunya bentuk terapi spesifik
melalui saluran napas. Hal tersebut melahirkan suatu generasi baru dalam pengobatan yang disebut dengan “aerosol” (aer
= udara dan sol = larutan, jadi aerosol merupakan larutan dalam udara).
Kini istilah aerosol lebih dikenal dengan pengertian kabut yang dibentuk oleh partikel-partikel padat atau cairan
terdispersi dalam udara atau gas, dan partikel tersebut cukup halus hingga tetap tersuspensi dalam waktu singkat.Definisi
sederhana tersebut menimbulkan beberapa kesulitan dalam evaluasi biofamasetika dari sediaan aerosol.
Seperti diketahui, saluran napas merupakan satu-satunya organ tubuh yang berhubungan langsung dengan
lingkungan luar dan lingkungan dalam tubuh. Oleh sebab itulah saluran napas dapat dan harus mempunyai sistem
pertahanan terhadap semua pengaruh luar, termasuk obat. Jika senyawa yang terhirup tidak atau kurang bersih, maka
senyawa akan tertahan dan selanjutnya bila senyawa tersebut toksik maka akan timbul efek patogenik atau senyawa
tersebut merupakan bahan obat, akan timbul efek setempat dan jika senyawa memasuki daerah peredaran darah maka
selanjutnya akan memberikan efek sistemik.
Keuntungan pemberian obat melalui saluran napas adalah terhindarnya obat dari pengaruh cairan lambung yang
kadang dapat menyebabkan peruraian bahan aktif yang peka dan untuk yang khusus bekerja pada saluran napas maka obat
dapat bekerja langsung.
Bahkan senyawa-senyawa tertentu yang diberikan lewat saluran napas dapat memasuki sistem peredaraan darah
dengan sangat cepat, sehingga kadang-kadang aerosol memberikan kesetaraan yang sama dengan bila bahan tersebut
diberikan secara injeksi intravena.
daerah konduksi
BT
BT = Bronchiolus terminalis
daerah peralihan BR1, BR2, BR3 = Bronchiolus respiratorius tingkat 1,2, dan 3
CA = kanal alveoli (ductuli alveolaris)
BR1
SA = saccus alveolaris
BR2
CA daerah pertukaran
BR3
SA
Gambar 11.1.Anatomi fungsional paru
11.1.2. FISIOLOGI
11.1.2.1. Derah konduksi
11.1.2.1.1. Hidung
Hidung menjamin peroses pelembaban, penyaringan dan penghirupan udara. Lubang hidung berhubungan dengan
nasopharynx dan dibatasi oleh mukosa. Pada jalan masuk epitelnya tebal, berlapis-lapis dan mengandung kelenjar sebaseus
dan bulu-bulu yamg keras. Pada pusat lubang terdapat epitel yang menyerupai kanal bertumpuk, rambut getar (silia) dan
sel-sel goblet.
Struktur yang berbeda ini sangat penting untuk pertahanan saluran napas: bulu dan epitel rambut getar berfungsi
menyaring partikel-partikel yang masuk ke dalam hidung sedangkan mukosa akan menahan partikel-partikel tersebut
melalui tumbukan atau pengendapan sehingga alveolus selalu berada dalam keadaan steril. Penolakan cemaran yang
dilakukan oleh gerakan hidung terjadi secara spontan dengan kecepatan 7 mm/detik atau dengan cara bersin, pembuangan
ingus dan penelanan; dan tersebut dapat diperburuk oleh adanya kongesti mukosa, misalnya akibat alergi.
Udara yang dihirup dipengaruhi oleh perpindahan panas dan uap air pada hidung bagian superior yang menyempit
dan peranannya didukung oleh pengaliran darah yang cukup. Sementara itu, pada keadaan yang menguntungkan, misalnya
cuaca dingin atau kering terjadi dehidrasi pada saluran pernapasan
11.1.2.1.2 Mulut
Mulut merupakan tempat persimpangan pharyngolaryx dan merupakan jalur kedua yang digunakan untuk peroses
penghirupan. Penghirupan melalui mulut mempunyai efek samping terutama bila udara mengandung partikel, sebab di
mulut tidak ada penyaringan partikel-partikel baik secara tumbukan atau pengendapan.
11.1.2.1.3 Trakea
Trakea terdiri dari 16 atau 20 cartilago hyalin, yang pada permukaanya terdapat banyak sel kelenjar dan
selanjutnya trakea bercabang dua menjadi bronkus kanan dan kiri.
11.1.2.1.4 Bronkus
Bronkus tertutup oleh lapisan epitel yang terdiri dari:
- lapisan mukosa
- silia (bulu getar)
- cairan berair yang membasahi silia
- sel silia yang dipisahkan oleh sel-sel goblet pada mukosa
- sel basal
- membran.
Keselurahan bagian-bagian tersebut sangat berperan pada peroses pengeluaran (Gambar 11.2).
11.1.2.1.5 Silia
Silia epitel berperan penting dalam pertahanan saluran nafas dan silia tersebut bertugas mengeluarkan getah
bronkus dan cairan alveoler secara, secara keseluruhan sel epitel menyerupai tangga berjalan atau permadani mukosilier
yang berombak.
Gerakan silia terdiri atas gerakan aplastis yang diikuti dengan gerakan tiba-tiba kembali ke posisi tegak lurus sel
dan silia membelok di permukaan sel. Selanjutnya terjadi gerakan yang tiba-tiba kembali ke posisi tegak lurus, hal tersebut
merupakan denyutan silier yang efekif sehingga memungkinkan terjadinya penggeseran lapisan superfisial mukosa yang
kental. Gerakan awal hanya merupakan gerakan relaksasi silia yaitu kembali kekeadaan semula.
Sifat getah yang elastik diperlukan untuk aktivitas silier. Perubahan sifat visko-elastik akan mengubah sifat aliran,
sehingga pengeringan atau pelembaban yang tidak cukup akan menyebabkan kerja bulu getar tidak menjadi efektif.
Adanya iritasi akibat mengisap tembakau, gas beracun dan karena virus dapat menggangu fungsi bulu getar. Pada
penderita bronkitis kronis terjadi degenerasi sistem silia.
Dalam lubang hidung, aksi bulu getar akan menghasilkan gerakan dari depan mundur ke belakang menuju
pharynix pada tracheo-bronchus, perpindahan dari bronkus menuju pharynx terjadi secara spiral dan searah jarum jam.
Diperkirakan terjadi 600 denyutan per menitnya.
Proses perpindahan berlangsung dengan cepat, misalnya debu memerlukan waktu 10-30 menit untuk pindah dari
alveolus ke larynx. Sementara itu pembersihan dalam trakea dan saluran besar bronkus memerlukan waktu 3-4 jam dan
pada saluran nafas yang lebih dalam memerlukan waktu 30 jam. Gerakan silia tersebut sangat peka terhadap suhu dan pH.
Gerakan lapisan silia juga menyebabkan pengeluaran sekret normal. Aliran udara pernapasan juga merupakan
gerakan untuk pengeluaran. Mekanisme ini terjadi tanpa disadari dan hal ini terlihat dari adanya gerakan pada
kerongkongan, pengeluaran udara napas yang akan mendorong tumpukan mukus untuk dibawa serta ke persimpangan
aeropharynx atau tertelan.
Ekspektoran yang baik dapat merupakan penyegar dan ini merupakan dasar latihan pengeluaran dahak pada
program pelatihan napas.
Bila mekanisme tersebut tidak cukup, batuk merupakan salah satu mekanisme pengeluaran benda asing.
Aktivitas fungsional musin ditentukan oleh gugus glukandi perifer.Terdapat 3 (tiga) tipe glukan yaitu sulfat,
sialoglukopeptida (mengandung banyak asamN-asetil-neuraminat) dan glukoprotida netral.
Perbandingan susunan ketiga gugus utama musin, sulfomusin, sialomusin dan furomusin tergantung pada sifat
jaringan fibril khususnya kapasitas pembasahan, sifat reologi dan kesetimbangan ion setempat.
Pada molekul mukoprotein terikat pula berbagai protein lain dan glukoprotein yang memberikan aktivitas biologik
spesifik yaitu laktoferin, gammaglobulin, kaliorin, lisosom dan surfaktan. Ikatan antara protein dan musin terjadi secara
kohesi dalam sistem fibril yang sempurna dari lapisan silia.
Secara anatomik sumber getah bronkus adalah kelenjar bronkus yang terdapat pada trakea dan bronkus besar.Di
sini terdapat sel-sel mukus yang tegang dan menggelembung serta sel serosa yang lebih kecil mengandung bentukan Golgi
yang berisi banyak granul getah (sel serosa).
Pengeluaran getah oleh kelenjar bronkus terjadi bila ada rangsangan vagus akibat akson (antara epitel dan kelenjar
sub-junction), dan sel-sel goblet akan mengeluarkan getah bila iritasi langsung.
Penyerapan zat aktif pada saluran napas secara nyata bertumpu pada perlintasannya melalui sawar yang tebalnya
0,2–10µ, yang terdiri dari:
1. Sel Penutup (4–7alveoli ) yang terdiri atas 2 tipe yaitu :
- Sel-sel kecil atau pneumosit membranus (sel tipe A atau sel I) yang merupakan kelanjutan sitoplasma atau lapisan
penutup permukaan alveoli;
- Sel-sel besar atau pneumosit granuler (sel B atau sel II) yang jumlahnya sedikit, terletak diantara sel-sel kecil
sitoplasma yang bersifat fosfolipida alam dan merupakan pusat aktivitas enzimatik.
Diantara pneumosit yang berada bebas di dalam liang alveoli terdapat makrofag alveoler yang mengandung banyak
lisosom dan merupakan fagosit terhadap bahan asing.
2. Anyaman kapiler sebagai kelanjutan dari liang alveoli dipenuhi oleh sel-sel endothelial jointives.
3. Kerangka, terdiri dari bahan dasar dan berupa serabut kolagen atau membran basal.
4. Penyelubung alveoler, merupakan lapisan film yang menyelubungi alveoli dan sukar diamati, mempunyai ketebalan
10–50 nm, mengandung surfaktan yang dihasilkan oleh sel B.Lapisan tersebut berupa film yang bagian atasnya
mengandung fosfolipida dan bagian dalamnya yang terdiri dari mukopolisakarida dan protein dan keseluruhan sistem
merupakan struktur cair atau gel dan selalu diremajakan oleh basis.
Surfaktan tersebut terutama terdiri dari lesitin dipalmitat, kolesterol, trigliserida dan asam lemak bebas serta
memiliki waktu paruh 14 jam.
2𝑇
P=
𝑅
T = tegangan permukaan
R = jari-jari gelembung Gambar 11.5
P = tekanan gelembung
Surfaktan secara nyata menurunkan tegangan permukaan (40 mg senyawa murni menurunkan tegangan 8
dynes/cm).Hal ini juga dimaksudkan untuk mencegah pengosongaan udara dari alveoli yang lebih kecil ke dalam alveoli
yang besar.Selain itu juga untuk mencegah perbedaan tegangan permukaan intraalveoler antara inspirasi dan ekspirasi.
Tanpa faktor ini,akan terjadi kolaps dan atelektasis.
Surfaktan juga berpungsi mengecilkan usaha muskular yang diperlukan untuk memberikan udara segar ke paru
dan menjaga pengisian udara.
Pada keadaan patologi, banyak ditemukan sejumlah gangguan pada surfaktan alveoler, tapi jarang dijumpai
adanya perubahan kemampuan surfaktan dikarenakan oleh ketidakmampuan pungsi atau karena tidak terbentuknya
surfaktan tersebut.
` Keadaan patologi tersebut terutama adalah:
- penyakit membran hyalin pada bayi
- emboli paru
- asidosis paru
- udema paru
- inhalasi cairan lambung (sindroma Mandelson ) atau gas toksik
- influensa
- penyumbatan arteri paru dari bronkus
- inhalasi detergen.
Epitel alveoli secara terus menerus menjaga integritas alveoli.Batas interstitiumnya berupa membran basales
endotel dan enpitel yang di antaranya terdapat senyawa untuk pertumbuhan. Meskipun terjadi kerusakan struktur regular,
interstitium tetap memelihara kantong alveoler dan kapiler pada bagian permukaan merlalui pembentukan kerangka fibril
tiga demensi tempat melekat alveoli dan kapiler. Proses pengantian gas dan penyerapan senyawa terjadi pada permukaan
yang inetrstitiumnya sangat halus (80 nm) dengan lapisan surfaktan terdapat interstitium yang sangat tipis 15 nm.
11.1.3.2.Persarafan
Persarafan dalam paru meliputi :
- serabut-serabut saraf simpatik dan parasimpatik menuju otot polos dari pembuluh darah dan bronkus seperti kelenjar
bronkus;
- serabut-serabut saraf aferent, terutama peka pada permukaan selaput dada dan bronkus.
Aerosol obat
K1
K2p Hancur diudara
Pembentukan partikel
atmosfer&didalam alat
K2
K3p K3D
Penghirupan partikel Depo didalam mulut & A. Aktivitas setempat
dalam hidung
K3
Partikel tersuspensi dalam K4p K4D B. Aktivitas setempat setelah
Depo setelah terjadi
aliran gas di saluran napas penyerapan setempat
tumbukandan pengendapan
bagian atas
K4
K5p K5D
Partikel tersuspensi dalam Depo setelah terjadi C Perlintasan disaluran cerna
aliran gas disaluran napas tumbukan&pengendapan
bagian bawah
K5
K6p K6D
Partikel tersuspensi dalam Depo didalam alveoli Pembersihan mukosilia atau
daerah alveoli getah bening
K6 K7
K8
K9D
Perlintasan melalui Aktivitas didinding kapiler
membrane kapiler alveoli
K9
Zat aktif dalam kapiler K10D
Aktivitas sistemik
pembuluh darah
Kolom kedua menggambarkan berbagai kemungkinan jalur perjalanan yang ditempuh oleh partikel aerosol.
Tetapan K2p sampai K6p menyatakan jumlah zat aktif yang mengendap di permukaan kompartemen tertentu.
Kolom ketiga menyatakan keadaan zat aktif yang terkandungdalam partikel dan ini dinyatakan oleh tetapan K D.
Perjalanan sediaan aerosol yang panjang tersebut dapat diringkas menjadi 4 tahap yaitu:
transit atau penghirupan
penangkapan atau depo
penahanan dan pembersihan
penyerapan
> 30 µm
20 – 30 µm
10 – 20 µm
3 – 5 µm
< 3 µm
Partikel partikel yang ukurannya lebih kecil dari 1,2 µm tidak mengalami hambatan di dalam saluran bronkus, dan
yang berdiameter kurang dari 0,2 µm dapat mencapai daerah alveoli.
Partikel-partikel yang memiliki koefisien difusi rendah dan yang keterendapan gravitasinya rendah akan mengikuti
perjalanan udara pensuspensinya. Partikel semacam ini dapat menembus bagian paru yang lebih dalam dan penembusan ini
tergantung pada volume udara yang beredar.Tetapi tidak pada setiap inspirasi partikel tersebut dapat mencapai alveoli yang
lebih jauh dan hal itu di jelaskan dengan mekanisme difusi yang mengaturpertukaran antara udara inspirasi dan udara residu
di dalam paru. Partikel yang mempunyai koefisien difusi rendah mampu menembus paru sampai daerah volume edar
(volume udara yang dihembuskan pada pernapasan normal) yang mengalir dan volume kumulasi aliran udaranya sama.
Dalam satu inspirasi tunggal, alveoli yang terletak setelah daerah tersebut (dimana volume udara yang mengalir
dan volume kumulasi aliran udaranya sama) tidak menerima satu partikel pun, selain itu volume udara yang dihirup dan
dihembuskan selama 1 daur pernapasan tidaklah sama. Altshuler dkk.membuktikan bahwa sekitar 25% volume udara yang
dihirup dipindahkan ke udara intrapulmoner dalam jumlah yang sama dipindahkan ke volume edar untuk mencapai tempat
tujuan. Pada akhir satu daur pernapasan sederhana, udara intrapulmoner akan terisi lagi oleh sejumlah partikel-partikel
yang sudah masuk selama inspirasi sebelumnya. Pada inspirasi berikutnya, partikel memasuki bagian paru yang lebih dalam
dan selama respirasi stabil, partikel-partikel tersebut akan menembus sampai alveoli yang paling jauh dan ditimbun secara
difusi. Di dalam paru, partikel-partikel tersebut tidak sepenuhnya mengikuti aliran gas dan sejumlah senyawa berkurang
karena terjadinya penimbunan di permukaan paru dan jarang ada konsentrasi yang sama di setiap permukaan unit paru
terminal.
𝑣 𝑟4 𝑃 𝜋
=
𝑡 8𝜂1
Pada persamaan ini, t merupakan waktu (detik) yang diperlukan sejumlah volume V (ml) dengan kekentalan cairan
η (pada Po) untuk mengalir melalui tabung yang panjangnya 1 (cm), jari jari r (cm) dan dengan tekanan P (dyne.cm-2).
Jika ukuran tabung dianggap tetap maka laju pengaliran cairan akan berbanding lurus dengan kekentalan. Pada
keadaan aliran laminer, semua cairan bergerak seperti gerakan piston dalam silinder.Dengan laju pengaliran yang sedang,
𝑑.𝑣.𝜌
Re=
𝜂
d adalah diameter tabung (cm), v lajupengaliran (cm/detik)
𝜌adalah bobot jenis (g/cm-3) dan 𝜂 kekentalan (cm2/detik)
Jika harga bilangan Reynold lebih dari 2000, maka aliran bersifat turbulen. Mead menyatakan bahwa bilangan
Reynold selama respirasi tenang (v = 0,33 1/detik) ternyatalebih rendah dari 2000 pada sebagian besar permukaan saluran.
Selama pernapasan sedang atau dengan kekuatan (v = 3,3 1/detik), bilangan Reynolds lebih dari 2000 dalam lubang hidung,
pharynx, glottis, trakea dan sebagian besar bronkus, tapi tidak dalam bronkiolus. Untuk melewati daerah ini, aliran udara
harus bersifat turbulen, dan pada kondisi ini bobot jenis sediaan lebih berpengaruh dibandingkan kekentalannya. Suatu
turbulensi yang kuat akan memperlambat pengaliran gas baik di bagian dalam maupun luar paru, dengan demikian terjadi
penimbunan partikel yang lebih dini di dalam saluran napas bagian atas. Turbulensi pada percabangan bronkus tidak sama
dengan turbulensi dalam saluran napas (dapat berisi mukus, eksudat, tumor bahan asing), pada bagian penutup glottis dapat
terjadi suatu kombinasi aliran laminar dan turbulen. Sebaliknya dimungkinkan meningkatkan penebusan aerosol untuk
mengurangi keadaan turbulensi yaitu dengan melakukan irama pernapasan yang perlahan.
11.3.1.1.4 Kelembaban
Udara di bagian paru yang lebih dalam umumnya mengandung air sejumlah 44 g/m3.Udara atau aerosol dalam paru
memiliki derajat kelembaban yang setara kejenuhan pada suhu tubuh. Udara ekspirasi normal pada 32C mempunyai
kejenuhan air (34 g/m3). Aerosol mengandung kurang dari 44 g/m3 air dan jumlah ini akan bertambah saat penghirupan dan
akan menguap sesampainya di mukosa hingga tercapai keseimbangan. Dengan alat aerosol pada umumnya, kecuali
nebulizer ultrason, akan membawa partikel-partikel yang kadar airnya kurang dari 30 g/m3, partikel selanjutnya akan
menyerap air dalam jumlah yang dipengaruhi oleh suhu, kelembaban reltif dan sifat senyawa. Sejumlah persamaan dibuat
untuk menerangkan pertumbuhan partikel sebagai fungsi dari kelembaban (34) dan dari persamaan tersebut terlihat bahwa
peningkatan partikel secara maksimal terjadi pada senyawa dengan bobot molekul dan bobot jenis yang kecil.
Partikel-partikel yang berdiameter lebih kecil dari 0,2 𝜇m dapat melintasi trakea lebih cepat disbanding partikel-
partikel berdiameter 0,5–0,8 𝜇m. Porstendorfer mengamati pengaruh perubahan ukuran partikel aerosol pada 20–22C
dan dengan suatu kelembaban relatif antara 40–100%. Hasil penelitian membuktikan bahwa aerosol dengan partikel yang
tidak larut (SiO2 misalnya) tidak dipengaruhi oleh kelembaban, sedangkan aerosol dengan partikel yang sedikit larut (lateks
atau asap rokok) diameternya dapat membesar menjadi 1,35–1,55 kali, aerosol yang larut (NaCl) diameternya membesar 3–
7 kali.
11.3.1.1.5 Suhu
Dalam suatu sistem yang dapat mengalami perubahan suhu, maka partikel akan bergerak dari bagian yang lebih
panas ke bagian yang lebih dingin. Gerakan tersebut berbanding lurus dengan perubahan suhu dan diameter partikel; bila
sistem memiliki amplitude yang lemah, maka dalam waktu singkat partikel tidak dapat terhirup karena suhu paru lebih
panas dibandingkan suhu aerosol.
Bahasan yang terakhir ini adalah penting karena aerosol yang dihirup pada suhu lebih rendah dibandingkan suhu
tubuh maka terlebih dulu partikel harus dipanaskan dan dilembabkan oleh tubuh, dengan akibat makin besarnya ukuran
partikel. Sebaliknya, jika suhu aerosol dihirup pada suhu yang lebih tinggi dibandingkan suhu tubuh, maka partikel akan
didinginkan dulu dan air yang terkandung akan terkondensasi pada permukaan epitel.
Ut .U.sin θ
I= (persamaan 11.1)
gR
U = laju pengaliran udara
Ut = laju partikel
𝜃 = sudut bengkokan bronkus
R = jari-jari bronkus
g = gaya tarik bumi
Persamaan ini pada hakekatnya menunjukkan kemungkinan terjadinya tumbukan oleh kelembaman yang semakin
meningkat dengan bertambahnya diameter partikel, laju pengaliran udara, sudut lekukan dan penurunan jari-jari bronkus;
tumbukan tidak terjadi di alveoli yang laju pengaliran gas adalah nol.
σ.g.d2
Ut = (persamaan11.2)
18
g = gaya tarik bumi
d = diameter partikel
𝜎 = bobot jenis udara
= kekentalan udara
Jadi pengendapan partikel berbanding terbalik dengan laju pengaliran udara dan berbanding lurus dengan bobot
partikel.
Depo karena kelembaman terjadi maksimal pada partikel dengan ukuran tertentu (kemungkinannya 38% untuk partikel
dengan ukuran 7𝜇m, 20% untuk yang berukuran 5 𝜇m, 10% untuk yang berukuran 3𝜇m dan 1% untuk yang berukuran
1𝜇m).
Pengendapan berbanding lurus denagn kuadrat diameter partikel dan bobot jenisnya.Pentingnya hubungan ini
mendorong para peneliti untuk menentukan diameter nyata partikel aerosol, diameter aerodinamik efektif, diameter
geometri dari suatu partikel dengan boobot jenis 1 sehingga didapatkan kecepatan jatuh dari partikel sesuai dengan yang
diharapkan.
Diameter aerodinamik, dinyatakan sebagai unit kesetaraan massa jenis yang sama dengan :
dc = ( Ʈp . da2 )1/2
di sini ơp adalah bobot jenis partikel, dan da adalah diameter partikel.
Difusi atau gerak brown relatif tidak bermakna pada partikel yang berdiameter lebih dari 1𝜇m,tapi sangat penting untuk
partikel yang berdiameter antara 0,002 dan 0,1𝜇m, dimana tidak terjadi depo karena pengendapan. Depo karena difusi
akan meningkat seiring dengan pengecilan ukuran saluran napas, karena jarak tempuh partikel ke permukaan menurun
secara nyata pada permukaan bronkus dan alveoli.
Studi kemungkinandepo berdasar ukuran partikel, atau menurut diameter aerodinamika merupakan obyek sejumlah
penelitian yang hasilnya dapat diringkas dalam gerafik pada Gambar 11.8
Simpangan kurva, menyatakan kebolehjadian depo karena pengendapan atau karena difusi menurut ukuran, membentuk
suatu daerah kebolehjadian minimal pada partikel berdiameter sekitar 0,5 𝜇m yaitu ukuran saluran bagian dalam di
mana laju partikel yang melintas karena gerak brown adalah sama dengan laju pegendapan.
- Muatan Partikel
Dalam paru tidak terdapat medan listrik, kecuali bila partikel sediaan aerosol bermuatan. Partikel bermuatan dengan
mobilitas yang tinggi menimbulkan muatan yang lemah pada partikel-partikel kecil (0,1𝜇m atau lebih kecil),atau
muatan yang besar pada partikel yang besar (1 𝜇m atau lebih).
Partikel- partikel kecil yang tidak bermuatan jarang mengendap di permukaan hidung dan pharyux, namun bila partikel
tersebut bermuatan (walau lemah), akan menyebabkan terjadinya depo pada lubang hidung dan hidung.
Depo yang disebabkan oleh penolakan muatan llistrik dari partikel berdiameter 0,7 µm akan lebih kuat di alveoli
dibandingkan saluran napas bagian atas,termasuk partikel aerosol yang bermuatan sangat lemah.
Pada keadaan dimana koagulasi partikel aerosol meningkatkan terjadinya depo, maka mungkin partikelnya bersifat
bipolar, dan hal ini dapat menyebabkan aerosol menjadi lebih efektif, walau hal ini belum terbukti.
11.3.1.4. Penyerapan
Pada tahap ke empat yaitu tahap penyerapan, sebagian bahan yang dihirup dalam bentuk aerosol akan terikat
dalam saluran napas dan selanjutnya diserap oleh mukosa saluran.
Jadi untuk bahan dalam jumlah yang sangat besar, kadarnya di dalam darah dan air kemih perlu ditentukan.
Pada anjing yang telah diberi atropin maka pemberian aerosol adrenalin ternyata meningkatkan tekanan arteri,
sebaliknya penurunan tekanan terjadi setelah penghirupan aerosol asetil kolin pada anjing yang telah diberi aselin.
Penyerapan ini dapat terjadi pada berbagai tempat yang berbeda dan kadang-kadang selektif untuk beberapa zat
aktif tertentu.
Senyawa Terlarut
Terdapat dua kemungkinan untuk senyawa terlarut, yaitu:
1. Komponen-komponennya dapat berupa ion atau molekul dengan ukuran tertentu dan penembusan sekat yang terjadi
relatif.
2. Bahan yang dihirup dapat terikat pada komponen surfaktan alveoli. Dalam hal ini, penembusan interstisiel
mencerminkan perubahan molekul diantara kutub endo-alveoli dan cairan sekitarnya. Mekanisme transpor ini terjadi
dengan dua cara yaitu dengan melalui saluran getah bening di lobulus perifer atau lobulus pusat dan ini didukung
dengan oleh pneumosit I secara mikropinositosis. Hambatan mekanisme ini dipengaruhi oleh proses pencucian alveoli,
aktivitas membran pneumosit I dan aktivitas pneumosit II
P
C=
V
Penentuan konsentrasi tersebut hanya bersifat prakiraan karena sebagian aerosol ada yang tertinggal di dalam alat.
Penentuan kadar secara kimia lebih sahih, tetapi partikel-partikel perlu dijerat terlebih dulu dan penjeratan ini dapat
dilakukan dengan barbotage atau dalam wadah tertutup, tetapi lebih baik bila dilakukan dengan ruang elektrostatik.
Penentuan jumlah aerosol yang terikat dan atau tersesap dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain:
pengukuran konsentrasi zat aktif dalam aerosol, juga konsentrasi yang terdapat dalam udara ekspirasi serta yang
tertahan dalam tubuh penderita.
studi radiologi pencacahan zat aktif yang kedap cahaya atau yang berlabel (tetapi hanya berkaitan dengan percobaan
tentang pernapasan dinamik).
evaluasi kadar obat dalam darah atau efek farmakologi.
evaluasi perubahan sifat alir getah bronkus secara in situ, atau lendir. Hal ini merupaka uji yang baik tetapi sulit
dilaksanakan bila dimaksudkan untuk meneliti aktivitas setempat dari aerosol, kekentalan cairan bronkus yang
dikeluarkan, aktivitas enzimatik atau malahan beberapa antibiotik.
Untuk menafsirkan setiap hasil penelitian yang berkaitan dengan farmakokinetik digunakan beberapa model
saluran napas yang dapat menggambarkan depo, pembersihan dan model yang khusus digunakan untuk bahan toksik
(pencemar) atau bahan radioaktif.Yang lebih sederhana adalah model satu kompartemen yang mengabaikan adanya partikel
dalam saluran dan partikel yang tertinggal pada saluran napas, tergantung pada jenis aerosol yang dibersihkan.
Konsentrasi aerosol
depo Penahanan pada saluran pembersihan/epurasi
Lama kontak
napas
Volume pernapasan
Respon farmakologi
Bila diperlukan dapat dibuat model saluran napas dengan mempertimbangkan pengaruh ukuran partikel terhadap
nasib aerosol dalam tubuh.Diantara model-model tersebut yang paling terkenal adalah model dari TASK GROUP dan
LUNG DINAMICS.Partikel aerosol yang tertimbun merupakan fungsi dari diameter aerodinamik dari bobot rerata
(DDM).Satu DDM berarti setengah dari bobot aerososl terdiri dari partikel dengan diameter yang lebih besar dari DDM,
separuh lainnya merupakan partikel yang lebih kecil(Gambar 11.10).
Gambar 11.10. Hubungan antara jumlah aerosol yang tersimpan dan diameter aerodinamik rerata setiap satuan bobot
pada 3 (tiga) daerah anatomi saluran udara yaitu daerah nasopharynx, trakea dan bronkus. Volume aliran
1450 ml dan frekuensi pernapasan 15 daur/menit.Daearh bayang-bayang berarsir menyatakan tipe
pelebaran geometrik.
Partkel Ekspirasi
D1 D2
Partikel yang dihirup
D3
cepat cepat S
Nasopharynx
(a) (b) a
l
cepat u
D Trakea-bronkus cepat r
a (c) (d) a
r (f) n
cepat
a cepat
Paru bagian dalam n
h
pelan a
(g) p
pelan a
(h) s
Getah bening
Gambar 11.11. Skema penembusan partikel [D1: dihirup, D2: dikeluarkan, D3:disimpan dalam bagian nasopharynx (NP), D4: disimpan dalam bagian
trakea-bronkus (TB), D5:disimpan dalam paru (P)] dan pembersihannya: a). langsung dan cepat dari NP menuju sistem peredaran darah;
b). langsung dari NP dengan transpor mukosilier; c). penyerapan cepat dari TB ke dalam peredaran darah; d). pembersih mukosilier
cepat dari TB menuju saluran cerna; e). transpor langsung dari paru menuju darah; f). pembersiahan cepat oleh makrofag intermidier dan
transpor mucocilliaire; g). pembersihan perlahan dengan fenomena endositosis dan transpor endositosis; h). pembersihan perlahan dari
paru ke saluran getah bening; i). transpor dari saluran getah bening ke darah sistemik; j). penyerapan partikel udara bersih dari saluran
cerna ke darah sistemik baik secara langsung atau tidak langsung
Udara elemen radioaktif dari atmosfer dan partikel padat, model ini tidak selalu sama hasilnya dengan yang
diperoleh oleh peneliti lain, terutama untuk partikel kecil atau yang pengudaraan atau penyebarannya beragam. Penggunaan
simulator dengan mekanisme serupa dengan berbagai ketetapan hanya dapat membantu para peneliti menyederhanakan
model percobaan dan lebih dapat diterapkan untuk mengendalikan kondisi lingkungan.
Baru-baru ini, Laros dkk mengungkapkan dua metode baru untuk menyatakan perjalanan senyawa yang dihirup
dan didasarkan atas anatomi dan fisiologi yaitu:
1. MAMILUM atau model paru makromigrasi yang menghubungkan saluran napas dengan saluran tubuh lainnya.
2. MIMILUM atau model paru mikromigrasi yang merupakan saluran penting bagi lewatnya zat aktif sampai ke dinding
saluran dimana ia akan tersimpan dan menuju reseptor.
Setelah penghirupan suatu obat melalui saluran napas eksternal (RT) maka sejumlah tertentu zat aktif yang dihirup
(d1) akan dihembuskan (d2). Depo dapat terjadi pada daerah NP(d3). Penyerapan dan efek d3, d4 ,d5 berkaitan dengan
mamilum; tetapi zat aktif yang dihirup dapat pula mempengaruhi parenkim paru secara langsung melalui saluran cerna,
pembuluh darah atau getah bening.
Melalui lapisan mukosilier, bagian partikel yang tersimpan akan menuju saluran cerna (DT), selanjutnyamemasuki
hati melalui peredaran darah porta dan obat aktif dapat menjadi tidak aktif. Bahan aktif yang diserap oleh getah bening
tidak melewati hati.
Darah dari atrium mengaliri mulut, NPdan empat percabangan pertama dari bronkus, mencapai vena cava superior
kanan dari atrium zat aktif diserap dan memasuki sistem peredaran darah seperti halnya setelah pemberian injeksi intrvena,
intramuskuler, subkutan atau rektal. Seluruh zat aktif dibawa menuju atrium dan ventrikel kiri, demikian pula oleh arteri
bronkus dan menuju percabangan bronkus.
Pada percabangan bronkus ke-5 sampai 17, peredaran darah diatur oleh fleksus vena bronkus sampai ke atrium
dan ventrikel kiri. Zat aktif yang diserap pada permukaan tersebut yang mula-mula mencapai saluran udara melalui
arteribronkus yang menerina 0,2–2% curahan dari ventrikel kiri. Hal yang sama terjadi pada zat aktif yang diserap pada
percabangan bronkus ke-17 hingga 23.
Penyerapan melalui saluran getah bening dapat juga terjadi dari saluran napas bagian atas dan bronkioli, tetapi
tidak di bagian yang lebih bawah.
MIMILIUM menjelaskan perlintasan melalui dinding saluran napas pada berbagai daerah yang berbeda seperti
halnya mekanisme pada daerah membran (pelarutan, penghancuran partikel), demikian pula misalnya intervensi makrofag
alveolar (Gambar 11.13).
Kerumitan model in vivo mendorong keinginan untuk menyederhanakan model tersebut menjadi model in vitro:
Model saluran cerna dari bahan plastik,
Model dengan serangkaian labu berpalung dimana partikel-partikel akan mengendap bertahap sesuai dengan ukuran,
bobot jenis, kelarutannya dan lain-lain
Trakea dan bronkus tiruan untukmenentukan efektifitas penembusan setelah melalui penyaringan ultra,
Pompa pernapasan tiruan, melingkar dengan bahan penyerap untuk menahan partikel.
Gambar 11.13. Skema perjaanan dalam dinding alat pernapasan pada permukaan mikrosirkulasi (pada percabangan
bronkus ke-04)
Tabel 11.1. Bahan aktif yang digunakan dalam sediaan aerosol pada pengobatan penyakit bronkopulmoner
1. Bahan aktif infeksi
a. Antibiotika
- betalaktam - penisilin, penisilin G, ampisilin, metisilin, oksasilin
- sefalosporin, sefalotin, sefaloridin
- gentamisin, kenamisina, framisetina, neomisina
- oksitetrasiklin
- oligosakarida - kloramfenikol, koramfenikol hemisuksinat, tiamfenikol glisinat
- tetrasiklina - linkomisin
- khloramfenikol - kolistin, polimiksin B, rifamisin
3. Bronkodilator
a. simpatomimetika - isoprenalin, orsiprenalin, salbutamol, difenilorsiprenalin, terbutalin
4. Bahan pengencer
a. enzim - trispin, alfakimotripsin,
b. bahan pembasah - alevair, elektrolit (NaCl,NaCl2, ammonium sulfat)
c. reduktor - n-asetilsistein, asam askorbat
d. alkaloida - bromheksin
5. Sediaan lainnya
a. air hangat
b. antihistamin