Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Akuntansi aktivitas adalah factor penting untuk mengoperasionalkan perbaikan


berkelanjutan, meningkatnya persaingan harus terus mencari berbagai cara untuk
unggul dari perusahaan lain, contohnya dengan mengurangi biaya dan meningkatkan
efesiensi. Nilai terhadap pelanggan sangat penting sehingga perusahaan dituntut agar
memberikan barang atau jasa yang bermanfaat bagi penggunanya dan tentunya
berkualitas dengan harga yang terjangkau.

Memperbaiki berbagai proses berarti memperbaiki cara berbagai aktivitas yang


terkait, jadi manajemen berbagai aktivitas bukan biaya adalah kunci keberhasilan
pengendalian bagi perusahaan yang beroperasi dalam lingkungan perbaikan yang
berkelanjutan. Perwujudan dari berbagai aktivitas tersebut adalah hal penting untuk
perbaikan perhitungan biaya dan pengendalian yang lebih baik mengarah pada
pandangan baru atas berbagai proses bisnis yang disebut sebagai manajemen
berdasarkan manajemen aktivitas.

Manajemen berdasarkan aktivitas memiliki tujuan untuk meningkatkan nilai bagi


pelanggan dengan mengelola aktivitas. Nilai bagi pelanggan adalah fokus utama
karena perusahaan dapat menciptakan keunggulan kompetitif dengan menciptakan
nilai bagi pelanggan yang lebih baik dengan biaya yang sama atau lebih rendah dari
pesaing atau menciptakan nilai yang sama dengan biaya lebih rendah dari pesaing.
Nilai bagi pelanggan adalah selisih antara apa yang pelanggan terima (realisasi untuk
pelanggan) dengan apa yang pelanggan serahkan (hal yang dikorbankan pelanggan).
Apa yang diterima, disebut sebagai produk total (total product). Produk total seluruh
manfaat baik wujud (tangible) maupun tidak berwujud (intangible) yang pelanggan
terima dari produk yang dibeli. Pengorbanan pelanggan meliputi biaya meliputi biaya
pembelian produk, waktu dan usaha yang dikeluarkan untuk mendapatkan dan
mempelajari cara menggunakan produk, dan biaya-biaya paska pembelian, yang
didefinisikan sebagai biaya penggunaan, pemeliharaan, dan menjual kembali produk
tersebut. Meningkatkan nilai bagi pelanggan berarti meningkatkan realisasi untuk
pelanggan, menurunkan pengorbanan pelanggan, atau keduanya.

1
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Activity Based Management?


2. Apa tujuan dan manfaat Activity Based Management?
3. Apa saja dimensi Activity Based Management?
4. Apa keunggulan dari Activity Based Management?
5. Bagaimana penerapan dan proses dari Activity Based Management?

1.3 Tujuan Perumusan Masalah

1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud Activity Based Management.


2. Untuk mengetahui tujuan dan manfaat dari Activity Based Management.
3. Untuk mengetahui dimensi Activity Based Management.
4. Untuk mengetahui keunggulan Activity Based Management.
5. Untuk mengetahui penerapan dan proses dari Activity Based Management.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Activity Based Management

Activity–Based Management (ABM) adalah suatu pendekatan di seluruh sistem


dan terintegrasi, yang memfokuskan perhatian manajemen pada berbagai aktivitas,
dengan tujuan meningkatkan nilai untuk pelanggan dan laba sebagai hasilnya
(Hansen dan Mowen, 2006; 11).

Menurut Mulyadi (2007; 731), Activity-Based Management (ABM) adalah


pendekatan manajemen yang memusatkan pengelolaan pada aktivitas dengan tujuan
untuk melakukan improvement berkelanjutan terhadap value yang dihasilkan bagi
customer, dan laba yang dihasilkan dari penyedia value tersebut.

Sedangkan menurut Blocher (2007; 239), Activity–Based Management (ABM)


analisis aktivitas yang digunakan untuk memperbaiki nilai produk atau jasa bagi
pelanggan dan meningkatkan keuntungan perusahaan.

Berdasarkan definisi-definisi diatas, ABM mempunyai dua frasa penting, yaitu:


(1) manajemen berbasis aktivitas berfokus pada pengelolaan aktivitas untuk
meningkatkan nilai yang diterima oleh konsumen, dan (2) pemusatan pengelolaan
pada aktivitas untuk menghasilkan laba dari penyedia nilai tersebut.

2.2 Tujuan dan Manfaat Activity Based Management

ABM merupakan pusat dari sistem manajemen biaya, dan oleh karena itu untuk
mengelola organisasi atau perusahaan dengan baik, harus menekankan pada ABM.
ABM bertujuan untuk meningkatkan nilai produk atau jasa yang diterima oleh 13
para konsumen, dan oleh karena itu dapat digunakan untuk mencapai laba dengan
menyediakan nilai tambah bagi konsumennya.

Manfaat yang diperoleh dengan menggunakan ABM adalah manajemen dapat


menentukan wilayah untuk melakukan perbaikan operasi, mengurangi biaya, atau
meninggkatkan nilai bagi pelanggan. Dengan mengidentifikasi sumber daya yang
dipakai konsumen, produk, dan aktivitas, ABM memperbaiki fokus manajemen atas
faktor-faktor kunci perusahaan dan meningkatkan keunggulan kompetitif
(Blocher,2007; 239)
Manfaat ABM menurut Supriyono (1999; 356) adalah:
a. Mengukur kinerja keuangan dan pengoperasian (nonkeuangan) organisasi dan
aktivitas-aktivitasnya.
b. Menentukan biaya-biaya dan profitabilitas yang benar untuk setiap tipe
produk dan jasa.
c. Mengidentifikasikan aktivitas-aktivitas dan mengendalikannya.

3
d. Mengelompokkan aktivitas-aktivitas bernilai tambah dan tidak bernilai
tambah.
e. Mengefisienkan aktivitas bernilai tambah dan mengeliminasi aktivitas-
aktivitas tidak bernilai tambah.
f. Menjamin bahwa pembuatan keputusan, perencanaan dan pengendalian
didasarkan pada isu-isu bisnis yang keluar dan tidak semata berdasar
informasi keuangan.
g. Menilai penciptaan rangkaian nilai tambah (value-added chain) untuk
memenuhi kebutuhan dan kepuasan konsumen.

2.3 Dimensi Activity Based Management

Activity–Based Management menekankan pada biaya berdasarkan aktivitas atau


Activity-Based Costing (ABC) dan analisis nilai proses. Jadi, Activity–Based
Management memiliki dua dimensi, yaitu dimensi biaya dan dimensi proses
(Hansendan Mowen, 2006; 487).

Menggunakan informasi Activity Based Costing untuk mengembangkan operasi


dan menghilangkan biaya yang tidak bernilai tambah disebut Activity-Based
Management (ABM). Menggunakan Activity-Based Management (ABM) untuk
menghilangkan Aktivitas dan Biaya yang Tidak Bernilai Tambah.

Activity-Based Management (ABM) menekankan baik pada product costing


maupun process value analysis. Terdapat 2 dimensi pada ABM yaitu:

1. Cost Dimension

Menyediakan informasi tentang sumber ekonomi, aktivitas, produk serta


konsumen. Dalam dimensi ini dilakukan penelusuran biaya ke setiap aktivitas,
kemudian biaya setiap aktivitas dibebankan ke produk Dimensi ini sangat bermanfaat
untuk product costing, managemen biaya strategik serta tactical analysis .
Menekankan pada ketelitian alokasi biaya aktivitas ke setiap produk.

2. Process Dimension

Menyediakan informasi tentang mengapa suatu aktivitas dilaksanakan dan


bagaimana pelaksanaannya. Dimensi ini ingin mengetahui kinerja setiap aktivitas
yang dilakukan perusahaan. Dimensi ini menunjukan informasi tentang continoues
improvement yang dilakukan perusahaan.

4
Gambar 2.1 Model Dua Dimensi ABM (Hansen dan Mowen, 2006; 488)

2.4 Keunggulan Activity Based Management

Activity Based Management mengukur efektivitas proses aktivitas dalam


aktivitas bisnis sebagai kunci dalam mengidentifikasi bagaimana proses dan aktivitas
tersebut bisa diperbaiki untuk menurunkan biaya dan meningkatkan nilai (value) bagi
pelanggan.

Activity Based Management memperbaiki fokus manajemen dengan cara


mengalokasikan sumber daya untuk manambah nilai aktivitas kunci, pelanggan
kunci, produk kunci, dan metode untuk mempertahankan keunggulan kompetitif
perusahaan.

2.5 Penerapan Activity Based Management

Activity based Management lebih komprehensive dibandingakan Activity-Based


Costing (ABC). Tujuan penting dari ABM adalah untuk mengidentifikasi dan
menghilangkan aktivitas dan biaya tak bernilai tambah. Akivitas dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu aktivitas bernilai tambah dan aktivitas tidak

5
bernilai tambah. Kedua aktivitas ini biasanya terjadi pada perusahaan manufaktur
ataupun perusahaan jasa.

1) Aktivitas Bernilai Tambah

Aktivitas bernilai tambah adalah aktivitas-aktivitas yang diharuskan untuk


melaksanakan bisnis atau menciptakan nilai yang dapat memuaskan bagi para
konsumennya (Supriyono, 1999; 377). Menurut Hansen dan Mowen (2006; 489).

Aktivitas bernilai tambah adalah aktivitas-aktivitas yang diperlukan untuk


dipertahankan dalam bisnis. Aktivitas ini harus terus dipertahankan oleh perusahaan,
karena aktivitas inilah yang menjadikan suatu produk atau jasa lebih kompetitif
dipasar. Jika aktivitas bernilai tambah dieliminasi, akan mengurangi nilai yang akan
didapat oleh konsumen, sehingga konsumen tidak lagi membeli atau mengkonsumsi
produk atau jasa perusahaan tersebut. Dengan kata lain, perusahaan tersebut akan
mengalami kekalahan persaingan di dalam pasar. Aktivitas bernilai tambah
menimbulkan biaya aktivitas bernilai tambah, yaitu biaya yang digunakan untuk
melaksanakan aktivitas-aktivitas bernilai tambah.

Aktivitas dapat dikelompokkan kedalam aktivitas bernilai tambah apabila


secara bersamaan memenuhi ketiga kondisi berikut ini (Hansen dan Mowen,
2006;489):
1. Aktivitas yang menghasilkan perubahan,
2. Perubahan tersebut tidak dapat dicapai oleh aktivitas yang sebelumnya, dan
3. Aktivitas tersebut memungkinkan aktivitas lain untuk dilakukan.

2) Aktivitas Tidak Bernilai Tambah


Menurut Supriyono (2003; 377), aktivitas tidak bernilai tambah adalah aktivitas-
aktivitas yang tidak perlu atau aktivitas-aktivitas yang perlu namun tidak efisien dan
dapat disempurnakan.

Sedangkan menurut Hansen dan Mowen (2006; 490), aktivitas tidak bernilai
tambah adalah semua aktivitas selain aktivitas yang sangat penting untuk
dipertahankan dalam bisnis, sehingga dianggap sebagai aktivitas yang tidak
diperlukan.

Berdasarkan beberapa definisi aktivitas tidak bernilai tambah tersebut, tentunya


perusahaan akan berusaha untuk mengeliminasi aktivitas tidak bernilai tambah,
karena hanya menambah biaya yang tidak berguna dan menghalangi kinerja
perusahaan. Suatu aktivitas dikelompokkan kedalam aktivitas tidak bernilai tambah
apabila aktivitas tersebut tidak dapat memenuhi salah satu dari ketiga criteria aktivitas
bernilai tambah yang telah disebutkan sebelumnya.

Perusahaan mengelompokkan aktivitas kedalam aktivitas bernilai tambah dan


kedalam aktivitas tidak bernilai tambah, dengan tujuan untuk dapat meminimumkan

6
biaya yang terjadi akibat aktivitas tidak bernilai tambah, dengan cara mengeliminasi
aktivitas tersebut. Aktivitas tidak bernilai tambah yang tidak dieliminasi akan
menyebabkan meningkatnya biaya produksi perusahaan. Aktivitas tidak bernilai
tambah menimbulkan biaya aktivitas tidak bernilai tambah, yaitu biaya yang timbul
karena adanya aktivitas yang tidak bernilai tambah.

Berikut adalah lima langkah yang menyediakan strategi untuk menghilangkan


biaya tak bernilai tambah pada perusahaan manufaktur dan jasa, yaitu

1. Mengidentifikasi aktivitas, langkah pertama adalah analisis aktivitas, yang


mengidentifikasi semua aktivitas penting organisasi.

2. Mengidentifikasi aktivitas tak bernilai tambah, tiga kriteria untuk menentukan


aktivitas yang bernilai tambah adalah:

a. Apakah aktivitas tersebut perlu ?

b. Apakah aktivitas tersebut efisien ?

c. Apakah aktivitas tersebut kadang bernilai tambah, kadang tidak ?

3. Memahami rantai aktivitas, akar masalah, dan pemicunya, dalam mengidentifikasi


aktivitas yang tidak bernilai tambah, sangat penting untuk memahami jalan dimana
aktivitas terhubung bersama.

Pengerjaan ulang unit yang rusak adalah kegiatan non-nilai tambah.


Pengerjaan ulang ini dipicu oleh identifikasi produk cacat selama inspeksi. Akar
penyebab ulang, bagaimanapun, bisa berbaring di salah satu dari sejumlah kegiatan
sebelumnya. Mungkin spesifikasi bagian adalah kesalahan. Atau vendor diandalkan
dipilih. Mungkin bagian-bagian yang salah diterima. Atau kegiatan produksi yang
harus disalahkan. Satu set kegiatan yang saling berhubungan (seperti yang
digambarkan di atas) disebut proses. Kadang-kadang analisis aktivitas ini disebut
sebagai analisis nilai proses (PVA).

4. Menetapkan ukuran kinerja, dengan pengukuran kenerja secara terus-menerus


dan membandingkan kinerja dengan tolak ukur, perhatian manajemen mungkin
terarah pada aktivitas yang tidak perlu dan tidak efisien.

5. Melaporkan biaya yang tidak berlilai tambah, biaya tak bernilai tambah harus
disoroti pada laporan pusat biaya. Dengan mengedintifikasi akktivitas tak bernilai
tambah, dan melaporkan biayanya, manajemen dapat bekerja keras untuk
mengembangkan proses dan menghilangkan biaya tak bernilai tambah.

7
Hasil akhir yang ingin dicapai dalam analisa aktivitas adalah penurunan biaya
(cost reduction) yang ditimbulkan karena adanya continues improvement. Dalam
lingkungan yang kompetitif, perusahaan harus mampu mengirimkan produk yang
diinginkan konsumen, dalam waktu yang tepat serta harga yang rendah. Hal ini
mendorong perusahaan harus selalu melakukan perbaikan yang terus menerus dalam
melaksanakan aktivitasnya. Analisa aktivitas dapat menurunkan biaya malalui dengan
4 cara berikut ini:

a) Activity elimination

Memfokuskan pada Aktivitas tidak bernilai tambah, dengan mengidentifikasikan


kemudian mengeliminasi aktivitas tersebut.

b) Activity selection

Pemilihan serangkaian aktivitas yang berbeda disebabkan kerena srtategi yang


saling bersaing. Strategi berbeda membutuhkan aktivitas berbeda. Dipilih aktivitas
yang biayanya rendah untuk hasil yang sama.

c) Activity reduction

Pengurangan waktu dan konsumsi sumber ekonomi yang diperlukan suatu


aktivitas. Pendekatan ini terutama ditujukan untuk pengingkatan efisiensi dan
peningkatan aktivitas tidak bernilai tambah dapat dihilangkan.

d) Activity sharing

Peningkatan efisiensi aktivitas dengan memanfaatkan skala ekonomi, khususnya


dengan meningkatkan jumlah kuantitas cost driver tanpa meningkatkan biaya
aktivitasnya.

1. Activity Performace Measurement

Yaitu pengukuran performance dalam pelaksanaan suatuaktivitas dengan


menggunakan alat ukur finansial maupun non finansial. Alat ukut yang digunakan
harus mampu mengetahui bagaimana suatu aktivitas dilaksanakan dan hasil yang
dicapai. Alat ukur ini juga diharapkan mampu menunjukan perbaikan yang secara
terus menerus dilakukan perusahaan. Penilaian dipusatkan pada 3 hal yaitu waktu,
kualitas serta efisiensi.

a. Waktu
- Reliability : Jumlah pengiriman yang tepat waktu atau jumlah pengiriman

8
- Responsiveness : cycle time (waktu untuk melaksanakan 1 aktivitas), velocity
(jumlah output aktivitas yang dihasilkan dalam satuan waktu tertentu)
- Manufacturing cycle efficiency : waktu pemrosesan/(waktu proses+ waktu
perpindahan + waktu inspeksi + waktu tunggu )

b. Kualitas

Jumlah produk cacat, jumlah produk cacat/total produksi, % kegagalan eksternal,


jumlah sisa bahan atau jumlah bahan yang digunakan. Untuk aktivitas pembelian
ukuran kualitas dapat dinilai dengan Jumlah kesalahan atau jumlah total permintaan
pembelian, jumlah kesalahan setiap order pembelian.

c. Efisiensi
- Efisiensi operasi: Output/bahan, output/JKL, output/ jam mesin
- Efisiensi mesin : % kapasitas mesin yang terpakai
- Persediaan : Perputaran persediaan, jumlah persediaan, lamanya persediaan

2.6 Proses Activity Based Management

A. Business process analysis :

1. Pengurangan biaya (cost reduction) dilandasi oleh keyakinan bahwa pemahaman


secara mendalam terhadap proses bisnis dan improvement berkelanjutan terhadap
proses tersebut merupakan penentu efektivitas pengelolaan biaya

2. Pergeseran paradigma terhadap organisasi; dari organisasi sebagai sekelompok


fungsi/departemen ke organisasi sebagai sekumpulan proses.

 Business Process Analysis dilakukan dengan tujuan untuk:


1) Memberikan panduan dalam program pengurangan biaya dan cycle time
2) Improvement terhadap kualitas proses
3) Usaha lain dalam meningkatkan kinerja organisasi

 Tahap Business Process Analysis


1) Mengidentifikasi business process
2) Mengidentifikasi subprocess dan activities
3) Melaksanakan process value analysis
4) Mengembangkan rencana improvement

9
B. Process Value Analysis

Process Value Analysis merupakan suatu analisa yang menghasilkan informasi


tentang mengapa dan bagaimana suatu aktivitas atau pekerjaan dilakukan. Analisa ini
menekankan pada upaya untuk memaksimumkan sistem penilaian kinerja secara
keseluruhan dari pada performance individu. Process Value Analysis dilakukan
dengan 3 langkah di bawah ini:

1. Driver analysis untuk menentukan faktor-faktor yang menyebabkan biaya suatu


Aktivitas

Setiap aktivitas pasti membutuhkan input dan menghasilkan output. Input


aktivitas merupakan sumber-sumber ekonomi yang dibutuhkan dalam melaksanakan
suatu aktivitas, sedangkan output aktivitas merupakan produk yang dihasilkan dari
suatu aktivitas. Output yang dihasilkan oleh suatu akitivitas perlu diukur dalam
satuan kuantitatif tertentu yang disebut dengan Activity Output Measure.

Apabila permintaan akan suatu aktivitas berubah akan menyebabkan


perubahan jumlah biaya aktivitas, akan tetapi satuan ukuran output aktivitas tidak
selalu berhubungan langsung dengan penyebab timbulnya biaya suatu aktivitas. Oleh
karen aitu perlu dilakukan suatu analisa yang disebut dengan analisa driver. Analisa
Driver bertujuan untuk menunjukan penyebab munculnya biaya aktivitas.

2. Activity analysis untuk menentukan aktivitas apa yang dilakukan, jumlah


pekerja yang telibat, waktu dan sumber ekonomi yang digunakan serta rekomendasi
bagi manajemen tentang aktivitas tersebut. Analisa aktivitas akan diuraikan di bawah
ini.

Analisa aktivitas merupakan inti dari process value analysis. Analisa aktivitas
merupakan suatu proses identifikasi, penjabaran serta evaluasi aktivitas-aktivitas yang
dilakukan oleh suatu organisasi. Analisa aktivitas diharapkan mampu menjawab 4
pertanyaan berikut ini:

a) Aktivitas-aktivitas apa saja yang dilaksanakan?


b) Berapa jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam pelaksanaan setiap aktivitas?
c) Berapa jumlah waktu dan sumber-sumber ekonomi lainnya yang dibutuhkan
oleh setiap aktivitas?
d) Bagaimana manfaat aktivitas bagi organisasi secara keseluruhan organisasi
termasuk rekomendasi untuk teyap mempetahankan nilai tambah setiap
aktivitas bagi organisasi.

10
C. Costumer Profitability Analysis

Kecil kemungkinan sebuah perusahaan mempunyai produk yang menguntungkan


pada saat yang sama, mendatangkan biaya konsumen yang berhubungan yang bisa
menyebabkan hubungan konsumen yang tidak menguntungkan. Customer
profitability analysis menggunakan ABM untuk menentukan aktivitas, biaya, dan
keuntungan yang terkait dengan melayani konsumen yang istimewa. Misalnya,
konsumen X terkadang mengubah pesanannya setelah dicatat, tetapi konsumen Y
tidak demikian. Kemudian biaya terjadi untuk memperbaharui pesanan pembelian
untuk perubahan harus dicatat dalam cara yang merefleksikan fakta bahwa konsumen
X lebih bertanggung jawab untuk aktivitas dan biaya tersebut daripada konsumen Y.
Sistem manajemen biaya efektif dapat memperbolehkan manajer memperoleh
beberapa detail biaya.

Banyak faktor dapat menghasilkan konsumen yang lebih menguntungkan


daripada lainnya. Konsumen yang memesan dalam jumlah kecil, jarang memesan,
sering mengubah pesanan mereka, membutuhkan kemasan khusus atau kehati-hatian,
permintaan pengiriman yang lebih cepat, atau membutuhkan suku cadang khusus
atau desain mesin yang biasa kurang menguntungkan dibandingkan dengan
konsumen yang tidak meminta keistimewaan dalam pesanan mereka. Jika manajer
mempunyai pengertian yang bagus mana konsumen yang paling menguntungkan,
mereka dapat membuat keputusan yang lebih baik tentang pelayanan konsumen.

Tugas untuk menetapkan biaya bagi konsumen adalah sebuah tantangan. Sebuah
sistem harus ditempatkan bahwa dimungkinkan perusahaan untuk mengidentifikasi
mana konsumen yang menggunakan jasa pendukung konsumen dan seberapa sering.
Banyak waktu yang dihabiskan perusahaan pada sebuah perusahaan untuk membuat
penjualan dan untuk menyediakan jasa pendukung terus-menerus? Biaya ini adalah
tambahan untuk biaya produksi produk atau pada awalnya menyediakan jasa untuk
konsumen.

2.7 Pengukuran Kinerja Aktivitas


Pengukuran kinerja aktivitas dirancang untuk melihat bagaimana suatu aktivitas
dan proses dilaksanakan, dan hasil yang diperolehnya. Pengukuran kinerja aktivitas
juga dirancang untuk mengungkapkan apakah dilaksanakan improvement
berkelanjutan terhadap aktivitas untuk menghasilkan nilai bagi konsumen.
Pengukuran kinerja aktivitas berpusat pada tiga dimensi: efisiensi, kualitas dan waktu
(Mulyadi dan Johny Setyawan, 2001; 629).

Efisiensi memfokuskan hubungan antara masukan dengan keluaran aktivitas.


Kualitas berkaitan dengan apakah sejak pertama kali aktivitas telah dilaksanakan
dengan benar. Waktu digunakan dalam menjalankan aktivitas. Waktu ini sangat

11
penting, karena semakin lama waktu yang diperlukan oleh suatu aktivitas, maka
semakin banyak sumber daya yang dikonsumsi oleh aktivitas tersebut.

Pengukuran kinerja aktivitas dilaksanakan baik dalam bentuk kinerja keuangan


dan nonkeuangan. Ukuran kinerja keuangan harus dapat menyediakan informasi
mengenai dampak perubahan kinerja aktivitas yang dinyatakan dalam satuan uang
(Supriyono, 1999; 390). Oleh karena itu, ukuran keuangan harus dapat menunjukkan
pengurangan biaya yang sesungguhnya dicapai.

Untuk memungkinkan manajemen mengelola aktivitas, biaya harus dipisahkan


kedalam biaya bernilai tambah dan biaya tidak bernilai tambah. Pemisahaan biaya ini
diperlukan agar manajemen (Mulyadi dan Johny Setyawan, 2001; 629):
1. Dapat memusatkan perhatian mereka terhadap pengurangan dan akhirnya
penghilangan biaya tidak bernilai tambah.
2. Menyadari besarnya pemborosan yang sekarang sedang terjadi.
3. Memantau efektivitas program pengelolaan aktivitas dengan menyajikan
biayabiaya tidak bernilai tambah kepada manajemen dalam bentuk
perbandingan antar periode.

Ukuran kinerja non-keuangan atau ukuran operasional adalah ukuran-ukuran


kinerja penting non-keuangan untuk meningkatkan keterlibatan dan pemberdayaan
karyawan (Supriyono, 1999; 404). Waktu merupakan ukuran kinerja nonkeuangan.
Dua karakteristik penting dalam ukuran kinerja waktu adalah (Supriyono, 1999;404):
(1) reliabilitas, reliabilitas waktu adalah pengiriman keluaran aktivitas tepat waktu
dan (2) ketertanggapan, ketertanggapan adalah kemampuan perusahaan atau
kelompok aktivitas dalam merespon permintaan konsumennya. Ukuran-ukuran
ketertanggapan adalah waktu daur, kecepatan, dan Manufacturing Cycle Efficiency
(MCE).

2.7.1 Manufacturing Cycle Efficiency (MCE)

Fokus manajemen ditujukan untuk meminimumkan rasio hubungan antara


masukan dan keluaran. Semakin sedikit masukan yang dikonsumsi untuk
menghasilkan keluaran, maka semakin efisien aktivitas dalam mengkonsumsi
masukan. Dengan kata lain, semakin banyak keluaran yang dapat dihasilkan dari
konsumsi masukan tersebut semakin produktif aktivitas yang dilakukan manajemen
untuk menghasilkan keluaran yang mempunyai nilai bagi konsumen.

Manufacturing Cycle Efficiency (MCE) adalah ukuran yang menunjukkan


seberapa besar nilai suatu aktivitas bagi pemenuhan kebutuhan konsumen. MCE
dihitung dengan menggunakan data throughput time dan data processing time.
Throughput time merupakan waktu sesungguhnya yang tersedia untuk mengerjakan
suatu aktivitas. Throughput time dibagi menjadi empat komponen, yaitu: waktu
pengolahan, waktu gerakan, waktu inspeksi, dan waktu tunggu. Processing time atau

12
waktu pengolahan termasuk kedalam aktivitas bernilai tambah, sedangkan waktu
gerakan, waktu inspeksi, dan waktu tunggu termasuk kedalam aktivitas tidak bernilai
tambah. Proses produksi yang ideal akan menghasilkan throughput time yang sama
dengan processing time.

Manufacturing Cycle Efficiency (MCE) dapat dirumuskan sebagai berikut


(Supriyono,2003;505):

waktu pengolahan
MCE = (𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑜𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛+𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑝𝑒𝑟𝑔𝑒𝑟𝑎𝑘𝑎𝑛+𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑖𝑛𝑠𝑝𝑒𝑘𝑠𝑖+𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑡𝑢𝑛𝑔𝑔𝑢

Diperlukan dua langkah untuk dapat melakukan perhitungan MCE, yaitu:

1. Menentukan throughput time


Throughput time Merupakan waktu sesungguhnya yang tersedia untuk
mengerjakan suatu aktivitas. Throughput time dapat dihitung dengan menggunakan
rumus: χ x j x 19 x 3600 detik. Setelah throughput time ditentukan, kemudian
menentukan processing time, untuk dapat melakukan perhitungan MCE.

2. Menentukan processing time


Processing time merupakan waktu yang diakibatkan oleh aktivitas bernilai
tambah. Processing time dapat dihitung dengan mengalikan waktu standar dengan
pemicu biaya. Setelah processing time dan throughput time dapat ditentukan, maka
perhitungan MCE dapat dilakukan.

Untuk dapat menentukan throughput time dan processing time, ditentukan dahulu
waktu rata-rata, waktu normal, waktu cadangan dan waktu standar. Sebelum dapat
menentukan waktu rata-rata, harus mengambil sampel data waktu dengan
menggunakan time study. Time study adalah prosedur untuk menentukan lama waktu
yang dibutuhkan untuk setiap aktivitas yang melibatkan manusia, mesin atau
kombinasi aktivitas (Marvin E. Mundel (1994; 1). Peralatan yang digunakan dalam
melaksanakan time study adalah stopwatch. Setelah mendapatkan sampel data waktu,
waktu rata-rata dapat dihitung. Untuk menghitung waktu normal, waktu rata-rata
dikalikan dengan rating performance. Rating performance didapatkan dengan
menggunakan sistem penyesuaian westinghouse.

Jika dalam perhitungan MCE menghasilkan angka sebesar 1, maka usaha unuk
mengurangi waktu tidak bernilai tambah menjadi nol, telah berhasil. Jadi, idealnya
suatu perusahaan harus berusaha mengeliminasi aktivitas tidak bernilai tambah
dengan cara mengurangi waktu tidak bernilai tambah menjadi nol. MCE yang
sempurna atau ideal adalah sebesar 1. MCE dapat sempurna hanya dengan cara
menurunkan aktivitas tidak bernilai tambah dan diikuti oleh pengurangan biaya.

Sebagai contoh, suatu aktivitas dengan MCE sebesar 0.70 berarti aktivitas
tersebut menyerap 70 % aktivitas bernilai tambah dan 30 % masih mengkonsumsi

13
aktivitas tidak bernilai tambah, ini dapat dikatakan belum sempurna dan masih dapat
ditingkatkan lagi.

2.7.2 Sistem Westinghouse

Sistem Westinghouse pertama kali diterapkan dan dikembangkan oleh


Westinghouse Electric Corporation pada tahun 1940. Sistem Westinghouse
merupakan cara untuk menentukan rating factor atau faktor penyesuaian seorang
operator (Blocher, 2007; 414). Penentuan rating factor atau faktor penyesuaian
diperlukan karena, selama pengukuran berlangsung dapat saja terjadi ketidakwajaran,
misalnya bekerja tanpa sungguh-sungguh, bekerja sangat cepat seolah-olah diburu
waktu, atau kesulitan-kesulitan yang terjadi seperti kondisi kerja yang buruk. Jadi jika
pada waktu rata-rata diketahui diselesaikan dengan kecepatan tidak wajar oleh
operator, maka harga rata-rata tersebut harus dinormalkan dengan melakukan
penyesuaian atau menentukan faktor penyesuaian (rating factor). Sistem
Westinghouse menentukan faktor penyesuaian berdasarkan pada empat faktor
(Sutalaksana, 2006; 160), yaitu ketrampilan, usaha, kondisi kerja dan konsistensi.
Pertama, ketrampilan. Ketrampilan dapat didefinisikan sebagai kemampuan
mengikuti cara kerja yang ditetapkan.

2.8 Target Costing, Kaizen Costing, dan Pengembangan Berkelanjutan

Untuk tetap kompetitif dalam pasar global saat ini, bisnis harus berkembang
secara terus-menerus. Selain itu, pengembangan terus menerus ini membutuhkan
pengaplikasian lintas spectrum dari aktivitas bisnis, dari desain dan kualitas produk,
melalui operasi produksi dan manajemen biaya untuk melayani konsumen.
Pengembangan berkelanjutan bisa didefinisikan sebagai usaha terus-menerus untuk
menghilangkan pemborosan, mengurangi waktu tanggapan, menyederhanakan desain
produk dan proses, dan mengembangkan kualitas dan pelayanan konsumen. Dua
pendekatan mengenai pengembangan berkelanjutan dalam biaya produksi yang
digunakan yaitu teknik yang disebut Target Costing, dan Kaizen Costing.

1. Target Costing

Target Costing berkenaan dengan merencanakan produk dan proses yang


digunakan untuk berproduksi. Jadi pada akhirnya produk bisa dihasilkan pada biaya
yang memungkinkan perusahaan menghasilkan keuntungan saat produk terjual pada
perkiraan harga yang dipandu oleh pasar. Perkiraan harga ini disebut Target Price,
batas keuntungan yang diinginkan disebut Target Profit, dan biaya dimana produk
harus diproduksi disebut Target Costing.

14
2. Kaizen Costing

Penggunaan target Costing untuk mendesain produk baru atau merencanakan


proses produksi. Kebalikannya, Kaizen Costing adalah proses pengurangan biaya
selama fase produksi dari sebuah produk yang telah ada. Kaizen, bermakna
berkelanjutan atau pengembangan setahap demi setahap melalui perbaikan aktivitas
kecil-kecilan, daripada pengembangan besar atau radikal yang dibuat melalui inovasi
atau investasi yang besar dalam teknologi. Idenya sederhana, pengembangan adalah
tujuan dan tanggung jawab setiap pekerja. Dari CEO sampai pekerja kasar, dalam
setiap aktivitas, setiap hari, dan sepanjang waktu. Melalui usaha yang kecil namun
terus-menerus dari setiap orang, pengurangan signifikan biaya dapat dicapai
sepanjang waktu.

Untuk menolong pencapaian pengurangan biaya yang tersiratkan oleh konsep


Kaizen Costing, tujuan Kaizen Cost tahunan (atau bulanan) ditetapkan. Kemudian
biaya actual dilampirkan sepanjang waktu dan dibandingkan dengan Kaizen Cost.
Catatan bahwa basis biaya atau titik rekomendasi adalah prestasi biaya aktual, pada
akhr tahun. Sebuah tujuan Kaizen ditetapkan untuk mengurangi tingkat biaya dan
dipotong dengan biaya tujuan Kaizen. Pada akhir tahun berjalan, biaya aktual berjalan
menjadi basis biaya atau titik referensi untuk tahun depan. Kemudian, tujuan Kaizen
yang baru (lebih rendah) ditentukan, dan usaha pengurangan biaya berlanjut.

Bagaimana tujuan Kaizen tercapai? Pengurangan terus-menerus dan keras pada


biaya dan aktivitas tak bernilai tambah, menghilangkan pemborosan, dan
pengembangan siklus waktu produksi semuanya berkontribusi pada usaha tersebut.
Tambahan, pengembangan saran dan tujuan Kaizen dari semua karyawan
diperhatikan secara serius dan diimplementasikan pada saat yang tepat.

 Benchmarking

Benchmarking merupakan suatu pendekatan yang digunakan dalam penetapan


standard untuk membantu mengidentifikasikan kemungkinan perbaikan aktivitas.
Bencmarking ini paling baik digunakan untuk sebagai standard dalam menilai kinerja
suatu aktivitas. Benchmarking merupakan penentapan standard yang mengacu pada
kinerja yang dicapai suatu bagian yang dianggap baik. Dalam suatu organisasi, unit-
unit yang ada dengan aktivitas yang sama akan saling diperbandingkan. Unit dengan
kinerja yang terbaik akan digunakan sebagai standard atau patokan, sedangkan yang
lainnya harus mengikutinya.

Selanjutnya unit dengan kinerja terbaik dapat menginformasikan bagimana


mereka mencapai yang terbaik kepada unit yang lain. Benchmarking ini idealnya juga

15
dibandingkan dengan kompetitor atau dengan industri lain. Apabila dibandingkan
dengan bagian lain dalam organisasi disebut dengan Internal benchmarking, tetapi
apabila dibandingkan dengan bagian diluar organisasi disebut dengan eksternal
benchmarking, terdapat 3 jenis eksternal benchmarking, yaitu :

1) Competitive benchmarking
2) Functional benchmarking
3) Generic benchmarking

 Rekayasa Ulang

Berbeda dengan konsep kaizen, yang melibatkan langkah-langkah bertahap


menuju peningkatan bertahap, rekayasa ulang melibatkan lompatan raksasa.
Rekayasa ulang adalah mendesain ulang lengkap dari proses, dengan penekanan pada
penemuan cara-cara baru yang kreatif untuk mencapai tujuan. Rekayasa ulang
kadang-kadang menggambarkan sebagai secarik kertas kosong dan mulai dari awal
untuk merancang ulang proses bisnis. Daripada mencari terus untuk perbaikan,
rekayasa ulang melibatkan perubahan radikal dalam pemikiran tentang bagaimana
suatu tujuan harus dipenuhi. Dalam kata-kata, seorang konsultan: "Rekayasa ulang
telah menangkap perhatian bisnis US. Rekayasa ulang mengatur perubahan radikal,
cepat dan signifikan yang diakui, ini bisa memerlukan risiko tinggi, tetapi juga bisa
membawa manfaat besar. Manfaat ini adalah yang paling dramatis saat ditemukan
model baru untuk menjalankan bisnis."

 Teori Kendala

Teori kendala (atau TOC) adalah salah satu alat manajemen kontemporer yang
mendukung perbaikan terus-menerus dan program manajemen biaya. Teori kendala
adalah suatu pendekatan manajemen yang bertujuan untuk memaksimalkan
keuntungan jangka panjang, pemikiran pengelolaan yang baik akan hambatan
organisasi atau sumber daya terbatas. Ide kunci dalam TOC adalah untuk
mengidentifikasi kendala dalam sistem yang mencegah organisasi dari mencapai
tingkat keberhasilan yang lebih tinggi, dalam rangka mencari dan meringankan
kendala tersebut. Selain itu, TOC merekomendasikan mensubordinasi semua tujuan
manajemen lainnya dengan tujuan untuk memecahkan masalah kendala. Sebagai
contoh, jika kapasitas terbatas dalam sebuah operasi pemesinan tertentu akan
meningkatkan waktu siklus, mengurangi throughput, dan mengurangi laba, maka
manajemen akan berkonsentrasi banyak pada usaha perluasan kapasitas dan
kemacetan usaha.

16
 Value and Non Value added Cost Reporting

Pelaporan biaya dengan memisahkan biaya aktivitas bernilai tambah dan biaya
aktivitas tidak bernilai tambah. Dengan pelaporan ini, manajer dengan mudah dapat
memfokuskan perhatiannya pada aktivitas yang tidak bernilai tambah dan secara
berangsur-angsur dapat mengeliminasi aktivitas tersebut.

 Trend Reporting

Agar para manajer dapat selalu mengurangi, menghilangkan, memilih serta


berbagi aktivitas yang tidak bernilai tambah dari waktu ke waktu maka perlu
informasi apakah biaya aktivitas yang terjadi telah mencerminkan hal tersebut. Salah
satu informasi yang dapat menjawab pertanyaan itu adalah dengan membandingkan
biaya aktivitas dari tahun ke tahun untuk dapat dlihat perkembangannya. Laporan
kinerja dengan membandingkan jumlah biaya tidak bernilai tambah dari waktu ke
waktu (atau dengan tahun sebelumnya) disebut dengan Trend Reporting.

Dengan laporan ini dapat dilihat bagaimana hasil tindakan yang telah dilakukan
manajer untuk mengurangi dan mengeliminasi biaya aktivitas yang tidak bernilai
tambah. Trend Reporting menunjukan hasil dari perbaikan yang sudah dilakukan
manajer untuk memperbaiki proses pelaksanaan suatu aktivitas.

 Anggaran Fleksibel Berdasar Aktivitas

Kemampuan mengidentifikasikan perubahan biaya aktivitas memungkinkan para


manajer untuk merencanakan dan memantau perkembangan aktivitas dengan lebih
baik. Pada perusahaan yang menekankan pada aktivitas, maka anggaran juga disusun
berdasar aktivitas yang ada di perusahaan. Anggaran berdasar aktivitas
memungkinkan dilakukannya prediksi berapa jumlah biaya aktivitas jika terjadi
perubahan jumlah aktivitas yang digunakan. Hal ini berbeda dengan pendekatan
tradisional yang dalam penyusunan anggaran menggunakan asumsi bahwa semua
biaya dipengaruhi oleh cost driver yang sama, misalnya jumlah unit yang diproduksi,
Jam Kerja langsung/jam mesin.

Pelaporan kinerja apabila perusahaan menggunakan anggaran fleksibel berbasis


aktivitas juga disusun berdasarkan aktivita. Setiap aktivitas akan dibandingkan antara
anggaran dan realisasinya, serta dihitung selisihnya. Laporan ini disebut dengan
laporan kinerja berbasis aktivitas (Activity based Performance Report). Analisa
selisih dalam anggaran aktivitas memungkinkan manajer untuk memisahkan ke dalam
komponen bernilai tambah dan tidak bernilai tambah, membedakan selisih yang
disebabakan karena harga dan volume, serta melaporkan biaya untuk kapasitas

17
aktivitas yang digunakan dan tidak digunakan. Penyusunan Anggaran fleksibel
berbasis Aktivitas dengan langkah-langkah sebagai berikut :

- Identifikasi aktivitas yang dianggarkan untuk setiap level aktivitas, serta


dipisahkan antara tetap dan variable
- Pengumpulan aktivitas yang homogen (cost pool)
- Penentuan cost driver setiap cost pool
- Penyusunan anggaran biaya setiap aktivitas, dengan memerinci ke dalam
elemen biaya tetap dan biaya variabelnya
 Analisa Selisih

Dalam penilaian kinerja berbasisi aktivitas, perlu ditindak lanjuti dengan


melakukan analisa selisih. Pertama-tama penilaian kinerja dilakukan dengan
membandingkan antara anggaran dan pelaksanaannya untuk setiap aktivitas.
Perbedaannya akan merupakan selisih (variance) yang dapat bersifat menguntungkan
atau merugikan. Selisih ini kemudian dapat dianalisa dengan memisahkan unsur tetap
dan variabelnya. Dalam analisa selisih juga dilakukan untuk setiap aktivitas dengan
perincian sebagai berikut:

Selisih biaya aktivitas tetap (fixed activity variance)

1) Selisih untuk elemen biaya aktivitas yang sifatnya tetap dapat dijabarkan
menjadi 3 selisih, yaitu:
2) Fixed spending variance. Merupakan selisih yang disebabkan karena
perbedaan tarip yang telah ditentukan untuk setiap aktivitas dengan cost driver
yang telah ditetapkan.
3) Fixed volume variance. Merupakan selisih yang menunjukan biaya untuk
aktivitas yang tidak bernilai tambah
4) Unused activity variance. Menunjukan adanya kapasitas yang berlebihan
untuk suatu aktivitas.

Selisih biaya aktivitas variabel (variable activity variance)

1) Variabel spending variance. Merupakan selisih harga yang baru akan terjadi
apabila harga yang dibayar untuk satu unit sumber ekonomi berbeda dengan
yang dianggarkan.
2) Variabel effisiensi variance. Merupakan biaya aktivitas tidak bernilai tambah
yang terjadi untuk melakukan aktivitas tersebut.

18
2.9 Life Cycle Cost Budgeting

Merupakan suatu perencanaan yang menekankan pada kegiatan dan biaya yang
terjadi pada kegiatan/tahap-tahap selama umur produk atau life cycle product.
Perkembangan atau daur hidup suatu produk mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap biaya yang akan terjadi. Biaya selama umur produk atau Life Cycle Cost
merupakan jumlah biaya yang terjadi di seluruh tahapan daur hidup suatu produk
selama produk tersebut ada, dimulai dari tahap perencanaan, perancangan, uji coba,
produksi sampai pengiriman ke konsumsen. Life Cycle Cost terdiri dari elemen biaya
sebagai berikut :

a) Non recurring cost

Meliputi biaya planning, designing, testing yang terjadi pada tahap


pengembangan suatu produk.

b) Manufacturing cost

Meliputi biaya bahan, btkl serta Bop yang terjadi selama proses pembuatan
produk.

c) Logistic cost

Meliputi biaya advertensi, biaya distribusi yang terjadi selama proses


penyampaian produk dari perusahaan ke konsumen.

d) Customer’s post purchase cost

Meliputi biaya purna jual, garansi yang terjadi setelah produk ada di konsumen.

Pada pendekatan tradisional, perencanaan dan pengendalian hanya ditekankan


pada biaya manufacturing atau produksi saja, biaya lainnya dianggap merupakan
biaya periode. Untuk dapat memberikan nilai tambah bagi konsumen,biaya di setiap
tahapan perlu dikelola dengan baik bukan hanya menekankan pada biaya produksi
saja. Seluruh aktivitas yang terjadi selama umur produk menjadi fokus utama untuk
mengelola biaya selama umur produk yang disebut dengan Life Cycle Cost
Management.

Perusahaan harus mengelola aktivitas-aktivitas selama keberadaan produk agar


terjadi pengehamatan selama umur produk. Life cycle cost management menekankan
pada “entire value chain” yaitu seperangkat aktivitas yang dibutuhkan untuk
merancang, mengembangkan, memproduksi, memasarkan dan memberikan
pelayanan setelah penjualan.

19
Anggaran dan penilaian performace dapat disusun dan dilakukan berdasarkan
aktivitasaktivitas di setiap tahap selama keberadaan suatu produk. Laporan ini disebut
dengan laporan Kinerja berdasar biaya selama umur produk (Performance Report:
Life-Cycle Costs).

20
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Manajemen berdasarkan aktivitas berfokus pada aktivitas dengan tujuan berfokus

memperbaiki nilai bagi pelanggan dan meningkatkan profitabilitas yang kokoh.

Analisis nilai proses melibatkan analisis penggerak biaya, analisis aktivitas, dan

pengukuran kinerja. Dimensi ini lah yang menghubungkan analisis volume proses

dengan konsep perbaikan lanjutan. Kinerja aktivitas dievaluasi dengan menggunakan

tiga dimensi: efesiensi, kualitas dan waktu. Penulusuran biaya yang digerakkan

pelanggan kepada pelanggan dapat menyediakan informasi penting untuk

manajer.Keakuratan biaya pelanggan memungkinkan para manajer untuk membuat

keputusan penentuan harga, keputusan bauran pelanggan, dan keputusan yang

berhubungan dengan pelanggan secara lebih baik, sehingga dapat memperbaiki

profitabilitas. Sama halnya, penulusuran biaya yang digerakkan pemasok kepada

pemasok akan memungkiinkan manajer untuk memilih pemasok yang benar-benar

berbiaya rendah sehingga menghasilkan keunggulan bersaing yang lebih tinggi dan

meningkatkan profitabilitas.

21
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Kamaruddin. 2009. Akuntansi Manajemen :Dasar-dasar Konsep

Biaya&Pengambilan Keputusan. Jakarta :Rajawali Pers.

Blocher, Edward J. 2007.MenejemenBiaya. SalembaEmpat. Jakarta.

Hansen Don R, MowenMarryanne M. 2006. Management Accounting, Seventh

Edition. Jakarta :SalembaEmpat.

Mulyadi, 2000.AkuntansiBiaya, Edisi Lima, Cetakan Kedelapan, Aditya Media,

Yogyakarta.

Mulyadidan Setyawan Jhony. 2001. Sistem Perencanaandan Pengendalian

manajemen:Sistem Pelipatgandaan Kinerja Keuangan Perusahaan, Salemba

Empat : Jakarta.

Supriyono, R.A, 2000. AkuntansiBiaya :Perencanaandan Pengendalian Biayaserta

Pembuatan Keputusan, Edisi Kedua, Buku Kedua, BPFE, Yogyakarta.

http//yullitrisnawati.blogspot.com

books.google.co.id

22

Anda mungkin juga menyukai