Anda di halaman 1dari 6

ABT PNJ 7A

Manajemen Strategik
Tugas Ringkasan Ebook dan Artikel Jurnal

Inovasi Disruptif dalam Pengembangan Bisnis


Nafi Putrawan, Trias Geraldo

Disruptive Innovation (Clayton, 1995) menjadi bagian yang tidak dapat dihindari oleh banyak
perusahaan lokal hingga multinasional. Dengan adanya inovasi yang disruptive, perusahaan
dapat meningkatkan pemicu untuk beradaptasi dalam reputasi dan kualitas perusahaan. Jika tidak
melihat fenomana ini dengan cepat, maka competitive advantage perusahaan dapat dikalahkan
oleh pesaing. Dengan banyaknya usaha baru yang bersaing di pasar, daya saing menjadi tinggi
yang berakibat pula tingginya kompetisi bisnis yang menuntut organisasi untuk terus melakukan
terobosan-terbosan baru atau inovasi.

Inovasi disruptif (disruptive innovation) adalah inovasi yang membantu menciptakan pasar baru,
mengganggu atau merusak pasar yang sudah ada, dan pada akhirnya menggantikan teknologi
terdahulu. Inovasi disruptif mengembangkan suatu produk atau layanan dengan cara yang tak
diduga pasar, umumnya dengan menciptakan jenis konsumen berbeda pada pasar yang baru dan
menurunkan harga pada pasar yang lama.

Istilah disruptive innovation dicetuskan pertama kali oleh Clayton M. Christensen dan Joseph
Bower pada artikel "Disruptive Technologies: Catching the Wave" di jurnal Harvard Business
Review (1995). Artikel tersebut sebenarnya ditujukan untuk para eksekutif yang menentukan
pendanaan dan pembelian disuatu perusahaan berkaitan dengan pendapatan perusahaan dimasa
depan. Kemudian pada bukunya "The Innovator's Dilemma", Christensen memperkenalkan
model Disruptive Inovasi (The Disruptive Innovation Model). Dimana kemampuan pelanggan
untuk memanfaatkan sesuatu yang baru dalam satu lini. Dimana lini terendah adalah pelanggan
yang cepat puas dan yang tertinggi digambarkan sebagai pelanggan yang menuntut. Distribusi
pelanggan ini yang secara mediannya bisa diambil sebagai garis putus-putus untuk menerapkan
teknologi baru.

Kemudian, mengapa inovasi susah untuk diprediksi – dan berkesinambungan? Karena mayoritas
tidak bertanya kepada pertanyaan yang tepat. Meskipun kesuksesan dari inovasi disruptif
asebagai model respon yang kompetitif, itu tidak menyebutkan dimana untuk melihat sebuah
peluang baru. Hal tersebut tidak menyediakan sebuah roadmap agar dimana atau perusahaan
seharusnya berinovasi untuk menciptakan pasar baru.

Prediksi penggunaan teori Inovasi Disruptif


Banyak sarjana penelitian telah menantang prediksi penggunaan teori inovasi disruptif. Barney
berpendapat bahwa itu mungkin hanya terjadi bila beberapa perusahaan yang beruntung dalam
pilihan teknologi yang mereka adopsi, yaitu perusahaan beruntung yang diteliti dan alasan
retrospektif bagaimana keberhasilan mereka terbentuk (Barney 1997).

Selain kritik, beberapa peneliti, sebaliknya, telah melakukan upaya untuk mengatasi dengan
prediksi yang nilai teorinya lebih baik. Schmidt (2004) yang mengusulkan model yang dapat
memberikan perusahaan beberapa framework untuk digunakan dalam menilai apakah pasar
sudah matang untuk disruptif.

Di tengah dunia bisnis yang diwarnai dengan kondisi persaingan yang semakin sengit, organisasi
menghadapi tantangan paradoks dualisme: berfungsi secara efisien, sementara juga melakukan
inovasi secara efektif guna memersiapkan diri menghadapi hari esok (Paap & Katz, 2004). Tidak
peduli bagaimanapun strukturnya, harus mengelola kedua hal tersebut secara simultan. Untuk
melaku-kannya perusahaan harus memahami dan belajar mengelola dinamika inovasi yang
mendasari inovasi yang disruptif dan berkelanjutan. Pendapat ini didukung oleh Tushman dan
O’Reily (1997) yang menunjukkan bagaimana inovasi telah mengacaukan kemapanan yang
sudah dinikmati oleh perusahaan.

Kamera digital buatan Kodak berangsur hilang dari pasar sejak mulai diperkenalkan dan
berkembangnya media social Instagram. Demikian juga perusahaan rental DVD berbayar,
sekarang sudah digantikan dengan streaming film online seperti Netflix.

2
Tushman dan O’Reily mengutip pendapat W.E Deming bahwa di berbagai industri selalu ada
perusahaan terkemuka yang dengan mudah mengalami kemunduran setelah muncul inovasi yang
berhasil mengacaukan pasar. Di hampir setiap industri selalu ada perusahaan besar yang ketika
sampai pada periode perubahan gagal untuk menjaga kepemimpinan pasarnya dalam 13
menghadapi munculnya produk atau layanan dengan teknologi baru. Perusahaan yang sangat
disegani dan sudah tergolong mapan, tiba–tiba kehilangan pasar yang sebelumnya dikuasai, dan
akhirnya mengalami kebangkrutan akibat munculnya produk dengan teknologi baru yang
menggantikan produk lama. Kondisi semacam ini disebut tyranny of success, di mana pemenang
sering kali dan tiba-tiba menjadi yang dikalahkan, karena kehilangan daya saingnya.
Kepemimpinan, visi, fokus strategik, kompetensi nilai, struktur, kebijakan, penghargaan dan
budaya perusahaan yang di masa sebelumnya menjadi faktorfaktor kritis dalam membangun
pertumbuhan perusahaan dan competitive advantage pada suatu periode, dapat menjadi titik
lemah ketika teknologi dan kondisi pasar berubah dengan berjalannya waktu. Sukses merupakan
pencapaian yang tidak permanen yang dapat lepas dari tangan (Watson Jr., 1963).

Memerhatikan hal tersebut, menjadi penting untuk mengenali pola sukses yang diikuti dengan
kegagalan – inovasi yang dibuntuti dengan keengganan untuk berubah (inertia) dan rasa puas diri
(complacency). Basis kekuatan competitive advantage berubah setiap waktu. Karena inovasi
secara esensial melibatkan integrasi teknik dan informasi pasar sepanjang waktu, hal ini
memungkinkan organisasi untuk melakukan dua perkara: mendeteksi perubahan teknologi, atau
gagal untuk mendeteksi perubahan kebutuhan pelanggan dan atau kondisi pasar. Pada saat ini
perusahaan, tidak peduli bagaimana bentuk struktur dan organisasinya, harus menemukan cara
untuk menginternalisasikan dan mengelola dualisme: menjalankan fungsi secara efisien untuk
memer-tahankan suksesnya model bisnis sekarang dan melaksanakan inovasi yang bersifat
disruptif yang akan memungkinkan mereka mampu bersaing di masa depan. Perusahaan
sebaiknya tidak hanya menaruh perhatian pada sukses keuangan dan penetrasi pasar, tetapi
mereka juga harus fokus pada kemampuan jangka panjang guna membangun atau
mengomersialkan apa yang akan muncul sebagai hasil pengembangan teknologi dan disukai oleh
pelanggan, dalam waktu respon yang cepat dan tepat. Eksekutif perusahaan mulai memahami
bahwa teknologi baru akhirnya memiliki potensi mengakhiri sukses bisnis yang telah berhasil
diraih, padahal mereka juga tergolong pembuat atau bahkan pioner dari teknologi sebe-lumnya.

3
Teknologi yang bersifat mengakhiri teknologi sebelumnya (disruptive technology) merupakan
efek dari beberapa teknologi yang muncul di pasar yang disebabkan oleh inovasi berbasis
teknologi dan penurunan keberhasilan perusahaan besar yang bersaing dalam pasar tertentu
ketika mereka tidak berhasil mengadopsi teknologi baru tersebut dalam waktu yang tepat.
Memahami kapan dan bagaimana teknologi baru perlu diadopsi dapat membantu mengantisipasi
pengenalan teknologi masa depan, di mana beberapa di antaranya berpotensi menjadi teknologi
disruptif.

Menjadi penting untuk mengenali bahwa teknologi substitusi terjadi ketika ada kebutuhan yang
tidak terpenuhi dalam dominant driver dan teknologi yang ada tidak mampu bersaing
menghadapi teknologi baru.

Figur 1. Model Inovasi Disruptif

Pasar yang terdisrupsi akan muncul pada hal yang tidak terduga. Walaupun kinerja rendah pada
atribut fokus masih dihargai oleh konsumen yang ada, produk baru akan tetap menggantikan
produk utama di pasar mainstream. Ada dua prasyarat agar suatu gangguan pasar terjadi: kinerja
tinggi pada atribut utama fokus ke produk yang sudah ada, dan insentif asimetris antara bisnis
yang sehat yang ada sehingga memunculkan potensi bisnis disruptif. Christensen
mendokumentasikan teknologi dan dinamika pasar ini dari berbagai konteks seperti hard disk
drive hingga motor kendali.

4
Daur Hidup Produk

Figur 2. Daur Hidup Produk

Framework daur hidup produk (Product Life Cycle Framework) bisa menggambarkan
pembagian inovasi produk mulai dari fase pengenalan (introductionary phase), fase berkembang
(growth phase), fase matang (mature phase), dan fase penurunan (declining phase). Framework
grafik ini berguna untuk memetakan persaingan produk apa saja yang berada di pasar (tentunya
dihubungkan dengan industry yang berelevan), sehingga bisa menentukan pesaing mana yang
bisa terdisrupsi.

Pada fase pengenalan Apple Watch masih berada dalam inovasi yang terbilang baru dari Apple
dan masih membutuhkan kepercayaan konsumen agar bisa dipakai dengan cermat. Dalam tahap
ini konsumen belum terlalu membutuhkan namun juga penasaran dengan produk ini. Pada fase
growth, mobil listrik Tesla telah mendapatkan kepercayaan dari konsumen Amerika Serikat dan
China dalam pasar mobil berteknologi tinggi. Tesla membuat konsumen merasa nyaman dana
man dalam memberikan pengalaman baru berkendara, yaitu selain menggunakan listrik dalam
bahan bakarnya mobil mereka dapat dikendarai secara otomatis tanpa perlu kendali manual.

Dalam tahap berikutnya, terdapat produk Micorosft Windows yang sudah sangat matang di
kalangan pengguna. Microsoft harus selalu melakukan inovasi agar tidak terseret ke tahap
declining. Kemudian pada fase declining, terdapat produk IBM Mainstream Server, yang
awalnya banyak digunakan oleh berbagai perusahaan besar, namun saat ini pasarnya sudah

5
terdisrupsi oleh banyak tawaran alternative server, mulai dari SUN Microsystem, Dell, Oracle,
dsb.

Referensi:

 Clayton S. Christensen (2015). Competing Against Luck: The Story of Innovation and
Customer Choice. Ebook.
 Dan Yu and Chang Chieh Hang (2010). A Reflective Review of Disruptive Innovation
Theoryijmr. National University of Singapore. Artikel.
 Prof. Chris Haroun. Management Analytical Framework. MBA Course Chapter. Udemy.
Artikel.

Anda mungkin juga menyukai