Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Keterpurukan bangsa ini, Jika di renungi berawal dari persoalan yang


menyangkut akhlak, moral, atau etika. Tatkala seseorang terlalu mencintai jabatan,
maka ia akan rela mengeluarkan uang berapapun jumlahnya. Maka, uang dianggap
menjadi sangat penting. Tanpa uang jabatan tidak akan diperoleh.

Memiliki banyak uang dianggap berprestise dan aman. Hidupnya akan dihargai
orang dan merasa terjamin. Oleh karena itu, sehari-hari aktivitasnya hanya mencari
uang, apapun caranya ditempuh. Bagi mereka yang terpenting uang terkumpul
sebanyak-banyaknya. Tidak peduli, usahanya itu ternyata merugikan orang lain.

Kecintaan terhadap harta yang sedemikian mendalam, hingga tatkala memilih


sekolah pun yang dijadikan pertimbangan adalah sekolah atau bidang ilmu yang
mendatangkan banyak uang. Apapun selalu dikaitkan dengan uang. Padahal terlalu
mencintai jabatan, harta, uang dan sejenisnya, pada hakeketnya adalah bagian dari
akhlak yang kurang baik. Dalam pandangan Islam, orang yang terlalu mencintai
jabatan dan harta disebut sebagai hubbul jah dan hubbul mal.

Salah satu sifat manusia adalah hubbul jah atau mencintai jabatan, pangkat dan
kedudukan. Hal itu merupakan sesuatu yang rasional karena salah satu karakter
pembawaan manusia adalah sebagai khalifah dimuka bumi yang memang merupakan
fitrah yang diberikan Allah kepada manusia.

Melihat bahwa jabatan, kekuasaan dan kedudukan merupakan sebuah sarana yang
dapat menghantarkan manusia untuk bisa memiliki, mengendalikan, meraih semua
yang dia inginkan, maka manusia saling berebut, bersaing dan berambisi untuk bisa
meraih jabatan, kekuasaan dan kedudukan itu.

Jabatan’ kedudukan dan kekuasaan adalah sesuatu yang sangat diperlukan bagi
kehidupan manusia. Di dalam Islam kekuasaan, jabatan, kepemimpinan adalah
sesuatu yang diperlukan untuk menjadi sarana tegaknya kebaikan kehidupan umat

1
Islam. Oleh karena itu ummat Islam tidak boleh hanya diam dan menjadi penonton
saja tetapi harus mengambil kekuasaan dan jabatan itu untuk kepentingan umat Islam,
apalagi ketika kekuasaan, jabatan itu akan di ambil pihak lain.

Jabatan, kekuasaan dan kedudukan merupakan amanah yang sangat berat, karena
dia menuntut keahlian dan tanggungjawab yang besar yang hanya bisa dilakukan oleh
orang-orang tertentu yang terpilih. Sehingga ketika amanah itu ditawarkan oleh Allah,
bumi dan langitpun enggan dan takut untuk mengemban amanah itu. Karena apabila
suatu amanah diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya maka tingal menunggu
kehancurannya.

Namun kekuasaan dan jabatan akan dapat berguna dan bermanfaat untuk
kemaslahatan kehidupan manusia jika di pegang oleh orang yang memiliki keahlian
dan dan sifat amanah serta menggunakannya untuk menciptakan keadilan dan
kemasalahatan kehidupan manusia.

Lalu bagaimana seandainya orang-orang yang tidak memiliki keahlian dan


kemampuan serta sifat amanah merasa berhak untuk ikut bersaing dalam merebut
kursi yang ditawarkan, sehingga setiap ada kesempatan untuk menduduki satu atau
lebih suatu jabatan, maka tidak ada kata untuk mundur apalagi menyerah untuk
meraih kedudukan itu, dan ketika sudah duduk dalam kursi empuk suatu jabatan iapun
tidak merasa puas hanya mampu untuk menjabat satu periode ataupun suatu level
tertentu dalam suatu jabatan namun sebagai suatu usaha yang berkesinambungan
harus dipersiapkan langkah-langkah dan startegi untuk pencalonan berikutnya sebagai
pencapaian karir yang maksimal. Betapa tergiurnya semua orang oleh fasilitas dan
kenikmatan kekuasaan seandainya dia tidak sempat memikirkan kemampuan yang
sesungguhnya dalam mengemban amanah dan resiko yang besar dalam setiap
keputusan yang diambil karena menyangkut kehidupan orang banyak serta
tanggungjawab yang besar baik dihadapan manusia maupun dihadapan mahkamah
ilahi.

Cinta kepada pangkat dan kedudukan sangat tercela sekali, sebab memang ini lah
yang merupakan asal segala kerusakan. Tetapi harus di ingat, bahwa ketenaran yang
tercela itu ialah apabila bena-benar dicari dan tamak untk memperolenya. Adapun

2
kalau kemasyhuran itu merupakan karunia Allah Ta’ala, tanpa diusahakan untuk
memperolehnya, maka sama sekali tidak tercela.

B. Rumusan
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat dibuat rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Apakah yang dimaksud dengan hubbul jah atau cinta pangkat?
2. Apa akibat dari hubbul jah atau cinta pangkat?
3. Bagaimanakah hubbul jah atau cinta pangkat dari sisi pandangan islam?
4. Bagaiamana cara mengatasi hubbul jah atau cinta pangkat?

C. Tujuan
1. Agar mahasiswa memahami tentang hubbul jah atau cinta pangkat.
2. Agar mahasiswa mengetahui akibat dari hubbul jah atau cinta pangkat.
3. Agar mahasiswa memahami bagaimana hubbul jah atau cinta pangkat dari sisi
pandangan islam.
4. Agar mahasiswa memahami cara mengatasi hubbul jah atau cinta pangkat.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hubbul Jah


Pangkat itu adalah berupa kemasyhuran dan tersiar luasnya kedudukan
seseorang di kalangan umat. Menginginkan menjadi orang yang masyhur atau
ternama itu adalah cela. Jadi yang dianggap terpuji oleh agama itu ialah berdiam diri,
tidak menonjolkan jasa dengan tujuan supaya memperoleh kedudukan yang tinggi,
oleh sebab itu, asalkan seseorang itu sudah bekerja dan berusaha dengan mengikuti
jalan yang wajar, sudah cukup. Artinya, kemasyhuran yang dicapai tanpa di usahakan
dan seolah-olah dengan takdir Allah Ta’ala sendiri, misalnya seseorang yang
termasyhur dalam penyiaran agama-nya maka hal ini tidak tercela sama sekali.karena
ia sendiri tidak memaksakan diri untuk mencari kemasyhuran.
Hubbul jah yaitu kasihkan kemegahan, kebesaran dan pangkat. Perasaan
inginkan kemegahan dan pangkat kebesaran menjadikan perbuatan seseorang itu tidak
ikhlas kerana Allah(Mahmud Muallaf, 2009).
Orang yang jatuh kepada hubbul jah selalu ingin agar dirinya diperlakukan dan
dianggap istimewa. Mungkin juga ingin disanjung, dihormati dan dipanggil dengan
bahasa yang paling sopan dan beradab seperti Yang Amat Mulia (YAM), Yang Mulia
(YM), dan bagi mereka yang di bawah perlu membahasakan diri sebagai 'patik' atau
'ingsun' dan sebagainya. Apabila seseorang berusaha menampilkan dirinya begitu
rupa sehingga orang menilainya sebagai golongan atasan, para ulama’ berpendapat
maka ia tidak memiliki penyakit Riya melainkan penyakit hubbul jah, kecintaan akan
penghormatan.
Seorang Islam dilarang dan dicegah sama sekali untuk berusaha mencari
penghormatan dari manusia. Dia harus berusaha mencari penghormatan dari Allah
SWT. Kalau perlu, dia rela menanggung kemarahan dari sesama manusia, asalkan
mendapat rida dari Yang Khalik. Orang yang menderita hubbul jah, malah bersedia
menanggung resiko dibenci Allah swt asal disanjung dan disukai orang ramai.
Maka secara ringkasnya, yang mengatakan tentang Hubbul Jah adalah :
1. Suka akan kemegahan. Maka ianya dicela oleh syarak. Firman Allah swt yang
bermaksud : '...Bermula negeri akhirat itu Aku jadikan akan dia bagi orang
yang tiada berkehendak akan mereka itu ketinggian dan kemegahan di dunia

4
dan tiada berkehendak membinasakan akan orang di dalam dunia ini, dan
syurga itu bagi orang yang takut akan Allah Taala...'
2. Sabda nabi s.a.w. yang bermaksud: '...Bermula cinta akan harta dan
kemegahan itu menambahkan munafik dalam hati seperti menambahkan air
dalam susu'.
3. Mengikut Imam Al Ghazali: '...ketahui olehmu bahawa Jah itu yaitu masyhur
sebutannya pada orang yang banyak dicela oleh syarak melainkan bagi orang
yang dimahsyurkan oleh dia akan Allah swt kerana mahsyurkan agamanya dan
dunianya'.
4. Dari Sayyidina Ali ra; '...hinakan akan dirimu dan jangan engkau mahsyurkan
dan jangan engkau angkat akan dirimu supaya disebut oleh orang dengan
mempunyai ilmu dan lainnya dan sunyikan olehmu akan dirimu dan
pengetahuanmu dan diam engkau niscaya sejahtera engkau daripada kejahatan
lagi menyukakan akan segala orang yang soleh dan menyakitkan hati orang
yang fasik'.

B. Akibat Dari Hubbul Jah


Akibat dari hubbul jah (cinta pangkat) adalah sebagai berikut:
1. Di murkai Allah SWT.
2. Manusia yang terlalu cinta terhadap pangkat maka hati dan pikirannya menjadi
gelap, Norma, tata krama, etika, nilai-nilai agama, moral dan lain menjadi tidak
lagi diperhatikan. Bagi sementara orang, yang penting jabatan dan harta berhasil
diraih dan atau dikumpulkan. Bahkan harga dirinya rela dikorbankan, untuk
memenuhi kecintaannya terhadap pangkatnya tersebut.
3. Akibat dari hubbul jah dapat merugikan pelaku dan orang lain. Misal pada kasus-
kasus yang terjadi sekarang ini seperti korupsi , suap menyuap sogok
menyogok.selain merugikan pelaku karena bisa di penjara atau bisa kena
hukuman sosial jika ketahuan juga merugikan pemerintahan.
4. Karena kecintaan manusia terhadap jabatan dan pangkat maka dapat
mengakibatkan merosotnya akhlak dari para pelaku hubbul jah, karena yang
mereka fikirkan adalah bagaimana mempertahankan jabatan mereka tanpa
memperhatikan norma yang berlaku.

5
5. Karena kecintaan terhadap pangkat mengakibatkan seseorang menjadi tamak dan
rakus, tidak memiliki rasa kemanusiaan dan dapat menindas yang lemah.yang
kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin.
6. Pelaku hubbul jah sesungguhnya telah meninggalkan kerajaan yang kekal dan
pangkat yang lama serta luas disisi Allah Ta’ala dan para malaikat-Nya, padahal
pangkatnya hina dan sempit di sisi sekelompok orang-orang tolol yang tidak dapat
memberi manfaat, bahkan memberi kemelaratan kepadanya. Mereka tidak mampu
mematikan, menghidupkan, membangkitkan, memberi rejeki, dan menunda
ajalnya.

C. Pandangan Islam Terhadap Hubbul Jah


Pangkat itu artinya ketinggian, kebesaran, dan kemuliaan. Tiga sifat-sifat
ketuhanan. Sedangkan sifat ketuhanan itu disukai oleh manusia sebab tabiat. Bahkan,
menurut manusia yang paling lezat dari segala sesuatu, karena hal itu untuk suatu
kerahasiaan yang tersembunyi di dalam munasabah roh kepada urusan-urusan
ketuhanan.
Rasulullah Saw bersabda:“Cinta harta dan pangkat itu membutuhkan sifat
munafik di dalam hati, sebagaimana air menumbuhkan sayur-mayur.”(ibnu , 2009)
Pangkat itu adalah berupa kemasyhuran dan tersiar luasnya kedudukan seseorang
di kalangan umat. Menginginkan menjadi orang yang masyhur atau ternama itu
adalah cela. Jadi yang dianggap terpuji oleh agama itu ialah berdiam diri, tidak
menonjolkan jasa dengan tujuan supaya memperoleh kedudukan yang tinggi, oleh
sebab itu, asalkan seseorang itu sudah bekerja dan berusaha dengan mengikuti jalan
yang wajar, sudah cukup. Artinya, kemasyhuran yang dicapai tanpa di usahakan dan
seolah-olah dengan takdir Allah Ta’ala sendiri, misalnya seseorang yang termasyhur
dalam penyiaran agama-nya maka hal ini tidak tercela sama sekali,karena ia sendiri
tidak memaksakan diri untuk mencari kemasyhuran (Mahmud Muallaf, 2009)
Hidup didunia ini terkadang ingin masyhur, pangkat, dan kedudukan tinggi,sebab
semuanya itu memang merupakan salah satu kelezatan di antara kelezatan dunia yang
istimewa.
Dapat dimaklumi, bahwa sesuatu yang dicari, agar memperoleh kemasyhuran dan
tersiarlah suara pujian, bentuknya berupa pangkat dan kedudukan. Maksudnya, setiap
hati umat menaruh perhatian besar kepada segala yang diucapkan atau dilakukan.

6
Cinta kepada pangkat dan kedudukan sangat tercela sekali, sebab memang ini lah
yang merupakan asal segala kerusakan. Tetapi harus di ingat, bahwa ketenaran yang
tercela itu ialah apabila benar-benar dicari dan tamak untuk memperolehnya. Adapun
kalau kemasyhuran itu merupakan karunia Allah Ta’ala, tanpa diusahakan untuk
memperolehnya, maka sama sekali tidak tercela. berikut beberapa dalil yang
berhubungan dengan cinta pangkat.

Allah SWT menjelaskan :


َ‫سادًا َوا ْل َعا ِق َبةُ ِل ْل ُمت َّ ِقين‬
َ َ‫ض َوال ف‬
ِ ‫األر‬ ُ َ‫اآلخ َرةُ نَجْ َعلُ َها ِللَّ ِذينَ ال يُ ِري ُدون‬
ْ ‫علُ ًّوا فِي‬ ُ ‫ِت ْلكَ الد‬
ِ ‫َّار‬

Artinya : “Negeri akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak
menginginkan ketinggian di atas bumi dan berbuat kerusakan. Dan kesudahan (yang
baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa. (Al Qashash : 83)

َ‫س ُم َرة‬
َ ُ‫الرحْ َم ِن ْبن‬ َ ‫س ِن قَا َل َح َّدثَنِي‬
َّ ‫ع ْب ُد‬ َ ‫س ع َْن ا ْل َح‬ ُ ُ‫ث َح َّدثَنَا يُون‬ َ ‫َح َّدثَنَا أَبُو َم ْع َمر َح َّدثَنَا‬
ِ ‫ع ْب ُد ا ْل َو ِار‬
‫ارةَ فَ ِإ ْن‬ ِ ْ ‫سأ َ ْل‬
َ ‫اْل َم‬ ْ َ ‫س ُم َرةَ َال ت‬
َ َ‫الرحْ َم ِن ْبن‬ َ ‫سلَّ َم يَا‬
َّ ‫ع ْب َد‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َللا‬ َ ِ‫َللا‬
َّ ‫سو ُل‬ ُ ‫قَا َل قَا َل ِلي َر‬
َ َ‫سأَلَة أ ُ ِع ْنت‬
َ َ‫علَ ْي َها َوإِذَا َحلَ ْفت‬
‫علَى يَ ِمين‬ ْ ‫غي ِْر َم‬َ ‫سأَلَة ُو ِك ْلتَ إِ َل ْي َها َوإِ ْن أُع ِْطيت َ َها ع َْن‬ْ ‫أُع ِْطيت َ َها ع َْن َم‬
‫ت الَّذِي ُه َو َخيْر َو َك ِفِّ ْر ع َْن يَ ِمينِك‬ ِ ْ ‫غي َْر َها َخي ًْرا ِم ْن َها فَأ‬
َ َ‫فَ َرأَيْت‬

Artinya : “Telah menceritakan kepada kami Abu Ma'mar telah menceritakan kepada
kami 'Abdl Warits telah menceritakan kepada kami Yunus dari Al Hasan mengatkan
telah menceritakan kepadaku Abdurrahman bin Samurah mengatakan, Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepadaku: "Wahai Abdurrahman bin Samurah,
janganlah kamu meminta jabatan, sebab jika kamu diberi jabatan dengan meminta,
maka kamu akan ditelantarkan, dan jika kamu diberi dengan tanpa meminta, maka
kamu akan diotolong, dan jika kamu melakukan suatu sumpah, lantas kau lihat
selainnya lebih baik, maka lakukanlah yang lebih baik dan bayarlah kafarat
sumpahmu."(HR. Bukhari)

َّ ‫صلَّى‬
ُ‫َللا‬ َ ‫ي ِ ع َْن أ َ ِبي ُه َري َْرةَ ع َْن النَّ ِب ِِّي‬ َ ‫س َح َّدثَنَا ا ْبنُ أ َ ِبي ِذئْب ع َْن‬
ِّ ‫س ِعيد ا ْل َم ْقبُ ِر‬ َ ُ‫َح َّدثَنَا أَحْ َم ُد ْبنُ يُون‬
ْ‫ست‬َ ْ‫ستَكُونُ نَدَا َمةً يَ ْو َم ا ْل ِقيَا َم ِة فَنِ ْع َم ا ْل ُم ْر ِضعَةُ َوبِئ‬ َ ‫ار ِة َو‬ ِ ْ ‫علَى‬
َ ‫اْل َم‬ َ َ‫صون‬ ُ ‫ستَحْ ِر‬ َ ‫سلَّ َم قَا َل إِنَّ ُك ْم‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬
َ
‫س ِعيد‬ َ ‫َللاِ ْبنُ ُح ْم َرانَ َح َّدثَنَا‬
َ ‫ع ْب ُد ا ْل َح ِمي ِد ْبنُ َج ْعفَر ع َْن‬ َّ ‫ع ْب ُد‬ َ ‫اط َمةُ َوقَا َل ُم َح َّم ُد ْبنُ بَشَّار َح َّدثَنَا‬ِ َ‫ا ْلف‬
ُ‫ع َم َر ب ِْن ا ْل َحك َِم ع َْن أَبِي ُه َري َْرةَ قَ ْولَه‬ ِّ ‫ا ْل َم ْقبُ ِر‬
ُ ‫ي ِ ع َْن‬

7
Artinya : “Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Yunus telah menceritakan
kepada kami Ibnu Abu Dzi'b dari Sa'id Al Maqburi dari Abu Hurairah dari Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "kalian akan rakus terhadap jabatan,
padahal jabatan itu akan menjadi penyesalan dihari kiamat, ia adalah seenak-enak
penyusuan dan segetir-getir penyapihan." Muhamad bin Basyar berkata; telah
menceritakan kepada kami Abdullah bin Humran telah menceritakan kepada kami
Abdul Hamid bin Ja'far dari Sa'id Al Maqburi dari Umar bin Al Hakam dari Abu
Hurairah seperti diatas. (HR. Bukhari)
Rakus jabatan disini termasuk jabatan khalifah (kepala Negara) dan jabatan-
jabatan di bawahnya. Hadis di atas mengabarkan tentang prediksi nabi tentang apa
yang akan terjadi pada umatnya. Dan itu bisa kita lihat dalam realitas kehidupan
sekarang ini dimana bagaimana kebanyakan manusia saling berebut untuk menduduki
jabatan dan merasa bangga, sehingga segala cara ditempuh walaupun dengan
menyuap dan membeli dukungan untuk meraih kekuasaan (Mahmud Muallaf , 2009).
Kekuasaan akan menjadi penyesalan pada hari kiamat nanti bagi yang tidak
menggunakan kekuasaan itu dengan benar. Bahkan dalam riwayat yang lain
permulaan kekuasaan adalah kepahitan (contohnya dengan mengeluarkan dana yang
besar serta perjuangan yang tidak ringan), pertengahannya adalah penyesalan dan
akhirnya adalah siksaan dihari qiyamat. Al Imam An Nawawi mengatakan bahwa
hadis ini merupakan dasar yang agung untuk menghindari kekuasaan apalagi bagi
orang yang tidak memiliki kekuatan, termasuk orang yang tidak memiliki keahlian
dan tidak mampu untuk berbuat adil, maka dia akan mersakan penyesalan atas apa
yang menjadi kekhilafannya ketika di hisab pada hari qiamat. Namun sebaliknya jika
memang dia memiliki keahlian dan mampu untuk berbuat adil maka dia akan
memperoleh pahala yang besar pula sebagaimana yang dijelaskan dalam riwayat-
riwayat yang lain. Namun terjun ke dalam sebuah kekuasaan merupakan sesuatu yang
sangat membahayakan, oleh karena itu Imam-Imam Besra sangat menolak untuk
menerima tawaran sebuah jabatan(Fatul Bari , 2012).

D. Cara Mengatasi Hubbul Jah


1. Mengakui bahwa diri kita dan alam semesta ini adalah hanya milik Allah semata.
2. Meyakini bahwa makanan, pakaian, harta, pangkat kedudukan, cantik dan
ketampanan, keturunan, semua ini hanya milik Allah.

8
3. Iringilah keyakinan itu dengan; Laa Qaadirun, Laa Muriidun, Laa Hayyun, Laa
Tsamiiun, Laa Bashiirun, Laa ‘Aalimun dan Laa Mutakallamuun (faul bari , 2012)
a) Laa Qaadirun : Bukan aku yang berkuasa atas diriku, atas orang lain, atas
alam ini, atas rizkiku, pangkatku, dan kedudukanku.
b) Laa Muriidun : Bukan aku yang berkehendak atas diriku atas orang lain,
atas alam ini atas rizkiku.
c) Laa Hayyun : Bukan aku yang hidup apalagi yang menghidupkan.
d) Laa ‘Aalimun : Bukan aku yang memiliki ilmu bukan aku yang
mentransfer ilmu pada orang lain.
e) Laa Samii’un : Bukan aku yang mendengar, pendengaranku adalah
pinjaman Allah.
f) Laa Bashiirun : Bukan aku yang melihat, penglihatanku adalah
penglihatan Allah.
g) Laa Mutakallimun: Bukan aku yang punya kemampuan berbicara, tetapi
pinjaman Allah semata.
4. Melakukan pembenahan Akhlak terhadap pelaku hubbul jah , pelaku seharusnya
memperbaiki akhlaknya seperti yang di ajarkan oleh agama dan tuntunan
Rasulullah Saw.

9
BAB III
PENUTUP

Adapun kesimpulan dari pembahasan di atas:


1. Pangkat itu adalah berupa kemasyhuran dan tersiar luasnya kedudukan seseorang
di kalangan umat. Menginginkan menjadi orang yang masyhur atau ternama itu
adalah cela. Hubbul jah yaitu kasihkan kemegahan, kebesaran dan pangkat.
Perasaan inginkan kemegahan dan pangkat kebesaran menjadikan perbuatan
seseorang itu tidak ikhlas kerana Allah.
2. Akibat dari hubbul jah (cinta pangkat) adalah sebagai berikut:
a) Di murkai Allah SWT.
b) Manusia yang terlalu cinta terhadap pangkat maka hati dan pikirannya menjadi
gelap, Norma, tata krama, etika, nilai-nilai agama, moral dan lain menjadi
tidak lagi diperhatikan.
c) Dari hubbul jah dapat merugikan pelaku dan orang lain.
d) Karena kecintaan manusia terhadap jabatan dan pangkat maka dapat
mengakibatkan merosotnya akhlak dari para pelaku hubbul jah, karena yang
mereka fikirkan adalah bagaimana mempertahankan jabatan mereka tanpa
memperhatikan norma yang berlaku.
e) Karena kecintaan terhadap pangkat mengakibatkan seseorang menjadi tamak
dan rakus, tidak memiliki rasa kemanusiaan dan dapat menindas yang
lemah.yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin.
3. Rasulullah Saw bersabda:“Cinta harta dan pangkat itu membutuhkan sifat
munafik di dalam hati, sebagaimana air menumbuhkan sayur-mayur.” Cinta
kepada pangkat dan kedudukan sangat tercela sekali, sebab memang ini lah yang
merupakan asal segala kerusakan. Tetapi harus di ingat, bahwa ketenaran yang
tercela itu ialah apabila benar-benar dicari dan tamak untuk memperolenya.
Adapun kalau kemasyhuran itu merupakan karunia Allah Ta’ala, tanpa diusahakan
untuk memperolehnya, maka sama sekali tidak tercela.
4. Cara Mengatasi Hubbul Jah
a) Mengakui bahwa diri kita dan alam semesta ini adalah hanya milik Allah
semata.

10
b) Meyakini bahwa makanan, pakaian, harta, pangkat kedudukan, cantik dan
ketampanan, keturunan, semua ini hanya milik Allah.
c) Iringilah keyakinan itu dengan; Laa Qaadirun, Laa Muriidun, Laa Hayyun,
Laa Tsamiiun, Laa Bashiirun, Laa ‘Aalimun dan Laa Mutakallamuun.

11
DAFTAR PUSTAKA

 http://ibnudotkuis.blogspot.com/2009/08/hubbul-jah.html
 http://pesantrenonlinenusantara.blogspot.com/2012/01/jangan-rakus-
jabatan.html#more
 http://www.islamgrid.gov.my/articles/tasawwuf/tasawwuff.php
 http://pusakampa.blogspot.com/2010/07/menjadi-sesuatu-yang-bukan-diri-
kita.html
 https://groups.yahoo.com/neo/groups/kmms-
itb/conversations/topics/390?var=1
 http://qurandansunnah.wordpress.com/2009/12/03/keberuntungan-dan-
kebahagiaan-bukan-berupa-harta-pangkat-jabatan-dan-kedudukan/

12

Anda mungkin juga menyukai