Anda di halaman 1dari 2

BEDANYA KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

Kini semakin banyak orang berkeinginan untuk menggunakan jenis tanaman berdaur pendek
sebagai jenis tanaman pokok dalam membangun tegakan hutan, terlebih setelah
berkembangnya Hutan Tanaman Industri (HTI). Berikut adalah kisah pengalaman saya
sewaktu zaman saya mahasiswa dahulu.
Di bagian akhir suatu ujian (dahulu semua ujian dilakukan secara lisan) pada Prof. Erick
Lundquist, terjadi tanya jawab sbb:
Prof.: Apa bedanya perkebunan dengan kehutanan?
Saya: (dengan ragu-ragu) Perkebunan produk utamanya non-kayu, sedangkan kehutanan
adalah kayu.
Prof.: Tidak juga, sebab kehutanan juga memetik daun utk menghasilkan kayu putih, lak
dari tanaman Acacia catechu, getah dari pinus dll
Saya: Perkebunan pengelolaannya lebih intensif, sedangkan kehutanan agak ekstensif.
Prof.: Lebih intensif mana pengelolaan perkebunan karet rakyat dengan pengelolaan hutan
jati di Jawa?
Saya: Daur perkebunan pendek, sedangkan kehutanan panjang
Prof.: Bagaimana dengan tanaman kina dan tanaman sengon?
Saya: ?????
Prof.: . . . . .
Setelah sesi terhenti sejenak Sang Prof meminta buku ujian saya dan tanpa komentar
menandatanganinya, yang berarti saya diluluskannya. Sayangnya Sang Profesor tidak
memberikan jawabannya.

Pertanyaan itu belasan tahun tak terjawab dan kadang-kadang mengganggu pikiran saya.
Pelan-pelan jawabannya terbayang dari kegiatan, tulisan, pernyataan dan pembicaraan
mereka yang bergerak di bidang perkebunan dan kehutanan. Pihak perkebunan lebih banyak
berkaitan dengan produksi, padahal kegiatannya di bidang konservasi cukup intens terutama
dalam hal konservasi tanah (terasering, tanaman penutup tanah dan pemupukan) dan
introduksi tanaman pelindung. Pihak kehutanan lebih banyak berkaitan dengan konservasi
dan kalau berbicara produksi lebih banyak produksi kayu (mungkin dianggap sebagai produk
yang tidak banyak menguras zat hara). Waktu jaman kolonial, dalam pengelolaan hutan
lindung (di Jawa) ditetapkan kawasan hutan produksi sekitar hutan lindung yang berfungsi
sebagai zona penyangga. Dari tanda-tanda tersebut, maka jawabannya kira-kira:

“Perkebunan melakukan konservasi guna mendukung produksi, sedangkan


kehutanan melakukan produksi guna mendukung konservasi.”
Kayu dan hasil hutan lainnya sesungguhnya hanyalah manfaat sampingan dari hutan, sebab
manfaat utamanya adalah konservasi yang sifatnya sulit terukur (intangible), seperti
perlindungan terhadap tanah, tata-ait, kesegaran udara dan plasma nutfah.

Namun, kayu merupakan salah satu komoditi yang secara komersial sangat menarik. Kayu
dibutuhkan banyak orang, bahkan setelah seseorang meninggal dalam bentuk peti mati atau
penutup liang lahat. Beruntung adanya kemajuan teknologi yang dapat menekan penggunaan
kayu. Namun, angka statistik di Jepang (yang kebetulan saya miliki) menunjukkan, bahwa
dalam kurun waktu 1955 – 1980 kebutuhan kayu/kapita/tahun cenderung terus meningkat,
kecuali untuk kayu bakar. Kebutuhan mereka pada tahun 1980 sebesar 0,91 m3/kapita/tahun.
Padahal di Indoensia pada pertengahan dekade 1970-an, kebutuhan domestiknya hanya
sekitar 0,14 m3/kapita/tahun.

1.20
Ky. Bakar
1.00
Lain-lain
0.80
m3/kapita

Ky. Lapis
0.60

Ky. Pulp
0.40

0.20 Ky.
Gergajian
-
1955 1960 1965 1970 1975
Tahun

Gambar-3: Trend Kebuhan Kayu/Kapita/Tahun menurut Jenis di Jepang *)


*)Diolah dari Wood Industries in Japan, 25 March 1981, Japan Products Storage Organization .

Selanjutnya dari grafik di atas nampak, bahwa sekitar 55% dari jumlah kebutuhan itu berupa
kayu gergajian yang berarti membutuhkan kayu berdiameter besar. Kayu semacam ini hanya
dapat diperoleh dari hutan berdaur panjang.

Kebutuhan ini harus dipenuhi, sebab bila tidak akan mengancam semua kayu yang ada
termasuk yang di hutan lindung dan hutan konservasi, seperti yang sudah terjadi sekarang ini.
Kebutuhan ini dapat dipenuhi dengan membangun, bukan sekadar menanam, kawasan-
kawasan hutan produksi yang kini banyak terlantar (rusak atau kosong). Pembangunan hutan
produksi harus dengan investasi negara dan bukan swasta. Apabila dengan investasi swasta
sulit diharapkan akan memilih daur panjang, karena pertimbangan analisis finansial yang
perhitungannya didasarkan pada nilai sekarang (NPV) dari manfaat langsung.

Apabila Negara tidak mampu berinvestasi di bidang pembangunan hutan produksi ini, sama
artinya Negara tidak mampu lagi melindungi kesuburan tanah, tata-air, kesegaran udara,
konservasi plasma nutfah yang merupakan fungsi hutan.

Bogor, April 2010

M. Rafioeddin Achlil.

Anda mungkin juga menyukai