Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

Dalam penggunaannya, efek benzodiazepine yang diinginkan adalah efek


hipnotik-sedatif. Sifat yang diinginkan dari penggunaan hipnotik-sedatif antara
lain adalah perbaikan anxietas, euphoria, dan kemudahan tidur. Saat efek ini
tercapai, maka akan timbul perasaan psikologis untuk terus menggunakannya jika
terjadi anxietas dan kesulitan tidur. Jika keadaan ini terjadi terus-menerus, maka
pola penggunaannya akan menjadi kompulsif. Sehingga terjadi ketergantungan
fisik. Komponen psikologi dari ketergantungan ini dapat disejajarkan dengan efek
ketergantungan kopi dan rokok pada mereka yang telah kecanduan.
Hampir setiap obat hipnotik-sedatif dapat menyebabkan ketergantungan.
Efek ketergantungan ini tergantung pada besar dosis yang digunakan tepat
sebelum penghentian penggunaan dan waktu paruh dan golongan obat yang
digunakan. Obat-obatan hipnotik-sedatif dengan waktu paruh lama akan
dieliminasi lama untuk mencapai penghentian obat bertahap sedikit-demi sedikit.
Sedangkan pada obat dengan waktu paruh singkat akan dieliminasi dengan cepat
sehingga sisa metabolitnya tidak cukup adekuat untuk memberikan efek hipnotik
yang lama. Oleh karena itu, penggunaan obat dengan waktu paruh singkat sangat
bergantung dari dosis obat yang digunakan tepat sebelum penghentian
penggunaan.
Gejala-gejala abstinensi dapat terjadi pada penggunaan berbagai golongan
obat hipnotik-sedatif. Gejala-gejala ini dapat berupa lebih sukar tidur dibanding
sebelum penggunaan obat-obatan hipnotik-sedatif. Gejala abstinensi pada
panggunaan obat short acting lebih mudah terjadi daripada penggunaan obat long
acting. Jika gejala ini terjadi, ada kecenderungan untuk menggunakannya lagi.
Karena mungkin dari sisi psikologis, si pemakai akan merasakan rasa nyaman
karena sifat obat tersebut. Seperti yang telah dikatakan di atas, maka
penggunaan menahun untuk mengatasi gejala-gejala abstinensia ini akan
menjadi kompulsif. Sehingga terjadilah ketergantungan fisik. Si pemakai merasa

1
seolah-olah tidak bisa merasakan nyaman jika tidak menggunakan obat-obatan
gtersebut.
Efek ini diperparah dengan tingginya dosis letal pada penggunaan
benzodiazepine. Sehingga pemakai merasa tidak akan bermasalah (karena bagi
orang awam, masalah penggunaan obat yang paling menakutkan adalah dapat
menyebabkan kematian dalam penggunaan dosis tinggi) jika menggunakan obat-
obatan ini dalam dosis besar.
Di beberapa negara maju dan berkembang, seperti di Belanda dan
Indonesia, Benzodiazepin digolongkan ke dalam golongan psikotropika. Sehingga
penggunaannya dibatasi. Masuknya semua obat golongan benzodiazepine ini
karena pada penyalahgunaannya dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan
ketergantungan fisik dan psikis.

2
BAB II
ISI

A. Definisi
Benzodiasepin adalah sekelompok
obat golongan psikotropika yang
mempunyai efek antiansietas atau dikenal
sebagai minor tranquilizer, dan psikoleptika.
Dalam penggunaannya, efek benzodiazepine
yang diinginkan adalah efek hipnotik-
sedatif. Sifat yang diinginkan dari
penggunaan hipnotik-sedatif antara lain adalah perbaikan anxietas, euphoria, dan
kemudahan tidur. Saat efek ini tercapai, maka akan timbul perasaan psikologis
untuk terus menggunakannya jika terjadi anxietas dan kesulitan tidur. Jika
keadaan ini terjadi terus-menerus, maka pola penggunaannya akan menjadi
kompulsif. Sehingga terjadi ketergantungan fisik. Komponen psikologi dari
ketergantungan ini dapat disejajarkan dengan efek ketergantungan kopi dan rokok
pada mereka yang telah kecanduan.

B. Struktur Kimia
Benzodiazepin adalah obat hipnotik-sedatif terpenting. Semua struktur
yang ada pada benzodiazepine menunjukkan 1,4-benzodiazepin. Kebanyakan
mengandung gugusan karboksamid dalam dalam struktur cincin heterosiklik
beranggota 7. Substituen pada posisi 7 ini sangat penting dalam aktivitas hipnotik-
sedatif.
Pada umumnya, semua senyawa benzodiazepine memiliki empat daya
kerja seperti efek anxiolitas, hipnotik-sedatif, antikonvulsan, dan relaksan otot.
Setiap efek berbeda-beda tergantung pada derivatnya dan berdasarkan pengaruh
GABA pada SSP. Benzodiazepine menimbulkan efek hasrat tidur bila diberi
dalam dosis tinggi pada malam hari. Dan memberikan efek sedasi jika diberikan
dalam dosis rendah pada siang hari.

3
Masing-masing derivate mempunyai efek yang menonjol diantara tiga efek
lainnya. Sebagai contoh; diazepam mempunyai efek anxiolitas yang lebih
menonjol sehingga sering digunakan sebagai tranquilizer.
Keuntungan yang bisa didapat dari penggunaan benzodiazepine adalah
tidak merintangi tidur REM. Sebelumnya, diperkirakan bahwa zat ini tidak
menimbulkan toleransi. Akan tetapi, ternyata zat ini juga menimbulkan toleransi
jika digunakan dalam 1-2 minggu.

C. Penggolongan Benzodiazepin
Berdasarkan lama kerjanya, benzodiazepine dapat digolongkan ke dalam 3
kelompok:
1) Long acting.
Obat-obat ini dirombak dengan jalan demetilasi dan hidroksilasi
menjadi metabolit aktif (sehingga memperpanjang waktu kerja) yang
kemudian dirombak kembali menjadi oksazepam yang dikonjugasi
menjadi glukoronida tak aktif. Metabolit aktif desmetil biasanya bersifat
anxiolitas. Sehingga biasanya, zat long acting lebih banyak digunakan
sebagai obat tidur walaupun efek induknya yang paling menonjol adalah
sedative-hipnotik.
2) Short acting
Obat-obat ini dimetabolisme tanpa menghasilkan zat aktif.
Sehingga waktu kerjanya tidak diperpanjang. Obat-obat ini jarang
menghasilkan efek sisa karena tidak terakumulasi pada penggunaan
berulang.

4
3) Ultra short acting
Lama kerjanya sangat kurang dari short acting. Hanya kurang dari 5,5
jam. Efek abstinensia lebih besar terjadi pada obat-obatan jenis ini. Selain sisa
metabolit aktif menentukan untuk perpanjangan waktu kerja, afinitas terhadap
reseptor juga sangant menentukan lamanya efek yang terjadi saat penggunaan.
Semakin kuat zat berikatan pada reseptornya, semakin lama juga waktu
kerjanya.

D. Farmakokinetik
Benzodiazepin terikat pada saluran molekul klorida yang berfungsi
sebagai reseptor GABA. Saluran ini mengandung reseptor GABA dimana banyak
obat yang mempengaruhi SSP terikat pada saluran ini. Benzodiazepin terikat
secara alosterikal pada saluran ini yang menyebabkan peningkatan afinitas GABA
pada reseptornya. Dengan meningkatnya afinitas GABA pada reseptornya ini,
maka efek eksitasi dari asetil kolin dihambat.

Benzodiazepin merupakan basa lemah yang sangat efektif diarbsorbsi pada


pH tinggi yang ditemukan dalam duodenum. Rearbsorbsi di usus berlangsung
dengan baik karena sifat lipofil dari benzodiazepin dengan kadar maksimal
dicapai pada ½ sampai 2 jam. Pengecualian adalah pada penggunaan
klordiazepoksida, oksazepam dan lorazepam. Karena sifatnya yang kurang
lipofilik, maka kadar maksimumnya baru tercapai pada 1-4 jam. Distribusi

5
terutama di otak, hati dan jantung. Beberapa diantara zat benzodiazepin
mengalami siklus enterohepatik.
Jika diberikan suposituria, rearbsorbsinya agak lambat. Tetapi bila
diberikan dalam bentuk larutan rektal khusus, rearbsorbsinya sangat cepat. Oleh
karena itu bentuk ini sangat sering diberikan pada keadaan darurat seperti pada
kejang demam.
Karena zat-zat ini bersifat lipofilik, maka sawar plasenta mampu ditembus
dan zat-zat ini dapat mencapai janin. Namun karena aliran darah ke palsenta
relatif lambat, maka kecepatan dicapainya darah janin relatif lebih lambat
dibandingkan ke sistem saraf pusat. Akan tetapi, jika zat ini diberikan saat
sebelum lahir, maka akan menimbulkan penekanan fungsi vital neonatus.
Metabolisme di hati sangat bertanggung jawab terhadap pembersihan dan
eliminasidari semua benzodiazepin. Kebanyakan benzodiazepin mengalami fase
oksidasi, demetilasi, dan hidroksilasi menjadi bentuk aktif. Kemudian dikonjugasi
mendai glukoronida oleh enzim glukoronil transferase.
Kebanyakan hasil metabolit benzodiazepin golongan long acting adalah
dalam bentuk aktif yang mempunyai waktu paruh yang lebih lama dari induknya.
Sehingga lebih dapat menyebabkan efek hang over dari pada golongan short
acting pada penggunaan dosis ganda.
Yang perlu diwaspadai adalah pada penggunaan golongan short acting
lebih dapat menyebabkan efek abstinens. Efek ini timbul karena penggunaannya
dapat menekan zat endogen. Sehingga pada penghentian mendadak, zat endogen
tidak dapat mencapai maksimal dalam waktu cepat. Sehingga terjadilah gejala
abstinens yang lebih parah daripada sebelum penggunaan zat tersebut.

E. Farmakodinamik
1) Sedasi
Sedasi dapat didefinisikan sebagai menurunnya tingkat respon
stimulus yang tetap dengan penurunan dalam aktivitas dan ide spontan.
Perubahan ini terjadi pada dosis yang rendah.

6
2) Hipnotik
Zat-zat benzodiazepin dapat menimbulkan efek hipnotik jika
diberikan dalam dosis besar. Efeknya pada pola tidur normal adalah
dengan menurunkan masa laten mulainya tidur, peningkatan lamanya tidur
NREM tahap 2, penurunan lamanya tidur REM, dan penurunan lamanya
tidur gelombang lambat.
3) Anestesi
Efek dalam dosis tinggi dapat mnekan susunan saraf pusat ke titik
yang dikenal sebagai stadium III anestesi umum. Efek ini tergantung pada
sifat fisikokimia yang menentukan kecepatan mulai dan lama efek zat
tersebut. Dalam penggunaannya dalam bedah, selain efek anestesi, juga
dimanfaatkan efek amnesia retrogradnya. Sehingga pasien bedah operatif
tidak mengingat kejadian menyeramkan selama proses bedah.
4) Efek Antikonvulsi
Kebanyakan zat hipnotik-sedatif sanggup menghambat
perkembangan dan penyebaran naktivitas epileptiformis dalam susunan
saraf pusat.
5) Relaksan Otot
Beberapa zat hipnotik – sedatif dalam goglongan benzodiazepin
mempunyai efek inhibisi atas refleks polisinaptik dan transmisi
internunsius, dan pada dosis tinggi bisa menekan transmisi pada
sambungan neuromuskular otot rangka.
6) Efek pada Respirasi dan Kardiovaskular
Beberapa zat hipnotik-sedatif dapat menimbulkan depresi
pernafasan pada pasien dengan penyakit paru obstruktif. Dan pada
penyakit yang melemahkan sistem kardiovaskular bisa menyebabkan
depresi kardiovaskular. Ini kemungkinan disebabkan oleh kerja pada pusat
vasomotor pada medula oblongata. Pada dosis tinggi, kontraktilitas
miokardium dan tonus vaskular mungkin akan tertekan yang akan
menyebabkan kolaps sirkulasi. Efek terhadap respirasi dan kardiovaskular
akan lebih jelas jika diberikan secara intravena.

7
Pemberian benzodiazepin pada prakteknya menghasilkan
penekanan pada zat endogen mirip benzodiazepin. Sehingga zat-zat ini
berkurang kadarnya saat pemberian benzodiazepin. Efek inilah yang akan
mempengaruhi ketergantungan tubuh terhadap benzodiazepin. Akan tetapi,
hal ini dapat dihindari dengan pemakaian benar dari zat-zat turunan
benzodiazepin.

F. Efek Samping
Beberapa efek samping dapat timbul selama pemakaian awal. Efek
tersebut antara lain adalah rasa kantuk, pusing, nyeri kepala, mulut kering, dan
rasa pahit di mulut. Adapun efek samping lainnya adalah:
1. Hang over. Efek sisa yang disebabkan adanya akumulasi dari sisa
metabolit aktif. Jika ini terjadi pada pengendara kendaraan bermotor,
resiko terjadinya kecelakaan meningkat lebih dari lima kali lipat.
2. Amnesia Retrograde. Efek samping ini bisa dimanfaatkan oleh bagian
bedah untuk menghilangkan sensari ngeri karena melihat proses
pembedahan.
3. Gejala paradoksal. Berupa eksitasi, gelisah, marah-marah, mudah
terangsang, dan kejang-kejang.
4. Ketergantungan. Efek ini biasanya lebih bersifat psikologis. Timbulnya
efek ini karena timbulnya gejala abstinens yang menyebabkan pemakai
merasa lebih nyaman jika menggunakan zat ini. Jika terjadi menahun, hal
ini akan menimbulkan kompulsif. Sehingga terjadilah ketergantungan
fisik. Efek ini dapat diperparah karena dosis letal pada penggunaan
benzodiazepin sangat tinggi.
5. Toleransi. Efek ini terjadi setelah 1-2 minggu pemakaian.
6. Abstinens. Gejala yang timbul merupakan gejala yang mirip bahkan lebih
parah dibandingkan gejala sebelum dipakainya benzodiazepin. Misal
timbulnya nightmare, perasaan takut, cemas, dan ketegangan yang hebat.

8
G. Ketergantungan Benzodiazepin.
Gejala penyalahgunaan Napza sangat tergantung dari tahapan
pemakaiannya dan untuk sampai pada kondisi ketergantungan seseorang akan
mengalami beberapa tahap :
1) Experimental Use adalah periode dimana seseorang mulai mencoba-coba
menggunakan narkoba dan zat adiktif untuk tujuan memenuhi rasa ingin
tahu.
2) Social Use adalah periode dimana individu mulai mencoba menggunakan
narkoba untuk tujuan rekreasional, namun sama sekali tidak mengalami
problem yang berkait dengan aspek sosial, finansial, medis dan
sebagainya. Umumnya individu masih dapat mengontrol penggunaannya.
3) Early Problem Use adalah periode dimana individu sudah
menyalahgunakan narkoba dan perilaku penyalahgunaan ini mulai
berpengaruh pada kehidupan sosial individu tersebut, seperti timbulnya
malas bersekolah, keinginan bergaul hanya dengan orang-orang tertentu,
dan lain-lain.
4) Early Addiction adalah periode dimana individu sampai pada perilaku
ketergantungan baik fisik, maupun psikologis, dan perilaku
ketergantungan ini sangat mengganggu kehidupan individu tersebut. Yang
bersangkutan nyaris sulit mengikuti pola hidup orang normal sebagaimana
mestinya dan mulai terlibat pada perbuatan yang melanggar pada norma
dan nilai yang berlaku.
5) Severe Addiction adalah periode dimana individu hanya hidup dan berlaku
untuk mempertahankan ketergantungannya, sama sekali tidak
memperhatikan lingkungan sosial dan diri sendiri. Pada tahap ini, individu
biasanya sudah terlibat pada tindakan kriminal yang dilakukan demi
memperoleh narkoba yang diinginkan.
Ketergantungan pada obat tidur dan obat anti-cemas menyebabkan
berkurangnya kewaspadaan disertai pembicaraan yang melantur, koordinasi yang
buruk, kebingungan dan melambatnya pernafasan. Obat-obat ini bisa
menyebabkan penderita mengalami depresi dan kecemasan, secara bergantian.

9
Beberapa pecandu mengalami hilang ingatan, penilaian yang salah, tidak
dapat berkonsentrasi dan pergeseran emosi yang mengerikan. Pecandu yang lebih
tua menjadi pikun, mereka berbicara secara perlahan dan mengalami kesulitan
dalam berfikir dan memahami orang lain.
Bila pecandu terjatuh, bisa menyebabkan patah tulang, terutama tulang
panggul. Jika menyebabkan tidur, obat-obat ini cenderung akan mengurangi
jumlah tidur REM (rapid eye movement), yaitu stadium tidur dimana terjadi
mimpi. Gangguan mimpi ini bisa membuat pecandu lebih mudah tersinggung
keesokan harinya. Pola tidur bisa sangat terganggu pada pecandu yang
mengentikan pemakaian obat-obat ini setelah mengalami ketergantungan dan
toleransi. Pecandu mengalami lebih banyak tidur REM, lebih banyak bermimpi
dan lebih sering terbangun.
Reaksi balik ini berbeda dari orang ke orang, namun pada umumnya lebih
berat dan lebih sering terjadi pada orang yang menggunakan dosis yang lebih
besar untuk waktu yang lebih lama sebelum pemakaian obat dihentikan.
Penghentian obat secara tiba-tiba bisa menyebabkan reaksi yang mengerikan dan
bisa berakibat fatal, seperti yang terjadi pada gejala putus alkohol (DTs, delirium
tremens). Gejala putus obat yang serius lebih sering terjadi pada pemakaian
barbiturat atau glutetimid. Selama proses penghentian obat, pecandu dirawat di
rumah sakit karena kemungkinan terjadinya reaksi yang berat.
Benzodiazepin sering disebut sebagai pil koplo. Semua benzodiazepin
bersifat sedatif, ansiolitik dan anti konvulsan.
1) Efek jangka pendek
 mengantuk, letargi, fatigue
 gerakan yang tidak terkoordinasi, penurunan reaksi terhadap waktu
dan ataksia
 penurunan fungsi kognisi dan memori (terutama amnesia anterograde)
 Kebingungan
 kelemahan otot atau hipotoni
 depresi

10
 nistagmus, vertigo
 disarthria, bicara cadel/tidakjelas
 pandangan kabur, mulut kering
 sakit kepala
 euforia paradoksal, rasa girang, tidak dapat beristirahat, hipomania dan
perilaku inhibisi yang ekstrim (terutama pengguna dosis tinggi dapat
merasa tidak dapat dilukai, kebal terhadap serangan atau pukulan dan
dirinya tidak dapat dilihat orang sekitarnya)
 efek potensiasi dengan zat depresan SSP kainnya, misal alkohol dan
opioid yang dapat meningkatkan risiko penekanan pernapasan
2) Efek jangka panjang, mirip dengan efek jangka pendek, ditambah dengan :
 toleransi terhadap efek sedatif/hipnotik dan psikomotor
 emosi yang "tumpul" (ketidakmampuan merasa bahagia atau duka
sehubungan dengan hambatan terhadap emosi)
 siklus menstruasi tidak teratur, pembesaran payudara
 ketergantungan (dapat terjadi setelah 3 sampai 6 bulan dalam dosis
terapi)
3) Gejala putus zat, umumnya mencakup :
o insomnia
o ansietas
o iritabel
o tidak dapat beristirahat
o agitasi
o depresi
o tremor
o dizziness
4) Jarang terjadi, tapi perlu penanganan serius :
a. kejang ( dosis tinggi ± alkohol)
b. delirium
5) Gejala lain mencakup :

11
o kedutan otot dan nyeri
o anoreksia, mual
o fatigue
o tinnitus
o hiperakusis, fotofobia, gangguan persepsi
o depersonalisasi, derealisasi
o pandangan kabur
Pada dasarnya, benzodiazepin dapat menekan produksi endogen zat yang
mirip dengan benzodiazepin. Produksi endogen ini diperlukan guna menekan efek
eksitasi dari zat-zat eksitator dalam otak. Jika zat ini tidak ada, maka eksitasi
fisiologis tidak dapat dihambat oleh inhibisi fisiologis.
Pada penggunaan benzodiazepin dalam dosis tinggi (yang terutama
digunakan untuk mendapatkan daya sedasi), benzodiazepin akan sangat menekan
produksi inhibitor endogen yang ada dalam tubuh. Jika penggunaannya dihentikan
secara mendadak, zat endogen tersebut tidak dapat kembali ke tingkat semula
sebelum ditekan oleh konsumsi benzodiazepin. Akibatnya akan terjadi efek
penarikan atau yang biasa dikenal dengan withdrawal effects.

Kadar endogen yang tidak dapat kembali ke tingkat semula ini akan
memperparah keadaan. Hal ini dikarenakan tertekannya efek inhibisi sistem saraf
pusat, sedangkan efek zat eksogen (benzodiazepin sudah tidak ada). Akibatnya

12
terjadi eksitasi tanpa terhambat pada sistem saraf pusat. Keadaan ini
menyebabkan efek abstinens yaitu efek yang mirip sebelum obat diberikan.
Pada penggunaan yang salah efek tersebut akan terjadi. Akan tetapi
penderita akan kembali merasa nyaman saat kembali menggunakan obat tersebut.
Karena merasa nyaman setelah penggunaan kembali obat inilah yang
menyebabkan ketergantungan psikologis dan fisik terhadap benzodiazepin. Hal
inilah yang menjadi awal ketergantungan. Semakin lama dipakai, maka akan
terjadi efek kompulsif pada pengguna. Yang lama kelamaan akan menjadi
ketergantungan fisik akibat produksi endogen tubuh yang sangat berkurang karena
tertekan oleh penggunaan benzodiazepin.
Hal lain yang harus diperhatikan saat pemberian benzodiazepin adalah
bahwa obat ini mempunyai dosis letal yang sangat tinggi dan dapat menyebabkan
toleransi pada penggunaan lebih dari 1-2 minggu. Seperti yang telah dibicarakan
sebelumnya, bahwa obat ini akan menekan produksi endogen zat inhibitor mirip
benzodiazepin. Semakin tinggi dosis yang dipakai karena adanya toleransi,
semakin tertekan pula produksi endogen zat inhibitor mirip benzodiazepin dalam
sistem saraf pusat. Sehingga efekpun akan berlanjut seperti yang telah dijelasskan
di atas.
Golongan yang biasanya menyebabkan gejala abstinens adalah golongan
short acting. Efek ini timbul dikarenakan tidak adanya perpanjangan waktu kerja
akibat tidak terbentuknya metabolit aktif dari hasil metabolisme zat benzodiazepin
tersebut. Akibatnya ketika penghentian mendadak, tertekannya zat endogen mirip
benzodiazepin tidak dapat diimbangi oleh perpanjangan waktu kerja hasil
metabolitnya. Keadaan putus zat (withdrawal state) :
 Timbulnya gejala-gejala fisik maupun mental sesudah penggunaan zat
psikoaktif yang berlangsung secara terus-menerus, dalam jangka waktu
yang lama, dan/atau dosis tinggi.
 Bentuk dan keparahan gejala tersebut tergantung dari jenis dan dosis zat
psikoaktif yang digunakan sebelumnya.
 Gejala tersebut akan mereda dengan meneruskan penggunaan zat itu.
 Salah satu indikator dari sindrom ketergantungan.

13
Terapi kondisi Intoksikasi Sedatif-Hipnotik (Benzodiazepin) :
a. Diperlukan terapi kombinasi yang bertujuan :
1. Mengurangi efek obat dalam tubuh
2. Mengurangi absorbsi obat lebih lanjut
3. Mencegah komplikasi jangka panjang
b. Langkah I: Mengurangi efek Sedatif - Hipnotik :
1. Pemberian Flumazenil (hanya bila diperlukan berhubungan dengan dr.
Anestasi) (Antagonis Benzodiazepine) bila tersedia, dengan dosis 0.2
mg i.v kemudian setelah 30 detik diikuti dengan 0.3 mg dosis tunggal,
setelah 60 detik diberikan lagi 0.5 mg sampai total kumulatif 3.0 mg.
Pada pasien yang ketergantungan akan menimbulkan gejala putus zat.
2. Untuk tingkat serum sedatif - hipnotik yang sangat tinggi dan gejala-
gejala sangat berat, pikirkan untuk atau haemoperfusion dengan
Charcoal resin/Norit. Cara ini juga berguna bila ada intoksikasi berat
dari barbiturat yang lebih short acting.
3. Tindakan suportif termasuk :
a) pertahankan jalan nafas, pernafasan buatan bila diperlukan
b) perbaiki gangguan asam basa
4. Alkalinisasi urin sampai pH 8 untuk memperbaiki pengeluaran obat
dan untuk diuresis berikan Furosemide 20-40 mg atau Manitol 12,5-25
mg untuk mempertahankan pengeluaran urin
c. Langkah II : Mengurangi absorbsi lebih lanjut:
Rangsang muntah, bila baru terjadi pemakaian. Kalau tidak,
berikan Activated Charcoal. Perhatian selama perawatan harus diberikan
supaya tidak terjadi aspirasi
d. Langkah III: Mencegah komplikasi:
1. Perhatikan tanda-tanda vital dan depresi pernafasan, aspirasi dan
edema paru
2. Bila sudah terjadi aspirasi, berikan antibiotik

14
3. Bila pasien ada usaha bunuh diri, maka dia harus segera ditangani di
tempat khusus yang aman dan perlu pengawasan selama 24 jam, bila
perlu dirujuk untuk masalah kejiwaannya
Terapi Putus Zat Sedatif-Hipnotik
a. Abrupt withdrawal ( pelepasan mendadak ) dapat berakibat fatal karena itu
tidak dianjurkan.
b. Gradual withdrawal (pelepasan bertahap) dianggap lebih rasional, dimulai
dengan memastikan dosis toleransi, disusul dengan pemberian suatu
sedatif Benzodiazepin atau Barbiturat ( Pentotal, Luminal ) dalam jumlah
cukup banyak sampai terjadi gejala-gejala intoksikasi ringan, atau sampai
kondisi pasien tenang. Ini diteruskan selama beberapa hari sampai keadaan
pasien stabil, kemudian baru dimulai dengan penurunan dengan kecepatan
maksimal 10 % per 24 jam sampai dosis sedatif nol. Bila penurunan dosis
menyebabkan pasien gelisah /imsomnia/agutatif atau kejang, ditunda
sampai keadaan pasien stabil, setelah itu penurunan dosis dilanjutkan.
c. Untuk keadaan putus Barbiturat, dapat diberikan obat yang biasa
digunakan oleh pasien. Penurunan dosis total 10 % per hari, maksimal 100
mg/hari.
d. Teknik substitusi Fenobarbital (Luminal):
Digunakan Luminal sebagai substituent, atau Barbiturat masa kerja lama
yang lain. Sifat long acting akan mengurangi fluktuasi pada serum yang
terlalu besar, memungkinkan digunakannya dosis kecil yang lebih aman.
Waktu paruhnya antara 12-24 jam , dosis tunggal sudah cukup. Dosis
lethal 5 kali lebih besar daripada dosis toksis dan tanda-tanda toksisitasnya
lebih mudah diamati (sustained nystagmus, slurred speech dan ataxia).
Intoksikasi Luminal biasanya tidak menimbulkan disinhibisi, karenanya
jarang menimbulkan problema tingkah laku yang umum dijumpai pada
Barbiturat short acting. Kadang-kadang pasien tidak bersedia dberikan
Luminal. Dosis Luminal tidak boleh melebihi 500 gram sehari !!! Berapa
besarnya sekalipun dosis Barbiturat yang diakui pasien dalam anmnesa.
Rumus yang dipakai:

15
Satu dosis sedatif = satu dosis hipnotik (short acting Barbiturat yang dipakai)

Kalau timbul toksisitas, 1-2 dosis Luminal berikut dihapus, lalu dosis
harian dihitung kembali

Daftar dosis ekivalen = (untuk detoksifikasi sedatif hipnotik lain)

30 mg Luminal kira-kira setara dengan :


- 100 mg Phentonal - 500 mg Chloralhydrate
- 400-600 mg Meprobamate - 250-300 mg Methaqualone
- 100 mg Chlordiazepoxide - 50 mg Chlorazepate
- 50 mg Diazepam - 60 mg Flurazepam
e. Penatalaksanaan dengan Benzodiazepine tapering off:
1) Berikan salah satu Benzodiazepine (Diazepam, Klobazam Lorazepam)
dalam jumlah cukup.
2) Lakukan penurunan dosis (kira-kira 5 mg) setiap 2 hari
3) Berikan hipnotika malam saja (misalnya ; Clozapine 25 mg, Estazolam
1-2 mg )
4) Berikan vitamin B complex.
5) Injeksi Diazepam intramuskuler/iritravena 1 ampul (10 mg) bila pasien
kejang/agitasi : dapat diulangi beberapa kali dengan selang waktu 30-
60 menit.

16
H. Jenis dan Dosis Obat

17
18
BAB III
KESIMPULAN

Beberapa turunan benzodiazepin digolongkan ke dalam zat psikotropika.


Masuknya zat golongan benzodiazepin ke dalam golongan psikotropika ini
dikarenakan oleh adanya efek ketergantungan fisik pada penggunaan yang salah.
Seperti yang telah dijelaskan bahwa penggunaan yang salah seperti tidak
diperhatikannya dosis dan lamanya pemakaian dapat menyebabkan
ketergantungan fisik yang bersifat kompulsif. Akibatnya, jika penderita tidak
menggunakan zat tersebut, penderita tidak akan merasakan rasa nyaman.
Hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan benzodiazepin adalah
dosis, golongan obat dan lamanya pemakaian. Cara pemakaian juga mempunyai
peranan penting disini. Selain karena dosisnya salah. Efek putus obat akibat
penghentian mendadak golongan short acting juga dapat menyebabkan gejala
abstinens yang merupakan awal dari kompulsif yang berujung pada
ketergantungan fisik.

19
Daftar Pustaka

1. Gery Schmitz, dkk. (2009). Farmakologi dan Toksikologi. EGC. Jakarta


2. Guyton and Hall. (1998). Fisiologi Kedokteran. EGC. Jakarta
3. Kaplan and Saddock. (2010). Sinopsis Psikiatri. Binarupa Aksara. Tangerang
4. Katzung, Bertram G. (1994). Farmakologi Dasar dan Klinik (Alih Bahasa oleh
Staf Farmakologi FK UNSRI). EGC. Jakarta
5. Maslim, Rusdi. (1997). Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Jakarta
6. http://www.bnn.go.id
7. Tjay, Tanhoan & Kirana Rahardja. (2008). Obat-Obat Penting, cetakan 2. Elex
Media Komputindo. Jakarta.
8. Undang-undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1997, tanggal 11 maret
1997, tentang Psikotropika
9. http://www.benzo.org.uk
10. http://www.wikipedia.com
11. Wijaya Ellen, Nani Sukasediati, Hertiana Ayati. Gambaran Preskripsi Obat-
obat Benzodiazepin Pada Tiga Rumah Sakit Kelas C di Jawa. Cermin Dunia
Kedokteran No. 44, 1987
12. http://www.antiansietas-psikofarmaka.blogspot.com

20

Anda mungkin juga menyukai