Anda di halaman 1dari 31

TUGAS KELOMPOK

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Jiwa


Oleh Dosen Pengampu : Ns. Fetty Rahmawty, S.Kep. M.Kep.

Disusun Oleh :
Nama Kelompok 6

1. Bertha Silvia Juniasi PO.62.20.1.16.124


2. Desi Rinjani PO.62.20.1.16.128
3. Elia Suci Maya Sari PO.62.20.1.16.135
4. Enrico Paska PO.62.20.1.16.137
5. Syifa Rizky PO.62.20.1.16.161
6. Therevina Iaprillia PO.62.20.1.16.163
7. Yohanes Tedi PO.62.20.1.16.167

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALANGKA RAYA


PROGRAM STUDI DIPLOMA IV KEPERAWATAN
2018
SATUAN ACARA PENYULUHAN

 Pokok Bahasan : Restrain Atau Fiksasi Fisik dan Peran Serta Keluarga dan
Penatalaksanaanya
 Sasaran : Pasien Dan Keluarga
 Tempat :
 Hari / Tanggal :
 Jam/waktu :
 Alokasi Waktu : 45 Menit
 Pemateri :

A. Latar Belakang
Restraint (dalam psikiatrik) secara umum mengacu pada suatu bentuk tindakan
menggunakan tali untuk mengekang atau membatasi gerakan ekstremitas individu
yang berperilaku di luar kendali yang bertujuan memberikan keamanan fisik dan
psikologis individu.Restraint (fisik) merupakan alternative terakhir intervensi jika
dengan intervensi verbal, chemical restraint mengalami kegagalan. Seklusi merupakan
bagian dari restraint fisik yaitu dengan menempatkan klien di sebuah ruangan
tersendiri untuk membatasi ruang gerak dengan tujuan meningkatkan keamanan dan
kenyamanan klien.
Perawat perlu mengkaji apakah restraint di perlukan atau tidak.Restrein
seringkali dapat dihindari dengan persiapan pasien yang adekuat, pengawasan orang
tua atau staf terhadap pasien, dan proteksi adekuat terhadap sisi yang rentan seperti
alat infus. Perawat perlu mempertimbangkan perkembangan pasien, status mental,
ancaman potensial pada diri sendiri atau orang lain dan keamannnya.
Perilaku kekerasan dianggap sebagai suatu akibat yang ekstrim dari rasa
marah atau ketakutan yang mal adaptif (panik). Perilaku agresif dan perilaku
kekerasan itu sendiri sering dipandang sebagai suatu dimana agresif verbal di suatu
sisi dan perilaku kekerasan (violence) di sisi yang lain. Penatalaksanaan atau
penanganan perilaku kekerasan sangat diperlukan dan dapat dilakukan dengan
berbagai cara, salah satunya dengan isolasi dan atau restrein (menurut kebijakan
institusi).
Restrain adalah aplikasi langsung kekuatan fisik pada individu, tanpa ijin
individu tersebut, untuk membatasi kebebasan geraknya. Kekuatan fisik ini dapat
menggunakantenagamanusia, alat mekanis atau kombinasi keduanya.Pengekangan
fisiktermasuk penggunaan pengekangan mekanik, seperti manset untuk pergelangan
tangan dan pergelangan kaki, serta sprey pengekangan. Restrain dengan tenaga
manusia terjadi ketika anggota staf secara fisik mengendalikan klien dan
memindahkannya ke ruangan. Restrein mekanis adalah peralatan, biasanya restrein
pada pergelangan tangan, kaki yang diikatkan ke tempat tidur untuk mengurangi
agresi fisik klien, seperti memukul, menendang, menjambak rambut (Videbeck,
2008), Indikasi pengekangan meliputiperilaku amuk yang membahayakan diri dan
orang lain, perilaku agitasi yang tidak dapat dikendalikan dengan pengobatan,
ancaman terhadap integritas fisik yang berhubungan dengan penolakan pasien untuk
istirahat, makan, dan minum, permintaan pasien untuk pengendalian perilaku
eksternal, pastikan bahwa tindakan ini telah dikaji dan berindikasi terapeutik
(Videbeck, 2008).
Proses penyembuhan pasien tidak terlepas dari peran keluarga. Keluarga
merupakan bagian yang penting dalam proses pengobatan pasien jiwa (Lauriello,
2005 dikutip oleh Purwanto, 2010). Ketika penderita gangguan jiwa melakukan rawat
jalan atau inap di rumah sakit jiwa, keluarga harus tetap memberikan perhatian dan
dukungan sesuai dengan petunjuk tim medis rumah sakit. Dukungan keluarga sangat
diperlukan oleh penderita gangguan jiwa dalam memotivasi mereka selama perawatan
dan pengobatan.

B. Tujuan Intruksional Umum


Setelah mendapatkan penjelasan mengenai strain dan fiksasi fisik dan peran
serta keluarga dan penatalaksanaan selama 45 menit, pasien dan keluarga mengerti
dan memahami tentang materi yang disampaikan.

C. Tujuan Instruksional Khusus


Setelah mendapatkan penjelasan mengenai strain dan fiksasi fisik dan peran
serta keluarga dan penatalaksanaan diharapkan pasien dan keluarga mampu :
1. Menjelaskantentang pengertian strain atau fiksasi fisik
2. Menjelaskan tentang indikasi penggunaan strain
3. Menjelaskan tentang kontraindikasi penggunaan strain
4. Menjelaskan tentang hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan strain
5. Menjelaskan tentang jenis-jenis strain
6. Menjelaskantentang resiko penggunaan strain
7. Menjelaskan tentang Peran serta keluarga
8. Menjelaskan tentang pelaksanaan strain

D. Sub Pokok Bahasan


Konsep Strain Dan Fiksasi Fisik Dan Peran Serta Keluarga dan Penatalaksanaan.

E. Media
Leaflet, Power Pont, LCD

F. Metode
Ceramah dan tanya jawab

G. Kegiatan Penyuluhan
No. Tahap Kegiatan Penyuluhan Respon Pasien dan Waktu
Keluarga
1 Pembukaan 1. Salam pembuka Menjawab salam 5 Menit
2. Perkenalan Memperhatikan
3. Menyampaikanmaksuddantujua Memperhatikan
n
4. Kontrak waktu Memperhatikan
2 Penyajian 1. Membagikan soal pre-test Menyimak dan 30 Menit
Materi 2. Menjelaskanmateri yang mengerjakan soal
akandiberikan : Mendengarkan dan
a. Menjelaskantentang memperhatikan
pengertian strain atau fiksasi
fisik
b. Menjelaskan tentang indikasi
penggunaan strain
c. Menjelaskan tentang
kontraindikasi penggunaan
strain
d. Menjelaskan tentang hal-hal
yang perlu diperhatikan
dalam penggunaan strain
e. Menjelaskan tentang jenis-
jenis strain
f. Menjelaskantentang resiko
penggunaan strain
g. Menjelaskan tentang Peran
serta keluarga
h. Menjelaskan tentang
pelaksanaan strain
3. Membuka sesi tanya jawab
3 Penutup 1. Evaluasidenganmemberikan soal Menjawab 10 enit
post-test. pertanyaan
2. Memberikan leaflet Bertanya
3. Menyimpulkanmateri
4. Salam penutup Menerima
Memperhatikan
Menjawab salam

H. Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
a. Materi dan media yang akan dibawakan pada saat penyuluhan telah
dikonsultasikan terlebih dahulu oleh pembimbing klinik dan telah mendapat
persetujuan.
b. Media yang diperlukan untuk penyuluhan sudah tersedia sebelum hari H.
c. Penyuluh telah membuat janji dan menginformasikan waktu pelaksanaan
penyuluhan kepada setiap pihak yang terlibat.
d. Pasien dan keluarga pasien yang di rawat inap mengikuti kegiatan penyuluhan.
2. Evaluasi Proses
a. Peserta antusias terhadap materi penyuluhan
b. Tidak ada peserta yang meninggalkan tempat penyuluhan sebelum penyuluhan
berakhir.
c. Sasaran aktif bertanya dan menjawab selama penyuluhan berlangsung.
d. Sasaran dapat tenang dan berkonsentrasi terhadap materi yang dipaparkan.
3. Evaluasi Hasil
a. Pengetahuan sasaran tentang pokok bahasan meningkat dibuktikan dengan
kemampuan sasaran dalam menjawab pertanyaan sebesar 70%.
b. Tingkat partisipasi dan keaktifan sasaran dalam kegiatan tinggi mencapai 70%.

4. Materi :

A. Definisi restrain atau fiksasi fisik


Restrain adalah terapi dengan menggunakan alat-alat mekanik atau manual
untuk membatasi mobilitas fisik klien. Alat tersebut meliputi penggunaan manset
untuk pergelangan tangan atau kaki dan kain pengikat.Restrain harus dilakukan pada
kondisi khusus, hal ini merupakan intervensi yang terakhir jika perilaku klien sudah
tidak dapat diatasi atau dikontrol dengan strategi perilaku maupun modifikasi
lingkungan(Yosep, 2009), Restraint (fisik) merupakan alternative terakhir intervensi
jika dengan intervensi verbal, chemical restraint mengalami kegagalan. Seklusi
merupakan bagian dari restraint fisik yaitu dengan menempatkan klien di sebuah
ruangan tersendiri untuk membatasi ruang gerak dengan tujuan meningkatkan
keamanan dan kenyamanan klien.
Perawat perlu mengkaji apakah restraint di perlukan atau tidak.Restrein
seringkali dapat dihindari dengan persiapan pasien yang adekuat, pengawasan orang
tua atau staf terhadap pasien, dan proteksi adekuat terhadap sisi yang rentan seperti
alat infus. Perawat perlu mempertimbangkan perkembangan pasien, status mental,
ancaman potensial pada diri sendiri atau orang lain dan keamannnya.

B. Indikasi Penggunaan Restrain


Penggunaan tekhnik pengendalian fisik (restrain) dapat diterapkan dalam
keadaan: Pasien yang membutuhkan diagnosa atau perawatan dan tidak bisa menjadi
kooperatif karena suatu keterbatasan misalnya : pasien dibawah umur, pasien agresif
atau aktif dan pasien yang memiliki retardasi mental. Ketika keamanan pasien atau
orang lain yang terlibat dalam perawatan dapatterancam tanpa pengendalian fisik
(restraint). Sebagai bagian dari suatu perawatan ketika pasien dalam pengaruh obat
sedasi.
C. Kontraindikasi Pengunaan Restrain
Penggunaan teknik pengendalian fisik (restraint) tidak boleh diterapkan dalam
keadaan yaitu: Tidak bisa mendapatkan izin tertulis dari orang tua pasien untuk
melaksanakan prosedur kegiatan. Pasien pasien kooperatif, pasien memiliki
komplikasi kondisi fisik atau mental. Penggunaan teknik pengendalian fisik (restraint)
pada pasien dalam penatalaksanaanya harus memenuhi syarat-syarat yaitu sebagai
berikut: Penjelasan kepada pasien, pasien mengapa pengendalian fisik (restraint)
dibutuhkandalam perawatan, dengan harapan memberikan kesempatan kepada pasien
untuk memahami bahwa perawatan yang akan diberikan sesuai prosedur dan aman
baik pasien maupun keluarga yang bersangkutan. Memiliki izin verbal maupun izin
tertulis dari psikiater yang menjelaskan jenis teknik pengendalian fisik yang boleh
digunakan kepada pasien-pasien dan pentingnya teknik pengendalian fisik yang dapat
digunakan terhadap pasien berdasarkan indikasi-indikasi yang muncul. Adanya
dokumen yang menjelaskan kepada orang tua pasien-pasien maupun pihak keluarga
pasien yang bersangkutan mengapa pengendalian fisik (restraint) dibutuhkan dalam
perawatan.Adanya penilaian berdasarkan pedoman rumah sakit dari pasien yang
pernahmenjalankan pengendalian fisik (restraint) untuk memastikan bahwa
pengendalian fisik tersebut telah diaplikasikan secara benar, serta memastikan
integritas kulit dan status neurovaskular pasien tetap dalam keadaan baik.
Perlu digunakan teknik pengendalian fisik (restraint) adalah karena tenaga
kesehatan harus mengutamakan kebutuhan kesehatan pasien, teknik pengendalian
tersebut dapat dilakspasienan dengan cara menjaga keamanan pasien ataupun
keluarga yang bersangkutan, mengontrol tingkat agitasi dan agresi pasien, mengontrol
perilaku pasien, serta menyediakan dukungan fisik bagi pasien.

D. Hal – hal yang perlu di perhatikan dalam penggunaan Restraint


Pada kondisi gawat darurat, restrain/seklusi dapat dilakukan tanpa order
dokter. Sesegera mungkin (< 1jam) setelah melakukan restrain, perawat melaporkan
pada dokter untuk mendapatkan legalitas tindakan baik secara verbal maupun tertulis.
Intervensi restrain dibatasi waktu yaitu: 4 jam untuk klien berusia >18 tahun, 2 jam
untuk usia 9-17 tahun, dan 1 jam untuk umur <9 tahun. Evaluasi dilakukan 4 jam
untuk klien >18tahun, 2 jam untuk pasien-pasien dan usia 9-17 tahun. Waktu minimal
reevaluasi oleh dokter adalah 8 jam untuk usia>18 tahun dan 4 jam untuk usia <17
tahun. Selama restrain klien di observasi tiap 10-15 menit, dengan fokus observasi:
Tanda-tanda cedera yang berhubungan dengan restrain nutrisi dan hidrasi sirkulasi
dan rentang gerak ekstremitas tanda penting kebersihan dan eliminasi status fisik dan
psikologis kesiapan klien untuk dibebaskan dari restrain
Alat restrain bukan tanpa resiko dan harus diperiksa dan di dokumentasikan
setiap 1-2 jam untuk memastikan bahwa alat tersebut mencapai tujuan
pemasangannya, bahwa alat tersebut dipasang dengan benar dan bahwa alat tersebut
tidak merusak sirkulasi, sensai, atau integritas kulit.
Selekmandan Snyder (1997) merekomendasikan intervensi keperawatan yang
tepat untuk pasien yang direstrain adalah:
1. Lepaskan dan pasang kembali restrain secara periodic
2. Lakukan tindakan untuk memberi rasa nyaman
3. Gunakan pelukan terapeutik bukan restrain mekanik
4. Lakukan latihan rentan gerak jika diperlukan.
5. Tawarkan makanan, minuman dan bantuan untuk eliminasi
6. Diskusikan kriteria pelepasan restrain.
7. Berikan analgesik dan sedatif jika diinstruksikan atau di minta
8. Hindari kemarahan psikologik kepada pasien lain.
9. Berikan distraksi (membaca buku) dan sentuhan pertahankan harga diri pasien
10. Lakukan pengkajian keperawatan yang kontinu dokumentasikan penggunaan
restrain.

E. Jenis-jenis Restraint
Pengendalian fisik (physical restraint) dengan menggunakan alat pengendalian
fisik dengan menggunakan alat merupakan bentuk pengendalian dengan
menggunakan bantuan alat bantu untuk menahan gerakan tubuh dan kepala pasien
maupu menahan gerakan rahang dan mulut pasien. Alat bantu untuk menahan gerakan
tubuh dan kepala pasien yakni :
1. Sheet ties
Penggunaan selimut untuk membungkus tubuh pasien supaya tidak
bergerak dengan cara melingkarkan selimut ke seluruh tubuh pasien dan
menahan selimutnya dengan perekat atau mengikatnya dengan tali.
2. Restrain Jaket
Restraint jaket digunakan pada pasien dengan tali diikat dibelakang
tempat tidur sehingga pasien tidak dapat membukanya.Pita panjang diikatkan
ke bagian bawah tempat tidur, menjaga pasien tetap di dalam tempat tidur.
Restrain jaket berguna sebagai alat mempertahankan pasien pada posisi
horizontal yang diinginkan.

3. Papoose board
Papoose board merupakan alat yang biasa digunakan untuk menahan
gerak pasien saat melakukan perawatan gigi. Cara penggunaannya adalah
pasien ditidurkan dalam posisi terlentang di atas papan datar dan bagian atas
tubuh, tengah tubuh dan kaki pasien diikat dengan menggunakan tali kain
yang besar. Pengendalian dengan menggunakan papoose board dapat
diaplikasikan dengan cepat untuk mencegah pasien berontak dan menolak
perawatan.Tujuan utama dari penggunaan alat ini adalah untuk menjaga
supaya pasien-pasien tidak terluka saat mendapatkan perawatan.
4. Restraint Mumi atau Bedong
Selimut atau kain dibentangkan diatas tempat tidur dengan salah satu
ujungnya dilipat ke tengah.Pasien diletakkan di atas selimut tersebut dengan
bahu berada di lipatan dan kaki ke arah sudut yang berlawanan.Lengan kanan
pasien lurus kebawah rapat dengan tubuh, sisi kanan selimut ditarik ke tengah
melintasi bahu kanan pasien dan dada diselipkan dibawah sisi tubuh bagian
kiri.Lengan kiri pasien diletakkan lurus rapat dengan tubuh pasien, dan sisi
kiri selimut dikencangkan melintang bahu dan dada dikunci dibawah tubuh
pasien bagian kanan.Sudut bagian bawah dilipat dan ditarik kearah tubuh dan
diselipkan atau dikencangkan dengan pinpengaman.

5. Restraint Lengan dan Kaki


Restraint pada lengan dan kaki kadang-kadang digunakan untuk
mengimobilisasi satu atau lebih ekstremitas guna pengobatan atau prosedur, atau
untuk memfasilitasi penyembuhan.Beberapa alat restraint yang da di pasaran atau
yang tersedia, termasuk restraint pergelangan tangan atau kaki sekali pakai, atau dapat
dibuat dari pita kasa, kain muslin, atau tali stockinette tipis.Jika restraint jenis ini di
gunakan, ukurannya harus sesuai dengan tubuh pasien.Harus dilapisi bantalan untuk
mencegah tekanan yang tidak semestinya, konstriksi, atau cidera jaringan.Pengamatan
ekstremitas harus sering dilakukan untuk memeriksa adanya tanda-tanda iritasi dan
atau gangguan sirkulasi. Ujung restraint tidak boleh diikat ke penghalang tempat
tidur, karena jika penghalang tersebut diturunkan akan mengganggu ekstremitas yang
sering disertai sentakan tiba-tiba yang dapat menciderai pasien.

F. Pengendalian fisik (physical restraint) tanpa bantuan alat


Pengendalian fisik tanpa bantuan alat merupakan bentuk pengendalian fisik
tanpa menggunakan bantuan alat, pengendalian bentuk ini merupakan bentuk
pengendalian yang menggunakan bantuan perawat maupun bantuan orang tua atau
pihak keluarga pasien. Pengendalian fisik dengan bantuan tenaga kesehatan
pengendalian fisik dengan menggunakan bantuan tenaga kesehatan merupakan
bentuk pengendalian fisik dimana diperlukan tenaga kesehatan, misalnya perawat
untuk menahan gerakan pasien pasien dengan cara memegang kepala, lengan, tangan
ataupun kaki pasien pasien.
Pengendalian fisik dengan bantuan orang tua pasien pengendalian fisik dengan
bantuan orang tua sebenarnya sama dengan pengendalian fisik dengan bantuan tim
medis (tenaga kesehatan). Hanya saja peran perawat digantikan oleh orang tua pasien
pasien. Cara pengendalian dengan menggunakan bantuan orang tua lebih disukai
pasien apabila dibandingkan dengan menggunakan bantuan tim medis, sebab pasien
lebih merasa aman apabila dekat dengan orang tuanya.

G. Resiko Penggunaan Restraint pada Pasien


Terdapat beberapa laporan ilmiah mengenai kematian pasien pasien yang
disebabkan oleh penggunaan teknik pengendalian fisik (restraint). Hubungan
kematian pasien dengan gangguan psikologi yang disebabkan penggunaan restraint
adalah dimana ketika pengendalian fisik (restrain) dilakukan, pasien
pasien mengalami reaksi psikologis yang tidak normal, yaitu seperti menigkatnya
suhu tubuh, cardiac arrhythmia yang kemudian dapat menyebabkan timbulnya
positional asphyxia, excited delirium, acute pulmonary edema, atau pneumonitis yang
dapat menyebabkan kematian pada pasien.Pengekangan atau pengikatan fisik
(restrain) pada klien gangguan jiwa dilakukan disaat berbahaya baik pada diri sendiri
atau orang lain atau strategi yang lainnya sudah tidak dapat dijalankan secara efektif.
Adapun langkah-langkah pelaksanaan pengekangan fisik (restrain) pada klien
gangguan jiwa, adalah sebagai berikut:

1. Beri suasana yang menghargai dengan supervisi yang adekuat, karena harga diri
klien berkurang karena pengekangan.
2. Siapkan jumlah staf yang cukup dengan alat pengekangan yang aman dan
nyaman.
3. Tunjuk satu orang perawat sebagai ketua tim.
4. Jelaskan tujuan, prosedur dan lamanya pada klien dan staf agar dimengerti dan
bukan hukuman.
5. Jelaskan perilaku yang mengindikasikan pengelepasan pada klien dan staf.
6. Jangan mengikat pada pinggir tempat tidur, ikat dengan posisi anatomis, ikatan
tidak terjangkau oleh klien.
7. Lakukan supervisi dengan tindakan terapeutik dan pemberian rasa nyaman.
8. Perawatan pada daerah pengikatan (Pantau kondisi kulit: warna, temperatur,
sensasi; Lakukan latihan gerak pada tungkai yang diikat secara bergantian setiap
2 jam; Lakukan perubahan posisi tidur dan periksa tanda-tanda vital setiap 2
jam)
9. Bantu pemenuhan kebutuhan nutrisi, eliminaqsi, hidrasi dan kebersihan diri.
10. Libatkan dan latih klien untuk mengontrol perilaku sebelum ikatan dibuka
secara bertahap.
11. Kurangi pengekangan secara bertahap, misalnya setelah ikatan dibuka satu
persatu secara bertahap, kemudian dilanjutkan dengan pembatasan gerak
kemudian kembali ke lingkungan semula.
12. Dokumentasikan seluruh tindakan beserta respon klien.

H. Peran Serta Keluarga


Keluarga klien perlu diberi penjelasan tentang fiksasi fisik atau restrain
restrain diberikan jika fiksasi chemis atau pengobatan tidak membantu,pasien yang
membutuhkan diagnosa atau perawatan dan tidak bisa menjadi kooperatif karena
suatu keterbatasan misalnya : pasien dibawah umur, pasien agresif atau aktif
dan pasien yang memiliki retardasi mental. Ketika keamanan pasien atau orang lain
yang terlibat dalam perawatan dapatterancam tanpa pengendalian fisik (restraint).
Sebagai bagian dari suatu perawatan ketika pasien dalam pengaruh obat
sedasi.Restrain merupakan salah satu tindakan untuk mengendalikan pasien, dimana
hal tersebut membutuhkan keluarga pasien untuk membantu dalam penyembuhan
pasien dimana keluarga adalah sistem di mana klien berasal. Pengaruh sikap keluarga
akan sangat menentukan kesehatan jiwa klien. Klien mungkin sudah mampu
mengatasi masalahnya, tetapi jika tidak didukung secara kuat, klien bisa mengalami
kegagalan.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh keluarga dalammerawat pasien antaralain :
1. Memberikan kegiatan/ kesibukan dengan membuatkan jadwal sehari - hari
2. Selalu menemani dan tidak membiarkan penderita sendiri dalam melakukan
suatu kegiatan, misalnya : makan bersama, bekerja bersama, bepergian dan lain-
lain.
3. Meminta keluarga atau teman untuk menyapa klien, jika klien mulai menyendiri
atau berbicara sendiri.
4. Mengajak ikut aktif dan berperan serta dalam kegiatan masyarakat, misalnya :
pengajian, kerja bakti dan lain-lain.
5. Berikan pujian, umpan balik atau dukungan untuk ketrampilan sosial yang
dapat dilakukan pasien.
6. Mengontrolkepatuhan minum obat secara benar sesuai dengan resep dokter.
7. Jika klien malas minum obat, anjurkan untuk minum obat secara halus dan
emapti.
8. Hindari tindakan paksa yang menimbulkan trauma bagi pasien.
9. Mengenali tanda - tanda yang muncul sebagai gejala kekambuhan
10. Segera kontrol ke dokter/RS jika muncul perubahan perilaku yang
menyimpang atau obat habis.

I. Prosedur Penatalaksanaan Restrain


1. Beri suasana yang menghargai dengan supervisi yang adekuat, karena harga diri
klien berkurang karena pengekangan
2. Siapkan jumlah staf yang cukup (sekitar 4 sampai 5 orang ) dengan alat
pengekangan yang aman dan nyaman
3. Tunjuk satu orang perawat sebagai ketua tim
4. Jelaskan tujuan, prosedur dan lamanya pada klien dan keluarga agar dimegerti
dan bukan hukuman
5. Jelaskan perilaku yang mengidikasikan pengelepasan pada klien dan staf
6. Jangan mengikat pada pingir tempat tidur, ikat pada posisi anatomis ikatan tidak
terjangkau oleh pasien
7. Bantu memenuhi kebutuhan nutrisi, eliminasi, hidrasi dan kebersihan diri
8. Dokumentasikan seluruh tindakan beserta respon klien
STRATEGI PELAKSANAAN PERILAKU KEKERASAN

Masalah Utama: Perilaku kekerasan/Amuk/Marah

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian :
a. Data Subyektif :
Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang
kesal atau marah.
Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
b. Data Obyektif :
Mata merah, wajah agak merah.
Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
Merusak dan melempar barang-barang.
2. Diagnosa keperawatan : Perilaku kekerasan/ngamuk

B. STRTEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN


Tindakan keperawatan untuk pasien
a. Tujuan
1. Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
2. Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
3. Pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah
dilakukannya
4. Pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang
dilakukannya
5. Pasien dapat menyebutkan cara mencegah/mengontrol perilaku
kekerasannya
6. Pasien dapat mencegah/mengontrol perilaku kekerasannya secara fisik,
spiritual, sosial, dan dengan terapi psikofarmaka.
b. Tindakan
1. Bina hubungan saling percaya
Dalam membina hubungan saling percaya perlu dipertimbangkan agar
pasien merasa aman dan nyaman saat berinteraksi dengan saudara.
Tindakan yang harus saudara lakukan dalam rangka membina hubungan
saling percaya adalah:
 Mengucapkan salam terapeutik
 Berjabat tangan
 Menjelaskan tujuan interaksi
 Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali bertemu pasien
2. Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan saat ini dan yang
lalu.
3. Diskusikan perasaan pasien jika terjadi penyebab perilaku kekerasan
 Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara fisik
 Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara psikologis
 Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara sosial
 Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara spiritual
 Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara intelektual
4. Diskusikan bersama pasien perilaku kekerasan yang biasa dilakukan pada
saat marah secara:
 verbal
 terhadap orang lain
 terhadap diri sendiri
 terhadap lingkungan
5. Diskusikan bersama pasien akibat perilakunya
6. Diskusikan bersama pasien cara mengontrol perilaku kekerasan secara:
 Fisik: pukul kasur dan batal, tarik nafas dalam
 Obat
 Social/verbal: menyatakan secara asertif rasa marahnya
 Spiritual: sholat/berdoa sesuai keyakinan pasien
7. Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara fisik:
 Latihan nafas dalam dan pukul kasur – bantal
 Susun jadwal latihan dalam dan pukul kasur – bantal
8. Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/verbal
 Latih mengungkapkan rasa marah secara verbal: menolak dengan
baik, meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik
 Susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal.
9. Latih mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual:
 Latih mengontrol marah secara spiritual: sholat, berdoa
 Buat jadwal latihan sholat, berdoa
10. Latih mengontrol perilaku kekerasan dengan patuh minum obat:
 Latih pasien minum obat secara teratur dengan prinsip lima benar
(benar nama pasien, benar nama obat, benar cara minum obat, benar
waktu minum obat, dan benar dosis obat) disertai penjelasan guna
obat dan akibat berhenti minum obat
 Susun jadwal minum obat secara teratur
11. Ikut sertakan pasien dalam Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi
mengontrol Perilaku Kekerasan

SP 1: Membina hubungan saling percaya, identifikasi penyebab perasaan marah, tanda


dan gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan, akibatnya serta cara
mengontrol secara fisik I

ORIENTASI:
“Selamat pagi pak, perkenalkan nama saya (......................) , panggil saja saya (........),
saya perawat yang dinas di ruangan ini, Nama bapak siapa, senangnya dipanggil apa?”
“Bagaimana perasaan bapak saat ini?, Masih ada perasaan kesal atau marah?”
“Baiklah kita akan berbincang-bincang sekarang tentang perasaan marah bapak”
“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang?” Bagaimana kalau 10 menit?
“Dimana enaknya kita duduk untuk berbincang-bincang, pak? Bagaimana kalau di ruang
tamu?”

KERJA:
“Apa yang menyebabkan bapak marah?, Apakah sebelumnya bapak pernah marah?
Terus, penyebabnya apa? Samakah dengan yang sekarang?. O..iya, apakah ada penyebab
lain yang membuat bapak marah”
“Pada saat penyebab marah itu ada, seperti bapak stress karena pekerjaan atau masalah
uang(misalnya ini penyebab marah pasien), apa yang bapak rasakan?” (tunggu respons
pasien)
“Apakah bapak merasakan kesal kemudian dada bapak berdebar-debar, mata melotot,
rahang terkatup rapat, dan tangan mengepal?”
“Setelah itu apa yang bapak lakukan? O..iya, jadi bapak marah-marah, membanting pintu
dan memecahkan barang-barang, apakah dengan cara ini stress bapak hilang? Iya, tentu
tidak. Apa kerugian cara yang bapak lakukan? Betul, istri jadi takut barang-barang
pecah. Menurut bapak adakah cara lain yang lebih baik? Maukah bapak belajar cara
mengungkapkan kemarahan dengan baik tanpa menimbulkan kerugian?”

”Ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan, pak. Salah satunya adalah dengan
cara fisik. Jadi melalui kegiatan fisik disalurkan rasa marah.”

”Ada beberapa cara, bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu?”
”Begini pak, kalau tanda-tanda marah tadi sudah bapak rasakan maka bapak berdiri, lalu
tarik napas dari hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan/tiupu perlahan –lahan melalui
mulut seperti mengeluarkan kemarahan. Ayo coba lagi, tarik dari hidung, bagus.., tahan,
dan tiup melalui mulut. Nah, lakukan 5 kali. Bagus sekali, bapak sudah bisa
melakukannya. Bagaimana perasaannya?”
“Nah, sebaiknya latihan ini bapak lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-waktu rasa
marah itu muncul bapak sudah terbiasa melakukannya”

TERMINASI

“Bagaimana perasaan bapak setelah berbincang-bincang tentang kemarahan bapak?”


”Iya jadi ada 2 penyebab bapak marah ........ (sebutkan) dan yang bapak rasakan ........
(sebutkan) dan yang bapak lakukan ....... (sebutkan) serta akibatnya ......... (sebutkan)
”Coba selama saya tidak ada, ingat-ingat lagi penyebab marah bapak yang lalu, apa
yang bapak lakukan kalau marah yang belum kita bahas dan jangan lupa latihan napas
dalamnya ya pak. ‘Sekarang kita buat jadual latihannya ya pak, berapa kali sehari bapak
mau latihan napas dalam?, jam berapa saja pak?”
”Baik, bagaimana kalau 2 jam lagi saya datang dan kita latihan cara yang lain untuk
mencegah/mengontrol marah. Tempatnya disini saja ya pak, Selamat pagi”
SP 2 Pasien: Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik ke-2

a. Evaluasi latihan nafas dalam


b. Latih cara fisik ke-2: pukul kasur dan bantal
c. Susun jadwal kegiatan harian cara kedua

ORIENTASI

“Selamat pagi pak, sesuai dengan janji saya tiga jam yang lalu sekarang saya datang lagi”
“Bagaimana perasaan bapak saat ini, adakah hal yang menyebabkan bapak marah?”
“Baik, sekarang kita akan belajar cara mengontrol perasaan marah dengan kegiatan fisik
untuk cara yang kedua”
“sesuai janji kita tadi kita akan berbincang-bincang sekitar 20 menit dan tempatnya disini
di ruang tamu,bagaimana bapak setuju?”

KERJA

“Kalau ada yang menyebabkan bapak marah dan muncul perasaan kesal, berdebar-debar,
mata melotot, selain napas dalam bapak dapat melakukan pukul kasur dan bantal”.
“Sekarang mari kita latihan memukul kasur dan bantal. Mana kamar bapak? Jadi kalau
nanti bapak kesal dan ingin marah, langsung ke kamar dan lampiaskan kemarahan tersebut
dengan memukul kasur dan bantal. Nah, coba bapak lakukan, pukul kasur dan bantal. Ya,
bagus sekali bapak melakukannya”.
“Kekesalan lampiaskan ke kasur atau bantal.”
“Nah cara inipun dapat dilakukan secara rutin jika ada perasaan marah. Kemudian jangan
lupa merapikan tempat tidurnya

TERMINASI

“Bagaimana perasaan bapak setelah latihan cara menyalurkan marah tadi?”


“Ada berapa cara yang sudah kita latih, coba bapak sebutkan lagi?Bagus!”
“Mari kita masukkan kedalam jadual kegiatan sehari-hari bapak. Pukul kasur bantal mau
jam berapa? Bagaimana kalau setiap bangun tidur? Baik, jadi jam 05.00 pagi. dan jam
jam 15.00 sore. Lalu kalau ada keinginan marah sewaktu-waktu gunakan kedua cara tadi
ya pak. Sekarang kita buat jadwalnya ya pak, mau berapa kali sehari bapak latihan
memukul kasur dan bantal serta tarik nafas dalam ini?”
“Besok pagi kita ketemu lagi kita akan latihan cara mengontrol marah dengan belajar
bicara yang baik. Mau jam berapa pak? Baik, jam 10 pagi ya. Sampai jumpa&istirahat y
pak”

SP 3 Pasien : Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/verbal:


a. Evaluasi jadwal harian untuk dua cara fisik
b. Latihan mengungkapkan rasa marah secara verbal: menolak dengan baik, meminta
dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik.
c. Susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal

ORIENTASI

“Selamat pagi pak, sesuai dengan janji saya kemarin sekarang kita ketemu lagi”
“Bagaimana pak, sudah dilakukan latihan tarik napas dalam dan pukul kasur bantal?, apa
yang dirasakan setelah melakukan latihan secara teratur?”
“Coba saya lihat jadwal kegiatan hariannya.”
“Bagus. Nah kalau tarik nafas dalamnya dilakukan sendiri tulis M, artinya mandiri; kalau
diingatkan suster baru dilakukan tulis B, artinya dibantu atau diingatkan. Nah kalau tidak
dilakukan tulis T, artinya belum bisa melakukan
“Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara bicara untuk mencegah marah?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang?Bagaimana kalau di tempat yang sama?”
“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit?”

KERJA

“Sekarang kita latihan cara bicara yang baik untuk mencegah marah. Kalau marah sudah
dusalurkan melalui tarik nafas dalam atau pukul kasur dan bantal, dan sudah lega, maka
kita perlu bicara dengan orang yang membuat kita marah. Ada tiga caranya pak:
1. Meminta dengan baik tanpa marah dengan nada suara yang rendah serta tidak
menggunakan kata-kata kasar. Kemarin Bapak bilang penyebab marahnya larena minta
uang sama isteri tidak diberi. Coba Bapat minta uang dengan baik:”Bu, saya perlu uang
untuk membeli rokok.” Nanti bisa dicoba di sini untuk meminta baju, minta obat dan
lain-lain. Coba bapak praktekkan. Bagus pak.”
2. Menolak dengan baik, jika ada yang menyuruh dan bapak tidak ingin melakukannya,
katakan: ‘Maaf saya tidak bisa melakukannya karena sedang ada kerjaan’. Coba bapak
praktekkan. Bagus pak”
3. Mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perlakuan orang lain yang membuat kesal
bapak dapat mengatakan:’ Saya jadi ingin marah karena perkataanmu itu’. Coba
praktekkan. Bagus”

TERMINASI

“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara mengontrol marah
dengan bicara yang baik?”
“Coba bapak sebutkan lagi cara bicara yang baik yang telah kita pelajari”
“Bagus sekal, sekarang mari kita masukkan dalam jadual. Berapa kali sehari bapak mau
latihan bicara yang baik?, bisa kita buat jadwalnya?”
Coba masukkan dalam jadual latihan sehari-hari, misalnya meminta obat, uang, dll. Bagus
nanti dicoba ya Pak!”
“Bagaimana kalau dua jam lagi kita ketemu lagi?”
“Nanti kita akan membicarakan cara lain untuk mengatasi rasa marah bapak yaitu dengan
cara ibadah, bapak setuju? Mau di mana Pak? Di sini lagi? Baik sampai nanti ya”

SP 4 Pasien : Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual


a. Diskusikan hasil latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik dan sosial/verbal
b. Latihan sholat/berdoa
c. Buat jadual latihan sholat/berdoa
ORIENTASI

“Selamat pagi pak, sesuai dengan janji saya dua jam yang lalu sekarang saya datang
lagi” Baik, yang mana yang mau dicoba?”
“Bagaimana pak, latihan apa yang sudah dilakukan?Apa yang dirasakan setelah
melakukan latihan secara teratur? Bagus sekali, bagaimana rasa marahnya”
“Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara lain untuk mencegah rasa marah yaitu
dengan ibadah?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang?Bagaimana kalau di tempat tadi?”
“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit?

KERJA

“Coba ceritakan kegiatan ibadah yang biasa Bapak lakukan! Bagus. Baik, yang mana
mau dicoba?

“Nah, kalau bapak sedang marah coba bapak langsung duduk dan tarik napas dalam.
Jika tidak reda juga marahnya rebahkan badan agar rileks. Jika tidak reda juga, ambil
air wudhu kemudian sholat”.

“Bapak bisa melakukan sholat secara teratur untuk meredakan kemarahan.”


“Coba Bpk sebutkan sholat 5 waktu? Bagus. Mau coba yang mana?Coba sebutkan
caranya (untuk yang muslim).”

TERMINASI

Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara yang ketiga ini?”

“Jadi sudah berapa cara mengontrol marah yang kita pelajari? Bagus”.
“Mari kita masukkan kegiatan ibadah pada jadual kegiatan bapak. Mau berapa kali
bapak sholat. Baik kita masukkan sholat ....... dan ........ (sesuai kesepakatan pasien)
“Coba bapak sebutkan lagi cara ibadah yang dapat bapak lakukan bila bapak merasa
marah”
“Setelah ini coba bapak lakukan jadual sholat sesuai jadual yang telah kita buat tadi”
“Besok kita ketemu lagi ya pak, nanti kita bicarakan cara keempat mengontrol rasa
marah, yaitu dengan patuh minum obat.. Mau jam berapa pak? Seperti sekarang saja,
jam 10 ya?”
“Nanti kita akan membicarakan cara penggunaan obat yang benar untuk mengontrol
rasa marah bapak, setuju pak?”

SP 5 Pasien : Latihan mengontrol perilaku kekerasan dengan obat


a. Evaluasi jadwal kegiatan harian pasien untuk cara mencegah marah yang sudah
dilatih.
b. Latih pasien minum obat secara teratur dengan prinsip lima benar (benar nama pasien,
benar nama obat, benar cara minum obat, benar waktu minum obat, dan benar dosis
obat) disertai penjelasan guna obat dan akibat berhenti minum obat.
c. Susun jadual minum obat secara teratur
ORIENTASI

“Selamat pagi pak, sesuai dengan janji saya kemarin hari ini kita ketemu lagi” “Bagaimana
pak, sudah dilakukan latihan tarik napas dalam, pukul kasur bantal, bicara yang baik serta
sholat?, apa yang dirasakan setelah melakukan latihan secara teratur?. Coba kita lihat cek
kegiatannya”.
“Bagaimana kalau sekarang kita bicara dan latihan tentang cara minum obat yang benar
untuk mengontrol rasa marah?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di tempat kemarin?”
“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit”

FASE KERJA (perawat membawa obat pasien)

“Bapak sudah dapat obat dari dokter?”


Berapa macam obat yang Bapak minum? Warnanya apa saja? Bagus! Jam berapa Bapak
minum? Bagus!
“Obatnya ada tiga macam pak, yang warnanya oranye namanya CPZ gunanya agar pikiran
tenang, yang putih ini namanya THP agar rileks, dan yang merah jambu ini namanya HLP
agar pikiran teratur dan rasa marah berkurang. Semuanya ini harus bapak minum 3 kali
sehari jam 7 pagi, jam 1 sian g, dan jam 7 malam”.
“Bila nanti setelah minum obat mulut bapak terasa kering, untuk membantu mengatasinya
bapak bisa minum air putih yang tersedia di ruangan”.
“Bila terasa mata berkunang-kunang, bapak sebaiknya istirahat dan jangan beraktivitas dulu”
“Nanti di rumah sebelum minum obat ini bapak lihat dulu label di kotak obat apakah benar
nama bapak tertulis disitu, berapa dosis yang harus diminum, jam berapa saja harus
diminum. Baca juga apakah nama obatnya sudah benar? Di sini minta obatnya pada suster
kemudian cek lagi apakah benar obatnya!”
“Jangan pernah menghentikan minum obat sebelum berkonsultasi dengan dokter ya pak,
karena dapat terjadi kekambuhan.”
“Sekarang kita masukkan waktu minum obatnya kedalam jadual ya pak.”

TERMINASI
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara minum obat yang
benar?”
“Coba bapak sebutkan lagijenis obat yang Bapak minum! Bagaimana cara minum obat yang
benar?”
“Nah, sudah berapa cara mengontrol perasaan marah yang kita pelajari?. Sekarang kita
tambahkan jadual kegiatannya dengan minum obat. Jangan lupa laksanakan semua dengan
teratur ya”.
“Baik, Besok kita ketemu kembali untuk melihat sejauhma ana bapak melaksanakan kegiatan
dan sejauhmana dapat mencegah rasa marah. Sampai jumpa”

Tindakan keperawatan untuk keluarga


a. Tujuan
Keluarga dapat merawat pasien di rumah
b. Tindakan
1. Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien
2. Diskusikan bersama keluarga tentang perilaku kekerasan (penyebab,
3. tanda dan gejala, perilaku yang muncul dan akibat dari perilaku tersebut)
4. Diskusikan bersama keluarga kondisi-kondisi pasien yang perlu segera dilaporkan
kepada perawat, seperti melempar atau memukul benda/orang lain
5. Latih keluarga merawat pasien dengan perilaku kekerasan
 Anjurkan keluarga untuk memotivasi pasien melakukan tindakan yang telah
diajarkan oleh perawat
 Ajarkan keluarga untuk memberikan pujian kepada pasien bila pasien dapt
melakukan kegiatan tersebut secara tepat
 Diskusikan bersama keluarga tindakan yang harus dilakukan bila pasien
menunjukkan gejala-gejala perilaku kekerasan
6. Buat perencanaan pulang bersama keluarga
SP 1 Keluarga: Memberikan penyuluhan kepada keluarga tentang cara merawat klien
perilaku kekerasan di rumah
a. Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien
b. Diskusikan bersama keluarga tentang perilaku kekerasan (penyebab,
c. tanda dan gejala, perilaku yang muncul dan akibat dari perilaku
d. tersebut)
e. Diskusikan bersama keluarga kondisi-kondisi pasien yang perlu segera dilaporkan
kepada perawat, seperti melempar atau memukul benda/orang lain

ORIENTASI

“Selamat pagi bu, perkenalkan nama saya (.........), saya perawat dari ruang ini, saya yang
akan merawat bapak (pasien). Nama ibu siapa, senangnya dipanggil apa?”
“Bisa kita berbincang-bincang sekarang tentang masalah yang Ibu hadapi?”
“Berapa lama ibu kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 30 menit?”
“Di mana enaknya kita berbincang-bincang, Bu? Bagaimana kalau di ruang tamu?”

KERJA
“Bu, apa masalah yang Ibu hadapi/ dalam merawat Bapak? Apa yang Ibu lakukan? Baik
Bu, Saya akan coba jelaskantentang marah Bapak dan hal-hal yang perlu diperhatikan.”
“Bu, marah adalah suatu perasaan yang wajar tapi bisa tidak disalurkan dengan benar
akan membahayakan dirinya sendiri, orang lain dan lingkungan.
Yang menyebabkan suami ibu marah dan ngamuk adalah kalau dia merasa direndahkan,
keinginan tidak terpenuhi. Kalau Bapak apa penyebabnya Bu?”
“Kalau nanti wajah suami ibu tampak tegang dan merah, lalu kelihatan gelisah, itu
artinya suami ibu sedang marah, dan biasanya setelah itu ia akan melampiaskannya
dengan membanting-banting perabot rumah tangga atau memukul atau bicara kasar?
Kalau apa perubahan terjadi? Lalu apa yang biasa dia lakukan?””
“Nah bu, ibu sudah lihat khan apa yang saya ajarkan kepada bapak bila tanda-tanda
kemarahan itu muncul. Ibu bisa bantu bapak dengan cara mengingatkan jadual latihan
cara mengontrol marah yang sudah dibuat yaitu secara fisik, verbal, spiritual dan obat
teratur”. Kalau bapak bisa melakukanya jangan lupa di puji ya bu”
TERMINASI
“Bagaimana perasaan ibu setelah kita bercakap-cakap tentang cara merawat bapak?”
“Coba ibu sebutkan lagi cara merawat bapak”
“Setelah ini coba ibu ingatkan jadual yang telah dibuat untuk bapak ya bu”
“Bagaimana kalau kita ketemu 2 hari lagi untuk latihan cara-cara yang telah kita
bicarakan tadi langsung kepada bapak?”
“Tempatnya disini saja lagi ya bu?”

SP 2 Keluarga: Melatih keluarga melakukan cara-cara mengontrol Kemarahan


a. Evaluasi pengetahuan keluarga tentang marah
b. Anjurkan keluarga untuk memotivasi pasien melakukan tindakan yang telah diajarkan
oleh perawat
c. Ajarkan keluarga untuk memberikan pujian kepada pasien bila pasien dapat melakukan
kegiatan tersebut secara tepat
d. Diskusikan bersama keluarga tindakan yang harus dilakukan bila pasien menunjukkan
gejala-gejala perilaku kekerasan

ORIENTASI

“Selamat pagi bu, sesuai dengan janji kita 2 hari yang lalu sekarang kita ketemu lagi untuk
latihan cara-cara mengontrol rasa marah bapak.”

“Bagaimana Bu? Masih ingat diskusi kita yang lalu? Ada yang mau Ibu tanyakan?” “Berapa
lama ibu mau kita latihan?“Bagaimana kalau kita latihan disini saja?, sebentar saya panggilkan
bapak supaya bisa berlatih bersama”

KERJA

”Nah pak, coba ceritakan kepada Ibu, latihan yang sudah Bapak lakukan. Bagus sekali. Coba
perlihatkan kepada Ibu jadwal harian Bapak! Bagus!”

”Nanti di rumah ibu bisa membantu bapak latihan mengontrol kemarahan Bapak.”

”Sekarang kita akan coba latihan bersama-sama ya pak?”


”Masih ingat pak, bu kalau tanda-tanda marah sudah bapak rasakan maka yang harus
dilakukan bapak adalah.......?”

”Ya.. betul, bapak berdiri, lalu tarik napas dari hidung, tahan sebentar

lalu keluarkan/tiup perlahan –lahan melalui mulut seperti mengeluarkan kemarahan. Ayo coba
lagi, tarik dari hidung, bagus.., tahan, dan tiup melalui mulut. Nah, lakukan 5 kali, coba ibu
temani dan bantu bapak menghitung latihan ini sampai 5 kali”.

“Bagus sekali, bapak dan ibu sudah bisa melakukannya dengan baik”.

“Cara yang kedua masih ingat pak, bu?”

“ Ya..benar, kalau ada yang menyebabkan bapak marah dan muncul perasaan kesal, berdebar-
debar, mata melotot, selain napas dalam bapak dapat melakukan pukul kasur dan bantal”.

“Sekarang coba kita latihan memukul kasur dan bantal. Mana kamar bapak? Jadi kalau nanti
bapak kesal dan ingin marah, langsung ke kamar dan lampiaskan kemarahan tersebut dengan
memukul kasur dan bantal. Nah, coba bapak lakukan sambil didampingi ibu, berikan bapak
semangat ya bu. Ya, bagus sekali bapak melakukannya”. “Cara yang ketiga adalah bicara yang
baik bila sedang marah. Ada tiga caranya pak, coba praktekkan langsung kepada ibu cara
bicara ini:

1. Meminta dengan baik tanpa marah dengan nada suara yang rendah serta tidak
menggunakan kata-kata kasar, misalnya: ‘Bu, Saya perlu uang untuk beli rokok! Coba bapak
praktekkan. Bagus pak”.
2. Menolak dengan baik, jika ada yang menyuruh dan bapak tidak ingin melakukannya,
katakan: ‘Maaf saya tidak bisa melakukannya karena sedang ada kerjaan’. Coba bapak
praktekkan. Bagus pak”
3. Mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perlakuan orang lain yang membuat kesal bapak
dapat mengatakan:’ Saya jadi ingin marah karena perkataanmu itu’. Coba praktekkan.
Bagus”

“Cara berikutnya adalah kalau bapak sedang marah apa yang harus dilakukan?”
“Baik sekali, bapak coba langsung duduk dan tarik napas dalam. Jika tidak reda juga marahnya
rebahkan badan agar rileks. Jika tidak reda juga, ambil air wudhu kemudian sholat”.

“Bapak bisa melakukan sholat secara teratur dengan didampingi ibu untuk meredakan
kemarahan”.

“Cara terakhir adalah minum obat teratur ya pak, bu agar pikiran bapak jadi tenang, tidurnya
juga tenang, tidak ada rasa marah”

“Bapak coba jelaskan berapa macam obatnya! Bagus. Jam berapa minum obat? Bagus. Apa
guna obat? Bagus. Apakah boleh mengurangi atau menghentikan obat? Wah bagus sekali!”

“Dua hari yang lalu sudah saya jelaskan terapi pengobatan yang bapak dapatkan, ibu tolong
selama di rumah ingatkan bapak untuk meminumnya secara teratur dan jangan dihentikan tanpa
sepengetahuan dokter”

TERMINASI

“Baiklah bu, latihan kita sudah selesai. Bagaimana perasaan ibu setelah kita latihan cara-cara
mengontrol marah langsung kepada bapak?”

“Bisa ibu sebutkan lagi ada berapa cara mengontrol marah?”

“Selanjutnya tolong pantau dan motivasi Bapak melaksanakan jadwal latihan yang telah dibuat
selama di rumah nanti. Jangan lupa berikan pujian untuk Bapak bila dapat melakukan dengan
benar ya Bu!”

“ Karena Bapak sebentar lagi sudah mau pulang bagaimana kalau 2 hari lagi Ibu bertemu saya
untuk membicarakan jadwal aktivitas Bapak selama di rumah nanti.”

“Jam 10 seperti hari ini ya Bu. Di ruang ini juga.”

SP 3 Keluarga: Menjelaskan perawatan lanjutan bersama keluarga


 Buat perencanaan pulang bersama keluarga
ORIENTASI
“Selamat pagi pak, bu, karena ibu dan keluarga sudah mengetahui cara-cara yang
sebelumnya telah kita bicarakanya. Sekarang Bagaimana kalau kita berbincang-
bincang tentang perawatan lanjutan untuk keluarga Bapak/Ibu. Apakah sudah dipuji
keberhasilannya?”
“Nah sekarang bagaimana kalau bicarakan jadual kegiatan dan perawatan lanjutan di
rumah, disini saja?”
“Berapa lama bapak dan ibu mau kita berbicara? Bagaimana kalau 30 menit?”

KERJA
“Pak, bu, jadual yang telah dibuat tolong dilanjutkan, baik jadwal aktivitas maupun
jadwal minum obatnya. Mari kita lihat jadwal Bapak!”
“Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan oleh
bapak selama di rumah. Kalau misalnya Bapak menolak minum obat atau
memperlihatkan perilaku membahayakan orang lain, maka bapak konsul kan ke dokter
atau di bawa kerumah sakit ini untuk dilakukan pemeriksaan ulang pada bapak.”

TERMINASI
“ Bagaimana Bu? Ada yang ingin ditanyakan? Coba Ibu sebutkan apa saja yang perlu
diperhatikan (jadwal kegiatan, tanda atau gejala, kontrol; ke rumah sakit). Saya rasa
mungkin cukup sampai disini dan untuk persiapan pulang pasien lainya akan segera
saya siapkan”
DAFTAR PUSTAKA

1. Guze, Barry, 1997, Buku Saku Psikiatri. Jakarta : EGC.


2. Hidayat, A. A., 2002, Riset Keperawatan dan Tehnik Penulisan Ilmiah, Jakarta :
Penerbit Salemba Medika.
3. Kaplan, Harold I., Sadock, Benjamin J., 1997, Sinopsis Psikiatri : Ilmu Pengetahuan
Perilaku Psikiatri Klinis. Jilid Pertama. Edisi Ketujuh. Jakarta : Binarupa Aksara.
4. Keliat, B. A., kerja sama dengan Kelompok Keilmuan Keperawatan Jiwa FIK-UI,
ForumKomunikasi Keperawatan Jiwa Jakarta, Direktorat KesWaMas Depkes RI,
dan WHO, 2005, Modul BC-CMHN.

Anda mungkin juga menyukai