Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Mencapai Gelar Sarjana Gizi
Diajukan Oleh :
NUR KHASANAH
G2B216031
i
SKRIPSI
FAKTOR RISIKO STUNTING PADA ANAK
USIA 6 – 24 BULAN DI PUSKESMAS BULAKAMBA
KECAMATAN BULAKAMBA KABUPATEN BREBES
Disusun oleh:
NUR KHASANAH
G2B216031
Pembimbing
Mengetahui,
Ketua Program Studi Gizi
Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Semarang
ii
FAKTOR RISIKO STUNTING PADA ANAK
USIA 6 – 24 BULAN DI PUSKESMAS BULAKAMBA
KECAMATAN BULAKAMBA KABUPATEN BREBES
Disusun oleh:
NUR KHASANAH
G2B216031
Dewan Penguji :
Jabatan Nama Tanda Tangan
Adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya, tertulis dalam
skripsi tersebut, diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam Daftar Pustaka. Apabila
dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia
menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang sudah saya
peroleh.
(Nur khasanah)
iv
KATA PENGANTAR
Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Ibu, Suami, Anak-anakku dan keluarga besar yang selalu memberi semangat,
dukungan dan senyum manisnya.
2. Ibu balita yang telah membantu memberikan data untuk kelengkapan
penelitian
3. Kepala Puskesmas Bulakamba yang telah bersedia memberi ijin, dan
mendukung dalam penelitian ini.
4. Ir. Agustin Syamsiyanah,M.Kes selaku Ketua Program Studi Gizi Fakultas
Ilmu Keperawatan Dan Kesehatan.
5. Dr. Ali Rosidi, SKM,M.Si, selaku Pembimbing dalam penelitian ini
6. Teman - teman Bidan Desa sewilayah Puskesmas Bulakamba yang telah
membantu penelitian ini.
7. Teman-teman seperjuangan yang selalu mensuport dalam suka dan susah.
8. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini,
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Semoga bantuan yang telah bapak-ibu berikan mendapat balasan yang setimpal
dari Allah SWT, Aamiin.
v
Penulis menyadari bahwa dalam penyususnan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan karena kesempurnaan hanya milik Allah Swt semata.Untuk itu
kritik dan saran kami harapkan demi kesempurnaan skripsi ini.
Penulis
vi
ABSTRAK
vii
ABSTRACT
viii
DAFTAR ISI
x
DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR GAMBAR
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
2
tambahan yang tidak sesuai umur dan konsistensi makanannya, serta anak
yang mengalami berat badan lahir rendah.(Kusumawati.dkk.2015)
Penelitian di Nepal menunjukkan bahwa bayi dengan berat badan lahir
rendah mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk menjadi stunting. (Paudel,et
al,2012).Hal ini diperkuat dengan penelitian Arifin di .purwakarta yang
mengungkapkan bahwa balita dengan berat badan lahir rendah mempunyai
resiko 2,3 kali lebih besar terkena stunting dibanding balita dengan berat
badan normal.(Arifin dkk, 2012).
Berdasarkan latar belakang diatas, maka perlu dilakukan penelitian tentang
faktor risiko stunting pada anak usia 6 -24 bulan di Puskesmas Bulakamba
sebagai bentuk penanggulangan stunting dalam upaya menurunkan
prevalensi stunting.
Paramitha
2 Faktor-faktor yang 2012 Stunting, Asupan Ada hubungan
Anisaet.al berhubungan Energi, Protein antara asupan,
. dengan kejadian Asi Eksklusif berat bayi
stunting pada balita Status Imunisasi lahir,
usia 25-60 blan di Karakteristik pendidikan
kelurahan kalibaru Balita ,social
depok. Karaktristik ekonomi
Keluarga dengan
Penyakit Infeksi kejadian
stunting.
3
Onetusfif Pengaruh BBLR 2015 Stunting, BBLR Terdapat
4
si Putra terhadap kejadian hubungan
stunting pada anak antara BBLR
12-60 bulan di dengan
wilayah kerja stunting
puskesmas pauh
5
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah variabel yang
diteliti. Variabel yang diteliti pada penelitian sebelumnya menunjukann beberapa
faktor resiko stunting yaitu pemberian asi eksklusif, sosial ekonomi, pemberian
MP-ASI, pendidikan, sedangkan penelitian yang akan dilakukanlebih fokus pada
variabel BBLR dan Status Gizi Ibu Hamil (KEK).
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Stunting
Stunting atau pendek adalah ukuran panjang atau tinggi badan tidak
sesuai dengan umurnya. Merupakan masalah kurang gizi kronis yang
disebabkan oleh penyakit infeksi dan asupan gizi yang kurang dalam jangka
waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak sesuai kebutuhan.
Stunting merupakan indikator dari kekurangan gizi pada ibu hamil dan 2
tahun pertama kehidupan anak yang mencerminkan sebagai kondisi
lingkungan yang buruk dan keterbatasan pertumbuhan potensial anak.
(Victora 2008:WHO 2010)
Usia balita membutuhkan asupan zat gizi yang cukup tinggi dalam
jumlah dan kualitas karena zat gizi dibutuhkan untuk pertumbuhan dan
perkembangan. Apabila asupan zat gizi tidak terpenuhi maka perrumbuhan
fisik dan perkembangan intelektual balita akan mengalami gangguan yang
akhirnya berdampak luas pada roda perekonomian negara karena rendahnya
sumber daya.(Welasih,Wirjatmaji, 2012)
Periode 1000 Hari Pertama Kehidupan dimulai dari masa antara
kehamilan sampai anak usia dua tahun biasa disebut periode kritis, dimana
anak membutuhkan zat gizi yang lengkap dan sesuai untuk kebutuhan
pertumbuhan dan perkembangan sel otak. Periode kritis diartikan sebagai
suatu periode pertumbuhan yang cepat dari jumlah atau ukuran sel-sel yang
rentan terhadap kehilangan, (UNICEF,2003). Barker, DJP.et,al.2010
melaporkan bahwa kerusakaan di awal kehidupan menimbulkan gangguan
permanen, juga dapat mempengaruhi generasi berikutnya dimana
perempuan yang mengalami stunting pada masa anak-anaknya,kelak akan
melahirkan bayi dengan berat lahir rendah pula.
Stunting pada anak balita merupakan konsekuensi dari beberapa faktor
yang sering dikaitkan dengan kemiskinan termasuk gizi, kesehatan, sanitasi
7
dan lingkungan. Beberapa faktor lain penyebab stunting yaitu
pendidikan,sosial budaya, ketersedian pangan, akses masyarakat terhadap
pelayanan kesehatan. (Kemenkes RI,2013). Selain faktor tersebut diatas
stunting juga dipengaruhi antara lain berat badan lahir, panjang badan lahir,
serta pemberian ASI eksklusif , Defisiensi energy kronis atau anemia selama
kehamilan dapat menyebabkan ibu melahirkan bayi dengan berat lahir
rendah. (Arifin dkk,2012) .
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak yang stunting di dua
tahun pertama kehidupannya memiliki hubungan sangat kuat terhadap
keterlambatan kognitif dimasa kanak-kanak dan berdampak jangka panjang
terhadap perkembangan mutu sumber daya. Dampak jangka panjang ini
dapat dihindari dengan memberikan intervensi pemberian makanan bergizi
pada bayi stunting hingga usia 2 tahun agar dapat mengejar tumbuh
kembang pada periode selanjutnya. (Brinkman 2010).
Dampak buruk yang ditimbulkan oleh masalah gizi pada periode
tersebut, dalam jangka pendek adalah terganggunya perkembangan otak,
kecerdasan, gangguan pertumbuhan fisik dan gangguan metabolisme dalam
tubuh. Sedangkan dalam jangka panjang akibat buruk yang ditimbulkan
adalah menurunnya kemampuan kognitif dan prestasi belajar, kekebalan
tubuh menurun sehingga jadi mudah sakit, berisiko tinggi terhadap penyakit
diabetes, kegemukan, penyakit jantung dan pembuluh darah, stroke dan
kualitas kerja yang tidak kompetitif.(Kemenkes,2016)
8
Klasifikasi status gizi berdasarkan indeks PB/U atau TB/U seperti
ditunjukkan dalam tabel 2.
Tabel 2.2 Klasifikasi Status Gizi berdasarkan PB/U atau TB/U Anak Umur 0-60
Bulan
Indeks Status Ambang
Sangat
Gizi <-3 SD
Batas
Panjang Badan menurut Umur Pendek
Pendek -3 SD
(PB/U) atau Tinggi Badan Normal -2
sampaiSD
menurut Umur (TB/U) sampai
<-2 SD 2
Tinggi >2 SD
SD
Sumber : WHO :SK Menkes 2010
201019
2.3. Faktor yang mempengaruhi Stunting
2.3.1. Status Gizi Ibu Hamil
Status gizi ibu adalah keadaan dimana ibu menderita kekurangan
makanan yang berlangsung menahun (kronis) sehingga
meningkatkan gangguan kesehatan pada ibu dan adanya penyakit
infeksi. ( Depkes RI,2010). Masalah gizi ibu hamil yang sering
dijumpai dimasyarakat adalah kekurangan zat gizi mikro seperti
anemia dan zat gizi makro yaitu KEK. Status gizi ibu sebelum
ataupun selama hamil merupakan faktor yang berpengaruh terhadap
hasil konsepsi. Faktor –faktor yang mempengaruhi status gizi ketika
konsepsi antara lain usia ibu pada saat hamil pertama, paritas (jarak
kehamilan), sosial ekonomi sebelum hamil, keadaan gizi ibu dan
kesehatan ibu, jarak kehamilan.Sedangkan status ibu ketika
melahirkan ditentukan oleh status gizi pada saat konsepsi, keadaan
social ekonomi selama hamil, tingkat aktifitas fisik, asupan makanan
dan riwayat terjangkit penyakit infeksi. (Arisman,2016).
Status gizi yang baik penting untuk dipertahankan selama
kehamilan. Ibu hamil membutuhkan peningkatan asupan energi dan
berbagai zat gizi lain yang diperlukan untuk pertumbuhan dan
perkembangan janin. Kekurangan gizi sejak dalam kandungan
berpengaruh terhadap per-kembanngan organ janin seperti jantung
9
dan hati ternmasuk pertumbuhannya.. Ibu yang mengalami
kekurangan gizi beresiko melahirkan bayi yang kekurangan gizi
pula.(Barker,2017)
Status gizi ibu hamil diukur berdasarkan ukuran Lingkar Lengan
Atas (LILA). Lingkar lengan atas adalah pengukuran lingkar lengan
atas kiri ibu melalui pertengahan lengan atas dalam satuan
sentimeter. Pengukuran LILA dilakukan oleh peneliti dimana cara
pengukurannya sesuai dengan teori pengukuran LILA dari Supariasa
dkk, 2002) dan alat ukur yang digunakan untuk mengukur LILA
dalam penelitian ini adalah menggunakan alat ukur LILA dari
DEPKES RI, dengan ketelitian 0,1 cm. Skala pengukuran yang
digunakan adalah skala rasio.
Pengukuran lingkar lengan bertujuuan untuk mengetahui resiko
kekurangan energi kronis (KEK) pada wanita usia subur (WUS).
Jika LILA > dari 23,5 cm maka dikategorikan tidak beresiko kek dan
jika < 23,5 cm maka dikategorikan beresiko KEK dan diprediksi
akan melahirkan bayi berat badan rendah. Implikasi ukuran LILA
terhadap berat badan lahir adalah bahwa LILA menggambarkan
keadaaan konsumsi makan terutama konsumsi energy dan protein
dalam jangka panjang . Kekurangan energi secara kronis
menyebabkan ibu hamil tidak mempunyai cadangan zat gizi yang
adekwat untuk menyediakan kebutuhan fisiologi kehamilan yakni
perubahan hormon dan meningkatnya volume darah untuk
pertumbuhan janin, sehngga suplai zat gizi pada janinpun berkuarang
, akibatnya pertumbuhan dan perkembangan janin terhambat dan
lahir dengan berat rendah. (Depkes RI,2010). Pada masa hamil
adanya penambahan berat badan ibu selama hamil terutama pada
trimester III berpengaruh pada berat bayi saat lahir. (Zaif dkk,2017).
2.3.2 Berat Badan Lahir rendah
Berat badan lahir rendah (BBLR) didefinisikan oleh world
Health Organization (WHO) sebagai berat badan saat dilahirkan
10
kurang dari 2500 gram. BBLR dibagi menjadi 2 golongan yaitu
premature dan dismatur. Bayi premature adalah bayi yang dilahirkan
dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu dan mempunyai berat
badan sesuai dengan umur kehamilan., sedangkan bayi dismatur
adalah bayi lahir dengan berat badan tidak sesuai dengan umur
kehamilan. Bayi dengan BBLR berpotensi besar mengalami status
gzi kurang bahkan lebih buruk yakni mempengaruhi pertumbuhan.
Ada beberapa factor yang mempengaruhi terjadinya BBLR
antara lain faktor janin, ibu dan lingkungan. Faktor janin meliputi
yaitu premature dan gangguan pertumbuhan intra uterin (intra uterin
growth retardation atau IUGR) atau disinonimkan dengan kecil
untuk usia kehamilan. IUGR kadang-kadang digambarkan sebagai
bayi kecil untuk usianya, kecil untuk kehamilan, janin kurang gizi
atau dysmature. (saenger, 2007). Faktor ibu meliputi usia, riwayat
kehamilan, penyakit infeksi, keadaan social ekonomi, Pendidikan,
asupan makan dan status gizi saat hamil. Faktor lingkungan yang
mempengaruhi terjadinya BBLR meliputi tempat tinggal didataran
tinggi, radiasi,racun.dan higiene sanitasi. Lingkungan yang kurang
bersih Dari ketiga faktor tersebut, faktor yang secara langsung
mempengaruhi BBLR adalah status gizi kurang saat hamil yang
biasa diukur dengan kurang energi kronis (KEK) dan anemia ibu.
Kebutuhan zat gizi pada saat hamil lebih banyak dari pada wanita
tidak hamil dikarenakan asupan makan diperlukan untuk kebutuhan
ibu hamil dan janin yang dikandungnya. (Waryana,2010)
Kekurangan gizi selama masa balita sebenarnya merupakan
kelanjutan dari keadaan gizi buruk saat lahir. Anak dengan BBLR
(<2500gram) memiliki potensi besar mengalami status gizi kurang
dan resiko gangguan pertumbuhan dan rentan terhadap penyakit
infeksi, Akibatnya anak akan mengalami gagal tumbuh,postur tubuh
kecil pendek (stunting) sehingga anak akan mengalami kegagalan
mencapai tinggi dan berat badan ideal.(Tonda M,2012). Anak yang
11
BBLR juga akan mengalami gangguan pencernaan karena
pencernaaan belum berfungsi dengan sempurna seperti kurang
dapat mencerna protein dan menyerap lemak sehingga berdampak
kurangnya cadangan zat gzi dalam tubuh. Akibatnya pertumbuhan
bayi BBLR akan terganggu dan dapat bila keadaan ini berlanjut
didukung dengan pemberian makanan yang tidak mencukupi
,perawatan kesehatan yang tidak baik akan menyebabkan stunting.
(Nasution dkk,2014). Hal ini sesuai dengan penelitian zilda ( 2013)
bahwa proporsi balita dengan tingkat asupan lemak yang rendah
mengalami stunting lebih banyak dibanding balita dengan asupan
cukup. Selain itu ,Anak baduta yang terlahir BBLR memiliki resiko
4 kali lipat untuk mengalami stunting dibanding anak yang tidak
BBLR.(Hafid,Nasrul,2016). Sependapat dengan penelitian yang
dilkukan dikecamatan sedayu bantul bahwa prosentase anak
stunting yang mempunyai riwayat BBLR lebih tinggi daripada balita
stunting yang lahir dengan berat badan normal yaitu 73,68%
.(Warsini dkk,2016).
2.3.3. Asupan makanan
Anak usia 0-24 bulan merupakan periode emas yang tidak boleh
terabaikan dalam pemenuhan kebutuhan zat gizi secara optimal,
karena akan memberikan dampak pada kualitas hidup dimasa
mendatang. Pemenuhan zat gizi balita harus disesuaikan dengan
usia, jumlah dan frekuensi pemberian. Proporsi kejadian stunting
pada balita lebih banyak ditemukan pada balita yang asupan protein
nya kurang dibanding balita yang asupan proteinnya tercukupi.
Protein berfungsi sebagai pembentuk jaringan baru di masa
pertumbuhan dan perkembangan tubuh, memelihara, memperbaiki
serta mengganti jaringan yang rusak ( Achmadi,2013).
Selain asupan protein, seng juga diperlukan tubuh untuk
pertumbuhan dan perkembangan. Seng berperan dalam pembentukan
dan mineralisasi tulang. Anak yang memiliki asupan seng kurang
12
beresiko menjadi stunting dibanding anak yang memiliki asupan
seng cukup. Kekurangan seng berpengaruh terhadap hormon
pertumbuhan sehingga pertambahan tinggi badan terhenti.
(Anindita,.2014).
13
2.3.5. Sanitasi Lingkungan
Sanitasi lingkungan yang kurang baik mempunyai hubungan
yang signifikan dengan stunting.. Sistem pembuangan limbah atau
kotoran yang kurang baik dapat menimbulkan masalah kesehatan
seperti diare, meningkatkan kejadian infeksi sehingga menurunkan
kondisi kesehatan anak dan berimplikasi buruk terhadap kemajuan --
pertumbuhan anak.(Nadiyah,Briawan,Martianto,2014).
KRISIS EKONOMI
‘- Variabel Dependen
Stunting
Variabel Independen
Variabel Dependen
Stunting
(BBLR)
Hipotesis
1. Status gizi ibu semasa hamil sebagai faktor risiko kejadian stunting
2. Berat bayi lahir rendah (BBLR) sebagai faktor risiko kejadian stunting
BAB III
METODE PENELITIAN
3. 1. Jenis dan Rancangan Penelitian.
Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional dengan desain
kasus kontrol (case control ). Desain case control merupakan suatu
17
penelitian survai analitik yang menyangkut bagaimana faktor resiko
dipelajari dengan menggunakan pendekatan retrospektive. (Penelusuran ke
beelakang).
Studi kasus kontrol dilakukan dengan mengidentifikasi kelompok kasus
dan kelompok kontrol,kemudian secara retrospektive diteliti faktor- faktor
resiko yang mungkin dapat menerangkan apakah kasus dan kontrol dapat
terkena paparan atau tidak. Sebagai kelompok kasus adalah balita stunting
dan kelompok kontrol adalah balita tidak stunting.
19
P1–P2 : 0,3 ( Perbandingan proporsi minimal yang dianggap
bermakna jika selisihnya 30 %)
n1 = n2 = (𝑍α √2PQ + 𝑍β √𝑃1𝑄1 + 𝑃𝑃2𝑄2 )2
( 𝑝1 − 𝑝2 )2
n1 = n2 = (1,96 √2. 0,71. 0,29 + 0,84 √0,86 .0,14 + 0,56. 0,44 )2
( 0,86 − 0,56 )2
= ( 1,96 . 0,64 + 0,84 √0,12 + 0,25
( 0,3 )2
= ( 1,25 + 0,51 )
(0,3)2
= (1,76)2
(0,3)2
= (3,1)2 = 35
(0,09)2
Berdasarkan hasil perhitungan dengan perbandingan kasus dan
kontrol 1:1, diperoleh jumlah sampel masing-masing kelompok
kasus sebanyak 35 balita stunting dan kontrol sebanyak 35 balita
yang tidak stunting, sehingga sampel keseluruhan sebanyak 70 balita
Responden dalam penelitian ini adalah balita yang terpilih menjadi
sampel. Teknik pengambilan sampel menggunakan non random
sample.Pemilihan kelompok kontrol diambil berdasarkan kriteria
inklusi, jika ada sampel yang memenuhi kriteria eksklusi maka
sampel tidak diambil sebagai penelitian.. Kontrol dipilih berdasarkan
asal desa yang sama dalam wilayah Kerja Puskesmas Bulakamba
Kabupaten Brebes.
20
3.5 Definisi Operasional Variabel
Tabel 2. Definisi Operasional Penelitian
No Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala
yang diteliti Operasional Data
1 Stunting Stunting adalah Panjang 0: stunting Nominal
(Pendek) Kondisi dimana Badan (<-2SD)
ukuran panjang /Microtoice 1 : Tidak
atau tinggi badan Stunting (> -2
tidak sesuai SD)
dengan umurnya,
yang ditandai
dengan indikator
TB/U < -2SD
3.7.2. Coding
Setelah dilakukan pengecekan data dengan editing , tahap lanjut
adalah pemberian kode. Peng“kodean” atau “coding” yaitu
mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka
atau bilangan. Hal ini untuk mempermudah saat analisis data dan
juga mempercepat dalam proses memasukkan data atau Entry.
22
(Notoatmodjo S, 2010:177) Data yang diberi kode antara lain status
gizi ibu hamil dengan kode 0 : KEK 1: Tidak KEK, BBLR dengan
kode 0: BBLR dan 1: Tidak BBLR, sedangkan kategori stunting
diberi kode 0:Stunting dan 1:Tidak Stunting.
+ A B
Kasus
- C D
24
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
26
Tabel 4.2. Pendidikan Responden
Pendidkan Stunting
No Responden Kasus Kontrol
n % N %
1. SD 14 40,00 14 40,00
2. SMP 17 48,57 18 51,42
3. SMA 4 11,42 2 5,71
4. Sarjana 0 0 1 2,85
35 100 35 100
Responden yang berpendidikan SMP sebanyak 17 responden
dengan prosentase 48,57% pada kelompok kasus dan 51,42% pada
kelompok kontrol. Responden yang berpendidikan SD sebesar 40%
baik pada kelompok kasus maupun kontrol. Sedangkan yang
berpendidikan SMA sebesar 11,42%. Tidak ada respnden yang
sarjana pada kelompok kasus dan hanya 1 responden yang
pendidikannya sarjana pada kelompok kontrol. Rata-rata pendidikan
responden SD dan SMP. Hal ini menunjukkan rendahnya tingkat
pendidikan ibu sangat berpengaruh terhadap terjadinya stunting pada
balita karena pola asuh yang kurang tepat, terutama dalam
pemeberian makan pada balita. Tidak tersedianya pangan dalam
rumah tangga membuat ibu hanya menyediakan makan seadanya,
sehingga kebutuhan gizi balita tidak terpenuhi sesuai umurnya.
35 100 35 100
27
Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui bahwa pada kasus
sebagian besar pekerjaan responden adalah bekerja di dalam rumah
sebagai penjahit sebanyak 1 responden dan lainnya hanya sebagai
ibu rumah tangga dengan prosentase sebesar 97,14%, sedangkan
aktifitas bekerja diluar rumah berjumlah 1 responden dengan
prosentase 2,86 %. Pada kelompok kontrol pekerjaan responden
semua responden aktifitas bekerja di dalam rumah atau hanya
sebagai ibu rumah tangga. Hal ini menunjukkan bahwa responden
yang mempunyai aktifitas bekerja diluar rumah maupun yang
didalam rumah tidak berpengaruh terhadap stunting. Rendahnya
kesadaran responden, ketersediaan pangan yang bergizi tingkat
rumah tangga dan pola pemberian makan pada anak yang tidak tepat
dapat mempengaruhi terjadinya stunting pada anak.
35 100 35 100
28
Berdasarkan tabel diatas, jenis kelamin pada kelompok kasus
jumlah balita laki-laki pada kelompok kasus sebanyak 21 balita dan
balita perempuan sebanyak 14 balita. Sedangkan pada kelompok
kontrol jumlah laki-laki sebanyak 14 balita dengan prosenrase 40%
dan jumlah balita perempuan sebanyak 21 balita. Distribusi jenis
kelamin antara laki-laki dan perempuan hampir sama, yang berarti
bahwa stunting dapat terjadi pada semua balita baik laki –laki maupun
perempuan.
4.3.1. Umur Balita
Berdasarkan penelitian diwilayah kerja Puskesmas Bulakamba di
peroleh data distribusi umur balita yang ditunjukkan dalam tabel 4.5.
Tabel 4.5 Distribusi Umur Balita
Stunting
No Umur Balita Kasus Kontrol
n % n %
1 6 - 12 Bulan 9 25,71 9 25,71
2. >12 – 24 Bulan 26 74,29 26 74,29
35 100 35 100
Berdasarkan tabel diatas, distribusi umur balita dibedakan menjadi
2 kategori yaitu umur bayi dan baduta. Pada kelompok kasus maupun
kontrol jumlah umurnya sama. Kelompok usia bayi sejumlah 9 bayi
dan kelompok baduta sebanyak 26 baduta atau sebesar 74,29%.
Besarnya jumlah stunting pada kurun usia 12 -24 bulan menunjukkan
bahwa semakin bertambahnya usia kebutuhan gizi semakin bertambah
namun tidak diimbangi dengan pola pemberian makan yang sesuai
sehingga terjadi gangguan pertumbuhan yan mengakibatkan anak
mengalami stunting.
29
4.4. Hubungan BBLR dengan stunting
Hubungan antara BBLR dengan stunting dapat diketahui dengan
melakukan uji Chi Square yang ditunjukkan pada tabel 4.6
Tabel 4.6. Hubungan antara BBLR dengan kejadian stunting
Kejadian Stunting Nilai OR
p
Kasus Kontrol (CI 95%)
Variabel N % n %
Riwayat BBLR 5 14,3 0 0,0 0,54 2,16
BBLR Tidak 30 85,7 35 100 (1,66-2,81)
BBLR
Total 35 100 35 100
Berdasarkan hasil penelitian pada anak usia 6 -24 bulan baik pada
kelompok kasus maupun kontrol menunjukan bahwa kejadian stunting
tidak dipengaruhi oleh berat badan lahir rendah (BBLR) . Pada kelompok
kasus, anak dengan riwayat BBLR prosentase stunting sebesar 14,3%
lebih besar dibanding anak yang tidak stunting. Sedangkan yang tidak ada
riwayat BBLR pada kelompok kasus prosentasenya sebesar 85,7% lebih
kecil dari kelompok kontrol 100%. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa
tidak ada hubungan yang bermakna antara BBLR dengan stunting pada
anak usia 6 – 24 bulan di wilayah Puskesmas Bulakamba, dengan nilai p =
0,54. Nilai OR:2,16 yang berarti bahwa anak dengan BBLR mempunyai
resiko 2,16 kali lebih besar mengalami stunting dibanding anak yang tidak
BBLR. Hal ini sejalan dengan penelitian Ni’mah dikota surabaya yang
menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara berat badan lahir
dengan kejadian stunting pada balita (p=1,000). Penelitian yang dilakukan
mellyasari di kabupaten kendal juga menunjukkan bahwa berat badan lahir
balita bukan merupakan faktor risiko stunting (p=0,609, OR = 3,28.). Hasil
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Aridiyah menunjukkan tidak
ada hubungan antara status BBLR dengan kejadian stunting pada anak
balita baik diperkotaan maupun dipedesaan.
30
anak yang terlahir dengan BBLR lebih besar dibanding dengan kejadian
stunting pada anak dengan berat lahir normal. Rahayu dalam
penelitiannya menyimpulkan bahwa anak yang memiliki riwayat BBLR
berpeluang 5,87 kali lebih tinggi untuk mengalami stunting.
Berat lahir pada umumnya sangat terkait dengan kematian janin,
neonatal dan pasca neonatal, morbiditas bayi dan anak serta pertumbuhan
dan perkembangan jangka panjang. Dampak dari bayi yang memiliki berat
badan rendah akan berlangsung dari generasi ke generasi. Hasil penelitian
mughni dkk, menyimpulkan bahwa berat lahir merupakan prediktor yang
signifikan dalam menentukan status pendek pada anak usia 12-60 bulan di
makasar.
Hasil penelitian yang dilakukan berbeda dengan teori yang mengatakan
bahwa BBLR dapat berpengaruh terhadap kejadian stunting, hal ini
dikarenakan ada faktor lain yang mempengaruhi kejadian stunting seperti
asupan makan, pola pemberian makan yang kurang tepat, higiens sanitasi
lingkungan. Anak BBLR yang mendapatkan asupan makan yang baik
dengan pola pemberian yang tepat dapat tumbuh dengan baik, namun
sebaliknya anak dengan riwayat BBLR maupun tidak BBLR jika asupan
makan tidak bergizi seimbang dan pola pemberian makan tidak tepat maka
bisa menyebabkan stunting.
Menurut World Health Organization (WHO,2013) stunting merupakan
akibat jangka panjang dari asupan gizi yang tidak tercukupi dari masa
sebelum hamil, masa hamil sampai anak usia 2 tahun. Ibu hamil yang
kekurangan gizi akan beresiko melahirkan bayi dengan berat badan lahir
rendah dan berdampak terjadi stunting berkelanjutan jika pola asuh dalam
pemberian makan pada anak kurang tepat. Pemberian makanan bayi dan
anak sangat menentukan pertumbuhan anak.(Putri,2012).
31
4.5. Hubungan Status Gizi Ibu Hamil dengan stunting
Stunting Nilai OR
Kasus Kontrol P (CI 95%)
Variabel n % n %
Riwayat KEK 3 8,6 2 5,7 1,000 1,54
Status Tidak (0,24-9,87)
Gizi Ibu KEK 32 91,4 33 94,3
Hamil
Total 35 100 35 100
33
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Tidak ada hubungan antara BBLR dengan stunting pada anak usia 6-24
bulan di Puskesmas Bulakamba
2. Tidak ada hubungan antara status gizi ibu hamil dengan stunting pada
anak usia 6-24 bulan di Puskesmas Bulakamba
3. Tidak ada hubungan yang bermakna antara BBLR, status gizi ibu hamil
dengan stunting.
5.2. Saran
34
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi,U.F.2013. Kesehatan Masyarakat Teori dan Aplikasi. Jakarta : Raja
Grafindo
Ardiyah O.F,Rohmawati N, Ririanty M,2015. Faktor –faktor yang mempengaruhi
kejadian stunting pada aank balita di wilayah pedesaan dan perkotaan.
Jurnal Pustaka Kesehatan,Vol.3 No.1 Januari 2015
Arisman, 2016. Gizi dalam daur kehidupan: Gizi ibu hamil. Edisi ke 2,
Jakarta:penerbit Buku Kedokteran EGC.
Arifin ZD,Irdasrai YS,Sukandar H,2012. Analisis sebaran dan faktor risiko
stunting pada balita di Kabupaten Purwakarta 2012. 130902011009
Epidemologi Komunitas FKUP.
Brinkman HJ,de Pee S,&Sanogo I .2010.High Food Prices and The Global
Financial Crisis Have Reduced Access to Nutritious Food and Worsened
Nutrisional Status and Health.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) 2013. Lap Nas 2013. 2013:1-384. doi:1 Desember 2013.
Chang SM,Susan PW,Grantham-McG S &Cristine AP.2010. Early childhood
under nutrition and later fine motor abilities. Developmental Medicine and
Child Neurology.
Departemen Kesehatan RI. 1996. Makanan Ibu Hamil. Jakarta :Departemen
Kesehatan RI.
Departemen Kesehatan RI. 2013. Laporan Riset Kesehatan Dasar tahun 2013.
Jakarta : Balitbangkes.
Darmadi. Infeksi Nosokomial : Problematika & Pengendaliannya. Salemba
Medika; 2011.
Hafid Fahmi,Nasrul.2016.Faktor Resiko Stunting pad Anak Usia 6 -23 Bulan di
Kabupaten Jeneponto.Indoneian Journal Of Human Nutrition Vol.3 No. 1
Suplemen : 42 – 53
Kemenkes RI 2014, Profil Kesehatan Indonesia Thun2013,Jakarta Kemenkes RI.
Kusumawati E, Rahardjo S, sari HP. Model Pengendalian faktor risiko stunting
pada anak bawah tiga tahun. Kesmas .Jurnal Kesehatan Masyarakat
Nasional,2015
Kristiana T.W,Hamam H, Detti SN,2016. Riwayat KEK dan anemia pada ibu
hamil tidak berhubungan dengan kejadian stunting pada anak usia 6-23
bulan di Kecamatan Sedayu, Bantul,Yogyakarta. Jurnal Gizi dan Dietika
Indonesia, Vol.4,No.1,Januari 2016 : 29-40
Mahirawati VK.Faktor-faktor yang berhubungan dengan kekurangan energi
kronis (KEK) pada ibu hamil di kecamatan kamoning dan Tembelangan,
Kabupaten Sampang, Jawa Timur, Buletin Penelitian Kesehatan, 2014 : 17
(1):193-202.
Martorell R, Horta BL,& Adair LS et al.Cansortium on Health oriented Reseach
in Transitional Societies Group.2010. Weight Gain in the first two years of
life is important predictor of scooling outcomes in pooled analyses from
five birth cohorth form low and midle income countries. J.Nutr.140. 348-
354.
35
Mellyasari F,Isnawati M,2014.Fakror Risiko Kejadian Stunting pada balita usia
12 bulan di disa Purwokwerto Kecamatan Patebon Kabupaten Kendal.
Journal of nutrition College,Vol3,No.2,tahun 2014: Hal : 16-25
Muslikhatun, Wafi Nur, 2010. Asuhan Neonatus, Bayi, dan Balita Yogyakarta :
.Fitramaya
Notoatmodjo S, 2010, Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta.
Nasution D,Nurdiatis.D,Hariyati E,2014. Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
dengan kejadian stunting pada anak usia 6-24 bulan. FKM UGM
Nadiyah, Briawan D, Martianto D,2014. Faktor Resiko Stunting pada Anak Usia
0 – 23 Bulan di Provinsi Bali, Jawa Barat dan Nusa Tenggara Timur.
Jurnal Gizi dan Pangan,Juli 2014, 9(2) : 125-132.
Ni’mah K, Nadhiroh RS,2015. Faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting
pada balita. Media Gizi Indonesia,Vol 10.No 1 Januari – Juni 2015: hlm
13 -19
Oktarina Z ,Sudiarti T, 2013.Faktor Resiko Stunting pada balita (24-59 Bulan) di
sumatrera.FKMUI,Depok
Paudel.R,Pradan.B,Wagle.R.R,Pahari.D.P, &onta S.R.2012. Risk Factors for
stunting among children:A community based case control in
Nepal,Kathmandu University Medoical journal.
Putri A,2012.Hubungan tingkat pendidikan Ibu,pendapatan keluarga,kecukupaan
protein dan zink dengan stunting (pendek) pada balita usia 6 -35 bulan di
Kecamatan Tembalang Kota Semarang. Jurnal Kesehatan
Masyarakat(JKM).Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehtan
Masyarakat,Universitas Diponegoro.1(2):617-626
Rahayu A,Yulidasari F,Putri O.A, Rahman F,2015. Riwayat Berat Badan Lahir
dengan kejadian stunting pada anak usia bawh dua tahun. Jurnal Kesehatan
Masyarakat Nasional,Vol.10 No.2 November 2015
Rahayu LS,Sofyaningsih M.Pengaruh BBLR dan pemberian ASI Eksklusif
terhadap perubahan status stunting pada balita di kota dan kabupaten
Tangerang Provinsi Banten. Prosoding seminar Nasional 2011.
Supariasa,I.D.N,Bakri,B & Fajar,I.2012. Penilaian Status Gizi. Jakarta : EGC
Saenger.P,Czernichow.P,Hughes.l,Reiter.EO.2007. Small for gestational age:short
statute beyond.Endocr.Rev.28.
Tionda M. Hubungan Status gizi saat lahir dengan pertumbuhan balita saaat ini di
desa Caturtunggal Kecamatan Depok Sleman Yogyakarta.2012
Welasasih & Wirjatmadi,2012. Beberap Faktor yang berhubungan dengan Status
Gizi Balita Stunting. The Indonesian Journal Of Publik Health.8(3) :
99-104
Waryana, Gizi Reproduksi. Yogyakarta. Pustaka Rihana,2010, Departemen
Kesehatan RI.2013. Laporan Riset Kesehatan Dasar tahun 2013.Jakarta:
Balitbangkes. Journal of Nutrition College,Vol.3 No.1,2014,Hal: 235-242
Warsini TK,Hadi Hamam,Nurdiati SD,2016.Riwayat KEK dan anemia pada ibu
hamil tidak berhubungan dengan kejadian stunting pada anak usia 6-23
bulan di kecamatan Sedayu,Bantul,yogyakarta.Jurnal Gizi dan Dietetika
Indonesia,Vol.4,No.1,Januari 2016:29-40.
36
Yustiana K,Nuryanto,2014.Perbedaan panjang badan bayi baru lahir antara hamil
KEK dan tidak KEK.
Zaif M.R,Wijaya M, Hilmanto D,2017. Hubungan anatara riwayat status gizi ibu
masa kehamilan dengan pertumbuhan anak balita di Kecamatan Sorean
Kabupaten Bandung. JSK,Vol 2 No.1 Maret 2017.
37
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
Nama :
Umur :
Alamat :
Jenis Kelamin : L /P
Tertanda
Responden
( ..........................)
38
FORMULIR DATA BALITA
39
FORMULIR KUESIONER IDENTITAS
Umur BBL
Peker Nama LILA
No Nama Ibu Ibu Pendidikan Anak
jaan Anak (Cm)
(TH) (Gr)
40
41