Anda di halaman 1dari 15

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Karate

Karate berasal dari pengucapan dalam bahasa Okinawa “Kara” yang

berarti Cina dan “Te” yang berarti tangan. Selanjutnya arti dari dua pengucapan

itu adalah tangan Cina, teknik Cina, tinju Cina. Selanjutnya sekitar tahun 1931

Gichin Funakoshi – dikenal sebagai Bapak Karate Moderen – mengubah istilah

Karate kedalam huruf kanji Jepang yang terdengar lebih baik.

Saat ini istilah Karate berasal dari dua kata dalam huruf kanji “Kara” yang

bermakna kosong dan “Te” yang berarti tangan. Karate berarti sebuah seni bela

diri yang memungkinkan seseorang mempertahankan diri tanpa senjata.

Menurut Gichin Funakoshi Karate mempunyai banyak arti yang lebih

condong kepada hal yang bersifat filsafat. Istilah “Kara” dalam Karate bisa pula

disamakan seperti cermin bersih yang tanpa cela yang mampu menampilkan

bayangan benda yang dipantulkannya sebagaimana aslinya. Ini berarti orang

yang belajar Karate harus membersihkan dirinya dari keinginan dan pikiran jahat.

Selanjutnya Gichin Funakoshi menjelaskan makna kata “Kara” pada Karate

mengarah kepada sifat kejujuran, rendah hati dari seseorang. Walaupun

demikian sifat kesatria tetap tertanam dalam kerendahan hatinya, demi keadilan

berani maju sekalipun berjuta lawan tengah menunggu. Demikianlah makna

yang terkandung dalam Karate.


Karena itulah seseorang yang belajar Karate sepantasnya tidak hanya

memperhatikan sisi teknik dan fisik, melainkan juga memperhatikan sisi mental

yang sama pentingnya. Seiring usia yang terus bertambah, kondisi fisik akan

terus menurun. Namun kondisi mental seorang Karateka yang diperoleh lewat

latihan yang lama akan membentuk kesempurnaan karakter. Akhiran kata “Do”

pada Karate-Do memiliki makna jalan atau arah. Suatu filosofi yang diadopsi

tidak hanya oleh Karate tapi kebanyakan seni bela diri Jepang dewasa ini

(Kendo, Judo, Kyudo, Aikido, dll)

2.1.2 Sejarah Dan Perkembangan Karate

Ilmu bela diri sebenarnya sudah dikenal semenjak manusia ada, hal ini

dapat dilihat dari peninggalan-peninggalan purbakala antara lain: kapak-kapak

batu, lukisan-lukisan binatang yang dibunuh dengan senjata seperti tombak dan

panah.

Bela diri pada waktu itu hanya bersifat mempertahankan diri dari

gangguan binatang buas dan alam sekitarnya. Namun sejak pertambahan

penduduk dunia semakin meningkat, maka gangguan yang datang dari manusia

mulai timbul sehingga keinginan orang untuk menekuni ilmu bela diri semakin

meningkat.

Tersebutlah pada 4.000 tahun yang lalu, setelah Sidartha Gautama

pendiri Budha wafat, maka para pengikutnya mendapat amanat agar

mengembangkan agama Budha keseluruh dunia. Namun karena sulitnya medan

yang dilalui, maka para pendeta diberikan bekal ilmu bela diri. Misi yang ke arah

Barat ternyata mengembangkan ilmu Pangkration atau Wrestling di Yunani. Misi

keagamaan yang berangkat ke arah Selatan mengembangkan semacam,


pencak silat yang kita kenal sekarang ini. Salah satu misi yang ke Utara

menjelajahi Cina menghasilkan kungfu (belakangan di abad XII, kungfu dibawa

oleh pedagang Cina dan Kubilaikhan kenegara Majapahit di Jawa Timur).

Dari Cina rombongan yang ke Korea menghasilkan bela diri yang kemudian kita

kenal dengan Taekwondo. Dari Korea ternyata rombongan tidak dapat

meneruskan perjalanan ke Jepang, tetapi berhenti hanya sampai di kepulauan

Okinawa. Tidak berhasil masuknya rombongan ke Jepang, karena di Jepang

saat itu sudah mengembangkan ilmu bela diri Jujitsu, yudo, kendo dan ilmu

pedang (kenjutsu).

Namun sejarah mencatat bahwa pasda tahun 1600-an, Kerajaan Jepang

telah menguasai Okinawa. Kerajaan Jepang telah memerintah Okinawa dengan

tangan besi, penduduk dilarang memiliki senjata tajam, bahkan orang tua

dilarang memakai tongkat. Diam-diam bangsa yang terjajah ini mempelajari ilmu

bela diri dengan tangan kosong yang waktu dikenal dengan nama TOTE. Dari

satu teknik ke teknik lainnya, ilmu bela diri diperdalam dan para pendeta ikut

mendorong berkembangnya ilmu bela diri TOTE ini.

Kemudian pada tahun 1921 seorang penduduk Okinawa bernama

Funakoshi Gitchin memperkenalkan ilmu bela diri dari TOTE ini di Jepang, dan

namanya pun berubah menjadi karatre, sesuai dengan aksen Jepang dalam cara

membaca huruf kanji. Sejak saat itu karate berkembang dengan pesat di Jepang.

Karate Sebagai Seni Beladiri

Sepanjang sejarah kehidupan manusia, keberadaan beladiri jadi suatu

kebutuhan : manusia kerap memanfaatkan kaki dan tangannya sebagai senjata

utama guna melindungi diri menghadapi kerasnya kenyataan duniawi.


Asal-usul Karate berasal dari Kempo alias seni beladiri tinju Cina (China

Boxing) diciptakan oleh Darma, Guru Budha yang Agung, manakala tengah

bermeditasi di Biara Shorinji, Mt-Sung, Provinsi Henan, Cina (generasi Darma

selanjutnya menyebut beladiri ini dengan nama Shorinji Kempo) yang berakar di

Okinawa melalui kontaknya dengan Cina pada medio abad ke 14. Pada abad itu,

pengadilan Bakhuco (di bawah penguasa setempat) di Okinawa membuat

larangan penggunaan senjata. Itulah sebabnya embrio beladiri Karate muncul.

Dalam budaya (bahasa) Cina, Kempo berasal dari kata kara yang berarti Cina

dan te yang berarti tangan. Di Jepang, pada proses perkembangannya

kemudian, kara berarti kosong dan te berarti tangan.

Jadi hakikatnya, seni beladiri Karate merupakan suatu bentuk beladiri yang

mengandalkan tangan kosong. Lahirnya Karate sebagai seni beladiri diketahui

pada abad ke-19.

Adalah Matsumara Shukon (1797-1896)-seorang prajurit samurai dan pelindung

Raja Soko Okinawa yang berjasa melahirkan seni beladiri Karate. Ia

menciptakannya dengan menggabungkan unsur seni militer Jepang (bushido).

Matsumara adalah pendukung adanya dua kebijakan : latihan militer (fisik) dan

kesarjanaan (intelektualitas). Ialah anggota kelas berkuasa di Pulau Ryuku yang

berjasa meletakkan pondasi dasar dan pengembangan ilmu Karate.

Gichin Funakoshi, penemu Shotokan, mengemukakan suatu filosofi bahwa

Karate yang sesungguhnya adalah : dalam kehidupan sehari-hari, pikiran dan

tubuh seseorang dilatih dan dikembangkan dalam kerendahan hati. Dan, pada

saat-saat kritis, ia akan mengabdi seluruhnya pada keadilan.


Pemahaman terhadap Karate digambarkan pula sebagai seni perang

atau metode beladiri yang meliputi bermacam-macam teknik, termasuk bertahan,

menyerang, mengelak, bahkan merobohkan. Latihan karate dapat dibagi menjadi

tiga aspek : kihon (dasar), kata (bentuk), dan kumite (lakuan).

Kata Karate merupakan kombinasi dari dua karakter (kata) Jepang : kara berarti

kosong dan te yang berarti tangan. Maka Karate dapat diartikan dengan tangan

kosong. Ditambah sufiks (akhiran)-do (baca : doe), berarti cara.

Jadi, Karate-Do menerapkan Karate sebagai cara hidup yang lebih dari sekedar

mempertahankan diri.

Dalam Karate-Do tradisional, kita selalu diingatkan : musuh utama adalah diri kita

sendiri.

Funakoshi mengatakan, Pikiran dan teknik menjadi satu dalam Karate. Kita

berusaha membuat teknik fisik kita sebagai ekspresi dari apa yang diinginkan

pikiran kita, pun meningkatkan pemusatan pikiran kita dengan memahami inti

dari teknik fisik. Dengan menyempurnakan gerakan Karate, kita juga

menyempurnakan jiwa dan mental.

Sebagai contoh, meniadakan gerakan dalam gerakan Karate yang lemah dan

ragu-ragu dapat membantu menghilangkan kelemahan dan keragu-raguan

berpikir, begitu pula sebaliknya. Dengan makna itu, Karate menjadi suatu cara

hidup, dimana kita mencoba untuk menjadi orang yang kuat, tapi bahagia dan

penuh kedamaian. Seperti yang dimaksud Tsutomu Ohshima, Kepala Instruktur

(Shihan) Shotokan Karate America (SKA),


Kita harus cukup kuat mengekspresikan pikiran kita terhadap lawan, kapan saja,

dimana saja. Tapi, kita harus tenang mengekspresikan diri kita secara rendah

hati.

Ada salah satu bentuk latihan Karate yang unik dalam SKA. Latihan itu

dinamakan latihan khusus, yaitu satu seri dari latihan Karate dimana kita

mencoba untuk menghadapi diri kita sendiri dan menyempurnakan mental dan

jiwa kita.

2.1.3 Falsafah Karate

1. RAKKA (Bunga Yang Berguguran)

Ia adalah konsep bela diri atau pertahanan di dalam Karate. Ia

bermaksud setiap teknik pertahanan itu perlu dilakukan dengan bertenaga

dan mantap agar dengan menggunakan satu teknik pun sudah cukup untuk

membela diri sehingga diumpamakan jika teknik itu dilakukan ke atas pokok,

maka semua bunga dari pokok tersebut akan jatuh berguguran. Contohnya

jika ada orang menyerang dengan menumbuk muka, si pengamal Karate

boleh menggunakan teknik menangkis atas. Sekiranya tangkisan atas itu

cukup kuat dan mantap, ia boleh mematahkan tangan yang menumbuk itu.

Dengan itu tidak perlu lagi membuat serangan susulan pun sudah cukup

untuk membela diri

2. Mizu No Kokoro (Minda Itu Seperti Air)

Konsep ini bermaksud bahwa untuk tujuan bela diri, minda (pikiran)

perlulah dijaga dan dilatih agar selalu tenang. Apabila minda tenang, maka

mudah untuk pengamal bela diri untuk mengelak atau menangkis serangan.

Minda itu seumpama air di danau. Bila bulan mengambang, kita akan dapat
melihat bayangan bulan dengan terang di danau yang tenang. Sekiranya

dilontar batu kecil ke danautersebut, bayangan bulan di danauitu akan kabur

Adapun ciri khas dan latar belakang dari berbagai aliran Karate yang

termasuk dalam “4 besar JKF” adalah sebagai berikut :

a. SHOTOKAN

Shoto adalah nama pena Gichin Funakoshi, Kan dapat diartikan

sebagai gedung/bangunan. Sehingga Shotokan dapat diterjemahkan

sebagai Perguruan Funakoshi. Gichin Funakoshi merupakan pelopor yang

membawa ilmu Karate dari Okinawa ke Jepang. Aliran Shotokan

merupakan akumulasi dan standardisasi dari berbagai perguruan Karate di

Okinawa yang pernah dipelajari oleh Gichin Funakoshi. Berpegang pada

konsep Ichigeki Hissatsu, yaitu satu gerakan dapat membunuh lawan.

Shotokan menggunakan kuda-kuda yang rendah serta pukulan dan

tangkisan yang keras. Gerakan Shotokan cenderung linear/frontal,

sehingga praktisi Shotokan berani langsung beradu pukulan dan tangkisan

dengan lawan.

b. GOJU-RYU

Goju memiliki arti keras-lembut. Aliran ini memadukan tehnik keras

dan tehnik lembut, dan merupakan salah satu perguruan Karate

tradisional di Okinawa yang memiliki sejarah yang panjang. Dengan

meningkatnya popularitas Karate di Jepang (setelah masuknya Shotokan

ke Jepang), aliran Goju ini dibawa ke Jepang oleh Chojun Miyagi. Miyagi

memperbarui banyak tehnik-tehnik aliran ini menjadi aliran Goju-ryu yang

sekarang, sehingga banyak orang yang menganggap Chojun Miyagi


sebagai pendiri Goju-ryu. Berpegang pada konsep bahwa “dalam

pertarungan yang sesungguhnya, kita harus bisa menerima dan

membalas pukulan”. Sehinga Goju-ryu menekankan pada latihan

SANCHIN atau pernapasan dasar, agar para praktisinya dapat

memberikan pukulan yang dahsyat dan menerima pukulan dari lawan

tanpa terluka. Goju-ryu menggunakan tangkisan yang bersifat circular

serta senang melakukan pertarungan jarak rapat.

c. SHITO-RYU

Aliran Shito-Ryu terkenal dengan keahlian bermain KATA, terbukti

dari banyaknya KATA yang diajarkan di aliran Shito-Ryu, yaitu ada 30

sampai 40 KATA, lebih banyak dari aliran lain. Sebagai perbandingan,

Shotokan memiliki 25, Wado memiliki 17, Goju memiliki 12 KATA. Dalam

pertarungan, ahli Karate Shito-Ryu dapat menyesuaikan diri dengan

kondisi, mereka bisa bertarung seperti Shotokan secara frontal, maupun

dengan jarak rapat seperti Goju.

d. WADO-RYU

Aliran Karate yang unik karena berakar pada seni beladiri Shindo

Yoshin-Ryu Jujutsu, sebuah aliran beladiri Jepang yang memiliki tehnik

kuncian persendian dan lemparan. Sehingga Wado-Ryu selain

mengajarkan tehnik Karate juga mengajarkan tehnik kuncian persendian

dan lemparan/ bantingan Jujutsu. Didalam pertarungan, ahli Wado-Ryu

menggunakan prinsip Jujutsu yaitu tidak mau mengadu tenaga secara

frontal, lebih banyak menggunakan tangkisan yang bersifat mengalir

(bukan tangkisan keras), dan terkadang menggunakan tehnik Jujutsu


seperti bantingan dan sapuan kaki untuk menjatuhkan lawan. Akan tetapi,

dalam pertandingan FORKI dan JKF, para praktisi Wado-Ryu juga

mampu menyesuaikan diri dengan peraturan yang ada dan bertanding

tanpa menggunakan jurus-jurus Jujutsu tersebut.

e. KYOKUSHIN

Kyokushin tidak termasuk dalam 4 besar Japan Karatedo

Federation. Akan tetapi aliran ini sangat terkenal baik didalam maupun

diluar Jepang, serta turut berjasa mempopulerkan Karate di seluruh

dunia, terutama pada tahun 1970 an. Aliran ini didirikan oleh Sosai

Masutatsu Oyama. Nama Kyokushin mempunyai arti kebenaran tertinggi.

Aliran ini menganut system Budo Karate, dimana praktisi-praktisinya

dituntut untuk berani melakukan full contact kumite, yakni tanpa

pelindung, untuk mendalami arti yang sebenarnya dari seni beladiri

Karate serta melatih jiwa/semangat keprajuritan (budo). Aliran ini juga

menerapkan hyakunin kumite (kumite 100 orang) sebagai ujian tertinggi,

dimana Karateka diuji melakukan 100 kumite berturut-turut tanpa kalah.

Sosai Oyama sendiri telah melakukan kumite 300 orang. Adalah umum

bagi praktisi aliran ini untuk melakukan 5 – 10 kumite berturut-turut.

Gichin Funakoshi mendefinisikan Dua Puluh Ajaran Karate (juga disebut Niju

kun). Ini yang membentuk Dasar-dasar dan Filosofi Shotokan Karate. Dasar

menekankan anatar lain pada Kerendahan Hati, Rasa Hormat, Kasih Sayang,

dan Kesabaran. Para Karateka harus mematuhi aturan dalam semua bidang

kehidupan untuk mencari kesempurnaan karakter.

1. Karate bukan hanya Tempat Latihan.

2. “Jangan lupa” Karate dimulai dan diakhiri dengan membungkuk.


3. Dalam Karate, Tidak pernah serangan pertama.

4. Karate harus mengikuti Jalan Keadilan.

5. Pertama Anda harus mengenal diri sendiri, maka anda dapat mengenal

orang lain

6. Perkembangan spiritual sangat penting; keterampilan teknis hanyalah alat

untuk mencapai tujuan.

7. Anda harus melepaskan pikiran Anda.

8. Kemalangan yang keluar dari kemalasan.

9. Karate adalah latihan seumur hidup.

10. Masukkan karate dalam segala sesuatu yang Anda lakukan.

11. Karate adalah seperti air panas. Jika Anda tidak memberikan secara terus-

menerus panas akan menjadi dingin.

12. Jangan berpikir kamu harus menang. Berpikir bahwa Anda tidak harus

kehilangan.

13. Kemenangan tergantung pada kemampuan Anda untuk memberitahu titik-

titik rawan dari titik tak terkalahkan.

14. Bergerak menurut lawanmu.

15. Pertimbangkan lawan tangan dan kaki seperti pedang tajam.

16. Ketika Anda meninggalkan rumah, berpikir bahwa jutaan lawan sedang

menunggu Anda.

17. Posisi siap untuk pemula dan posisi alam untuk siswa lanjutan.

18. Kata adalah satu hal, terlibat dalam pertarungan sungguhan adalah hal lain.

19. Jangan lupa

a. kekuatan dan kelemahan kekuasaan

b. ekspansi dan kontraksi dari tubuh,


c. lambat dan kecepatan teknik.

20. Rancangan setiap saat.

Ajaran Latihan adalah serangkaian prinsip-prinsip yang diulangi pada

akhir setiap kelas oleh semua siswa dan instruktur. Ajaran Latihan tidak hanya

seperangkat aturan yang harus diikuti dalam Dojo, tetapi dimaksudkan untuk

mengingatkan para siswa mengapa mereka melatih dan bahwa prinsip-prinsip

yang harus diterapkan untuk kehidupan sehari-hari di luar Dojo. Prinsip Karate:

1. Sanggup Memelihara Kepribadian (Jinkaku kansei ni tsutomuru koto)

2. Sanggup Patuh Pada Kejujuran (Makoto no michi o mamoru koto)

3. Sanggup Memeprtinggi Prestasi (Doryoku no seishin o yashinau koto)

4. Sanggup Menjaga Sopan Santun (Reigi o omonzuru koto)

5. Sanggup Menguasai Diri (Keki no yu o imashimuru koto)

2.1.4 Metode Pelatihan

Metode pelatihan dasar yang digunakan di dojo pada umumnya dikelompokkan

ke dalam tiga bidang:

1. Kihon (Dasar)

Kihon berarti “dasar” atau “fundamental”. Kihon mencakup teknik

seperti kuda-kuda, pukulan, tendangan, blok dan pemogokan yang

membentuk dasar Karate. Praktek dan penguasaan kihon sangat penting

untuk semua pelatihan lanjutan. Mempraktikkan dasar-dasar siswa akan

mengembangkan fokus, konsentrasi dan disiplin bersama dengan

memperkuat tubuh. Setelah siswa tubuh lebih kuat dan sehat, kepercayaan

tidak dapat dihindari.


2. Kata (Jurus)

Kata adalah sebuah kata dalam bahasa Jepang yang menggambarkan

pola koreografer rinci gerakan yang dimaksudkan untuk mensimulasikan

membela diri melawan banyak lawan imajiner. The Karateka (praktisi karate)

visualisasi para lawan ‘serangan dan tanggapan nya. Umumnya, setiap kali

sebuah kemajuan Karateka ke peringkat berikutnya kata yang baru dipelajari.

Namun, selalu ada lebih banyak yang dapat dipelajari dari awal katas dan

bahkan peringkat tertinggi Karateka akan terus berlatih katas awal. Kata juga

dapat digunakan sebagai suatu bentuk meditasi.

3. Kumite (Perkelahian)

Kumite berarti perkelahian, dan ini adalah bagian dari karate di mana

Anda melatih melawan musuh, dengan menggunakan teknik belajar dari kihon

dan kata. Kumite dipraktekkan dalam beberapa format, tergantung pada

peringkat dari mahasiswa. Para Karateka akan diperkenalkan kepada jenis

berikut tentang kemajuan kumite :

a. Sanbon Kumite (Tiga langkah Perkelahian)

Tiga serangan diikuti oleh satu serangan counter. Teknik

diumumkan sebelumnya, dihitung keluar, kemudian lanjutkan dalam garis

lurus. Ini adalah jenis pertama kumite dipraktekkan. Setiap peserta tahu

siapa yang menyerang untuk mengharapkan dan kapan. Pada tahap ini

tujuannya adalah untuk mengembangkan teknik-teknik yang efektif

sementara dalam gerakan dan dalam koordinasi dengan pernapasan.

b. Ippon Kumite (Salah satu langkah Perkelahian)

Satu serangan diikuti oleh satu serangan counter. Teknik

diumumkan di masa depan tetapi tidak dihitung. Ini adalah jenis kedua
kumite. Pada tahap ini tujuannya adalah untuk mengembangkan efektif

waktu, jarak, dan kontra serangan.

c. Jyu-Ippon Kumite (Perkelahian Setengah Bebas)

Semi-bebas dalam Teknik Perkelahian masih diumumkan tetapi

penyerang memutuskan kapan harus memulai. Selain itu, para penentang

diperbolehkan untuk bergerak. Tujuan pada tahap ini adalah untuk

mengembangkan kemampuan untuk menangkap lawan dalam satu

bergerak, dan untuk mengenali dan memanfaatkan bukaan.

d. Jiyu Kumite (Perkelahian bebas)

Ini adalah bentuk paling maju Perkelahian. Pada tahap ini lawan

tidak mengumumkan teknik dan bebas untuk bergerak. Tujuan adalah

untuk mengembangkan kemampuan untuk memimpin lawan, untuk

menciptakan bukaan, dan terus berlatih menggunakan teknik yang

berbeda-beda.

Kumite tidak hanya mengajarkan kita tentang pembelaan diri. Ini juga

mengajarkan kita banyak hal tentang diri kita sendiri. Berlatih Kumite

mengajarkan tentang waktu, jarak dan bukaan kehidupan.

4. Peringkat Sabuk

Peringkat sabuk digunakan untuk menunjukkan tingkat pengalaman

seorang Karateka. Dalam sabuk ISKF diberikan dalam urutan sebagai berikut:

 Putih (beginner)

 Kuning (8 Kyu)

 Orange (7 Kyu)

 Hijau (6 Kyu)

 Biru (5 Kyu)
 Biru (4 Kyu)

 Coklat (3 Kyu)

 Coklat (2 Kyu)

 Coklat (1 Kyu)

 Hitam (Dan – 1)

 Hitam (Dan – 2)

 Hitam (Dan – 3)

 Hitam (Dan – 4)

 Hitam (Dan – 5)

 Hitam (Dan – 6)

 Hitam (Dan – 7)

 Hitam (Dan – 8)

2.1.5 Aspek Mental Seni Bela Diri

Yang Penting Dalam Seni Bela Diri adalah Komponen Mental atau

Spiritual. Pelatihan di dojo bukan hanya untuk belajar bela diri tetapi juga untuk

belajar tentang diri kita sendiri.

Joe Hyam menjelaskan hal ini dalam Zen indah di Seni Bela Diri:

“Sebuah miniatur kosmos dojo adalah tempat kita melakukan kontak dengan diri

kita – kita ketakutan, kegelisahan, reaksi, dan kebiasaan. Ini merupakan arena

konflik terbatas di mana kita menghadapi seorang lawan yang bukan lawan

melainkan mitra terlibat dalam membantu kita memahami diri sendiri lebih

lengkap. Ini adalah tempat di mana kita dapat belajar banyak dalam waktu yang

singkat tentang siapa kita dan bagaimana kita bereaksi di dunia. Konflik yang

terjadi di dalam dojo membantu kita menangani konflik yang terjadi di luar. total

konsentrasi dan disiplin yang diperlukan untuk belajar seni bela diri membawa ke
kehidupan sehari-hari. Kegiatan di dojo mengajak kita untuk terus mencoba hal-

hal baru, sehingga juga merupakan sumber belajar – dalam terminologi Zen,

sumber pencerahan diri. “

“Karate-do tidak punya cita-cita sebagai sempit seperti memenangkan kejuaraan.

Manusia kemajuan dalam seni seperti memanjat tangga atau serangkaian

langkah-langkah yang curam. Ketika pikiran dan tubuh tumbuh bersama,

mahasiswa terus maju dan bergerak ke atas, satu langkah pada satu waktu.

Bahkan ketika tubuh menurun, masih ada satu langkah lagi ke depan dalam

mencari kesempurnaan karakter. Sampai hari kamu mati, proses ini tak ada

akhirnya, karena tidak ada orang yang sempurna, tapi kita semua bisa menjadi

sedikit lebih baik jika kita terus berusaha. “

- Masatoshi Nakayama-

Anda mungkin juga menyukai