Anda di halaman 1dari 5

Kerusakan dan Pengawetan Roti

Roti merupakan produk pangan yang populer. Walaupun di Indonesia roti bukan sebagai
makanan pokok, namun roti karena kepraktisannya dimakan pada saat sarapan pagi terutama
oleh masyarakat perkotaan. Jenis roti pun bervariasi, termasuk roti tawar dan roti manis yang
diisi dengan berbagai pengisi seperti jam strawberi, srikaya, kelapa, coklat, daging, krim dan lain
sebagainya.

Sejarah pembuatan roti

Roti telah dibuat sejak 30.000 tahun yang lalu di Mesir, dengan cara yang sangat sederhana yaitu
menggiling biji gandum dengan batu, lalu dicampur dengan air, kemudian adonan dimasak di
atas batu panas. Ketika adonan dibiarkan pada udara terbuka, ternya adonan mengembang, maka
mulailah membuat roti dengan pengembang. Teknologi pembuatan roti terus berkembang
sehingga seperti roti yang dimakan pada saat ini. Roti yang tidak dikembangkan masih dibuat di
beberapa tempat misalnya roti pita di Timur Tengah atau roti canai di India.

Penemuan mikroorganisme untuk mengembangkan roti menjadi titik tolak pembuatan roti yang
mengembang. Pembuatan ragi untuk mengembangkan roti sudah dimulai sejak 300 tahun
sebelum Masehi di Mesir. Perkembangan selanjutnya adalah penggunaan tepung dari gandum
yang disosoh terlebih dahulu dan dihilangkan lembaganya sehingga diperoleh tepung terigu yang
putih dan tidak mudah tengik.

Selama ratusan tahun, roti yang dikenal dengan roti tawar, dijual dalam bentuk belum diiris
(“loaf”). Pada tahun 1917, Otto Frederick Rohwedder menciptakan mesin pengiris roti yang
terus dikembangkan sehingga menjadi mesin otomatis yang digunakan di industri roti saat ini.
Roti tawar pun saat ini dijual dalam bentuk loaf yang telah diiris.

Saat ini berbagai jenis dan metode pembuatan roti telah berkembang. Masing-masing pembuat
roti biasanya memiliki metode dan resep pembuatan roti sendiri, namun secara umum bahan
pembuat roti terdiri dari 4 komponen utama, yaitu tepung terigu, air, garam dan ragi roti
(khamir Saccharomyces cerevisiae). Selain itu, pada adonan roti dapat ditambahkan bahan-
bahan lain seperti telur, susu, gula, lemak dan bahan lainnya. Bahan-bahan dicampur dan dibuat
adonan, lalu adonan dibentuk sesuai dengan jenis roti yang akan dibuat. Jika akan dibuat roti isi,
maka isi seperti jam, coklat dimasukkan ke dalam adonan. Setelah itu roti diperam lagi dan
dibiarkan hingga mengembang. Selama proses pemeraman, ragi roti (khamirSaccharomyces
cerevisiae) akan bekerja memecah gula yang ada pada terigu menjadi CO2 dan
alkohol. CO2 yang terperangkap pada adonan ini yang menyebabkan roti mengembang. Setelah
roti mengembang lalu dipanggang.

Untuk menambah serat pangan pada roti, saat ini produk roti tawar yang dicampur dengan
bekatul gandum atau dibuat dari gandum yang tidak disosoh. Roti yang dicampur dengan
bekatul gandum atau dibuat dari tepung terigu yang tidak disosoh berwarna gelap kecoklatan.

Kerusakan roti
Kerusakan roti dikelompokkan menjadi dua jenis kerusakan yaitu kerusakan karena pertumbuhan
mikroorganisme dan kerusakan karena reaksi kimia. Kerusakan kimia atau fisik terjadi secara
perlahan-lahan yang menyebabkan pengerasan bagian dalam roti (crumb) yang disebut
staling. Staling merupakan proses fisikokimia yang kompleks yang menyebabkan pengerasan
crumb, pelunakan crust (bagian atas roti) dan kehilangan kesegaran roti. Air berperan utama
dalam terjadinya staling roti, baik secara makroskopik maupun pada tingkat distribusi molekuler
selama penyimpanan. Walaupun staling diasosiasikan dengan terjadinya migrasi air dari crumb
ke crust yang kadar airnya lebih rendah dari crumb (3-6%), staling merupakan proses yang
kompleks sebagai hasil dari perubahan sifat fisiko kimia pati pada roti. Selama proses staling,
porositas crumb menurun dan pori-porinya menjadi lebih kecil.

Roti merupakan pangan yang tidak dapat disimpan lama karena kandungan air pada roti masih
cukup tinggi. Air bebas yang tersedia pada roti untuk pertumbuhan mikroorganisme atau
disebut aw (aktivitas air) berkisar pada nilai 0.95-0.98. Pada kisaran nilai aw ini berbagai
mikroorganisme termasuk kapang, khamir dan bakteri masih dapat tumbuh. Pada umumnya
mikroorganisme yang tumbuh cepat pada roti adalah kapang sehingga kapang merupakan
pembusuk roti yang utama. Hal ini disebabkan karena kapang membutuhkan air yang lebih
sedikit dibandingkan dengan bakteri.

Proses pemanggangan roti dengan suhu oven sekitar 180-200oC untuk waktu tertentu. Walapun
suhu bagian dalam roti (“crumb”) tidak mencapai suhu di atas 100 oC, namun mikroorganisme
yang terdapat pada bahan baku, khususnya spora kapang, khamir dan sel vegetatif bakteri
terbunuh. Keberadaan kapang pada roti disebabkan karena kontaminasi pasca
pemanggangan. Hal ini umumnya terjadi jika kondisi sanitasi dan higiene pabrik tidak
terkendali.

Mikroorganisme perusak roti yang utama adalah kapang, dari kelompok Rhizopus, Aspergillus,
Pennicilium dan Eurotium. Kebusukan karena kapang ditandai dengan adanya serabut putih
seperti kapas atau ada warna hitam, hijau dan merah. Kapang yang umum ditemukan pada roti
adalah Rhyzopus stolonifer dengan warna putih seperti kapas dan spot hitam, sehingga kapang ini
sering disebut kapang roti. Kapang lainnya adalah Penicillium expansum, P. stolonifer yang
memiliki spora berwarnahijau, Aspergillus nigeryang berwarna kehijauan atau coklat keunguan
sampai hitam, pigmen kuning yang berdifusi ke dalam roti.Neurospora sitophilayang berwarna
pink atau kemerahan merupakan kapang yang jugas sering tumbuh pada roti. Jika roti sudah
ditumbuhi kapang, sebaiknya tidak dimakan karena ada beberapa kapang yang dapat
menghasilkan racun (mikotoksin), misalnya Aspergillus flavus dan penampakannya sulit
dibedakan secara visual dengan kapang yang tidak menghasilkan racun.

Walaupun mikroorgnisme yang mungkin berada pada adonan roti terbunuh pada saat
pemanggangan, namun jika pada adonan roti terdapat spora bakteri, misalnya spora Bacillus,
spora tidak dapat terbunuh tetapi spora tidak tumbuh kecuali roti menjadi basah. Pertumbuhan
spora bakteri ini menyebabkan kebusukan roti yang disebut ropiness karena terbentuk lendir
yang berupa benang halus jika roti diiris. Kebusukan karena Bacillus (Bacillus
subtilis atau B. licheniformis) umumnya terjadi pada kondisi udara yang panas, misalnya musim
panas. Kebusukan ini sering terjadi pada roti yang dicampur dengan biji-bjian atau bekatul
gandum. Spora Bacillus tahan terhadap suhu pemanggangan dan ketika roti disimpan pada
tempat yang hangat spora akan tumbuh dan menghasilkan lendir. Kebusukan dapat mulai
dideteksi setelah 24 jam pasca pemanggangan. Tanda awal dapat tercium bau seperti buah-
buahan busuk misalnya nenas busuk atau melon busuk. Khamir yang digunakan sebagai
pengembang terbunuh saat pemanggangan, namun khamir yang mengkontaminasi setelah proses
pemanggangan dapat tumbuh pada permukaan roti atau di dalam crumb.

Faktor-faktor yang mempercepat kebusukan roti antara lain kualitas bahan baku, waktu dan
suhu pemanggangan yang kurang, roti dikemas sebelum dingin, dan terjadinya kontaminasi
setelah pemanggangan (pada tahap pendinginan, pengirisan dan pengemasan). Sumber
kontaminasi antara lain udara, peralatan misalnya mesin pengiris, peralatan pendingin
roti,conveyor belts dan rak, pengemas dan lingkungan penyimpanan seperti suhu, kelembaban
dan lokasi. Penerapan cara pengolahan pangan yang baik pada industri roti akan mencegah dan
mengurangi terjadinya kontaminasi setelah pemanggangan roti, namun demikian sulit untuk
menjamin lingkungan bebas spora kapang. Pengirisan roti akan membuka bagian dalam roti dan
menyebabkan mudahnya kapang tumbuh pada permukaan crumb.

Pengawetan roti

Sebagaimana disampaikan di atas, roti termasuk ke dalam pangan yang mudah rusak karena
kadar airnya tinggi dan nutrisi cukup tersedia. Selain itu berbagai faktor menentukan awet dan
tidaknya roti. Namun demikian, roti yang dibuat dengan kondisi sanitasi dan higiene yang
baik dan dikemas dengan baik dapat bertahan selama 5-7 hari pada tempat yang
sejuk. Namun demikian sulit sekali untuk menjaga kondisi udara bebas dari spora kapang
sehingga seringkali roti dapat berkapang sebelum 5 hari terutama apabila disimpan pada kondisi
hangat dan lembab. Tentu saja roti yang dibuat dengan kondisi yang kurang bersih, akan lebih
cepat rusak. Mungkin dalam 2-3 hari sudah berkapang dan tidak layak dikonsumsi. Untuk
memperpanjang umur simpan roti, maka roti dapat disimpan pada lemari es (refrigerator) dengan
suhu sekitar 7-10oC. Jika disimpan dingin maka roti harus dibungkus plastik untuk menghindari
terjadinya penguapan dan roti menjadi keras. Pada lemari es roti dapat disimpan selama 1-2
minggu. Cara lain untuk memperpanjang umur simpan roti adalah dibekukan pada suhu paling
tidak -18oC. Roti yang dibekukan dapat disimpan selama 3-4 bulan. Roti yang dibekukan harus
dikemas dan jika akan dikonsumsi disimpan pada refrigerator selama 12-24 jam atau pada suhu
ruang sekitar 4 jam.

Bahan pengawet juga dapat digunakan untuk memperpanjang umur simpan roti. Bahan pengawet
yang diijinkan oleh FAO/WHO untuk digunakan dalam produk roti adalah asam propionat dan
garamnya (natrium, kalium dan kalsium propionat), asam sorbat dan garamnya (natrium, kalium
dan kalsium sorbat) dan asam benzoat dan garamnya (natrium, kalium dan kalsium
sorbat). FAO/WHO menetapkan batas maksimum untuk asam sorbat dan garamnya serta asam
bezoat dan garamnya sebesar 1000 ppm. Sedangkan untuk asam propionat dan garamnya dapat
digunakan berdasarkan pada CPPB (Cara Pengolahan Pangan yang Benar) atau GMP (Good
Manufacturing Practices). Di Amerika dan Canada kalsium propionat paling banyak digunakan
karena efektif menghambat pertumbuhan kapang dan tidak meninggalkan flavour pada roti.

Bahan pengawet yang diijinkan di Indonesia sebagai pengawet roti (Peraturan Kepala BPOM RI
No. 36 tahun 2013) adalah asam sorbat dan garamnya serta asam propionat dengan garamnya,
dengan batas maksimum untuk asam sorbat dan garamnya (natrium, kalium dan kalsium sorbat)
sebesar 1000 ppm dihitung sebagai asam sorbat, asam propionat dan garamnya (natrium, kalium
dan kalsium propionat) sebesar 2000 ppm dihitung sebagai asam propionat.

Teknik lainnya yang dapat digunakan untuk pengawetan roti adalah memanaskan kembali
setelah roti dikemas dengan teknik pasteurisasi. Pasteurisasi dapat dilakukan dengan
menggunakan uap panas, udara panas atau microwave. Penggunaan teknik pasteurisasi untuk
mengawetkan roti membutuhkan jenis kemasan yang tahan panas. Pengawetan dengan teknik
pasteurisasi memiliki banyak kelemahan karena proses pemanasan dapat merusak sifat sensori
roti. Selain itu, proses pendinginan roti harus dilakukan dengan cepat untuk mencegah
pertumbuhan spora termofilik yang tidak terbunuh dengan pasteurisasi.

Modified atmosphere packaging (MAP) adalah teknik pengemasan dengan merubah komposisi
udara dalam kemasan. Oksigen yang diperlukan untuk pertumbuhan kapang diganti dengan gas
lain, pada umumnya menggunakan gas N2 dan CO2. Teknik ini memerlukan dua persyaratan,
yaitu pendinginan dan pengemasan roti dilakukan pada ruangan higiene tinggi dan menggunakan
kemasan yang tidak melewatkan oksigen. Masuknya oksigen ke dalam kemasan dapat
menyebabkan pertumbuhan kapang. Dengan teknik MAP roti dapat disimpan pada suhu ruang
lebih lama dan tidak memerlukan pendinginan.

Pustaka

A Guide to Baking Preservatives. Lalleman Baking Update. Vol. 1 no. 5.


http://www.lallemand.com/BakerYeastNA/eng/PDFs/LBU%20PDF%20FILES/1_5PRESV.PDF

Curti, E., E. Carini, G. Tribuzio, E. Vittadini. 2014. Bread staling: Effect of gluten on physico-
chemical properties and molecular mobility. Food Science and Technology 59: 418-425.

Gregerson, J. 2009. Bread and bread products. http://shelflifeadvice.com/bakery-goods-and-


sweets/bakery-goods/bread.

Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 36 Tahun
2013 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pengawet.

http://www.codexalimentarius.net/gsfaonline/foods/details.html?id=113

Anda mungkin juga menyukai