123 Dfadf Nurindahyu 301 3 285.anke I PDF
123 Dfadf Nurindahyu 301 3 285.anke I PDF
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dalam penelitian ini didapat
identifikasi masalah sebagai berikut :
1. Berapa banyak kasus pansitopenia yang dirawat di RSUD dr. Doris
Sylvanus Palangkaraya?
2. Apa kemungkinan penyebab pansitopenia?
3. Bagaimana gambaran klinis dan laboratoris pada pasien penderita
pansitopenia?
4. Bagaimana perjalanan penyakit dan tindak lanjut seorang pasien dengan
pansitopenia?
C. Batasan masalah
D. Rumusan masalah
E. Tujuan penulisan
1. Mengetahui berbagai kemungkinan penyebab pansitopenia.
2. Mengetahui gambaran klinis dan laboratoris pada pasien penderita
pansitopenia.
3. Mengetahui perjalanan penyakit pasien dengan pansitopenia.
F. Manfaat penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Memberikan informasi tentang pansitopenia dan kemungkinan
penyebab.
2. Sebagai bahan informasi bagi peneliti lain tentang pansitopenia di
RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Pansitopenia
Pansitopenia adalah keadaan berkurangnya jumlah sel dari semua jalur sel
darah utama yaitu eritrosit (anemia), leukosit (leukemia), dan trombosit
(trombositopenia) dengan segala manifestasinya. Pada dasarnya pansitopenia
disebabkan oleh kegagalan sumsum tulang untuk memproduksi komponen
darah, atau akibat kerusakan komponen darah di darah tepi, atau akibat
maldistribusi komponen darah. Penyebab pansitopenia karena kegagalan fungsi
sumsum tulang diantaranya: infeksi virus (dengue/hepatitis), infeksi
mikrobakterial, kehamilan, penyakit Simmond, sklerosis tiroid, infiltrasi
sumsum tulang (leukemia, mieloma multipel, metastasis karsinoma, dll),
anemia defisiensi folat dan vitamin B12, lupus eritematosus sistemik, serta
paroxysmal nocturnal hemoglobinuria (I Made Bakta, 2006).
Menurut Sacharin, (2002) anemia aplastik adalah suatu kegagalan
anatomi dan fisiologi dari sumsum tulang yang mengarah pada suatu penurunan
nyata atau tidak adanya unsur pembentuk darah dalam sumsum tulang. Hal ini
khas dengan penurunan produksi eritrosit akibat pergantian dari unsur produksi
eritrosit dalam sumsum oleh jaringan lemak hiposeluler, juga dapat
mempengaruhi megakariosit mengarah pada neutropenia.
Sedangkan menurut I Made Bakta, (2006) anemia aplastik adalah anemia
yang disertai oleh pansitopenia atau bisitopenia pada darah tepi yang
disebabkan oleh kelainan pimer pada sumsum tulang dalam bentuk aplasia atau
hipoplasia tanpa adanya infiltrasi, supresi, atau pendesakan sumsum tulang.
Karena sumsum tulang pada sebagian besar kasus bersifat hipoplastik, bukan
aplastik total, maka anemia ini disebut juga sebagai anemia hipoplastik.
4
5
Penyakit ini ditandai oleh pansitopenia dan aplasia sumsum tulang dan
pertama kali dilaporkan pada tahun 1888. Pada tahun 1959, Wintrobe
membatasi pemakaian nama anemia aplastik pada kasus tulang, hipoplasia berat
atau aplasia sumsum tulang, tanpa ada suatu penyakit primer yang
menginfiltrasi, mengganti atau menekan jaringan hemopoietik sumsum tulang.
a b
c d
Gambar 2.1 pada apusan darah tepi: (a) eritrosit normal, (b) eritrosit
abnormal
pada apusan sumsum tulang: (c) biopsi sumsum tulang normal, (d) biopsi
sumsum tulang hiposelular
Sumber: Lecture Note Haematology
6
B. Etiologi
1. Faktor Kongenital
Jenis Fanconi memiliki suatu pola pewarisan resesif autosomal dan
sering disertai dengan retardasi pertumbuhan dan cacat kongenital di
rangka (misalnya ginjal pelvis atau ginjal tapal kuda), atau kulit (daerah-
daerah hiperpigmentasi); kadang-kadang terdapat retardasi mental.
Anemia fanconi biasanya terjadi pada usia 5-10 tahun. Sekitar 10%
pasien menderita leukemia mieloid akut (Hoffbrand, A.V, 2002).
2. Faktor didapat
a. Idiopatik
Penyakit ini merupakan jenis anemia aplastik yang paling
sering ditemukan. Walaupun mekanismenya belum diketahui,
respons yang baik terhadap globulin anti-limfosit (GAL) dan
siklosporin A menunjukkan bahwa kerusakan autoimun yang
diperantarai sel T, kemungkinan terhadap sel induk yang berubah
secara struktural dan fungsional.
Anemia aplastik idiopatik biasanya berakhir fatal bila anemia
timbul dalam waktu singkat. Banyak penderita dengan anemia
aplastik kronik kemudian menderita leukemia, kelainan
mieloproliferatif lain atau kelainan limforetikuler, tetapi pada
beberapa penderita penyakit berlangsung beberapa tahun tanpa
perubahan, bahkan beberapa lagi sembuh secara spontan. Pada
beberapa kasus anemia aplastik dapat dijumpai paroksismal
nokturnal hemoglobinuria.
7
b. Sekunder
Seringkali disebabkan oleh kerusakan langsung di sumsum
hemopoietik akibat radiasi atau obat sitotoksik. Obat anti-metabolit
(misal daunorubisin) menyebabkan aplasia sementara saja, tetapi
agen pengalkil, khususnya busulfan, dapat menyebabkan terjadinya
aplasia kronik yang sangat menyerupai penyakit idiopatik kronik.
Beberapa individu menderita anemia aplastik akibat efek samping
obat idiosinkrasi yang jarang terjadi, seperti kloramfenikol atau emas
yang tidak diketahui bersifat sitotoksik. Mereka juga dapat menderita
penyakit ini dalam beberapa bulan setelah hepatitis virus (hepatitis A
atau non-A, non-B, non-C). Kloramfenikol memiliki insidensi
toksisitas sumsum tulang sangat tinggi, sehingga obat ini harus
digunakan untuk pengobatan infeksi yang mengancam jiwa dan
untuk penyakit yang membutuhkan obat sebagai pengobatan
optimum (misal tifoid). Zat kimia seperti benzene mungkin terlibat
sebagai penyebab penyakit ini. Kadang-kadang, anemia aplastik
dapat merupakan gambaran yang muncul pada leukemia mieloid atau
limfoblastik akut, khusunya pada masa anak (Aru W. S., 2010).
Pada kehamilan, kadang-kadang ditemukan pansitopenia
disertai aplasia sumsum tulang yang berlangsung sementara. Hal ini
mungkin disebabkan oleh estrogen pada seseorang dengan
presdisposisi genetik, adanya zat penghambat dalam darah atau
tidak ada perangsang hematopoeisis. Anemia aplastik sering
sembuh setelah terminasi kehamilan, dapat terjadi lagi pada
kehamilan berikutnya.
8
C. Patofisiologi
Mekanisme terjadinya anemia aplastik diperkirakan melalui tiga faktor
berikut ini :
1. Kerusakan sel hematopoetik(seed theory)
2. Kerusakan lingkungan mikro sumsum tulang(soil theory)
3. Proses imunologik yang menekan hematopoesis
Keberadaan sel induk hematopoeitik dapat diketahui dengan petanda
sel yaitu CD34, atau dengan biakan sel. Dalam biakan sel padanan sel induk
hematopoetik dikenal sebagai longterm culture-initiating cell (LTC-IC),
long-term marrow culture (LTMC), jumlah sel induk/CD34 sangat menurun
hingga 1-10% dari normal. Demikian juga pengamatan pada cobblestone
area forming cells jumlah sel induk sangat menurun. Bukti klinis yang
menyokong teori gangguan sel induk ini adalah keberhasilan transplantasi
sumsum tulang pada 60-80% kasus. Hal ini membuktikan bahwa dengan
pemberian sel induk dari luar akan terjadi rekonstruksi sumsum tulang pada
pasien anemia aplastik (Sukman T. P., 2006).
Kerusakan sel induk telah dapat dibuktikan secara tidak langsung
melalui keberhasilan transplantasi sumsum tulang pada penderita anemia
aplastik, yang berarti bahwa pengantian sel induk dapat memperbaiki proses
patologik yang terjadi. Teori kerusakan lingkungan mikro dibuktikan melalui
tikus percobaan yang diberikan radiasi, sedangkan teori imunologik ini
dibuktikan secara tidak langsung melalui keberhasilan pengobatan
imunosupresif. Pemakaian gangguan sel induk dengan siklosporin atau
metilprednisolon memberi kesembuhan sekitar 75%, dengan ketahanan hidup
jangka panjang menyamai hasil transplantasi sumsum tulang. Kelainan
imunologik diperkirakan menjadi penyebab dasar dari kerusakan sel induk
atau lingkungan mikro sumsum tulang. Patofisiologi timbulnya anemia
aplastik digambarkan secara skematik pada gambar 1.
9
Mekanisme imunologik
PANSITOPENIA
Febris - kulit
Ulkus mulut/faring - mukosa
Sepsis - organ dalam
Pansitopenia adalah menurunnya sel darah merah, sel darah putih dan
trombosit. Penurunan sel darah merah (anemia) ditandai dengan menurunnya
tingkat hemoglobin dan hematokrit. Penurunan hemoglobin menyebabkan
penurunan jumlah oksigen yang dikirim ke jaringan, biasanya ditandai
dengan kelemahan, kelelahan, takikardia, ekstermitas dingin atau pucat.
Kelainan kedua adalah leukopenia atau menurunnya jumlah sel darah
putih atau leukosit kurang dari 4.500-10.000/mm3, penurunan sel darah putih
ini akan menyebabkan agranulositosis dan akhirnya menekan respon
inflamasi. Respon inflamasi yang tertekan akan menyebabkan infeksi dan
penurunan sistem imunitas fisis mekanik dimana dapat menyerang selaput
lendir, kulit, silia, saluran nafas sehingga bila selaput lendirnya yang terkena
maka akan mengakibatkan ulserasi dan nyeri pada mulut serta faring,
sehingga mengalami kesulitan dalam menelan dan menyebabkan penurunan
masukan diet dalam tubuh.
Kelainan ketiga adalah trombositopenia, trombositopenia didefinisikan
jumlah trombosit di bawah 100.000/mm3. Akibat dari trombositopenia antara
lain ekimosis, petekie, epistaksis, perdarahan saluran kemih, perdarahan
susunan saraf dan perdarahan saluran cerna. Gejala dari perdarahan saluran
cerna adalah anoreksia, nausea, konstipasi, atau diare dan stomatitis
(sariawan pada lidah dan mulut), perdarahan saluran cerna dapat
menyebabkan hematemesis melena. Perdarahan trombositopenia
mengakibatkan aliran darah ke jaringan menurun.
11
D. Manifestasi Klinis
Anemia aplastik mungkin asimptomatik dan ditemukan pada pemeriksaan
rutin. Manifestasi klinis anemia aplastik terjadi sebagai akibat adanya anemia,
leukopenia, dan trombositopenia. Gejala yang dirasakan berupa gejala sebagai
berikut:
1. Lemah dan mudah lelah.
2. Granulositopenia dan leukositopenia menyebabkan lebih mudah terkena
infeksi bakteri.
3. Pucat
4. Pusing
5. Anoreksia
6. Peningkatan tekanan sistolik
7. Takikardia
8. Sesak nafas
9. Demam
10. Penglihatan kabur
11. Telinga berdenging
12. Nafsu makan berkurang
13. Sindrom anemia: gejala anemia bervariasi, mulai dari ringan sampai
berat.
14. Gejala perdarahan: paling sering timbul dalam bentuk perdarahan kulit
seperti petekie dan ekimosis. Perdarahan mukosa dapat berupa epistaksis,
perdarahan subkonjungtiva, perdarahan gusi, hematemesis melena, dan
pada wanita dapat berupa menorhagia. Perdarahan organ dalam lebih
jarang dijumpai, tetapi jika terjadi perdarahan otak sering bersifat fatal.
15. Tanda-tanda infeksi dapat berupa ulserasi mulut atau tenggorokan, dan
sepsis.
16. Organomegali dapat berupa hepatomegali dan splenomegali.
12
E. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorim pada pasien pansitopenia ditemukan:
1. Darah Tepi
a) Pada stadium awal penyakit, pansitopenia tidak selalu ditemukan.
b) Jenis anemia adalah anemia normokromik normositer disertai
retikulositopenia.
c) Kadang-kadang ditemukan pula makrositosis, anisositosis, dan
poikilositosis.
d) Leukopenia dengan relatif limfositosis, tidak dijumpai sel muda
dalam darah tepi.
e) Trombositopenia yang bervariasi dari ringan sampai dengan sangat
berat.
3. Faal Hemostatik
Waktu perdarahan memanjang dan retraksi bekuan menjadi buruk
yang disebabkan oleh trombositopenia.
4. Sumsum tulang
Sumsum tulang menunjukkan hipoplasia sampai aplasia. Aplasia tidak
menyebar secara merata pada seluruh sumsum tulang, sehingga sumsum
tulang yang normal dalam satu kali pemeriksaan tidak dapat
menyingkirkan diagnosa anemia aplastik. Pemeriksaan ini harus diulangi
pada tempat-tempat yang lain.
5. Virus
Evaluasi diagnosis anemia aplastik meliputi pemeriksaan virus
Hepatitis, Parvovirus, dan Sitomegalovirus.
7. Kromosom
Pada anemia aplastik didapat, tidak ditemukan kelainan kromosom.
Pemeriksaan sitogenetik dengan flourescence in situ hybridization (FISH)
dan imunofenotipik dengan flowcytrometry diperlukan untuk
menyingkirkan diagnosis banding, seperti myelodisplasia hiposeluler.
8. Defisiensi imun
Adanya defisiensi imun diketahui melalui penentuan titer
immunoglobulin dan pemeriksaan imunitas sel T.
14
9. Lain-lain
Besi serum normal atau meningkat, TIBC normal, dan HbF
meningkat.
F. Komplikasi
1. Gagal jantung dan kematian akibat beban jantung yang berlebihan dapat
2. Kematian akibat infeksi dan perdarahan apabila sel darah putih atau
G. Diagnosa Banding
1. Myelodisplasia Hiposelular
H. Penatalaksaan
1. Terapi Suportif
Terapi untuk mengatasi akibat pansitopenia
a. Untuk mengatasi infeksi lain :
1) Higienis mulut
2) Identifikasi sumber infeksi serta pemberian antibiotik yang tepat
dan adekuat. Sebelum ada hasil biakan berikan antibiotika
berspektrum luas yang dapat mengatasi kuman gram positif dan
negatif. Biasanya digunakan derivat penisilin semisinterik
(ampisilin) dan gentamisin. Sekarang lebih sering digunakan
sefalosporin generasi ketiga. Jika hasil biakan sudah jelas,
sesuaikan antibiotika dengan hasil tes kepekaan. Jika dalam 5-7
hari panas tidak turun, pikirkan infeksi jamur, dapat diberikan
amphotericin-B atau flukonasol parenteral.
3) Transfusi granulosit konsentrat diberikan pada sepsis berat
kuman gram negatif, dengan neutropenia berat yang tidak
memberikan respons pada antibiotika adekuat. Granulosit
konsentrat sangat sulit dibuat dan masa efektifnya sangat pendek.
2. Terapi Definitif
b) Terapi Imunosupresif
Jadi, pada anemia aplastik telah dibuat cara pengelompokkan lain untuk
membedakan anemia aplastik berat dengan prognosis buruk dengan anemia
aplastik ringan dengan prognosis yang lebih baik. Dengan kemajuan
pengobatan prognosis menjadi lebih baik. Penggunaan imunosupresif dapat
meningkatkan keganasan sekunder. Pada penelitian di luar negeri dari 103
pasien yang diobati dengan ALG, 20 pasien diikuti jangka panjang berubah
menjadi leukemia akut, mielodisplasia, PNH, dan adanya risiko terjadi
hepatoma. Kejadian ini mungkin merupakan riwayat alamiah penyakit
walaupun komplikasi tersebut lebih jarang ditemukan pada transplantasi
sumsum tulang (Aru W. S., 2010).
19
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada tanggal 08 Desember 2012 - 27 Februari
2013 dan dilanjutkan pada tanggal 14 Mei – 22 Juni 2013.
B. Metode Penelitian
Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif, dimana peneliti
menggambarkan hasil pemeriksaan pasien yang dinyatakan dalam akumulasi
data dasar yang diperoleh dengan cara anamnesis dan melihat catatan kondisi
fisik pasien serta hasil pemeriksaan laboratorium.
2. Sampel
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive
sampling, yaitu sampel yang dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu.
Pasien dengan pemeriksaan hematologi lengkap, apusan darah tepi, dan
hitung retikulosit. Sampel dalam penelitian ini adalah dua orang pria
dewasa, ibu hamil, dan anak-anak dengan pansitopenia.
19
20
2. Data Sekunder
Yaitu data yang diperoleh dari rekam medik berupa buku catatan
dan lembar hasil pemeriksaan klinis dan laboratoris pasien serta slide
morfologi darah tepi pasien.
2. Gambaran klinis
Merupakan kondisi fisik yang ditemukan pada pasien yang diteliti.
3. Gambaran laboratoris
Merupakan hasil laboratorium pasien yang diteliti, digunakan
sebagai bahan menarik kesimpulan dalam penelitian.
21
F. Pengembangan Instrumen
BAB IV
A. Hasil
Pasien dengan diagnosis observasi pansitopenia yang tercatat di rekam
medis RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya pada tahun 2012 sebanyak 44
pasien. Selama periode penelitian ditemukan pasien pansitopenia sebanyak 4
orang yaitu 2 orang laki-laki dengan usia Tn. S 37 tahun dan Tn. A 48 tahun,
seorang perempuan berusia 19 tahun, serta seorang anak-anak beruasia 8
tahun.
Berdasarkan hasil anamnesis dengan pasien dan keluarga pasien yang
ada yaitu demam, pusing, nafsu makan berkurang, pucat, serta tanda klinis
yang didapati yaitu, diperoleh data sebagaimana tabel berikut:
23
24
B. Pembahasan
Pansitopenia adalah suatu keadaan dimana berkurangnya sel darah merah,
sel darah putih dan trombosit. Penurunan sel darah merah (anemia) ditandai
dengan menurunnya tingkat hemoglobin dan hematokrit. Kadar hemoglobin
yang menurun menyebabkan penurunan jumlah oksigen yang dikirim ke
jaringan, biasanya ditandai dengan gejala kelemahan, kelelahan, ekstermitas
dingin atau pucat serta tanda klinis konjungtiva palpebra anemis pada pasien
pansitopenia.
Leukopenia adalah menurunnya jumlah leukosit dan menekan respon
inflamasi. Respon inflamasi yang tertekan akan menyebabkan infeksi dan
penurunan sistem imunitas fisis mekanik dimana dapat menyerang selaput
lendir, kulit, silia, saluran nafas sehingga bila selaput lendirnya yang terkena
maka akan mengakibatkan ulserasi dan nyeri pada mulut serta faring, sehingga
mengalami kesulitan dalam menelan dan menyebabkan penurunan nafsu makan.
Tanda klinis lainnya yang terjadi pada Tn. A adalah batuk darah.
Trombositopenia adalah penurunan jumlah trombosit dalam sirkulasi
darah. Kelainan ini berkaitan dengan peningkatan risiko perdarahan hebat,
bahkan hanya dengan cidera ringan atau perdarahan spontan kecil.
Trombositopenia ditandai dengan bercak kecil akibat perdarahan di
subkutaneus, yang disebut petekie. Tanda klinis yang sama pada pasien
pansitopenia berupa perdarahan gusi. Perdarahan lainnya dialami pada beberapa
pasien pansitopenia, yaitu perdarahan hidung, kencing darah (hematuria),
perdarahan mata pada Ny. M. Keadaan tersebut sebagai akibat meningkatnya
destruksi perifer atau menurunnya produksi sumsum tulang (Corwin, 2007).
Dari semua pasien yang diteliti menunjukkan gejala klinis dan laboratoris
yang hampir sama, meskipun ada beberapa hal yang berbeda dari pasien
tersebut.
Berdasarkan onset atau awal terjadinya, dapat ditemukan pada pasien
anak-anak dengan kisaran umur 5 sampai 10 tahun, salah satunya disebabkan
28
karena pemberian obat kloramfenikol pada bayi sejak suia 2 sampai 3 bulan.
Sedangkan usia dewasa 30 tahun lebih banyak ditemukan pada laki-laki
dibandingkan perempuan. Pebedaan umur dan jenis kelamin mungkin
disebabkan oleh risio pekerjaan, sedangkan perbedaan geografis mungkin
disebabkan oleh pengaruh lingkungan. (Aru W.S., 2010). Hal ini sesuai dengan
keempat pasien tersebut. seorang anak laki-laki, 2 orang laki-laki dewasa, dan
seorang perempuan.
Riwayat pekerjaan pada pasien Tn. S adalah penambang emas dan
bekerja di kebun karet. Pansitopenia dapat terjadi karena terpapar bahan kimia
seperti benzene dan insektisida. Pada Tn. S kemungkinan sebab pansitopenia
adalah paparan bahan kimia.
An. D adalah seorang anak berusia 8 tahun, dalam perjalanan penyakitnya
An. D dirujuk ke rumah sakit provinsi lain dan dilakukan pemeriksaan Bone
Marrow Puncture (BMP). Dari pemeriksaan tersebut disimpulkan suatu
keganasan hematologi (leukemia). Sesuai teori, leukemia dapat ditandai dengan
pansitopenia. Banyak penderita dengan anemia aplastik kronik kemudian
menderita leukemia, karena sel-sel normal di dalam sumsum tulang digantikan
oleh sel abnormal. Sel abnormal ini keluar dari sumsum tulang dan dapat
ditemukan di dalam darah perifer atau darah tepi. Sel leukemia mempengaruhi
hematopoiesis atau proses pembentukan sel darah normal dan imunitas tubuh
penderita. Pada beberapa kasus anemia aplastik dapat dijumpai paroksismal
nokturnal hemoglobinuria. Pada hasil BMP ditemukan peningkatan sel-sel
muda. Biasanya pada anak adalah seri limpositik.
Pasien Tn. A merupakan salah satu contoh bahwa penyebab pansitopenia
adalah idiopatik atau mekanismenya belum diketahui. Mungkin dapat
diberikan obat globulin anti-limfosit (GAL) dan siklosporin A, karena respon
yang baik terhadap obat tersebut menunjukkan bahwa kerusakan autoimun
yang diperantarai sel T. Kemungkinan terhadap sel induk yang berubah secara
struktural dan fungsional.
29
BAB V
KESIMPULAN
A. Simpulan
30