DASARA-DASAR LOGIKA
Disusun Oleh :
KELOM POK II
Muh Yunus
Aspiona
Rifal
Giberlina
Indarwati
Firda Ramadhanti
Ulwan
I. Arti
Setiap pengertian itu di tunjukkan oleh kata. Setiap kata mempunyai arti yang
mencakup keseluruhan sifat-sifat yang dimilikinya. Setiap kata mengandung makna jika kata itu
ditempatkan dalam satu susunan kata. Dalam bentuk ini kata mengandung tiga makna:
1. Makan laras ( ) مطا بقةapabila maknanya selaras dengan arti penuhnya, seperti mkana rumah
dalam kalimat: saya membeli rumah.
2. Makna kandungan ( )تضمنيةapabila mkana yang dimaksud hanya sebagian saja dari arti
sepenuhnya, seperti makana rumah dalam kalimat : saya mengetuk rumahnya, yang dimaksud di
sini hanyalah pintu rumahnya bahkan sebagian saja dari pintu itu.
3. Makna lazim ( )التزميةmakana yang dimaksud adalah pengertian lain, akan tetapi merupakan
kemestian (lazim) bagi kata tersebut. Seperti makna rumah dalam kalimat: saya mencangkul
rumput di rumah saya. Yang dimaksud adalah pekarangan rumah.
I.I Luas Pengertian
Pengertian selain memiliki isi, juga memiliki luas. Artinya tiap-tiap pengertian
memiliki lingkup dan lingkungannya sendiri. Lingkup dan lingkungan itu berisikan semua
barang atau hal yang dapat ditunjuk atau disebut dengan pengertian atau kata itu[5].
Misalnya pengertian Mahasiswa STISIP Widyapuri mencakup semua mahasiswa baik yang ada
di jurusan IP atau AN, perempuan atau laki-laki, kurus atau gemuk, tak ada yang dikecualikan.
Mahasiswa selain dari Mahasiswa STISIP Widyapuri semua itu di luar lingkup dan lingkungan
pengertian Mahasiswa STISIP Widyapuri.
Dengan demikian luas pengertian adalah barang-barang atau lingkungan realitas yang ditunjuk
dengan pengertian atau kata tertentu.
Dalam tata bahasa baku bahasa Indonesia, kelas kata terbagi menjadi tujuh kategori, yaitu:
a. Nomina (kata benda); nama dari seseorang, tempat, atau semua benda dan segala yang
dibendakan, misalnya buku, kuda.
b. Verba (kata kerja); kata yang menyatakan suatu tindakan atau pengertian dinamis.
c. Adjektiva (kata sifat); kata yang menjelaskan kata benda, misalnya keras, cepat.
d. Adverbia (kata keterangan); kata yang memberikan keterangan pada kata yang bukan kata
benda, misalnya sekarang, agak.
e. Pronomina (kata ganti); kata pengganti kata benda.
f. Numeralia (kata bilangan); kata yang menyatakan jumlah benda atau hal atau menunjukkan
urutannya dalam suatu deretan, misalnya satu, kedua.
g. Kata tugas adalah jenis kata di luar kata-kata di atas yang berdasarkan peranannya.
Adapun kata dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu:
1. Kata Baku
a. Kata yang digunakan sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang telah ditentukan.
b. Dalam kalimat resmi, baik lisan maupun tertuliss dengan pengukapan gagasan secara cepat.
2. Kata Tidak Baku
a. Kata yang digunakan tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang ditentukan.
b. Dalam bahasa sehari-hari, bahasa tutur.
NO KATA BAKU KATA TIDAK BAKU
1. Aktif Aktip
2. Ambulans Ambulan
3. Analisa Analisis
4. Anggota Anggauta
5. Antre Antri
6. Apotek Apotik
7. Atlet Atlit
8. Berpikir Berfikir
9. Frekuensi Frekwensi
10. Hakikat Hakekat
2. Pengertian Frasa
Frasa adalah gabungan dua kata atau lebih yang bersifat nonpredikatif, misalnya: bayi
sehat, pisang goreng, sangat enak, sudah lama sekali dan dewan perwakilan rakyat.
1. Frasa Verbal
Frasa verbal adalah kelompok kata yang dibentuk dengan kata kerja, terdiri atas tiga jenis, yaitu:
a. Frasa verbal modifikatif (pewatas); terdiri atas
Pewatas belakang, misalnya: Ia bekerja keras sepanjang hari.
Pewatas depan, misalnya: Mereka dapat mengajukan kredit di BRI.
b. Frasa verbal koordinatif adalah dua verba yang disatukan dengan kata penghubung dan atau
atau.
Mereka menangis dan meratapi nasibnya.
Kita pergi atau menunggu ayah.
c. Farba verbal apositif yaitu sebagai keterangan yang ditambahkan atau diselipkan, misalnya:
Pulogadung, tempat tinggalnya dulu, kini menjadi terminal modern.
Usaha Pak Ali, berdagang kain, kini menjadi grosir.
Mata pencaharian orang itu, bertani dan berternak, sekarang telah maju.
2.Frasa Adjektval
Frasa adjektival adalah kelompok kata yang dibentuk dengan kata sifat atau keadaan
sebagai inti (diterangkan) dengan menambahkan kata lain yang berfungsi menerangkan, seperti:
agak,dapat, harus, kurang, lebih, paling, dan sangat.
agak baik harus baik
akan tenang kurang pandai
amat pandai lebih baik
belum baik paling tinggi
dapat palsu selalu rajin
Frasa adjektival mempunyai tiga jenis:
a. Frasa adjektival modifikatif (membatasi), misalnya: cantik sekali, indah nian, hebat benar;
b. Frasa adjektival koordinatif (mengabungkan), misalnya: tegap kekar, aman tentram, makmur
dan sejahtera, aman sentausa;
c. Frasa adjektival apositif, misalnya:
Bima tokoh ksatria, gagah perkasa, dan suka menolong kaum yang lemah. Frasa
apositif bersifat memberiakan keterangan tambahan Bima tokoh ksatria yang tampan
merupakan unsur utama kalimat gagah perkasa merupakan keterangan tambahan. Frasa apositif
terdapat dalam kalimat berikut ini.
Srikandi cantik, ayu rupawan, diperistri oleh Arjuna.
Skripsi yang berkualitas, terpuji dan terbaik, diterbitkan oleh universitas.
3. Frasa Nominal
Frasa nominal adalah kelompok kata benda yang dibentuk dengan memperluas sebuah
kata benda ke kiri dan ke kanan; ke kiri menggolongkan, misalnya: dua buah buku, seorang
teman, beberapa butir telur, ke kanan sesudah kata (inti) berfungsi mewatasi (membatasi),
misalnya: buku dua buah, teman seorang, telur beberapa butir.
a. Frasa nominal modifikatif (mewarisi), misalnya: rumah mungil, hari Minggu, buku dua buah,
pemuda kampus, dan bulan pertama.
b. Frasa nominal koordinatif (tidak saling menerangkan), misalnya: hak dan kewajiban,dunia
akhirat, lahir batin, serta adil dan makmur.
c. Frasa nominal apositif
Anton, mahasiswa teladan itu, kini menjadi dosen di universitasnya.
Burung cendrawasih, burung langka dari Irian itu, sudah hampir punah.
Ibu Megawati, presiden republik indonesia, berkenan memberikan sambutan dalam acara itu.
4. Frasa Adverbial
Frasa adverbial adalah kelompok kata yang dibentuk dengan keterangan kata sifat.
Frasa ini bersifat modifikatif (mewatasi), misalnya: sangat baik, kata baik merupakan inti dan
sangat merupakan pewatas. Frasa adverbial yang termasuk jenis ini:kurang pandai, hampir baik,
begitu kuat, pandai sekali, lebih kuat, dengan bangga, dan dengan gelisah. Frasa adverbial yang
bersifat koordinatif (tidak saling menerangkan), misalnya: lebih kurang, kata lebih tidak
menerangkan kurang dan kurang tidak menerangkan lebih.
5. Frasa Pronomial
Frasa Proniomial adalah frasa yang dibentuk dengan kata ganti. Frasa ini terdiri atas tiga
jenis:
a. Modifikatif, misalnya: kami semua, kalian semua, anda semua, mereka semua, mereka itu,
mereka berdua, dan mereka itu.
b. Koordinatif, misalnya: engkau dan aku, kami dan mereka, serta saya dan dia,
c. Apositif:
Kami, bangsa Indonesia, menyatakan perang melawan korupsi.
Mahsiswa, para pemuda, siap menjadi pasukan anti korupsi.
6. Frasa Numerialia
Frasa numeralia adalah kelompok kata yang dibentuk dengan kata bilangan. Frasa jenis ini
terdiri atas dua jenis, yaitu
a. Modifikasi
Mereka memotong dua puluh ekor sapi kurban.
Orang itu menyumbang pembangunan jalan kampung dua juta rupiah.
b. Koordinaasi
Lima atau enam orang bertopeng melintasi kegelapan pada gang itu.
Entah tiga, entah empat kali saya makan obat hari itu.
7. Frasa Interogativa Koordinatif
Frasa interogativa Koordinatif adalah frasa yang berintikan pada kata tanya.
Jawaban apa atau siapa merupakan ciri subjek kalimat.
Jawaban mengapa atau bagaimana merupakan penanda predikat.
8. Frasa Demonstrativa Koordinatif
Frasa ini dibntuk dengan dua kata yang tidak saling menerangkan.
Saya bekerja di sana atau sini sama saja.
Saya memakai baju ini atau itu tidak masalah.
Dalam menggunakan kata (berbicara atau menulis) hendaknya hati-hati dalam memilih
kata. Ada ketentuan ‘Nilai Rasa’ pada kata. Ada kata yang tidak boleh (sebaiknya jangan)
digunakan karena memiliki nilai rasa tabu. Ada kata yang harus berhati-hati ketika digunakan
karena memiliki nilai rasa yang negatif. Ada pula kata yang memiliki nilai rasa positif sehingga
lebih mudah menggunakannya dalam berbagai kepentingan.
Munculnya nilai rasa kata berkaitan erat dengan norama agama, kepercayaan, sosial
budaya, dan pandangan hidup suatu masyarakat. Bisa jadi pada sebuah masyarakat sebuah kata
bermakna positif, tetapi di tempat lain bermakna negatif. Hal ini disebabkan karena masing-
masing daerah memiliki budaya dan pengetahuan berbeda untuk sebuah istilah yang sama.
Bahkan dalam sebuah masyarakat, nilai rasa sebuah kata bisa berubah seiring jalannya waktu.
Kata yang awalnya diaggap bernilai positif (baik) bisa jadi berubah menjadi bernilai rasa negatif.
Nilai rasa kata dalam bahasa Indonesia bisa diperinci menjadi beberapa istilah antara lain,
konotasi, eufemia, disfemia, tabu, dan ameliorasi, serta peyorasi. Berikut penjelasannya:
Konotasi
Dalam pembahasan nilai rasa kata, konotasi memiliki pengertian bahwa, sebuah kata ada
yang bernilai positif, bernilai negatif, ada pula yang netral. Yang bernilai rasa positif adalah
ketika seorang mendengar bahkan disebut menggunakan kata tersebut orang tersebut akan
bangga dan senang. Jika kata yang bernilai rasa negatif dilekatkan kepada seseorang, maka akan
muncul rasa tidak senang, sedangkan kata yang bernilai rasa netral tidak menyebabkan senang,
juga tidak menyebabkan tidak senang.
Contoh konotasi nilai rasa dalam bahasa Indonesa adalah kata yang bersinonim berikut ini:
kurus, kerempeng, dan langsing. Ketiga kata tersebut pada dasarnya memiliki makna yang sama
(serupa) tetapi penggunaannya harus disesuaikan dengan nilai rasa yang terkandung di dalamnya,
agar apa yang diinginkan oleh pembicara dapat diterima dengan baik oleh pendengarnya.
Kata kerempeng memiliki nilai rasa negatif. Kata tersebut bisa dianggap menghina.
Sementara itu, kata langsing memiliki nilai rasa positif yaitu bentuk tubuh yang ideal. Orang
lebih suka disebut langsing daripada disebut kerempeng. Kerempeng identik dengan kekurangan
gizi pada tubuh, sementara langsing identik dengan bentuk tubuh yang inah. Sementar itu, kata
kurus tidak memiliki nilai positif maupun negatif.
Tidak semua kata memiliki sinonim dalam tiga tataran makna konotasi seperti di atas.
Sebagian besar kata dalam bahasa Indonesia memiliki dua makna, antara netral dan positif saja
atau netral dan negatif saja.
Contoh yang lain, sebuah kata bisa dianggap negatif di suatu tempat tetapi memiliki nilai rasa
netral di tempat yang lain. Contoh kata babi. Di tempat yang mayoritas penduduknya muslim,
tentu kata tersebut memiliki nilai rasa konotasi negatif, tetapi di tempat yang sebagian besar
masyarakatnya mengonsumsi hewan tersebut, kata babi bernilai rasa netral.
Eufemia (Eufemisme)
Pengertian Eufemia/Eufemisme sering bersinggungan dengan pengertian konotasi. Hal
ini wajar karena memang sama-sama berkaitan dengan nilai rasa kata. Tetapi pada dasarnya
keduanya berbeda. Konotasi menyangkut nilai rasa pada kata. Sedangkan eufemia atau
eufemisme merupakan hasil tinggakan penuturnya atau bisa juga disebut sebagai usaha manusia /
penutur untuk menghaluskan sebuah kata dengan tujuan untuk mempersopan ucapan.
Contoh eufemia / eufemisme:
Kata bodoh disopankan dengan menggantinya dengan tidak pandai.
Kata zakar tidak digunakan tetapi diganti dengan alat vital pria.
Penggunaan istilah lain dengan menggabungkan beberapa kata seperti di atas digunakan
untuk mempersopan ucapan. Hal ini karena pada dasarnya eufemia atau eufemisme untuk
menghindari kata-kata yang jorok. Misalnya kata tai tidak digunakan melainkan menggunakan
kotoran manusia. Namun, pada perkembangannya eufemia atau eufemisme digunakan untuk
menghindari / menutupi tindakan kejahatan. Misalnya dengan mengganti kata korupsi dengan
menyalahgunakan wewenang. Sama halnya dengan kata uang pelicin untuk mengganti sogokan.
Disfemia
Disfemia merupakan kebalikand dari eufemia atau eufemisme. Jika eufemia bertujuan
untuk mempersopan ucapan, disfemia merupakan usaha atau tindakan untuk mengganti
ungkapan yang halus dengan ungkatpan yang lebih kasar dan menohok. Hal ini digunakan untuk
menunjukkan kejengkelan, kekesalahan, dan bahkan sindiran tajam.
Contoh disfemia: kata mencetak gol tidak memiliki tendensi untuk menghina atau kasar, tetapi
ada yang mengganti ungkapan tersebut dengan merobek gawang lawan, membobol pertahanan
dua ungkapan tersebut lebih bernilai rasa untuk merendahkan lawan yang kebobolan.
Pada dasarnya eufemia atau eufemisme dan disfemia mrupakan masalah retorika bahasa.
Ketabuan
Ketabuan dalam berbahasa berkaitan erat dengan kepercayaan masyarakat. Dalam
kebudayaan Jawa disebut juga gak ilok (makna asalnya: tidak bagus). Contoh kata-kata tabu
yang diucapkan di dalam hutan. Tidak boleh menyebut kata macan (harimau) karena ada
kepercayaan jika namanya disebut hewan pemakan daging tersebut bisa seketika muncul dan
menyerang. Maka digantilah kata macan dengan cara menyebutnya: mbahe. Begitu pula dengan
ular yang diganti penyebutannya degnan oyot (akar).
Kata tabu tidak hanya berkaitan dengan kepercayaan masyarakat, melainkan pula
berkaitan dengan kesopanan. Contoh kata senggama tabu untuk diucapkan maka diganti dengan
kata hubungan suami istri. Kata alat kelamin diganti dengan rahasia lelaki atau kehormatan
wanita.
Memang ada kemiripan antara ketabuan dan eufemia/eufemisme, tetapi sebenarnya berbeda.
Tidak digunakannya kata tabu berkaitan dengan tidak boleh sementara eufemia/eufemisme
berkaitan dengan kata yang tidak sopan.
Peyorasi dan Ameliorasi
Kedua istilah tersebut digunakan untuk menggambarkan perubahan nilai rasa kata dalam
sebuah masyarakat. Tentu hal ini berkaitan dengan dengan pandangan masyarakat. Misalnya
penggunaan sapaan bung dianggap lebih tinggi jika dibandingkan dengan sapaan bang. Kata
bung identik dengan tokoh-tokoh besar semisal Bung Karno, Bung Hatta, Bung Tomo. sementara
itu kata sapaan bang identik dengan orang kecil misalnya bang tukang sayur dan bang penjual
bakso.
Kata yang nilai rasanya menjadi lebih tinggi disebut mengalami proses ameliorasi, sementara
kata yang nilai rasanya menjadi lebih rendah dari sebelumnya disebut dengan peyorasi.
Ada kemungkinan nilai rasa berubah dari waktu ke waktu. Sekali lagi ini berkaitan
dengan keadaan sosial masyarakat penuturnya. Misalnya kata sapaan cak dalam bahasa Jawa
Jawatimuran. Identik pula dengan orang kecil, itu dulu. Sekarang banyak pula tokoh besar yang
berasal dari Jawa Timur yang dipanggil cak. Misalnya Cak Imin (Muhaimin Iskandar, mantan
menteri era SBY), juga Cak Lontong pelawak. Kata cak yang awalnya identik dengan becak
mengalami ameliorasi menjadi lebih tinggi nilai rasanya.
Gambar Kata – Kata Kata Sindiran Kasar
Kata Kata Sindiran Pedas, Kata Kata Sindiran Frontal. memang tak ada habisnya ya
kalau membahas soal sindiran. kamu semua pasti tahu kan kalau sindir menyindir itu nggak
baik? malah mendekatkan kita kepada dosa karena ngomongin orang lain? ya itulah anak muda,
sangat suka denga hal-hal yang menantang, masih sulit untuk mengendalikan emosi. marah
memang hal yang sangat wajar, apalagi jika kemarahan kita itu disebabkan karena ulah orang
lain? tentu kita nggak terima dong, pernah diejek, dibully, dikatain, atau dihina-hina oleh orang
lain bisa membuat kita menjadi emosi dan endingnya pun kita susah untuk mengontrol diri.
Kata Kata Sindiran Keras dan Kasar
kurang baik jika kita mengucapkan kata-kata kotor saat emosi, memang hal ini sangat
sulit sekali untuk dikendalikan. apalagi jika melihat perasaan kita yang sudah tersakiti, tentunya
semua yang ada didalam hati ingin sekali untuk diluapkan secara frontal. kamu boleh saja emosi
dan marah tetapi kamu juga harus ingat, ada hal yang lebih indah selain kamu marah-marah
nggak jelas. mendingan kamu diam dan menenangkan diri terlebih dahulu. kalau masih bisa
untuk sabar ya bersabar saja, jangan terlalu ngotot untuk marah-marah.
E. Pengertian Diksi
Diksi adalah pilihan kata. Maksudnya, kita memilih kata yang tepat untuk menyatakan sesuatu.
Pilihan kata merupakan satu unsur yang sangat penting, baik dalam dunia karang-mengarang
maupun dalam dunia tutur setiap hari.
Kata yang tepat akan membantu seseorang mengungkapkan dengan tepat apa yang ingin
disampaikannya, baik lisan maupun tulisan. Di samping itu, pemilihan kata itu harus pula sesuai
dengan situasi dan tempat penggunaan kata-kata itu.
Diksi dapat diartikan sebagai pilihan kata, gaya bahasa, ungkapan-ungkapan pengarang untuk
mengungkapkan sebuah cerita.
Agar menghasilkan cerita yang menarik, diksi atau pemilihan kata harus memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut:
1. Ketepatan dalam pemilihan kata dalam menyampaikan gagasan.
2. Pengarang harus memiliki kemampuan dalam membedakan secara tepat nuansa-nuansa
makna, sesuai dengan gagasan yang ingin disampaikan dan kemampuan menemukan bentuk
yang sesuai dengan situasi dan nilai rasa pembaca.
3. Menguasai berbagai macam kosakata dan mempu memanfaatkan kata-kata tersebut menjadi
kalimat yang jelas, efektif, dan efisien.
Fungsi dari diksi :
1. Untuk mencegah kesalah pahaman.
2. Untuk mencapai target komunikasi yang efektif.
3. Untuk Melambangkan gagasan yang di ekspresikan secara verbal.
4. Supaya suasana yang tepat bisa tercipta.
5. Membentuk gaya ekspresi gagasan yang tepat (sangat resmi, resmi, tidak resmi) sehingga
menyenangkan pendengar atau pembaca.
Ciri-ciri Definisi
Suatu arti/makna kata tidak bisa langsung disebut sebagai definisi, karena definisi
mempunyai ciri-ciri khusus. Adapun arti/makna kata bisa diartikan sebagai definisi jika terdapat
unsur kata atau istilah yang didefinisikan, atau lazim disebut definiendum. Selanjutnya, di dalam
arti tersebut harus terdapat unsur kata, frasa, atau kalimat yang berfungsi menguraikan
pengertian, lazim disebut definiens, dan tentunya juga harus ada pilihan katanya.
Pilihan kata tersebut ialah di mana definiens dimulai dengan kata benda, didahului kata ada-lah.
Misalnya kalimat Cinta adalah perasaan setia, bangga, dan prihatin dan kalimat Mahasiswa
adalah pelajar di perguruan tinggi. Yang kedua, definiens dimulai dengan selain kata benda
umpamanya kata kerja atau didahului kata yaitu'. Sebagai contoh Setia yaitu merasa
terdorong untuk mengakui, memahami, menerima, menghargai, menghormati, mematuhi,
dan melestarikan.
Kemudian, definiens juga diharuskan memberi pengertian rupa atau wujud diawali kata
merupakan, seperti kalimat Mencintai merupakan tindakan terpuji untuk mengakhiri
konflik.'
Adapun yang terakhir ialah bahwa definiens merupakan sebuah sinonim yang didahului kata
ialah. Misalnya Pria ialah laki-laki.
Klasifikasi Definisi
Definisi dapat dibedakan atas: definisi nominal, definisi formal, definisi personal, definisi
kerja atau definisi operasional, dan definisi luas.[1]
Definisi Nominal
Definisi nominal berupa pengertian singkat. Definiens pada definisi jenis ini terbagi
menjadi ada tiga macam.
Pertama, sinonim atau padanan, seperti kata manusia yang bersinonim dengan kata
orang, maka jika ditulis hasilnya adalah Manusia]] ialah orang. Selanjutnya terkait dengan
terjemahan dari bahasa lain, contohnya Kinerja ialah performance. Asal-usul sebuah kata dalam
definisi nominal juga merupakan hal yang penting, contoh: Psikologi berasal dari kata "psyche"
berarti jiwa, dan "logos" berarti ilmu, psikologi ialah ilmu jiwa.
Definisi Formal
Definisi formal disebut juga definisi [terminologis, yaitu definisi yang disusun
berdasarkan logika formal yang terdiri tiga unsur.
Struktur definisi ini berupa "kelas", "genus", "pembeda" (deferensiasi).
Ketiga unsur tersebut harus tampak dalam definiens. Struktur formal diawali dengan klarifikasi,
diikuti dengan menentukan kata yang akan dijadikan definiendium, dilanjutkan dengan
menyebut genus, dan diakhiri dengan menyebutkan kata-kata atau deskripsi pembeda.
Pembeda harus lengkap dan menyeluruh sehingga benar-benar menunjukkan pengertian
yang sangat khas dan membedakan pengertian dari kelas yang lain.[1] Contoh kalimat yang
merupakan definisi formal adalah Mahasiswa adalah pelajar di perguruan tinggi.
Definisi formal mempunyai syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi agar sesuai dengan
aturan yang ada.
Di antaranya, fefiniendium dan definiens bersifat koterminus, mempunyai makna yang
sama.
Kemudian, definiendium dan definiens bersifat konvertabel, dapat ditukarkan tempatnya dan
definiens tidak berupa sinonim, padanan, terjemahan, etimologi, bentuk populer, atau
pengulangan definiendium.[1] Lihat perbandingannya:
(a) Manusia adalah orang yang berakal budi (salah)
(b) Manusia adalah insan yang berakal budi (salah)
(c) Manusia adalah ciptaan Tuhan yang paling sempurna(benar)
Menemukan berbagai macam definisi dalam kamus
Selanjutnya definiens bukanlah kiasan, perumpamaan, atau pengandaian.
Contonya kalimat Manusia adalah bagaikan hewan yang tidak pernah merasa puas (salah), kata
bagaikan dalam kalimat ini merupakan sesuatu yang tidak dibenarkan dalam definisi formal.
Contoh yang benar berada dalam kalimat Manusia adalah ciptaan Tuhan yang diperintahkan
untuk beribadah kepada-Nya.
Syarat berikutnya yaitu definiens menggunakan makna pararel dengan definiendium, tidak
menggunakan kata dimana, yang mana, jika, misalnya, dan lain-lain, definiens juga harus
menggunakan bentuk positif, bukan kalimat negatif; tanpa kata negatif; tidak, bukan.
Misalnya bentuk kalimat negatif Pendidikan kewarganegaraan "tidak lain" adalah pembinaan
pelajar agar menjadi warga negara yang baik sehingga mampu hidup bersama dalam
masyarakat, baik sebagai anggota keluarga, masyarakat, maupun warga negara, sedang yang
benar adalah Pendidikan kewarganegaraan adalah pembinaan pelajar agar menjadi warga
negara yang baik sehingga mampu hidup bersama dalam keluarga, masyarakat, dan negara.
Lagi, pembeda (deferiansi)pada definiens harus mencukupi sehingga menghasilkan makna yang
tidak bisa (samar)dengan kelas yang lain.[1] Hal ini bisa ditemukan dalam kalimat Manusia
adalah ciptaan Tuhan yang paling sempurna, tidak benar jika hanya dikatakan bahwa manusia
adalah ciptaan Tuhan.
Definisi Operasional
Definisi operasional adalah batasan pengertian yang dijadikan pedoman untuk melakukan
suatu kegiatan atau pekerjaan, misalnya penelitian.[1] Oleh karena itu, definisi ini disebut juga
definisi kerja karena dijadikan pedoman untuk melaksanakan suatu penelitian atau pekerjaan
tertentu.
Definisi ini disebut juga definisi subjektif karena disusun berdasarkan keinginan orang
yang akan melakukan pekerjaan.
Yang merupakan ciri-ciri definisi operasional ialah mengacu pada target pekerjaan yang dicapai,
berisi pembatasan konsep, tempat, dan waktu, dan bersifat aksi, tindakan, atau pelaksanaan suatu
kegiatan.
Definisi Paradigmatis
Definisi paradigmatis/personal bertujuan untuk mempengaruhi pola berpikir oranglain.
Definisi jenis ini disusun berdasarkan pendapatan nilai-nilai tertentu.[1]
Ada empat ciri-ciri definisi paradigmatis, yakni; disusun berdasarkan paradigma (pola pikir)
nilai-nila tertentu, berfungsi untuk mempengaruhi sikap, perilaku, atau tindakan orang lain,
bertujuan agar pembaca mengubah sikap sesuai dengan definisi, berhubungan dengan nilai-nilai
tertentu, misalnya: bisnis, etika, budaya, ajaran, falsafah, tradisi, adat istiadat, pandangan hidup.
Adapun fungsi definisi paradigmatis dapat dikategorikan menjadi empat bagian: pertama, untuk
mengembangkan pola berpikir; kedua, mempengaruhi sikap pembaca atau pendengar; ketiga,
mendukung argumentasi atau pembuktikan dan memberikan efek persuasif.
Definisi Luas
Definisi luas adalah batasan pengertian yang sekurang-kurangnya terdiri atas satu
paragraf. Definisi ini diperlukan pada konsep yang rumit yang tidak dapat dijelaskan dengan
kalimat pendek.
Ciri-cirinya adalah dalam definisi tersebut hanya berisi satu gagasan yang merupakan
definiendium, tidak menggunakan kata kias, setiap kata dapat dibuktikan atau diukur
kebenarannya, dan menggunakan penalaran yang jelas.
Contohnya dalam kalimat berikut Konsep ketahanan nasional tidak dapat hanya didefinisikan
dengan kemampuan dinamik suatu bangsa yang berisikan keuletan dan ketangguhan serta
mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi ancaman,
gangguan, hambatan, dan tantangan dari luar maupun dalam, langsung tidak langsung yang
membahayakan identitas, integritas, kelangsungan hidup bangsa dan negara untuk mencapai
tujuan nasional.
Karena itu konsep tersebut harus diberi definisi luas agar diketahui perkembangan konsep,
unsur-unsurnya, pengembangannya di dalam semua aspek kehidupan bangsa dan negara.
Definisi Intensional
Suatu definisi menentukan arti suatu kata dengan menunjukkan kualitas-kualitas atau ciri-
ciri yang terkandung dalam kata itu.
Sebagai contoh kalimat Es adalah air yang membeku.
BAB III
PENUTUP
A. SARAN
Kritik dan saran yang bersifat membangun dapat membantu kelompok kami sebagai bahan
acuan perbaikan, karena makakalah yang kami susun jauh dari kata sempurna sehingga
segala sesuatunya perbaikan tata kelolah penyusunan bisa lebih efekti dan efisien ketika
kritikan dan saran itu bisa tersalurkan kepada kelompok kami, sehingga kelompok kami
menjadikan informasi pembelajaran.
B. Kesimpulan . . . . . . . . . . . .