HIPERTENSI
Dokter Pembimbing :
Disusun Oleh :
030.09.140
Makalah referat dengan judul “Hipertensi” telah diterima dan disetujui pada tanggal
November 2013 sebagai salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit
Dalam Periode 30 September – 7 Desember 2013 di RSUD KOTA BEKASI.
2
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan
hidayah –Nyalah penulis dapat menyelesaikan tugas referat dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu
Penyakit Dalam di RSUD Kota Bekasi, mengenai “HIPERTENSI”.
Dalam penyusunan tugas dan materi ini, tidak sedikit hambatan yang dihadapi.
Namun, penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat
bantuan, dorongan, dan bimbingan semua pihak sehingga kendala-kendala yang penulis
hadapi dapat teratasi. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima
kasih sebesar-besarnya kepada dr. Dr. Hj. Etty Siti Aminah, Sp. PDsebagai dokter
pembimbing dalam pembuatan referat ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan referat ini masih terdapat banyak
kekurangan. Oleh karena itu, penulis terbuka terhadap kritik dan saran yang membangun dari
semua pihak. Semoga referat ini dapat bermanfaat dan membantu teman sejawat serta para
pembaca pada umumnya dalam memahami Hipertensi.
3
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN 2
KATA PENGANTAR 3
DAFTAR ISI 4
BAB I PENDAHULUAN 6
BAB II HIPERTENSI 7
2.1 Definisi 7
2.4 Epidemiologi 10
2.5 Kriteria 11
2.5 Klasifikasi 12
2.7 Patofisiologi 14
2.8 Manifestasi Klinis 15
2.9 Diagnosis 15
2.10 Tatalaksana 18
2.11 Penatalaksanaan Hipertensi Pada Keadaan Khusus 26
2.11.1 Kelainan jantung dan pembuluh darah 26
2.12 Komplikasi 34
2.14 Prognosis 34
4
BAB IV DAFTAR PUSTAKA 36
BAB I
PENDAHULUAN
5
Hipertensi atau tekanan darah tinggi masih menjadi masalah pada hampir semua
golongan masyarakat baik di Indonesia maupun diseluruh dunia. Di seluruh dunia ,
peningkatan tekanan darah diperkirakan menyebabkan 7,5 juta kematian, sekitar 12,8%
dari total kematian di seluruh dunia. Di Indonesia, prevalensi masyarakat yang terkena
hipertensi berkisar antara 6-15% dari total penduduk.
Hipertensi merupakan suatu penyakit sistemik yang dapat mempengaruhi kinerja
berbagai organ. Hipertensi juga menjadi suatu factor resiko penting terhadap terjadinya
penyakit seperti penyakit jantung koroner, gagal jantung dan stroke. Apabila tidak
ditanggulangi secara tepat, akan terjadi banyak kerusakan organ tubuh. Hipertensi disebut
sebagai silent killer karena dapat menyebabkan kerusakan berbagai organ tanpa gejala
yang khas.
Penderita hipertensi yang tidak terkontrol sewaktu-waktu bisa jatuh ke dalam
keadaan gawat darurat. Diperkirakan sekitar 1-8% penderita hipertensi berlanjut menjadi
“krisis hipertensi” dan banyak terjadi pada usia sekitar 30-70 tahun. Namun, krisis
hipertensi jarang ditemukan pada penderita dengan tekanan darah normal tanpa penyebab
sebelumnya. Pengobatan yang baik dan teratur dapat mencegah insiden krisis hipertensi
maupun komplikasi lainnya menjadi kurang dari 1%.1
1.2 Tujuan
Penulisan referat ini bertujuan untuk lebih memahami mengenai hipertensi, cara
mendiagnosisnya dan penatalaksanaannya serta untuk member pengetahuan kepada
pembaca.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Hipertensi didefinisikan sebagai peningakatan tekanan darah sistolik sedikitnya
140 mmHg atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg menurut JNC VII.
6
Tekanan darah ditentukan oleh 2 faktor utama, yaitu curah jantung (cardiac
output) dan resistensi vascular perifer (peripheral vascular resistance). Curah jantung
merupakan hasil kali antara frekuensi denyut jantung dengan isi sekuncup (stroke
volume), sedangkan isi sekuncup ditentukan oleh aliran balik vena (venous return) dan
kekuatan kontraksi miokard. Resistensi perifer ditentukan oleh tonus otot polos pembuluh
darah, elastisitas pembuluh darah dan viskositas darah. Semua parameter tersebut dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: system saraf simpatis dan parasimpatis,
system rennin-angiotensin- aldosteron (SRAA) dan faktor local berupa bahan-bahan
vasoaktif yang diproduksi oleh sel endotel pembuluh darah.
Sistem saraf simpatis bersifat presif yaitu meningkatkan tekanan darah dengan
meningkatkan frekuensi denyut jantung, memperkuat kontraktilitas miokard, dan
meningkatkan resistensi pembuluh darah. Sistem parasimpatis justru kebalikannya yaitu
bersifat defresif. Apabila terangsang, maka akan menurunkan tekanan darah karena
menurunkan frekuensi denyut jantung. SRAA juga bersifat presif karena dapat memicu
pengeluaran angiotensin II yang memiliki efek vasokonstriksi pembuluh darah dan
aldosteron yang menyebabkan retensi air dan natrum di ginjal sehingga meningkatkan
volume darah.
Sel endotel pembuluh darah juga memegang peranan penting dalam terjadinya
hipertensi. Sel endotel pembuluh darah memproduksi berbagai bahan vasoaktif yang
sebagiannya bersifat vasokonstriktor seperti endotelin, tromboksan A2 dan angiotensin II
local. Sebagian lagi bersifat vasodilator seperti endothelium-derived relaxing factor
7
(EDRF), yang dikenal juga sebagai nitrit oxide (NO) dan prostasiklin (PGI2). Selain itu
jantung terutama atrium kanan memproduksi hormone yang disebut atriopeptin (atrial
natriuretic peptide, ANP) yang cenderung bersifat diuretic, natriuretik dan vasodilator
yang cenderung menurunkan tekanan darah. 2
Peranan renin-angiotensin sangat penting pada hipertensi renal atau yang disebabkan
karena gangguan pada ginjal. Apabila bila terjadi gangguan aliran sirkulasi darah pada ginjal,
maka ginjal akan banyak mensekresikan sejumlah besar renin. Menurut Guyton dan Hall
(1997), renin adalah enzim dengan protein kecil yang dilepaskan oleh ginjal bila tekanan
arteri turun sangat rendah. Menurut Klabunde (2007) pengeluaran renin dapat disebabkan
aktivasi saraf simpatis (pengaktifannya melalui β1-adrenoceptor), penurunan tekanan arteri
ginjal (disebabkan oleh penurunan tekanan sistemik atau stenosis arteri ginjal), dan
penurunan asupan garam ke tubulus distal.
8
Renin bekerja secara enzimatik pada protein plasma lain, yaitu angiotensinogen untuk
melepaskan angiotensin I. Angiotensin I memiliki sifat vasokonstriktor yang ringan,
selanjutnya akan diaktifkan angiotensin II oleh suatu enzim, yaitu enzim pengubah, yang
terdapat di endotelium pembuluh paru yang disebut Angiotensin Converting Enzyme (ACE).
Angiotensin II adalah vasokonstriktor yang sangat kuat, dan memiliki efek-efek lain yang
juga mempengaruhi sirkulasi. Angiotensin II menetap dalam darah hanya selama 1 atau 2
menit karena angiotensin II secara cepat akan diinaktivasi oleh berbagai enzim darah dan
jaringan yang secara bersama-sama disebut angiotensinase Selama angiotensin II ada dalam
darah, maka angiotensin II mempunyai dua pengaruh utama yang dapat meningkatkan
tekanan arteri. Pengaruh yang pertama, yaitu vasokontriksi, timbul dengan cepat.
Vasokonstriksi terjadi terutama pada arteriol dan sedikit lebih lemah pada vena. Konstriksi
pada arteriol akan meningkatkan tahanan perifer, akibatnya akan meningkatkan tekanan
arteri. Konstriksi ringan pada vena-vena juga akan meningkatkan aliran balik darah vena ke
jantung, sehingga membantu pompa jantung untuk melawan kenaikan tekanan.
Cara utama kedua dimana angiotensin meningkatkan tekanan arteri adalah dengan
bekerja pada ginjal untuk menurunkan eksresi garam dan air. Ketika tekanan darah atau
volume darah dalam arteriola eferen turun ( kadang-kadang sebagai akibat dari penurunan
asupan garam), enzim renin mengawali reaksi kimia yang mengubah protein plasma yang
disebut angiotensinogen menjadi peptida yang disebut angiotensin II. Angiotensin II
berfungsi sebagai hormon yang meningkatkan tekanan darah dan volume darah dalam
beberapa cara. Sebagai contoh, angiotensin II menaikan tekanan dengan cara menyempitkan
arteriola, menurunkan aliran darah ke banyak kapiler, termasuk kapiler ginjal. Angiotensin II
merangsang tubula proksimal nefron untuk menyerap kembali NaCl dan air. Hal tersebut
akan jumlah mengurangi garam dan air yang diekskresikan dalam urin dan akibatnya adalah
peningkatan volume darah dan tekanan darah. Pengaruh lain angiotensin II adalah
perangsangan kelenjar adrenal, yaitu organ yang terletak diatas ginjal, yang membebaskan
hormon aldosteron. Hormon aldosteron bekerja pada tubula distal nefron, yang membuat
tubula tersebut menyerap kembali lebih banyak ion natrium (Na+) dan air, serta
meningkatkan volume dan tekanan darah. Hal tersebut akan memperlambat kenaikan voume
cairan ekstraseluler yang kemudian meningkatkan tekanan arteri selama berjam-jam dan
berhari-hari. Efek jangka panjang ini bekerja melalui mekanisme volume cairan ekstraseluler,
bahkan lebih kuat daripada mekanisme vasokonstriksi akut yang akhirnya mengembalikan
tekanan arteri ke nilai normal.
9
2.4 Epidemiologi
Data epidemiologi menunjukkan bahwa dengan meningkatnya populasi usia lanjut
maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar juga bertambah, di mana baik
hipertensi sistolik maupun kombinasi hipertensi sistolik dan diastolik sering timbul pada
lebih dari separuh orang yang berusia > 65 tahun. Selain itu, laju pengendalian tekanan
darah yang dahulu terus meningkat dalam dekade terakhir tidak menunjukkan kemajuan
lagi (pola kurva mendatar) dan pengendalian tekanan darah ini hanya mencapai 34% dari
seluruh pasien hipertensi.
Sampai saat ini, data hipertensi yang lengkap sebagian besar berasal dari negara
maju. Data dari The National Health and Nutrition Examination Survey (NHNES)
menunjukkan bahwa dari tahun ke 1999-2000, insiden hipertensi pada orang dewasa
adalah sekitar 29-31% yang berarti terdapat 58-65 juta orang hipertensi di Amerika dan
terjadi peningkatan 15 juta dari data NHNES III tahun 1988-1991. Hipertensi esensial
sendiri merupakan 95% dari seluruh kasus hipertensi.1
2.5 Kriteria
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dapat diklasifikasikan menjadi hipertensi
esensial/ primer dan hipertensi sekunder. Hipertensi esensial/primer adalah hipertensi
yang tidak diketahui penyebabnya disebut sebagai hipertensi esensial. Sedangkan
hipertensi sekunder adalah hipertensi yang terjadi karena ada suatu penyakit yang
melatarbelakanginya.
Menurut The Seventh of The Joint National Committee on Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) klasifikasi
tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prehipertensi,
hipertensi derajat 1, dan hipertensi derajat 2.3
Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC 7
Klasifikasi Tekanan TDS (mmHg) TDD (mmHg)
Darah
Normal < 120 Dan < 80
Prehipertensi 120-139 Atau 80-90
Hipertensi derajat 1 140-159 Atau 90-99
Hipertensi derajat 2 ≥ 160 Atau ≥ 100
10
Pada orang yang berumur lebih dari 50 tahun, tekanan darah sistolik > 140 mmHg
merupakan faktor risiko yang lebih penting untuk terjadinya penyakit kardiovaskuler
daripada tekanan darah diastolik.
Risiko penyakit kardiovaskuler dimulai pada tekanan darah 115/75 mmHg, meningkat
2 kali dengan tiap kenaikan 20/10 mmHg.
Risiko penyakit kardiovaskuler bersifat kontinyu, konsisten, dan independen dari
faktor risiko lainnya.
2.6 Klasifikasi
2.6.1 Berdasarkan Etiologinya
Hipertensi berdasarkan etiologi / penyebabnya dibagi menjadi 2 :
Hipertensi Primer atau Esensial
Hipertensi primer atau yang disebut juga hipertensi esensial atau
idiopatik adalah hipertensi yang tidak diketahui etiologinya/penyebabnya.
90% dari semua penyakit hipertensi merupakan penyakit hipertensi
esensial.
Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang terjadi sebagai akibat
suatu penyakit, kondisi dan kebiasaan. Karena itu umumnya hipertensi ini
sudah diketahui penyebabnya. Terdapat 10% orang menderita apa yang
dinamakan hipertensi sekunder. Skitar 5-10% penderita hipertensi
penyebabnya adalah penyakit ginjal (stenoisarteri renalis, pielonefritis,
glomerulonefritis, tumor ginjal), sekitar 1-2% adalah penyakit kelaian
hormonal (hiperaldosteronisme, sindroma cushing) dan sisanya akibat
pemakaian obat tertentu (steroid, pil KB).4
2.7.2 Ras
11
Orang –orang yang hidup di masyarakat barat mengalami hipertensi secara merata
yang lebih tinggi dari pada orang berkulit putih. Hal ini kemungkinan disebabkan
karena tubuh mereka mengolah garam secara berbeda.
2.7.3 Usia
Hipertensi lebih umum terjadi berkaitan dengan usia, Khususnya pada masyarakat
yang banyak mengkonsumsi garam. Wanita pre – menopause cenderung memiliki
tekanan darah yang lebih tinggi daripada pria pada usia yang sama, meskipun
perbedaan diantara jenis kelamin kurang tampak setelah usia 50 tahun. Penyebabnya,
sebelum menopause, wanita relatif terlindungi dari penyakit jantung oleh hormon
estrogen. Kadar estrogen menurun setelah menopause dan wanita mulai menyamai
pria dalam hal penyakit jantung
2.7.6 Obesitas
Pada orang yang obesitas terjadi peningkatan kerja pada jantung untuk memompa
darah agar dapat menggerakan beban berlebih dari tubuh tersebut. Berat badan yang
berlebihan menyebabkan bertambahnya volume darah dan perluasan sistem sirkulasi.
Bila bobot ekstra dihilangkan, TD dapat turun lebih kurang 0,7/1,5 mmHg setiap kg
penurunan berat badan. Mereduksi berat badan hingga 5-10% dari bobot total tubuh
dapat menurunkan resiko kardiovaskular secara signifikan.
12
2.7.7 Asupan garam Na
Ion natrium mengakibatkan retensi air, sehingga volume darah bertambahdan
menyebabkan daya tahan pembuluh meningkat. Juga memperkuat efek vasokonstriksi
noradrenalin. Secara statistika, ternyata bahwa pada kelompok penduduk yang
mengkonsumsi terlalu banyak garam terdapat lebih banyak hipertensi daripada orang-
orang yang memakan hanya sedikit garam.
2.7.8 Rokok
Nikotin dalam tembakau adalah penyebab tekanan darah meningkat. Hal ini karena
nikotin terserap oleh pembuluh darah yang kecil dalam paru – paru dan disebarkan
keseluruh aliran darah. Hanya dibutuhkan waktu 10 detik bagi nikotin untuk sampai
ke otak. Otak bereaksi terhadap nikotin dengan memberikan sinyal kepada kelenjer
adrenal untuk melepaskan efinephrine (adrenalin). Hormon yang sangat kuat ini
menyempitkan pembuluh darah, sehingga memaksa jantung untuk memompa lebih
keras dibawah tekanan yang lebih tinggi.
2.8 Patofisiologi
2.8.1 Hipertensi primer
Beberapa teori patogénesis hipertensi primer meliputi :
Aktivitas yang berlebihan dari sistem saraf simpatik
Aktivitas yang berlebihan dari sistem RAA
Retensi Na dan air oleh ginjal
Inhibisi hormonal pada transport Na dan K melewati dinding sel pada ginjal dan
pembuluh darah
Interaksi kompleks yang melibatkan resistensi insulin dan fungsi endotel
Sebab – sebab yang mendasari hipertensi esensial masih belum diketahui. Namun
sebagian besar disebabkan oleh resistensi yang semakin tinggi (kekakuan atau
kekurangan elastisitas) pada arteri – arteri yang kecil yang paling jauh dari jantung
(arteri periferal atau arterioles), hal ini seringkali berkaitan dengan faktor-faktor genetik,
obesitas, kurang olahraga, asupan garam berlebih, bertambahnya usia, dll.4
13
Patofisiologi hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder disebabkan oleh suatu proses penyakit sistemik yang
meningkatkan tahanan pembuluh darah perifer atau cardiac output, contohnya adalah
renal vaskular atau parenchymal disease, adrenocortical tumor,feokromositoma dan
obat-obatan. Bila penyebabnya diketahui dan dapat disembuhkan sebelum terjadi
perubahan struktural yang menetap, tekanan darah dapat kembali normal.
2.10 Diagnosis
1. Anamnesis
Anamnesis yang perlu ditanyakan kepada seorang penderita hipertensi meliputi:
a. Lama menderita hipertensi dan derajat tekanan darah
b. Indikasi adanya hipertensi sekunder
Keluarga dengan riwayat penyakit ginjal (ginjal polikistik)
Adanya penyakit ginjal, infeksi saluran kemih hematuri, pemakaian oba-
obatan analgesic dan obat/ bahan lain.
Episode berkeringat, sakit kepala, kecemasan palpitasi (feokromositoma).
14
c. Faktor-faktor resiko (riwayat hipertensi/ kardiovaskular pada pasien atau
keluarga pasien, riwayat hiperlipidemia, riwayat diabetes mellitus, kebiasaan
merokok, pola makan, kegemukan, insentitas olahraga)
d. Gejala kerusakan organ
Otak dan mata: sakit kepala, vertigo, gangguan penglihatan, transient
ischemic attacks, defisit neurologis
Jantung: Palpitasi,nyeri dada, sesak, bengkak di kaki
Ginjal: Poliuria, nokturia, hematuria
e. Riwayat pengobatan antihipertensi sebelumnya
2. Pemeriksaan Fisik
a. Memeriksa tekanan darah
Pengukuran rutin di kamar periksa
- Pasien diminta duduk dikursi setelah beristirahat selam 5 menit, kaki di
lantai dan lengan setinggi jantung
- Pemilihan manset sesuai ukuran lengan pasien (dewasa: panjang 12-
13, lebar 35 cm)
- Stetoskop diletakkan di tempat yang tepat (fossa cubiti tepat diatas
arteri brachialis)
- Lakukan penngukuran sistolik dan diastolic dengan menggunakan
suara Korotkoff fase I dan V
- Pengukuran dilakukan 2x dengan jarak 1-5 menit, boleh diulang kalau
pemeriksaan pertama dan kedua bedanya terlalu jauh.
Pengukuran 24 jam (Ambulatory Blood Pressure Monitoring-ABPM)
- Hipertensi borderline atau yang bersifat episodic
- Hipertensi office atau white coat
- Hipertensi sekunder
- Sebagai pedoman dalam pemilihan jenis obat antihipertensi
- Gejala hipotensi yang berhubungan dengan pengobatan antihipertensi
Pengukuran sendiri oleh pasien
b. Evaluasi penyakit penyerta kerusakan organ target serta kemungkinan
hipertensi sekunder
Umumnya untuk penegakkan diagnosis hipertensi diperlukan pengukuran
tekanan darah minimal 2 kali dengan jarak 1 minggu bila tekanan darah < 160/100
mmHg.
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pasien hipertensi terdiri dari:
Tes darah rutin (hemoglobin, hematokrit, leukosit, trombosit)
Urinalisis terutama untuk deteksi adanya darah, protein, gula
Profil lipid (total kolesterol (kolesterol total serum, HDL serum, LDL serum,
trigliserida serum)
Elektrolit (kalium)
15
Fungsi ginjal (Ureum dan kreatinin)
Asam urat (serum)
Gula darah (sewaktu/ puasa dengan 2 jam PP)
Elektrokardiografi (EKG)
Beberapa anjurantest lainnya seperti:
Ekokardiografi jika diduga adanya kerusakan organ sasaran seperti adanya LVH
Plasma rennin activity (PRA), aldosteron, katekolamin urin
Ultrasonografi pembuluh darah besar (karotis dan femoral)
Ultrasonografi ginjal jika diduga adanya kelainan ginjal
Pemeriksaaan neurologis untuk mengetahui kerusakan pada otak
Funduskopi untuk mengetahui kerusakan pada mata
Mikroalbuminuria atau perbandingan albumin/kreatinin urin
Foto thorax.2
Gambaran kardiomegali
dengan hipertensi pulmonal
2.11 Tatalaksana
Tujuan pengobatan pasien hipertensi adalah:
1. Target tekanan darah < 140/90 mmHg, untuk individu berisiko tinggi (diabetes, gagal
ginjal proteinuria) < 130/80 mmHg
2. Penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler
3. Menghambat laju penyakit ginjal proteinuria
16
Berikut ini merupakan bagan algoritma penanganan hipertensi menurut JNC VII,
2003
17
Algoritma penanganan hipertensi imulai terlebih dahulu dengan perubahan
lifestyle atau gaya hidup. Perubahan lifestyle yang dapat menimbulkan penurunan
terhadap tekanan darah, antara lain3:
18
Menurunkan asupan Pada pasien dengan 2-8 mmHg
garam hipertensi dikenal 3 jenis
diet rendah garam, yaitu:
1. Diet Garam Rendah I
(200-400 mg Na)
Ditujukan pada
pasien dengan
asites/edema dan
hipertensi berat.
Pada kondisi ini
tidak
diperkenankan
menambahkan
garam ke dalam
masakan yang
dikonsumsi dan
menghindari
makanan yang
tinggi natrium.
19
menggunakan garam
dalam pemasakan
sebesar 0,5 sendok
teh(2g).
3. Diet Garam
Rendah III (1000-
1200 mg Na)
Diet ini diberikan
pada pasien dengan
edema atau hipertensi
ringan. Pada
masakannya boleh
ditambahkan garam
dapur sebanyak 1
sendok teh (4g).
Namun tetap
menghindari jenis
makanan yang
mengandung natrium
tinggi.
Latihan fisik Tertutama olahraga 4-9 mmHg
aerobic seperti jalan
cepat, berenang (minimal
30 menit)
Menurunkan konsumsi Tidak lebih dari 2 gelas/ 2-4 mmHg
alcohol berlebih hari untuk pria dan tidak
lebih dari 1 gelas/hari
untuk wanita
Stop merokok
Apabila dengan perubahan lifestyle tidak tercapai target tekanan darah yang
diinginkan (tekanan darah < 140/90 mmHg pada pasien tanpa riwayat diabetes/ penyakit
ginjal kronis dan tekanan darah <130/80 mmHg pada seseorang dengan diabetes/penyakit
ginjal kronis), maka selanjutnya kita mulai terapi inisial dengan obat anti hipertensi oral.
20
Untuk keperluan pengobatan, ada pengelompokkan pasien berdasarkan pertimbangan
khusus (special consederations) yaitu kelompok indikasi yang memaksa (compelling
indications) dan keadaan khusus lainnya (special situations).
Indikasi yang memaksa meliputi:
Gagal jantung
Pasca infark miokardium
Risiko penyakit pembuluh darah koroner tinggi
Diabetes melitus
Penyakit ginjal kronis
Pencegahan stroke berulang
Keadaan khusus lainnya meliputi:
Populasi minoritas
Obesitas dan sindrom metabolik
Hipertrofi ventrikel kanan
Penyakit arteri perifer
Hipertensi pada usia lanjut
Hipotensi postural
Demensia
Hipertensi pada perempuan
Hipertesi pada anak dan dewasa muda
Hipertensi urgensi dan emergensi
Pada pasien hipertensi tanpa kondisi medis yang memaksa, penatalaksanaan obat
anti hipertensi dibagi berdasarkan derajat tekanan darahnya. Pada hipertensi derajat 1
regimen pengobatan dilakukan dengan menggunakan diuretik jenis Thiazid untuk
sebagian besar kasus, dan dapatt dipertimbangkan ACEI, ARB, BB, CCB, atau
kombinasi. Sedangkan pada hipertensi derajat 2 digunakan kombinasi 2 jenis obat untuk
sebagian besar kasusnya, umumnya diuretic jenis thiazid dan ACEI atau ARB atau CCB.
Sedangkan pada pasien dengan indikasi medis yang memaksa, obat yang diberikan adalah
obat-obatan untuk indikasi medis yang memaksa dan anti hipertensi lain (diuretika, ACEI,
ARB, CCB)sesuai dengan kebutuhan.
Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang
dianjurkan JNC 7 yaitu:
Diuretika terutama jenis Thiazide (Thiaz) atau Aldosterone Antagonist (Aldo Ant)
Beta Blocker (BB)
Calcium Channel Blocker atau Calcium Antagonist (CCB)
Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACE-I)
Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 Receptor Antagonist atau Blocker (ARB)
21
Masing-masing obat antihipertensi memiliki efektivitas dan keamanan dalam
pengobatan hipertensi tetapi pemilihan obat antihipertensi juga dipengaruhi beberapa faktor
yaitu:
Faktor sosio-ekonomi
Profil faktor risiko kardiovaskuler
Ada tidaknya kerusakan organ target
Ada tidaknya penyakit penyerta
Variasi individu dari respon pasien terhadap obat antihipertensi
Kemungkinan adanya interaksi dengan obat yang digunakan pasien untuk penyakit
lain
Bukti ilmiah kemampuan obat antihipertensi yang akan digunakan dalam menurunkan
risiko kardiovaskuler
Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terapi dimulai secara bertahap dan target
tekanan darah tinggi dicapai secara progresif dalam beberapa minggu. Dianjurkan untuk
menggunakan obat antihipertensi dengan masa kerja panjang atau yang memberikan
efikasi 24 jam dengan pemberian sekali sehari. Pilihan memulai terapi dengan 1 jenis obat
antihipertensi atau dengan kombinasi tergantung tekanan darah awal dan ada tidaknya
komplikasi. Jika terapi dimulai dengan 1 jenis obat dalam dosis rendah dan kemudian
tekanan darah belum mencapai target, maka langkah selanjutnya adalah meningkatkan
dosis obat tersebut atau berpindah ke antihipertensi lain dengan dosis rendah. Efek
samping umumnya bisa dihindarkan dengan dosis rendah baik tunggal maupun
kombinasi. Sebagian besar pasien memerlukan kombinasi obat antihipertensi untuk
mencapai target tekanan darah tetapi terapi kombinasi dapat meningkatkan biaya
pengobatan dan menurunkan kepatuhan pasien karena jumlah obat yang semakin
bertambah.
Kombinasi yang telah terbukti efektif dan dapat ditoleransi pasien hipertensi
adalah:
CCB dan BB
CCB dan ACEI atau ARB
CCB dan diuretika
AB dan BB
Kadang diperlukan 3 atau 4 kombinasi obat
Diuretika
Angiotensin II
Β Blocker Receptor
Blocker 22
α Blocker Calcium Channel
Blocker
Angiotensin
Converting
Enzyme Inhibitor
Pasien yang telah mulai mendapakan pengobatan harus dilakukan evaluasi lanjutan
dan pengaturan dosis obat sampai target tekanan darah tercapai. Setelah tekanan darah stabil,
kunjungan berikutnya datang dengan interval 3-6 bulan, frekuensi kunjungan ini ditentukan
23
dengan adanya tidaknya komorbiditas seperti gagal jantung, diabetes dan kebutuhan akan
pemeriksaan laboratorium.
Pada beberapa pasien adakalanya terjadi hipertensi yang resisten. Apabila terjadi hal
demikian, perlu dipertimbangkan adanya kedaan sebagai berikut:
a. Pengukuran tekanan darah yang tidak benar
b. Dosis belum memadai
c. Ketidakpatuhan pasien dalam penggunaan obat anti hipertensi
d. Ketidakpatuhan pasien dalam memperbaiki pola hidup
Asupan alcohol berlebih
Kenaikan berat badan berlebih
e. Kelebihan volume cairan tubuh
Asupan garam berlebih
Terapi diuretika tidak cukup
Pennurunan fungsi ginjal berjalan progresif
f. Adanya terapi lain
Masih menggunakan bahan/obat yang dapat meningkatkan tekanan darah
Adanya obat yang mempengaruhi atau berinteraksi dengan kerja obat anti
hipertensi.
g. Penyebab hipertensi lain/ sekunder
Adakalanya seorang dokter umum dianjurkan merujuk ke dokter spesialis/
subspesialis, yaitu pada kondisi:
Jika dalam 6 bulan target pengobatan tidak tercapai
Selain hipertensi ada kondisi lain seperti diabetes mellitus atau penyakit ginjal
(laju filtrate glomerulus mencapai <60 ml/men/1,73 m2 -> konsul penyakit
dalam, sedangkan untuk laju filtrate glomerulus mencapai <
30ml/men/1,73m3-> konsul nefrologi).
24
a. Penyakit Jantung Iskemik :
Penyakit jantung iskemik merupakan “kerusakan organ target” yang paling sering
ditemukan pada pasien dengan hipertensi. Pada pasien hipertensi dengan angina
pektoris stabil obat pilihan pertama b bloker (BB) dan sebagai alternatif
calcium channel blocker (CCB). Pada pasien dengan sindroma koroner akut
(angina pektoris tidak stabil atau infark miokard), pengobatan hipertensi dimulai
dengan BB dan ACEI dan kemudian dapat ditambahkan antihipertensi lain bila
diperlukan. Pada pasien ‘pasca infark miokard’, ACEI, BB dan antagonis
aldosteron terbukti sangat mengungtungkan tanpa melupakan penata laksanaan lipid
profil yang intensif dan penggunaanaspirin.
b. Gagal Jantung :
Gagal jantung dalam bentuk disfungsi ventrikel sistolik dan diastolik terutama
disebabkan oleh hipertensi dan penyakit jantung iskemik. Sehingga penatalaksanaan
hipertensi dan profil lipid yang agresif merupakan upaya pencegahan terjadinya
gagal jantung. Pada pasien asimtomatik dengan terbukti disfungsi ventrikel
rekomendasinya adalah ACEI dan BB . Pada pasien simtomatik dengan disfungsi
ventrikel tau penyakit jantung “end stage” direkoendasikan untuk menggunakan
ACEI, BB dan ARB bersama dengan pemberian diuretik “loop”.
Pada situasi seperti ini pengontrolan tekanan darah sangat penting untuk mencegah
terjadinya progresifitas menjadi disfungsi ventrikel kiri.
KELAS IIa :
25
Penggunaan ACEI pada pasien simtomatik PAP ekstremitas bawah beralasan untuk
menurunkan kejadian kardiovaskular.
KELAS IIb :
Penggunaan ACEI pada pasien asimtomatik PAP ekstremitas bawah dapat
dipertimbangkan untuk menurunkan kejadian kardiovaskular.
Antihipertensi dapat menurunkan perfusi tungkai bawah dan berpotensi
mengeksaserbasi simtom klaudikasio ataupun iskemia tungkai kronis. Kemungkinan
tersebut harus diperhatikan saat memberikan antihipertensi. Namun sebagian besar
pasien dapat mentoleransi terapi antihipertensi tanpa memperburuk simtom PAP dan
penanggulangan sesuai pedoman diperlukan untuk tujuan menurunkan risiko
kejadian kardivaskular.
26
- Penyakit ginjal renovaskular baik stenosis arteri renalis maupun aterosklerosis
renal dapat ditanggulangi secara intervensi (stenting/operasi) ataupun medikal
(pemakaian ACEI dan ARB tidak dianjurkan bila diperlukan terapi obat.
Aldosteronism primer (baik karena adenoma maupun hiperplasia kelenjar adrenal)
dapat ditanggulangi secara medikal (dengan obat antialdosteron) ataupun
intervensi.
Disamping hipertensi, derajad proteinuri ikut menentukan progresi
fungsi ginjal, sehingga proteinuri perlu ditanggulangi secara maksimal dengan
pemberian ACEI/ARB dan CCB golongan non dihidropiridin.
28
Oleh karena hipertensi merupakan faktor risiko utama maka penderita
hipertensi dapat dianggap sebagai “Stroke prone patient”. Pengendalian hipertensi
sebagai faktor risiko akan menurunkan kejadian stroke sebanyak 32%.
• Pengelolaan :
- Non Farmakologis :
Perubahan gaya hidup, antara lain : menurunkan berat badan, meningkatkan
aktifitas fisik, menghentikan merokok dan alkohol, serta mengurangi konsumsi
garam.
- Farmakologis :
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih obat antihipertensi :
Pengaruh terhadap profil lipid
Pengaruh terhadap metabolisme glukosa
30
Pengaruh terhadap resistensi insulin
Pengaruh terhadap huipoglikemia terselubung.
Pada diabetisis dengan tekanan darah sistolik antara 130-139 mmHg atau
tekanan darah diastolik antara 80-89 mmHg diharuskan melakukan perubahan gaya
hidup sampai 3 bulan. Bial gagal mencapai target dapat ditambahkan terapi
farmakologis.
Diabetisis dengan tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau tekanan darah
diastolik > 90 mmHg, disamping perubahan gaya hidup, dapat diberikan terapi
farmakologis secara langsung.
Diberikan terapi kombinasi apabila target terapi tidak dapat dicapai dengan
monoterapi.
Catatan :
- ACEI,ARB, dan CCB golongan non-dihidropiridin dapat memperbaiki
mikroalbuminuria.
- ACEI dapat memperbaiki kinerja kardiovaskular.
- Diuretik (HCT) dosis rendah jangka panjang , TIDAK terbukti memperburuk
toleransi glukosa.
- Pengobatan hipertensi harus diteruskan walaupun sasaran sudah tercapai.
- Bila tekanan darah terkendali, setelah satu tahun dapat dicoba menurunkandosis
secara bertahap.
- Pada orang tua, tekanan darah diturunkan secara bertahap.
31
Tekanan darah > 160/100 mmHg HARUS diturunkan untuk melindungi ibu
terhadap risiko stroke atau untuk memungkinkan perpanjangan masa kehamilan,
sehingga memperbaiki kematangan fetus. Obat yang dapat diberikan ialah :
METHYL DOPA dan NIFEDIPINE.
Obat-obat YANG TIDAK BOLEH DIBERIKAN saat kehamilan adalah
ACEI (berkaitan dengan kemungkinan kelainan perkembangan fetus) dan ARB yang
kemungkinan mempunyai efek sama seperti penyekat ACEI. Diuretik juga TIDAK
digunakan mengingat efek pengurangan volume plasma yang dapat mengganggu
kesehatan janin . terapi definitif ialah MENGHENTIKAN KEHAMILAN atas
indikasi preeklampsia berat setelah usis kehamilan > 35 minggu.
2.13 Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh hipertensi antara lain:
a. Otak : Stroke
b. Jantung : Aterosklerosis, penyakit jantung koroner, gagal jantung
c. Mata : Kebutaan (pecahnya pembuluh darah pada mata)
d. Paru-paru : Edema paru
e. Ginjal : Penyakit ginjal kronik
f. Sistemik :Penyakit arteri perifer atau penyakit oklusi arteri perifer
2.15 Prognosis
Hipertensi dapat dikendalikan dengan baik dengan pengobatan yang tepat. Terapi
dengan kombinasi perubahan gaya hidup dan obat-obatan antihipertensi biasanya dapat
menjaga tekanan darah pada tingkat yang tidak akan menyebabkan kerusakan pada
jantung atau organ lain. Kunci untuk menghindari komplikasi serius dari hipertensi adalah
mendeteksi dan mengobati sebelum kerusakan terjadi.
32
BAB III
KESIMPULAN
Hipertensi atau tekanan darah tinggi diderita oleh hampir semua golongan masyarakat
di seluruh dunia. Batasan hipertensi ditetapkan dan dikenal dengan ketetapan JNC VII (The
Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and
Treatment of Hight Blood Pressure). Menurut criteria JNC VII, pasien dengan hipertensi
dibagi menjadi normal, pre hipertensi, hipertensi derajat 1, dan hipertensi derajat 2.
Menurut perkiraan, sekitar 30% penduduk dunia tidak terdiagnosis adanya hipertensi
(underdiagnosed condition). Hal ini disebabkan tidak adanya gejala atau dengan gejala ringan
bagi mereka yang menderita hipertensi. Sedangkan, hipertensi ini sudah dipastikan dapat
merusak organ tubuh seperti jantung (70% penderita hipertensi akan merusak jantung), ginjal,
otak, mata, serta organ tubuh lainnya sehingga hipertensi disebut sebagai silent killer. Deteksi
dini penting dilakukan untuk mencegah timbulnya berbagai komplikasi. Apabila sudah di
diagnosis dengan hipertensi, seorang pasien harus diedukasi dengan baik mengenai
pengaturan pola hidup yang benar selain dari terapi dengan medikamentosa.
33
DAFTAR PUSTAKA
34