Anda di halaman 1dari 24

4

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sinar X (sinar Rontgen)


Sinar X ditemukan oleh seorang ahli fisika berkebangsaan Jerman
bernama Wilhelm Conrad Rontgen pada tahun 1895, sewaktu melakukan
eksperimen dengan sinar katoda saat itu dia melihat timbulnya sinar fluorosensi
yang berasal Kristal barium platinosianida dalam tabung Crookes -Hittorf yang
dialiri listrik. Kemudian dia melanjutkan penelitiannya dan menemukan sinar
yang disebutnya sebagai sinar baru atau sinar X ( Rasad, 2005). Sinar X
merupakan gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang yang pendek
yaitu 0,01 – 10 Ǻ sehingga mengakibatkan sinar X mampu menembus materi
yang dilaluinya. Berikut ini ditampilkan spektrum gelombang elektromagnetik,

Gambar 2.1 Spektrum Gelombang elektromagnetik ( Wikipedia.org)

2.2 Komponen Pesawat Sinar X (sinar Rontgen)


Pesawat sinar X ditemukan oleh Wilhelm Conrad Roentgen yang
berkebangsaan Jerman. Roentgen dilahirkan pada tanggal 27 Maret 1845 di
Lennep di daerah sungai Ruhr Jerman. Pesawat sinar X atau pesawat Rontgen
adalah suatu alat yang digunakan untuk melakukan diagnosa medis dengan
menggunakan sinar X . Sinar X yang dipancarkan dari tabung insersi diarahkan
pada bagian tubuh yang akan didiagnosa. Berkas sinar X tersebut akan menembus
dan melewati bagian tubuh kemudian akan ditangkap oleh film, sehingga
5

terbentuk citra dari bagian tubuh yang disinari. Komponen tabung sinar X
ditampilkan pada gambar 2.2 berikut ini.

Gambar 2.2 Tabung Insersi pesawat sinar X (Bushberg, 2001)

Di dalam komponen tabung insersi dan wadah tabung terdapat perangkat-


perangkat yaitu :
1. Katoda / elektroda negatif (sumber elektron)
2. Anoda / elektroda positif (acceleration potential)
3. Focusing cup
4. Rotor atau stator (target device)
5. glass metal envelope (vacum tube)
6. Oil
7. Window

1. Katoda
Katoda terbuat dari nikel murni dimana celah antara 2 batang katoda disisipi
kawat pijar (filamen) yang menjadi sumber elektron pada tabung sinar X. filamen
terbuat dari kawat wolfram (tungsten) digulung dalam bentuk spiral.
2.Anoda
Anoda atau elektroda positif biasa juga disebut sebagai target jadi anoda disini
berfungsi sebagai tempat tumbukan elektron.
6

3.Focusing cup
Focusing cup ini sebenarnya terdapat pada katoda yang berfungsi sebagai alat
untuk mengarahkan elektron secara konvergen ke target agar elektron tidak
terpancar ke mana-mana.
4.Rotor atau stator
Rotor atau stator ini terdapat pada bagian anoda yang berfungsi sebagai alat
untuk memutar anoda. Rotor atau stator ini hanya terdapat pada tabung sinar X
yang menggunakan anoda putar.
5.Glass metal envalope (vacum tube)
Glass metal envelope atau vacum tube adalah tabung yang gunanya membungkus
komponen-komponen penghasil sinar X agar menjadi vacum atau kata lainnya
menjadikannya ruangan hampa udara.
6. Oil
Oil berfungsi sebagai pendingin tabung sinar X.
7. Window
Window atau jendela adalah tempat keluarnya sinar X. Window terletak di bagian
bawah tabung

2.3 Produksi Sinar X (sinar Rontgen)


Menurut Bushong, (2001), foton sinar X dihasilkan ketika elektron
berkecepatan tinggi yang berasal dari katoda menumbuk terget pada anoda.
Elektron-elektron dari katoda ini berasal dari pemanasan filamen, sehingga pada
filamen ini akan terbentuk awan elektron. Dengan adanya perbedaan beda
potensial yang cukup besar antara anoda yang bermuatan positif dan katoda yang
bermuatan negatif, maka elektron-elektron dari katoda akan bergerak dengan
cepat menuju anoda saat diberikan tegangan tinggi. Elektron tersebut menumbuk
bidang target dan mengahasilkan foton sinar X sebanyak 1 % dan 99 % energi
panas.
Sinar X berdasarkan proses kejadiannya terdiri dari dua jenis yaitu :
1. Sinar X Bremsstrahlung
Sinar-X Bremsstrahlung terjadi ketika elektron dengan energi kinetik yang
terjadi berinteraksi dengan medan energi pada inti atom. Karena inti atom ini
7

mempunyai energi positif dan elektron mempunyai energi negatif, maka terjadi
hubungan tarik- menarik antara inti atom dengan elektron. Ketika elektron ini
cukup dekat dengan inti atom dan inti atom mempunyai medan energi yang cukup
besar untuk ditembus oleh elektron proyektil, maka medan energi pada inti atom
ini akan melambatkan gerak dari elektron proyektil. Melambatnya gerak dari
elektron proyektil ini akan mengakibatkan elektron proyektil kehilangan energi
dan berubah arah. Energi yang hilang dari elektron proyektil ini dikenal dengan
photon sinar – X bremsstrahlung.

Gambar 2.3 Proses Sinar X Bremsstrahlung (Bushberg, 2001)

2. Sinar X Karakteristik
Sinar-X karakteristik terjadi ketika elektron proyektil dengan energi
kinetik yang tinggi berinterkasi dengan elektron dari tiap-tiap kulit atom. Elektron
proyektil ini harus mempunyai energi kinetik yang cukup tinggi untuk melepaskan
elektron pada kulit atom tertentu dari orbitnya. Saat elektron dari kulit atom ini
terlepas dari orbitnya maka akan terjadi transisi dari orbit luar ke orbit yang lebih
dalam. Energi yang dilepaskan saat terjadi transisi ini dikenal dengan photon
sinar-X karakteristik. Energi photon sinar-X karakteristik ini bergantung pada
besarnya energi elektron proyektil yang digunakan untuk melepaskan elektron
dari kulit atom tertentu dan bergantung pada selisih energi ikat dari elektron
transisi dengan energi ikat elektron yang terlepas tersebut.
8

Gambar 2.4 Sinar X Karakteristik (Bushberg, 2001)

Perbedaan kedua sinar X diatas, selain asal terjadinya adalah bentuk spektrum
energinya. Sinar X karakteristik spektrum energinya bersifat diskrit atau terputus-
putus, sedangkan bremsstrahlung bersifat kontinyu (Bushberg, 2001).

2.4 Interaksi Sinar X (sinar Rontgen) dengan Bahan


Pada saat sinar X mengenai suatu bahan maka akan terjadi interaksi yang
mengakibatkan penyerapan atau penghamburan sinar X. Proses penyerapan dan
penghamburan akan berpengaruh pada pelemahan atau atenuasi dari sinar X
tersebut yang disebabkan oleh kerapatan, ketebalan dan nomor atom bahan yang
dilalui. Apabila radiasi elektromagnetik masuk ke dalam bahan , maka sebagian
dari radiasi tersebut akan terserap oleh bahan. Sebagai akibatnya, intensitas radiasi
setelah memasuki bahan penyerap lebih kecil dibandingkan intensitas semula.
Proses pelemahan radiasi elektromagnetik baik sinar X maupun sinar
gamma dalam suatu bahan , maka akan terjadi pengurangan intensitas sesuai
dengan ketentuan dan memenuhi persamaan

I (  )  I 0 e   (2.1)

Dimana intensitas radiasi elektromagnetik setelah melalui bahan (I),


intensitas radiasi elektromagnetik sebelum melalui bahan (Io), koefisien serapan
bahan bahan (μ) dan ketebalan bahan (x) (Bushberg, 2001).
9

2.5 Grid
Grid adalah suatu alat bantu pemeriksaan yang terdiri dari lempengan garis
garis logam yang bernomor atom tinggi (biasanya timbal) yang disusun sejajar
satu sama lain dan dipisahkan oleh bahan penyekat atau interspace material yang
dapat ditembus sinar X. Grid pertama kali ditemukan oleh Dr. Gustav Bucky
(1913) kemudian disempurnakan lagi oleh radiologis dari Chicago bernama Dr.
Hocles Potter (1920) dengan cara mengatur jarak Al dan Pb menjadi lebih rapat
dan lebih kecil (Bushberg, 2001).
Grid radiografi direkomendasikan penggunaanya untuk (Bushong, 2001) :
1. Objek/bagian tubuh yang memiliki ketebalan diatas 10 cm
2. Penggunan tegangan tabung yang tinggi (kV tinggi)
3.Memperlihatkan struktur jaringan lunak untuk meningkatkan kontras (misal
pada pemeriksaan mammography)
Adapun bentuk grid dapat ditunjukkan seperti gambar 2.5 dibawah ini

Gambar 2.5 Grid (Quick medical.com)

Menurut jenisnya ada dua macam Grid yaitu :


1. Grid diam (stationary grid atau lisholm)
2. Grid bergerak (moving grid atau bucky)
Menurut bentuk dan Konstruksinya ada 4 macam yaitu :
1. Grid Linear
Grid linear ini disebut juga grid paralel karena lempengan-lempengan timbal yang
satu dengan yangn lain tersusun paralel/sejajar.
10

Gambar 2.6 Konstruksi Grid Linier(Bushong, 2001)

Pada grid jenis linear ini densitas film yang dihasilkan tidak sama dari sisi tengah
ke sisi tepi film. Hal ini dikarenakan adanya cut off. Nilai densitas tertinggi
berada dibagian tengah sedangkan terendah berada di bagian tepi film.

2. Grid fokus
Grid fokus adalah grid yang garis timbalnya berangsur-angsur miring dari pusat
ke tepi sehingga titik perpotongannya bertemu di titik fokus. Grid jenis ini
menutupi kekurangan grid jenis linear. Grid jenis fokus ini dapat mengurangi
terjadinya cut off geometrik. Tetapi penggunaan grid ini hanya untuk jarak
tertentu dan tidak boleh terbalik peletakannya.

Gambar 2.7 Konstruksi Grid focus (Bushong, 2001)

3.Pseudo fokus grid


Grid jenis ini seperti konstruksi linear akan tetapi ketinggian lempengan
timbalnya dari tepi ke tengah semakin tinggi, sehingga sinar oblik masih dapat
melewati grid untuk sampai ke film. Susunan seperti ini berfungsi untuk
mengurangi adanya cut off.
11

Gambar 2.8 Konstruksi Pseudofokus grid (Bushong, 2001)

4. Grid silang
Grid silang merupakan dua garis paralel yang seolah-olah ditimpuk menyilang
dengan garis lempengan dengan timbale saling tegak lurus,sehingga sangat efektif
menyerap radiasi hambur.

Gambar 2.9 Konstruksi grid silang (Bushong, 2001)

2.6 Fungsi Grid


Penggunaan Grid dalam radiografi berfungsi sebagai :
1.Mengurangi atau mengeliminasi radiasi hambur agar tidak sampai ke film (anti
scatter radiation)
2.Meningkatkan kontras radiografi
3.Mencegah cut-off dengan rasio grid yang lebih tinggi karena memiliki kerapatan
interspace material yang baik.
4.Mengoptimalkan densitas radiografi.
12

2.7 Konstruksi Grid


Ada tiga aspek penting dalam susunan grid yaitu : rasio grid, frekuensi
grid dan bahan penyusun grid(material). Grid didesain untuk mengurangi radiasi
hambur yang sampai ke film, sehingga gambar radiografi dapat dibaca oleh dokter
radiologi untuk membantu menegakkan diagnosa penyakit.

2.7.1 Rasio Grid


Perbandingan grid atau rasio grid adalah perbandingan antara tinggi
lempengan timah (h) dengan jarak antara lempengan timah (d). Penulisan rasio
grid dengan dua angka, angka pertama menandakan rasio yang sebenarnya
sedangkan angka kedua menandakan faktor pembanding yang selalu bernilai satu.
Rasio grid sangat menentukan kemampuan grid dalam menyerap radiasi hambur,
semakin tinggi rasio grid semakin tinggi pula kemampuannya dalam menyerap
radiasi hambur (Bushberg,2001). Beberapa macam rasio grid adalah 5:1, 6:1, 8:1,
10:1, 12:1 .rasio grid dipengaruhi oleh tinggi lempengan, ketebalan lempengan
dan lebar bahan penyekat/interspace. Perbandingan rasio grid ditampilkan pada
gambar 2.10 dibawah ini.

Gambar 2.10 Rasio Grid (Bushberg, 2001)

Rasio grid dituliskan sebagai :

h (2.2)
r=
D

dengan r adalah rasio grid, h adalah ketinggian lempengan timbal (Pb) dan D
adalah jarak antara lempengan timbal atau ketebalan interval timbal. Dibawah ini
digambarkan tentang pengertian rasio grid
13

Rasio 10:1 Rasio 10:1


frekuensi grid 100 lines/cm Frekuensi grid 50 lines/cm

Rasio 6:1 Rasio 6:1


Frekuensi grid 100 lines/cm Frekuensi grid 50 lines/cm

Rasio 8:1 Rasio 8:1


Frekuensi grid 100 lines/cm Frekuensi grid 50 lines/cm

Dari gambar diatas dapat disimpulkan bahwa Rasio grid 10:1 artinya
perbandingan tinggi lempengan timah 10 mm berbanding jarak antara lempengan
timah 1 mm begitu juga dengan rasio grid 6:1 dan 8:1, sedangkan frekuensi grid
menyatakan banyaknya lempengan timah dalam satu lempengan (lines/cm)
(Sprawls, 2010).
14

2.7.2 Frekuensi Grid


Grid tersusun atas lempengan-lempengan timbal yang disusun sedemikian
rupa dan bahan penyekat (interspace material) timbal. Banyaknya lempengan tiap
inchi atau centimeter disebut dengan Frekuensi grid. Semakin tinggi frekuensi
grid maka semakin tipis dan rapat bahan penyekatnya maka rasio grid pun
semakin tinggi. Banyaknya lempengan grid tiap inchi atau centimeter adalah :
a. 25 – 45 lines/cm , 60 – 100 lines/inch (yang biasa digunakan pada radiography)
b.25 – 80 lines/cm , 60 – 200 lines/inch (biasanya digunakan pada mammography)
Untuk mendapatkan nilai frekuensi grid dapat dilakukan perhitungan sebagai
berikut (Bushong,2001) :
10.000 µm/cm
fg = (2.3)
(T+D) 10.000 µm/pasang garis

dengan fg adalah frekuensi grid ,T adalah tebal lempengan timbal dan D adalah
tebal bahan penyela (interspace).
Frekuensi grid tersebut dapat dilihat pada gambar 2.11 dibawah ini.

Gambar 2.11 Perbandingan frekuensi grid (Bushong 2001)

2.7.3 Bahan Penyusun Grid


Bahan penyusun utama dari Grid adalah timbal. Kadar timbal per satuan
luas (g/cm2 ) adalah faktor yang menentukan efisiensi dari grid (Meredith,dkk
1977). Kadar timbal yang biasa dipakai berkisar antara 0.2 gr/cm2 – 0.9 gr/cm2.
Semakin tinggi kadar timbalnya semakin tinggi kemampuan grid dalam menyerap
radiasi hambur. Setiap lempengan timbal pada Grid dipisahkan oleh bahan
penyekat (interspace material) yang satu sama lainnya letaknya sejajar. Bahan
penyekat tersebut biasanya terbuat dari aluminium atau plastik fiber. Fungsi bahan
15

penyekat ini adalah untuk meneruskan radiasi primer dan menyerap radiasi
hambur yang searah dan sejajar dengan radiasi primer. Bahan penyekat ini lebih
ekfektif terbuat dari aluminium daripada plastik fiber, karena nomor atom
aluminium lebih tinggi sehingga mampu menyerap radiasi hambur lebih banyak.

2.8 Prinsip Kerja Grid


Radiasi yang dihasilkan yang dihasilkan oleh interaksi sinar X dengan
materi (Objek) akan menyebar ke segala arah. Salah satu arahnya adalah ke film.
Grid diletakkan diantara objek dan film, sehingga radiasi hambur yang akan
mencapai film harus melewati grid tersebut. Arah radiasi hambur yang
membentuk sudut dengan garis lempengan akan diserap oleh material timbal grid.
Sedangkan yang arahnya sejajar dengan bahan penyekat (interspace) akan
diteruskan ke film. Jumlah radiasi hambur yang diteruskan tentunya akan semakin
berkurang sesuai dengan rasio grid (Sprawls, 2010). Berikut ini digambarkan
prinsip kerja dari grid radiografi seperti gambar 2.12 dibawah ini.

Gambar 2.12 Prinsip Kerja Grid (Sprawls, 2010)


16

2.9 Mekanisme Kerja Grid


Fungsi utama grid adalah memperbaiki nilai kontras radiografi dengan
cara menyerap radiasi hambur dan meneruskan radiasi primer sampai ke film.
Mekanisme kerja grid didasarkan pada :

2.9.1 Faktor Perbaikan nilai kontras


Faktor perbaikan kontras adalah perbandingan antara kontras radiograf
menggunakan grid dengan kontras radiograf tanpa menggunakan grid. Faktor
perbaikan dirumuskan dengan persamaan (Meredith, 2014) :
C
K (2.4)
C'
Dengan K adalah faktor perbaikan Kontras radiografi , C adalah Kontras radiograf
dengan menggunakan grid dan C’ adalah Kontras radiograf tanpa menggunakan
grid. Semakin tinggi rasio grid yang dipakai faktor perbaikan kontras akan
semakin tinggi. Faktor perbaikan kontras ini tergantung pada tegangan tabung
yang diberikan, ukuran luas penyinaran, dan ketebalan objek penyinaran.

2.9.2 Selektivitas Grid


Selektivitas grid adalah perbandingan antara radiasi primer yang
diteruskan dengan radiasi hambur yang ikut diteruskan. Faktor selektivitas (S)
dituliskan dengan :

S = (2.5)

Dengan Tp adalah radiasi primer yang diteruskan melalui grid, Ts adalah radiasi
hambur yang diteruskan melalui grid.
Selektivitas grid dipengaruhi oleh kadar timbal yang menyusun grid. Semakin
tinggi kadar timbal yang dikandung semakin tinggi selektivitas grid dan semakin
tinggi pula kemampuan grid dalam menyerap radiasi hambur. Daya selektifitas
grid tergantung pada kemampuan meneruskan radiasi primer dan menyerap
radiasi sekunder (hamburan). Makin berat suatu grid, maka semakin tinggi
selektifitasnya, dan semakin tinggi pula faktor peningkatan kontras.
17

2.9.3 Jarak Fokus ke Film


Jarak antara fokus dengan film (FFD) pada setiap penyinaran dengan
mempergunakan grid perlu diperhatikan. Karena grid diletakkan menempel
(sedekat mungkin) dengan film, semakin jauh jarak antara fokus dengan grid
tentunya akan mempengaruhi jarak grid terhadap fokus. Semakin dekat jarak grid
terhadap fokus makan akan semakin banyak radiasi primer yang terpotong oleh
lempengan timbal. Hal inilah yang disebut dengan cut off grid . Tingkat cut off
yang paling tinggi adalah pada grid jenis silang dan linear, untuk jarak fokus ke
film yang sangat dekat.
Untuk mengurangi efek cut off tersebut, dapat digunakan grid dengan jenis
fokus atau fokus semu. Tetapi didalam penggunaan kedua jenis grid tersebut harus
menggunakan jarak tertentu sesuai dengan ketentuannya.

2.10 Karakteristik Grid


Grid dengan rasio tinggi lebih efektif dalam mengurangi radiasi hambur
yang sampai ke film sebab grid rasio tinggi memiliki kisi atau penyekat
(interspace) yang lebih rapat dibandingkan dengan grid dengan rasio lebih rendah
(Bushberg, 2001).

Gambar 2.13 Perbandingan grid rasio rendah dan grid rasio tinggi (Sprawls, 2010)
Rasio grid 8:1 dan 10:1 adalah grid yang paling sering digunakan dalam
pemeriksaan radiografi konvensional karena sangat mudah didapatkan dan
harganya relative lebih murah dibandingkan grid dengan rasio yang lebih tinggi
selain lebih mahal juga sulit untuk diproduksi (Bushberg, 2001). Grid dengan
rasio tinggi memiliki faktor perbaikan kontras yang tinggi. Grid dengan frekuensi
18

grid yang rendah memiliki faktor perbaikan kontras yang rendah. Grid yang berat
memiliki selektifitas grid yang tinggi dan faktor perbaikan kontras yang lebih
baik.
Kesalahan-kesalahan dalam penggunan Grid (Bushberg, 2001),
1. Off level
Bila pemasangan grid pada kaset rata membentuk sudut terhadap sumber sinar
X(sinar rontgen). Off level dapat terjadi pada grid linear

Gambar 2.14 Kesalahan penggunaan grid off level (Bushberg, 2001)

2. Off center
Bila pengaturan grid tidak tepat pada pertengahan film atau titik aksis lampu
kolimator tidak dapat jatuh pada pertengahan grid .Off centre dapat terjadi pada
grid linear dan grid fokus.
19

Gambar 2.15 Kesalahan penggunaan gird off center (Bushberg, 2001)

3. Off fokus
Kesalahan ini diakibatkan oleh pengaturan jarak antara fokus dengan grid apakah
itu lebih kecil ataupun lebih besar. Off fokus dapat terjadi pada grid linear dan
grid fokus

Gambar 2.16 Kesalahan penggunaan grid off focus (Bushberg, 2001)

4. up side down (terbalik)


Pemasangan grid pada permukaan kaset secara terbalik. up side down dapat
terjadi pada grid fokus .
20

Gambar 2.17 Kesalahan penggunaan grid upside down (Bushberg, 2001)

2.11 Kualitas Citra radiografi

Sebuah citra radiograf diharuskan dapat memberikan informasi yang jelas


dalam upaya menegakan diagnosa. Ketika citra radiograf yang dihasilkan
mempunyai semua informasi yang dibutuhan dalam memastikan sebuah diagnosa
maka citra radiograf dikatakan memiliki kualitas gambar yang tinggi (Meredith,
2014).
Kualitas sama artinya dengan mutu. Untuk memenuhi kualitas citra
radiografi yang tinggi, maka sebuah citra radiograf harus memenuhi beberapa
aspek yang akan dinilai pada sebuah radiograf yaitu densitas, kontras,dan
ketajaman dan detail. Semua aspek ini harus bernilai baik agar radiograf bisa
dikatakan mempunyai kualitas gambaran yang baik (Puskaradim, 2014).
Selanjutnya akan dijelaskan secara terperinci tentang tiga aspek dalam sebuah
citra radiografi dibawah ini.

2.11.1 Densitas
Yaitu tingkat derajat kehitaman suatu gambaran radiografi akibat
banyaknya intensitas radiasi yang mengenai emulsi film. Penghitaman dihasilkan
oleh pengembangan Kristal Kristal perak bromide dalam emulsi film sesuai
dengan jumlah paparan radiasi yang diterima. Intensitas cahaya setelah melewati
21

film radiograf memiliki densitas tertentu,akan berkurang akibat terjadi penyerapan


oleh film. Densitas merupakan derajat penghitaman pada film yang dihasilkan
dari perbandingan logaritma antara intensitas cahaya sebelum mengenai film
dengan intensitas cahaya setelah melewati film (Bushberg, 2001). Densitas
dituliskan dengan :
Io
D  log (2.7)
It

Dengan D adalah Densitas, I0 adalah Intensitas cahaya sebelum menembus film


sedangkan It adalah Intensitas cahaya setelah mengenai film

Gambar 2.18 Prinsip Densitas Radiografi (Bushong, 2001)

Densitas minimal dalam radiografi mempunyai skala 0 dan densitas maksimal


mempunyai skala 4. Untuk mendapatkan informasi yang optimal dari sebuah citra
radiografi maka radiografi tersebut harus mempunyai rentang densitas tertentu
didalam radiodiagnostik berkisar 0.25 D sampai 2.5 D (Bushong, 2001).
Densitas dipengaruhi oleh:
a. Tegangan tabung (kV)
Menunjukkan kualitas sinar X (sinar Rontgen) karena berhubungan dengan
kemampuan sinar X (sinar Rontgen) dalam menembus bahan
b. Kuat arus (mA)
Menunjukan besarnya arus yang terjadi selama eksposi berlangsung.
c. Waktu (s)
Waktu eksposi/lamanya sinar X (sinar Rontgen) yang keluar saat pemotretan
dalam satuan detik.
d. Kuat arus waktu (mAs)
kualitas sinar yang dihasilkan
e. Jarak Fokus ke Film (Focus Film Distance)
Jarak pemotretan dari fokus pesawat ke film.
22

f. Ketebalan objek
Semakin tebal objek yang akan difoto, faktor eksposi semakin meningkat
g. Luas lapangan penyinaran
Intensitas sinar X yang keluar dari tube sinar X.

2.11.2 Kontras
Perbedaan gambaran antara derajat kehitaman dan putih akibat adanya
perbedaan daya absorbsi objek terhadap sinar X. Perbedaan tingkat kehitaman ini
disebabkan oleh nomor atom objek berbeda-beda sehingga daya serap tiap objek
berbeda-beda. Objek yang tebal memiliki daya serap yang lebih besar sehingga
sedikit sinar X yang sampai ke film akibatnya citra yang dihasilkan putih,
Sedangkan Objek yang tipis memiliki daya serap yang lebih kecil sehingga lebih
banyak melewatkan sinar X yang sampai ke film akibatnya citra yang dihasilkan
hitam (Bushberg, 2001). Hal ini yang menyebabkan timbulnya perbedaan tingkat
kehitaman suatu citra radografi. Perbedaan tingkat kehitaman ini dirumuskan
dengan (Bushong, 2001) :

C = Dmax – Dmin (2.8)


Dengan C adalah Kontras, Dmax adalah Densitas maksimum dan Dmin adalah
Densitas minimum.
Kontras radiografi dibagi menjadi 2:
1. Kontras subjektif : perbedaan persepsi/penilaian mata , masing-masing
orang dalam membedakan kontras radiografi.
2. Kontras objektif : perbedaan gambaran hitam dan putih yang diukur
dengan alat densitometer.
Faktor yang mempengaruhi kontras radiografi:
1. Tegangan tabung
2. Perbedaan koefisien atenuasi linear gambar, dipengaruhi oleh kerapatan
jenis dan nomor atom objek.
3. Radiasi hambur akan menurunkan nilai kontras
4. Penggunaan grid akan meningkatkan kontras radiografi dengan menyerap
radiasi hambur.
23

5. Processing film : agitasi yang terlalu lama menyebabkan gambaran hitam


meningkat (kontras menurun), cairan processing yang lemah menyebabkan
kontras menurun.

2.11.3 Ketajaman gambar


Jika kontras didefinisikan sebagai perbedaan densitas, yaitu ukuran dari
garis imaginer yang merupakan batas dari dua daerah yang berbeda kehitamannya
(ketajaman tinggi = batasnya jelas). Pada praktik bentuk bayangan sering diikuti
oleh pengaburan, dimana tingkat pengaburan itu disebabkan oleh beberapa hal,
seperti :
1. Faktor geometrik
Faktor yang berhubungan dengan pembentukan bayangan.
Dipengaruhi oleh:
a. Ukuran fokus
Setiap pesawat rontgen memiliki perbedaan ukuran fokus. Semakin kecil fokus,
semakin tajam hasil gambaran
b. Jarak
Semakin jauh FFD atau semakin dekat OFD maka semakin tajam gambaran
2. Faktor pergerakan
Faktor yang berhubungan dengan objek dan pergerakannya.
Ada 2 macam pergerakan:
1. Pergerakan subjektif, yaitu pergerakan yang disebabkan oleh organ-organ
yang bergerak secara sadar, contoh: denyut jantung, paru-paru, dll yang
menyebabkan kekaburan gambaran.
2. Pergerakan objektif, yaitu pergerakan dari objek yang dapat dikendalikan
secara sadar, contoh : pada tulang.
3. Faktor Fotografi
Faktor yang berhubungan dengan pencatatan bayangan.
Jadi ketajaman memperhatikan bagaimana perubahan densitas pada
perbatasan antara daerah yang berdekatan. Batas antara dua area yang muncul bisa
sangat tajam,hal ini di karenakan terdapat perubahan drastis nilai densitas pada
24

batas tersebut. Dapat diambil kesimpulan bahwa semakin tinggi nilai


kontras,maka semakn tajam gambar yang dihasilkan.

2.12 Faktor faktor yang mempengaruhi Kualitas radiograf


Menurut Meredith (2014), Nilai densitas suatu film radiografi merupakan
paparan hasil dari paparan sinar X yang diserap oleh film tersebut. Banyaknya
jumlah paparan yang diterima oleh film radiograf tergantung atau dipengaruhi
oleh material atom target,tegangan tabung, dan jarak antara focus ke film.

2.12.1 Material atom target


Nomor atom bahan target mempengaruhi dalam jumlah energi efektif yang
sinar X dihasilkan. Peningkatan nomor atom bahan target mengakibatkan
peningkatan efisiensi produksi Bremsstrahlung dan peningkatan energi sinar X
yang dihasilkan . Kualitas sinar X sebanding dengan nomor atom bahan target
yang terdapat pada tabung sinar X.

2.12.2 Tegangan tabung sinar X


Paparan sinar X kira kira sebanding dengan factor pangkat dua dari
besarnya tegangan tabung yang digunakan. Dalam arti jika tegangan tabung
dinaikkan dua kali maka paparan sinar X akan naik menjadi empat kalinya,
sehingga daya tembusnya menjadi lebih besar (Meredith dkk, 2014). Hubungan
tegangan tabung dan intensitas sinar X dirumuskan dengan :
2
I1  V1 
  (2.9)
I 2  V2 

Dengan I adalah paparan sinar X (Watt/m2) dan V adalah beda potensial pada
tabung sinar X (kV)

2.12.3 Arus Tabung


Arus tabung didefenisikan sebagai jumlah elektron per satuan waktu yang
bergerak dari katoda ke anoda. Paparan sinar X yang terjadi sebanding dengan
besarnya arus tabung yang dipergunakan (Meredith,dkk 2014) Hubungan ini dapat
dituliskan dengan :
25

I1 i1
 (2.10)
I 2 i2
Dengan i adalah kuat arus.

2.12.4 Jarak antara focus ke film


Jarak focus ke film (FFD) adalah jarak antara titik focus sinar X dengan
letak film radiograf. Perubahan pada FFD akan selalu berakibar pada perubahan
nilai paparan sinar X yang mencapai film, karena intensitas sinar X berbanding
terbalik dengan jarak/hokum kuadrat terbalik (invers square law).
Apabila d merupakan jarak dari focus ke film maka paparan sinar X dapat
dituliskan menjadi :
I1 d 22
 (2.11)
I 2 d12
2.13 Densitometer
Densitometer merupakan sebuah instrumen (alat) yang dapat mengukur
derajat penghitaman pada film. Alat menghasilkan data yang dapat dibaca dari
besarnya densitas pada sebuah film.Sebuah densitometer terdiri dari sebuah
sumber cahaya, tempat meletakkan film yang akan diukur, lubang cahaya untuk
mengontrol tambahan cahaya dari sumber cahaya sebuah sensor tangan dengan
sensor optis, sebuah display bacaan dan sebuah kontrol kalibrasi angka..
Pengukuran densitas ini akan membantu dalam menentukan nilai densitas optimal
suatu citra radiografi melalui pemakaian grid dengan rasio tertentu.satuan dari
pengukuran nilai densitas optik sebuah citra radiografi adalah D (Density)
(Bushberg, 2002)

Gambar 2.19 Densitometer (Nde-ed.org)


26

Densitometer dalam bentuk sketsa adalah sebagai berikut :

Gambar 2.20 Densitometer dalam bentuk Sketsa

Fungsi tombol tombol dalam sketsa tersebut sebagai berikut :


1. Calibration control : berfungsi mengatur ulang/adjust angka pada layar
display ke posisi 0 (null) setelah film selesai
diukur.
2. Readout display : berfungsi menampilkan hasil pembacaan film
dalam bentuk angka.
3. Sensor arm : berfungsi sebagai penyangga/penahan film ketika
dibaca oleh sensor optis.
4. Stage : berfungsi sebagai tempat peletakan film ketika
akan diukur.
5. Aperture : berfungsi sebagai pengatur seberapa besar sensor
optis terbuka ketika membaca densitas film.
6. Optical Sensor : berfungsi sebagai pembaca densitas optic (OD)
pada film radiografi
7. Light source : berfungsi sebagai sumber cahaya pada
Densitometer.
Cara Kerja densitometer adalah sebagai berikut :
a. Film diletakkan menempel diantara sumber cahaya dan sensor
b. Selanjutnya sumber cahaya dihidupkan sehingga lampu akan menyala
27

c. Cahaya yang melewati film akan ditangkap oleh sensor fotoelektrik.


d. Semakin hitam film yang diukur maka semakin sedikit cahaya yang diterima
oleh sensor maka nilai densitas akan semakin tinggi.
Pada gambaran radiograf, nilai densitas bervariasi mulai dari 0,2 D pada
bagian yang transparan s/d 3,5 D atau 4 D pada bagian yang paling gelap. Daerah
abu-abu yang merupakan daerah yang paling sering digunakan mempunyai
densitas mendekati 1 D. Seperti yang ditanyatan diatas bahwa nilai densitas
bervariasi dari nilai dari mulai 0,2 D sampai dengan 4 D. Nilai paling bawah tidak
bisa sampai 0 dikarenakan terdapatnya basic fog pada masing-masing film.
Seperti sudah diketahui bersama bahwa basic fog akan menyebabkan
adanya densitas yang telah dibentuk meskipun film belum dieksposi. Nilai
tertinggi yang bisa dicapai oleh sebuah film bisa sampai 4 D jika film memiliki
kehitaman sempurna, namun biasanya film pada radiografi jarang yang
densitasnya mencapai 4 D. Nilai densitas yang bisa membentuk gambaran pada
film dan bisa dilihat oleh mata biasa disebut dengan usefull density. Nilai usefull
density berkisar antara 0,25 D – 2 D (Bushberg, 2001). Pada kurva karakteristik,
nilai usefull density berada pada daerah straight line portion atau daerah yang
lurus pada kurva karakteristik. Hubungan densitas dengan Penyinaran ditampilkan
dalam bentuk kurva karakteristik berikut.

Gambar 2.21 Kurva karakteristik (Sprawls, 2010)

Anda mungkin juga menyukai