Anda di halaman 1dari 26

CASE REPORT SESSION

Kejang Demam Kompleks


Instalasi Gawat Darurat

Disusun Oleh :
dr. Rifka Hanifa Huwaida

Dokter Pendamping :
dr. Hj. Sumarmi

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH 45 KUNINGAN


KABUPATEN KUNINGAN
2018

0
BAB 1
PENDAHULUAN

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada anak berumur 6 bulan
sampai 5 tahun yang mengalami kenaikan suhu tubuh (suhu di atas 380C, dengan metode
pengukuran suhu apa pun) yang tidak disebabkan oleh proses intrakranial.1,2
Sebagian besar kejang demam merupakan kejang demam sederhana, tidak
menyebabkan menurunnya IQ, epilepsi, dan kematian. Kejang demam merupakan kasus
tersering di bidang neurologi anak. Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan
bagi orangtua, apalagi jika kejang tersebut baru pertama kali dialami seorang anak. Saat
pasien datang dengan kejang disertai demam, dipikirkan tiga kemungkinan, yaitu: (1)
kejang demam, (2) pasien epilepsi terkontrol dengan demam sebagai pemicu kejang
epilepsi, (3) kejang disebabkan infeksi sistem saraf pusat atau gangguan elektrolit akibat
dehidrasi.2 Sebagai dokter kita wajib mengatasi kejang dengan cepat dan tepat. Penanganan
kejang demam sampai saat ini selalu berubah sesuai dengan bukti-bukti ilmiah terbaru.
Perubahan terutama mengenai indikasi pungsi lumbal dan tatalaksana yaitu perlu tidaknya
pemberian obat untuk profilaksis intermiten maupun jangka panjang. Perubahan tidak
semata-mata mengikuti literatur, tetapi disesuaikan dengan kondisi di Indonesia.3

1
BAB 2
TINJAUAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : An. R
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 7 bulan
Alamat : Ciranjeng
Agama : Islam
Tanggal Masuk : 12 Maret 2018 pukul 06.30 WIB
Unit : Instalansi Gawat Darurat

2.2 Anamnesis
Pengambilan data dilakukan secara alloanamnesa kepada orang tua pasien pada tanggal 12
Maret 2018 pukul 06.30 WIB

Keluhan Utama : Kejang


Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien diantar orang tua ke IGD RSUD 45 Kuningan dengan keluhan anak kejang
sejak kurang lebih 3 jam SMRS. Menurut orang tua pasien, kejang dialami sebanyak 2
kali, setiap kejang berlangsung selama kurang lebih 5 menit. Saat kejang mata mendelik ke
atas dan kelojotan seluruh tubuh. Diantara episode kejang anak langsung tertidur. Kejang
didahului dan disertai dengan demam. Demam sudah dialami selama 2 hari. Demam hilang
timbul dan terjadi pada waktu tertentu. Demam turun jika minum obat, namun beberapa
saat kemudian suhu anak tinggi kembali. Keluhan juga disertai batuk dan pilek. Buang air
besar dan buang air kecil tidak ada keluhan. Tidak terdapat keluhan keluar cairan dari
telinga, trauma pada kepala, penurunan kesadaran, gangguan pertumbuhan dan
perkembangan maupun riwayat kejang sebelumnya.

Riwayat pengobatan :
Pasien belum berobat ke fasilitas kesehatan terdekat.

2
Riwayat penyakit dahulu :
Pasien belum pernah mengalami keluhan kejang disertai demam sebelumnya. Kejang tanpa
demam disangkal.

Riwayat penyakit keluarga :


Terdapat keluhan serupa pada ibu pasien. Ibu pasien pernah mengalami kejang disertai
demam saat masih anak-anak.

Riwayat kebiasaan :
Pasien masih diberikan ASI oleh ibu. Selain ASI, pasien juga sudah diberikan makanan
tambahan seperti bubur bayi.

Riwayat imunisasi : Lengkap sampai usia 7 bulan.


- BCG : sudah
- DPT I, II, III, IV : sudah
- POLIO I, II, III, IV : sudah
- Campak : belum
- Hepatitis : sudah

2.3 Pemeriksaan Fisik


a. Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Berat badan : 7,8 kg
Panjang badan : 73 cm
Status Gizi : -2 SD  Normal (BB/PB 0-60 bulan, Zscore)

b. Tanda Vital
HR : 168 x/menit
RR : 32 x/menit
Suhu : 37,8oC

3
c. Pemeriksaan Sistem
Kepala : Normocefale, warna rambut hitam, penyebaran rambut merata, tidak
mudah dicabut, ubun-ubun besar cekung (-)
Mata : Konjungtiva pucat (-/-), Sklera ikterik (-/-), cekung (+/+), air mata (+/+)
Hidung : Deviasi septum (-), Sekret (-/-), PCH (-/-)
Telinga : Normotia, liang telinga lapang (+/+), sekret (-/-)
Mulut : mukosa lembab, faring hiperemis -, tonsil T1/T1
Leher : Trakea di tengah, tiroid tidak teraba, pembesaran KGB (-), nyeri tekan (-
Jantung
o Inspeksi : Ictus cordis terlihat di ICS V linea midclavicula sinistra
o Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicula sinistra
o Perkusi : Batas jantung kanan : ICS IV linea parasternalis dextra
 Batas jantung kiri : ICS linea midclavicula sinistra
 Pinggang jantung : ICS II parasternalis sinistra.
o Auskultasi : BJ S1-S2 reguler normal, gallop (-), murmur (-)
Paru
o Inspeksi : Pergerakan dada kanan dan kiri simetris saat statis dan dinamis,
retraksi otot interkostal (-), massa (-)
o Palpasi : Massa (-) , pelebaran sela iga (-), vokal fremitus sama di kedua
lapang
o Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
o Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen
o Inspeksi : Datar
o Auskultasi : BU (+) normal
o Palpasi : Supel, nyeri tekan epigastritum (-), turgor kembali dengan
baik, hepar dan lien tidak teraba
o Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik

d. Status Neurologis
Penampilan
- Kepala : Normocephal
- Collumna vertebra : kesan tidak ada deformitas
4
Rangsang Meningen
- Kaku kuduk : negatif
- Brudzinski I, II, dan III : negatif
- Laseque : negatif
- Kernig : negatif

Refleks Fisiologis
Kanan Kiri
Biceps Normal normal
Triceps Normal normal
Pattela Normal normal
Achilles Normal normal

Refleks Patologis
Babinski - -
Chaddock - -
Oppenheim - -
Gordon - -
Sheiffer - -

2.4 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Laboratorium 12 Maret 2018
Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan
Hemoglobin 10,7 g/dl 10,5 – 12,9
Jumlah leukosit 11,19 103 /µL 6.0-17.0
Hematokrit 32,6 % 35.0-43-0
Jumlah trombosit 322 ribu//µL 150-450
Jumlah eritrosit 4.12 juta/ µL 3.60-5.20
Indeks eritrosit
MCV 79.1 fL 76-106
MCH 26 pg/mL 21-33
MCHC 32.8 g/dL 28-32
Hitung jenis leukosit
Basofil 0.0 % 0.0 – 1.0
Eosinofil 1.0 % 1.0- 6.0
Neutrofil Batang 0.0 % 2.0 - 6.0
Neutrofil Segmen 53.0 % 25.0 – 50.0
Limfosit 37.0 % 60.0 – 66.0
Monosit 9.0 % 2.0 – 9.0
LED 42 mm/jam <10

5
2.5 Resume
An. R, laki-laki, usia 7 bulan, datang diantar oleh orangtua dengan keluhan kejang
sebanyak 2 kali sejak 3 jam SMRS. Setiap kejang dialami kurang lebih 5 menit. Saat
kejang mata mendelik ke atas dan kelojotan seluruh tubuh. Tidak keluar busa maupun
muntah. Setelah kejang anak langsung menangis dan tertidur. Kejang didahului dan
disertai dengan demam sejak 2 hari. Demam hilang timbul dan terjadi pada waktu tertentu.
Demam turun dengan minum obat, namun beberapa saat kemudian suhu tinggi kembali.
Demam disertai dengan keluhan batuk dan pilek. Terdapat riwayat kejang disertai demam
yang sama pada ibu pasien saat masih anak-anak.
Pemeriksaan fisik didapatkan :
Frekuensi nadi : 168 kali per menit
Frekuensi napas : 32 kali per menit
Suhu : 37,8°C
Berat badan : 7,8 kg
Panjang badan : 73 cm
Status gizi : -2 SD menurut BB/PB 0-60 bulan kurva Zscore
Pada pemeriksaan laboratorium hitung jenis leukosit didapatkan Neutrofil segmen 53%
dan Limfosit 37%. LED 42 mm/jam.

2.6 Diagnosis Banding


- Kejang demam kompleks
- Meningitis bakterialis
- Epilepsi

2.7 Diagnosis Kerja


Kejang Demam Kompleks

2.8 Penatalaksanaan
- Konsul Sp.A
- IVFD KaEN IB 24 tpm mikro
- Pulvus : Paracetamol 100 mg + Diazepam 0,7 mg (3 x 1 pulvus)
- Cefotaxime 3 x 200 mg iv jika leukositosis
- Diazepam iv 0,3 – 0,5 mg/kgBB/kali jika kejang berulang

6
2.9 Prognosis
 Quo Ad vitam : ad bonam
 Quo Ad Functionam : ad bonam
 Quoad sanationam : ad bonam

7
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 DEFINISI
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada anak berumur 6 bulan
sampai 5 tahun yang mengalami kenaikan suhu tubuh (suhu di atas 38°C, dengan metode
pengukuran suhu apa pun) yang tidak disebabkan oleh proses intrakranial.1
Berdasarkan International League Against Epilepsy (ILAE), kejang demam
merupakan kejang selama masa kanak-kanak setelah usia 1 bulan, yang berhubungan
dengan penyakit demam tanpa disebabkan infeksi sistem saraf pusat, tanpa riwayat kejang
neonatus dan tidak berhubungan dengan kejang simptomatik lainnya.2
1. Kejang terjadi karena kenaikan suhu tubuh, bukan karena gangguan elektrolit atau
metabolik lainnya.
2. Bila ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya maka tidak disebut sebagai kejang
demam.
3. Anak berumur antara 1-6 bulan masih dapat mengalami kejang demam, namun jarang
sekali.
National Institute of Health (1980) menggunakan batasan lebih dari 3 bulan, sedangkan
Nelson dan Ellenberg (1978), serta ILAE (1993) menggunakan batasan usia lebih dari
1 bulan. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan mengalami kejang didahului demam,
pikirkan kemungkinan lain, terutama infeksi susunan saraf pusat.
4. Bayi berusia kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam rekomendasi ini melainkan
termasuk dalam kejang neonates.1

3.2 EPIDEMIOLOGI
Kejang demam terjadi pada 2-5% anak berumur 6 bulan – 5 tahun.1 Kejang demam
merupakan jenis kejang yang paling sering, biasanya merupakan kejadian tunggal dan
tidak berbahaya. Berdasarkan studi populasi, angka kejadian kejang demam di Amerika
Serikat dan Eropa 2–7%, sedangkan di Jepang 9–10%. Dua puluh satu persen kejang
demam durasinya kurang dari 1 jam, 57% terjadi antara 1-24 jam berlangsungnya demam,
dan 22% lebih dari 24 jam.2 Sekitar 30% pasien akan mengalami kejang demam berulang
dan kemudian meningkat menjadi 50% jika kejang pertama terjadi usia kurang dari 1
tahun. Sejumlah 9–35% kejang demam pertama kali adalah kompleks, 25% kejang demam
kompleks tersebut berkembang ke arah epilepsi.2

8
3.3 KLASIFIKASI
Kejang demam terbagi menjadi dua, yakni kejang demam sederhana dan kejang
demam kompleks.
1. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure)
Kejang demam yang berlangsung singkat (kurang dari 15 menit), bentuk kejang umum
(tonik dan atau klonik), serta tidak berulang dalam waktu 24 jam.

Keterangan:
- Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang demam
- Sebagian besar kejang demam sederhana berlangsung kurang dari 5 menit dan
berhenti sendiri.

2. Kejang demam kompleks (complex febrile seizure)


Kejang demam dengan salah satu ciri berikut:
- Kejang lama (>15 menit)
- Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
- Berulang atau lebih dari 1 kali dalam waktu 24 jam.

Keterangan:
- Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang
berulang lebih dari 2 kali dan di antara bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang
lama terjadi pada 8% kejang demam.
- Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang didahului
kejang parsial.
- Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, dan di antara 2
bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16% anak yang
mengalami kejang demam.1,2

3. Kejang Demam Simptomatik


- Usia dan demam sama dengan kejang demam sederhana
- Anak biasanya memperlihatkan gejala abnormalitas neurologi atau nyeri akut.4

9
3.4 PATOFISIOLOGI
Peningkatan temperatur dalam otak berpengaruh terhadap perubahan letupan
aktivitas neuronal. Perubahan temperatur tersebut menghasilkan sitokin yang merupakan
pirogen endogen, jumlah sitokin akan meningkat seiring kejadian demam dan respons
inflamasi akut. Respons terhadap demam biasanya dihubungkan dengan interleukin-1 (IL-
1) yang merupakan pirogen endogen atau lipopolisakarida (LPS) dinding bakteri gram
negatif sebagai pirogen eksogen. LPS menstimulus makrofag yang akan memproduksi pro-
dan anti-inflamasi sitokin tumor necrosis factor-alpha (TNF-α), IL-6, interleukin-1
receptor antagonist (IL-1ra), dan prostaglandin E2 (PGE2). Reaksi sitokin ini mungkin
melalui sel endotelial circumventricular akan menstimulus enzim cyclooxygenase-2 (COX-
2) yang akan mengkatalis konversi asam arakidonat menjadi PGE2 yang kemudian
menstimulus pusat termoregulasi di hipotalamus, sehingga terjadi kenaikan suhu tubuh.
Demam juga akan meningkatkan sintesis sitokin di hipokampus. Pirogen endogen, yakni
interleukin 1ß, akan meningkatkan eksitabilitas neuronal (glutamatergic) dan menghambat
GABA-2015ergic, peningkatan eksitabilitas neuronal ini yang menimbulkan kejang.2

3.5 MANIFESTASI KLINIS


Hampir pada setiap kejadian kejang demam berlangsung antara 1 sampai 5 menit setiap
episode nya. Gejala klinis yang dapat ditemui antara lain :
1. Anak mengalami demam
2. Mengeluh pusing
3. Tiba-tiba lemas dan terjatuh
4. Seluruh otot akan kaku, hal ini akan menyebabkan berteriak atau menangis
5. Anak dapat terlihat seperti menahan napas selama 30 detik. Yang akan menyebabkan
anak tampak kebiruan pada wajah.
6. Otot-otot yang kaku akan bergerak tanpa sadar seperti kedutan dan bergoyang.
7. Mata terlihat mendelik ke atas
8. Banyak anak yang kehilangan kendali dalam menahan BAB dan BAK atau menggigit
lidah mereka
9. Setelah kejang anak akan tampak mengantuk atau tertidur.3

3.6 DIAGNOSIS
Pada kejang demam sederhana, anak <18 bulan sangat disarankan untuk dilakukan
observasi dan pemeriksaan lebih lanjut seperti pungsi lumbal, sedangkan pada anak >18

10
bulan tidak harus observasi di rumah sakit jika kondisi stabil, keluarga perlu diberitahu jika
terjadi kejang berulang maka harus dibawa ke rumah sakit. Pada kejang demam sederhana,
pemeriksaan darah rutin, elektroensefalografi, dan neuroimaging tidak selalu dilakukan.
Pemeriksaan pungsi lumbal dilakukan pada pasien umur <18 bulan, dengan meningeal sign
serta pasien dengan kecurigaan infeksi SSP.
Pada kejang demam kompleks, pemeriksaan difokuskan untuk mencari etiologi
demam. Semua kejang demam kompleks membutuhkan observasi lebih lanjut di rumah
sakit. Pungsi lumbal serta beberapa tindakan seperti elektroensefalografi dan CT scan
mungkin diperlukan.2

a. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi
dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam. Pemeriksaan
laboratorium yang dapat dikerjakan atas indikasi misalnya darah perifer, elektrolit, dan
gula darah.1

b. PUNGSI LUMBAL
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan
kemungkinan meningitis. Risiko meningitis bakterialis adalah 0,6-0,7%. Pada bayi,
sering sulit menegakkan atau menyingkirkn diagnosis meningitis karena manifestasi
klinisnya tidak jelas. Berdasarkan bukti-bukti terbaru, saat ini pemeriksaan pungsi
lumbal tidak dilakukan secara rutin pada anak berusia <12 bulan yang mengalami
kejang demam sederhana dengan keadaan umum baik.1,2
Oleh karena itu, pungsi lumbal dianjurkan pada:
1. Bayi kurang dari 12 bulan – sangat dianjurkan
2. Bayi antara 12-18 bulan – dianjurkan
3. Bayi >18 bulan – tidak rutin
Bila klinis yakin bukan meningitis, tidak perlu dilakukan pungsi lumbal.2

Indikasi pungsi lumbal :


1. Terdapat tanda dan gejala rangsang meningeal
2. Terdapat kecurigaan adanya infeksi SSP berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
klinis.

11
3. Dipertimbangkan pada anak dengan kejang disertai demam yang sebelumnya
telah mendapat antibiotik dan pemberian antibiotik tersebut dapat mengaburkan
tanda dan gejala meningitis.5

c. ELEKTROENSEFALOGRAFI (EEG)
Pemeriksaan elektroensefalografi (electroencephalography/EEG) tidak
direkomendasikan karena tidak dapat memprediksi berulangnya kejang atau
memperkirakan kemungkinan epilepsi pada pasien kejang demam. Pemeriksaan EEG
masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas, misalnya pada
kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun, atau kejang demam fokal.2

Indikasi pemeriksaan EEG:


• Pemeriksaan EEG tidak diperlukan untuk kejang demam, kecuali apabila
bangkitan bersifat fokal, juga tidak diindikasikan pada kejang demam sederhana.
Keterangan:
EEG hanya dilakukan pada kejang fokal untuk menentukan adanya fokus kejang di
otak yang membutuhkan evaluasi lebih lanjut.1,4

d. PENCITRAAN
Pemeriksaan neuroimaging (CT scan atau MRI kepala) tidak rutin dilakukan pada
anak dengan kejang demam sederhana. Pemeriksaan tersebut dilakukan bila terdapat
indikasi, seperti kelainan neurologis fokal yang menetap, misalnya hemiparesis atau
paresis nervus kranialis.1 MRI diketahui memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang
lebih tinggi dibandingkan CT scan, namun belum tersedia secara luas di unit gawat
darurat. CT scan dan MRI dapat mendeteksi perubahan fokal yang terjadi baik yang
bersifat sementara maupun kejang fokal sekunder. Foto X-ray kepala dan pencitraan
seperti Computed Tomography scan (CT-scan) atau Magnetic Resonance Imaging
(MRI) tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti:
a. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
b. Paresis nervus VI
c. Papiledema

12
3.7 DIAGNOSIS BANDING
1. Epilepsi
Epilepsi didefinisikan sebagai gangguan otak yang dicirikan oleh predisposisi yang
dapat menyebabkan kejang dan terdapat faktor penyebab pada neurobiologis, kognitif,
psikologis, dan sosial dari kondisi ini. Tanda-tanda klinis dan geala tergantung pada
lokasi yang dapat mencetuskan epilepsi di korteks serebral dan tingkat pola
penyebaran epilepsi di otak. Ciri khas epilepsi adalah sifat stereotipnya. Pasien yang
selama bertahun-tahun telah mengalami kejang tonik-klonik atau kejang umum
cenderung mengalami cedera yang membutuhkan tindakan. Terdapat kelainan pada
pemeriksaan EEG.4

2. Meningtis bakterialis
Sebagian besar pasien dengan meningitis bakterialis biasanya disebabkan oleh bakteri
Neisseria meningitidis dan akan pulih sepenuhnya jika terapi antibiotik segera
diberikan secara tepat dan cepat. Meskipun demikian, penyakit ini masih dikaitkan
dengan mortalitas yang tinggi dan defek neurologis persisten, khususnya pada bayi
dan anak. Biasanya gejalanya ditandai dengan nyeri kepala terus-menerus, demam,
muntah, fotofobia, dan kaku pada leher. Dapat juga ditemui sifat cepat marah, muntah
proyektil, kejang dengan onset fokal. Dapat ditemukan defisit neurologis pada pasien.
Sebelumnya disebabkan oleh adanya infeksi subakut yang telah dialami beberapa
hari.4

3.8 PENATALAKSANAAN
Pada umumnya kejang berlangsung singkat (rerata 4 menit) dan pada waktu pasien
datang, kejang sudah berhenti. Apabila saat pasien datang dalam keadaan kejang, obat
yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam intravena. Dosis diazepam
intravena adalah 0,2-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 2 mg/menit atau dalam
waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 10 mg. Secara umum, penatalaksanaan kejang
akut mengikuti algoritma kejang pada umumnya.
Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orangtua di rumah (prehospital) adalah
diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg
untuk anak dengan berat badan kurang dari 12 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari
12 kg.

13
Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang lagi
dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali
pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah sakit
dapat diberikan diazepam intravena. Jika kejang masih berlanjut, lihat algoritme
tatalaksana status epileptikus.
Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari indikasi
terapi antikonvulsan profilaksis. 1

Gambar 1. Algoritma Tatalaksana kejang Demam pada Anak2

Pemberian obat pada saat demam


a. Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko terjadinya
kejang demam. Meskipun demikian, dokter neurologi anak di Indonesia sepakat

14
bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10-
15 mg/kg/kali diberikan tiap 4-6 jam. Dosis ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari.

b. Antikonvulsan
Pemberian obat antikonvulsan intermiten
Yang dimaksud dengan obat antikonvulsan intermiten adalah obat antikonvulsan
yang diberikan hanya pada saat demam. Profilaksis intermiten diberikan pada kejang
demam dengan salah satu faktor risiko di bawah ini:
- Kelainan neurologis berat, misalnya palsi serebral
- Berulang 4 kali atau lebih dalam setahun
- Usia <6 bulan
- Bila kejang terjadi pada suhu tubuh kurang dari 39 derajat Celsius
- Apabila pada episode kejang demam sebelumnya, suhu tubuh meningkat dengan
cepat.

Obat yang digunakan adalah diazepam oral 0,3 mg/kg/kali per oral atau rektal 0,5
mg/kg/kali (5 mg untuk berat badan <12 kg dan 10 mg untuk berat badan >12 kg),
sebanyak 3 kali sehari, dengan dosis maksimum diazepam 7,5 mg/kali. Diazepam
intermiten diberikan selama 48 jam pertama demam. Perlu diinformasikan pada
orangtua bahwa dosis tersebut cukup tinggi dan dapat menyebabkan ataksia,
iritabilitas, serta sedasi. 1,2

c. Pemberian obat antikonvulsan rumat


Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan
obat dapat menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan, maka pengobatan rumat
hanya diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek.
Indikasi pengobatan rumat:
1. Kejang fokal
2. Kejang lama >15 menit
3. Terdapat kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya
palsi serebral, hidrosefalus, hemiparesis.

15
Keterangan:
- Kelainan neurologis tidak nyata, misalnya keterlambatan perkembangan, Bukan
merupakan indikasi pengobatan rumat.
- Kejang fokal atau fokal menjadi umum menunjukkan bahwa anak mempunyai
fokus organik yang bersifat fokal. • Pada anak dengan kelainan neurologis berat
dapat diberikan edukasi untuk pemberian terapi profilaksis intermiten terlebih
dahulu, jika tidak berhasil/orangtua khawatir dapat diberikan terapi antikonvulsan
rumat.1

d. Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumat


Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam
menurunkan risiko berulangnya kejang.
Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan
kesulitan belajar pada 40-50% kasus. Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada
sebagian kecil kasus, terutama yang berumur kurang dari 2 tahun, asam valproat dapat
menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat adalah 15-40 mg/kg/hari
dibagi dalam 2 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg/hari dalam 1-2 dosis. 1

e. Lama pengobatan rumat


Pengobatan diberikan selama 1 tahun, penghentian pengobatan rumat untuk kejang
demam tidak membutuhkan tapering off, namun dilakukan pada saat anak tidak
sedang demam.

Edukasi pada orangtua


Kejang merupakan peristiwa yang menakutkan bagi setiap orangtua. Pada saat
kejang, sebagian besar orangtua beranggapan bahwa anaknya akan meninggal. Kecemasan
tersebut harus dikurangi dengan cara diantaranya:
- Meyakinkan orangtua bahwa kejang demam umumya mempunyai prognosis baik.
- Memberitahukan cara penanganan kejang.
- Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali.
- Pemberian obat profilaksis untuk mencegah berulangnya kejang memang efektif,
tetapi harus diingat adanya efek samping obat. 1

16
Beberapa hal yang harus dikerjakan bila anak kejang
1. Tetap tenang dan tidak panik.
2. Longgarkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher.
3. Bila anak tidak sadar, posisikan anak miring. Bila terdapat muntah, bersihkan
muntahan atau lendir di mulut atau hidung.
4. Walaupun terdapat kemungkinan (yang sesungguhnya sangat kecil) lidah tergigit,
jangan memasukkan sesuatu kedalam mulut.
5. Ukur suhu, observasi, dan catat bentuk dan lama kejang.
6. Tetap bersama anak selama dan sesudah kejang.
7. Berikan diazepam rektal bila kejang masih berlangsung lebih dari 5 menit. Jangan
berikan bila kejang telah berhenti. Diazepam rectal hanya boleh diberikan satu kali
oleh orangtua.
8. Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih, suhu
tubuh lebih dari 40 derajat Celsius, kejang tidak berhenti dengan diazepam rektal,
kejang fokal, setelah kejang anak tidak sadar, atau terdapat kelumpuhan.1

3.9 PROGNOSIS
Kecacatan atau kelainan neurologis
Prognosis kejang demam secara umum sangat baik. Kejadian kecacatan sebagai
komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis
umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal. Kelainan neurologis dapat
terjadi pada kasus kejang lama atau kejang berulang, baik umum maupun fokal. Suatu
studi melaporkan terdapat gangguan recognition memory pada anak yang mengalami
kejang lama. Hal tersebut menegaskan pentingnya terminasi kejang demam yang
berpotensi menjadi kejang lama.1,4

Kemungkinan berulangnya kejang demam


Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko berulangnya
kejang demam adalah:
1. Riwayat kejang demam atau epilepsi dalam keluarga
2. Usia kurang dari 12 bulan
3. Suhu tubuh kurang dari 39 derajat Celsius saat kejang
4. Interval waktu yang singkat antara awitan demam dengan terjadinya kejang.
5. Apabila kejang demam pertama merupakan kejang demam kompleks.

17
Bila seluruh faktor tersebut di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah
80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya kejang
demam hanya 10-15%. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar pada tahun
pertama.1

Faktor risiko terjadinya epilepsi


Faktor risiko menjadi epilepsi di kemudian hari adalah:
1. Terdapat kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam
pertama
2. Kejang demam kompleks
3. Riwayat epilepsi pada orangtua atau saudara kandung
4. Kejang demam sederhana yang berulang 4 episode atau lebih dalam satu tahun.
Masing-masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi sampai 4-6%,
kombinasi dari faktor risiko tersebut akan meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi
10-49%. Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian obat
rumatan pada kejang demam.1

Kematian
Kematian langsung karena kejang demam tidak pernah dilaporkan. Angka kematian pada
kelompok anak yang mengalami kejang demam sederhana dengan perkembangan normal
dilaporkan sama dengan populasi umum.1

18
BAB 4
ANALISIS KASUS

Pada An. R, dari anamnesis didapatkan usia 7 bulan mengalami kejang disertai
demam sebanyak 2 kali serangan dalam waktu kurang lebih 3 jam. Saat kejang mata
mendelik ke atas diikutin dengan kaku dan kelojotan seuruh tubuh. Diantara 2 serangan
kejang anak tertidur.
Hal ini sesuai dengan definisi kejang demam berdasarkan International League
Against Epilepsy (ILAE), kejang demam merupakan kejang selama masa kanak-kanak
setelah usia 1 bulan, yang berhubungan dengan penyakit demam tanpa disebabkan infeksi
sistem saraf pusat, tanpa riwayat kejang neonatus dan tidak berhubungan dengan kejang
simptomatik lainnya. Definisi berdasarkan konsensus tatalaksana kejang demam dari
Ikatan Dokter Anak Indonesia/IDAI, kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi
pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38ºC) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium.
Berdasarkan klasifikasi kejang demam kompleks menurut IDAI tahun 2016 dengan
salah satu ciri berikut:
- Kejang lama (>15 menit)
- Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
- Berulang atau lebih dari 1 kali dalam waktu 24 jam dan di antara bangkitan
kejang anak tidak sadar.

An.R termasuk ke dalam kejang demam kompleks, dimana didapatkan 2 kali serangan
kejang dalam waktu 24 jam. Diantara serangan kejang anak tertidur.

Pasien kemudian dianjurkan rawat inap untuk observasi kejang dan diberikan :
- Pulvus : Paracetamol 100 mg + Diazepam 0,7 mg (3 x 1 pulvus)
- Diazepam iv 0,3 – 0,5 mg/kgBB/kali jika kejang berulang

19
Pemberian obat pada saat demam
a. Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko terjadinya
kejang demam. Meskipun demikian, dokter neurologi anak di Indonesia sepakat
bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10-
15 mg/kg/kali diberikan tiap 4-6 jam. Dosis ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari.

b. Antikonvulsan
Pemberian obat antikonvulsan intermiten
Yang dimaksud dengan obat antikonvulsan intermiten adalah obat antikonvulsan
yang diberikan hanya pada saat demam. Profilaksis intermiten diberikan pada kejang
demam dengan salah satu faktor risiko di bawah ini:
- Kelainan neurologis berat, misalnya palsi serebral

20
- Berulang 4 kali atau lebih dalam setahun
- Usia <6 bulan
- Bila kejang terjadi pada suhu tubuh kurang dari 39 derajat Celsius
- Apabila pada episode kejang demam sebelumnya, suhu tubuh meningkat dengan
cepat.

Obat yang digunakan adalah diazepam oral 0,3 mg/kg/kali per oral atau rektal 0,5
mg/kg/kali (5 mg untuk berat badan <12 kg dan 10 mg untuk berat badan >12 kg),
sebanyak 3 kali sehari, dengan dosis maksimum diazepam 7,5 mg/kali. Diazepam
intermiten diberikan selama 48 jam pertama demam. Perlu diinformasikan pada
orangtua bahwa dosis tersebut cukup tinggi dan dapat menyebabkan ataksia,
iritabilitas, serta sedasi. 1,2

c. Pemberian obat antikonvulsan rumat


Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan
obat dapat menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan, maka pengobatan rumat
hanya diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek.
Indikasi pengobatan rumat:
4. Kejang fokal
5. Kejang lama >15 menit
6. Terdapat kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya
palsi serebral, hidrosefalus, hemiparesis.

Keterangan:
- Kelainan neurologis tidak nyata, misalnya keterlambatan perkembangan, Bukan
merupakan indikasi pengobatan rumat.
- Kejang fokal atau fokal menjadi umum menunjukkan bahwa anak mempunyai
fokus organik yang bersifat fokal. • Pada anak dengan kelainan neurologis berat
dapat diberikan edukasi untuk pemberian terapi profilaksis intermiten terlebih
dahulu, jika tidak berhasil/orangtua khawatir dapat diberikan terapi antikonvulsan
rumat.1

21
d. Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumat
Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam
menurunkan risiko berulangnya kejang.
Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan
kesulitan belajar pada 40-50% kasus. Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada
sebagian kecil kasus, terutama yang berumur kurang dari 2 tahun, asam valproat dapat
menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat adalah 15-40 mg/kg/hari
dibagi dalam 2 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg/hari dalam 1-2 dosis. 1

e. Lama pengobatan rumat


Pengobatan diberikan selama 1 tahun, penghentian pengobatan rumat untuk kejang
demam tidak membutuhkan tapering off, namun dilakukan pada saat anak tidak
sedang demam.

Edukasi pada orangtua


Kejang merupakan peristiwa yang menakutkan bagi setiap orangtua. Pada saat
kejang, sebagian besar orangtua beranggapan bahwa anaknya akan meninggal. Kecemasan
tersebut harus dikurangi dengan cara diantaranya:
- Meyakinkan orangtua bahwa kejang demam umumya mempunyai prognosis baik.
- Memberitahukan cara penanganan kejang.
- Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali.
- Pemberian obat profilaksis untuk mencegah berulangnya kejang memang efektif,
tetapi harus diingat adanya efek samping obat. 1

Beberapa hal yang harus dikerjakan bila anak kejang


1. Tetap tenang dan tidak panik.
2. Longgarkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher.
3. Bila anak tidak sadar, posisikan anak miring. Bila terdapat muntah, bersihkan
muntahan atau lendir di mulut atau hidung.
4. Walaupun terdapat kemungkinan (yang sesungguhnya sangat kecil) lidah tergigit,
jangan memasukkan sesuatu kedalam mulut.
5. Ukur suhu, observasi, dan catat bentuk dan lama kejang.
6. Tetap bersama anak selama dan sesudah kejang.

22
7. Berikan diazepam rektal bila kejang masih berlangsung lebih dari 5 menit. Jangan
berikan bila kejang telah berhenti. Diazepam rectal hanya boleh diberikan satu kali
oleh orangtua.
8. Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih, suhu
tubuh lebih dari 40 derajat Celsius, kejang tidak berhenti dengan diazepam rektal,
kejang fokal, setelah kejang anak tidak sadar, atau terdapat kelumpuhan.1

23
BAB V
KESIMPULAN

Kejang demam merupakan jenis kejang yang sering terjadi, terbagi atas kejang
demam sederhana dan kejang demam kompleks. Kejang demam merupakan suatu kondisi
yang patut diperhatikan, dan tatalaksana yang tepat dapat mengatasi kondisi kejang dan
mengatasi kausanya. Sebagian besar kejang demam tidak menyebabkan penurunan IQ,
epilepsi, ataupun kematian. Kejang demam dapat berulang yang kadang menimbulkan
ketakutan dan kecemasan pada keluarga. Diperlukan pemeriksaan sesuai indikasi dan
tatalaksana menyeluruh. Edukasi orang tua penting karena merupakan pilar pertama
penanganan kejang demam sebelum dirujuk ke rumah sakit.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Management of febrile seizures : Ad Hoc Task Force of LICE Guidelines. Epilepsia.


2009;50(1):2-6
2. Arief, RF. Continuing Medical Education : Penatalaksanaan Kejang Demam. 2015.
CDK-232 ; vol.42 no.9.
3. Hitchings, Sally. Febrile Convulsions : Informations for Parents and Carers. Oxford
University Hospitals NHS trust. 2017.
4. Baumann, Robert. Pediatric Febrile Seizures. Medscape. 2017. Diunggah melalui
https://emedicine.medscape.com/article/1176205-overview#a1 pada tanggal 1 April
2018 pukul 06.45 WIB.
5. Imanuel et al. Rekomendasi Penatalaksanaan Kejang Demam. Unit Kerja Koordinasi
Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2016.
6. American Academy of Pediatrics, Subcommittee on Febrile Seizure. Pediatr.
2011;127:389-94.

25

Anda mungkin juga menyukai