Anda di halaman 1dari 3

2 MATERI DAN METODE

1.1. Waktu dan Tempat

Praktikum penetasan dimulai dari sanitasi ruangan dan fumigasi mesin


tetas pada Rabu, 27 April 2018. Setting telur puyuh dilaksanakan pada Rabu, 4
Mei 2018. Pelaksanaan piket dilaksanakan mulai Rabu, 4 Mei 2018 sampai
dengan 27 Mei 2018. Pelaksanaan kegiatan tersebut dilakukan di Ruang
Penetasan Kampus Gunung Gede Program Diploma IPB.

1.2. Alat dan Bahan

Manajemen penetasan telur itik menggunakan alat yaitu


termohigrometer, cawan petri, pinset, egg tray, bak air, jangka sorong, pita
ukur, rak hatcher, termometer, termostat, thermometer infrared, sapu lidi,
lampu bohlam, dan alat tulis. Bahan yang digunakan yaitu formalin, kalium
permanganan, telur itik, air, dan deterjen.

1.3. Metode Kerja

Kegiatan pertama yang dilakukan dalam manajemen penetasan telur itik


yaitu telur bersihkan dengan cara direndam dalam air hangat yang diberi
mama lemon dua sendok makan dengan suhu 37 oC, lalu telur digosok
menggunakan spons secara satu arah, setelah digosok dan kotoran pada telur
hilang bilas telur menggunakan air hangat lagi dengan suhu yang sama lalu
ditiriskan atau diangin – aginkan pada eggtray. Selanjutnya sanitasi mesin
tetas dengan menggunakan lap kering. Setelah pembersihan kering dilakukan
kemudian mesin tetas otomatis dihidupkan dan dilakukan fumigasi
menggunakan gas formaldehid yang didapat dari bahan KMnO4 dan formalin.
Kemudian Setelah dilakukan kegiatan pembersihan maka selanjutnya
dilakukan setting suhu mesin tetas dengan suhu 37,5°C dan kelembapan 60-
65%. Selanjutnya dilakukan grading telur sebanyak 38 butir. Lalu pemberian
nomor telur, setelah itu dilakukan pengukuran lebar telur, panjang telur,
penimbangan bobot telur, dan perhitungan indeks telur puyuh. Kemudian
setting telur dengan posisi pada mesin setter otomatis dan setting lama turning
pada mesin tetas otomatis. Piket dilaksanakan dalam 4 waktu yaitu pagi, siang,
sore, dan malam. Pada saat piket dilakukan melaporkan suhu serta
kelembapan. Dalam waktu seminggu sekali dilakukan pemecahan telur yang
retak dan sampling. Setelah 25 hari dilakukan transfer telur dan tunggu hingga
telur menetas di hari ke 28. Jika telur menetas, tunggu DOD kering lalu di
timbang dan dimasukkan ke dalam kandang itik starter. Pisahkan yang normal
dan abnormal.
Performa Penetasan Itik
Tabel 4 Performa penetesan telur itik

Peubah Hasil
Jumlah telur masuk (butir) 38 butir
Jumlah telur fertil (butir) 37 butir
Fertilitas (%) 97,36 %
Jumlah embrio mati P1 0
P2 0
P3 0
Setelah P3 5
Mortalitas embrio P1 0
berdasarkan telur fertil P2 0
(%) P3 0
Setelah P3 13,51 %
Jumlah menetas 32 ekor
Jumlah menetas keseluruhan 302 ekor
Daya tetas berdasarkan telur fertil (%) 86,48 %
DOD normal (ekor) 289
Saleable duck (%) 95,69%

Jumlah telur yang akan ditetaskan sejumlah 40 butir. Hasil grading telur
mendapatkan bobot rata-rata telur sebesar …. gram/butir. Bobot rataan telur yang
ingin ditetaskan sudah termasuk bobot telur tetas itik yang normal. Menurut
Listyowati dan Roospitasari (2005), bahwa jenis pakan, kualitas pakan, dan
lingkungan kandang sangat mempengaruhi bobot telur yang dihasilkan.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi fertilitas diantaranya sex rasio,
kandungan mineral dalam pakan, dan lama penggabungan antara puyuh jantan dan
betina juga berpengaruhterhadap fertilitas telur yang ditetaskan. Listiyowati dan
Roospitasari (2005), menyatakan bahwa pada kondisi normal dengan sex rasio
dan pemberian ransum yang baik akan menghasilkan fertilitas sebesar 85-95 %.
Telur fertil merupakan telur yang dibuahi oleh pejantan, dari hasil praktikum dari
38 butir telur terdapat 37 telur puyuh fertil dengan presentasi fertilitas sebanyak
97,36%, data ini menunjukan bahwa pembibitan yang dilakukan berhasil.
Kematian embrio dapat disebabkan oleh banyak faktor. Lama
penyimpanan telur dapat mempengaruhi kematian embrio, semakin lama telur
disimpan maka akan mengakibatkan penguapan air di dalam telur dan
membesarnya kantung udara. Lama penyimpanan ideal yaitu kurang dari 4 hari
(Mulyantini, 2014). Karena penyimpanan yang terlalu lama dapat mempengaruhi
kualitas telur tetas. Selain itu kematian embrio terjadi karena kegagalan pipping
oleh calon anak karena kurangnya kelembaban di dalam mesin tetas sehingga
embrio gagal menetas. Suhu yang terlalu tinggi atau rendah juga dapat
mempengaruhi kematian embrio. Suhu yang ideal untuk menetaskan telur puyuh
ialah 37 C.
Pada penetasan 38 telur itik, jumlah kematian embrio sebanyak 7 butir
yang mati dihari dan faktor yang berbeda-beda. Presentasi kematian embrio
sebanyak 13,51%.
Setelah hari ke-28 telur menetas, dari 38 butir telur yang ditetaskan
terdapat 32 ekor DOQ yang menetas dan mendapatkan persentasi daya tetas
sebesar 86,48%. Berdasarkan hasil penetasan yang didapat menunjukan bahwa
daya tetas telur puyuh baik karena daya tetas telur puyuh yang baik berkisar 68-
75% (Suleyman, 2009). Tinggi rendahnya daya tetas dipengaruhi oleh suhu dan
kelembaban selama proses penetasan. Karena suhu dan kelembaban sangat
mempengaruhi embrio yang ada didalam telur tetas.
Setelah telur menetas , DOD hasil tetas langsung dilakukan grading untuk
menentukan salable duck. Salable duck merupakan jumlah DOD hasil penetasan
yang layak untuk dijual dengan kondisi DOD yang normal. Dari 302 DOD yang
menetas terdapat 289 ekor yang layak untuk dijual dengan presentasi salable quail
sebesar 95,69%. Sisanya terdapat 13 ekor yang tidak layak untuk dijual.
Selain melihat kenormalan DOD yang menetas, perlakuan grading lainnya
ialah menimbang DOD sebelum dimasukan kedalam kandang. Dan diketahui
bahwa presentasi salable duck dan presentasi bobot tetas sangat baik.

Daftar pustaka
Listyowati.E.2009.Tatalaksana Budidaya Puyuh Secara Komersial.Penebar
Swadaya.Jakarta.
Listyowati.E and Roospitari.K.2005.Tata Laksana Budi Daya Puyuh Secara
Komersial.Penebar Swadaya.Jakarta.
Suleyman, D. S. Inal, T. Caglayan, M. Garip, dan M. Tilki. 2009. The Effect of
Parent Age, Egg Wight, Stroge Length, and Temperature on Fertility and
Hatchebility of Japanese Quail

Anda mungkin juga menyukai