Anda di halaman 1dari 8

Cytomegalo Virus dan Epstein Barr Virus

A. Cytomegalovirus

Cytomegalovirus (CMV) merupakan virus DNA yang tergolong dalam


genus virus Herpes. CMV merupakan parasit yang hidup di dalam sel atau
intrasel yang sepenuhnya tergantung pada sel inang untuk replikasi. Infeksi
CMV dipopulerkan sebagai penyakit yang berdampak negatif terhadap
janin atau fetus yang dikandung oleh wanita hamil.1

Gambar 1. Cytomegalo Virus

Infeksi cytomegalovirus (CMV) merupakan infeksi kongenital (bawaan dari


lahir) yang meluas di dunia dan merupakan jenis infeksi yang paling sering
terjadi dengan bentuk klinis yang berbeda-beda. Janin dapat terinfeksi karena
infeksi ibu baru (primer) atau infeksi ibu rekuren (berulang/ reaktivasi).1

Virus ini dinamakan cytomegalovirus karena ada benda inklusi di


intranuklear dan intrasitoplasma yang tampak dengan penyakit
simptomatik.CMV ditransmisikan melalui kontak dengan individu yang
membawa infeksi CMV. Penyebab utama transmisi virus ke ibu hamil atau
wanita muda usia produktif ialah dari anak kecil usia pra sekolah yang bermain
atau dekat dengan wanita tersebut, namun dapat juga berasal dari pasangan atau
kontak seksual.Transmisi dapat berasal dari semua cairan tubuh seperti urin,
cairan semen, ludah, air mata, cairan serebrospinal, air susu ibu (ASI), transfusi
darah, atau dari transplantasi organ.1
Bentuk klinis dari infeksi CMV sekitar 90% asimptomatis ketika bayi
dilahirkan. Namun terdapat trias klasik infeksi CMV yaitu ikterik (bayi
berwarna kekuningan sebanyak 62% kasus infeksi CMV), peteki (bintik
perdarahan pada kulit akibat pecahnya kapiler pembuluh darah sebanyak 58%
kasus infeksi CMV), dan hepatosplenomegali (pembesaran organ hati dan lien
pada 50% kasus infeksi CMV).Cytomegalo ini merupakan virus yang paling
umum ditemukan pada anak dengan HIV.2

Gambar 2. Bayi yang terkena Cytomegali Virus

Manifestasi di rongga mulur berupa ulser tunggal tidak spesifik


dengan ukuran besar, nyeri sulit sembuh yang dapat timbul pada bagian
mukosa mulut yang manapun.I nfeksi opurtunis ini biasanya timbul pada
penderita.2

Gambar 3. Manifestasi oral infeksi cytomegalovirus di mukosa bukal


a. Diagnosis Infeksi Cytomegalovirus

Dalam menegakkan diagnosis infeksi CMV pada bayi dan anak


diperlukan pemeriksaan diagnostik yang ideal untuk mendeteksi infeksi
aktif CMV. Terdapat banyak metode yang digunakan baik sebagai
pemeriksaan tunggal atau kombinasi untuk mendiagnosis CMV.
Pemeriksaan yang dilakukan harus mudah dan memberikan hasil yang cepat
dan terpercaya. Hal ini berkaitan dengan perlu-nya mengetahui infeksi
primer sejak dini agar dapat memantau perkembangan penyakit CMV.3

Infeksi kongenital CMV secara prenatal didiagnosis dengan


mendeteksi IgM pada darah janin atau mengisolasi virus dari cairan amnion.
Pemeriksaan amniosentesis sangat akurat setelah usia kehamilan 21
minggu, ketika ginjal janin sudah cukup matang untuk mengeksresikan
virus ke cairan amnion.3

Selain itu terdapat juga diagnosis infeksi CMV secara tepat dapat
yang dilakukan dengan pemeriksaan DNA CMV. PCR ( Polymerase chain
reaction ) merupakan pemeriksaan yang sangat sensitif untuk mendeteksi
CMV dari berbagai sumber, seperti darah, urin, ludah dan jaringan.
Pemeriksaan berkala DNA CMV dari darah tepi dengan pemeriksaan
kuantitatif PCR dapat bermanfaat untuk mengidentifikasi penderita yang
berisiko tinggi dan memantau efek terapi antiviral.3

Studi awal oleh Demmler et al. menunjukkan PCR memiliki


sensitifitas dan spesitifitas sebesar 93% dan 100% untuk mendeteksi antigen
CMV. Studi lain oleh Warren et al. menunjukkan PCR memiliki sensitifitas
dan spesifisitas sebesar 89,2% dan 95,8% dibandingkan dengan kultur
jaringan dan kultur cepat dari saliva pada bayi dengan infeksi kongenital
CMV.3
b. Pengobatan Infeksi Cytomegalo virus

Obat Ganciclovir, merupakan nukleotida asiklik sintesis analog


guanine yang terfosforilasi ke dalam bentuk trifosfat di dalam sel dan
bertindak sebagai inhibitor sintesis DNA virus. Data sebelumnya
menunjukkan bahwa ganciclovir efektif sebagai tatalaksana infeksi CMV
kongenital simptomatik.4

Penelitian fase II dengan ganciclovir menunjukkan perbaikan


pendengaran atau stabilisasi pada 5 dari 30 bayi yang mengalami infeksi
CMV kongeintal simptomatik pada 6 bulan kemudian. Selama periode
terapi, ekskresi kuantitatif CMV pada urin akan menurun. Namun, setelah
penghentian terapi, viruria akan kembali mendekati kadar sebelum terapi.4

Pada fase III percobaan acak menunjukkan ganciclovir memberikan


keuntungan pada bayi dengan infeksi CMV kongenital berat. Kerusakan
sistem saraf pusat yang telah terjadi tidak dapat dipulihkan, namun replikasi
virus yang sedang terjadi dapat dikontrol.4

B. Epstein Barr Virus

Virus Epstein Barr (virus EB) juga disebut herpesvirus manusia 4 yang
termasuk dalam famili herpes ( yang juga termasuk dalam virus simplex dan
cytomegalovirus). Virus ini merupakan salah satu virus yang paling umum pada
manusia dan mampu menyebabkan mononukleosis. Virus ini berasal dari nama
Michael Epstein dan Yvonne Barr, yang bersama dengan Bert Achong
menemukan virus ini pada tahun 1964.5

Gambar 4. Epstein Barr Virus


Infeksi terjadi lebih sering pada masa kanak-kanak dan remaja.
Paling sering, virus ditularkan saat ciuman, sehingga kebanyakan anak
terinfeksi dari orang tua mereka. sama mudahnya terinfeksi melalui barang-
barang rumah tangga, mainan dan selama prosedur transfusi darah. Infeksi pada
anak VEB bisa terjadi di rahim ibu, sehingga bagi wanita hamil hal itu
menimbulkan bahaya yang nyata.5

Saat air liur yang terinfeksi virus EBV masuk ke tubuh manusia, virus dalam
air liur ini akan mulai menginfeksi sel-sel di permukaan dinding tenggorokan.
Tubuh akan mengeluarkan sel darah putih, yakni sel limfosit B, untuk melawan
infeksi tersebut. Sel B yang berisi virus ini akan ditangkap oleh sistem kelenjar
getah bening yang tersebar di berbagai bagian tubuh. Dengan cara inilah virus
EBV tersebar dalam tubuh manusia.5

Banyaknya jumlah limfosit-B yang dihasilkan tubuh untuk melawan virus


EBV ini ditunjukkan dengan meningkatnya kadar limfosit pada saat dilakukan
pemeriksaan darah. Selain itu, pelepasan limfosit-B oleh tubuh akan diikuti oleh
pengeluaran protein-protein radang yang disebut dengan sitokin. Sitokin inilah
yang menyebabkan penderita merasa demam5.

Penyakit mononukleosis atau yang disebut oleh sebagian besar orang


sebagai “penyakit ciuman” memiliki gejala yang tidak jauh berbeda dari infeksi
virus biasa lainnya (misalnya flu), sehingga kadang-kadang sulit untuk dikenali.
Beberapa gejala yang paling sering dijumpai adalah demam , radang
tenggorokan yang lebih nyeri daripada radang yang pernah dialami sebelumnya,
pembengkakan kelenjar, paling sering di leher namun bisa juga di bagian lain
tubuh seperti di ketiak, mudah lelah., penurunan nafsu makan dan
pembengkakan amandel dan adenoid (suatu jaringan di hidung bagian
belakang).6
Gambar 5. Anak yang menderita mononucleosis.

a. Diagnosis Epstein Barr Virus

Dokter akan mendiagnosa adanya kemungkinan mononukleosis


melalui pemeriksaan fisik untuk melihat tanda dan gejala yang ada,
misalnya pembengkakan pada amandel, kelenjar getah bening, limpa, atau
bahkan hati. Selain itu, dokter mungkin akan menyarankan untuk
dilakukannya pemeriksaan laboratorium seperti tes penghitungan sel darah
putih dan tes antibodi.7

Tes penghitungan sel darah putih dilakukan untuk mencari


peningkatan kadar limfosit dalam tubuh (limfositosis). Hasil tes ini kerap
menjadi acuan tambahan untuk mendukung diagnosa mononukleosis, Tes
laboratorium berikutnya adalah tes monospot. Tes ini dilakukan untuk
memeriksa kadar antibodi untuk melawan EBV dalam tubuh. Tes ini cukup
cepat, di mana hasilnya dapat langsung dilihat pada hari itu juga. Namun,
tes ini tidak dapat dilakukan pada satu minggu awal terjadinya infeksi,
karena antibodi masih belum terbentuk secara sempurna.7

b. Pengobatan Mononocleosis

Hingga saat ini, masih tidak ada pengobatan atau terapi untuk
menyembuhkan mononukleosis. Mononukleosis dapat sembuh dengan
sendirinya dalam waktu beberapa minggu, namun beberapa hal di bawah
ini dapat dilakukan untuk meringankan gejala:

a) Cairan. Mengkonsumsi air putih yang banyak (termasuk jus


buah segar) dapat membantu meredakan demam, mengatasi
radang tenggorokan, serta mencegah dehidrasi.
b) Obat antinyeri. Demam atau rasa nyeri dan pegal dapat
dikurangi dengan mengonsumsi obat antinyeri yang aman
(ibuprofen atau parasetamol) untuk meredakan demam dan
nyeri.
c) Obat antiradang. Antiradang kortikosteroid mungkin
diperlukan apabila terjadi pembengkakan amandel, anemia
berat, ada masalah pada jantung, atau terjadi gangguan pada
otak atau saraf. Konsultasikan pada dokter terlebih dahulu
sebelum mengonsumsi obat ini7
Daftar Pustaka

1. Sari PW. Cytomegalo Virus [internet]. 2014 [cited 2 Oktober 2018].


Available from
http://eprints.undip.ac.id/44899/3/Wilujeng_Puja_Sari_22010110110042_
Bab2KTI.pdf.
2. Ramadhan E. Infeksi Cytomegalo Virus Pada Anak. 2016 [cited 2 Oktober
2018]. Available from : https://www.scribd.com/doc/213683048/Infeksi-
Cytomegalovirus-Pada-Anak.
3. Rampengan HN. Diagnosis Infeksi Cytomegalo Pada Bayi dan Anak.
2015[cited 2 Oktober 2018]. Available from :
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/biomedik/article
/view/9483.
4. Tampubolon SJ. Managemen CMV. 2011 [cited 4 Oktober 2018]. Available
from :
https://www.scribd.com/doc/76482619/mangement-cmv.
5. Febrianti BS. Virus Eipstein Barr. 2013 [cited 4 Oktober 2018]. Available
from :
https://www.scribd.com/document/157460265/Virus-Epstein-Barr.
6. Purnomo H. Mononocleosis. 2016 [cited 4 Oktober 2018]. Available from :
https://www.scribd.com/doc/305148984/Tugas-Penyakit-Mononukleosis-
Infeksiosa-Henri-Aprilio-Purnomo-1102010120.
7. Imran AR. Mononukleosis Infeksia. 2017 [cited 4 Oktober 2018]. Available
from : https://www.scribd.com/document/357109414/321977604-
mononukleosis-infeksiosa-1-docx.

Anda mungkin juga menyukai