Anda di halaman 1dari 14

Ikan Endemik Banggai Cardinalfish (Pterapogon kauderni) Terancam Punah

Oleh : Yolanda Rachel Nathania


1606905613
Kerangka Essay
Perdagangan ikan hias
merupakan salah satu
penyebab berkurangnya jumlah
Intro Hook
populasi Ikan Banggai
Cardinalfish di perairan di
Indonesia
- Taksonomi
Pterapogon kauderni
- Habitat dan Ekologi
Intro
Pterapogon kauderni
- Tren populasi
Pterapogon kauderni
- Muncul pro dan kontra
dari konservasi yang
akan dilakukan
Thesis - Penyebab penurunan
populasi Pterapogon
kauderni menjadi
kritis
Evidence:
- Pada tahun 2002
sekitar 600 ribu ikan
dipanen setiap
tahunnya
- Tahun 2004, mucul
kekuatiran populasi
ikan Cardinal
Claim 1: Banggaifish hanya 2,4
Popularitas ikan Banggai juta ikan karena
Developing your argument
Cardinalfsh sebagai ikan hias eksploitasi hingga 900
akuarium di Amerika Utara ribu per tahun
- Belum ada pembatasan
langsung pada
perdagangan dan
kepemilikan
- Ika endemik hidup di
relung habitat sempit
34 km2
Evidence:
- Status populasi
diadema spp, dan
anemon laut akibat
ekspoitasi berlebihan
oleh masyarakat
Claim 2 pesisir.
Populasi ikan mendekati - penurunan jumlah
kepunahan karena ekosistem spesies ikan pada
laut yang rusak tahun 2007-2015
- Kondisi morfologis
dan fisiologis ikan
- Data pemantauan koral
coral watch pada
tahun 2016 di
kepulauan Banggai
Evidence:
- Hanya dilakukan pada
tempat dan waktu
Claim 3: tertentu
Penetapan Ikan banggaifish - hanya di wilayah
sebagai ikan dilindungi Kepulauan Banggai,
terbatas Sulawesi Tengah, dan
hanya pada bulan
Februari-Maret dan
Oktober-November
- Masih banyak manusia
yang membutuhkan
pendidikan mengenai
akibat kepunahan
hewan endemik ,
terutama di tempat
Claim 4:
ikan berada (data
Kurangnya perhatian manusia
jumlah masyarakat
akan kondisi populasi ikan
tercerdaskan tahun
2007-2015)
- Memengaruhi kegiatan
konservasi yang
dilakukan untuk
penyelamatan populasi

Evidence:
Claim 1:
- Konservasi di Thailand
Refuting Opponent Ikan Banggaifish akan banyak
sedang dilakukan
Argument: dikonservasikan selain di
untuk memenuhi
Indonesia
permintaan Amerika
Evidence:
- Jumlah bulubabi dan
anemon laut berkurang,
Claim 2:
ekosistem pantai aman
Kondisi pantai tetap berjalan
untuk keguatan rekreasi
dengan baik
- Tidak ada predator ikan
seperti lionfish, moray,
stonefish
Evidence:
- Dukungan pemerintah
daerah terhadap
pengelolaan kawasan
konservasi daerah
Claim 3
- Adanya RAN
Terbangunnya kepedulian
(Rencana Aksi
terhadap permasalahan
Nasional) konservasi
populasi ikan Banggai
ikan capungan
Cardinalfish dan
Banggai 2017 - 2021
perlindungan wilayah
- Sejumlah NGO yang
Kepulauan Banggai
turut serta dalam usaha
konservasi dan
penyebaran info
populasi burung terkini
kepada masyarakat
Apakah konservasi yang dilakukan oleh Indonesia terhadap Pterapogon kauderni
dapat mengurangi penurunan drastis populasinya?
Oleh : Yolanda Rachel Nathania

Indonesia merupakan negara kepulauan yang terbentang antara Samudra Hindia dan Samudra
Pasifik dengan total jumlah 17.504 pulau. Garis pantai Indonesia mencapai 95.181 km2, terpanjang
setelah Kanada, Amerika Serikat, dan Rusia. Pada 2010 populasi penduduk Indonesia mencapai 237
juta orang, dimana lebih dari 80% hidup di kawasan pesisir. Luas terumbu karang Indonesia adalah
sekitar 50.857 km2 atau sekitar 18% dari total kawasan terumbu karang di dunia. Terumbu karang
sebagian besar berlokasi di bagian timur Indonesia atau sering disebut dengan coral triangle yang
merupakan rumah bagi 590 spesies karang keras.
Luasnya perairan Indonesia menyebabkan keanekarangam pada spesies ikan di dalamnya.
Indonesia merupakan wilayah Marine Mega -Biodivesity terbesar di dunia. Indonesia memiliki 8500
ikan, 555 spesies rumput laut, dan 950 spesies biota terumbu karang. Hal ini menyebabkan Indonesia
kaya akan alam.
Namun sekarang, Indonesia berada dalam kondisi darurat dalam kelestarian biodiversitas
laut. Hal ini dapat disebabkan oleh tingginya tingkat polutan yang dapat berupa akumulasi sampah
plastik. Sampah plastik yang masuk ke kawasan laut Indonesia dalam kuantitas yang sangat besar,
dimana Indonesia menduduki peringkat ke-2 setelah RRT yaitu sekitar 187, 2 ton. Dengan adanya
akumulasi sampah pada kawasan laut, hal ini membuat habitat maupun metabolisme ikan menjadi
terganggu.
Hampir setengah dari anggota kelompok hewan tulang belakang adalah ikan. (LAGLER,
1962) menduga bahwa jumlah ikan di dunia adalah sekitar 15.000 – 17.000, sedangkan (Nelson,
1984) memperkirakan antara 20.000 – 22.000 jenis. Dari total jenis ikan di dunia, 58 % ikan hidup
di lingkungan air laut, 41 % hidup di air tawar, dan 1 % ikan hidup pada kedua lingkungan tersebut.
Indonesia sendiri merupakan negara kepulauan yang memiliki luas wilayah laut 2/3 bagian dari luas
wilayah Indonesia atau sekitar 5,8 juta km2. Dengan perbandingan antara wilayah laut dan daratan,
Indonesia memiliki wilayah lautan 70% dari total wilayah. Sehingga, Indonesia menyimpan
segudang potensi sumber daya laut yang sangat besar, termasuk diantaranya adalah ikan - ikan laut
yang melimpah. Namun apakah populasi ikan tidak terancam dengan keadaan laut indonesia 70 %
dari luas wilayahnya?
Indonesia memiliki spesies ikan endemik di wilayah perairan Kepulauan Banggai, Sulawesi
Tengah, salah satunya ialah ikan Banggai Cardinalfish. Ikan Banggai Cardinalfish atau sering
disebut dengan ikan Apogon Banggai merupakan ikan yang hanya ditemukan di Kepulauan Banggai,
Sulawesi Tengah bagian timur sehingga belum banyak dikenal oleh masyarakat nelayan di Indonesia.
Ikan ini merupakan termasuk ke dalam ikan berukuran kecil dengan panjang standar mencapai 6,5
cm. Banggai Cardinalfish (Pterapogon kauderni) dari famili cardinalfish tropis kecil Apogonidae
dan satu – satunya anggota dari genusnya. Ikan ini merupakan ikan hias yang terkenal dalam
perdagangan akuarium. Spesies ini memiliki jangkauan sangat terbatas dalam wilayah geografis
(5.500 km2) dengan ukuran populasi kecil diperkirakan 2,4 juta (Wisuda, 2015).
Ikan endemik Banggai Cardinalfish ini, merupakan jenis ikan tropis yang ditemukan di perairan
Indonesia. Ikan ini memiliki nila ekonomis yang tinggi di perdagangan internasional, karena
merupakan ikan hias cantik dengan banyak penggemar.
Kondisi dan Morfologi Banggai Cardinalfish
Jumlah ikan Banggai Cardinalfish semakin tahun semakin kritis. Hal ini disebabkan oleh
perdagangan ikan hias. CITES Trade Database mencatat bahwa perdagangan internasional Banggai
Cardinalfish (BCF) dalam periode 2008 – 2014 dengan jumlah sebanyak 100.461 specimen. Dimana
negara pengekspor terbesar ikan Banggai adalah Indonesia dengan total ekspor sebanyak 75.730
spesimen selama periode 2008 – 2014. Adapun negara Inggris merupakan negara pengimpor ikan
Banggai terbesar dengan total impor sebanyak 69.180 spesimen periode 2008 – 2014. Pada tahun
2011 Indonesia mengekspor sebanyak 5.262 ekor ikan, tahun 2012 mengekspor sebanyak 13.919
ekor, dan pada tahun 2013 mengekspor sebanyak 18,374 ekor.
Morfologi ikan Banggai Cardinalfish adalah sebagai berikut. Ikan Banggai Cardinalfish ini
berukuran kecil dengan bentuk tubuh agak pipih dengan mata yang besar berwarna hitam dan bentuk
mulut terminal dengan ukuran besar. Memiliki 2 buah sirip punggung yang terpisah, dimana pada
sirip dorsal yang pertama mempunyai 6 sampai 8 jari-jari sirip dan pada sirip dorsal yang kedua
mempunyai 8 sampai 14 jari-jari sirip lunak, serta dua sirip dibagian anal dengan jumlah jari-jari
lunak 8 sampai 18. Ciri khas antara lain sirip ekor bercabang yang memanjang serta pola warna khas
yaitu dasar keperakan agak kuning kecoklatan dengan garis hitam vertikal dan bintik-bintik
putih/perak kebiruan pada sirip-siripnya. Hal yang membedakan antara ikan Banggai jantan dan
betina adalah , ketika jantan sedang mengerami telur, rahang mulut bagian bawah akan terlihat
membesar.
Taksonomi Pterapogon kauderni
Ikan Banggai pertama kali diidentifikasi oleh F.P KOUMANS (spesimen) di Museum
Zoologi, Leiden, Belanda dari dua individu yang dikoleksi dari Kepulauan Banggai, Sulawesi
Tengah. Identifikasi tersebut dilakukan oleh Allen & Steene ,1995. Klasifikasi ikan Banggai menurut
I.C.Z.N (International Commission of Zoological Nomenclature) (Allen, 1997) adalah sebagai
berikut.
Kingdom – Animalia
Filum - Chordata Subfilum - Vertebrata
Kelas - Osteichthyees Subkelas - Actinopterygii; Infrakelas - Teleostei
Superbangsa-Acanthopterygii bangsa-Perciformes Subbangsa - Teleostei
Suku - Apogonidae
Marga - Pterapogon
Jenis- P.kauderni
(KOUMANS, 1933)
Kata marga Pterapogon berasal dari Bahasa Yunani yang terdiri dari kata Pter yang berarti
skip atau sayap; apo yang berarti jauh/panjang; gon yang berarti cara memijah (dari cara mengerami
telur di mulut). Sedangkan kata jenis kauderni diambil dari nama seseorang yang ikut dalam ekspedisi
tersebut. Nama lain dari ikan ini adalah Banggai Cardinalfish, Banner Cardinalfish, "Outhouse"
Cardinalfish. (ALLEN, 1995).
Habitat dan Ekologi Pterapogon kauderni
Ikan ini terdapat pada daerah terumbu karang dan dekat dengan padang lamun (seagrass)
dimana terdapat banyak bulu babi atau Diadema dan anemon. Habitat alami Banggai Cardinalfish
dapat ditemukan di perairan laut dangkal dengan kedalaman 0 hingga 5 meter. Dengan pH 8,1 hingga
8,4 dan dengan suhu perairan 250C hingga 280C. Banggai Cardinalfish biasanya hidup berkoloni di
antara terumbu karang dan kumpulan bulu babi, setiap gerombol terdiri dari 30 hingga 40 ekor. Ikan
ini berasosiasi dengan bulu babi atau Diadema (sea urchin) dan anemon. Simbiosis dilakukan dengan
cara mengupayakan agar garis hitam pekat pada tubuh mereka membaur membentuk garis lurus
dengan salah satu duri bulu babi (Diadema sp.) yang bertujuan untuk penyamaran dan perlindungan
dari serangan predator. Selain bulu babi, ikan ini juga memiliki tempat perlindungan lain yaitu
anemon laut dengan cara memanfaatkan tubuh mereka yang kecil agar dapat menyelinap diantara
helaian anemon laut, sehingga penyebarannya hanya terbatas di daerah sekitar dimana mereka berada
sebelumnya.
Sifat reproduksi yang unik dari ikan hias Banggai Cardinalfish ini adalah dimana ikan jantan
dan betina dewasa yang telah matang akan memisahkan dari kelompok dan mencari tempat yang
cocok dan sesuai untuk kawin. Sebelum sel telur dan sperma dikeluarkan, maka mereka akan
melakukan beberapa gerakan yang sering disebut sebagai ‘mating dance’. Dimana ikan jantan akan
bergerak berputar mengelilingi betina dan sebaliknya (Marini, 1996). Setelah itu, maka ikan betina
akan mengeluarkan sel telur yang diikuti oleh ikan jantan mengeluarkan sel sperma. Setelah sel telur
dibuahi, maka ikan jantan akan menangkap sel-sel telur tersebut dan dimasukan ke dalam mulutnya
untuk dierami selama beberapa minggu. Setelah telur-telur tersebut menjadi juvenil, maka akan
dikeluarkan satu per satu dari mulut ikan jantan. Jumlah anakan yang dihasilkan dalam sekali kawin
sangat terbatas antara 26-32 juvenil, hal ini mengakibatkan perkembangbiakannya menjadi sangat
lambat. Pemijahan beberapa jenis ikan Apogon terjadi pada malam hari hingga menjelang pagi,
seperti jenis Apogon niger (Okuda, N and N. Ohnishi, 2001)
Muncul pro dan kontra dari konservasi yang akan dilakukan
Karena semakin punahnya ikan Banggai Cardinalfish, maka mulai banyaklah konservasi
yang dilakukan. Namun konservasi ikan Banggai Cardinalfish yang dilakuakn memicu pro dan
kontra pada negara – negara di dunia. Seperti yang diketahui bahwa ikan tersebut merupakan ikan
akuarium yang terkenal dalam perdagangan akuarium Asia. Dimana pada CoP17 CITES di
Johannesburg, Afrika Selatan yang berlangsung dari tanggal 24 September sampai tanggal 04
November 2016, ikan banggai cardinalfish kembali diusulkan untuk dimasukkan ke dalam daftar
apendiks ll CITES oleh Uni Eropa yang terdiri dari 28 negara anggotanya dan didukung penuh oleh
Amerika Serikat. Sedangkan sikap pemerintah Indonesia terhadap tindakan tersebut adalah Indonesia
dengan tegas menolak usulan ikan banggai cardinalfish untuk dimasukkan ke dalam daftar apendiks
ll CITES. Indonesia dengan tegas menolak pengajuan ikan Banggai Cardinalfish tersebut karena
pemerintah Indonesia dikatakan sudah banyak melakukan langkah konservasi dan pengelolaan ikan
banggai cardinalfish. Langkah konservasi dan pengelolaan ikan banggai cardinalfish oleh Indonesia
sudah dilakukan sejak tahun 2007 sampai sekarang, antara lain adalah sebagian besar habitat alami
penting ikan banggai cardinalfish yaitu di sekitar perairan laut Banggai Kepulauan telah dijadikan
kawasan konservasi peraiaran, inisiasi dan operasionalisasi ikan banggai cardinal fish centre (BCF
Centre) di Kab Banggai Kepulauan yang bertujuan untuk mengatur tata niaga ikan banggai
cardinalfish.
Status Ikan Banggai Cardinalfish
Ikan Banggai Cardinalfish merupakan salah satu spesies yang terancam punah (endangered)
pada IUCN Red List (IUCN Red List, 2016). Dimana ikan ini merupakan ikan endemik, yang
ditemukan dalam populasi yang sedikit, dengan wilayah sebaran yang terbatas, fekunditas yang
rendah, dan kemampuan penyebaran yang rendah. Pada tahun 2007 pula, Pemerintah Amerika
Serikat mengajukan proposal dalamCoP KE -14 di Belanda agar memasukkan Banggai dalam
apendiks II CITES. Dimana CITES merupakan satu satunya perjanjian global dengan fokus pada
perlindungan satwa dan tumbuhan. Pengimplementasian perjanjian global tersebut dalam pengaturan
perdagangannya.
Penyebab Kepunahan Ikan Banggai Cardinalfish
Ketertarikan para penggemar ikan hias air laut pada kecantikan dan perilaku P. kauderni
mengakibatkan volume P. kauderni yang diperdagangkan dalam rantai Ornamental Fish Trade (OFT)
Internasional mencapai 700.000 sampai 1,4 juta ekor/tahun pada tahun 2000/2001 (Lunn and Moreau,
2004) dan menurut beberapa studi dinilai tidak berkelanjutan. Sejak 1990, Banggai Cardinal Fish
menjadi salah satu ikan hias yang diincar para kolektor dalam dan luar negeri. Karakter yang berbeda
dengan ikan apogonid lain membuat ikan endemik di Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah, ini
banyak dicari. Diperkirakan 5.000 ekor ditangkap tiap pekan dan sedikitnya 600-700 ribu ekor
diekspor oleh nelayan lokal setiap tahun. Diperkirakan pada tahun 2001-2004, Banggai Cardinal Fish
yang diperdagangkan mencapai 700-900 ribu ekor tiap tahun. Perdagangan ikan Banggai Cardinal
fish dapat disajikan dalam grafik di bawah ini.

Grafik 1. Perdagangan Internasional Ikan Banggai Tahun 2008 - 2014

Sumber:Kementerian Perikanan dan Kelautan, 2016

Pada grafik tersebut dijelaskan bahwa, jumlah perdagangan ikan Banggai meningkat di beberapa
tahun terakhir. Penangkapan Banggai Cardinalfish, yang semula terkonsentrasi di Pulau Banggai,
akhirnya meluas sampai keseluruh Banggai Kepulauan, termasuk daerah yang awalnya belum
terjamah. Akibat meningkatnya permintaan Banggai Cardinalfish diluar negeri dengan harga yang
cukup menjanjikan tersebut, maka lama kelamaan tentu keberadaan Banggai Cardinalfish susah
ditemukan dan akhirnya akan mengalami kepunahan akibat overharvesting. Banggai Cardinalfish
berasosiasi dengan bulu babi, anemon laut yang merupakan habitat dimana terdapat banyak karang.
Pengambilan Diadema sp. maupun anemone laut yang merupakan simbion ikan Banggai
secara besar – besaran dalam 3 – 6 tahun terakhir, menyebabkan terjadinya penurunan yang drastis
terhadap populasi ikan Banggai. Penurunan jumlah Diadema sp. maupun anemone laut dapat juga
disebebkan oleh degradasi habitat dan peningkatan dalam pemanfaatan sebagai konsumsi (makanan)
masyarakat pesisir. Penyebab terjadinya fenomena tersebut adalah perubahan dalam pola kehidupan
masyarakat dimana nelayan yang beralih menjadi pembudidaya rumput laut jarang menangkap ikan.
Sehingga untuk memenuhi kebutuhan akan sumber protein, masyarakat mengonsumsi avertebratra
bentik dan secara khusus anemon dan bulu babi. Sedangkan di Pulau Banggai maupun di Liang,
Diadema sp. digunakan pula sebagai pakan ikan hidup yang dipelihara di keramba, termasuk kerapu
dan ikan napoleon Cheilinusundulatus.
Jenis anemone laut dihuni P. kauderni (hasil swim survey) adalah Entacmea quadricolor,
Heteractis crispa, H. magnifica, Stychodactlya gigantea, Macrodactyla doreensis, dan
Actinodendron sp. Genus ini tidak dikonsumsi oleh masyarakat. Publikasi mengenai pembenihan
spesies tersebut tidak ditemukan, namun pembiakan H. magnifica dengan metode aseksual pernah
diuji coba di Marine Station Universitas Hasanuddin. Hal ini menyebabkan bahwa Entacmea
quadricolor, Heteractis crispa, Stychodactlya gigantea, Macrodactyla doreensis, dan Actinodendron
sp merupaka jenis anemon laut yang tidak dapat dibudidayakan untuk saat ini. Sehingga, populasi
P.kauderni menjadi terancam bila populasi anemon laut yang berkurang. Dua jenis dari Genus
Diadema sp teramati sebagai mikrohabitat P. kauderni, yaitu Diadema setosum dan D. savignyi.
Ikan Banggai ditemukan banyak di perairan teluk yang dangkal dan terlindungi. Oleh karena
dekat dengan pantai, maka pengaruh pembangunan di wilayah pesisir berdampak pada populasi ikan
tersebut. Contohnya saja penebangan hutan, dan penebangan bakau yang terjadi di Pulau Peleng dan
Banggai yang dapat mengakibatkan terjadinya sedimentasi di perairan tepi pantai.
Selain penangkap lebih terhadap Diadema sp. dan anemone laut, kegiatan perikanan bersifat
destruktif, khususnya pengambilan avertebrata dengan cara yang merusak terumbu karang, semakin
lazim, termasuk di Daerah Perlindungan Laut (DPL) Bone Baru. (Tabel 3) menunjukkan bahwa
dimana populasi Diadema sp. telah menurun tajam, demikian pula dengan populasi P. kauderni juga
sangat berkurang. Hal ini terjadi demikian karena, Diadema sp bersimbiosis dengan P.kauderni.
Diadema sp merupakan tempat berlindung P.kauderni dari predator. Berikut tabel yang menyajikan
lokasi terjadi penurunan populasi P.kauderni yang disebabkan oleh penurunan populasi Diadema sp.
Tabel 1. Status populasi P.kauderni dan mikrohabitat Diadema sp.

Sumber : @COASTAL AND OCEAN JOURNAL (COJ) 2017 PUSAT KAJIAN SUMBERDAYA PESISIR DAN
LAUTAN – IPB (PKSPL-IPB)
Selain itu, faktor yang menyebabkan menurunnya populasi Banggai Cardinalfish adalah
kerusakan terumbu karang. Dimana populasi Banggai hanya terdapat pada lautan di sekitar
kepulauan Banggai, yaitu termasuk dalam coral triangle. Kerusakan terumbu karang tersebut dapat
disebabkan oleh peningkatan suhu air laut yang sering kali diasosiasikan dengan pemanasan global
yang disebabkan oleh peningkatan radiasi matahari dan efek rumah kaca. Dimana setiap kenaikan
1°C – 1,2°C sudah dapat menyebabkan pemutihan karang. Selain itu dapat sebabkan oleh naiknya
permukaan air laut akibat pencairan es di kutub, yang menyebabkan permukaan air laut dapat
menyebabkan karang tenggelam ke area yang lebih dalam sehingga menjadi lebih sedikit untuk
mendapatkan cahaya. Perubahan siklus air laut dapat juga menyebabkan pemutihan karang. Hampir
semua terumbu karang pada latitude tinggi >350 tumbuh pada area dimana arus membawa air hangat
dari kawasan tropis. Akibat adanya kekuatan arus dan perubahan alur ini menyebabkan perbedaan
suhu, sehingga pemutihan karang pun terjadi. (Robert W. Buddemeier, 2002). Berikut data
pemantauan karang di kepulauan Banggai.
Peran terumbu karang sangat penting dalam melindungi ekosistem dan mikrohabitat
P.kauderni. Kerusakan terumbu karang menyebabkan hempasan ombak menjadi ancaman bagi bulu
babi yang merapat sehingga durinya merekat satu sama lain.
Tabel 2. Data pemantauan koral coral watch pada tahun 2016 di kepulauan Banggai

Sumber: @COASTAL AND OCEAN JOURNAL (COJ) 2017 PUSAT KAJIAN SUMBERDAYA PESISIR DAN
LAUTAN – IPB (PKSPL-IPB)

Tabel di atas merupakan tabel yang berisikan data pemantauan koral atau coral watch pada
tahun 2016 di kepulauan Banggai. Dari tabel, dapat dijelaskan bahwa keberadaaan habitat Banggai
Cardinalfish (BCF) tidak dapat ditemukan di perairan laut yang memiliki kedalaman lebih dari 15 m.
Contohnya saja, ikan Banggai Cardinalfish tidak dapat ditemukan di daerah Pompon, Mbuang.
Mayoritas habitat Banggai Cardinalfish berada pada perairan dangkal. Pada kedalaman lebih dari 15
m, tingkat kecerahan rendah, dimana sinar matahari yang dapat masuk ke air semakin sedikt,
ditambah dengan adanya sedimentasi yang terbentuk akibat dari pembangunan atau penebangan
bakau di pinggir pantai. Sehingga semakin dalam suatu perairan, maka semakin sedikit dijumpai ikan
Banggai Cardinalfish.
Tabel 3 .Data Coral Watch menurut Lifeform (LF)

Sumber: @COASTAL AND OCEAN JOURNAL (COJ) 2017 PUSAT KAJIAN SUMBERDAYA PESISIR DAN
LAUTAN – IPB (PKSPL-IPB) (Samliok Ndobe, 2017)

Pada tabel 3 diketahui bahwa genus karang paling rentan terhadap pemutihan adalah
Seriatopora (CB), Stylophora (CB), Pocillopora (CB), dan Acropora (ACB). Pada Genus Porites,
frekuensi dan severitas pemutihan lebih tinggi pada jenis/koloni berbentuk bercabang (CB) dibanding
yang masif atau sub-masif (CS/CM), pemutihan teramati pula pada anemon laut, mikrohabitat
penting bagi P. Kauderni. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa sebagian besar jenis karang yang
dilaporkan sebagai mikrohabitat P. kauderni masuk dalam kategori relatif rentan terhadap dampak
perubahan iklim, demikian pula mikrohabitat anemone laut, hewan yang juga bersimbiosis dengan
zooxanthellae. Riset dampak perubahan iklim terhadap jenis-jenis anemon laut simbion P. kauderni
masih minim; mengingat peran pentingnya pada fase juvenil P. kauderni (Moore dkk., 2012),
dipandang sebagai salah satu prioritas penelitian. Data pemutihan karang (N=1166 koloni)
berdasarkan skala warna Coral Watch menurut bentuk Lifeform (LF) pada Tabel 3. Sebagian koloni
karang dari semua bentuk (LF) maupun 36 dari 39 Genus mengalami dampak nyata, yaitu memutih
total (CW1) atau sangat memucat (CW2).
Kerusakan karang juga dapat terjadi yang disebabkan akibat pengambilan abalone (Haliotis
sp,) dan bambu laut. Abalon merupakan komoditas bernilai tinggi. Pengambilan abalone dilakukan
oleh nelayan dengan cara membongkar atau membalikkan terumbu karang dengan tingkat kerusakan
setara dengan penggunaan bahan peledak.
Selain itu, penurunan populasi Banggai Cardinalfish dapat pula terjadi karena penetapan Ikan
banggaifish sebagai ikan dilindungi terbatas yang hanya dilakukan pada tempat dan waktu tertentu.
Ikan Banggai Cardinalfish dilindungi hanya pada bulan Februari - Maret dan Oktober -November.
Hal itu dilakukan karena pada rentang waktu tersebut ikan Banggai Cardinalfish merupakan puncak
musim pemijahan.
Banggai Cardinalfish memiliki fekundasi yang rendah bila dibandingkan dengan jenis ikan laut
lainnya. Setiap kali pemijahan, induk betina hanya dapat menghasilkan 30-40 telur. Jenis ikan ini
termasuk dalam golongan ikan yang paternal mouth brooding apogoid white direct development
yaitu, mengeramkan telur di dalam mulut yang dilakukan oleh ikan Banggai jantan selama 20 hari.
Namun setelah menetas, induk masih melindungi anaknya di dalam mulut selama 6 sampai 10 hari
hingga perkembangan anatomi dan morfologi larva relatif sempurna. Telur berdiameter sekitar 3
mm. Ketika larva sudah berkembang menjadi juvenil, induk jantan akan melepaskan dari mulutnya
dan juvenil langsung mencari perlindungan pada koloni bulu babi. Dimana ikan ini hanya dapat hidup
2 sampai 4 tahun.
Selain itu, berkurangnya jumlah populasi P. Kauderni dapat disebabkan karena terdapat banyak
penduduk yang belum mendapatkan pendidikan mengenai akibat kepunahan hewan endemik,
terutama di daerah tempat dimana ikan tersebut berada. Nelayan ikan hias di Bone belom menyadari
pentingnya bulu babi dan anemon bagi populasi Banggai Cardinalfish yang merupakan salah satu
mata pencaharian mereka. Upaya pelarangan dalam pengambilan dapat mengurangi pengambilan,
namun terhambat oleh ketidakadaaan dasar hukum, yaitu kawasan Daerah Perlindungan Laut (DPL)
yang belum memiliki status resmi.
Tabel 4. Beberapa perubahan dalam pemanfaatan P. Kauderni

Sumber: Banggai cardinalfish (Pterapogon kauderni) Management

Untuk saat ini, terdapat negara lain yang sedang menjalankan konservasi pengembangbiakan
Banggai Cardinalfish untuk memenuhi permintaan dari Amerika. Negara yang sedang menjalankan
pelestarian ikan ini adalah Thailand. Dengan semakin meningkatnya permintaan akan ikan Banggai
Cardinalfish, maka tempat pelestarian akan diminati oleh banyak negara. Pada tabel 4. Dijelaskan
tentang volume perdangan resmi dan volume perdagangan ikan Banggai Cardinalfish rata – rata, ada
tidaknya aturan khusus perdagangan ikan, pola penangkapan, pola penanganan, jalur perdagangan,
permintaan pasar, indikator tingkat pemanfaatan, dan kelembagaan nelayan dan lembaga payung
pengelolaan BCF.
Usaha Pelestarian Ikan Banggai Cardinalfish
Pada tabel 1 dapat dilihat bahwa jumlah bulu babi dan anemon laut berkurang. Hal ini
menyebabkan ekosistem pantai aman untuk kegiatan rekreasi, karena terhindar dari duri – duri tajam
dari bulu babi. Dukungan pemerintah daerah terhadap pengelolaan kawasan konservasi daerah pun
semakin meningkat yang ditandai dengan adanya RAN (Rencana Aksi Nasional) konservasi ikan
capungan Banggai 2017 – 2021. Tujuan dari konservasi ini adalah mencegah kepunahan karang di
habitat alam, menjaga keseimbangan ekosistem, dan kemantapan ekosistem serta mengembangkan
alternatif model pemanfaatannya yang lestari.
Selain itu terdapat sejumlah NGO yang turut serta dalam usaha konservasi dan penyebaran info
populasi burung terkini kepada masyarakat. Akibat dari kegiatan konservasi yang dilakukan untuk
penyelamatan populasi ikan banggai cardinalfish akan terdistribusi menyebar yang tidak hanya
didapatkan di perairan laut Kab. Banggai Kepulauan tetapi sudah menyebar ke daerah daerah lainnya
seperti ke Selat Lembeh, Bali, Banyuwangi dan lainnya. Bahkan ikan banggai cardinalfish di habitat
barunya tersebut dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.
Saat ini kegiatan budidaya ikan banggai cardinalfish exsitu sudah mulai dilakukan di Yayasan
LINI di Bali yang melibatkan masyarakat asal Kab. Banggai Kepulauan. Diharapkan ke depan,
masyarakat local Banggai dapat membudidayakan ikan banggai cardinalfish ini di perairan Banggai
dengan baik. Meskipun status ikan Banggai Cardinalfish adalah terancam punah atau endangered
pada IUCN Red list of Threathened Species, namun sesungguhnya jumlah populasi ikan tersebut
meningkat karena terdapat banyak lokasi dimana ikan Bangga Cardinalfish ditemukan. Dapat
ditemukan di perairan Bitung, Ambon, Kendari, dan Bali. Hal itu dapat terjadi karena, ikan Banggai
Cardinalfish mempunyai tingkat adaptasi yang baik, tergolong dalam spesie non invasive sehingga
dapat dengan mudah berkembangbiak di wilayah lain.
Ikan Banggai Cardinalfish memiliki nilai ekonomis yang tinggi, dimana perdagangan ikan ini
berlangsung sepanjang tahun, baik secara nasional maupun internasional. Hal ini merupakan
tantangan bagi Bangsa Indonesia dalam memantau perdagangan ikan terutama yang berasal dari
penangkapan alam. Akibat dari nilai ekonomis yang tinggi, keinginan masyarakat untuk menjual
ikan ini pun tidak dapat terkendali. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya perdagangan ikan ilegal yang
terjadi. Permintaan pasar akan ikan Banggai Cardinalfish ini sekitar 40.000 per bulan.
Atas dasar pandangan delegasi Indonesia pada persidangan CoP17 CITES tanggal 3 November
2016 tersebut, ahirnya Uni Eropa menarik kembali proposal / usulan ikan Banggai cardinalfish untuk
dimasukkan ke dalam daftar apendiks ll CITES. Dengan banyaknya pembudidayaan yang dilakukan
di dalam maupun di luar negeri, hal ini menyebabkan jumlah populasi Bangga Cardinalfish masih
dapat dikontrol.
Dari beberapa hal pro dan kontra mengenai pelestarian ikan Banggai Cardinalfish, seharusnya
kita tetap melakukan pelestarian di Indonesia. Hal ini dapat terjadi karena Indonesia harus tetap
melakukan pengembangbiakan kepada hewan endemik yang hanya di Indonesia. Berkurangnya
populasi ikan Banggai sebagian besar disebabkan oleh karena degradasi habitat yang disebabkan
oleh pemanasan global yaitu berupa kenaikan suhu air laut, maupun kenaikan air permukaan. Selain
itu dapat pula disebabkan oleh aktivitas manusia yang berupa pengambilan abalon untuk memenuhi
kebutuhan akan protein yang dilakukan dengan melakukan perusakkan pada karang, sehingga karang
akan menjadi rusak, dan habitat bagi spesies laut menjadi terancam. Selain itu, akibat konsumsi dari
masyarakat akan bulu babi dan anemon laut. Dengan berkurangnya jumlah bulu babi dan anemon
laut, maka jumlah ikan Banggai Cardinalfish menjadi berkurang. Hal ini terjadi karena ikan Banggai
berasosiasi dengan bulu babi dan anemon laut. Pada simbiosis ini, bulu babi merupan spesies kunci
dalam menjaga keseimbangan ekosistem dan resilience ekosistem terumbu karang. Sehingga,
pemulihan populasi Diadema sp. Dapat dijadikan sebagai prioritas dalam rangka mitigasi dampak
perubahan iklim, khususnya pemutihan karang.
Sifat dari ikan Banggai memiliki penyebaran endemik dengan luas 5500 km2 dan dengan luas
habitat 30-34 km2. Selain itu, ikan Banggai memiliki struktur genetika tertinggi untuk ukan di laut.
Sehingga menyebabkan kepunahan lokal dan dapat mengakibatkan kepunahan total genetika khas.
Dari berbagai hal yang telah dikemukakan sebelumnya, itulah alasan mengapa kita perlu
melestarikannya. Bentuk pelestarian ikan Bangga secara mandiri di habitat baru akan sulit. Rasio
biaya dan manfaat yang relatif tinggi. Selain itu, dalam melakukan pelestarian ikan Banggai, harus
disediakan terlebih dahulu bulu babi sebagai shelter, tempat berlindung bagi ikan banggai dewasa
maupun anakan. Ikan yang ditangkap dari alam akan sulit dibedakan jenis kelaminnya, sehingga
diperlukan waktu yang lama dalam melakukan prosesnya.
Bila ikan Banggai tidak dilestarikan maka, biodiversitas di Indonesia akan berkurang, dan dapat
memicu terjadinya salah satu akibat pemanasan global, yaitu pemutihan karang. Pemutihan karang
akan terjadi bila jumlah bulu babi berkurang, maka aktivutas di karang akan berkurang. Dimana ikan
Banggai Cardinalfish memiliki habitat di karang – karang. Zooxanthelae yang bersimbiosis dengan
karang akan pergi sehingga terjadilah coral bleaching. Bila terjadi coral bleaching maka terumbu
karang rusak dan dapat mengurangi produksi obat – obatan yang bermanfaat bagi manusia,
berkurangnya habitan flora fauna laut, dan lain sebagainya.
Sehingga, Indonesia perlu melakukan konservasi ikan Banggai Cardinalfish, untuk mengurangi
salah satu efek dari pemanasan global. Dimana efek tersebut berupa pemutihan karang. Terumbu
karang merupakan rumah atau habitat dari spesies laut seperti ikan, lobster, adapula sebagai sumber
obat – obatan, sumber abalone, dan lain lain. Bila terumbu karang banyak yang mengalami coral
bleaching, maka ekosistem laut akan menjadi tidak stabil. Diantaranya dapat menyebabkan populasi
ikan di laut akan berkurang, berkurangnya bahan baku obat – obatan. Bila populasi terumbu karang
semakin sedikit, maka dapat terjadi abrasi pantai, karena tidak ada pemecah ombak, semakin lama
ada atau tidaknya populasi tumbuhan bakau semakin menipis akibat diterpa ombak secara berangsur
– angsur.
Bila pasir pantai terdegradasi, maka akan terjadi sedimen pada bibir pantai, hal ini menyebabkan
turbiditas pada ekosistem pantai sehingga menyebabkan nilai estetika pantai menjadi berkurang. Bila
turbiditas tinggi pada pantai, maka tingkat kecerahan akan semakin kurang. Hal ini dapat
menyebabkan adanya perubahan suhu pada laut. Dapat menyebabkan air laut menjadi panas, dan
kerusakan pada karang akan menjadi lebih luas. Proses ini merupakan proses irreversible.
Kesimpulan
Dari berbagai penyebab berkurangnya jumlah populasi ikan Banggai Cardibafish yang telah
dijelaskan sebelumnya yang mempengaruhi keanekaragaman hayati di Indonesia dan jasa
lingkungannya sehingga diperlukan pelestarian ikan Banggai Cardinalfish. Pelestarian ikan endemik
ini, dapat dilakukan lebih efektif bila sistem hukum perdangangan ikan hias lebih ditetapkan,
sehingga dapat mengurangi eksploitasi ikan Banggai secara besar – besaran. Eksploitasi ikan
endemik ini, biasanya secara sengaja ataupun tidak sengaja merusak ekosistem di sekitarnya.
Diharapkan untuk kedepannya, akan dilakukan penelitian lebih mendalam mengenai dampak -
dampak anemon laut dan bulu babi mengenai asosiasinya dengan ikan Banggai Cardinalfish.
Sehingga dapat diketahui jumlah bulu babi dan anemon laut yang signifikan agar dapat membuat
suatu konservasi ikan endemic. Selain itu diharapkan dilakukannya penelitian terdapat pengaruh
kedalaman terhadap proses perkembangbiakan ikan Banggai Cardinalfish, sehingga diketahui
masalah intern yang dihadapi ketika ingin dilakukannya penangkaran.

DAFTAR PUSTAKA

IUCN Red List. (2016). Retrieved from www.iucnredlist.org


LAGLER, K. J. (1962). Marine and Freshwater Product Network.
Nelson, J. (1984). Fishes of the world. 2nd edition. New York.
Okuda, N and N. Ohnishi. (2001). Nocturnal hatching timing of mouthbrooding male cardinalfish
Apogon niger. Japan.
Robert W. Buddemeier, A. C. (2002). The Adaptive Hypothesisof Bleaching.
Samliok Ndobe, A. M. (2017). STATUS DAN ANCAMAN TERHADAP MIKROHABITAT IKAN
ENDEMIK TERANCAM PUNAH BANGGAI CARDINALFISH (Pterapogon kauderni) .
Wisuda. (2015, November 1). Banggai Cardinalfish, Ikan Asli Indonesia. Retrieved from
MONGABAY: http://www.mongabay.co.id/2015/11/01/banggai-cardinal-ikan-asli-
indonesia/

Anda mungkin juga menyukai