Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH TUHAN YANG MAHA ESA DAN

KETUHANAN

Disusun Oleh:
Pendidikan Agama Islam Kelas 18
Kelompok 1
1. Siti Maisaroh Halimatus S (181510101018)
2. Rizi Firman Maulidi (181510101021)
3. Aidatul Fitriyah (181510601078)

Dosen Pembimbing:
BAIDLOWI, S.H.I, M.H.I

UNIVERSITAS JEMBER
Jalan. Kalimantan No. 37, Kampus Tegalboto, Jember, Jawa Timur, 68121,
Indonesia; (0331) 330-224
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa dimana atas rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik, yang
dimana topik dari makalah ini mengenai tentang “Ketuhanan Yang Maha Esa Dan
Ketuhanan”
Penyusun juga berterima kasih kepada Dosen Pengampu Mata
Kuliah Pendidikan Agama Islam, dimana yang telah membantu penyusun dengan
memberikan pengarahan yang tepat untuk bisa menyelesaikan makalah ini tepat
waktu. Makalah ini merupakan hasil dari beberapa sumber yang ditemui dari buku
dan internet. Setelah membaca makalah ini penyusun berharap agar pembaca dapat
menjadikan makalah ini sebagai referensi bacaan yang menarik untuk di bahas.
Dalam penulisan makalah ini, kami selaku penyusun merasa masih banyak
kekurangan. Untuk itu penulis membutuhkan kritik dan saran dari semua pihak yang
membaca, demi mencapai kesempurnaan pembuatan makalah berikutnya. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi kami dan pembaca untuk menambah pengetahuan
dan wawasan kita. Akhir kata penyusun ucapkan terima kasih.

Jember, 4 September 2018


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan Masalah

BAB II

PEMBAHASAN

A. FILSAFAT KETUHANAN DALAM ISLAM

B. KEIMANAN DAN KETAKWAAN

C. IMPLEMENTASI IMAN DAN TAKWA DALAM KEHIDUPAN MODERN

BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

2. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam masyarakat yang sudah maju, agama yang dianut bukan lagi animisme,
dinamisme, politeisme, atau henoteisme, tetapi agama monoteisme, agama tauhid.
Dasar ajaran agama monoteisme adalah Tuhan Satu, Tuhan Maha Esa, dengan
demikian Tuhan tidak lagi merupakan Tuhan Nasional akan tetapi Tuhan
Internasional, tuhan semua bangsa di dunia ini dan bahkan Tuhan alam semesta.
Disinilah Islam mengambil posisi sebagai agama tauhid yang hanya mengakui adanya
satu tuhan yaitu Allah SWT, yang merupakan inti dari ajaran agama Islam yang
terumuskan dalam kalimat tauhid “La ilaha illallah”. Dan keyakinan atau keimanan
yang merupakan pengembangan dari kalimat tauhid di atas sering disebut dengan
Aqidah.
Aqidah dalam bahasa Arab (dalam bahasa Indonesia ditulis akidah), menurut
etimologi, adalah ikatan, sangkutan. Disebut demikian, karena ia mengikat dan
menjadi sangkutan atau gantungan segala sesuatu. Dalam pengertian teknis artinya
iman atau keyakinan. Akidah Islam (aqidah Islamiyah), karena itu ditautkan dengan
rukun iman yang menjadi asas seluruh ajaran Islam. Kedudukannya sangat sentral
dan fundamental, menjadi asas dan sekaligus sangkutan atau gantungan segala
sesuatu dalam Islam. Juga menjadi titik tolak kegiatan seorang muslim.

Akidah Islam berawal dari keyakinan kepada Zat Mutlak Yang Maha Esa
yang disebut Allah. Allah Maha Esa dalam zat, sifat, perbuatan wujud-Nya itu
disebut tauhid. Tauhid menjadi inti rukun iman dan prima causa seluruh keyakinan
Islam. Secara sederhana, sistematikan akidah Islam, dapat dijelaskan sebagai berikut.
Kalau orang telah menerima tauhid sebagai prima causa yakni asal yang pertama, asal
dari segala-galanya dalam keyakinan Islam, maka rukun iman yang lain hanyalah
akibat logis (masuk akal) saja penerimaan tauhid tersebut. Kalau orang yakin bahwa
Allah mempunyai kehendak, sebagai bagian dari sifat-Nya, maka orang yakin pula
adanya (para) Malaikat yang diciptakan Allah (melalui perbuatan-Nya) untuk
melaksanakan dan menyampaikan kehendak Allah yang dilakukan oleh malaikat
Jibril kepada para Rasul-Nya, yang kini dihimpun dalam kitab-kitab suci. Namun,
perlu segera dicatat dan diingat bahwa kitab suci yang masih murni dan asli memuat
kehendak Allah, hanyalah Al-Qur’an. Kehendak Allah itu disampaikan kepada
manusia melalui manusia pilihan Tuhan yang disebut Rasulullah atau utusan-Nya.

Konsekuensi logisnya adalah kita meyakini pula adanya para rasul yang
menyampaikan dan menjelaskan kehendak Allah kepada umat manusia, untuk
dijadikan pedoman dalam hidup dan kehidupan. Hidup dan kehidupan ini pasti akan
berakhir pada suatu ketika, sebagaimana dinyatakan dengan tegas oleh kitab-kitab
suci dan oleh para rasul itu. Akibat logisnya adalah kita yakin adanya Hari Akhir,
tatkala seluruh hidup dan kehidupan seperti yang ada sekarang ini akan berakhir.
Pada waktu itu kelak Allah Yang Maha Esa dalam perbuatan-Nya itu akan
menyediakan suatu kehidupan baru yang sifatnya baqa (abadi), tidak fana (sementara)
seperti yang kita lihat dalam alam sekarang.

Dalam uraian singkat tersebut di atas, tampak logis dan sistematisnya pokok-
poko keyakinan Islam terangkum dalam istilah Rukun Iman. Pokok-pokok keyakinan
atau Rukun Iman ini merupakan akidah Islam. Secara singkat, Rukun Iman akan
diuraikan sebagai berikut;
a. Keyakinan (Iman) Kepada Allah berarti yakin dan percaya dengan sepenuh hati
akan adanya Allah, keesaan-Nya serta sifat-sifat-Nya yang sempurna.
Konsekuensi dari pengakuan ini adalah mengikuti tanpa reserve
petunjuk/tuntunan/bimbingan Allah dan Rasul-Nya yang tersebut dalam Al-
Qu’an dan Hadits Nabi, menjalankan ibadah sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an
dan As-Sunnah (Masjfuk Zuhdi; 1993:11)
b. Keyakinan pada para malaikat
Malaikat adalah makhluk gaib, tidak dapat ditangkap pancaindera manusia. Akan
tetapi, dengan izin Allah malaikat dapat menjelmakan dirinya seperti manusia,
seperti malaikat Jibril menjadi manusia dihadapan Maryam, ibu Nabi Isa as (Q.S.
Maryam (19): 16-17). Karena malaikat itu makhluk Allah yang gaib, maka yang
dituntut dari seorang yang beriman kepada Allah hanya wajib percaya adanya.
Tidak perlu untuk membuktikan adanya malaikat. Untuk mengetahui bahwa
malaikat itu ada dan diciptakan oleh Allah, seorang mukmin wajib percaya/yakin
pada keterangan-keterangan tentang malaikat ini dari sumber yang otentik yaitu
Al-Qur’an dan Al-Hadits. Di dalam Al-Qr’an tidak dijelaskan asal kejadian
malaikat, akan tetapi memberikan keterangan berupa tugas dan sifat malaikat,
antara lain;
Selalu taat dan patuh kepada Allah, tidak pernah maksiat kepada Allah.
Keterangan ini dapat dibaca dalam Al-Qur’an ayat 6 Surat At-Thamrin.
Para malaikat mempunyai tugas tertentu di alam gaib dan di alam dunia. Tugas
malaikat di alam dunia antara lain:
- Menyampaikan wahyu Allah kepada manusia melalui para Rasul-Nya,
- Mengukuhkan hati orang-orang yang beriman,
- Memberi pertolongan kepada manusia,
- Membantu perkembangan rohani manusia,
- Mendorong manusia untuk berbuat baik,
- Mencatat perbuatan manusia, dan
- Melaksanakan hukuman Allah.

1.2 Rumusan Masalah

A. Bagaimana penjelasan filsafat dalam islam?


B. Bagaimana penjelasan keimanan dan ketaqwaan?
C. Bagaimana implementasi iman dan taqwa dalam kehidupan modern?

1.3 Tujuan Masalah

A. Untuk mengetahui Filsafat dalam Islam


B. Untuk mengetahui Keimanan dan Ketaqwaan
C. Untuk mengetahui Implementasi iman dan taqwa dalam kehidupan modern
BAB II
PEMBAHASAN

A. Filsafat Ketuhanan

1. Siapakah Tuhan Itu


Kata tuhan di dalam bahasa Indonesia disemaknakan dengan
kata ilah atau rabb dalam bahasa Arab. ilah dalam bahasa arab berarti sesuatu yang
disembah atau diibadahi, sementara rabb berarti pendidik, pemilik, pembuat
kemaslahatan, ditaati, dan disembah. Makna tuhan dalam cakupan
kata ilah dan rabb di atas, ditemukan secara objektif di dalam ajaran Islam. Tuhan
adalah Allah yang disembah, diibadahi, ditaati, pencipta, pemilik, dan Zat yang
mengajari mahluk-Nya.
Di dalam agama agama primitif seperti agama dinamisme, animisme, dan
politisme, juga menyakini adanya kekuatan gaib yang berkuasa. Pada masyarakat
dinamis dan animisme ditemukan bahwa mereka percaya kepada keberadaan
kekuatan alam yang melebihi kekuatan manusia. Pada masyarakat poleteisme,
kepercayan-kepercayaaan kepada kekuatan gaib dan roh-roh yang ditemukan
sebelumnya, yaitu dinamisme, animisme, meningkat menjadi kepercayaan kepada
dewi dewi. Oleh sebab itu, ritual di dalam kepercayaan ini mengharuskan adanya
penyembahan kepada para dewi-dewi tersebut.
Selain henoteisme dikenal pula adanya kepercayaan kepada tuhan yang satu,
tunggal, dan tidak berbilang. Kepercayaan ini disebut monoteisme. Islam adalah
agama yang paling konsisten dengan monoteisme, tetapi islam bukan agama yang
berevolusi dari dinamisme, animisme, politeisme, honoteisme, kemenoteisme. Islam
adalah agama wahyu yang tidak memiliki evolusi tentang konsep ketuhanananya.

2. Sejarah Pemikiran Manusia tentang Tuhan


Dalam sejarah kepercayaan umat manusia tercacat beberapa sistem
kepercayaan kepada yang gaib, yaitu dinamisme, animisme, politeisme, henetoisme
dan monoteisme. Menurut para ahli antropologi agama bahwa sejarah kepercayaan itu
memeiliki evolusi, yaitu dari dinamisme ke animisme, dan seterusnya kepada
monoteisme. Namun teori ini banyak mendapat tantangan teori tentang sejarah
manusia yang digagas oleh frazer, yaitu fase magic, agama, dan ilmu.
Berkenaan dengan teori perkembangan kepercayaan manusia, paling tidak
dapat ditemukan dua teori. Pertama mengatakan bahwa kepercayaan manusia pada
awalnya sangat sederhana dan bersahaja menuju pada kepercayaan yang lebih tinggi
sesuai dengan perkembangan kemajuan peradabannya. Teori ini dipelopori oleh E.B.
Tylor, yang menyebutkan bahwa perkembangan alam dan sosial bergerak dari bentuk
yang lebih rendah menuju bentuk yang lebih tinggi dan dari yang sederhana menjadi
yang lebih kompleks.
Teori kedua menyatakan bahwa kepercayaan manusia yang paling perdana
adalah monoteisme murni, tetapi karena perjalanan hidup manusia, maka kepercayaan
tersebut menjadi kabur dan dimasuki oleh kepercayaan animisme dan politeisme.

3. Tuhan Menurut Agama agama


Dalam konteks kepercayaan kepada tuhan para ahli filsafat juga turut serta
dalam meramaikan pembicaraan ini. Memang pada awalnya, pembahasan filsafat
yang pertama kali muncul adalah masalah metafisika,yaitu dari mana asal usul alam
dan apa zat yang menjadi dasar alam. Sebagai filodof yunani berpendapat bahwa
alam berasal dari salah satu unsur atau gabungan dari beberapa unsur alam. Thales
mengatakan bahwa alam berasal dari air, sedangkan Anaximandros mengatakan
bahwa alam berasal dari udara. Empedokles yang datang kemudian berpendapat
bahwa alam terdiri atas gabungan empat unsur yang pokok,yaitu udara,air,api dan
tanah.
Selain itu, muncul pula plato dan aristoteles, mereka mengemukakan pendapat
yang sudah sampai memikirkan realitas di luar alam, yaitu zat yang berbeda dengan
alam, bersifat immateri, abadi, satu dan sempurna. Plato menanamkanya dengan idea
kebaikan dan aristoteles menyebutnya dengan sebab utama atau penggerak yang tidak
bergerak. Kendati para filosof telah mampu mengetahui realita tertinggi sebagai
sebab dari semua wujud, realitas itu belum menjadi suatu konsep yang utuh
sebagaimana dalam agama. Dalam peikiran filsafat,realitas tertinggi itu merupakan
ide manusia dan keniscayaan logis dari pemikir. Namun, realitas itu belum disebut
dengan tuhan yang personal, tetapi tuhan yang impersonal.
Tuhan yang personal terdapat dalam paham agama agama, seperti yahudi,
kristen, dan islam. Konsep Tuhan dalam agama ini jelas identitas diri-Nya dan aktif
serta memiliki berbagai sifat kesempurnaan. Tuhan personal bukan hasil ide atau
pikiran manusia, tetapi diketahui dari informasi wahyu yang dibawa oleh para rasul
Tuhan. Sifat–sifat Tuhan tercantum dalam kitab suci, yaitu Tuhan adalah pencipta
alam semesta sekaligus memeliharanya. Di samping itu, Tuhan menurut kitab suci,
maha tahu dan maha berkuasa. Berbeda halnya dengan pemahaman tentang Tuhan
yang impersonal tidak mementingkan apakah Tuhan itu pencipta atau tidak. Aktifitas
tuhan di dunia, dalam pandangan tuhan yang impersonal, tidak diperlukan karena
akan mengurangi kesempurnaan-Nya.

4. Pembuktiaan Wujud Tuhan


Dalam ilmu tauhid kesadaran untuk melakukan perenungan dan penelitian
guna memperkukuh keimanan disebut dengan nazhar. Nazhar adalah upaya
seseorang untuk merenung hakikat kehidupan, siapa penciptanya dan mengapa pula ia
diciptakan. Nazhar tersebut akan menghantarkannya pada pengetahuan atas kenisbian
dirinya dan alam sekitarnya. Kenisbian itu akan membawanya pula untuk memahami
adanya yang mutlak yang menguasai, mengatur dan menciptakan segala sesuatu yang
nisbi tersebut. Kesadaran kesadaran seperti ini mengantarkan manusia untuk
mengimani adanya tuhan yang menguasai dan mencipta alam semesta ini.
Kendatipun dirinya dan mahluk sekitarnya adalah nisbi, tetapi semua itu
bukanlah sesuatu yang sederhana. Ia akan menyaksikan betapa tata surya dan planet-
planet yang ada di angkasa tertata dengan baik dan berjalan dalam suatu sistem dan
mekanisme yang teratur dalam milyaran tahun. Ini bukan hal yang mudah dan
kebetulan dan tercipta dengan sendirinya. Sebab dalam pandangan empiris manusia,
keteraturan sebuah sistem tidaklah muncul begitu saja tanpa adanya yang merancang
dan mewujudkan rancangan itu. Di sini ia aakan menemukan bahwa alam semesta ini
bukanlah sesuatu yang tercipta dengan sendirinya secara kebetulan tanpa ada yang
mencipta dan mengaturnya.
Selain dalil teleologis ditemukian lagi argumen kosmologis, yaitu argumen
sebab akibat. Alam adalah bersifat mungkin dan bukan wajib. Artinya, alam adalah
akibat, setiap akibat tentu adayang mengakibatkan atau sebabnya. Sesuatu yang
menjadi sebab tentu wajib ada sebelum terjadinya akibat.
Ketika kesadaran tentang Tuhan telah mewujudkan keimanan pada diri
seseorang, maka ia akan berupaya menemukan bagaimana hubungan hubungan
mahluk ini dengan tugasnya dapat dilakukan. Di sini ia akan dihadapkan pada agama
dan beberapa kepercayaan. Agama menawarkan bentuk bentuk hubungan atau ibadah
kepada tuhan serta hal hal lain yang terkait dengan kepercayaan. Namun dalam hal ini
Islam tidak saja mengajak manusia untuk beribadah dan beriman kepada Allah,
namun juga ia adalah sistem kehidupan yang mengatur segala aspek kehidupan
manusia.

B. Keimanan dan Ketakwaan

1. Pengertian Iman
Secara etimologi, iman artinya percaya. Oleh sebab itu, setiap ajaran Islam
yang berhubungan dengan kepercayaan disebut dengan iman. Dengan demikian, iman
mengambil pusat kesadarannya di dalam hati manusia.
Ulama memberikan terminologi iman dengan beragam istilah. Namun
demikian, disepakati bahwa keimanan itu diawali dari pengikraran seseorang
terhadap asas keimanan tersebut dengan lisan, membenarkan dengan sepenuh hati
tanpa keraguan, dan merealisasikan tuntutan-tuntutan keimanan itu dengan anggota
tubuh. Inilah kerangka dasar iman yang disepakati Ahli Sunnah Wa al-Jamaah.
Mengikrarkan dengan lisan berarti mengucapkan dua kalimah syahadat, yaitu
bersaksi tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan Nabi Muhammad
adalah utusan Allah. Dua kalimat syahadat merupakan pintu gerbang seseorang yang
masuk islam.
Membenarkan dengan hati adalah meyakini sepenuhnya makna dua kalimah
syahadat yang diucapkannya dan segala ajaran-ajaran yang ditimbulkan syahadat
tersebut. Dengan demikian, ketika seseorang mengikrarkan dua kalimah syahadat
tetapi ia tidak meyakini di dalam hatinya hakikat dari ikrarnya tersebut makaia
tergolong seorang munafik. Orang munafik dalam hal keimanan lebih berbahaya dari
orang kafir.
Merealisasikan tuntutan keimanan berarti tunduk dan patuh kepada segala
ajaran-ajaran yang ditimbulkan keimanan dengan cara melaksanakannya. Oleh sebab
itu, ia akan menempatkan ajaran-ajaran wajib pada kedudukan wajib, ajaran-ajaran
yang sunnat pada kedudukan sunat, larangan-larangan yang haram pada posisi haram,
larangan-larangan makruh(dibenci Allah) pada posisi makruh, dan hal-hal
yang mubah (boleh) pada kedudukan boleh dilaksanakan dan boleh ditinggalkan.

2. Wujud Iman
Di dalam Islam, wujud iman seseorang diasaskan penegakannya kepada rukun
iman. Keimanan itu diwujudkan ke dalam kepercayaan hati, pengakuan, dan
perilakunya. Pada tingkatan perilaku inilah wujud iman tersebut dapat terlihat.
Iman kepada Allah ialah membenarkan dengan yakin sepenuhnya tanpa
sedikitpun keraguan akan adanya Allah dan keesaan-Nya. Oleh sebab itu, maka setiap
Muslim wajib mempercayai hal-hal berikut:
a. Allah itu esa pada zat
Keesaan Allah pada zat-Nya ialah mengiktikadkan bahwa zat Allah itu
tunggal, tiada terbilang, dan tiada tersusun dari beberapa bagian sebagaimana
makhluk-Nya. Zatnya itu bukan benda, bukan pula terjadi dari beberapa elemen
material. Manusia tidak dituntut untuk mengetahui secara detail tentang Zat Allah.
b. Allah itu esa pada sifat
Keesaan Allah pada sifat-Nya ialah mengiktikadkan bahwa tidak ada sesuatu
yang menyamai Allah pada sifat-Nya dan hanya Allah sendirilah yang mempunyai
sifat keutamaan dan kesempurnaan.
c. Allah itu esa pada wujud
Keesaan Allah pada wujud-Nya ialah mengiktikadkan bahwa hanya Allah
yang wajib wujud-Nya, sedang wujud selain Allah adalah mungkin, artinya hanya
Allah yang tetap ada tanpa awal dan tanpa akhir sementara yang lain-Nya
berpermulaan dan akan dan binasa, kecuali yang dikekalkan-Nya.
d. Allah itu esa pada af’al (perbuatan-Nya)
Keesaan Allah pada af’al ialah mengiktikadkan bahwa Allah yang menjadikan
alam, yang menghidupkan dan mematikan, yang memberi rizeki, yang
menyenangkan, dan yang menyukarkan, yang menyempitkan dan memewahkan. Dia
lah yang menghasilkan terwujudnya segala sesuatu ini.
e. Allah itu esa pada menerima ibadat hamba-Nya
Keesaan Allah pada menerima ibadat hamba-Nya ialah mengiktikadkan
bahwa hanya Allah yang berhak menerima ibadat hamba. Dialah yang berhak
disembah, diibadati, baik dengan doa maupun dengan amaliah yang lain yang
termasuk ibadah.
f. Allah itu esa dalam menyelesaikan segala hajat dan keperluan makhluk
Allah tidak berhajat kepada apa dan siapa pun. Oleh sebab itu, ketika seorang
hamba menginginkan sesuatu yang berada di luar kemampuan makhluk, maka ia
harus menujukan permohonannya kepada Allah.
g. Allah itu esa dalam membataskan batasan-batasan hukum
Allah lah yang berhak menghalalkan dan mengharamkan sesuatu, baik
melalui firman-Nya di dalam Alquran maupun melalui Nabi-Nya di dalam Sunnah.
Oleh sebab itu, segala produk hukum syari’ah harus mengacu kepada Alquran dan
Sunnah.
Iman kepada malaikat, seorang mukmin wajib mengakui dan mengimani
adanya . Mereka adalah makhluk Allah yang senantiasa taat kepada perintah-Nya dan
tidak pernah melakukan maksiat sedikitpun, sebagaimana firman Allah di bawah ini:
‫ص و َنا َلا‬ َ ‫ي ُ ْؤ َم ُر و َنا ا ََم َو ي َ فْ ع َ ل ُو َنا أ َ َم َر هُ ْما َم ا‬
ُ ْ‫ّللااَ ي َ ع‬
Artinya: Malaikat-malaikat tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang
diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan(QS. At-tahrim: 6)

Para malaikat memiliki tugas-tugas tertentu seperti menyampaikan wahyu


kepada para Rasul, mengatur cuaca, mencabut nyawa, menulis amal perbuatan
makhluk, menjaga surga dan neraka, dan lainnya. Oleh sebab itu seorang mukmin
wajib mewujudkan keimanan ini di dalam hatinya dan perilakunya.
Iman kepada kitab-kitab Allah adalah membenarkan bahwa seluruh kitab-
kitab yang diturunkan itu datangnya dari Allah. Wujud keimanan kepada kitab Allah
adalah menjadikan Alquran sebagai pedoman hidup di dalam segala aspek dan
dimensi kehidupannya, baik untuk pribadi, keluarga, masyarakat, maupun untuk
bernegara. Umat islam diwajibkan untuk mengikuti pesan-pesan ayat Alquran baik
pada lahir maupun bathin dan tidak boleh berpaling.
Iman kepada para rasul adalah membenarkan dengan sesungguhnya bahwa
Allah mengutus kepada umat ini seorang rasul untuk membimbing mereka. Tugas
utama seorang rasul adalah mengajak manusia untuk mentauhidkan Allah dan
menjauhi kesyirikan serta menjalankan syariat yang dibawanya. Para rasul dibekali
oleh Allah dengan mukjizat untuk mengukuhkan kerasulannya. Mukjizat adalah
sesuatu yang menyelisihi kebiasaan yang terjadi disertai dengan tantangan kepada
orang yang menentangnya. Mukjizat itu bisa berbentuk hal-hal yang nyata yang dapat
disaksikan oleh mata dan didengar oleh telinga. Namun bisa juga berbentuk yang lain
seperti Alquran.
Wujud iman kepada Rasullah adalah melaksanakan segala Sunahnya dan
menjauhi sehala kreasi (bidah) atas ajarannya. Sunnah adalah setiap perkataan,
perbuatan, dan pengakuan Nabi. Kedudukan Sunah terhadap Alquran adalah sebagai
penjelas, penetap syariat yang tidak dikemukakan secara jelas di dalam Alquran.
Iman kepada hari akhir adalah meyakini sepenuh hati tanpa keraguan
sedikitpun bahwa hari kiamat akan terjadi. Munculnya hari kiamat merupakan waktu
berakhirnya dunia ini. Ditemukan dalam sejumlah hadis yang menggambarkan tanda-
tanda akan terjadinya hari kiamat. Salah satunya adalah jika hamba sahaya
melahirkan majikannya. Pada hakikatnya, tidak ada yang mengetahui secara persis
kapan terjadinya hari kiamat kecuali Allah. Wujud iman seseorang terhadap hari
kiamat dapat dilihat dari kesiapannya untuk membekali diri menyongsong hari
tersebut. Ketika ia benar-benar beriman dengan hari yang dahsyat itu maka ia akan
melaksanakan perintah Allah dan Rasul serta menjauhi larangan-larangan Allah dan
Rasul-Nya.
Rukun iman terakhir adalah percaya
kepada qadar dan qadha Allah. Qadar adalah ketentuan Allah,
sementara qadha merupakan ketetapan-Nya untuk mewujudkanqadar-Nya. Beriman
kepada qadar dan qadha Allah akan menjadikan seseorang sadar bahwa ia tidak
memiliki kemampuan apa pun dan tidak mengetahui sedikitpun tentang jalan
kehidupannya dan seluruh makhluk ini. Oleh sebab itu, ia harus berikhtiar untuk terus
menjalani hidup ini sesuai dengan perintah Allah. Ia akan berada di atas
tatanansunatullah dan syariat-Nya.

3. Proses Terbentuknya Iman


Iman merupakan kepercayaan yang kukuh di dalam hati terhadap sesuatu
iman dalam syari’at Islam adalah mengikrarkan asas keimanan itu dengan lisan, -
syahadatain, -membenarkannya dengan hati, dan merealisasikan tuntutan-tuntutan
keimanan itu dengan anggota tubuh. Proses terbentuknya iman itu dilalui dengan
kesadaran untuk mengikrarkan sesuatu karena keyakinan yang kuat di dalam hati.
Ikrar itu lahir dari desakan, kesadaran, dan keyakinan hati. Sehingga, hal itu
membentuk keyakinan yang disebut dengan iman. Keyakinan yang kuat itu akan
melahirkan ketundukan dan kepatuhan untuk melaksanakan segala perintah yang
diasaskan oleh asas-asas keyakinan dan kesadaran terhadap iman.
Iman tidak muncul dengan sendirinnya tanpa ada sesuatu yang mempengaruhi
seseorang untuk beriman. Pengaruh yang paling penting adalah kesadaran yang
dilandasi ilmu dan pengetahuan seseorang tentang sesuatu yang diimaninya.
Seseorang yang beriman tanpa memiliki landasan ilmu untuk mempertahankan dan
memupuk keimanannya, maka iman seperti itu tidak akan kukuh dan rentan terhadap
agresi kepercayaan yang ditawarkan oleh keyakinan agama lain.
Nabi Muhammad menjelaskan bahwa iman dapat bertambah dan berkurang.
Oleh sebab itu iman harus terus dipupul dan ditumbuhkan di dalam hati dan
diterapkan dalam amaliah manusia. Iman akan semakin mantap ketika seseorang terus
menambah ilmu dan mengamalkan serta mengajarkannya kepada orang lain dengan
ikhlas hanya untuk mencari rida Allah.

4. Tanda-tanda Orang Beriman


Orang beriman adalah orang yang mengamalkan segala kosekuensi dan
tuntutan keimanannya. Ia tidak berperilaku ganda seperti orang munafik, lain di hati
lain di bibir. Demikian pula ia tidak berprilaku seperti orang yang fasik, beriman di
dalam hati tetapi tetap bermaksiat kepada Allah.
Dalam Alquran banyak ditemukan tanda-tanda orang beriman, misalnya
surah at-Taubahayat 71:
َ ‫ضآايَأ ْ ُم ُر‬
‫ونا‬ ُ ‫اوٱ ْل ُم ْؤ ِم َٰنَتُ ابَ ْع‬
ٍ ‫ض ُه ْماأَ ْو ِليَآ ُءابَ ْع‬ َ ‫ون‬ َ ُ‫َوٱ ْل ُم ْؤ ِمن‬
َ ُ ‫اويُ ْؤت‬
‫ونا‬ َ َ‫صلَ َٰوة‬
َ ‫وناٱل‬ َ ‫اويُ ِقي ُم‬َ ‫اويَ ْن َه ْو َناع َِناٱ ْل ُمنك َِر‬ ِ ‫بِٱ ْل َم ْع ُر‬
َ ‫وف‬
‫سولَ اهُۥ‬
ُ ‫او َر‬
َ َ‫اٱَّلل‬
َ ‫ون‬ َ ُ‫اويُ ِطيع‬ َ َ‫ٱلزك ََٰوة‬
َ ‫اٱَّللُآا ِإ َناآا‬ َ ‫س َي ْر َح ُم ُه ُم‬ َ ‫أُوٓ َٰ َالٓ ِئكَ ا‬
ٌ ‫ٱَّللَاع َِز‬
‫يزا َح ِكي ٌام‬ َ
Artinya: Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian
mereka (adalah menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh
(mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan salat,
menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan
diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Berdasarkan ayat di atas, ada lima kriteria (sifat-sifat) orang mukmin, yaitu:
1. Orang mukmin merupakan orang yang menjadikan walinya sesama orang yang
beriman. Loyalitas terhadap sesama Mukmin merupakan kewajiban dan melepaskan diri
dari ikatan loyalitas terhadap orang kafir menjadi keniscayaan bagi setiap Mukmin.
Bukan berarti kita harus memerangi setiap orang kafir.

2. Orang yang beriman adalah orang yang aktif melakukan amar ma’aruf dan nahi
munkar. Ia menyuarakan kebenaran secara terus-menerus bukan secara musiman saja
seperti pada bulan ramadhan saja, atau pada momentum hari-hari besar Islam semata.
Melakukan amar ma’ruf dan nahyi munkar haruslah dengan tuntutansyar’i. Sebab jika
dilakukan tanpa tuntutan syar’i, maka justru dapat terjebak kepada kemungkaran yang
baru.

3. Orang beriman adalah orang yang menegakkan salat. Artinya, seseorang Mukmin
akan tetap konsisten dengan salatnya. Tidak dikatakan seseorang itu memiliki kriteria
mukmin, jika ia tidak melaksanakan salat secara istiqomah pada setiap waktu-waktu yang
diwajibkan untuk salat.

4. Orang Mukmin adalah orang yang memberikan atau mengeluarkan zakatnya, baik itu
zakat fitrah maupun zakat mal (harta). Oleh sebab itu, bagi orang-orang memiliki harta
dan haul (waktu) serta nishab (ukuran banyak atau jumlah)-nya telah sampai maka ia
wajib mengeluarkan zakat mal-nya kepada orang yang berhak menerima zakat sesuai
dengan ashnaf-nya.

5. Semua perilaku dan ibadah di atas, adalah dalam rangka menaati Allah dan Rasul-
Nya. Oleh sebab itu, bagi orang Mukmin maka setiap prilakunya adalah dalam koridor
taat kepada Allah dan Rasul-Nya, bukan dengan tujuan tertentu selain dalam kerangka
ini.
Seseorang belum dapat dikatakan beriman ketika akalnya tidak memahami
kepada siapa dia beriman. Akal yang tidak memahami hal ini adalah akal yang belum
tercerahkan oleh iman yang kukuh. Orang yang beriman adalah orang yang mampu
memahami hakikat imannya kepada Allah secara intelektual untuk memperkokoh
keimanannya terhadap rububiyah Allah.
Seseorang belum sempurna imannya ketika ia tidak memiliki rasa keterikatan
emosional terhadap imannya tersebut. Orang yang beriman adalah orang yang memiliki
ketajaman rasadiniyah sekaligus mampu mengendalikan emosi syaithaniyah-nya.
Seseorang belum dapat dikatakan beriman ketika hakiikat iman yang
diakuinya tidak terhunjam dengan kukuh di dalam hatinya (qalbu). Orang yang beriman
adalah orang yang di lubuk hatinya (qalbu-nya) tertanam keyakinan tauhid kepada Allah
tanpa keraguan sedikitpun. Ia mengamini Allah tidak hanya sebatas ilmu yaqin dan ainul
yaqin, tetapi telah menghantarkannya kepada haqqul yaqin
.
5. Korelasi Antara Iman dan Takwa

Taqwa berasal dari kata waqa, yaqi, wiqayah, yang berarti takut, menjaga,
memelihara dan melindungi. Sesuai dengan makna etimologis tersebut, maka takwa
dapat diartikan sebagai sikap memelihara keimanan yang diwujudkan dalam pengalaman
ajaran agama islam secara utuh dan konsisten. Karakteristik orang orang yang bertakwa
yang secara umum dapat dikelompokkan ke dalam lima indikator ketakwaan:
Pertama, iman kepada Allah, para malaikat, kitab kitab dan para nabi. Dengan
kata lain, instrumen ketakwaan yang pertama ini dapat dikatakan dengan memelihara
fitrah iman.
Kedua, mengeluarkan harta yang dikasihnya kepada kerabat, anak yatim, orang
orang miskin, orang orang yang putus belanja di perjalanan, orang orang yang meminta
dana, orang orang yang tidak memiliki kemampuan untuk memenuhi kewajiban dan
memerdekakan hamba sahaya.
Ketiga, mendirikan salat dan menunaikan zakat. Dengan kata lain, orang yang
bertakwa adalah orang yang memelihara ibadah formalnya dengan baik dan konsisten.
Keempat, menepati janji yang dalam pengertian lain adalah memelihara
kehormatan diri.
Kelima, sabar pada saat kepayahan, kesusahan, dan pada waktu perang. Dengan
kata lain, ia memiliki semangat juang dalam memelihara agama dan harga dirinya.

Dua kecenderungan sikap terhadap lima indikator di atas:


1. Sikap konsisten memelihara hubungan secara vertikal dengan Allah, yang
diwujudkan melalui iktikad dan keyakinan yang lurus, ketulusan dalam menjalankan
ibadah dan kepatuhan terhadap ketentuan terhadap aturan yang dibuatnya.
2. Memelihara hubungan secara horizontal, yakni cinta dan kasih sayang kepada
sesama umat manusia.
Seorang yang takwa (mutaqqi) adalah orang yang menghambakan dirinya
hanya kepada Allah bukan kepada mahluk. Ia selalu menjaga hubungan dengan Allah
setiap saat. Memelihara hubungan dengan allah terus menerus akan menjadi kendali
dirinya sehingga dapat menghindari dari kejahatan dan kemungkaran serta membuatnya
konsisten terhadap aturan aturan Allah. Karena itu inti ketaqwan adalah melaksanakan
perintah Allah dan menjauhi laranganya. Memelihara hubungan dengan Allah dimulai
dengan melaksanakan tugas penghambaan dengan melaksanakan ibadah secara sungguh-
sungguh (khusuk) dan ikhlas. Memelihara hubungan dengan Allah dilakukan juga
dengan menjauhi perbuatan yang di larang Allah, yaitu perbuatan dosa dan kemungkaran.
Melaksanakan perintah dan menjauhi larangan Allah pada dasarnya adalah bentuk bentuk
perilaku yang lahir dari pengadilan hawa nafsu yang ada dalam dirinya.

C. Implementasi Iman Dan Taqwa Dalam Kehidupan Modern

1. Pemantapan Iman dan Taqwa


Masa depan ditentukan oleh umat yang memiliki kekuatan budaya yang
dominan. Generasi pelopor penyumbang dibidang pemikiran (aqliyah), dan pembaruan
(inovator), perlu dibentuk di era pembangunan.
Keunggulan generasi pelopor akan di ukur ditengah masyarakat dengan
pengetahuan dan pemahaman (identifikasi) permasalahan yang dihadapi umat,
denganequalisasi mengarah kepada kaderisasi (patah tumbuh hilang berganti).
Keunggulan ini di iringi dengan kemampuan penswadayaan kesempatan-kesempatan.
Pentingnya menumbuhkan generasi pelopor menjadi relevansi tuntutan agama dalam
menatap kedepan.
Mantapnya pemahaman agama dan adat budaya (tamaddun) dalam perilaku
seharian jadi landasan dasar kaderisasi re-generasi. Usaha kearah pemantapan metodologi
pengembangan melalui program pendidikan dan pelatihan, pembinaan keluarga, institusi
serta lingkungan mesti sejalin dan sejalan dengan pemantapan Akidah Agama pada
generasi mendatang. Political action berkenaan pengamalan ajaran Agama menjadi
sumber kekuatan besar menopang proses pembangunan melalui integrasi aktif, dimana
umat berperan sebagai subjek dalam pembangunan bangsa itu sendiri.

2. Melemahnya Jati Diri


Kelemahan mendasar ditengah perkembangan zaman adalah melemahnya jati
diri, dan kurangnya komitmen kepada nilai luhur agama yang menjadi anutan
bangsa.Isolasi diri karena tidak berkemampuan menguasai “bahasa dunia” (politik,
ekonomi, sosial, budaya, iptek), berujung dengan hilangnya percaya diri. Kurangnya
kemampuan dalam penguasaan teknologi dasar yang akan menopang perekonomian
bangsa, dipertajam oleh kurangnya minat menuntut ilmu, menjadikan isolasi diri
masyarakat bertambah tertutup. Kondisi ini akan menjauhkan peran serta di era-
kesejagatan(globalisasi), dan akhirnya membuka peluang menjadi anak jajahan di negeri
sendiri.
Sosialisasi pembinaan jati diri bangsa mesti disejalankan dengan pengokohan
lembaga keluarga (extended family), dan peran serta masyarakat pro aktif menjaga
kelestarian adat budaya (hidup beradat, di masyarakat Minangkabau adat bersendikan
syarak, syarak bersendikan Kitabullah). Setiap generasi yang di lahirkan dalam satu
rumpun bangsa wajar tumbuh menjadi kekuatan yang peduli dan pro-aktif menopang
pembangunan bangsa.
Melibatkan generasi muda secara aktif menguatkan jalinan hubungan timbal
balik antara masyarakat serumpun di desa dalam tata kehidupan sehari-hari. Aktifitas ini
mendorong lahirnya generasi penyumbang yang bertanggung jawab, di samping
antisipasi lahirnya generasi lemah.
3. Arus Globalisasi
Menjelang berakhirnya alaf kedua memasuki millenium ketiga, abad dua
puluh satu ditemui lonjakan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan
pesat. Globalisasi sebenarnya dapat diartikan sebagai suatu tindakan atau proses
menjadikan sesuatu mendunia (universal), baik dalam lingkup maupun aplikasinya. Era
globalisasi adalah era perubahan cepat. Dunia akan transparan, terasa sempit seakan
tanpa batas.
Hubungan komunikasi, informasi, transportasi menjadikan jarak satu sama
lain menjadi dekat, sebagai akibat dari revolusi industri, hasil dari pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Arus globalisasi juga menggeser pola hidup masyarakat dari
agraris dan perniagaan tradisional menjadi masyarakat industri dan perdagangan modern.
Arus kesejagatan (globalisasi) secara dinamik memerlukan penyesuaian kadar
agar arus kesejagatan tidak mencabut generasi dari akar budaya bangsanya. Sebaliknya
arus kesejagatan mesti di rancang bisa merubah apa yang tidak di kehendaki.
Membiarkan diri terbawa arus deras perubahan sejagat tanpa memperhitungkan jati diri
akan menyisakan malapetaka. Globalisasi menyisakan banyak tantangan (sosial, budaya,
ekonomi, politik, tatanan, sistim, perebutan kesempatan menyangkut banyak aspek
kehidupan kemanusiaan.
Globalisasi juga menjanjikan harapan dan kemajuan. Setiap Muslim
harus‘arif dalam menangkap setiap pergeseran dan tanda-tanda perubahan zaman.
Kejelian dalam menangkap ruh zaman (zeitgeist) mampu men- jaring peluang-peluang
yang ada, sehingga memiliki visi jauh ke depan. Diantara yang menjanjikan itu adalah
pertumbuhan ekonomi yang pesat. Pesatnya pertumbuhan ekonomi menjadi alat untuk
menciptakan kemakmuran masyarakat.
4. Paradigma Tauhid
Paradigma tauhid, laa ilaaha illa Allah, mencetak manusia menjadi ‘abid,
hamba yang mengabdi kepada Allah dalam arti luas, berkemampuan melaksanakan
ajaran syar’iy mengikuti perintah Allah dan sunnah Rasul Allah, untuk menjadi manusia
mandiri (self help), sesuai dengan eksistensi manusia itu di jadikan.
Manusia pengabdi (‘abid) adalah manusia yang tumbuh dengan Akidah
Islamiah yang kokoh. Akidah Islamiah merupakan sendi fundamental dari dinul Islam,
dan titik dasar paling awal untuk menjadikan seorang muslim. Akidah adalah keyakinan
bulat tanpa ragu, tidak sumbing dengan kebimbangan, membentuk manusia dengan
watak patuh dan ketaatan yang menjadi bukti penyerahan total kepada Allah. Akidah
menuntun hati manusia kepada pembenaran kekuasaan Allah secara absolut. Tuntunan
Akidah membimbing hati manusia merasakan nikmat rasa aman dan tentram dalam
mencapai Nafsul Mutmainnah dengan segala sifat-sifat utama.
Apabila Akidah tauhid telah hilang, dapat dipastikan akan lahir
prilakufatalistis dengan hanya menyerah kepada nasib sambil
bersikap apatis dan pesimis. Sikap negatif ini adalah virus berbahaya bagi individu
pelopor penggerak pembangunan. Keyakinan tauhid secara hakiki menyimpan kekuatan
besar berbentuk energi ruhaniahyang mampu mendorong manusia untuk hidup inovatif.

1. Problematika, Tantangan dan Resiko Dalam Kehidupan Modern


Problem-problem manusia dalam kehidupan modern adalah munculnya
dampak negatif (residu), mulai dari berbagai penemuan teknologi yang berdampak
terjadinya pencemaran lingkungan, rusaknya habitat hewan maupun tumbuhan,
munculnya beberapa penyakit, sehingga belum lagi dalam peningkatan yang makro yaitu
berlobangnya lapisan ozon dan penasan global akibat akibat rumah kaca.
Aktualisasi taqwa adalah bagian dari sikap bertaqwa seseorang. Karena begitu
pentingnya taqwa yang harus dimiliki oleh setiap mukmin dalam kehidupan dunia ini
sehingga beberapa syariat islam yang diantaranya puasa adalah sebagai wujud
pembentukan diri seorang muslim supaya menjadi orang yang bertaqwa, dan lebih sering
lagi setiap khatib pada hari jum’at atau shalat hari raya selalu menganjurkan jamaah
untuk selalu bertaqwa. Begitu seringnya sosialisasi taqwa dalam kehidupan beragama
membuktikan bahwa taqwa adalah hasil utama yang diharapkan dari tujuan hidup
manusia (ibadah).
Taqwa adalah satu hal yang sangat penting dan harus dimiliki setiap muslim.
Signifikansi taqwa bagi umat islam diantaranya adalah sebagai spesifikasi pembeda
dengan umat lain bahkan dengan jin dan hewan, karena taqwa adalah refleksi iman
seorang muslim. Seorang muslim yang beriman tidak ubahnya seperti binatang, jin dan
iblis jika tidak mangimplementasikan keimanannya dengan sikap taqwa, karena binatang,
jin dan iblis mereka semuanya dalam arti sederhana beriman kepada Allah yang
menciptakannya, karena arti iman itu sendiri secara sederhana adalah “percaya”, maka
taqwa adalah satu-satunya sikap pembeda antara manusia dengan makhluk lainnya.
Seorang muslim yang beriman dan sudah mengucapkan dua kalimat syahadat akan tetapi
tidak merealisasikan keimanannya dengan bertaqwa dalam arti menjalankan segala
perintah Allah dan menjauhi segala laranganNya, dan dia juga tidak mau terikat dengan
segala aturan agamanya dikarenakan kesibukannya atau asumsi pribadinya yang
mengaggap eksistensi syariat agama sebagai pembatasan berkehendak yang itu adalah
hak asasi manusia, kendatipun dia beragama akan tetapi agamanya itu hanya sebagai
identitas pelengkap dalam kehidupan sosialnya, maka orang semacam ini tidak sama
dengan binatang akan tetapi kedudukannya lebih rendah dari binatang, karena manusia
dibekali akal yang dengan akal tersebut manusia dapat melakukan analisis hidup,
sehingga pada akhirnya menjadikan taqwa sebagai wujud implementasi dari
keimanannya.
Taqwa adalah sikap abstrak yang tertanam dalam hati setiap muslim, yang
aplikasinya berhubungan dengan syariat agama dan kehidupan sosial. Seorang muslim
yang bertaqwa pasti selalu berusaha melaksanakan perintah Tuhannya dan menjauhi
segala laranganNya dalam kehidupan ini. Yang menjadi permasalahan sekarang adalah
bahwa umat islam berada dalam kehidupan modern yang serba mudah, serba bisa bahkan
cenderung serba boleh. Setiap detik dalam kehidupan umat islam selalu berhadapan
dengan hal-hal yang dilarang agamanya akan tetapi sangat menarik naluri
kemanusiaanya, ditambah lagi kondisi religius yang kurang mendukung. Keadaan seperti
ini sangat berbeda dengan kondisi umat islam terdahulu yang kental dalam kehidupan
beragama dan situasi zaman pada waktu itu yang cukup mendukung kualitas iman
seseorang.
Adanya kematian sebagai sesuatu yang pasti dan tidak dapat dikira-kirakan
serta adanya kehidupan setelah kematian menjadikan taqwa sebagai obyek vital yang
harus digapai dalam kehidupan manusia yang sangat singkat ini. Memulai untuk
bertaqwa adalah dengan mulai melakukan hal-hal yang terkecil seperti menjaga
pandangan, serta melatih diri untuk terbiasa menjalankan perintah Allah dan menjauhi
segala laranganNya, karena arti taqwa itu sendiri sebagaimana dikatakan oleh Imam
Jalaluddin Al-Mahally dalam tafsirnya bahwa arti taqwa adalah “imtitsalu awamrillahi
wajtinabinnawahih”, menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi segala laranganya.
Beberapa problem yang sering dihadapi dalam kehidupan sehari-hari,
misalnya:
a. Problem dalam Hal Ekonomi
Semakin lama manusia semakin menganggap bahwa dirinya merupakan homo
economicus, yaitu merupakan makhluk yang memenuhi kebutuhan hidupnya dan
melupakan dirinya sebagai homo religious yang erat dengan kaidah – kaidah moral.
Ekonomi kapitalisme materialisme yang menyatakan bahwa berkorban sekecil – kecilnya
dengan menghasilkan keuntungan yang sebesar – besarnya telah membuat manusia
menjadi makhluk konsumtif yang egois dan serakah.
b. Problem dalam Bidang Moral
Pada hakikatnya Globalisasi adalah sama halnya dengan Westernisasi. Ini tidak
lain hanyalah kata lain dari penanaman nilai – nilai Barat yang menginginkan lepasnya
ikatan – ikatan nilai moralitas agama yang menyebabkan manusia Indonesia pada
khususnya selalu “berkiblat” kepada dunia Barat dan menjadikannya sebagai suatu
symbol dan tolok ukur suatu kemajuan.
c. Problem dalam Bidang Agama
Tantangan agama dalam kehidupan modern ini lebih dihadapkan kepada faham
Sekulerisme yang menyatakan bahwa urusan dunia hendaknya dipisahkan dari urusan
agama. Hal yang demikian akan menimbulkan apa yang disebut dengan split personality
di mana seseorang bisa berkepribadian ganda. Misal pada saat yang sama seorang yang
rajin beribadah juga bisa menjadi seorang koruptor.
d. Problem dalam Bidang Keilmuan
Masalah yang paling kritis dalam bidang keilmuan adalah pada corak
kepemikirannya yang pada kehidupan modern ini adalah menganut faham positivisme
dimana tolok ukur kebenaran yang rasional, empiris, eksperimental, dan terukur lebih
ditekankan. Dengan kata lain sesuatu dikatakan benar apabila telah memenuhi criteria ini.
Tentu apabila direnungkan kembali hal ini tidak seluruhnya dapat digunakan untuk
menguji kebenaran agama yang kadang kala kita harus menerima kebenarannya dengan
menggunakan keimanan yang tidak begitu poluler di kalangan ilmuwan – ilmuwan
karena keterbatasan rasio manusia dalam memahaminya.
Perbedaan metodologi yang lain bahwa dalam keilmuan dikenal istilah
falsifikasi. Artinya setiap saat kebenaran yang sudah diterima dapat gugur ketika ada
penemuan baru yang lebih akurat. Sangat jauh dan bertolak belakang dengan bidang
keagamaan.Jika anda tidak salah lihat, maka akan banyak anda temukan banyak ilmuwan
yang telah menganut faham atheis (tidak percaya adanya tuhan) akibat dari masalah –
masalah dalam bidang keilmuan yang telah tersebut di atas.
e. Pengaruh Modernisasi dalam Kehidupan Islam
Dalam abad teknologi ultra moderen sekarang ini, manusia telah diruntuhkan
eksistensinya sampai ketingkat mesin akibat pengaruh morenisasi. Roh dan kemuliaan
manusia telah diremehkan begitu rendah. Manusia adalah mesin yang dikendalikan oleh
kepentingan financial untuk menuruti arus hidup yang materialistis dan sekuler. Martabat
manusia berangsur-angsur telah dihancurkan dan kedudukannya benar-benar telah
direndahkan. Modernisai adalah merupakan gerakan yang telah dan sedang dilakukan
oleh Negara-negara Barat Sekuler untuk secara sadar atau tidak, akan menggiring kita
pada kehancuran peradaban. Tak sedikit dari orang-orang Islam yang secara perlahan-
lahan menjadi lupa akan tujuan hidupnya, yang semestinya untuk ibadah, berbalik
menjadi malas ibadah dan lupa akan Tuhan yang telah memberikannya kehidupan.
Akibat pengaruh modernisasi dan globalisasi banyak manusia khususnya umat Islam
yang lupa bahwa sesungguhnya ia diciptakan bukanlah sekedar ada, namun ada tujuan
mulia yaitu untuk beribadah kepada Allah SWT.
Kondisi diatas meluaskan segala hal dalam aspek kehidupan manusia.
Sehingga tidak mengherankan ketika batas-batas moral, etika dan nilai-nilai tradisional
juga terlampaui. Modernisasi yang berladangkan diatas sosial kemasyarakatan ini juga
tidak bisa mengelak dari pergeseran negatif akibat modernisasi itu sendiri. Peningkatan
intensitas dan kapasitan kehidupan serta peradaban manusia dengan berbagai turunannya
itu juga meningkatan konstelasi sosial kemasyarakatan baik pada level individu ataupun
level kolektif. Moralitas, etika dan nilai-nilai terkocok ulang menuju keseimbangan baru
searah dengan laju modernisasi. Pegerakan ini tentu saja mengguncang perspektif
individu dan kolektif dalam tatanan kemasyarakatan yang telaha ada selama ini.
Perubahan kepercayaan, pemikiran, kebudayaan, dan peradaban merupakan
prasyarat bagi perubahan ekonomi, politik, dan sebagainya. Itulah sebabnya, ketika
masyarakat modern tak dapat mengakomodasikan apa yang tersedia di lingkungannya,
mereka memilih alternatif atau model dari negara imperialis yang menjadi pusat-pusat
kekuatan dunia. Secara politis, mereka berlindung pada negara-negara tersebut.
Terbukalah kemungkinan konfrontasi antara kekuatan eksternal dengan kekuatan internal
(kekuatan Islam) bila Islam hendak ditampilkan sebagai kekuatan nyata. Morernisasi bagi
umat Islam tidak perlu diributkan, diterima ataupun ditolak, namun yang paling penting
dari semua adalah seberapa besar peran Islam dalam menata umat manusia
menuju tatanan dunia baru yang lebih maju dan beradab. Bagi kita semua, ada atau
tidaknya istilah modernisasi dan globalisasi tidak menjadi masalah, yang penting ajaran
Islam sudah benar-benar diterima secara global, secara mendunia oleh segenap umat
manusia, diterapkan dalam kehidupan masing-masing pribadi, dalam berkeluarga,
bertetangga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Sebagai umat Islam hendaknya nilai modern jangan kita ukur dari modernnya
pakaiannya, perhiasan dan penampilan. Namun modern bagi umat Islam adalah modern
dari segi pemikiran, tingkah laku, pergaulan, ilmu pengetahuan, teknologi, ekonomi,
sosial budaya, politik dan keamanan yang dijiwai akhlakul karimah, dan disertai
terwujudnya masyarakat yang adil, makmur, sejahtera dalam naungan ridha Allah SWT.
2. Peran Iman dan Takwa dalam Menjawab Problema dan Tantangan Kehidupan
Modern
Pengaruh iman terhadap kehidupan manusia sangat besar. Berikut ini dikemukakan
beberapa pokok manfaat dan pengaruh iman pada kehidupan manusia:

a. Iman melenyapkan kepercayaan pada kekuasaan benda


Orang yang beriman hanya percaya pada kekuatan dan kekuasaan Allah.
Kalau Allah hendak memberikan pertolongan, maka tidak ada satu kekuatanpun yang
dapat mencegahnya. Sebaliknya,jika Allah hendak menimpakan bencana, maka tidak ada
satu kekuatanpun yang sanggup menahan dan mencegahnya. Kepercayaan dan keyakinan
demikian menghilangkan sifat mendewa-dewakan manusia yang kebetulan sedang
memegang kekuasaan, menghilangkan kepercayaan pada kesaktian benda-benda keramat,
mengikis kepercayaan pada khufarat, takhyul, jampi-jampi dan sebagainya. Pegangan
orang yang beriman adalah firman Allah surat Al Fatihah ayat 1-7.

b. Iman menanamkan semangat berani menghadapi maut


Takut menghadapi maut menyebabkan manusia menjadi pengecut. Banyak
diantara manusia yang tidak berani mengemukakan kebenaran, karena takut menghadapi
resiko. Orang yang beriman yakin sepenuhnya bahwa kematian di tangan Allah.
Pegangan orang beriman mengenai soal hidup dan mati adalah firman Allah:

‫وجٍ فِي كُنت ُ ْام َولَ ْاو ا ْل َم ْوتُا يُد ِْرك ُّك ُام تَكُونُوا أَ ْينَ َما‬
‫شيَ َد ٍاة بُ ُر ا‬ َ ‫َوإِن ُّم‬
‫سنَ اةٌ ت ُ ِص ْب ُه ْام‬ َ ‫ن َه ِذ ِاه َيقُولُوا َح‬ ‫ّللاِ ِعن ِاد ِم ْا‬‫س ِيئ اَةٌ ت ُ ِص ْب ُه ْام َو ِإن َا‬
َ ‫َيقُولُوا‬
‫ن َه ِذ ِاه‬ ‫ن كُلا قُ ْال ِعندِكَا ِم ْا‬ ‫ُون َال ا ْلقَ ْو ِام َهؤ َُل ِاء فَ َما ِال َا‬
‫ّللاِ ِعن ِاد ِم ْا‬ ‫يَكَاد َا‬
‫َحدِيثًا يَ ْفقَ ُه َا‬
‫ون‬
Dimana saja kamu berada, kematian akan datang mendapatkan kamu kendatipun kamu
di benteng yang tinggi lagi kokoh.( An Nisa 4: 78)

c. Iman menanamkan sikap self help dalam kehidupan


Rezeki memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Banyak orang
yang melepaskan pendirian bahkan tidak segan-segan melepaskan prinsip,menjual
kehormatan,bermuka dua,menjilat dan memperbudak diri karena kepentingan materi.
Pegangan orang beriman dalam hal ini adalah firman Allah:
‫ض ِفى دَآبَ ٍاة ِمن َو َما‬ ‫علَى ِإ َال ْٱْلَ ْر ِ ا‬ ‫َو َي ْعلَ ُما ِر ْزقُ َها ِ َا‬
َ ‫َٱَّلل‬
‫ستَقَ َر َها‬ َ ‫ستَ ْو َد‬
ْ ‫ع َها ُم‬ ْ ‫ٓاو ُم‬
َ ‫ب فِى كُلا‬ ‫ينََُم ِك َٰتَ ٍا‬
‫ِب ٍا‬
Dan tidak ada satu binatang melatapun dibumi melainkan Allah-lah yang memberi
rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang dan tempat penyimpanannya.
Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (lauhul mahfud) (Hud, 11:6)

d. Iman memberikan kententraman jiwa


Acapkali manusia dilanda resah dan duka cita, serta digoncang oleh keraguan
dan kebimbangan. Orang yang beriman mempunyai keseimbangan , hatinya
tentram(mutmainah), dan jiwanya tenang(sakinah), seperti dijelaskan firman Allah:
َ ‫ن َءا َمنُوآ ٱلَذ‬
‫ِينا‬ ‫ٓاٱَّللِ ِذ ْك ِارَِب قُلُوبُ ُهم َوتَ ْط َم ِئ ُّا‬
‫َا‬ ‫أَ َال‬
‫ٱَّللِ ِب ِذ ْك ِار‬
‫ن َا‬ ‫وب تَ ْط َمئِ ُّا‬‫ٱ ْلقُلُ ُا‬
…..(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram
dengan mengingat Allah. Ingatlah,hanya dengan mengingat Allah hati menjadi
tentram (Ar-Ra’d,13:28)

e. Iman mewujudkan kehidupan yang baik (hayatan tayyibah)


Kehidupan manusia yang baik adalah kehidupan orang yang selalu melakukan
kebaikan dan mengerjakan perbuatan yang baik. Hal ini dijelaskan dalam firman Allah :
‫صا ِل ًحا ع َِم َال َم ْنا‬ َ ‫نَُم َو ُه َاو أُنثَى أَ ْاو ذَك ٍاَر ِمن‬ ‫َحيَا اةً فَلَنُ ْحيِيَنَ اهُ ْؤ ِم ٌا‬
ً‫ن أَ ْج َر ُهم َولَنَ ْج ِز َينَ ُه ْام َط ِي َب اة‬ َ ‫ون كَانُواْ َماا ِبأ َ ْح‬
‫س ِا‬ ‫﴾ َي ْع َملُ َا‬٩٧﴿
Barang siapa yang mengerjakan amal shaleh baik laki-laki maupun
perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya
kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan
pahal yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan. (An Nahl, 16:97)

f. Iman melahirkan sikap ikhlas dan konsekuen


Iman memberi pengaruh pada seseorang untuk selalu berbuat ikhlas, tanpa
pamrih , kecuali keridaan Allah. Orang yang beriman senantiasa konsekuen dengan apa
yang telah diikrarkannya, baik dengan lidahnya maupun dengan hatinya. Ia senantiasa
berfirman pada firman Allah:
‫ن قُ ْلا‬
‫صالتِي إِ َا‬ ُ ُ‫اي َون‬
َ ‫س ِكي‬ ‫ب ِاهَ ِل َال َو َم َماتِي َو َم ْحيَ َا‬ ‫ا ْلعَالَ ِم َا‬
‫ين َر ِا‬
Katakanlah : Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku
hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. (Al-An’aam, 6:162)

g. Iman memberikan keberuntungan


Orang yang beriman selalu berjalan pada arah yang benar karena Allah
membimbing dan mengarahkan pada tujuan hidup yang hakiki. Dengan demikian orang
yang beriman adalah orang yang beruntung dalam hidupnya. Hal ini sesuai dengan
firman Allah:
‫الْ ُم فْ لِ ُح و َنا هُ ُما َو أ ُو َٰلَ ئِكَا َا َر ب ِ ِه ْما ِم ْنا هُ دًى عَ لَ َٰىا أ ُو َٰلَ ئِكَا‬
Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan
merekalah orang-orang yang beruntung. (Al-Baqarah, 2:5)

h. Iman mencegah penyakit


Ahlak, tingkah laku, perbuatan fisik seorang mukmin, atau fungsi biologis
tubuh manusia mukmin dipengaruhi oleh iman. Jika seseorang jauh dari prinsip-prinsip
iman, tidak mengacuhkan azas moral dan ahlak, merobek-robek nilai kemanusiaan dalam
setiap perbuatannya, tidak pernah ingat kepada Allah, maka orang yang seperti ini
hidupnya akan dikuasai oleh kepanikan dan ketakutan.
Hal itu akan menyebabkan tingginya hormon adrenalin dan persenyawaan
kimia lainnya. Selanjutnya akan menimbulkan pengaruh yang negatif terhadap biologi
tubuh serta lapisan otak bagian atas. Hilangnya keseimbangan hormon dan kimiawi akan
mengakibatkan terganggunya kelancaran proses metabolisme zat dalam tubuh manusia.
Pada waktu itulah timbullah gejala penyakit, rasa sedih, dan ketegangan psikologis, serta
hidupnya selalu dibayangi oleh kematian.
Demikianlah pengaruh dan manfaat iman pada kehidupan manusia, ia bukan
hanya sekedar kepercayaan yang berada dalam hati, tetapi menjadi kekuatan yang
mendorong dan membentuk sikap perilaku hidup. Apabila suatu masyarakat terdiri dari
orang-orang yang beriman, maka akan terbentuk masyarakat yang aman, tentram, damai,
dan sejahtera

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Iman artinya percaya. keimanan itu diawali dari pengikraran seseorang
terhadap asas keimanan tersebut dengan lisan, membenarkan dengan sepenuh hati tanpa
keraguan, dan merealisasikan tuntutan-tuntutan keimanan itu dengan anggota tubuh. Di
dalam Islam, wujud iman seseorang diasaskan penegakannya kepada rukun iman.
Keimanan itu diwujudkan ke dalam kepercayaan hati, pengakuan, dan perilakunya.
Proses terbentuknya iman itu dilalui dengan kesadaran untuk mengikrarkan sesuatu
karena keyakinan yang kuat di dalam hati. Ikrar itu lahir dari desakan, kesadaran, dan
keyakinan hati. Sehingga, hal itu membentuk keyakinan yang disebut dengan iman.
Pertama, perana agama pada masa modern dirasakan masih sangat penting,
bahkan menunjukkan gejala peningkatan. Fenomena kebangkitan agama di antaranya
dapat diamati dari maraknya kegiatan-kegiatan keagamaan dan larisnya buku-buku
agama. Fenomena ini setidaknya dipengaruhi oleh beberapa hal seperti adanya kesadaran
providensi setiap individu, ketidakberhasilan modernisasi dan industrialisasi dalam
mewujudkan kehidupan yang lebih bermakna (meaningful). Di samping itu, kegagalan
organized religions dalam mewujudkan agama yang bercorak humanistik, juga disinyalir
turut mendorong praktik spiritualitas era modern.
Kedua, agama tetap akan memegang peranan penting di masa mendatang,
terutama dalam memberikan landasan moral bagi perkembangan sains dan teknologi.
Dalam kaitan ini perlu ditekankan pentingnya usaha mengharmoniskan ilmu pengetahuan
dan teknologi (Iptek) dengan agama (Imtaq). Iptek harus selalu dilandasi oleh nilai-nilai
moral-agama agara tidak bersifat destruktif terhadap nilai-nilai kemanusiaan
(dehumanisasi). Sedangkan ajaran agama harus didekatkan dengan konteks modernitas,
sehingga dapat bersifat kompatibel dengan segala waktu dan tempat.
Pada dasarnya dalam kehidupan modern, kita sebagai manusia tidak bisa
terlepas dari iman dan taqwa. Karena dengan kita beriman dan bertaqwa, kita dapat
mencegah dan menyelamatkan diri dari hal-hal yang menyesatkan atau dari segala
sesuatu yang tidak baik. Selain itu, kita juga dapat menentukan apakah modernisasi
tersebut dianggap sebagai suatu kemajuan atau tidak, dipandang bermanfaat atau tidak,
diperlukan atau sebaliknya perlu dihindari.

B. Saran
Sebagai umat Islam, janganlah kita mempercayai kekuatan selain kekuatan
Allah SWT. Kekuatan selain kekuatan Allah merupakan kekuatan yang sangat terbatas
dan tidak jauh lebih besar dari kekuatan Allah.
Kita harus meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita sebagai umat Islam
untuk tidak mudah tergoda dan percaya terhadap omongan orang tentang kekuatan yang
lebih besar dari Allah.
Permasalahan-permasalahan yang ada di era globalisasi sekarang yang banyak
menyimpang dari aturan agama khususnya di Indonesia sangat miris sekali. Yang
diperlukan sekarang adalah generasi muda yang handal, dengan daya kreatif, innovatif,
kritis, dinamis, tidak mudah terbawa arus, memahami nilai-nilai budaya luhur, siap
bersaing dalam knowledge based society, punya jati diri yang jelas, memahami dan
mengamalkan nilai-nilai ajaran Islam sebagai kekuatan spritual. Kekuatan yang
memberikan motivasi emansipatoris dalam mewujudkan sebuah kemajuan fisik-material,
tanpa harus mengorbankan nilai-nilai kemanusiaan.

DAFTAR PUSTAKA
Abdiansyah,Septian.2010. Keimanan dan
Ketaqwaan.http://tugaskuliahseptian.blogspot.com/2010/06/keimanan-dan-
ketakwaan.html
Abr26. 2011. Pengertian iman dan taqwa. http:// tugas agama/imtaq.html
Nainayn Nurmala, 2012. Implementasi iman dan taqwa. http://implementasi-iman-dan-
takwa-dalam.html
Punya papinka. 2011. Implementasi iman dan takwa. http://IMPLEMENTASI IMAN
DAN TAQWA DALAM KEHIDUPAN MODERN _ punyanyavika.html
Tafany, 2009. Iman dan taqwa, http://pengertian-iman-dan-taqwa -----.html

Anda mungkin juga menyukai