Anda di halaman 1dari 10

SEKOLAH SIAGA BENCANA SISWA TINGKAT SMA/SMK

DAERAH KABUPATEN KLATEN JAWA TENGAH 2018


Oleh

Suharjo, Muhammad Musiyam, M. Amin Sunarhadi

Program Studi Pendidikan Geografi


Universitas Muhammadiyah Surakarta
Email: Suharjo@ums.ac.id

ABSTRAK

Bencana tektonik pada tahun 2006 dan bencana letusan gunung api Merapi pada tahun 2010 yang
berdampak pada banyaknya korban jiwa, harta dan bangunan sekolah menunjukkan bahwa daerah
Kabupaten Klaten mempunyai tingkat kerentanan tinggi. Tingginya kerentanan bencana harus diimbangi
dengan pengetahuan siswa mengenai kebencanaan melalui pendidikan siaga bencana. Tujuan penelitian,
menganalisis pengetahuan tingkat kesiapsiagaan siswa sekolah menengah atas dan kejuruan (SMA/SMK)
melalui penerapan buku panduan pembelajaran kebencanaan Pemerintah Kabupaten Klaten dengan
menggunakan jenis pembelajaran ekstrakurikuler. Penelitian ini menggunakan metode survei, sedang
analisa hasil menggunakan metode diskriptif kuantitatif. Sampel, ditentukan berdasarkan purposive
sampling yang terdiri dari 8 sekolah yaitu 1) SMAN 1 Karanganon, 2) SMAN 1 Klaten, 3) SMK
Muhammadiyah 2 Klaten Utara, 4) SMKN 1 Trucuk, 5) SMKN 1 Tulung, 6) SMAN1 Klaten, 7) SMK
Kristen 5 Klaten, dan 8) SMKN 1 Klaten. Hasil, melalui penerapan buku pedoman kebencanaan
Kabupaten Klaten, pengetahuan siaga bencana siswa sekolah SMA dan SMK sekabupaten Klaten
mengalami peningkatan.
Kata Kunci: pendidikan, bencana, pengetahuan kesiapsiagaan bencana

1. PENDAHULUAN
Kabupaten Klaten merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Tengah
yang mempunyai tingkat kerentanan bencana yang dapat dikatakan cukup tinggi.
Tingginya bencana karena wilayah Kabupaten Klaten lereng gunung api Merapi , dan
perbukitan struktural Bayat. Bencana yang terjadi daerah lereng Merapi yaitu letusan
gunung api Merapi, kekeringan, angin puting beliung, longsor lahan dan banjir; sedang
di daerah strukturan perbukitan Bayat bencana yang terjadi kekeringan, longsor lahan
dan gempa bumi tektonik.
Bencana gempa bumi tektonik terjadi di Kabupaten Klaten pada tanggal 27 Mei
2006. Menurut Data Satlak Penanganan Bahaya Bencana (PBB) menyebutkan jumlah
korban jiwa gempa bumi di Klaten hingga Minggu pukul 14.00 WIB mencapai 838
orang sedangkan yang luka berat 842 orang. Jumlah korban jiwa tersebut meningkat
sebanyak 30 orang hanya dalam waktu dua jam yakni dari 808 orang pada pukul 12.00.
Meningkatnya jumlah korban meninggal akibat gempa bumi di Klaten tersebut terjadi di
rumah sakit yang mencapai 119 orang dari sebelumnya hanya 89 orang. Sementara itu
jumlah bangunan warga yang roboh mencapai 12.073 rumah, rusak berat 1.950 unit
rumah dan rusak ringan 4.768 unit rumah sementara bangunan pemerintah roboh satu
unit, rusak berat 22 unit dan rusak ringan 111 unit. Letusan gunung berapi juga menjadi
salah satu ancaman di wilayah Kabupaten Klaten. Menurut data informasi dari BNPB
(2010) pada 26 November 2010 bencana letusan gunung merapi yang terjadi di
Kabupaten Klaten menyebabkan ± 41 jiwa meninggal dan 51 jiwa luka-luka serta 107
jiwa harus mengungsi dan kehilangan aset. Bencana kekeringan dan angin putting
beliung. Kekeringan berdampak kususnya alam penyediaan air bersih maupun pertanian.
Kegagalan panen dikarenakan meninggkatnya kematian vegetasi dan mempercepat
pelapukan tanah. Kegagalan panen mengakibatkan penurunan pendapatan petani.
Sementara angin putting beliung melanda pada awal musim hujan di beberapa wilayah
bagian selatan. Bencana longsor lahan, wilayah yang berpotensi yaitu Kecamatan
Prambanan, Gantiwarno, Wedi, Bayat dan Cawas yang berbatasan lansung dengan
Kabupaten Gunung Kidul, Provinsi D.I Yogyakarta. Bencana lbanjr dan longsor lahan;
pada tanggal 14 November 2015, berpotensi terjadinya bencana banjir dan tanah longsor
di wilayah Kabupaten Klaten yaitu terdapat 94 desa dari 11 Kecamatan yang meliputi
Kecamatan Ceper, Pedan, Prambanan, Gantiwarno, Bayat, Cawas, Karangdowo,
Juwiring, Jogonalan, Wedi, Kalikotes, dan Trucuk. Berdasarkan informasi dari (BPBD)
2016 pada tanggal 2 Februari 2016 Banjir melanda Kabupaten Klaten yang disebabkan
oleh hujan deras dengan intensitas tinggi terjadi banjir di 8 kecamatan, sebanyak 9 unit
rumah terendam banjir di kecamatan Klaten Tengah dengan kedalaman banjir terpantau
yaitu 30 cm. Kecamatan di Kabupaten Klaten yang terendam banjir antara lain
Prambanan, Wedi, Cawas, Karangdowo, Gantiwarno, Klaten Tengah, Bayat, dan Trucuk,
belum diketahui kerugian material yang diakibatkan oleh banjir. Pada tanggal 23
Februari 2014 berdasarkan informasi dari (BPBD) 2014, terdapat 5 kecamatan di wilayah
Kabupaten Klaten terendam banjiir hal ini diebabkan oleh tingginya curah hujan
mengakibatnya jebolnya tanggul dan meluapnya kali Dengkeng. Kecamatan yang
terkena dampak banjir antara lain Gantiwarno, Wedi, Bayat, Trucuk dan Cawas. Menurut
Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) BPBD Klaten total warga yang terkena dampak
banjir totalnya sebanyak 6.800 jiwa. Jumlah ini meliputi Kecamatan Wedi sebanyak 250
jiwa, Cawas (4000), Bayat (2.500) dan Gantiwarno (85), sedangkan kerusakan jumlah
lahan persawahan yang terendam banjir totalnya 731 hektare, antara lain di Wedi sekitar
350 ha, Trucuk (27), Cawas (135), Gantiwarno (175) dan Bayat (40 ha)
Berdasarkan variasi jenis, intensitas serta korban dampak bencana di wilayah
Kabupaten Klaten perlu membngun kesiapsiagaan melalui pendidikan pengetahuan
kesiapsiagaan siswa sekolah menengat atas dan kejuauan ( SMA/SMK ) di wilayah
kabupaten Klaten

2. KAJIAN PUSTAKA
Bencana alam merupakan bencana yang menyebabkan terjadinya kerusakan
infrastruktur bangunan, timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, hilangnya harta
benda yang disebabkan oleh peristiwa alam. Bencana alam juga diartikan sebagai
serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam, antara lain bencana gunung meletus,
bencana tanah longsor, bencana kekeringan, bencana angin topan atau cuaca ekstrem,
bencana tsunami, dan bencana gempabumi (IDEP, 2007:X). Penanggulangan bencana
merupakan ilmu pengetahuan yang berkenaan dengan upanya mengurangi resiko, yang
meliputi tindakan persiapan, dukungan dan membangun kembali sesudah bencana terjadi
atau tindakan yang dilakukan oleh individu, kelompok atau komunitas dalam mengelola
bahaya sebagai upaya untuk menghindari atau mengurangi dampak aktivitas
bencana.Penanggulangan bencana menurut IDEP (2007:7) merupakan serangkaian
kegiatan yang dilakukan baik sebelum, saat dan sesudah terjadi bencana untuk
mencegah, mengurangi, menghindari, dan memulihkan diri dari dampak bencana.
Berikut siklus penanggulangan bencana menurut IDEP (2007:7).

Gambar 1. Siklus manajemen bencana


Pemahaman mengenai bencana merupakan bagian dari mekanisme pikiran,
tanggapan, dan respon terhadap bencana yang menjadi indikator pemahaman secara
cermat dan utuh dalam arti tingkat kesadaran akan resiko bencana maupun respon serta
mitigasi yang telah menjadi pengetahuan dan prespektifnya (Jufriadi dkk., 2012:54).
Pemahaman mengenai bencana menurut Lazan G.B dan Sarmiento dalam Jufriadi dkk.,
(2012:54) didasarkan atas keutuhan dalam berfikir untuk memahami bencana atau
khususnya resiko bencana melalui dinamika berfikir dan bertindak ORID (Objective,
Reflektive, Interpretatif, and Decision).
ORID dapat diungkap dengan proses mengingat kembali kejadian bencana
dengan mempertimbangkan, sejauh mana tingkat sensitivitas masyarakat (guru) dalam
merespon bencana melalui sensori (O), sejauh mana tingkat reflektif siswa dalam
menghayati pengalaman bencana atau membandingkan kondisi sebelum dan sesudah
terjadi bencana, ketakutan, dan mungkin pengalaman positif siswa kesadaran realitas
yang dialami siswa dalam memahami pengaruh langsung maupun tidak langsung dari
bencana terhadap masyarakat, keluarga, dan masa depan menjadi penting untuk
diungkapkan (I) dan kemauan siswa dalam membangun komitmen menghadapi bencana
dan adaptasi terhadap berbagai perubahan yang dialami oleh siswa. Sekolah siaga
bencana itu perlu diterapkan di sekolah. Siswa harus memahami tentang kebencanaan di
Indonesia. Kamus Besar Bahasa Indonesia, mendefenisikan kesiapsiagaan sebagai
keadaan siap siaga. Berasal dari kata dasar “siap siaga” yang berarti siap untuk
digunakan atau untuk bertindak. Dalam bahasa inggris, padanan kata “kesiapsiagaan”
adalah preparedness. Sementara definisi yang diberikan oleh Undang – Undang Nomor
27 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana, adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah
yang tepat guna dan berdaya guna.(Konsorium Pendidikan Bencana.2011:9).
UNISDR(United Nations- International Strategy for Disaster Reduction) dalam
buku paduan tentang kontuksi sekolah yang lebih aman yang disunting dalam buku
Kerangka Kerja Sekolah Siaga Bencana, menyatakan bahwa kesiapsiagan adalah
pengetahuan dan kapasitas yang dikembangkan oleh pemerintah, organisasi profesional
penyelenggara tanggap darurat dan pemulihan paska bencana, masyarakat dan individu
untuk secara efektif mengantisipasi, merespon, dan pulih dari dampak peristiwa bahaya
atau kondisi yang dapat terjadi dan akan terjadi.
Sekolah Siaga Bencana adalah suatu sekolah yang memiliki kemampuan untuk
mengelola berbagai risiko bencana dilingkungannya. Kemampuan tersebut diukur
dengan dimilikinya perencanaan penanggulangan bencana (sebelum, saat dan sesudah
bencana), ketersediaan logistik, keamanan, dan kenyamanan di lingkungan pendidikan,
infrastruktur, serta sistem kedaruratan, yang didukung oleh adanya pengetahuan dan
kemampuan kesiapsiagaan, prosedur tetap, (standard operational procedure), dan sistem
peringatan dini. Kemampuan tersebut untuk mentransformasikan pengetahuan dan
praktik penanggulangan bencana dan pengurangan risiko bencana kepada seluruh warga
sekolah sebagai konsituen lembaga pendidikan. (Konsorium Pendidikan
Bencana.2011:10). Sekolah Siaga Bencana dibentuk dengan adanya tujuan terkait
dengan kepentingan suatu sekolah atau keselamatan sekolah dan upaya sadar bagi
seluruh pihak sekolah dalam upaya siaga bencana. Buku Kerangaka Kerja Sekolah Siaga
Bencana 2011, tujuan Sekolah Siaga Bencana adalah membangun ketahanan dalam
menghadapi berbagai jenis bencana oleh seluruh warga sekolah baik itu tenaga pendidik,
siswa maupun warga sekolah lainnya yang bekerja dilingkungan sekolah tersebut.
Budaya siap siaga bencana merupakan syarat mutlak untuk mewujudkan terbangunya
Sekolah Siaga Bencana. Budaya tersebut akan terbentuk apabila ada sistem yang
mendukung, ada proses perencanaan, pengadaan, dan perawatan sarana dan prasarana
sekolah yang baik. (Konsorium Pendidikan Bencana.2011:10).

3. METODE
Penelitian ini berupa strategi dan media ajar yang dirancang sesuai dengan
kebutuhan kegiatan penelitian yakni membahas mengenai materi pada buku panduan
pembelajaran kebencanaan. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Klaten pada jenjang
SMA/SMK yang dilaksanakan pada semester ganjil tahun ajaran 2015/2016.. Populasi
dalam penelitian ini adalah siswa jenjang SMA/SMK di Kabupaten Klaten. Sampel
penelitian ini adalah 3 Sekolah Menengah Atas dan 5 Sekolah Menengah Atas di
Kabupaten Klaten yang dilakukan oleh 29 mahasiswa. Bencana gempa bumi terdapat di
5 Sekolah Menengah Pertama dan 2 Sekolah Menengah Atas. Bencana kekeringan
terdapat di 2 Sekolah
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Proses penelitian ini dilakukan kerjasama antara Badan Penanggulanan Bencana
Daerah Kabupaten Klaten dengan Program Studi Pendidikan geografi FKIP Universitas
Muhammadiyah Surakarta. BPBD memfasilatasi Buku Panduan Pendidikan
Kebencanaan Pemerintah Kabupaten Klaten 2014, admisitrasi ke sekolah , tenaga
relawan bencana sedang Prodi pendidikan Geografi 29 mahasiswa semester 7 angkatan
2012, strategi pembelajaran, media pembelajaran lapangan dan dan melalui sestem
informasi geografi dan proses pembelajaran kurikulum 2013. Hasil proses pembelajaran
sebagai berikut ini.
1. SMA N 1 Karanganon
Kegiatan Sekolah Siaga Bencana di sekolah ini dilakukan oleh, Istiqomah
Nurlitasari (A610120008), Naza farauk Husein (A610120009) dan Marsudi
(A610120030). Hasil penelitian yang telah dilakukan di SMA Negeri 1
Karanganom Klaten, dapat disimpulkan bahwa tingkat efektivitas penggunaan
strategi True Or False dalam pembelajaran bencana banjir dengan materi yang
bersumber dari Buku Panduan Kebencanaan di Klaten adalah sebesar 25,85%. Hal
tersebut ditunjukkan dari data yang diperoleh yakni nilai rata-rata Pretest kelas
eksperimen sebesar 59,03 meningkat menjadi 84,84 pada nilai rata-rata Posttest
kelas eksperimen. Peningkatan hasil belajar kelas eksperimen lebih tinggi jika
dibandingkan dengan hasil belajar kelas kontrol. Peningkatan hasil belajar kelas
eksperimen sebesar 25,85% dan peningkatan hasil belajar kelas kontrol sebesar
14,45%. Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat keefektivitasan pembelajaran
kelas eksperimen yang mengguakan strategi True Or False lebih tinggi dari kelas
kontrol yang dalam proses pembelajaran menggunakan metode konvensional atau
ceramah. Sebagaimana hasil uji hipotesis pada nilai Posttest yang menunjukan beda
nyata, yaitu 0,00 atau lebih kecil dari 0,05.

2. SMA N 2 Klaten
Proses pembelajaran ini dilakukan oleh Seno Wiga Saputro (A610120020), Astrid
Dery Prabowo (A610120034), Azhari Miftakhul Jannah (A610120036) dan Diana
Trismawati (A610120049). Hasil Penelitian, Bahan ajar buku panduan
pembelajaran kebencanaan Kabupaten Klaten yang telah dieksperimen
menggunakan strategi Role Playing pada kelas X MIPA 4 di SMA Negeri 2 Klaten
adalah efektif. Dikatakan efektivitas karena diunjukkan dengan adanya tindakan
yang berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Tindakan yang diberikan kepada
siswa berupa pembelajaran materi letusan gunung berapi dalam bahan ajar buku
panduan pembelajaran kebencanaan Kabupaten Klaten dengan memilih satu
Kompetensi Dasar yaitu KD 2.2 Memberi contoh tindakan langsung pada saat
bencana terjadi. Pembelajaran berlangsung selama 2x45 menit yang disesuaikan
dengan jam pelajaran pada saat kegiatan belajar mengajar. Ekperimen dilakukan
pada 2 kelas yaitu kelas X MIPA 4 sebagai kelas eksperimen dan X MIPA 5
sebagai kelas kontrol. Kedua kelas tersebut menunjukkan hasil bahwa telah adanya
perubahan tindakan yang berpengaruh terhadap hasil belajar siswa yang dibuktikan
dengan adanya perubahan hasil Pre Test dan Post Test. Hasil uji hipotesis
menggunakan Paired Samples t-Test menunjukkan bahwa adanya perbedaan Pre
Test dan Post Test baik pada kelas eksperimen maupun pada kelas kontrol.
Perbedaan dari kedua kelas tersebut menghasilkan peningkatan nilai setelah
diberikan materi letusan gunung berapi. Pada kelas kontrol peningkatan terjadi
dengan rata-rata 13,92 sedangkan pada kelas eksperimen peningkatan terjadi
dengan rata-rata 30,24. Berdasarkan hasil tersebut maka dapat diketahui bahwa
pembelajaran menggunakan strategi Role Playing pada kelas eksperimen memiliki
peningkatan rata-rata hasil belajar lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata hasil
belajar menggunakan strategi konvensional pada kelas kontrol, sehingga
penggunaan strategi Role Playing lebih efektif dalam peningkatan hasil hasil belajar
siswa dibandingkan strategi konvensional.

3. SMK Muhammadiyah 2 Klaten Utara


Proses pembelajaran sekolah ini dilakukan oleh, Dia Fatma Khoisin (A610120003),
Muhammad Sigit Permadi (A610120017), Ardiana Puspitaningrum (A610120033)
dan Dyah Chasanah (A610120043). Hasil Pre Test dan Post Test pada kelompok
eksperimen menunjukkan peningkatan pengetahuan mereka sebesar 87%. Hasil dari
Pre Test dan Post Test pada kelompok kontrol terjadi peningkatan pengetahuan
sebesar 81,2%. Strategi Numbered Heads Together terhadap ekstrakulikuler
Sekolah Siaga Bencana (Tim Mitigasi Bencana) pada materi kebencanaan gempa
bumi mulai dari penyebab terjadinya gempa bumi, langkah untuk mitigasinya
hingga tata cara penanggulangannya. Penggunaan strategi NHT dapat mencapai
tujuan pembelajaran , hal ini terbukti dengan terjadinya peningkatan nilai rata-rata
dalam Post Testantara kelas eksperimen dan kelas kontrol sebanyak 5,8%.
4. SMKN 1 Trucuk
Proses pembelajaran di sekolah ini dilakukan oleh, Nurul Fahminingrum
(A610120011), Oktavia Ayu Puspitaningrum (A610120022), Alvian Fajri Angga
Putra (A610120048). Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata post test kelas
eksperimen 1 sebesar 85,33 dan nilai rata-rata post test kelas eksperimen 2 sebesar
78,29.

5. SMKN 1 Tulung
Proses pembelajaran di sekolah ini dilakukan oleh Utami (A610120007), Puji
Lestari (A610120025), dan Ikun Onesia (A610120037).Penggunaan Bahan ajar
buku “Panduan Pembelajaran Kebencanaan Kabupaten Klaten” pada materi letusan
gunung berapi melalui strategi card sort terbukti efektiv digunakan dalam
pembelajaran ekstrakurikuler Sekolah Siaga Bencana (SSB) dan Kegiatan Belajar
Menggajar (KBM). Hal ini dilihat dari nilai rata-rata post test kelas ekstrakurikuler
Sekolah Siaga Bencana 92,42 dan nilai rata-rata post test X TKJ B 83,14.

6. SMAN 1 Klaten
Proses pembelajaran di sekolah ini dilakukan oleh Ro’idah Raudlatul Jannah
(A610120013), Ermin Yesi Saputri (A610120023), Anggun Puji Astuti
(A610120031) dan Okto Dwi Winarso (A610120046. Bahan ajar buku panduan
kebencanaan Kabupaten Klaten dengan menggunakan strategi Role Playing pada
kelas X IPS 2 di SMA Negeri 1 Klaten adalah efektif untuk pembelajaran.
Peningkatan hasil belajar siswa ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata
Post Test kelas eksperimen 1 sebesar 12,4 % dan nilai rata-rata Post Test kelas
eksperimen 2 sebesar 7,2 %.

7. SMK Kristen 5 Klaten


Proses pembelajaran di sekolah ini dilakukan oleh Ibnu Wahid Rahmadi
(A610120014), Klife Aryani (A610120016) ,Swastika Nugraheni (A610120026).
Hasil penelitian bahwa Buku panduan pembelajaran kebencanaan Kabupaten
Klaten dapat membantu meningkatkan hasil belajar siswa tentang materi bencana
banjir, yang dalam penyampaian materinya dibantu dengan strategi pembelajaran
index card match.
8. SMKN 1 Klaten
Proses pembelajaran di sekolah ini dilakukan oleh Eka Nur Aliyah (A610120024),
Rizka Atikah (A610120038) dan Muhammad Khanif (A610120039). Hasil uji-t
dari kelas eksperimen 1 (XI TKJ 1) dan kelas Eksperimen 2 (XI TKJ 3)
menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan dari kedua rata-rata hasil belajar
post-test dari dua kelas tersebut, yaitu 0,153>0,05. Karena dalam perlakuannnya
sama, hanya dibedakan dari tingkat kemampuan siswa, maka dapat disimpulkan
bahan ajar buku “Panduan Pembelajaran Kebencanaan di Kabupaten Klaten” pada
bencana letusan gunung berapi dengan menggunakan strategi Talking Stick di
SMKN 1 Klaten sudah dapat efektif. Sehingga dapat diketahui kelas XI TKJ 3
dengan kemampuan rendah dapat menyamai kelas XI TKJ 1 dengan kemampuan
lebih tinggi.

5. KESIMPULAN
Panduan pembelajaran kebencanaan Kabupaten Klaten sangat efektif digunakan
panduan pembelajaran kebencanaan di SMA/K di wilayah kabupaten Klaten. Hal ini
dibuktikan dengan penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan strategi
pembelajaran. Hasil pembelajaran dari pretest ke posttest terjadi peningkatan yang tinggi
berdasarkan perlakuan yang telah diberikan.

6. UCAPAN TERIMA KASIH


1. Ucapan terimakasih kepada Pemerintah Kabupaten Klaten lewat BPBD kerjasama
saling berkemajuan dalam proses pembelajaran mahasiswa pendidikan geografi
FKIP UMS siswa dan masyarakat Kabupaten Klaten pada khusunya.
2. Terimakasih kepada direktorat Pendidikan Tinggi atas pemberian dana penelitian
PPUPT dengan Judul Model Pendidikan Sekolah Aman di Kabupaten Klaten Jawa
Tengah Tahun 2018

7. DAFTAR PUSTAKA
BPBD. 2014. Panduan Pembelajaran Kebencanaan Di Kabupaten Klaten. Klaten :
BPBD.
Lipi. 2009. Panduan Mengukur Tingkat Kesiapsiagaan Masyarakat dan Komunitas
Sekolah. Lipi Press.
Pribadi, S. Krishna dan Ayu Krisna Yuliawati. Pendidikan Siaga Bencana Gempa Bumi
Sebagai Upaya meningkatkan Keselamatan Siswa (Studi Kasus
Pada SDN Cirateun dan SDN Padasuka 2 Kabupaten Bandung). (PDF). (diakses pada
tanggal 27 Januari 2016).
Puturuhu, Ferad. 2015. Mitigasi Bencana dan Penginderaan Jauh. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D. Bandung : Alfabeta.

Anda mungkin juga menyukai