Indonesia merupakan salah satu Negara yang berada di sepanjang jalur Pacific Ring of
Fire, yang merupakan jajaran jalur gunung api aktif. Posisi ini menyebabkan sering terjadinya
bencana seperti gempa tektonik maupun vulkanik, tsunami dan letusan gunung api. Salah satu
bencana letusan gunungn api di pulau jawa yaitu terjadi letusan gunung Kelud pada 13 febuari
2014, pada saat itu pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) telah
mengeluarkan peringatan AWAS (level 4) kepada masyarakat yang berada di sekitar gunung
kelud untuk segera di evakuasi dari zona bahaya ke zona aman (Jibiki,et al. 2011).
penduduk yang terpapar bencana erupsi Gunung Kelud paling banyak justru terjadi di Kawasan
Rawan Bencana (KRB) I atau radius 10 km dari gunung api yaitu sejumlah 1.299.452 jiwa,
sedangkan penduduk yang berada di KRB III atau radius 2 km dari gunung api mempunyai
Letusan Gunung Kelud 2014 dianggap lebih dahsyat karena efek dari abu vulkanik dari
letusan gunung tersebut sampai keprovinsi Jawa Tengah dan Jawa Barat. Letusan Gunung Kelud
2014 memakan 4 korban jiwa akibat peristiwa pasca meletusnya, bukan akibat langsung letusan.
Dari ke empat korban tersebut, 3 korban akibat sesak nafas karena menghirup abu vulkanik dan 1
korban yang tertimpa tembok. Minimalnya korban akibat meletusnya Gunung Kelud tidak
terlepas dari peran Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Malang, telah
tanggap akan bencana yang akan terjadi di wilayah Kabupaten Malang khusunya di sekitas
termasuk dalam bagian darurat bencana. Tanggap darurat bencana sudah termasuk dalam
keadaan kritis yang terjadi pada fase darurat bencana, apabila kehidupan dan kesejahteraan
masyarakat tidak segera diselamatkan maka akan memakan banyak korban dan menimbulkan
kerugian maka perlu mengambil upaya-upaya yang segera, luar biasa, dan khusus. Tindakan-
tindakan darurat harus dilakukan dengan segera, tepat, khusus, dan melalui mekanisme maupun
prosedur yang telah diberikan oleh pihak-pihak terkait seperti BNPB maupun BPBD.
Bencana alam letusan gunung berapi mengakibatkan banyak korban jiwa, pengungsi
yang tidak sedikit, kehilangan harta benda dan hancurnya infrastruktur serta fasilitas publik yang
ada pada daerah yang tertimpa bencana. Bencana memberikan kerugian dan penderitaan baik
bagi masyarakat maupun pemerintah. Oleh sebab itu, masalah penanganan bencana merupakan
salah satu permasalahan utama yang dihadapi bangsa Indonesia karena Indonesia disebut sebagai
salah satu wilayah rawan bencana alam ( natural disaster prone region).
Kasus Masalah
Proses Evakuasi Saat Gunung Kelud Berstatus Siaga Mengalami Hambatan, Masyarakat
Sejak ditetapkan naiknya status Gunung Api dari Waspada ke Siaga, warga sudah meninggalkan
tempat tinggalnya untuk mengungsi ke tempat yang lebih aman, sehingga letusan yang terjadi 1
jam 45 menit dari ditetapkannya status Awas tidak menimbulkan korban jiwa. Salah satunya
Kediri, merupakan desa yang terletak paling dekat dengan kawah Kelud. Sejak Gunung Kelud
ditetapkan statusnya menjadi SIAGA, masyarakat dipacu kesadarannya untuk lebih siaga dan
Bencana alam seperti erupsi gunung api mempunyai dampak terhadap masyarakat yang
merupakan salah satu bentuk bencana sosial. Melihat fakta bahwa masyarakat kawasan Gunung
Kelud masih permisif terhadap bencana alam dengan anggapan bencana alam merupakan takdir
dari Tuhan, menyebabkan kapasitas dalam menghadapai ancaman bencana masih rendah.
Pengetahuan mengenai bencana alam mungkin sudah banyak diketahui oleh masyarakat melalui
segenap sosialisasi dari lembaga pemerintah maupun swasta, namun tingkat kerentanannya
masih tinggi, namun dalam kasus penanganan ini tetap ada hambatan yang terjadi.
Salah satu contoh pada saat terjadi bencana Gunung Kelud, masalah yang terjadi yaitu kurang
tau nya masyarakat dalam evakuasi bencana saat status SIAGA terjadi yaitu adanya hambatan
masyarakat untuk menentukan jalur evakuasi tempat pengungsian, dalam kasus ini jalur evakuasi
diperlukan dalam proses manajemen bencana yaitu seperti jalur evakuasi, sebelumnnya
evakuasi karena dengan penentuan rute evakuasi yang efektif yang dapat membantu korban
bencana menuju pengungsian sehingga ……., namun pada saat itu masyarakat tidak mengetahui
jalur evakuasi menuju tempat pengungsian dari tempat mereka. hal tersebut bisa juga
dikarenakan kurangnya ada koordinasi dalam pemberian informasi dan manajemen jalur
evakuasi itu sendiri, koordinasi disini bisa kita sebut dengan Struktur birokrasi. Implementasi
kebijakan yang begitu kompleks menuntut adanya kerjasama dari berbagai pihak, sehingga
ketika struktur birokrasi tidak kondusif maka jalannya kebijakan akan terhambat meskipun
tersebut menurut data berita yang didapat bahwa masyarakat mendapat informasi bahwa titik
tumpu kawasan rawan bencana yaitu di radius 1 (10 km dari gunung api) namun kenyataannya
terjadi hingga lebih 20 km dari gunung api, hal ini terjadi karena kurang baiknya komunikasi
dalam penyampaian informasi. Suatu kebijakan bisa dilaksanakan dengan baik apabila
konsistensi informasi yang disampaikan bagi pelaksananya jelas. Dalam proses pelaksanaan
penanggulangan bencana pusat komunikasi dapat diberikan kepada Bapak Camat agar tidak ada
seperti HT (handy talky) juga perlu ditambah untuk mendukung kelancaran komunikasi tersebut
Adanya komando terpusat komunikasi membuat semua pihak tahu kemana harus
bertanya, kemana harus melapor dan siapa yang harusnya didengar. Sehingga proses pelaksanaan
penanggulangan bencana dapat dilaksanakan dengan efektif dan efisien, hal tersebut didukung
juga dengan Rendahnya respon masyarakat terhadap perintah evakuasi dipengaruhi oleh tingkat
kepercayaan dan kredibilitas sumber informasi yang diterima. Masyarakat jauh lebih percaya
kepada tokoh masyarakat (Kepala Desa/ Camat) dibandingkan dengan peringatan resmi dari
PVMBG.
Usaha dalam mengurangi kerentanan dan penguatan kapasitas masyarakat untuk menghadapi
bencana terutama masyarakat di Kawasan Gunung Kelud perlu ditingkatkan lagi. Hal ini
tercermin dari kuranng nya kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana dan persiapan
dalam manajemen bencana itu sendiri kurang baik dalam hal koordinasi. dan sikap permisif
masyarakat yang menganggap bencana adalah takdir dari tuhan, oleh karena itu hal tersebut
menjadi masalah utama dalam penanganan bencana, karena sebagaimana dijelaskan bahwa
penanganan bencana merupakan kegiatan terorganisasi dan terencana, oleh karena itu proses atau
tahapan-tahapan manajemen bencana telah menjadi bagian yang melekat dalam manajemen
bencana. Tahapan-tahapan tersebut pada umumnya terdiri atas tahap pra bencana, saat terjadi
bencana atau tanggap darurat dan tahap pasca bencana. Berdasarkan proses dalam manajemen
komponen utama dalam tiga proses manajemen bencana tersebut antara lain adalah sistem
peringatan dini, titik kumpul, lokasi evakuasi, rute dan jalur evakuasi serta relokasi.