Kelompok 12
Disusun Oleh :
FAKULTAS FARMASI
201
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah “Efek Antihipertensi
pada Daun Salam” ini dengan tepat waktunya. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata
kuliah Fitoterapi
Dalam menyelesaikan makalah ini, penyusun tidak terlalu banyak mengalami kesulitan,
karena referensi yang didapatkan oleh penyusun merupakan rekomendasi langsung dari dosen
mata kuliah yang bersangkutan. Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada dosen mata
kuliah Fitoterapi yaitu Ibu Dr. Tiah Rachmatiah M.Si. Apt. yang telah memberikan kesempatan
kepada kami untuk menyusun makalah ini dengan baik.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak adanya kekurangan dan masih jauh
dari kesempurnaan.Penulis juga memohon maaf apabila dalam penulisan makalah ini terdapat
kesalahan pengetikan dan kekeliruan sehingga membingungkan pembaca dalam memahami
maksud penulis. Oleh karena itu penulis berharap akan kritik dan saran yang sifatnya
membangun dari segenap pembaca guna sempurnanya makalah ini.
Demikianlah, semoga makalah yang telah dibuat ini dapat bermanfaat bagi saya
khususnya dan bagi pembaca umumnya.Terimakasih.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................................................................ii
BAB I..........................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.......................................................................................................................................1
1.3. Tujuan.........................................................................................................................................3
BAB II........................................................................................................................................................4
TINJUAN PUSTAKA................................................................................................................................4
BAB III........................................................................................................................................................7
PEMBAHASAN..........................................................................................................................................7
BAB IV.....................................................................................................................................................11
PENUTUP.................................................................................................................................................11
4.1. Kesimpulan.....................................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................12
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Syzygium polyanthum (Wight) Walp atau sinonimnya, Eugenia polyantha adalah
tanaman dari famili Myrtaceae. Daun tanaman ini umumnya dikonsumsi sebagai salad segar
dan kadang-kadang digunakan sebagai tambahan kuliner dalam masakan Melayu. Orang-
orang Malaysia biasanya mengkonsumsi tunas muda segar atau daun dewasa dalam bentuk
mentah atau sebagai ramuan untuk mengobati hipertensi. Dengan demikian, beberapa
penelitian dilakukan untuk memverifikasi klaim tradisional ini, termasuk beberapa
eksperimen in vivo dan in vitro pada tikus normal dan hipertensi.
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih
dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran
dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang.
Hipertensi adalah penyakit kardiovaskuler degeneratif kronis. Hipertensi diperkirakan
telah menyebabkan 4,5% dari beban penyakit secara global. Prevalensi penyakit hipertensi
hampir sama di negara berkembang dan negara maju. Hipertensi menjadi permasalahan
kesehatan yang sangat umum terjadi. Data dari The National Health and Nutrition
Examination Survey (NHANES) menunjukkan bahwa 50 juta, bahkan lebih penduduk
Amerika mengalami hipertensi. Angka kejadian hipertensi diseluruh dunia mungkin
mencapai satu milyar dan kira-kira 7,1 juta kematian akibat hipertensi setiap tahun
(WHO,2003). Kebanyakan orang merasa sehat dan energik walaupun hipertensi (Ethical
Digest, 2009). Hipertensi selalu terkait dengan risiko penyakit kardiovaskuler yang
kejadiannya konsisten dan tidak tergantung faktor risiko lain. Serangan jantung, gagal
jantung, stroke, dan juga penyakit ginjal (Cobanian, 2003).
3
Dalam pandangan ini, penelitian bertujuan untuk menguji efek akut dan sub-akut dari
ADSP oral pada SBP dari tikus WKY dan SHR secara sadar; dan kemudian membandingkan
efeknya dengan MESP; dan terakhir, untuk menentukan dan mengukur jumlah asam galat
pada kedua ekstrak menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT).
1. Untuk menguji efek akut dan sub-akut dari ADSP oral pada SBP dari tikus WKY
dan SHR secara sadar
2. Membandingkan efek yang dihasilkan dari ADSP dan MESP
3. Dapat menentukan dan mengukur jumlah asam galat pada kedua ekstrak
menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT).
BAB II
TINJUAN PUSTAKA
4
Salam adalah nama tumbuhan yang merupakan penghasil rempah dan merupakan salah
satu tanaman obat yang ada di Indonesia. Secara ilmiah, daun salam bernama Eugenia polyantha
wigh dan memiliki nama ilmiah lain, yaitu Syzygium polyantha wight. dan Eugenia lucidula miq.
Tanaman ini masuk di dalam suku myrtaceae. Adapun nama yang sering digunakan dari daun
salam, digunakan dari daun salam, di antaranya ubar serai, meselengan (Malaysia); Indonesia
Bay leaf, Indonesian laurel, Indian bay leaf (Inggris); Salamblatt (Jerman); dan Indonesische
lorbeerblat (Belanda). Di beberapa wilayah Indonesia, daun salam dikenal sebagai salam
(Sunda, Jawa, Madura); gowok (Sunda); manting (Jawa); kastolam (kangean, Sumenep); dan
meselengan (Sumatera).
Adapun klasifikasi tumbuhan daun salam menurut Van Steenis , 2003 sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Superdivisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotiledonae
Ordo : Myrtales
Famili : Myrtaceae
Arah tumbuh batang tegak lurus dengan bentuk batang bulat dan permukaan yang
beralur, batangnya berkayu biasanya keras dan kuat. Cara percabangan batangnya monopodial,
batang pokok selalu tampak jelas. Memiliki arah tumbuh cabang yang tegak. Bunga tumbuhan
salam kebanyakan adalah bunga banci dengan kelopak dan mahkota masing-masing terdiri atas
4-5 daun kelopak dan jumlah daun mahkota yang sama, kadang-kadang berlekatan. Bunganya
memiliki banyak benang sari, kadang-kadang berkelopak berhadapan dengan daun-daun
mahkota. Tangkai sari berwarna cerah, yang kadang-kadang menjadi bagian bunga. Bakal buah
tenggelam dan mempunyai 1 tangkai putik, beruang 1 sampai banyak, dengan 1-8 bakal biji
dalam tiap ruang. Biji memiliki sedikit atau tanpa endosperm, lembaga lurus, bengkok atau
melingkar.
Daun salam memiliki bentuk daun yang lonjong sampai elip atau bundar telur sungsang
dengan pangkal lancip, sedangkan ujungnya lancip sampai tumpul dengan panjang 50 mm
5
sampai 150 mm, lebar 35 mm sampai 65 mm, dan terdapat 6 sampai 10 urat daun lateral.
Panjang tangkai daun 5 mm sampai 12 mm. Daun salam merupakan daun tunggal yang letaknya
berhadapan. Permukaan daunnya licin dan berwarna hijau muda dan jika diremas berbau harum.
Tumbuhan salam memiliki bunga majemuk yang tersusun dalam malai yang keluar dari
ujung ranting, berwarna putih dan baunya harum. Buahnya termasuk buah buni dengan diameter
8-9 mm. Buah yang masih muda berwarna hijau dan setelah masak menjadi merah gelap,
memiliki rasa agak sepat .
Flavonoid tidak hanya berperan sebagai pigmen yang memberi warna pada bungan dan
daun, tetapi juga sangat penting bagi pertumbuhan, perkembangan dan pertahanan bagi
tumbuhan tersebut. Flavonoid dapat mendenaturasi protein yang menyebabkan terjadinya
kerusakan permeabilitas dari dinding sel bakteri (Cushnie and Lamb, 2011). Menurut berbagai
penelitian terakhir, menunjukan bahwa flavonoid memiliki efek antimikroba, antiinflamasi,
merangsang pembentukan kolagen, melindungi pembuluh darah, antioksidan dan
antikarsinogenik (Sabir, 2003).
Flavonoid mempunyai kerangka dasar 15 atom karbon yang terdiri dari dua cincin benzen
(C6) terikat pada suatu rantai propana (C 3) sehingga membentuk suatu susunan C 6-C3-C6
(Lenny, 2006). Kerangka karbonnya terdiri atas dua gugus C6 (cincin benzen tersubstitusi)
disambungkan oleh rantai alifatik tiga-karbon. Pengelompokan flavonoid dibedakan berdasarkan
cincin heterosiklik-oksigen tambahan dan gugus hidroksilnya. Salah satu kelompok senyawa
6
flavonoid adalah Quersetin yang memiliki lima gugus hidroksil yang mampu meredam radikal bebas
DPPH.
Cara pemakaian daun salam sebagai penanganan antihipertensi adalah sebagai berikut :
(1) siapkan 1 genggam daun salam atau sekitar 10 – 15 lembar daun salam muda yang sudah
di cuci; (2) siapkan 30 ml atau 3 gelas air; (3) rebus daun salam dalam air; (4) tunggu beberapa
saat sampai air menjadi 150 ml; (6) setelah dingin air rebusan dapat diminum; (7) air rebusan
salam diminum 2 hari sekali sebelum makan. Keterangan lain yaitu diminum 2 kali sehari
sebelum makan pagi dan sore.
Pada penelitian yang telah dilakukan, bahwa simplisia disaring dengan menggunakan
etanol 96 %. Etanol merupakan pelarut yang aman untuk menyaring berbagai zat. Penelitian
dilanjutkan secara in vivo pada tikus wistar jantan, kemudian dilakukan langsung dengan
mengukur tekanan darah langsung pada ekor. Dengan demikian dapat diketahui efek
antihipertensi secara langsung terhadap ekstrak etanol daun salam kemudian dilanjutkan
dengan penentuan kandungan fenolik total dan flavonoid total dalam ekstrak etanol tersebut.
Kandungan fenolik dan flavonoid ditentukan untuk mengetahui hubungan kandungan fenolik
dan flavonoid terhadap efek antihipertensinya. Kandungan senyawa dalam ekstrak daun salam
ditetapkan dengan kromatografi lapis tipis (KLT). Dengan bukti ilmiah yang cukup, diharapkan
ekstrak daun salam layak dikembangkan sebagai obat alternatif atau obat pilihan sebagai terapi
hipertensi dan obat yang ada. Keamanan daun salam telah diujikan ketoksikan akutnya dengan
ekstrak kering daun mimba (Azadirachta indica) dan daun salam (Sizygium polyantha) pada
mencit betina jalur Balb/c, bahwa secara histopatologis tidak menunjukkan efek toksisitas
pada jantung, paru, usus, limpa, dan ginjal.
Secara tradisional daun salam digunakan untyk menurunkan kadar kolesterol tinggi,
kencing manis, diare dan hipertensi. Selain itu rebusan air daun salam dapat menurunkan jumlah
koloni bakteri Streptococcus sp.
Pemberian ekstrak dau 0,72 g/ kg bb selama 15 hari dapat menurunkan kadar LDL
kolesterol tikus hiperlipidemia mengguanakan analisis metode precipitation of LDL, VLDL, dan
chylomicron. Senyawa-senyawa yang diduga mampu menurunkan kadar trigliserida tersebut
adalah niasin, serat, tannin, dan vitamin C. Niasin merupakan bagian dari vitamin B kompleks,
dapat menekan aktivitas enzim lipoprotein-lipase sehingga produksi kolesterol menurun, dan
dapat menghambat mobilisasi lemak yang menyebabkan produksi trigliserida juga turun. Niasin
juga berperan dalam merangsang pembentukn prostaglandin I2, yaitu hormone yang membantu
mencegah pengumpalan agregasi trombosit. Dengan demikian, niasin dapat memperkecil
kemungkinan terjadinya serangan jantung, sedangkan mekanisme kerja tannin yaitu bereaksi
dengan protein mukosa dan sel epitel usus sehingga menghambat penyerapan lemak. Senyawa
7
kuersetin, bersifat sebagai antioksidan, dapat menghambat sekresi dari Apo-B ke intestinum,
sehingga jumlah Apo-B (pembentuk kolesterol) akan menurun.
Ekstrak etanolik daun dosis 2,62 mg/20 g bb dan 5,24 mg/ kg bb dapat menurunkan
secara bermakna kadar glukosa darah mencit jantan ynag diinduksi dengan aloksan. Diduga
glikosida flavonoid yang terkandung dalam daun tersebut bertindak sebagai penangkap radikal
hidroksil sehingga dapat mencegah aksi diabetogenik dari aloksan.
Kandungan flavonoid dan tannin pada daun memiliki aktivitas biologi yaitu sebagai
antibakteri. Flavonoid memiliki kemampuan berinteraksi dengan DNA bakteri, menyebabkan
terjadinya kerusakan permeabilitas dinding sel bakteri; mikrosom dan lisosom. Tannin akan
menyebabkan terjadinya deanturasi protein, tegangan permukaan menurun, sehingga
pertumbuhan sel terhambat dan akhinya sel mati.
2.5. Hipertensi
Hipertensi lebih dikenal dengan istilah penyakit tekanan darah tinggi. Batas tekanan
darah yang dapat digunakan sebagai acuan untuk menentukan normal atau tidaknya tekanan
darah adalah tekanan sistolik dan diastolik. Bedasarkan JNC (Joint National Comitee) VII,
seorang dikatakan mengalami hipertensi jika tekanan sistolik 140 mmHg atau lebih dan diastolik
90 mmHg atau lebih (Chobaniam, 2003).
1) Hipertensi essensial
Pada sebagian besar pasien, kenaikan berat badan yang berlebihan dan gaya hidup
tampaknya memiliki peran yang utama dalam menyebabkan hipertensi. Kebanyakan
pasien hipertensi memiliki berat badan yang berlebih dan penelitian pada berbagai
populasi menunjukkan bahwa kenaikan berat badan yang berlebih (obesitas) memberikan
risiko 65-70 % untuk terkena hipertensi primer (Guyton, 2008).
8
2) Hipertensi Sekunder
Klasifikasi tekanan darah oleh JNC VII untuk pasien dewasa berdasarkan rata-rata
pengukuran dua tekanan darah atau lebih pada dua atau lebih kunjungan klinis (Tabel 1).
Klasifikasi tekanan darah mencakup 4 kategori, dengan nilai normal tekanan darah sistolik
(TDS) <120 mmHg dan tekanan darah diastolik (TDD) <80 mmHg. Prehipertensi tidak dianggap
sebagai kategori penyakit tetapi mengidentifikasikan pasien-pasien yang tekanan darahnya
cenderung meningkat ke klasifikasi hipertensi dimasa yang akan datang. Ada dua tingkat (stage)
hipertensi, dan semua pasien pada kategori ini harus diterapi obat (JNC VII, 2003).
Krisis hipertensi merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan darah yang
sangat tinggi yang kemungkinan dapat menimbulkan atau telah terjadinya kelainan organ target.
Biasanya ditandai oleh tekanan darah >180/120 mmHg, dikategorikan sebagai hipertensi
emergensi atau hipertensi urgensi (American Diabetes Association, 2003). Pada hipertensi
emergensi, tekanan darah meningkat ekstrim disertai dengan kerusakan organ target akut yang
bersifat progresif, sehingga tekanan darah harus diturunkan segera (dalam hitungan menit-jam)
untuk mencegah kerusakan organ lebih lanjut. Contoh gangguan organ target akut antara lain,
encephalopathy, pendarahan intrakranial, gagal ventrikel kiri akut disertai edema paru, dissecting
9
aortic aneurysm, angina pectoris tidak stabil dan eklampsia atau hipertensi berat selama
kehamilan.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Jurnal Penelitian
10
3.1.2. Bahan dan Metode Penelitian
A. Bahan Penelitian
1. Bahan Kimia
Metanol, besi klorida, asam format, asetonitril, asam galat dan natrium
karboksimetilselulosa (CMC-Na) yang dibeli dari Merck, Jerman. Semua bahan kimia
merupakan analytical grades, kalium losartan (50 mg) dibeli dari Abio Marketing Sdn. Bhd.,
Malaysia.
2. Bahan Tanaman
3. Hewan Percobaan
Tikus wistar Kyoto jantan dewasa, dan Tikus Spontaneously-Hypertensive pada usia 3 bulan, dan
dengan kisaran berat 280-350 g yang disediakan oleh Animal Research and Service Centre,
Health Campus, University Sains Malaysia (USM)
B. Metode Penelitian
Larutan stok ADSP dan MESP (100 mg / ml) dan losartan potassium (5 mg / ml) disiapkan
sekali setiap hari secara bergantian dan disimpan dalam lemari pembeku dengan suhu 4 ° C.
Pada dasarnya, ADSP dan losartan potassium tersuspensi dalam air suling, tetapi MESP
disuspensi dalam air suling dan ditambahkan dengan CMC-Na yang telah dipanaskan
sebelumnya, yaitu 1,0% (b / v). CMC-Na ditambahkan untuk mengemulsi MESP yang sangat
kental dengan air suling. Ekstrak dan larutan obat kemudian dihomogenisasi menggunakan
homogenizer IKA Ultra-Turrax® T25 Basic (IKA-Werke GmbH dan Co, Darmstadt, Jerman)
pada 24.000 rpm / menit selama 3 menit. Dari larutan stok, dosis serial ADSP dan MESP dari
2,00, 2,50 hingga 3,00 g / kg, dan losartan potassium dengan dosis 0,01 g / kg larutan
disiapkan setiap hari.
11
Setiap tikus ditempatkan dengan hati-hati di dalam alat pengendali fisik tikus (ditutup) dan
dibiarkan rileks selama 5 sampai 10 menit. Kemudian ditempatkan ke dalam ruang pra-
pemanasan (32 ºC). Ekor tikus yang ditahan dengan hati-hati ditempatkan ke dalam cuff tail
yang dilengkapi dengan sensor foto. Tikus terkendali (tertutup) bisa tenang selama 5 sampai
10 menit sebelum pengukuran. SBP tikus diukur setelah tikus itu santai. Rekaman SBP
diulang sampai tiga pembacaan yang paling stabil diperoleh. Nilai-nilai rangkap tiga SBP ini
kemudian dirata-ratakan.
3. Studi Akut: Pengaruh Dosis Tunggal dengan ADSP dan MESP pada normotensif
Wistar-Kyoto dan Tikus spontan hipertensi.
Penelitian ini dirancang untuk mengukur besarnya pengurangan tekanan darah dan untuk
mengevaluasi pemeliharan dan pemulihannya dalam 24 jam sesuai dengan protokol yang
dijelaskan dalam penelitian sebelumnya. Tiga puluh enam tikus WKY dibagi menjadi 9
kelompok sementara 36 tikus SHR adalah juga dibagi menjadi 9 kelompok lainnya. Setiap
kelompok terdiri dari 4 tikus. Kelompok 1 menerima air yang disuling (kendaraan untuk
membubarkan ADSP), sehingga berfungsi sebagai kontrol negatif untuk kelompok yang
dirawat ADSP. Kelompok 2 menerima air suling ditambah 1% (w / v) natrium CMC
(kendaraan untuk MESP), sehingga berfungsi sebagai kontrol negatif untuk kelompok
yang diperlakukan dengan MESP. Grup 3 menerima losartan potassium dengan dosis 0,01
g / kg untuk melayani sebagai kontrol positif dalam penelitian ini. Kelompok 4, 5 dan 6
menerima ADSP pada dosis 2,00, 2,50 dan 3,00 g / kg, masing-masing sementara Grup 7,
8 dan 9 menerima MESP pada dosis 2,00, 2,50 dan 3,00 g / kg, masing-masing.
Jarum makan melengkung (18G, ujung 2,25 mm, panjang 50 mm) digunakan untuk
pengumpanan mulut. SBP tikus diukur sebelum setiap perlakuan dan setelah 1, 3, 5, 6, dan
24 jam pasca perawatan sesuai dengan protokol yang dijelaskan oleh Ichimura et al.6
dengan sedikit modifikasi. Penelitian ini mencatat SBP setelah 6 jam pasca perawatan,
bukan 7 jam sebagaimana diuraikan dalam proto-cols oleh Ichimura et al.6 SBP rekaman
dicatat setelah satu jam posttreatment untuk memungkinkan proses alami pencernaan dan
penyerapan berlangsung. Interval dua jam berikutnya pada 3 dan 5 jam pasca perawatan
dicatat untuk meniru pengukuran tekanan darah akut pada manusia. Tekanan darah dicatat
setelah 6 jam setelah pengobatan karena obat kontrol positif (losartan potassium) yang
digunakan dalam penelitian ini memanifestasikan efeknya setelah 6 jam pasca perawatan.
Rekaman SBP akhir setelah 24 jam administrasi digunakan untuk memantau pemulihan
tikus setelah diobati dengan ekstrak atau obat. Setelah tiga rekaman stabil SBP untuk
setiap interval diperoleh, tikus-tikus itu segera dilepaskan dari yang terkendali dan
kemudian ditempatkan kembali di dalam kandang bersama dengan restrainer (uncapped).
Tikus dapat bergerak bebas masuk dan keluar dari restrainer di dalam kandang dengan air
dan pellet ad libitum sampai interval pengukuran tekanan darah berikutnya. Setelah
pengukuran SBP akhir, semua tikus dikeringkan menggunakan natrium pentobarbital pada
12
100 mg / kg melalui injeksi intraperitoneal. Dosis terbaik untuk ekstrak dalam mengurangi
SBP digunakan untuk fase studi selanjutnya.
4. Study Sub-Akut : Pengaruh Pemberian Ekstrak dengan Dosis Harian selama 3 minggu
pada Tikus Hipertensif Secara Spontan
Penelitian ini dilakukan untuk menentukan besarnya efek pada pemberian harian ekstrak
pada tekanan darah tikus SHR, dan untuk mengamati ketahanan pengurangan tekanan darah
dengan apemberian berulang dari waktu ke waktu dalam jangka waktu 3 minggu sesuai
dengan sebelumnya penelitian sebelumnya. 20 Tikus SHR dibagi menjadi 5 kelompok
dimana setiap kelompok terdiri dari 4 tikus. Kelompok 1 menerima air suling, kelompok 2
menerima air suling ditambah 1% (w / v) CMC-Na, kelompok 3 menerima losartan
potassium (0,01 g / kg / hari),kelompok 4 menerima ADSP (2,5 g / kg / hari), dan kelompok
5 menerima MESP (2,5 g / kg / hari). Losartan dipilih sebagai obat referensi standar untuk
penelitian ini adalah obat anti-hipertensi komersial, prototipe kelompok reseptor angiotensin
tipe II dengan efektivitas antihipertensi terbukti dan profil efek samping yang lebih sedikit.
Dosis spesifik 2,5 g / kg / hari dipilih berdasarkan temuan signifikan untuk dosis ini selama
studi efek dosis tunggal akut kami. SBP dicatat sebelum pengobatan dan dilambangkan
sebagai pengukuran pada minggu ke-0. Gavaging dilakukan dari 10 pagi sampai 12 siang
setiap hari untuk menghindari tekanan darah vari-kemampuan yang disebabkan oleh ritme
sirkadian. 23 SBP kemudian diukur setiap minggu pada hari ke 8 (minggu 1), hari ke 15
(minggu 2), dan hari ke 22 (minggu 3). Setelah pengukuran SBP akhir pada hari ke 22
(minggu 3), semua tikus dikorbankan menggunakan natrium pentobarbital pada dosis
anestesi terminal 100 mg / kg melalui injeksi intraperitonial
Skrining senyawa fenolik dalam ADSP dan MESP dilakukan menggunakan uji klorida besi
sesuai dengan protokol yang dijelaskan oleh Raaman Secara singkat, 50 mg ADSP
dilarutkan dalam 5 ml air suling, sementara 50 mg MESP dilarutkan dalam 5 ml 95,0% ( v /
v) metanol. Larutan ini kemudian ditambahkan dengan dua tetes besi klorida netral 5,0% (b /
v). Dalam setiap tes, air suling dan 95,0% (v / v) metanol digunakan sebagai kontrol negatif.
Setiap perubahan warna ekstrak dan solusi kontrol negatif diamati karena munculnya warna
hijau, ungu, biru-hitam yang intens akan menunjukkan adanya fenol.
7. Analisis Statistik
Data dinyatakan sebagai rata-rata ± standard error mean (S.E.M). Analisis statistik
dilakukan menggunakan Graph Pad® PRISM Versi 6 (Grafik Pad, San Diego, CA, USA).
Unpaired t-test digunakan untuk membandingkan rata-rata SBP antara tikus WKY dan
SHR. Two-way ANOVA dilakukan untuk menentukan efek keseluruhan, dan kemudian
diikuti oleh post-hoc Bonferroni untuk beberapa perbandingan. Semua tes dua ekor dan
nilai P kurang dari 0,05 (P <0,05) dianggap signifikan secara statistik.
C. HASIL
1. Studi Akut: Pengaruh Pengobatan Dosis Tunggal dengan Ekstrak pada Tikus
Wistar-Kyoto dan Spontaneously Hypertensive Normotensif.
14
Rata-rata SBP dari tikus WKY dan SHR yang digunakan dalam penelitian ini
adalah masing-masing 153,07 ± 1,02 (n = 36) dan 182,42 ± 0,98 mmHg (n = 36) . Rata-
rata awal SBP tikus WKY (n = 36) secara signifikan lebih rendah daripada SBP rata-rata
tikus SHR (P <0,001) (n = 36).
Selain losartan, kedua ekstrak juga menunjukkan penurunan SBP yang signifikan
pada titik waktu interval tertentu seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3. Secara khusus,
SBP rata-rata dalam ADSP (2,50 g / kg) - dan ADSP (3,00 g / kg) - kelompok yang
diobati adalah secara signifikan berbeda dari nilai awal pra-perawatan mereka pada
berbagai waktu pasca perawatan seperti yang digambarkan pada Tabel 3. Namun, hanya
pengurangan SBP oleh ADSP (3,00 g / kg) setelah 1 (P <0,05), 3 (P <0,01), 5 (P <0,05)
dan 6 (P <0,05) jam pemberian secara signifikan berbeda dibandingkan dengan
perubahan SBP rata-rata pada kelompok kontrol yang diobati negatif (Tabel 3). Dalam
hal tren pengurangan SBP, efek oleh ADSP (3,00 g / kg) diamati sedini setelah 1 jam
administrasi, dan efek maksimum tercapai dan kemudian tetap dataran tinggi dalam 3
sampai 5 jam administrasi dan kemudian mulai untuk pulih setelah 6 jam administrasi.
SBP rata-rata dalam kelompok ini sepenuhnya pulih setelah 24 jam pemberian
pengobatan.
1
Rata-rata SBP untuk kelompok SHR,yang diobati dengan MESP pada dosis 2,00
g / kg, 2,50 g / kg dan 3,00 g / kg secara signifikan berbeda dari nilai awal pra-perawatan
mereka pada berbagai waktu pasca perawatan (Tabel 3). Dibandingkan dengan perubahan
SBP rata-rata untuk kelompok kontrol negatif yang diobati pada setiap waktu pasca
perawatan, pengurangan SBP rata-rata oleh MESP dengan dosis 2,00 g / kg berbeda
secara signifikan (P <0,001) setelah 3 jam pemberian ekstrak, dimana pengurangan SBP
rata-rata oleh MESP dengan dosis 2,50 g / kg berbeda secara signifikan setelah 1 (P
<0,01), 3 (P <0,01), 5 (P <0,001) dan 6 (P <0,001) jam pemberian ekstrak , dan akhirnya
pengurangan SBP oleh MESP pada dosis tertinggi 3,00 g / kg berbeda secara signifikan
setelah 3 (P <0,001) dan 5 (P <0,01) jam setelah pemberian ekstrak. Pengurangan SBP
oleh MESP pada tikus SHR tidak tergantung dosis karena pengurangan SBP rata-rata
maksimum oleh MESP dicapai pada dosis 2,50 g / kg sebesar 36,17 ± 6,12 mmHg, yang
setara dengan 20,08 ± 3,53% pengurangan; dan kemudian, dengan dosis 3,00 g / kg pada
19,08 ± 1,40 mmHg, yang setara dengan 9,96 ± 0,70% pengurangan; sedangkan
pengurangan yang paling sedikit diamati pada dosis 2,00 g / kg sebesar 11,08 ± 0,63
mmHg, yang setara dengan 6,23 ± 0,36% pengurangan. Semua pengurangan SBP ini oleh
kelompok yang ditangani MESP sepenuhnya pulih setelah 24 jam pemberian. Juga
penting untuk dicatat bahwa pengurangan SBP rata-rata oleh MESP dengan dosis 2,50 g /
kg (36,17 ± 6,12 mmHg, yang setara dengan 20,08 ± 3,53% pengurangan) secara
signifikan lebih tinggi (P <0,01) daripada pengurangan SBP rata-rata oleh losartan (17,92
± 4,80 mmHg, yang setara dengan pengurangan 9,90 ± 2,78%) setelah 6 jam pemberian.
Selain itu, Tabel 3 juga menunjukkan perbandingan antara dua ekstrak pada dosis
yang sama dan pada interval waktu yang sama. Diamati bahwa pengurangan SBP rata-
rata oleh MESP (36,17 ± 6,12 mmHg, yang setara dengan 20,08 ± 3,53% pengurangan)
secara signifikan lebih tinggi (P <0,01) daripada pengurangan SBP oleh ADSP pada dosis
yang sama 2,50 g / kg (10,00). ± 5,54 mmHg, yang setara dengan 5,15 ± 2,90%
pengurangan) setelah pemberian 6 jam ekstrak.
2. Studi Sub-Akut: Efek Pengobatan Harian dengan ADSP dan MESP pada Tikus
Hipertensi Spontan selama 3-Minggu.
Dalam penelitian ini, rerata SBP tikus SHR adalah 183,46 ± 1,12 mmHg (n = 20).
Percobaan pada tikus WKY dihilangkan dalam fase penelitian ini karena studi efek dosis
tunggal akut kami telah menunjukkan bahwa kedua ekstrak tidak menyebabkan
perubahan signifikan pada SBP tikus WKY (Tabel 2). Gambar 1 menunjukkan perubahan
SBP mingguan, waktu kursus pada tikus SHR selama periode perawatan 3 minggu.
Perawatan harian dengan kedua kendaraan yang berfungsi sebagai kontrol negatif selama
3 minggu tidak menyebabkan pengurangan yang signifikan pada SBP tikus SHR
dibandingkan dengan nilai SBP pra-perlakuan (Gambar 1). Perawatan harian dengan obat
kontrol positif, losartan potassium (0,01 g / kg / hari) secara signifikan mengurangi SBP
2
tikus SHR setelah 2 minggu dengan 13,96 ± 3,45 mmHg (8,37 ± 1,51%) (P <0,001), dan
kemudian setelah 3 minggu, penurunan SBP ditemukan pada 12,75 ± 2,98 mmHg (6,87 ±
1,64%) (P <0,001) (Gambar 1). Tidak ada perbedaan yang signifikan antara efek setelah 2
minggu dengan efek setelah 3 minggu (Gambar 1).
Untuk kelompok yang diekstraksi ekstrak, SBPs tikus SHR yang menerima
pengobatan harian dengan ADSP (2,50 g / kg / hari) secara signifikan berkurang hanya
setelah 3 minggu sebesar 8,63 ± 4,07 mmHg (4,59 ± 2,18%) (P <0,05 ) (Gambar 1). Di
sisi lain, perawatan harian dengan MESP (2,50 g / kg / hari) menunjukkan respon yang
lebih cepat, dimana SBP tikus SHR berkurang secara signifikan setelah 2 minggu oleh
15,25 ± 4,36 mmHg (8,29 ± 2,25%) (P <0,001) dan efeknya dipertahankan setelah 3
minggu pada 16,46 ± 3,52 mmHg (8,95 ± 1,84%) (P <0,001) (Gambar 1). Seperti
losartan, tidak ada perbedaan yang signifikan antara efek yang diukur setelah 2 minggu
dengan 3 minggu (Gambar 1).
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa pengurangan SBP oleh MESP (2,50 g / kg /
hari) selalu jauh lebih tinggi daripada ADSP (2,50 g / kg / hari) setelah 2 minggu (P
<0,05) dan 3-minggu (P <0,05) pengobatan. Selain itu, pengurangan SBP yang diukur
oleh MESP adalah serupa dengan efek yang ditunjukkan oleh obat kontrol positive,
losartan potassium (0,01 g / kg / hari) setelah 2 minggu dan setelah 3 minggu pengobatan
(Gambar 1).
BAB IV
PENUTUP
4
4.1. Kesimpulan
Berdasarkan teori dan bukti yang telah dipaparkan, dapat diambil kesimpulan bahwa :
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih
dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali
pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang.
Penelitian ini menunjukkan bahwa baik oral berair rebusan dan ekstrak metanol daun
S. polyanthum secara signifikan mengurangi tekanan darah spontan hipertensi tikus,
tetapi tidak dari tikus Wistar-Kyoto normotensif. Namun, efek antihipertensi oleh
ekstrak metanol ditemukan lebih menonjol daripada rebusan air ketika diberikan
secara oral.
Rebusan air dan ekstrak methanol daun S.polyanthum mengandung asam galat
sebagai senyawa fenolik utama.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kato E, Nakagomi R, Gunawan-Puteri M, Kawabata J. Identification of hy-droxychavicol
and its dimers, the lipase inhibitors contained in the Indonesian spice, Eugenia polyantha.
Food Chem. 2013:136(3-4):1239-42.
5
2. Ismail A, Mohamed M, Sulaiman S, Wan Ahmad W. Autonomic nervous system mediates
the hypotensive effects of aqueous and residual methanolic extracts of Syzygium polyanthum
(Wight) Walp. var. polyanthum leaves in anaesthetized rats. Evid-Based Complement Alternat
Med. 2013:2013:1-17.
3. Ismail A, Ahmad WANW. Autonomic receptors and nitric-oxide involvements in mediating
vasorelaxation effect induced by Syzygium polyanthum leaves ex-tract. Pharmacogn Res.
2017:9(1):S9-S14.
5. Ramli N, Muhammad N, Safuan, Noordin L, Wan Ahmad WAN. Preliminary evaluation on
the effect of methanolic extract from Syzygium polyanthum on improvement of hypertensive-
renal damage among Spontaneous Hypertensive Rat models. Annals of Microsc. 2017:16:15-
22.
7. Lv GY, Zhang YP, Gao JL, Yu JJ, Lei J, Zhang ZR, et al. Combined antihyper-tensive effect
of luteolin and buddleoside enriched extracts in spontaneously hypertensive rats. J
Ethnopharmacol. 2013:150(2):507-13.
8. Widyawati T, Yusoff NA, Asmawi MZ, Ahmad M. Antihyperglycemic effect of methanol
extract of Syzygium polyanthum (Wight.) leaf in streptozotocin-in-duced diabetic rats.
Nutrients. 2015:7(9):7764-80.
9. Kusuma IW, Kuspradini H, Arung ET, Aryani F, Min YH, Kim JS, et al. Biological activity
and phytochemical analysis of three Indonesian medicinal plants, Mur-raya koenigii,
Syzygium polyanthum and Zingiber purpurea. J Acupunct Merid-ian Stud. 2011:4(1):75-9.
10. Har L, Ismail I. Antioxidant activity, total phenolics and total flavonoids of Syzy-gium
polyanthum (Wight) Walp leaves. Int J Med Arom Plant. 2012:2(2):219-28.
11. Hamad A, Mahardika MGP, Istifah I, Hartanti D. Antimicrobial and volatile com-pounds
study of four spices commonly used in Indonesian culinary. J Food Pharm Sci. 2016:4(1):1-5.
6
12. Mantruad A, Pannangpetch P, Kongyingyoes B, Kukongviriyapan U, Chuanta S,
Nakmareong S, et al. Roselle extract and Gallic acid improve vascular reactivity of diabetic rats.
Srinagarind Med J. 2010:25:257-61.
15. De Oliveira LM, De Oliveira TS, Da Costa RM, De Souza Gil E, Costa EA, Pas-saglia
RdCAT, et al. The vasorelaxant effect of Gallic acid involves endothelium-dependent and-
independent mechanisms. Vascul Pharmacol. 2016:81:69-74.
16. Malkoff J. About mouse and rat tail cuff-method non invasive blood pressure. Animal Lab
News. 2005. [updated 2005 October 31; cited 2018 February 27]. Available from:
https://www.alnmag.com/article/2005/10/non-invasive-blood-pressure-mice-and-rats.
20. Eddouks M, Maghrani M, Zeggwagh N-A, Haloui M, Michel J-B. Fraxinus excel-sior L.
evokes a hypotensive action in normal and spontaneously hypertensive rats. J
Ethnopharmacol. 2005:99(1):49-54.
21. Ashraf MS, Vongpatanasin W. Estrogen and hypertension. Curr Hypertens Rep.
2006:8(5):368-76.
7
22. Abraham HMA, White CM, White WB. The comparative efficacy and safety of the
angiotensin receptor blockers in the management of hypertension and other cardiovascular
diseases. Drug Saf. 2015:38(1):33-54.
24. Raaman N. Phytochemical techniques. New Delhi: New India Publishing. 2006.
27. Bolterman RJ, Manriquez MC, Ruiz MCO, Juncos LA, Romero JC. Effects of captopril on
the renin angiotensin system, oxidative stress, and endothelin in normal and hypertensive rats.
Hypertension. 2005:46(4):943-47.
28. Law M, Wald N, Morris J. Lowering blood pressure to prevent myocar-dial infarction and
stroke: A new preventive strategy. Health Technol Assess. 2003:7(31):1-109.
29. Karamac M, Kosinska A, Pegg R. Content of Gallic acid in selected plant ex-tracts. Pol J
Food Nutri Sci. 2006:15(1):55-8.
30. Cash W. Production of an hypotensive effect with esters of Gallic acid. United States of
America Patent 3784695. 1974.
31. Abdul Mun'im. 2011. Fitoterapi Dasar . Januari: PT. Dian Rakyat
31. Depkes, 2014. InfoDatin Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. [Online]
Available at:http://www.depkes.go.id/resources/download/Pusdatin/ infodatin/infodatin-
hipertensi.pdf [Diunduh Minggu 22 oktober 2018].
8
9