Disusun Oleh :
FAKULTAS FARMASI
2018
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah “Efek Antihipertensi
pada Daun Salam” ini dengan tepat waktunya. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata
kuliah Fitoterapi
Dalam menyelesaikan makalah ini, penyusun tidak terlalu banyak mengalami kesulitan,
karena referensi yang didapatkan oleh penyusun merupakan rekomendasi langsung dari dosen
mata kuliah yang bersangkutan. Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada dosen mata
kuliah Fitoterapi yaitu Ibu Dr. Tiah Rachmatiah M.Si. Apt. yang telah memberikan kesempatan
kepada kami untuk menyusun makalah ini dengan baik.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak adanya kekurangan dan masih jauh
dari kesempurnaan.Penulis juga memohon maaf apabila dalam penulisan makalah ini terdapat
kesalahan pengetikan dan kekeliruan sehingga membingungkan pembaca dalam memahami
maksud penulis. Oleh karena itu penulis berharap akan kritik dan saran yang sifatnya
membangun dari segenap pembaca guna sempurnanya makalah ini.
Demikianlah, semoga makalah yang telah dibuat ini dapat bermanfaat bagi saya
khususnya dan bagi pembaca umumnya.Terimakasih.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................................................................ii
BAB I..........................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.......................................................................................................................................1
1.3. Tujuan.........................................................................................................................................3
BAB II........................................................................................................................................................4
TINJUAN PUSTAKA................................................................................................................................4
BAB III........................................................................................................................................................7
PEMBAHASAN..........................................................................................................................................7
BAB IV.....................................................................................................................................................11
PENUTUP.................................................................................................................................................11
4.1. Kesimpulan.....................................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................12
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Hipertensi adalah penyakit kardiovaskuler degeneratif kronis. Hipertensi diperkirakan
telah menyebabkan 4,5% dari beban penyakit secara global. Prevalensi penyakit hipertensi
hampir sama di negara berkembang dan negara maju. Hipertensi menjadi permasalahan
kesehatan yang sangat umum terjadi. Data dari The National Health and Nutrition
Examination Survey (NHANES) menunjukkan bahwa 50 juta, bahkan lebih penduduk
Amerika mengalami hipertensi. Angka kejadian hipertensi diseluruh dunia mungkin
mencapai satu milyar dan kira-kira 7,1 juta kematian akibat hipertensi setiap tahun
(WHO,2003). Kebanyakan orang merasa sehat dan energik walaupun hipertensi (Ethical
Digest, 2009). Hipertensi selalu terkait dengan risiko penyakit kardiovaskuler yang
kejadiannya konsisten dan tidak tergantung faktor risiko lain. Serangan jantung, gagal
jantung, stroke, dan juga penyakit ginjal (Cobanian, 2003). Hipertensi merupakan penyebab
kematian nomor tiga setelah stroke dan tuberkulosis, yakni mencapai 6,7% dari populasi
kematian pada semua umur di Indonesia (DepKes RI, 2007).
Hasil Riset Kesehatan Dasar RI 2007, penduduk Indonesia yang berumur lebih
dari18 tahun yang diukur tekanan darahnya, berdasar klasifikasi JNC 2003 menunjukkan
prevalensi 31,7%. Sebesar 7,2 % ditetapkan dengan diagnosa tenaga kesehatan dan 7,6%
didiagnosa tenaga kesehatan dengan riwayat menggunakan obat. Kasus yang minum obat
hipertensi hanya 0,4%. Dengan demikian cakupan diagnosis hipertensi oleh tenaga
kesehatan hanya mencapai24,0%, atau dengan kata lain sebanyak 76,0% kasus hipertensi di
masyarakat belum terdiagnosis (DepKes RI, 2007).
hipertensi meningkat menurut umur, rendahnya tingkat pendidikan. wanita dan juga
orang tidak bekerja juga menunjukkan prevalensi lebih tinggi. Prevalensi juga
cenderung meningkat sesuai peningkatan pengeluaran rumah tangga (DepKes RI, 2006).
Tingginya prevalensi ini juga dipengaruhi kepatuhan pasien pada pengelolaan hipertensi.
Penelitian Pristiantari, 2011 memperlihatkan tingkat kepatuhan pasien rawat jalan di RSUP
Dr.Sardjito Yogyakarta (37,5%) dengan paling banyak pasien berpengetahuan rendah dan
motivasi rendah (Pristiantari, 2011). Faktor kepatuhan dipengaruhi oleh faktor biaya medis,
faktor efek samping obat, pasien merasa tidak membutuhkan pengobatan dan keterbatasan
akses rumah sakit. Faktor lain yang berkontribusi terhadap ketidakpatuhan pasien ini
termasuk karena rejimen obat yang kompleks, kondisi perawatan dan resistensi pengobatan
(Joshi et al., 2012).
Salah satu kebijakan pemerintah adalah mengelola penyakit hipertensi dengan
pengendalian secara komprehensif terutama promotif-preventif, sarana diagnostik dan
pengobatan. Pemakaian obat herbal tradisional sebagai langkah promotif-preventif
pengelolaan hipertensi kini telah banyak dikembangkan. Pemerintah mendukung
1
penelitian dan pengembangan obat tradisional (Agoes,2007). Undang-Undang RI No.23
tahun 1992, Sistem Kesehatan Nasional, Resolusi World Health Assembly, dan Surat
Keputusan Menteri Kesehatan RI No.0584/MENKES/SK/VI/1995 tentang Sentra
Pengembangan dan Penerapan Pengobatan Tradisional (Sentra P3T)
(http://www.depkes.go.id, 2007). Tanaman obat relatif aman, tidak menyebabkan efek
samping yang kadang muncul pada pengobatan hipertensi dengan obat kimia. Misalnya:
kelemahan, kelelahan, mengantuk, impotensi, tangan dan kaki dingin, depresi, insomnia,
detak jantung tidak normal, ruam kulit, mulut kering, batuk kering, hidung, sesak, sakit
kepala, pusing, udema di sekitar mata, sembelit atau diare , demam atau anemia. Herbal tidak
akan mengganggu obat-obatan termasuk diuretik, pengencer darah, β-bloker dan kalsium
kanal bloker (Joshi et al., 2012).
Penggunaan berbagai herbal lokal diyakini berkontribusi signifikan terhadap peningkatan
kesehatan manusia, dalam hal pencegahan, atau menyembuhkan penyakit karena tanaman
telah lama berguna sebagai sumber pengobatan rasional. Salah satu tanaman tradisional yang
telah digunakan oleh masyarakat adalah daun Salam. Daun Salam digunakan pada
pengobatan hipertensi (Joshi et al., 2012; Dalimartha, 2010). Cara pemakaiannya diminum
dengan merebus 7-20 lembar daun segar atau daun yang telah dikeringkan dengan api kecil
selama satu jam (Dalimartha, 2010). Cara perebusan akan menghasilkan sediaan yang
mengandung zat-zat aktif yang bersifat polar. Perebusan tidak mampu menarik banyak
zat aktif yang terdapat dalam tanaman. Pada umumnya penyarian dengan etanol akan lebih
mampu menarik berbagai komponen zat aktif tanaman. Sehingga diharapkan potensi
pengobatan menjadi lebih kuat.
Daun Salam telah diteliti mengandung flavonoid dan menunjukkan aktivitas antioksidan
(Lelono et al., 2009) dan mampu mengontrol HDL kolesterol pada tikus Wistar (Agung,
2008). Flavonoid merupakan senyawa yang umum terdapat pada tumbuhan. Penelitian terkait
flavonoid telah banyak dilakukan. Penelitian dengan uji klinik terhadap 632 pasien di New
Haven bahwa konsumsi ekstrak buah dan sayur yang tinggi kandungan flavonoidnya
memberikan efek perlindungan terhadap fungsi endotel (Ali et al., 2011). Asupan diet dari
flavanon, antosianidin dari makanan tertentu yang kaya kandungan flavonoidnya dikaitkan
dengan penurunan resiko penyakit jantung koroner, penyakit kardiovaskuler, dan semua
penyebab kematian yang terkait (Mink et al., 2007). Flavonoid mampu memperbaiki
fungsi endotel dan menghambat agregasi pletelet manusia, efek ini merupakan keuntungan
flavonoid pada resiko penyakit kardiovaskuler (Vita,2005). Penelitian Mulatsih (2006)
menyatakan bahwa daun Salam tidak menunjukkan efek toksik yang berarti.
Penelitian-penelitian tersebut menunjukkan bahwa daun Salam yang memiliki kandungan
flavonoid memiliki potensi sebagai pengobatan penyakit hipertensi. Penelitian daun Salam
sebagai antihipertensi belum pernah dilakukan. Pada penelitian ini simplisia daun Salam
disari menggunakan etanol 96%, etanol adalah pelarut yang aman dan dapat menyari banyak
zat. Penelitian dilanjutkan secara in vivo pada tikus Wistar jantan, dilakukan dengan
mengukur langsung tekanan darah pada ekor. Dengan demikian dapat diketahui efek
antihipertensi secara langsung ekstrak etanol daun Salam. Kemudian dilanjutkan dengan
2
penentuan kandungan fenolik total dan flavonoid total dalam ekstrak etanol tersebut.
Kandungan fenolik dan flavonoid ditetapkan untuk mengetahui hubungan kandungan
fenolik dan flavonoid terhadap efek antihipertensinya. Kandungan senyawa dalam ekstrak
daun salam ditetapkan dengan kromatografi lapit tipis (KLT). Dengan bukti ilmiah yang
cukup, diharapkan ekstrak daun Salam layak dikembangkan sebagai obat pendamping atau
obat pilihan dari obat anti hipertensi yang telah ada.
1.3. Tujuan
1. Dapat mengetahui klasifikasi dari tanaman salam
2. Dapat mengetahui kandungan kimia yang terdapat dalam tanaman salam
3. Dapat mengetahui cara pengobatan hipertensi menggunakan daun salam
BAB II
TINJUAN PUSTAKA
3
Salam adalah nama tumbuhan yang merupakan penghasil rempah dan merupakan salah
satu tanaman obat di Indonesia (Joshi dkk., 2012). Tumbuhan salam (Gambar 1) merupakan
tumbuhan yang banyak ditanam untuk menghasilkan daunnya (Versteegh, 2006).
Beberapa nama yang dimiliki oleh tumbuhan ini yaitu ubai serai (Melayu), manting
(Jawa), dan gowok (Sunda). Nama ilmiah dari tumbuhan ini yaitu Syzygium polyanthum
(Wight.) Walp atau Eugenia polyantha Wight (Enda,2009).
Adapun klasifikasi tumbuhan salam menurut van Steenis, 2003 sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Superdivisi : Spermatophyta
Clas : Dicotyledoneae
Order : Myrtales
Family : Myrtaceae
Genus : Syzygium
4
Tumbuhan salam merupakan pohon atau perdu (Gambar 2). Memiliki tinggi berkisar
antara 18 m hingga 27 m dan biasanya tumbuh liar di hutan.
Arah tumbuh batang tegak lurus dengan bentuk batang bulat dan permukaan yang
beralur, batangnya berkayu biasanya keras dan kuat. Cara percabangan batangnya monopodial,
batang pokok selalu tampak jelas. Memiliki arah tumbuh cabang yang tegak (Fahrurozy, 2012).
Bunga tumbuhan salam kebanyakan adalah bunga banci dengan kelopak dan mahkota
masing-masing terdiri atas 4-5 daun kelopak dan jumlah daun mahkota yang sama, kadang-
kadang berlekatan. Bunganya memiliki banyak benang sari, kadang-kadang berkelopak
berhadapan dengan daun-daun mahkota. Tangkai sari berwarna cerah, yang kadang-kadang
menjadi bagian bunga. Bakal buah tenggelam dan mempunyai 1 tangkai putik, beruang 1
sampai banyak, dengan 1-8 bakal biji dalam tiap ruang. Biji memiliki sedikit atau tanpa
endosperm, lembaga lurus, bengkok atau melingkar (van Steenis, 2003).
Daun salam memiliki bentuk daun yang lonjong sampai elip atau bundar telur sungsang
dengan pangkal lancip, sedangkan ujungnya lancip sampai tumpul dengan panjang 50 mm
sampai 150 mm, lebar 35 mm sampai 65 mm, dan terdapat 6 sampai 10 urat daun lateral.
Panjang tangkai daun 5 mm sampai 12 mm (Dit Jen POM, 1980). Daun salam merupakan daun
tunggal yang letaknya berhadapan. Permukaan daunnya licin dan berwarna hijau muda dan jika
diremas berbau harum (Dalimartha, 2000).
Tumbuhan salam memiliki bunga majemuk yang tersusun dalam malai yang keluar dari
ujung ranting, berwarna putih dan baunya harum (Dalimartha, 2000). Buahnya termasuk buah
buni dengan diameter 8-9 mm. Buah yang masih muda berwarna hijau dan setelah masak
menjadi merah gelap, memiliki rasa agak sepat (Dalimartha, 2000).
Aktivitas biologi minyak atsiri terhadap serangga dapat bersifat menolak (repellent),
menarik (attractant), racun kontak (toxic), racun pernafasan (fumigant), mengurangi nafsu
makan (antifeedant), menghambat peletakan telur (oviposition deterrent), menghambat
petumbuhan, menurunkan fertilitas, serta sebagai antiserangga vektor (Hartati, 2012).
Sedangkan senyawa tanin memiliki rasa yang pahit sehingga dapat menyebabkan
mekanisme penghambatan makan pada serangga (Utami, dkk. 2010). Selain itu senyawa tanin
berpengaruh pada serangga dalam hal oviposisi (BBPPTP Ambon, 2013).
5
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Jurnal Penelitian
6
3.1.1. Judul Penelitian
Efek Antihipertensi Akut dan Subakut pada Ekstrak Daun Salam dengan Penentuan Asam
Galat menggunakan Analisis HPLC
1. Bahan Kimia
Metanol, besi klorida, asam format, asetonitril, asam galat dan natrium
karboksimetilselulosa (CMC) yang dibeli dari Merck, Jerman. Semua bahan kimia merupakan
analytical grades, kalium losartan (50 mg) dibeli dari Abio Marketing Sdn. Bhd., Malaysia.
2. Bahan Tanaman
3. Hewan Percobaan
Tikus wistar Kyoto jantan dewasa, dan Tikus Spontaneously-Hypertensive pada usia 3 bulan, dan
dengan kisaran berat 280-350 g yang disediakan oleh Animal Research and Service Centre,
Health Campus, University Sains Malaysia (USM)
B. Metode Penelitian
Larutan stok dari ADSP dan MESP (100 mg / ml) dan kalium losartan (5 mg / ml)
disusun sekali setiap hari dan disimpan dalam suhu 4 ° C di freezer. Pada dasarnya, ADSP dan
kalium losartan tersuspensi dalam air suling, tapi MESP tersuspensi dalam air suling yang
ditambahkan dengan air hangat 1,0% (b / v) natrium CMC. Sodium CMC ditambahkan untuk
mengemulsi MESP sangat kental dengan air suling. Ekstrak dan solusi obat kemudian
dihomogenisasi menggunakan IKA Ultra-Turrax®T25 Dasar homogenizer (IKA-Werke GmbH
dan Co, Darmstadt, Jerman) di 24.000 rpm / min selama 3 menit. Dari larutan stok, dosis seri
ADSP dan MESP dari 2,00, 2,50-3,00 g / kg, dan kalium losartan pada dosis 0,01 g / kg solusi
yang disiapkan setiap hari.
3. Studi Akut: Pengaruh Dosis Tunggal dengan ADSP dan MESP pada normotensif
Wistar-Kyoto dan Tikus spontan hipertensi.
1, 3, 5, 6, dan 24 jam pasca perawatan sesuai dengan protokol yang dijelaskan oleh
Ichimura et al.6 dengan sedikit modifikasi. Penelitian ini mencatat SBP setelah 6 jam
pasca perawatan, bukan 7 jam sebagaimana diuraikan dalam protokol oleh Ichimura et al.6
rekaman SBP dicatat setelah satu jam pasca-perawatan untuk memungkinkan proses alami
pencernaan dan penyerapan untuk mengambil tempat. Interval dua jam berikutnya pada 3
dan 5 jam pasca perawatan dicatat untuk meniru pengukuran tekanan darah akut pada
manusia. Tekanan darah dicatat setelah 6 jam pasca perawatan karena obat kontrol positif
(losartan potassium) yang digunakan dalam penelitian ini memanifestasikan efeknya
setelah 6 jam pasca perawatan. Rekaman SBP akhir setelah 24 jam dosis tunggal
digunakan untuk memantau pemulihan tikus pada perlakuan dengan ekstrak atau obat.
Setelah tiga rekaman stabil SBP untuk setiap interval diperoleh, tikus-tikus itu segera
dilepaskan dari yang terkendali dan kemudian ditempatkan kembali di dalam kandang
bersama dengan restrainer (uncapped). Tikus dapat bergerak bebas masuk dan keluar dari
restrainer di dalam kandang dengan air dan pellet ad libitum sampai interval pengukuran
tekanan darah berikutnya. Setelah pengukuran SBP akhir, semua tikus dikeringkan
menggunakan natrium pentobarbital pada 100 mg / kg melalui injeksi intraperitoneal.
8
Dosis terbaik untuk ekstrak dalam mengurangi SBP digunakan untuk fase studi
selanjutnya.
4. Study Sub-Akut : Pengaruh Pemberian Ekstrak dengan Dosis Harian selama 3 minggu
pada Tikus Hipertensif Secara Spontan
Penelitian ini dilakukan untuk menentukan besarnya efek pada pemberian ekstrak
dengan dosisi harian pada tekanan darah tikus SHR, dan untuk mengamati ketahanan
penurunan tekanan darah dengan pemberian berulang dan dari waktu ke waktu untuk jangka
waktu 3 minggu menurut penelitian sebelumnya. Tikus SHR dibagi menjadi lima kelompok
dimana setiap kelompok terdiri dari empat tikus. Kelompok 1 menerima air suling,
Kelompok 2 menerima air suling ditambah 1% (w / v) sodium CMC, kelompok 3 menerima
losartan potassium (0,01 g / kg / hari), kelompok 4 menerima ADSP (2,5 g / kg / hari), dan
kelompok 5 menerima MESP (2,5 g / kg / hari). Losartan yang dipilih sebagai obat referensi
standar untuk penelitian ini adalah obat anti-hipertensi komersial, prototipe kelompok
reseptor angiotensin tipe II dengan efektivitas antihipertensi terbukti dan profil efek samping
yang lebih sedikit. Dosis spesifik 2,5 g / kg / hari dipilih berdasarkan temuan signifikan
untuk dosis ini selama studi efek dosis tunggal akut kami. SBP dicatat sebelum pengobatan
dan dilambangkan sebagai pengukuran pada minggu ke-0. Gavaging dilakukan dari jam 10
pagi sampai 12 siang setiap hari untuk menghindari variasi tekanan darah yang disebabkan
oleh ritme sirkadian. SBP kemudian diukur setiap minggu pada hari ke 8 (minggu 1), hari ke
15 (minggu 2), dan hari ke 22 (minggu 3). Setelah pengukuran SBP akhir pada hari ke 22
(minggu 3), semua tikus dikorbankan menggunakan natrium pentobarbital pada dosis
anestesi terminal 100 mg / kg melalui injeksi intraperitoneal.
Skrining senyawa fenolik dalam ADSP dan MESP dilakukan menggunakan uji klorida
besi sesuai dengan protokol yang dijelaskan oleh Raaman.24 Secara singkat,m50 mg ADSP
dilarutkan dalam 5 ml air suling, sementara 50 mg MESP dilarutkan dalam 5 ml 95,0% (v /
v) metanol. Larutan ini ditambahkan dengan dua tetes besi klorida netral 5,0% (b / v).
Dalam setiap tes, air suling dan 95,0% (v / v) metanol digunakan sebagai kontrol negatif.
Perubahan warna apa pun dalam ekstrak dan kontrol negatif diamati karena munculnya
warna hijau, ungu, biru-hitam yang intens akan menunjukkan adanya fenol.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Berdasarkan teori dan bukti yang telah dipaparkan, dapat diambil kesimpulan bahwa :
Tekanan darah tinggi merupakan keadaan dimana tekanan darah seseorang melebihi
normal. Penyakit ini dapat diatasi dengan diet, terapi, mengkonsumsi obat-obatan
modern. Agar optimal, maka diperlukan keseimbangan pola piker, pola hidup dan
pola makan yang sehat.
Daun Salam memiliki manfaat dapat mengobatai kolesterol tinggi, kencing manis,
tekanan darah tinggi, sakit maag dan diare
10
Dalam mengkonsumsi daun salam sebagai obat dapat diolah menjadi ekstrak yang
data dikonsumsi setiap hari
DAFTAR PUSTAKA
11
3. Ismail A, Ahmad WANW. Autonomic receptors and nitric-oxide
involvements in mediating vasorelaxation effect induced by Syzygium
polyanthum leaves ex- tract. Pharmacogn Res. 2017:9(1):S9-S14.
7. Lv GY, Zhang YP, Gao JL, Yu JJ, Lei J, Zhang ZR, et al. Combined
antihyper- tensive effect of luteolin and buddleoside enriched extracts in
spontaneously hypertensive rats. J Ethnopharmacol. 2013:150(2):507-13.
9. Kusuma IW, Kuspradini H, Arung ET, Aryani F, Min YH, Kim JS, et al.
Biological activity and phytochemical analysis of three Indonesian medicinal
plants, Mur- raya koenigii, Syzygium polyanthum and Zingiber purpurea. J
Acupunct Merid- ian Stud. 2011:4(1):75-9.
12