Anda di halaman 1dari 71

Ujian Akhir Semester

Landasan Ilmu Pendidikan

1. Setelah mempelajari Landasan Ilmu Pendidikan, jelaskan apa peran Pendidikan dalam
kebudayaan? Dapatkah sekolah mengerjakan keseluruhan kebudayaan? Jelaskan jawaban
sdr dari beberapa titik pandang. .
Jawaban

A. ARTI KEBUDAYAAN
Selo Soemardjan dan Soelaman Soemardi (1964: 113) menjelaskan bahwa
kebudayaaan adalah semua hasil karya. rasa, dan cipta masyarakat. Karya masyarakat
menghasilkan tekhnologi dan kebudayaan kebendaan (material culture) yang diperlukan oleh
manusia untuk menguasai alam sekitarnya, agar kekuatan serta hasilnya dapat diabdikan
untuk keperluan masyarakat. Rasa yang meliputi jiwa manusia, mewujudkan segala kaidah-
kaidah dan nilai-nilai social yang perlu untuk mengatur masalah-masalah kemasyarakatan
yang luas. Agama, ideology, kebatinan dan kesenian yang merupakan hasil ekspresi jiwa
manusia yang hidup sebagai anggota masyarakat termasuk di dalamnya. Cipta merupakan
kemampuan mental, kemampuan berfikir orang-orang yang hidup bermasyarakat yang antara
lain menghasilkan filsafat serta ilmu pengetahuan. Rasa dan cinta dinamakan pula
kebudayaan rohaniah (spiritual atau immaterial culture). Semua karya, rasa, dan cipta,
dikuasai oleh karsa orang-orang yang menentukan kegunaannya agar sesuai dengan
kepentingan sebagian besar atau seluruh masyarakat, sedangkan karsa yaitu mengasilkan
kaidah kepercayaan, kesusilaan, kesopanan dan hukum (Soerjono Soekanto, 1993: 189-90).

B. MAKNA PENDIDIKAN
Pendidikan bukan sesuatu yang hadir dengan sendirinya tanpa melalui diakektika
sejarah. Salah satu ilmu yang berkembang dari sejarah yaitu pedagogi atau yang sering
disebut juga dengan edukasi atau pendidikan. Perkembangan ilmu ini juga sebenarnya telah
ada sejak manusia memikirkan tentang dirinya di hadapan dirinya, alam, lingkungan dan
bahkan Tuhan. Tetapi secara perlahan, menjadi suatu ilmu yang berdiri sendiri atau otonom.
Nah dari penelusuran sejarah pedagogi tersebut akan diperoleh makna pendidikan dari waktu
ke waktu yang kian berubah. Namun kita sedikit akan menukilkan bagaimana sejarah
memaknai pendidikan mulai dari zaman peradaban kuno sampai masa republik Romawi.

Ujian Akhir Semester 1


1. Pendidikan Pada Masa Peradaban Kuno
Pada masa peradaban tua, tekanan utama pendidikan kepada manuasia ialah
bagaimana cara berusaha agar manusia tidak lupa akan segala norma yang berlaku
secara lisan di tengah-tengah masyarakat. Ini berlaku untuk semua peradaban
tradisional sebelum manusia mengenal alfabet (huruf-huruf). Dan cara yang paling
ampuh untuk mengatasi kelupaan ialah melalui cerita lisan yang diteruskan kepada
anak atau cucu, tentang segala aturan dan norma hidup, yang juga “ditetapkan” secara
lisan. Begitulah dari generasi ke generasi, manusia mendidik generasi berikutnya
dengan cara bercerita.
2. Pendidikan ala Homeros dan Hesiodos
Pada masa ini, pendidikan dibagi dalam 2 bagian, menurut Homeros dan
Hesiodos; yang semuanya berkembang di Yunani. Pendidikan ala Homeros (dalam
Illiad dan Odisea) menekankan pada menjadi manusia ideal. Manusia ideal adalam
manusia yang memiliki arete. Orang yang memiliki arete ialah orang yang memiliki
kekuatan fisik seperti keberanian dan juga kehebatan untuk meraih kegemilangan dan
hormat. Ini dicirikan dengan menang dalam perang, kuat, besar, tampan, bicara sopan
dan baik, punya nasehat yang masuk akal, kaya dan berkuasa (ide kepahlawanan).
Tujuan pendidikan ialah membuat manusia memiliki kualitas-kualitas tersebut. Selain
ada dua hal yang ditekankan juga dalam arete yaitu: kemampuan dalam hal gymnastik
dan musik, serta memiliki kebaikan dan keindahan. Hal yang kedua yaitu pendidikan
ala Hesiodos. Pendidikan yang ditekankan Hesiodos ialah pendidikan yang membuat
mereka yang dididik memiliki visi popolis (visi publik-umum-masyarakat). Konsep
arete dalam Homeros berkembang dari ide kepahlawanan menjadi keutamaan dalam
pergulatan hidup sehari-hari yang dialami kaum tani. Dasar moralitas dalam arete
Hesiodos ialah keadilan dan kerja keras. Orang yang adil ialah orang yang bekerja
keras. Kerja keras adalah jalaan satu-satunya menuju kepada keutamaan.
3. Pendidikan di Sparta dan Athena (Yunani)
Pendidikan di Sparta (abad VIII – VI sm), mulai dari yang lebih humanis
kepada komunitaris yang anti demokrasi. Arete bukan lagi dipahami sebagai serdadu
yang mengutamakan semangat patriotisme, yang dilakukan secara bebas, tetapi
kegiatan pendidikan diambil alih oleh negara sebagai institusi tertinggi. Sifat
pendidikan menjadi sangat tiranis, totalitarian (sedangkan di wilayah Atena, ciri

Ujian Akhir Semester 2


pendidikan kepada masyarakat lebih demokratis, dialogis dan menghargai individu).
Memang arah dan tujuan pendidikan di Sparta ialah keutamaan moral sebagai warga
negara yang memiliki cinta secara total kepada tanah air, menghargai nilai kekuatan
dan kekerasan, mengutamakan latihan fisik demi kesiapan tempur dan ketaatan total
kepada tanah air (patria). Arete kepahlawan Homerian berubah menjadi cita-cita cinta
akan tanah air, kematian demi membela tanah air adalah kematian yang indah dan
membahagiaan. Kepahlawanan dalam Homerian yang lebih aristokratis berubah
menjadi kepahlawanan yang sifatnya kolektif (demi orang lain-negara). Inilah awal
dari kebangkitan kebangsaan atau jiwa patriotisme yang luar biasa (arete patria).
Sedangkan pendidikan di Atena lebih menekankan keharmonisan. Tatanan
sosial tidak didominasi militer tetapi masyarakatlah yanag mengatur kehidupan polis
(kota-negara) melalui sebaauh tata sosial politik. Sipil diberi kekuasaan yang sangat
besar dan luas untuk mengurus negara dan polis. Arete Homerian yang aristokratis
mulai dipraktikan oleh setiap warga negara yang ingin berprestasi. Ideal
kepahlawanan dalam Homerian tidak lagi hanya milik seseorang tetapi menjadi milik
setiap warga polis. Persaingan kepahlawanan di medan tempur, sekarang juga berubah
menjadi persaingan dalam perlombaan di Olympiade. Sekolah-sekolah yang
sebelumnya milik keluarga bangsawan berubah menjadi milik publik. Pada masa
inilah muncul banyak ilmu pendidikan di sekolah: gimnastik, musik, puisi, teater, dan
sastra.
4. Pendidikan Menurut Para Filsuf dan Socrates
Pada sekitar abad ke-5 SM, pendidikan oleh para filsuf sangat menekankan
gaya bicara retoris. Manusia dididik untuk menjadi seorang retoris, kepandaian dalam
bicara atau berpidato. Orang dididik untuk mampu berbicara dengan baik dan logis
serta bijaksana. Mereka diajar untuk menyebarkan gagasan dan pendapat, tata bahasa
yang baik, teknik bicara serta retorika yang meyakinkan. Tujuan pendidikan ialah
mencetak para orator ulung. Karena itu arete berkembang kepada yang sifatnya politis,
arete politis, yang termanifestasi melalui kemampuan retoris yang indah.
Lain dengan pendapat Sokrates. Sokrates menekankan pada “jiwa”. Pendidikan
harus mengantar manusia sampai kepada “penemuan jiwa” dan inilah yang sangat
sentral dalam diri manusia. Jiwa ini setelah ditemukan harus dipelihara. Jiwa dilihat
penting karena jiwa adalah sentral dari kegiatan berpikir, bertindak dan menegaskan
nilai-nilai moral. Orang yang mampu memelihara jiwa ialah orang yang “mengenal

Ujian Akhir Semester 3


dirinya sendiri”. Karena itu arete yang sebelumnya lebih bersifat politis berubah
menjadi arete yang lebih interior, lebih kepada pengolahan dimensi moralitas manusia.

5. Pendidikan Menurut Plato


Pada dasarnya, Plato menekankan penndidikan untuk “mencetak seorang filsuf
pemimpin”. Kritik Plato kepada kepada pemikiran pendidikan sebelumnya: “mereka
yang menjalani pendidikan hanya untuk mengejar sukses, kehormatan, dan popularitas
ialah pendidikan yang tingkatnya rendah sekalai. Menurut Plato, pendidikan yang
dilakukan harus menghantar orang kepada pengenalan dan penghayatan makna
kebaikan dan keadilan serta kebenaran. Manusia harus mempau memelihara
keharmonisan dari jiwanya dengan cara memelihara keharmonisan negara,
kebahagiaan dunia dan kebahagiaan yang mengatasi dunia. Dan ini hanya dapat
dimilki oleh seorang filsuf. Seorang filsuf harus mampu memikirkan kebahagiaan
dunia dan yang mengatasi dunia serta mampu hidup dengan orang lain dalam alam
demokratis.
6. Pendidikan Menurut Isokrates
Isokrates ialah seorang guru yang sangat mulia di hadapan publik Yunani,
dalam hal budaya oratoris dan pendidikan tulisan. Ia mengajarkan beberapa teori
bahwa: kefasihan berbicara ialah hadiah alamiah, pengajaran tidak dapat
menyempurnakan alam, para siswa, hanya dalam kasus ini, dapat memahami dari
dosen yaitu sistem-sistem ide yaitu forma pembicaraan. Selain itu, Isokrates juga
memperkenalkan kurikulum pendidikan, yang di dalamnya mengatur sekolah
menengah atas yang mulai dibuka kepada publik dengan lamanya waktu 3-4 tahun dan
setiap kelas tidak lebih dari 9 orang.
Hal lain yang penting dalam pengaturan pendidikan ialah adanya ensiklopedia,
pembentukkan moral siswa melalui larangan-larangan atau perintah-perintah praktis
dari pengalaman dan studi tentang sejarah, retorika diajarkan dengan peniruan,
pentingnya praktek dialektika serta diterapkan ilmu matematika di sekolah sangat
penting.
Sokrates mengkritik bahwa paideia bukan ditentukan pada kedalaman opini
(kebenaran-kebenaran absolut) tetapi dalam paideia retorica. Untuk pembentukan
manusia, Isokrates mengembangkan sebuah konsep budaya dan formasi yang
direduksikan pada praktek-praktek sikap dan tingkah laku. Obyek-obyek fondamental
dari metode edukatifnya ialah: praktek nilai, keseimbangan dalam hubungannya

Ujian Akhir Semester 4


dengan masa depan, kebijaksanaan dan kerendahan hati, serta keseimbangan interior
(kedalaman jiwa manusia)

7. Pendidikan Pada Peradaban Helenistik – Yunani


Sekitar abad ke-4 sm, dimulailah peride Helenis, di mana kenudayaan Romawi
mulai masuk ke Yunani. Pertemuan kedua kebudayaan ini kemudian mempengaruhi
juga pendidikan di yunani. Idealisme manusia tidak hanya ditemukan dalam individu
(Yunani): dalam pemeliharaan jiwa Sokrates, dalam keterlibatan ala Plato manusia
yang memiliki arete adalah manusia yang berada dalam sebuah dunia yang tergabung
secara global melalui pelbagai macam kebudayaan dunia. Pemahaman ini membuka
kepada kepada ide humanitas. Akhirnya pendidikan pada masa ini bergeser kepada
pendidikan yang berciri humanitas. Inilah paideianya ala Romawi. Pada masa ini juga
muncul pelbagai displin ilmu seperi matematika (Euklides), fisika (Arkhimedes),
astronomi (Aristrakus), geografi (Erastisfene), dll. Lewat kebudayaan helenis, paideia
Yunani berubah menjadi humanitas yang sedalam-dalamnya.
8. Pendidikan Pada Masa atau Peradaban Romawi dan Abad Pertama dari
Republik Romawi
Pada masa ini paideia Yunani mulai berkembang dan mempengaruhi
pendidikan di Romawi. Tekanan utama pada paideia Romawi yang baru (yang tidak
ada sebelumnya) ialah: peranan penting tadisi dan keluarga dalam pendidikan.
Pendidikan di Roma pada abad-abad sebelum masehi ialah dibentuk melalui keluarga
dengan cara menghormati apa yang disebut dengan mos maiorum dan sistem pater
familias. Materi dasar bagi pendidikan adalah seperti mengutamakan kebaikan tanah
air, la pietas (devosi), la fides (kesetiaan), la grafitas (kualitas hidup) dan la constantia
(stabilitas). Semua orang yang didik harus diarahkan kepada manusia yang
mempunyai keutamaan seperti 4 hal tersebut, dan ini harus dibentuk sejak orang
berada di dalam keluarga.
C. PENDIDIKAN DALAM LINGKUP KEBUDAYAAN
Pada dasarnya pendidikan tidak akan pernah bisa dilepaskan dari ruang lingkup
kebudayaan. Kebudayaan merupakan hasil perolehan manusia selama menjalin interaksi
kehidupan baik dengan lingkungan fisik maupun non fisik. Hasil perolehan tersebut berguna
untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Proses hubungan antar manusia dengan
lingkungan luarnya telah mengkisahkan suatu rangkaian pembelajaran secara alamiah. Pada
akhirnya proses tersebut mampu melahirkan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya

Ujian Akhir Semester 5


manusia. Disini kebudayaan dapat disimpulkan sebagai hasil pembelajaran manusia dengan
alam. Alam telah mendidik manusia melalui situasi tertentu yang memicu akal budi manusia
untuk mengelola keadaan menjadi sesuatu yang berguna bagi kehidupannya.

Antara pendidikan dan kebudayaan terdapat hubungan yang sangat erat dalam arti
keduanya berkenaan dengan suatu hal yang sama yakni nilai-nilai. Dalam konteks
kebudayaan justru pendidikan memainkan peranan sebagai agen pengajaran nilai-nilai
budaya. Karena pada dasarnya pendidikan yang berlangsung adalah suatu proses
pembentukan kualitas manusia sesuai dengan kodrat budaya yang dimiliki. Oleh karena itu
kebudayaan diturunkan kepada generasi penerus lewat proses belajar tentang cara bertingkah
laku. Sehingga secara wujudnya, substansi kebudayaan itu telah mendara daging dalam
kepribadian anggota-anggotanya. Uraian tentang pendidikan dan kebudayaan akan
diterangkan dalam urutan pembahasan dibawah ini.

1. Kepribadian dalam Proses Kebudayaan


Fungsi pendidikan dalam konteks kebudayaan dapat dilihat dalam perkembangan
kepribadian manusia. Tanpa kepribadian manusia tidak ada kebudayaan, meskipun
kebudayaan bukanlah sekadar jumlah kepribadian-kepribadian. Para pakar antropologi,
menunjuk kepada peranan individu bukan hanya sebagai bidak-bidak di dalam papan catur
kebudayaan. Individu adalah creator dan sekaligus manipulator kebudayaannya. Di dalam hal
ini studi kebudayaan mengemukakan pengertian “sebab-akibat sirkuler” yang berarti bahwa
antara kepribadian dan kebudayaan terdapat suatu interaksi yang saling menguntungkan. Di
dalam perkembangan kepribadian diperlukan kebudayaan dan seterusnya kebudayaan akan
dapat berkembang melalui kepribadian– kepribadian tersebut. Hal ini menunjukkan kepada
kita bahwa pendidikan bukan semata-mata transmisi kebudayaan secara pasif tetapi perlu
mengembangkan kepribadian yang kreatif. Pranata sosial yang disebut sekolah harus kondusif
untuk dapat mengembangkan kepribadian yang kreatif tersebut.

Kebudayaan sebenarnya adalah istilah sosiologis untuk tingkah-laku yang bisa


dipelajari. Dengan demikian tingkah laku manusia bukanlah diturunkan seperti tingkah-laku
binatang tetapi yang harus dipelajari kembali berulang-ulang dari orang dewasa dalam suatu
generasi. Di sini kita lihat betapa pentingnya peranan pendidikan dalam pembentukan
kepribadian manusia. Para pakar yang menaruh perhatian terhadap pendidikan dalam
kebudayaan mula-mulanya muncul dari kaum behavioris dan psikoanalisis Para ahli psikologi
behaviorisme melihat perilaku manusia sebagai suatu reaksi dari rangsangan dari sekitarnya.

Ujian Akhir Semester 6


Di sinilah peran pendidikan di dalam pembentukan perilaku manusia. Begitu pula
psikolog aliran psikoanalis menganggap perilaku manusia ditentukan oleh dorongan-dorongan
yang sadar maupun tidak sadar ini ditentukan antara lain oleh kebudayaan dimana pribadi itu
hidup. John Gillin dalam Tilaar (1999) menyatukan pandangan behaviorisme dan psikoanalis
mengenai perkembangan kepribadian manusia sebagai berikut.

a. Kebudayaan memberikan kondisi yang disadari dan yang tidak disadari untuk belajar.
b. Kebudayaan mendorong secara sadar ataupun tidak sadar akan reaksi-reaksi perilaku
tertentu. Jadi selain kebudayaan meletakkan kondisi, yang terakhir ini kebudayaan
merupakan perangsang-perangsang untuk terbentuknya perilaku-perilaku tertentu.
c. Kebudayaan mempunyai sistem “reward and punishment” terhadap perilaku-perilaku
tertentu. Setiap kebudayaan akan mendorong suatu bentuk perilaku yang sesuai dengan
system nilai dalam kebudayaan tersebut dan sebaliknya memberikan hukuman terhadap
perilaku-perilaku yang bertentangan atau mengusik ketentraman hidup suatu masyarakat
budaya tertentu.
d. Kebudayaan cenderung mengulang bentuk-bentuk kelakuan tertentu melalui proses
belajar.
Apabila analisis Gillin di atas kita cermati, tampak betapa peranan kebudayaan dalam
pembentukan kepribadian manusia, maka pengaruh antropologi terhadap konsep
pembentukan kepribadian juga akan tampak dengan jelas. Terutama bagi para pakar aliran
behaviorisme, melihat adanya suatu rangsangan kebudayaan terhadap pengembangan
kepribadian manusia. Pada dasarnya pengaruh kebudayaan terhadap pembentukan
kepribadian tersebut sebagaimana dikutip Tilaar (1999) dapat dilukiskan sebagai berikut.
a. Kepribadian adalah suatu proses. Seperti yang telah kita lihat kebudayaan juga
merupakan suatu proses. Hal ini berarti antara pribadi dan kebudayaan terdapat suatu
dinamika. Tentunya dinamika tersebut bukanlah suatu dinamika yang otomatis tetapi
yang muncul dari aktor dan manipulator dari interaksi tersebut ialah manusia.
b. Kepribadian mempunyai keterarahan dalam perkembangan untuk mencapai suatu misi
tertentu. Keterarahan perkembangan tersebut tentunya tidak terjadi di dalam ruang
kosong tetapi dalam suatu masyarakat manusia yang berbudaya.
c. Dalam perkembangan kepribadian salah satu faktor penting ialah imajinasi. Imajinasi
seseorang akan dapat diperolehnya secara langsung dari lingkungankebudayaannya.
Manusia tanpa imajinasi tidak mungkin mengembangkan kepribadiannya. Hal ini
berarti apabila seseorang hidup terasing seorang diri dari nol di dalam perkembangan

Ujian Akhir Semester 7


kepribadiannya. Bayangkan bagaimana kehidupan kebudayaan manusia apabila setiap
kali harus dimulai dari nol.
d. Kepribadian mengadopsi secara harmonis tujuan hidup dalam masyarakat agar ia
dapat hidup dan berkembang. Tentunya manusia itu dapat saja menentang tujuan
hidup yang ada di dalam masyarakatnya, namun demikian itu berarti seseorang akan
melawan arus di dalam perkembangan hidupnya. Yang paling efisien adalah dia secara
harmonis mencari keseimbangan antara tujuan hidupnya dengan tujuan hidup dalam
masyarakatnya.
e. Di dalam pencapaian tujuan oleh pribadi yang sedang berkembang itu dapat dibedakan
antara tujuan dalam waktu yang dekat maupun tujuan dalam waktu yang panjang.
Baik waktu yang dekat maupun tujuan dalam jangka waktu yang panjang, sangat
dipengaruhi oleh nilai-nilai hidup di dalam suatu masyarakat.
f. Berkaitan dengan keberadaan tujuan di dalam pengembangan kepribadian manusia,
dapatlah disimpulkan bahwa proses belajar adalah proses yang ditujukan untuk
mencapai tujuan. Learning is agoal teaching behavior.
g. Dalam psikoanalisis juga dikemukakan mengenai peranan super-ego dalam
perkembangan kepribadian. Super-ego tersebut tidak lain adalah dunia masa depan
yang ideal. Dan seperti yang telah diuraikan, dunia masa depan yang ideal merupakan
kemampuan imajinasi yang dikondisikan serta diarahkan oleh nilai-nilai budaya yang
hidup di dalam suatu masyarakat.
h. Kepribadian juga ditentukan oleh bawah sadar manusia. Bersama-sama dengan ego,
beserta ide, keduanya merupakan energi yang ada di dalam diri pribadi seseorang.
Energi tersebut perlu dicarikan keseimbangan dengan kondisi yang ada serta dorongan
super-ego diarahkan oleh nilai-nilai budaya. Dengan kata lain di dalam pengembangan
ide, ego, dan super-ego dari kepribadian seseorang berarti mencari keseimbangan
antara energi di dalam diri pribadi dengan pola-pola kebudayaan yang ada.
2. Penerusan Kebudayaan
Satu proses yang dikenal luas tentang kebudayaan adalah transmisi
kebudayaan. Proses tersebut menunjukkan bahwa kebudayaan itu ditransmisikan dari
satu generasi kepada generasi berikutnya. Bahkan banyak ahli pendidikan yang
merumuskan prose pendidikan tidak lebih dari proses transmisi kebudayaan.
Mengenai masalah ini marilah kita cermati lebih jauh oleh karena seperti yang telah
dijelaskan, kepribadian bukanlah semata-mata hasil tempaan dari kebudayaan.
Manusia atau pribadi adalah aktor dan sekaligus manipulator kebudayaannya. Dengan

Ujian Akhir Semester 8


demikian, kebudayaan bukanlah sesuatu entity yang statis tetapi sesuatu yang terus-
menerus berubah. Untuk membuktikan hal tersebut marilah kita lihat variabel-variabel
transmisi kebudayaan yang dikemukakan oleh Fortes dalam Koentjoroningrat (1991).
Di dalam transmisi tersebut kita lihat tiga unsur utama yaitu, (1) unsur-unsur yang
ditransmisi, (2) proses transmisi, dan (3) cara transmisi. Unsur-unsur kebudayaan
manakah yang ditransmisi? Pertama-tama tentunya unsur-unsur tesebut ialah nilai-
nilai budaya, adat-istiadat masyarakat, pandangan mengenai hidup serta berbagai
konsep hidup lainnya yang ada di dalam masyarakat. Selanjutnya berbagai kebiasaan
sosial yang digunakan dalam interaksi atau pergaulan para anggota di dalam
masyarakat tersebut.
Transmisi unsur-unsur tidak dapat berjalan dengan sendirinya. Seperti telah
dikemukakan manusia adalah aktor dan manipulator dalam kebudayaannya. Oleh
sebab itu, unsur-unsur tersebut harus diidentifikasi. Proses identifikasi itu berjalan
sepanjang hayat sesuai dengan tingkat kemampuan manusia itu sendiri. Nilai-nilai
yang dimiliki oleh seseorang harus mendapatkan pengakuan lingkungan sekitarnya.
Artinya perilaku-perilaku tersebut harus mendapatkan pengakuan sosial yang berarti
bahwa perilaku-perilaku yang dimiliki tersebut adalah yang sesuai atau yang seimbang
dengan nilai-nilai yang ada di dalam lingkungannya. Rangkaian transmisi berangkat
dari imitasi, identifikasi, dan sosialisasi, berkaitan dengan bagaimana cara. Pada
saatnya proses transmisi kebudayaan di dalam masyarakat modern akan menghadapi
tantangan-tantangan yang berat. Di sinilah letak peranan pendidikan untuk
mengembangkan kepribadian yang kreatif dan dapat memilih nilai-nilai dari berbagai
lingkungan. Dalam hal ini kita berbicara mengenai keberadaan kebudayaan dunia
yang meminta suatu proses pendidikan yang lain yaitu kepribadian yang kokoh yang
tetap berakar kepada budaya lokal. Hanya dengan kesadaran terhadap nilai-nilai
budaya lokal akan dapat memberikan sumbangan bagi terwujudnya nilai-nilai global.
3. Pendidikan Sebagai Proses Pembudayaan
Seperti yang telah kita bicarakan mengenai transmisi kebudayaan, nilai-nilai

kebudayaan bukanlah hanya sekadar dipindahkan dari satu bejana ke bejana berikut yaitu
kepada generasi mudanya, tetapi dalam proses interaksi antara pribadi dengan kebudayaan
betapa pribadi merupakan agen yang kreatif dan bukan pasif. Di dalam proses pembudayaan
terdapat pengertian seperti inovasi dan penemuan, difusi kebudayaan, akulturasi, asimilasi,

Ujian Akhir Semester 9


inovasi, fokus, krisis, dan prediksi masa depan serta banyak lagi terminologi lainnya.
Beberapa proses tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Penemuan atau Invensi


Dua konsep tersebut merupakan proses terpenting dalam pertumbuhan dan
kebudayaan. Hal itu mengingat tanpa penemuan-penemuan yang baru dan tanpa
invensi suatu budaya akan mati. Biasanya pengertian kedua terminologi ini
dibedakan. Suatu penemuan berarti menemukan sesuatu yang sebelumnya belum
dikenal tetapi telah tersedia di alam sekitar atau di alam semesta ini. Misalnya di
dalam sejarah perkembangan umat manusia terjadi penemuan-penemuan dunia baru
sehingga pemukiman manusia menjadi lebih luas dan berarti pula semakin luasnya
penyebaran kebudayaan. Selain itu, di dalam penemuan dunia baru akan terjadi difusi
atau proses lainnya mengenai pertemuan kebudayaan-kebudayaan tersebut. Istilah
invensi lebih terkenal di dalam bidang ilmu pengetahuan.
Dengan invensi maka umat manusia dapat menemukan hal-hal yang dapat
mengubah kebudayaan. Dengan penemuan-penemuan melalui ilmu pengetahuan
maka lahirlah kebudayaan industri yang telah menyebabkan suatu revolusi
kebudayaan terutama di negara-negara barat. Kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang begitu pesat telah membuka horizon baru di dalam kehidupan umat
manusia. Ilmu pengetahuan berkembang begitu cepat secara eksponensial sehingga
apa yang ditemukan hari ini mungkin besok telah usang.
Memanusia berarti membudaya. Dapat kita bayangkan bagaimana jadinya
proses memanusia dalam kebudayaan global. Hal ini berarti manusia akan kehilangan
identitasnya dan kepribadiannya akan berbentuk kepribadian kodian. Sudah tentu
penemuan-penemuan baru dan invensi-invensi melalui ilmu pengetahuan akan
semakin intens kerana interaksi dengan bermacam-macam budaya akan bermacam-
macam manusia yang dimiliki oleh seluruh umat manusia. Dengan demikian,
penemuan-penemuan dan invensi baru tidak lagi merupakan monopoli dari suatu
bangsa atau suatu kebudayaan tetapi lebih menjadi milik dunia. Kebudayan dunia

yang akan muncul pada milenium ketiga dengan demikian perlu diarahkan dengan
nilai-nilai moral yang telah terpelihara di dalam kebudayaan umat manusia karena
kalau tidak dapat saja manusia itu menuju kepada kehancurannya sendiri dengan alat-
alat pemusnah massal yang diciptakannya.

Ujian Akhir Semester 10


b. Difusi
Difusi kebudayaan berarti pembauran dan atau penyebaran budaya-budaya
tertentu antara masyarakat yang lebih maju kepada masyarakat yang lebih tradisional.
Pada dasarnya setiap masyarakat setiap jaman selalu mengalami difusi. Hanya saja
proses difusi pada jaman yang lalu lebih bersifat perlahan-lahan. Namun hal itu
berbeda dengan sekarang dimana abad komunikasi mampu menyajikan beragam
informasi yang serba cepat dan intens, maka difusi kebudayaan akan berjalan dengan
sangat cepat.
Bagaimanapun juga didalam masyarakat sederhana sekalipun proses difusi
kebudayaan dari barat tetap menyebar. Hal itu dapat dibuktikan melalui pengamatan
Margaret Mead dalam Tilaar (1999) yang meneliti masyarakat di kepulauan pasifik.
Beberapa waktu setelah pengamatan Mead terhadap masyarakat tersebut telah terjadi
perubahan masyarakat yang cukup berarti. Apa yang ditemukan oleh Margaret Mead
dari suatu masyarakat yang tertutup dan statis ketika beliau kembali telah menemukan
suatu masyarakat yang terbuka yang telah mengadopsi usnur-unsur budaya Barat.
Lihat saja misalnya apa yang terjadi di negara kita, bagaimana pengaruh Kebangkitan
Nasional terhadap kehidupan suku-suku bangsa kita. Sumpah Pemuda pada tahun
1928 telah melahirkan bahasa Indonesia sebagai bahasa kesatuan dan/atau bahasa
nasional yang notabene berasal dari bahasa Melayu, dari puak Melayu yang hidup di
pesisir Sumatera. Pengaruh bahasa Indonesia terhadap kebudayaan di Nusantara
sangat besar sampai-sampai banyak anak-anak sekarang terutama di kota-kota besar
yang tidak lagi mengenal bahasa lokalnya atau bahasa ibu. Kita memerlukan suatu
kebijakan pendidikan untuk memelihara bahasa ibu dari anak-anak kita.
c. Inovasi
Inovasi mengandalkan adanya pribadi yang kreatif. Dalam setiap kebudayaan
terdapat pribadi-pribadi yang inovatif. Dalam masyarakat yang sederhana yang relatif
masih tertutup dari pengaruh kebudayaan luar, inovasi berjalan dengan lambat. Dalam
masyarakat yang terbuka kemungkinan untuk inovasi menjadi terbuka karena
didorong oleh kondisi budaya yang memungkinkan. Oleh sebab itu, di dalam
masyarakat modern pribadi yang inovatif merupakan syarat mutlak bagi
perkembangan kebudayaan. Inovasi merupakan dasar dari lahirnya suatu masyarakat
dan budaya modern di dalam dunia yang terbuka dewasa ini.
Inovasi kebudayaan di dalam bidang teknologi dewasa ini begitu cepat dan
begitu tersebar luas sehingga merupakan motor dari lahirnya suatu masyarakat dunia

Ujian Akhir Semester 11


yang bersatu. Di dalam kebudayaan modern pada abad teknologi dan informasi dalam
millennium ketiga, kemampuan untuk inovasi merupakan cirri dari manusia yang
dapat survive dan dapat bersaing. Persaingan di dalam dunia modern telah merupakan
suatu tuntutan oleh karena kita tidak mengenal lagi batas-batas negara. Perdagangan
bebas, dunia yang terbuka tanpa-batas, teknologi komunikasi yang menyatukan,
kehidupan cyber yang menisbikan waktu dan ruang, menuntut manusia-manusia
inovatif. Dengan sendirinya wajah kebudayaan dunia masa depan akan lain sifatnya.
Betapa besar peranan inovasi di dalam dunia modern, menuntut peran dan fungsi
pendidikan yang luar biasa untuk melahirkan manusia-manusia yang inovatif. Dengan
kata lain, pendidikan yang tidak inovatif, yang mematikan kreativitas generasi muda,
berarti tidak memungkinkan suatu bangsa untuk bersaing dan hidup di dalam
masyarakat modern yang akan datang. Dengan demikian, pendidikan akan menempati
peranan sentral di dalam lahirnya suatu kebudayaan dunia yang baru.
d. Visi Masa Depan
Suatu hal yang baru dalam proses pembudayaan dewasa ini ialah peranan visi
masa depan. Terutama dalam dunia global tanpa-batas dewasa ini diperlukan suatu
visi ke arah mana masyarakat dan bangsa kita akan menuju. Tanpa visi yang jelas
yaitu visi yang berdasarkan nilai-nilai yang hidup di dalam kebudayaan bangsa
(Indonesia), akan sulit untuk menentukan arah perkembangan masyarakat dan bangsa
kita ke masa depan, atau pilihan lain ialah tinggal mengadopsi saja apa yang disebut
budaya global. Mengadopsi budaya global tanpa dasar kehilangan identitasnya. Di
sinilah letak peranan pendidikan nasional untuk meletakkan dasar-dasar yang kuat
dari nilai-nilai budaya yang hidup di dalam masyarakat Indonesia yang akan dijadikan
pondasi untuk membentuk budaya masa depan yang lebih jelas dan terarah.
D. FUNGSI PENDIDIKAN BAGI KEBUDAYAAN
Ketika kita mengagumi karya agung kemanusiaan Candi Borobudur dan Prambanan,
tersirat pemikiran bahwa di belakang karya ini tentu ada pendidikan, pengajaran dan
pelatihan yang telah tersistem dengan baik. Namun data tentang sistem pendidikan saat itu
belum ditemukan orang selain prasasti dan buah hasil pemahatan. Pendidikan pelatihan
tenaga pematung pasti diikuti disiplin tertentu hingga dapat membuat batu tersusun rapi
geometris. Patung-patung dari ujung atas hingga bawah di Borobudur seragam bentuk dan
tekniknya, padahal masa pembuatannya memakan waktu 3 generasi dan tetap tidak ada
deviasi interpretasi seni pemahatan.

Ujian Akhir Semester 12


Teknologi pembuatan candi kala itu pasti merupakan teknologi garda depan di dunia.
Bahkan hingga saat inipun orang masih menobatkan sebagai keajaiban di dunia. Andai candi-
candi dibangun pada era sekarangpun tidak mudah direalisasikan dan dengan biaya sangat
besar. Pantaslah Bung Karno selalu mengagung-agungkan betapa perkasanya bangsa di
Nusantara kala itu.

Sesuai apa yang terpahat dalam relief candi, maka pendidikan selain diberikan secara
tertulis ada juga secara lisan. Pendidikan lisan baik Hindu maupun Budha bisa berupa
dakwah pengajian pimpinan agama atau melalui dongeng, mythos, cerita, legenda secara
turun temurun. Indonesia pada tahun 1825 sudah dikenal prajurit putri yang terdidik dan
terlatih bernama Nyai Ageng Serang yang gagah berani memimpin pasukan Pangeran
Diponegoro. Materi pelajaran dalam pendidikan tradisi di Nusantara umumnya secara lisan
dan bersifat umum meliputi antara lain perihal kejiwaan, kefilsafahan, kesusasteraan,
kanuragan, kaprajuritan, pertanian, titi mongso, pananggalan, adat-istiadat, tata krama,
perbintangan (misal gubug penceng, panjer sore). Siswa diharuskan mondok/ngenger dalam
padepokan, sedang cara pemberian pelajaran kebanyakan dengan bahasa tutur dimana 1
siswa diasuh 1 guru.

Padepokan, perguruan, pawiyatan, pesantren secara kontinyu telah melaksanakan


pendidikan dan menghasilkan putra terbaik. Sebut saja misalnya Ken Arok, Trunojoyo,
Untung Suropati, Sutowijoyo (Panembahan Senopati). Dalam Kerajaan di Jawa, Sumatera,
Kalimantan, Sulawesi dan lainnya juga terdapat pendidikan yang secara sistematis
diselenggarakan khusus kerabat sentana kraton. Tingkatan pendidikan di keraton misalnya
sasono sunu, sasono putra, sasono putri.

Dari kancah inilah lahir alumni bangsawan-negarawan Sultan Agung


Hanyakrakusuma, Pangeran Diponegoro, Pangeran Antasari, Sultan Hasanuddin, Sultan
Ternate, Pangeran Mangkubumi. Berkat pendidikan tradisi beliau-beliau terbuka mata
batinnya, merdeka pikirannya, merdeka jiwanya dan merdeka tenaganya. Demikian pula apa
yang dialami Ki Hajar Dewantara sejak pendidikan keluarga, sekolah di Puro Pakualaman,
Pondok Pesantren Kalasan dan interaksi dengan elite pemuda Nusantara. Literatur pendidikan
tradisi menghasilkan karya agung berupa serat Pararaton, Negara Kertagama, Sastra gending,
Wulang Reh, Wedotomo.

Ujian Akhir Semester 13


1. Pendidikan sebagai Sosialisasi Kebudayaan
Telah kita ketahui bersama bahwasanya pendidikan lahir seiring dengan keberadaan
manusia, bahkan dalam proses pembentukan masyarakat pendidikan ikut andil untuk
menyumbangkan proses-proses perwujudan pilar-pilar penyangga masya rakat. Dalam hal
ini, kita bisa mengingat salah satu ungkapan para tokoh antropologi seperti Goodenough,
1971; Spradley, 1972; dan Geertz, 1973 mendefinisikan arti kebudayaan di mana kebudayaan
merupakan suatu sistem pengetahuan, gagasan dan ide yang dimiliki oleh suatu kelompok
masyarakat yang berfungsi sebagai landasan pijak dan pedoman bagi masyarakat itu dalam
bersikap dan berperilaku dalam lingkungan alam dan sosial di tempat mereka berada (Sairin ,
2002).

Sebagai sistem pengetahuan dan gagasan, kebudayaan yang dimiliki suatu masyarakat
merupakan kekuatan yang tidak tampak (invisble power), yang mampu menggiring dan
mengarahkan manusia pendukung kebudayaan itu untuk bersikap dan berperilaku sesuai
dengan pengetahuan dan gagasan yang menjadi milik masyarakat tersebut, baik di bidang
ekonomi, sosial, politik, kesenian dan sebagainya. Sebagai suatu sistem, kebudayaan tidak
diperoleh manusia dengan begitu saja secara ascribed, tetapi melalui proses belajar yang
berlangsung tanpa henti, sejak dari manusia itu dilahirkan sampai dengan ajal menjemputnya.

Proses belajar dalam konteks kebudayaan bukan hanya dalam bentuk internalisasi dari system
“pengetahuan” yang diperoleh manusia melalui pewarisan atau transmisi dalam keluarga,
lewat sistem pendidikan formal di sekolah atau lembaga pendidikan formal lainnya,
melainkan juga diperoleh melalui proses belajar dari berinteraksi dengan lingkungan alam
dan sosialnya.

Melalui pewarisan kebudayaan dan internalisasi pada setiap individu, pendidikan


hadir dalam bentuk sosialisasi kebudayaan, berinteraksi dengan nilai-nilai masyarakat
setempat dan memelihara hubungan timbal balik yang menentukan proses-proses perubahan
tatanan sosio-kultur masyarakat dalam rangka mengembangkan kemajuan peradabannya.

Dalam hal ini, pendidikan menjadi instrumen kekuatan social masyarakat untuk
mengembangkan suatu sistem pembinaan anggota masyarakat yang relevan dengan tuntutan
perubahan zaman. Abad globalisasi telah menyajikan nilai-nilai baru, pengertian-pengertian
baru serta perubahan-perubahan di seluruh ruang lingkup kehidupan manusia yang waktu
kedatangannya tidak bisa diduga-duga. Sehingga dunia pendidikan merasa perlu untuk

Ujian Akhir Semester 14


membekali diri dengan perangkat pembelajaran yang dapat memproduk manusia zaman
sesuai dengan atmosfir tuntutan global.

Sebagai salah satu perangkat kebudayaan, pendidikan akan melakukan tugas-tugas


kelembagaan sesuai dengan hukum perkembangan masyarakat. Dari sini dapat kita amati
bersama sebuah alur pembahasan hubungan dialektik antara pendidikan dengan realitas
perkembangan sosial faktual yang saat ini tengah menggejala pada hampir seluruh
masyarakat dunia.

2. Pergulatan Manusia dalam Keanekaragaman Budaya


Semenjak awal dunia telah melakukan penelusuran hakikat asal usul dari manusia.
Seperti mengungkap kotak hitam misteri yang tak pernah ditemukan kunci pembukanya,
pemecahan seluk beluk sejarah manusia telah menyita waktu dan pemikiran yang
menimbulkan penafsiran bermacam-macam. Masing-masing pemikir atau asumsi umum silih
berganti mengajak masyarakat menjadi penganut perspektif tersebut. Diantaranya adalah tiga
asumsi besar yang hadir pada masyarakat awam sebelum jaman pencerahan.

Pertama, ada yang berpendapat bahwa pada dasarnya makhluk manusia memang
diciptakan beraneka macam atau poligenesis; dan menganggap bahwa orang-orang di Eropa
yang berkulit putih merupakan makhluk manusia yang paling baik dan kuat. Oleh karena itu,
kebudayaan yang dimilikinya juga paling sempurna dan paling tinggi. Cara berpikir yang
kedua adalah yang meyakini bahwa sebenarnya makhluk manusia itu hanya pernah
diciptakan sekali saja atau monogenesis; yaitu dari satu makhluk induk dan bahwa semua
makhluk manusia di dunia ini merupakan keturunan Adam.

Sebagian dari mereka yang punya pandangan ini berpendapat bahwa keanekaragaman
makhluk manusia dan kebudayaannya, dari tinggi sampai rendah; sebagai akibat proses
kemunduran yang disebabkan oleh dosa abadi yang pernah dilakukan oleh Nabi Adam.
Sebaliknya, sebagian lain berpendapat bahwa sebenarnya makhluk manusia dan kebudayaan
tidak mengalami proses degenerasi. Akan tetapi apabila pada masa kini terdapat perbedaan,
lebih disebabkan oleh tingkat kemajuan mereka yang berbeda.

Berbagai bidang kajian banyak dilakukan, termasuk upaya untuk meneliti tentang
keanekaragaman makhluk manusia dan kebudayaannya di berbagai tempat di muka bumi.
Beraneka macam kajian anatomi komparatif yang dilakukan, lebih ditekan-kan atas dasar
keanekaragaman ciri-ciri fisik manusia. Selain itu, ada sebagai para ahli filsafat sosial di

Ujian Akhir Semester 15


masa Aufklarung, mulai mengkaji berbagai bentuk-bentuk masyarakat dan tingkah laku
makhluk manusia. Berbagai gejala dan tingkah laku manusia, dicoba untuk dipahami dengan
mendasarkan pada kaidah-kaidah alam. Selama perjalanan waktu yang lama, dengan akal
yang dimilikinya, makhluk manusia semakin memiliki kemampuan menyempurnakan
kebudayaan yang dimilikinya.

Setiap kali mereka berupaya menyempurnakan dirinya, maka akan menyebabkan perubahan
kebudayaannya. Suatu perubahan kebudayaan dapat berasal dari luar lingkungan pendukung
kebudayaan tersebut. Gerak kebudayaan yang telah menimbulkan perubahan dan
perkembangan, akhirnya juga menyebabkan terjadinya pertumbuhan; sementara itu tidak
tertutup kemungkinan hilangnya unsur-unsur kebudayaan lama sebagai akibat ditemukannya
unsur-unsur kebudayaan baru. Sehingga keberadaan pendidikan sangat penting sebagai
mediator dalam dialektika kebudayaan lama dengan kebudayaan baru yang melahirkan
system kebudayaan yang memang berguna untuk masyarakat.

3. Pendidikan sebagai Dasar Pengembangan Masyarakat Baru


Dewasa ini boleh dikatakan pendidikan telah diadopsi oleh semua negara, baik negara
berkembang maupun negara maju, dijadikan sebagai pondasi untuk menghadapi perubahan-
perubahan besar di dalam kehidupan masyarakat dalam millennium ketiga.

Hal ini dapat terbayang di dalam investasi pendidikan dari negara-negara tersebut.
Pendidikan telah dijadikan prioritas utama dan pertama dari banyak negara untuk dijadikan
sebagai pondasi membangun masyarakat yang lebih demokratis, terbuka bagi perubahan-
perubahan global dan menghadapi masyarakat digital. Boleh dikatakan semua negara
memberikan prioritas utama kepada pengembangan pendidikan yang tercermin di dalam
alokasi dana pemerintah. Sejalan dengan arah baru mengenai pendidikan di dalam
pengembangan suatu masyarakat, maka ilmu pendidikan juga mempunyai orientasi baru.

a. Arah Baru Pedagogik


Di dalam perkembangannya, pedagogik terbatas kepada masalah-masalah mikro
pendidikan, seperti perkembangan anak, proses belajar dan pembelajaran, fasilitas
pendidikan, biaya pendidikan, manajemen pendidikan dan sebagainya. Di dalam
perkembangannya dewasa ini, pedagogik ternyata tidak terlepas dari perubahan-
perubahan sosial, politik dan ekonomi. Telah kita lihat, betapa perubahan pola-pola
kehidupan masyarakat manusia dewasa ini yang semakin terbuka. Kehidupan politik
yang semakin didominasi oleh gerakan demokratisasi. Hak-hak asasi manusia

Ujian Akhir Semester 16


semakin menonjol di dalam setiap pemerintahan dan di dalam organisasi-organisasi
dunia. Semuanya mengakui betapa besar peranan pendidikan di
dalam membangun masyarakat dunia baru.
Indonesia telah mulai menunjukkan gejala-gejala yang positif
memprioritaskan pendidikan di dalam proses pembangunan masyarakat Indonesia
baru di dalam APBN dan APBD yang akan datang. Perubahan-perubahan sosial
tersebut di atas telah membawa kepada suatu keperluan untuk memberikan orientasi
baru terhadap pedagogik. Pedagogik bukan sekadar mencermati perkembangan anak
sejak lahir sampai dewasa, atau mengenai proses pendidikan orang dewasa, atau
menyimak mengenai proses belajar dan pembelajaran, tetapi lebih luas daripada itu,
yaitu menempatkan perkembangan dan kehidupan manusia di dalam tetanan
kehidupan global.
Dengan demikian, pedagogik bukan hanya terbatas kepada ilmu mendidik
dalam arti sempit, atau sekadar aplikasi ilmu jiwa pendidikan, tetapi juga membahas
mengenai keberadaan manusia di dalam kebersamaan hidup yang mengglobal bagi
perubahan sosial dan juga bagian dari perubahan ekonomi, bukan hanya perubahan
ekonomi bagi negara-negara maju, tetapi juga ekonomi yang dihadapi oleh
kebanyakan negara berkembang yakni pemberantasan kemiskinan.
Oleh sebab itu, tidak mengherankan apabila investasi di dalam pendidikan dan
pelatihan merupakan agenda paling urgen di dunia dewasa ini. Masalah-masalah
pemberdayaan, partisipasi masyarakat, perencanaan dari bawah, perbaikan gizi,
pengembangan civil society, pengembangan sikap toleransi antarbangsa, antaragama,
antara lapisan kehidupan sosial ekonomi, antaretnis, multicultural education,
merupakan topik-topik hangat di dalam pedagogik arah baru.
b. Pendidikan, Ekonomi, Politik, dan Kebudayaan
Pedagogik orientasi baru tersebut di atas, menunjukkan keterkaitan yang erat
antara pedagogik dengan pertumbuhan ekonomi serta pertumbuhan politik. Demikian
selanjutnya, pedagogik tidak dapat dilepaskan dari kebudayaan di mana pendidikan
itu merupakan bagian dari padanya. Kebudayaan merupakan sarana, bahkan jiwa dari
kohesi sosial dari suatu masyarakat. Tanpa kohesi sosial tidak mungkin lahirnya
proses pendidikan. Oleh sebab itu, pendidikan dan kebudayaan merupakan dua sisi
dari mata uang yang sama. Mengisolasikan pendidikan dari kebudayaan berarti
melihat proses pendidikan di dalam ruang hampa.

Ujian Akhir Semester 17


Pakar-pakar ekonomi juga pakar-pakar kebudayaan dan politik melihat betapa
pendidikan merupakan aspek yang sangat strategis di dalam menyiapkan suatu tata kehidupan
manusia yang baru. Demikianlah kita melihat bagaimana peranan pendidikan di dalam
menata suatu masyarakat baru. Masyarakat baru yang berdasarkan paradigma baru, akan
dapat dipersiapkan melalui proses pendidikan. Tidak berlebihan kiranya apabila pendidikan
dewasa ini, seluruh dunia dianggap sebagai pondasi dari membangun masyarakat dunia baru.

Ujian Akhir Semester 18


2. Bagaimana pandangan saudara tentang peran Pendidikan dalam pembentukan kepribadian?
Mana yang lebih besar pengaruh Pendidikan atau Kebudayaan dalam membentuk
kepribadian tersebut?
Jawaban:

Pendidikan yang merubah karakter.


Sekarang ini di Indonesia sudah menerapkan pendidikan yang berbasis karakter,
dimana para pendidik mengharapkan bisa mengubah karakter siswa dari pelajaran yang
diajarkan. Mungkin saja pendidikan karakter ini efisien digunakan waktu dikelas, tetapi
setelah pelajaran selesai, siswa pun kembali ke karakter aslinya, dengan kata lain, siswa
sesaat berubah karakternya dan kembali lagi ke karakter lainnya, lantas siapa yang musti
disalahkan? sekolah? orang tua? lingkungan? Semua itu ada sangkut pautnya, dimana di
sekolah yang menerapkan pendidikan karakter dituntut untuk membuat siswa yang diajar
setidaknya bisa merubah karakternya menjadi lebih baik, tetapi masih ada dua faktor lain
yang cukuplah penting yaitu pendidikan orang tua dan lingkungan.
Dimana pendidikan karakter ini akan berjalan dengan baik atau dikatakan efisien jika
diimbangin dengan pendidikan karakter dari orang tua dan lingkungan. Jika orang tuanya saja
tidak bisa mendidik anaknya, bagaimana anak tersebut bisa merubah karakternya, terus
lingkungan yang buruk, misal ini adalah lingkungan preman, tentu akan berpengaruh juga
dengan perkembangan karakter anak. Jadi apa yang harus dilakukan agar pendidikan karakter
ini menjadi efisien, orang tua dan lingkungan yang harus mendukung agar pendidikan
karakter ini menjadi efisien dan dapat merubah karakter anak, tetapi memang untuk berhasil
100% perlu proses, tidak instan bisa mengubah karakter anak.
Berbicara masalah karakter, tidak bisa terlepas dari masalah kepribadian seseorang.
Meski keduanya tidak sama, namun dapat membawa seseorang menjadi pribadi yang mulia.
Karakter tidak dapat diwariskan, tidak dapat dibeli, dan tidak bisa ditukar dengan apa pun.
Karakter itu harus dibangun dan dikembangkan setiap insan secara terus-menerus
melalui suatu proses pendidikan yang berkelanjutan. sehingga setiap orang bertanggung
jawab atas karakternya sendiri. Setiap orang mempunyai kontrol terhadap karakternya.
Artinya, seseorang tidak dapat menyalahkan orang lain atas baik-buruknya karakter yang
dimilikinya, karena tugas dan tanggung jawab membangun atau mengembangkan karakter
adalah tanggung jawab personal.

Ujian Akhir Semester 19


Kepribadian seseorang bukan karakter, karena setiap orang mempunyai kepribadian
yang berbeda-beda. Setiap kepribadian itu memiliki kelemahan dan kelebihan satu sama lain,
sehingga setiap manusia yang belajar melalui proses pendidikan untuk mengatasi dan
memperbaiki kelemahannya akan memunculkan kebiasaan positif yang baru. Inilah yang
disebut dengan karakter. Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, adab, atau ciri kepribadian
seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai nilai kebajikan (virtues) yang
diyakini dan digunakan sebagai landasan berpikir, bersikap, dan bertindak. Oleh karena itu,
pendidikan karakter memiliki peran penting dalam mebangun dan mengembangkan
kepribadian siswa menjadi lebih baik atau berakhlakul karimah.
Menurut Fasli Jalal, pendidikan karakter yang diterapkan di sekolah lebih
menekankan aspek kejujuran, kerja keras, menghargai perbedaan, kerja sama, toleransi dan
disiplin (Kompas, 12/02/2013). Pendidikan karakter merupakan pemberian pandangan
terhadap berbagai hal mengenai nilai-nilai hidup, seperti kejujuran, kepedulian, tolong
menolong dan lain-lainnya. Maka, sesuai dengan wacana Kurikulum 2013 berupaya
mengintegrasikan nilai-nilai karakter pada semua pelajaran di sekolah. Setiap guru mata
pelajaran harus mampu memberikan pesan moral dari masing-masing materi yang
disampaikan kepada siswa, tidak terkecuali mata pelajaran matematika, biologi, kimia, fisika.
Semuanya harus mampu membawa siswa kepada pesan moral yang sebelumnya hanya
diperoleh dari pelajaran agama dan budi pekerti.
Di samping itu, pendidikan atau mendidik tidak hanya sebatas mentransfer ilmu dari
pendidik kepada peserta didik, tetapi yang terutama adalah mengubah atau membentuk
karakter dan watak seseorang agar menjadi lebih baik, lebih sopan dalam tataran etika
maupun estetika dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan saat ini lebih mengedepankan
akademiknya dan mengesampingkan pendidikan moral yang membentuk karakter seseorang.
Yang terjadi sekarang, banyak perilaku anak didik yang kurang bisa menempatkan diri dalam
bersikap maupun bertutur kata. Lebih ironis lagi, mereka bahkan tidak mau menghormati
orangtua, baik guru maupun sesama. Itulah mengapa pendidikan karakter sekarang ini banyak
digencarkan. Tujuannya, memperbaiki, bahkan menanggulangi, merosotnya moral generasi
muda sebagai penerus bangsa.
Pendidikan merupakan proses membantu generasi muda untuk menjadi manusia yang
utuh dan penuh, menyangkut semua aspek kehidupan manusia seperti kognitif, afektif, sosial,
moral, emosi, estetika, agama, kepribadian dan fisik (Paul Suparno, 2008). Semua aspek itu
perlu dikembangkan melalui pendidikan karakter. Sebenarnya pendidikan dari dulu selalu
menyertakan pendidikan karakter. Guru dalam mengajar juga menanamkan daya juang,
Ujian Akhir Semester 20
mengajar siswa untuk menghargai orang lain, melatih kejujuran, kedisiplinan, dan lain-lain.
Namun, akhir-akhir ini sekolah formal agaknya terlalu menekankan segi kognitif, sehingga
mengesampingkan pendidikan nilai.
Sekarang, pendidikan karakter semakin penting dan mendesak karena berbagai
macam situasi yang melanda bangsa ini, seperti pengaruh globalisasi (konsumerisme,
narkoba), merosonya moral (konflik antarsuku, agama, ras), pasar bebas, sempitnya lapangan
kerja, kepekaan sosial berkurang dan individualisme. Pendidikan moral menjadi sangat
penting dilaksanakan, walaupun dianggap di luar tujuan pendidikan saat kecerdasan
merupakan ukuran keberhasilan seseorang. Kepintaran dan kecerdasan intelektual saja tidak
cukup tanpa dilandasi nilai moral. Ketiadaan nilai moral itulah yang menyebabkan terjadinya
berbagai kekacauan. Idealnya, pendidikan karakter diajarkan secara sinergis lewat semua
pelajaran, melalui orangtua, media dan masyarakat. Tanpa adanya kerja sama dengan semua
pihak, maka akan sulit mendapatkan hasil yang memuaskan.
Kendala yang Dihadapi
Memang disadari bahwa dalam mempraktikkan tuntutan yang telah diwajibkan
pemerintah kepada sekolah agar semua guru dapat memberikan pesan moral pada semua
mata pelajaran memiliki banyak kendala. Salah satunya, tidak semua pelajaran bisa
ditanamkan nilai-nilai karakter. Sebut saja pelajaran kimia.
Katakanlah matematika masih bisa dikaitkan dengan nilai karakter, karena
matematika mengajarkan anak untuk berpikir kreatif, logis, sistematis, dan kejujuran.
Bagaimana dengan pelajaran yang lain. Apakah semua pelajaran dapat memberikan pesan
moral? Tentunya wacana integrasi karakter bangsa pada setiap pelajaran perlu dilakukan
kajian yang mendalam terhadap aspek materi yang dikandung pada masing-masing pelajaran.
Di samping itu, ketersediaan buku paket yang mempunyai pesan moral pada masing-
masing materi masih terbatas. Kemampuan interpretasi guru terhadap nilai-nilai karakter
yang dikaitkan pada tiap-tiap materi antara guru A dengan guru B, bisa berbeda-beda dan
belum ada contoh nyata sehingga cenderung multitafsir. Hal ini sesuai yang dikatakan oleh
Muchlas Samani,"Kesulitan penerapan pola pendidikan karakter karena belum adanya contoh
yang nyata dari para pengajarnya.”
Oleh karena itu, ada beberapa alternatif yang dapat dilakukan dalam rangka
memperkuat kembali karakter dalam pendidikan.
1. Melibatkan pihak keluarga dalam hal ini orangtua untuk turut serta dalam
mengawasi anak.

Ujian Akhir Semester 21


2. Perlu adanya pengkajian yang komprehensif tentang nilai-nilai karakter yang
dikandung pada setiap materi pelajaran.
3. Melibatkan perguruan tinggi untuk melakukan kajian terhadap materi-materi yang
bisa dikaitkan dengan pesan moral, sehingga multitafsir antara guru A dengan
guru B dapat diminimalisir.
4. Memperbanyak buku-buku teks pelajaran yang bermuatan nilai-nilai agama.

Menurut KI HAJAR DEWANTARA (bapak pendidikan nasional indonesia (1889-


1959) menjelaskan tentang pengertian pendidikan yaitu pendidikan umumnya berarti daya
upaya untuk memajukan budi pekerti (karakter,kekuatan,batin) pikiran ( intellect) jasmani
anak-anak selaras dengan alam dan masyarakat, dimana Pendidikan adalah proses
pembelajaran kepribadian yg mana ada peranan yang sangat penting (guru) bila mana ia
berada di dalam linkungan sekolah, disitulah terjadi proses bimbingan yang mana diberikan
oleh pendidik kepada peserta didik,agar dapat memperbaiki karakter peserta didik tersebut
agar bisa bersikap kritis dan tidak keluar dari norma – norma yang berlaku, disitulah terjadi
proses pembentukan kepribadian yang mana pribadi yang baik yang mana bisa
menyelasaikan suatu masalah dengan pemikiran yang positif agar bisa menghasilkan sesuatu
yang positif yang bisa bermanfaat bagi masyarakat indonesia yang kita cintai ini .

Pendidikan sebagai usaha manusia untuk membina, kepribadian sesuai dengan nilai –
nilai di dalam masyarakat hendaknya dilaksakan seumur hidup dan secara terpadu baik
didalam keluarga,sekolah,maupun masyarakat agar tujuannya tercapai. Ketiga – tiganya harus
seiring dan sejalan tidak bisa hanya ditumpukan pada salah satunya, pendidikan adalah upaya
membentuk suatu lingkungan untuk anak, yang dapat merangsang perkembangan potensi –
potensi yang dimiliki dan akan membawa perubahan yang dilebihkan dalam kebiasaan dan
sikapnya, jadi anak dibantu oleh guru,orangtua, dan orang yang lebih dewasa lainnya. Untuk
memanfaatkan potensi yang dibawa dalam mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang
diinginkan dalam upaya kepribadian yang luhur. Demikian oleh karena itu peserta didik
adalah subjek atau pribadi yang otonom, yang ingin diakui keberadaannya.

Ujian Akhir Semester 22


3. Pendidikan dan nilai-nilai budaya antara Negara yang satu dengan Negara lain menunjukan
perbedaan. Jelaskan dan bandingkanlah pendidikan antara Negara Indonesia, Amerika dan
Jepang
Jawaban

A. Nilai-Nilai Kebudayaan
E. B. Taylor (1871) dalam bukunya Primitive Culture mendefenisikan kebudayaan
sebagai keseluruhan yang mencakup pengetahuan, kepercayaan seni, moral, hukum, adat
serta kemampuan dan kebiasaan lainnya yang diperoleh manusia sebagai anggota
masyarakat. Secara lebih terperinci, Kuntiaraningrat (1974) membagi kebudayaan menjadi
unsur-unsur yang terdiri dari sistem religi dan upacara keagamaan, sistem dan organisasi
kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian serta
sistem teknologi dan peralatan. Sedangkan menurut Astrley Montagu (1961), suatu
kebudayaan akan mencerminkan tanggapan manusia terhadap kebutuhan dasar hidupnya.
Karena dengan kebutuhan hidup inilah yang mendorong manusia untuk melahrkan
berbagai tindakan untuk menenuhi kebutuhan tersebut.

Kebudayaan merupakan sebuah konsep yang menyatu dalam kehidupan manusia


dan merupakan seperangkat sistem pengetahuan atau gagasan yang berfungsi menjadi blue
print bagi sikap dan perilaku manusia sebagai warga kesatuan sosialnya. Paul DiMaggio
(1994) manyatakan bahwa aspek budaya terdiri dari dua bentuk, yaitu: (1) budaya yang
bersifat konstitutif (berupa kategori-kategori, skrip/naskah, konsepsi tentang agen,
gagasan), (2) budaya yang bersifat regulatif (berupa norma, nilai, rutinitas). Misalnya,
budaya dapat mempengaruhi perilaku ekonomi dengan pengaruh bagaimana pelaku-pelaku
mendefenisikan kepentingannya, termasuk aspek konstitutif, dan jika dengan hambatan
ada pada usaha mereka terhadap kepentingan mereka.

Nilai-nilai budaya adalah jiwa dari kebudayaan dan menjadi dasar dari segenap
wujud kebudayaan dalam bentuk tata hidup yang merupakan kegiatan manusia. Tata hidup
merupakan pencerminan yang konkret dari nilai budaya yang bersifat abstrak, yaitu: (1)
kegiatan manusia dapat ditangkap oleh panca indera sedangkan nilai budaya hanya
tertangguk oleh budi manusia, (2) nilai budaya dan tata hidup manusia ditopang oleh
perwujudan kebudayaan, dan (3) sarana kebudayaan yang bersifat fisik yang merupakan
produk dari kebudayaan atau alat yang memberikan kemudahan dalam berkehidupan.

Ujian Akhir Semester 23


Menurut Usman (2003) komponen-komponen budaya terdiri dari: (1) pranata
sosial atau lembaga-lembaga kemasyarakatan yang tumbuh dikalangan masyarakat, (2)
adat istiadat dan pola kebiasaan yang berlaku, (3) proses sosial (kerjasama, akomodasi,
konflik) di kalangan masyarakat, (4) akulturasi, asimilasi dan integrasi dari berbagai
kelompok masyarakat, (5) kelompok dan organisasi sosial, (6) pelapisan (strata) sosial di
kalangan masyarakat, serta (7) sikap dan persepsi masyarakat terhadap program dan
kegiatan. Dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai budaya merupakan dasar bagi tatanan
kebidupan masyarakat. Artinya, dalam aspek kehidupan apapun, maka nilai-nilai budaya
merupakan acuan untuk bertindak terutama dalam masalah pendidikan.

B. Negara dan Nasionalisme


Negara dan nasionalisme adalah kesatuan seperti tubuh dan jiwa. Negara adalah
perwujudan nasionalisme, dan eksistensi negara hanya mungkin jika nasionalisme subur
dalam pribadi warga negara. Negara sebagai lembaga nasional adalah organisasi untuk
mewujudka seluruh cita-cita nasional, yang meliputi sosial, politik, ekonomi, pertahanan-
keamanan, kebudayaan dan pendidikan. Tetapi untuk menjamin eksistensi bangsa secara
kontinyu, juga demi identitas nasional dan cita-cita nasional, maka pendidikan adalah
lembaga yang paling efektif. Untuk itu negara mengatur pelaksanaan sistem pendidikan
nasional setiap bangsa.

Negara menurut struktur terdiri dari beberapa unsur, yaitu: ada rakyat yang
merupakan kesatuan sebagai bangsa atau sebagai warga, ada wilayah atau teritorial (tanah
air), ada pemerintahan yang melaksanakan kedaulatan atas nama rakyat (kekuasaan yang
berdaulat), dan ada dasar serta tujuan negara (filsafat negara). Berdasarkan cita-cita yang
menjadi dasar terbentuknya suatu negara, terdapat tiga teori yang mendukung lahirnya
suatu negara, antara lain.

1. Teori atomisme yang melahirkan negara-negara demokrasi liberal (AS, Kanada).


2. Teori organisme yang melahirkan negara sistem totaliter dan diktator (Rusia,
China)
3. Teori integralitik dengan sistem demokrasi yang seimbang antara hak dan
kewajiban individu di satu pihak dengan hak, wewenang dan kekuasaan negara di
pihak lain.
Berpangkal dari perbedaan sistem negara yang ada tersebut, maka sistem
pendidikan yang merupakan salah satu proses pembinaan manusia warga suatu negara juga

Ujian Akhir Semester 24


mengalami perbedaan di setiap negara yang ada. Hal ini terjadi karena tuntutan akann cita-
cita dari setiap negara yang ada di dunia.

C. Hubungan Negara dan Pendidikan (warga negara)

Terdapat tiga aspek penting yang perlu mendapat sorotan dalam sistem pendidikan
suatu negara. Pertama adalah negara, yang menempati posisi sebagai regulator dalam
kehidupan berbangsa. Kedua adalah warga, yang menempati posisi sebagai pendukung
sustainabilitas pembangunan bangsa. Dengan berbagai karakteristik, kapabilitas dan
kepentingan (intest) yang dimiliki, warga negara menjadi modal dasar dalam
pembangunan bangsa. Ketiga adalah pendidikan itu sendiri sebagai instrumen
pembangunan bagi suatu bangsa untuk membangun kehidupan yang lebih baik yang
berbudaya dan beradab.

Secara ontologis, relasi negara dan warga negaranya merupakan kajian dari disiplin
ilmu politik dan ilmu administrasi negara. Salah satu teori negara yang umum adalah teori
hukum alam dari Thomas Hobbes atau/dan John Locke. Menurut teori hukum alam, bahwa
negara itu lahir karena adanya kesepakatan dari masing-masing individu, atau kelompok,
atau suku untuk membentuk suatu organisasi besar yang mengurusi kepentingan-
kepentingan bersama. Masing masing individu, dan kelompok, dan suku tersebut akan
menyerahkan sebahagian dari hak-hak dan kewenangannya (dibidang ekonomi,
pendidikan dan kebudayaan) kepada organisasi besar tersebut, dan sebagai
kompensasinya, maka individu, keluarga, kelompok, atau suku tersebut mendapat
perlindungan dari negara atau organisasi tersebut. Penyerahan sebahagian hak di bidang
pendidikan dan kebudayaan, membawa implikasi bahwa warga mesti patuh pada aturan
bersama (kontrak yang telah disepakati), dalam ikhtiarnya untuk belajar, mengembangkan
dan memajukan dirinya.

Dalam kehidupan modern sekarang, eksistensi negara telah menjadi fakta yang ada
di berbagai belahan bumi dengan berbagai macam bentuk kontrak atau hukum yang
mengatur warganya. Setiap orang sejak lahir dan selama hidupnya, telah membagi dan
menyerahkan sebagian hak dan hajatnya di bidang pendidikan (dan tidak hanya terbatas
pada urusan pendidikan) kepada negara. Dan pada sudut pandang lain, bahwa negara
secara an-sich telah menjadi suatu entitas yang bertanggung jawab dan memegang
wewenang untuk menyelenggarakan pendidikan kepada warganya dalam rangka
memenuhi hajat warganya di bidang pendidikan.
Ujian Akhir Semester 25
Beberapa alasan filosofis, mengapa negara mesti mengurusi urusan pendidikan
warganya, adalah sebagai berikut: Pertama, warga-negara, sebagian atau seluruhnya,
belum atau tidak dapat menyelenggarakan urusan pendidikan secara layak dan memadai.
Dalam konteks ini, negara diasumsikan sebagai organisasi yang besar dan kuat sehingga
mempunyai sumberdaya yang diperlukan bagi terselenggaranya pendidikan yang layak dan
memadai. Disisi lain, warga negara diasumsikan sebagai tidak berdaya karena sebab-sebab
tertentu. Contoh dari kondisi seperti ini adalah pada negara yang baru melepaskan diri dari
jajahan bangsa lain, sehingga kondisi ekonomi rakyatnya berada pada garis kemiskinan.
Dalam kondisi seperti ini, negara menyediakan pendidikan kepada seluruh rakyatnya
secara merata.

Kedua, warga-negara, sebagian atau seluruhnya, belum atau tidak mempunyai


kesadaran akan pentingnya pendidikan untuk dapat hidup dan berkompetisi di alam global
seperti sekarang. Pada alasan kedua, negara diasumsikan sebagai suatu organisasi yang
dilengkapi dengan pengurus (eksekutif) yang cerdas dan unggul. Pengurus (eksekutif) ini
bertugas memobilisir warganya atau anggotanya melalui serangkaian gerakan penyadaran
untuk mengikuti pendidikan. Contoh dari kondisi seperti ini adalah pada negara-negara
berkembang. Negara perlu mengkampanyekan pentingnya pendidikan dan pembebasan
buta huruf/aksara (illiteracy) bagi warganya.

Alasan Ketiga adalah, bahwa negara memerlukan warga-negara yang berkualitas


(Human Resources) dalam rangka mempertahankan eksistensinya dan merealisasi
tujuannya. Negara memandang warganya sebagai sumber daya potensial yang mesti
dikembangkan dalam rangka meningkatkan posisi, harkat, dan martabat negara di tengah
pergaulan internasional. Warga negara yang kuat, berani, ulet dan terampil, dan kreatif
sangat diperlukan dalam rangka menghadapi pesaing-pesaing dari negara lain. Dalam hal
seperti ini, maka negara dapat saja mewajibkan warganya untuk mengikuti pendidikan
dalam rangka menciptakan SDM yang unggul dan berkualitas. Pendidikan menjadi hal
wajib bagi setiap warga-negaranya. Contoh dari kondisi ini adalah pada negara maju dan
negara berkembang. Negara menyediakan berbagai fasilitas dan infrastruktur untuk
mendukung terciptanya SDM yang berkualitas sebagai human capital dalam
pembangunan. Pendidikan ini jugalah nanti yang akan menentukan bagaimana
perkembangan dan prospek kamajuan suatu negara, dengan kata lain kemajuan suatu
negara dapat diukur dari kemajuan pendidikan setiap warga negaranya.

Ujian Akhir Semester 26


Pada negara maju dan berkembang (termasuk Indonesia), keberadaan institusi di luar
negara seperti paguyuban, organisasi, dan kelompok-kelompok yang terikat oleh
persamaan kepentingan sosial, ekonomi, dan budaya tumbuh dan berkembang seiring
dengan meningkatnya kesejahteraan dan kecerdasan masyarakat. Perannya sangat
signifikan dalam membantu negara menyelesaikan masalah pembangunan. Dalam banyak
hal kelompok ini menjadi sparing partner pemerintah dalam pembangunan. Dalam ilmu
politik kelompok tersebut dikenal dengan istilah masyarakat warga, masyarakat sipil, atau
masyarakat madani. Lembaga-lembaga tersebut mempunyai kemampuan dan sumberdaya
untuk melaksanakan kegiatan ekonomi, sosial dan pendidikan. Mereka membangun
fasilitas dan infrastruktur ekonomi dan budaya dengan kemampuan yang dimilikinya. Hal
ini melahirkan titik singgung antara masyarakat sipil dengan negara, dan antara
masyarakat sipil dengan masyarakat sipil lainnya dalam urusan publik.

D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sistem Pendidikan Suatu Negara

Frederich harbison dan Charles A Myers dalam bukunya yang berjudul “education
Manpower and Economic Growth Stategis of Human Resource Development”
mengemukakan beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi sistem pendidikan adalah
sebagai berikut:

1. Factor Historis
Menurut harbison dan mayer, faktor sejarah pertumbuhan masyarakat
ditentukan oleh tiga hal yang saling berkaitan, yaitu pendidikan, kemampuan manusia
dan pertumbuhan ekonomi. Atas pembagian di atas, harbison dan mayer membagi
negara-negara di dunia ini menjadi empat tingkat pertumbuhan sebagai berikut:

a. Negara yang belum berkembang


b. Negara-negara yang sebagian bidang kehidupannya telah mengalami kemajuan
c. Negara-negara yang sedang mengalami setengah kemajuan, seperti Argentina,
Mesir, Mexico, India, Arab Saudi, Indonesia, dan Afrika Selatan.
d. Negara-negara yang telah mengalami kemajuan, seperti Jepang, Singapura, Inggris,
Amerika Serikat, China, Jerman, Perancis, Kanada, Australia, dan Selandia Baru.
2. Faktor Geografis
Manusia atau bangsa hidup di suatu lingkungan alam tertentu yang berbeda-
beda situasi dan kondisi alamiahnya. Maka berbeda pula tuntutan hidup akibat
pengaruh faktor geografis, dan itu juga mempengaruhi sistem pendidikan yang
Ujian Akhir Semester 27
diperlukan di negara-negara yang bersangkutan. Pengaruh tersebur terlihat dari dua
aspek yaitu:

a. Aspek klimatologis atau iklim


b. Aspek lingkungan alam dan sumber kekayaan yang terkandung di dalamnya
Nicholas hans membedakan adanya tiga kelompok Negara yang berbeda iklimnya
yaitu:
a. Negara-negara belahan bumi bagian utara yang beriklim dingin
b. Negara-negara di sekitar laut tengah yang beriklim sedang
c. Negara-negara yang terletak di khatulistiwa (garis equator) atau yang berdekatan
dengannya yang beriklim panas.
3. Faktor Kehidupan Ekonomi
Faktor ekonomi sangat erat kaitannya dengan faktor geografis, karena
pembangunan ekomoni suatu negara bergantung pada faktor geografis, oleh karena
faktor geografis mengandung sumber kekuatan baik yang berupa modal materil
maupun modal dasar mental spiritual penduduknya.

Sesungguhnya pembangunan di bidang ekonomi merupakan refleksi dari


kombinasi antara sumber kemampuan manusia alam sekitar dan sistem
kemasyarakatan serta kebudayaannya. Kombinasi dari ketiga unsur ini sangat
bertumpu pada faktor geografis dimana proses kehidupan sehari-hari manusia berada
dalam lingkupnya.

4. Politik Negara
Antara ekonomi dan politik hampir tak dapat dipisahkan, karena pembangunan
ekonomi memerlukan politik yang stabil, sedangkan stabilitas politik juga memerlukan
stabilitas ekonomi, satu sama lain saling mempengaruhi dan saling memperkokoh.
Bilamana dalam suatu negara kehidupan politiknya sedang kacau, mustahil dapat
diciptakan suatu keseimbangan yang serasi di dalam sistem pendidikan. Politik negara
merupakan kompas yang harus dijadikan pedoman dalam langkah-langkah
pengelolaanya.

5. Faktor Kehidupan Agama


Agama yang dipeluk oleh rakyat suatu negara menduduki tempat penting dalam sistem
kehidupan masyarakat. Mengingat peranan dan pengaruh agama dalam kehidupan
masyarakat di suatu negara, maka jika dikaitkan dengan sistem pendidikan yang
Ujian Akhir Semester 28
dikembangkan dalam suatu masyarakat, dapat menimbulkan dampak seperti, di negara
yang menindas kehidupan beragama secara mutlak menguasai sistem pendidikan.

6. Faktor Kesukuan
Pengaruh kesukuan di beberapa negara terhadap sistem pendidikan menyebabkan
timbulnya pemisahan dan perpecahan kehidupan masyarakat atau bangsa kedalam
golongan-golongan yang saling berkonfrontasi antara satu sama lain. Di beberapa
negara seperti Amerika perbedaan warna kulit menyebabkan pemisahan sistem
pendidikan yang dapat menimbulkan sentiment rasialis.

7. Tingkat Kemajuan Peradaban


Setiap negara atau bangsa di dunia ini memiliki kemampuan yang berbeda dalam
membangun dirinya sendiri untuk mencapai tingkat kemajuan peradaban bangsa itu
sendiri. Namun ada tiga faktor utama yang menjadi modal dasar kemajuan itu yaitu:

a. Kemampuan manusia sendiri


b. Tingkat pendidikan
c. Pertumbuhan sistem kelembagaan masyarakat.
E. Perbandingan Pendidikan beberapa Negara

Dibawah ini menjelaskan bagaimana sistem pendidikan yang ada di setiap negara,
khusunya negara-negara maju dan berkembang.

1. Pendidikan di Indonesia
Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia bertujuan mencerdaskan kehidupan
bangsa dan mengembangkan manusia lndonesia seutuhnya, yaitu manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur,
memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian
yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

a. Karakteristik Sistem Pendidikan Nasional Indonesia

Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 sebagai induk peraturan perundang-undangan


pendidikan yang mengatur pendidikan pada umumnya. Segala sesuatu yang berkaitan
dengan pendidikan mulai dari prasekolah sampai dengan pendidikan tinggi. Pada pasal 1
ayat 2 UU Sisdiknas berbunyi: “Pendidikan Nasional adalah pendidikan yang berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayan nasional

Ujian Akhir Semester 29


Indonesia, dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman”. Ini berarti bahwa teori-teori
dan praktik-praktik pendidikan yang diterapkan di Indonesia, haruslah berakar pada
kebudayaan Indonesia dan agama. Dalam buku Pengantar Pendidikan, Redja
Mudyahardjo (hal.191) membagi empat bagian. Karakteristik Pendidikan
Nasional Indonesia, yaitu:

1) Karakteristik sosial budaya


Sistem Pendidikan Nasional Indonesia berakar pada kebudayan bangsa
Indonesia yaitu kebudayan yang timbul sebagai usaha budi daya rakyat Indonesia yang
berbentuk kebudayaan lama dan asli, kebudayaan baru yang dikembangkan menuju ke
arah kemajuan adab, budaya, dan persatuan dengan tidak menolak kebudayaan asing
yang dapat mengembangkan dan memperkaya kebudayaan sendiri serta mempertinggi
derajat kemanusiaan bangsa Indonesia.

Sistem Pendidikan Nasonal Indonesia berakar pada Bhineka TunggaL Ika yang harus
menyerap dan mengembangkan karakteristik geografi, demografis, sosial budaya,
sosial politik, dan sosial ekonomi daerah-daerah di seluruh wilayah Indonesia.

2) Karakteristik dasar dan fungsi


Dasar yuridis formal dari sistem pendidikan nasional Indonesia yang bersifat
idiil adalah pancasila sebagai dasar negara seperti yang tercantum dalam pembukaan
UUD 1945 dan yang bersifat regulasi/mengatur bersumber pada pasal 31 ayat (1) dan
(2) UUD 1945.

Pasal 31 ayat 2 berbunyi “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan
pemerintah wajib membiayainya.” Ayat ini secara khusus berbicara tentang pendidikan
dasar 9 tahun (tingkat SD dan SLTP), bahwa target yang dikehendaki adalah warga
negara yang berpendidikan minimal setingkat SLTP.

3) Karakteristik tujuan
Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dalam segala
sektor, politik, ekonomi, keamanan, kesehatan dan sebagainya. Yang makin menjadi
kuat dan berkembang dalam memberikan keadilan dan kemakmuran bagi setiap warga
negara dan negara sehingga mampu menghadapi gejolak apapun.

Tujuan yang kedua adalah mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya yaitu


manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan YME dan berbudi luhur.
Ujian Akhir Semester 30
Memiliki pengetahuan dan keterampilan. Memiliki kesehatan jasmani dan rohani.
Memiliki kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebanggaan.

4) Karakteristik Kesisteman (sistemik)


Pendidikan Nasional merupakan satu keseluruhan kegiatan dan satuan
pendidikan yang dirancang dilaksanakan dan dikembangkan untuk ikut berusaha
mencapai tujuan nasional. Pendidikan nasional mempunyai tugas utama agar tiap-tiap
warga negara berhak mendapatkan pengajaran (Pasal 31 UUD 1945). Untuk membuka
kesempatan yang seluas-luasnya lewat jalur pendidikan sekolah dan luar sekolah yang
menganut asas pendidikan seumur hidup.

Pendidikan Nasional mengatur bahwa jalur pendidikan sekolah terdiri atas tiga jalur
utama yakni pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
Kurikulum, peserta didik, dan tenaga kependidikan tidak dapat dipisahkan dalam
kegiatan belajar mengajar.

Undang-undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional


memuat penjelasan tentang satuan pendidikan, jalur pendidikan, jenis pendidikan, dan
jenjang pendidikan yang secara satu persatu akan di jelaskan.

1) Satuan Pendidikan
Satuan pendidikan (sekolah atau luar sekolah) menyelenggarakan kegiatan belajar-
mengajar yang dilaksanakan di sekolah atau di luar sekolah.

2) Jalur Pendidikan
Penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan melalui dua jalur yaitu jalur pendidikan
sekolah dan luar sekolah. Jalur pendidikan sekolah merupakan pendidikan yang
diselenggarakan di sekolah melalui kegiatan belajar mengajar secara berjenjang dan
berkesinambungan. Jalur pendidikan luar sekolah merupakan pendidikan yang
diselenggarakan di luar sekolah melalui kegiatan belajar-mengajar yang tidak harus
berjenjang dan berkesinambungan. Pendidikan keluarga merupakan bagian dari jalur
pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan dalam keluarga yang memberikan
keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral dan keterampilan.

Ujian Akhir Semester 31


3) Jenis Pendidikan
Sistem pendidikan nasional terdiri dari tujuh jenis pendidikan yaitu pendidikan umum,
pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan
keagamaan, pendidikan akademik, dan pendidikan profesional. Pendidikan umum
merupakan pendidikan yang mengutamakan perluasan pengetahuan dan peningkatan
keterampilan peserta didik dengan pengkhususan yang diwujudkan pada tingkat-
tingkat akhir masa pendidikan. Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan yang
mempersiapkan peserta didik untuk dapat bekerja dalam bidang tertentu. Pendidikan
luar biasa merupakan pendidikan yang khusus diselenggarakan untuk peserta didik
yang menyandang kelainan fisik dan/atau mental.

Pendidikan kedinasan merupakan pendidikan yang berusaha meningkatkan


kemampuan dalam pelaksanaan tugas kedinasan untuk pegawai atau calon pegawai
suatu Departemen atau Lembaga Pemerintah Nondepartemen. Pendidikan keagamaan
merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan
peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan khusus tentang ajaran agama yang
bersangkutan. Pendidikan akademik merupakan pendidikan yang diarahkan terutama
pada penguasaan IPTEK. Pendidikan profesional merupakan pendidikan yang
diarahkan terutama pada kesiapan penerapan keahlian tertentu.

4) Jenjang Pendidikan
Jenjang pendidikan yang termasuk jalur pendidikan sekolah terdiri atas: Pendidikan
Dasar; Pendidikan Menengah; dan Pendidikan Tinggi. Selain jenjang pendidikan di
atas, diselenggarakan pendidikan prasekolah. Jenjang pendidikan yang termasuk jalur
pendidikan luar sekolah adalah pendidikan yang diselenggarakan di luar sekolah baik
di lembaga pemerintah, nonpemerintah, maupun sektor swasta dan masyarakat.

Pendidikan prasekolah adalah pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan


perkembangan jasmani dan rohani anak didik di luar dilingkungan keluarga sebelum
memasuki pendidikan dasar, yang diselenggarakan di jalur pendidikan sekolah atau di
jalur pendidikan luar sekolah. Pendidikan prasekolah antara lain meliputi pendidikan
Taman Kanak-kanak, terdapat di jalur sekolah, dan Kelompok Bermain, serta Penitipan
Anak di jalur luar sekolah. Taman Kanak-kanak diperuntukan anak usia 5 dan 6 tahun
untuk satu atau dua tahun pendidikan, sementara kelompok bermain atau penitipan
anak diperuntukan anak paling sedikit berusia tiga tahun.

Ujian Akhir Semester 32


Jenis pendidikan luar sekolah terdiri atas pendidikan umum, pendidikan keagamaan,
pendidikan jabatan kerja, pendidikan kedinasan, dan pendidikan kejuruan. Pendidikan
luar sekolah dapat meliputi kursus-kursus, kelompok belajar seperti Paket A, Paket B,
Paket C dan Kejar Usaha dan kegiatan lainnya seperti magang

2. Pendidikan di Australia
Australia tidak dapat menahan masuknya orang Asia sehingga dia tidak dapat menutup
ekonominya bagi bangsa-bangsa Asia dan Pasifik, karena karena imigran dari kedua benua
itu masuk dengan jumlah dan waktu yang sangat cepat. Akibatnya, Australia mengubah
kebijakannya dari White Australia Policy ke multicultural policy. Dampak dari perubahan
kebijakan itu membuat orang Aborigin meningkatkan kepercayaan dirinya.

Pelaksanaan Pendidikan Multikultural dapat dibedakan tiga fase perkembangan yaitu


dari politik pasif ke arah asimilasi aktif (1945-1972), pendidikan untuk kaum migran
bersifat pasif. Artinya anak kaum imigran menyesuaikan diri dengan sistem pendidikan
yang ada. Karena ada kesulitan dalam penggunaan bahasa Inggris bagi anak imigran
diberikanlah bantuan laboratorium bahasa. Hingga tahun 1970-ankurikulum masih terpusat
hingga menyulitkan di dalam menyesuaikan dengan kebutuhan multietnis Australia.
Tujuan Pendidikan Multikultural adalah :

a. Pengertian dan menghargai bahwa Australia pada hakekatnya adalah masyarakat


multibudaya di dalam sejarah, baik sebelum maupun sesudah kolonisasi bangsa
Eropa.

b. Menemukan kesadaran dan kontribusi dari berbagai latar kebudayaan untuk


membangun Australia.
c. Pengertian antar budaya melalui kajian-kajian tentang tingkah laku, kepercayaan,
nilai-nilai yang berkaitan dengan multikulturalisme.
d. Tingkah laku yang memperkuat keselarasan antar etnis.
e. Memperluas kesadaran akan penerimaannya sebagai seseorang yang mempunyai
identitas nasional Australia tetapi juga akan identitas yang spesifik di dalam
masyarakat multi budaya Australia.
a. Jenjang Pendidikan Formal
Rentang persekolahan (spend of schooling) di berbagai negara bagian dan
wilayah terdapat persamaan dan sekaligus perbedaan, baik dari segi penamaan maupun
penjejangannya. Rentang persekolahan di Australia yakni mulai dari TK
Ujian Akhir Semester 33
(Kindergarten) sampai ke tahun ke-12 (pendidikan menengah), dilanjutkan ke
pendidikan tinggi. Nama-nama jenjang persekolahan di Australia adalah Taman
Kanak-kanak (Kindergarten) atau Prasekolah, Sekolah Dasar (Primary School), dan
Sekolah Menengah (Junior Secondary School dan Senior High School).

Pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah terdapat perbedaan lama


pendidikan dari masing-masing negara bagian dan wilayah daratan, ada yang
pendidikan dasarnya 6 tahun dan pendidikan menengah juga 6 tahun, serta ada yang
pendidikan dasarnya 7 tahun dan pendidikan menengahnya 5 tahun. Ini dikarenakan
berdasarkan Konstitusi Australia, pendidikan adalah tanggung jawab negara bagian.
Pada setiap negara bagian, seorang Menteri Pendidikan dengan sebuah departemen
pendidikan melaksanakan pendidikan dasar dan menengah, dan adakalanya juga
pendidikan prasekolah pada daerah itu. Sehingga masing-masing negara bagian dan
wilayah daratan mempunyai otoritas sendiri dalam pelaksanaan pendidikannya.

Untuk negara bagian dan wilayah daratan New South Wales, Victoria,
Tasmania dan Australian Capital Territory, jenjang pendidikan dasar 6 tahun dan dan
pendidikan menengah 6 tahun, terdiri dari:

Jenjang Pendidikan Lama


pendidikan
Pendidikan Dasar (Primary School) 6 tahun
Pendidikan Menengah (Junior Secondary SchoolSenior High 4 tahun
School)
2 tahun

Untuk negara bagian dan wilayah daratan Queensland, Australia Selatan, Australia
Barat dan Northern Territory, jenjang pendidikan dasar 7 tahun dan dan pendidikan
menengah 5 tahun, terdiri dari:

Jenjang Pendidikan Lama


pendidikan
Pendidikan Dasar (Primary School) 7 tahun
Pendidikan Menengah (Junior Secondary School Senior High 3 tahun

Ujian Akhir Semester 34


School)
2 tahun

Jenjang pada pendidikan tinggi, lama pendidikan untuk memperolah gelar sarjana
masing-masing perguruan tinggi atau universitas mungkin sedikit berbeda. Berikut
adalah lama pendidikan tinggi secara umum di Australia, adalah sebagai berikut :

Tingkat kualifikasi Durasi waktu


Sertifikat 6-24 bulan
Diploma 1,5 tahun-3 tahun
Bachelors degree 3-5 tahun
Graduate Certificate 6 bulan
Graduate Diploma 1 tahun
Masters degree 1-2 tahun
PhD 4-5 tahun

b. Jenjang Pendidikan Dasar


Australia terdiri dari 6 negara bagian (New South Wales, Queensland, Tasmania,
Australia Selatan, Australia Barat dan Victoria) dan 2 wilayah daratan (Northern
Territory dan Australian Capital Territory). Pada masing-masing negara bagian dan
wilayah daratan terdapat perbedaan lamanya pendidikan dasar (Primary School), yaitu
ada yang 6 tahun dan ada yang 7 tahuan. Perbedaan Jenjang Pendidikan Dasar di
Australia dan Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel. Perbedaan Jenjang Pendidikan Dasar Australia dan Indonesia

Australia Indonesia
Lama pendidikan dasar 6 / 7 tahun 9 tahun
Jalur pendidikan SD ((Primary SD/MI – 6 tahun
School) SMP/MTs – 3 tahun
Jalur pendidikan yang bersifat Milik swasta Milik pemerintah/swasta
keagamaan

Ujian Akhir Semester 35


c. Jenjang Pendidikan Menengah
Pendidikan menengah Junior Secondary School adalah wajib bagi anak yang
berusia usia 12 atau 13-16 tahun tergantung dari lamanya pendidikan menengah di
daerah tersebut. Untuk negara bagian dan wilayah daratan New South Wales, Victoria,
Tasmania dan Australian Capital Territory, lama pendidikan Junior Secondary School
selama 4 tahun dan untuk negara bagian dan wilayah daratan Queensland, Australia
Selatan, Australia Barat dan Northern Territory, lama pendidikan Junior Secondary
School selama 3 tahun. Sedangkan lama pendidikan untuk Senior High School sama
disetiap negara bagian dan wilayah daratan, yaitu selama 2 tahun. Pada jenjang
pendidikan Senior High School, setiap siswa berkewajiban memilih program
pendidikan kejuruan atau pendidikan umum. Di Australia pendidikan kejuruan
diarahkan untuk pasar kerja. Dimana setiap negara memiliki kejuruan Pendidikan dan
Pelatihan (Vocational Education and Training/VET). VET mempersiapkan siswa
untuk bekerja yang tidak perlu gelar sarjana. Biasanya, VET memakan waktu 2 tahun
setelah pendidikan Senior High School atau 4 tahun setelah Junior Secondary School.
VET merupakan pendidikan berupa kursus keterampilan dan mendapat sertifikat.
Perbandingan jenjang Pendidikan Menengah di Australia dan Indonesia dapat dilihat
pada Tabel 2.

Tabel 2. Perbandingan Jenjang Pendidikan Menengah di Australia dan Indonesia

Australia Indonesia
Lama pendidikan menengah 6 / 5 tahun 3 tahun
Jalur pendidikan Junior Secondary SMA/MA/SMK/MA
K– 3
School – 4 / 3 tahun tahun
Senior High School
–2
tahun
Jalur pendidikan yang bersifat Milik swasta Milik pemerintah /
keagamaan
Swasta
Penjurusan untuk pendidikan umum Tidak ada Ada (tahun kedua)
Jenis pendidikan yang bersifat 2 tahun + 3 tahun

Ujian Akhir Semester 36


kejuruan pendidikan
tinggi 2 tahun
Wajib Belajar Pendidikan dasar Pendidikan dasar
+ Junior Secondary
School
12

d. Jenjang Pendidikan Tinggi

Pendidikan tinggi adalah jenjang pendidikan setelah pendidikan


menengah yang mencakup program pendidikan sertifikat, diploma, sarjana, sertifikasi
(Graduate Certificate), profesi (Graduate Diploma), magister dan doktor yang
diselenggarakan oleh perguruan tinggi di Australia. Perguruaan tinggi di Australia
adalah Program Lanjutan, Akademi, Sekolah Tinggi dan Universitas. Program lanjutan
di Australia merupakan jalur pendidikan berupa kursus keterampilan yangi terlebih
dahulu harus menyelesaikan pendidikan menengah. Jalur pendidikan ini tidak
mengutamakan gelar sarjana dan mendapatkan sertifikat dengan level I-IV, tergantung
dari tingkat keahliannya. Lama pendidikan program lanjutan berkisar antara 6 – 24
bulan.

Akademi di Australia memfokuskan pada keahlian dari mahasiswa, yang


sasarannya dunia kerja. Lama pendidikan ditingkat akademi antara perguruan tinggi
berbeda-beda berkisar antara 1,5 – 3 tahun. Pada jalur pendidikan ini, mahasiswa dapat
melanjutkan kependidikan yang lebih tinggi (tingkat universitas). Sekolah tinggi dan
univeristas bertujuan untuk mencetak sarjana, magister maupun doktor. Lama
pendidikan untuk memperoleh gelar sarjana (Bachelors degree) berkisar antara 3–5
tahun, untuk sertifikasi (Graduate Certificate) dibutuhkan waktu 6 bulan dan untuk
pendidikan profesi (Graduate Diploma) dibutuhkan waktu 1 tahun. Untuk melanjutkan
ketingkat yang lebih tinggi (Masters degree) diperlukan waktu 1–2 tahun dan doktor
(PhD) diperlukan waktu 4–5 tahun. Perbandingan jenjang Pendidikan Tinggi Di
Australia dan Indonesia dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Perbandingan Jenjang Pendidikan Tinggi Di Australia dan Indonesia

Ujian Akhir Semester 37


Australia Indonesia
Lama pendidikan tinggi Sertifikat / 6-24 bulan Diploma I / 1 tahun
Diploma / 1,5 tahun-3 Diplo II / 2
tahun ma tahun
Bachelors degree / 3-5 Diplo III / 3
tahun ma tahun
Graduate Certificate / 6 Diplo IV / 4
bulan ma tahun
Graduate Diploma / 1 tahun Sarjana / 4 – 5 tahun
Masters degree / 1-2 tahun Akta IV / 1 tahun
PhD / 4-5 tahun Profesi / 1 – 2 tahun
Magister / 2 tahun
Doktor / 3 – 4 tahun
Jalur pendidikan Program Lanjutan Akademi
Akademi Politeknik
Sekolah Tinggi Sekolah Tinggi
Universitas Institut
Universitas
Gelar akademik Bachelors degree Sarjana (S1)
Masters degree Magister (S2)
PhD Doktor (S3)

Untuk pendidikan karakter di Australia, misalnya kejujuran, bisa tercermin dari materi
pelajaran Sejarah (saat mempelajari Suku Aborigin). Dunia tahu bahwa suku Aborigine
adalah lembaran hitam sejarah Australia. Dalam materi yang diberikan, guru tidak
menyodorkan sejarah dalam satu versi saja. Materi diambil dari berbagai sumber yang
mewakili perjalanan sejarah, termasuk konflik dan pro-kontranya. Ada artikel di media
yang mengkritisi kebijakan pemerintah, cuplikan kebijakan pemerintah, produk budaya
berupa novel, film, dan lagu, yang menyuarakan jeritan suku Aborigine. Ada isu tentang
bagaimana kebijakan pemerintah untuk mengintegrasikan anak-anak mixed blood
(Aborigin+white race) ke white culture mainstream sebelum tahun 1960an. Namun upaya
intergrasi ini dilihat sebagai upaya mencerabut anak-anak tersebut dari akar budayanya.

Ujian Akhir Semester 38


Ada gambaran tentang perlakuan diskriminatif birokrasi terhadap orang-orang Aborigine.
Tersaji pula perubahan kebijakan pemerintah Australia setelah tahun 1970an dengan
memberikan prioritas terhadap Aborigine dalam hal akses pendidikan, kesehatan, dan
pelayanan sosial yang lain. Terlihat bahwa ada semangat kejujuran yang jelas dalam
mengajarkan sejarah hitam bangsanya sendiri, tidak malu menunjukkan kesalahan bangsa,
namun disertai upaya untuk memperbaiki kesalahan masa lalu.

3. Pendidikan di USA
Negara Amerika Serikat merupakan penduduk nomor tiga terbanyak di dunia
yaitu berjumlah kira-kira 275 juta jiwa dan terdiri dari 50 negara bagian. Luas wilayahnya
kurang lebih 9,5 juta km persegi. Bangsa Amerika terdiri dari bangsa-bangsa emigran dari
berbagai kawasan dunia, terutama dari kawasan Eropa sebagai bagian dominannya.
Imigrasi tua berasal dari Eropa Utara dan Barat seperti Inggris, Scotlandia, Prancis,
Belanda, Jerman dan sebagainya yang kemudian diikuti oleh imigrasi yang muda berasal
dari Eropa Selatan dan timur seperti Italia, Rusia, Polandia, Austria, Hongaria dan lain
sebagainya. Setiap bangsa membawa kepercayaan, adat istiadat, bahasa dan segi-segi
kebudayaannya masing-masing ke Amerika sehingga Amerika menjadi periuk peleburan
bagi segala jenis kebudayaan asli dan pendatang dari benua hitam Afrika. Itulah yang
membentuk kebudayaan Amerika sekarang.

Pendidikan di AS pada mulanya hanya dibatasi pada imigran berkulit putih, sejak
didirikan sekolah rendah pertama tahun 1633 oleh imigran Belanda dan berdirinya
Universitas Harvard di Cambridge, Boston tahun 1636. Baru tahun 1934 dikeluarkan
Undang Undang Indian Reservation Reorganization Actdi daerah reservasi suku Indian.
Untuk memperoleh gambaran yang lebih utuh tentang kelompok etnis di Amerika Serikat
berikut ini akan disajikan masing-masing kelompok etnis yang hidup di Amerika Serikat.

a. White Anglo Saxon Protestan (WASP)


Pendidikan di AS didominasi oleh budaya dominan yaitu budaya WASP
artinya dikhususkan untuk kelompok berkulit putih (white) yang kebanyakan berasal
dari Inggris, atau yang berbahasa Inggris (Anglo Saxon) dan beragama Protestan.
WASP adalah sebuah tradisi tentang siapa yang seharusnya menjadi penguasa di AS.
Pada awalnya, tradisi ini diperkenalkan dan dipertahankan oleh orang Inggris yang
merasa superior karena merekalah yang membangun AS dengan pengetahuan dan
ketrampilan mereka. Keyakinan orang Inggris itu dilandasi oleh moralitas agama

Ujian Akhir Semester 39


Protestan yang diasumsikan sebagai agama yang paling kuat mendorong orang bekerja
keras dan produktif. Belakangan, WASP tidak saja dianut oleh orang Inggris, tetapi
semua White Americans karena dalam kenyataannya kelompok kulit putih ini
memiliki pendapatan tinggi, mempunyai prestasi kerja yang tinggi, yang sebagian
besar anggotanya didominasi oleh jemaat gereja Protestan.

b. Orang Amerika Keturunan Penduduk Asli Amerika (Native Americans)


Native Americans adalah penduduk asli Amerika yang kini populasinya
diperkirakan setengahjuta orang. Bangsa India ini disebut penduduk asli karena telah
ada di benua Amerika sebelum terjadi gelombang migrasi dari kelompok etnik dari
Eropa, Afrika, maupun Asia selama lima ratus tahun. Sejarah mencatat bahwa hampir
semua migran memperlakukan mereka secara tidak adil. Baru tahun 1924, terjadi
perubahan hubungan antara white dan black Americans dengan native Americans.

Gambar 1. Suku Native Americans

c. Orang Amerika Keturunan Afrika (African Americans)


Orang Afrika Amerika merupakan kelompok etnik daribenua Afrika yang
pertama yang dijadikan budak oleh orang Spanyol dalam eksplorasi ke dunia baru,
Amerika sejak abad 18. Kedatangan orang kulit hitam ini jumlahnya semakin
membesar dan hal ini mendorong pemerintah untuk mengakui kehadiran mereka
sebagai budak dalam The Thirteenth Amandment to the Constitution, yang mengatur
perbudakan secara hukum di tahun 1865.

Ujian Akhir Semester 40


d. Orang Amerika Keturunan Asia (Asian Americans)
Sekitar 4% dari penduduk AS dengan mayoritas berasal dari Cina dan Jepang,
di samping imigran dari Filipina, Korea, disusul orang Vietnam yang baru masuk ke
AS dalam beberapa tahun terakhir ini. Tiga kelompok terakhir ini dikenal di AS
sebagai Recent Asian Immigrants. Orang Cina Amerika (Chinese Americans)
merupakan bagian dari Asian Americans yang tercatat memasuki Amerika ketika
terjadi depresi ekonomi dunia tahun 1870-an. Mereka dikenal sebagai pekerja keras di
wilayah Barat AS.

e. Orang Amerika yang Berkebudayaan Spanyol (Hispanic Americans)


Dipandang sebagai Hispanic. Hispanis Amerika merupakan kelompok etnik
yang dapat dikatakan mewakili tiga budaya. Mexican American (Meksiko), Puerto
Rico dan Cuban American (Cuba). Jumlah keturunan Hispanic Americans
diperkirakan 12% dari jumlah penduduk AS.

f. White Ethnic Americans


White Ethnic Americans merupakan kelompok orang Amerika berkulit putih
yang menyatakan dirinya “tidak terikat”dengan WASP. Jadi, mereka digolongkan
dalam kelompok etnik non-WASP. Mereka yang termasuk golongan ini adalah orang
Jerman, Irlandia, Italia dan Polandia. Kelompok ini ditambah imigran dari Hongkong,
Taiwan, Cina, Vietnam dan Korea.Ahli demografi memprediksikan bahwa siswa kulit
berwarna berkisar 46 % dari populasi usia sekolah negara menjelang tahun 2020.
Kelompok etnis ini mendapat perlakuan yang sama. Kini, dalam bidang pendidikan,
pengaruh kesetaraan ini melahirkan pedagogik yang memberikan kesempatan dan
penghargaan yang sama terhadap semua anak tanpa membedakan asal usul serta
agamanya.

Untuk mewujudkan tujuan tersebut muncullah gagasan mengenai pendidikan


yang cocok untuk masyarakat yang pluralistis itu. Diperlukan perubahan di dalam
tujuan pendidikan, kurikulum, proses belajar mengajar mengajar juga kedudukan
sekolah di dalam masyarakat yang pluralistik. Sekalipun secara hukum, sistem
pendidikan tidak mengenal perbedaan tetapi di dalam kenyataan masih terdapat
prasangka buruk terhadap etnis lain. Jika tahun 1990 an sekolah untuk semua rakyat
(publik school) dibiayai oleh negara bagian, maka sekarang kelompok etnis khusus,

Ujian Akhir Semester 41


dengan kebudayaannya masing-masing diberi kesempatan untuk menyelenggarakan
pendidikannya sendiri atas biaya negara. Inilah yang dikenal dengan Charter School.

a. Tujuan Pendidikan
Karakteristik utama sistem pendidikan di AS adalah sangat menonjolnya
desentralisasi. Pemerintah federal AS tidak punya mandat untuk mengontrol atau
mengadakan pendidikan untuk masyarakat. AS tidak mempunyai sistem pendidikan
yang berpusat. Namun demikian, tidak berarti bahwa pemerintah federal tidak
memberikan arah dan pengaruh terhadap masalah pendidikan pemerintah federal juga
ikut menghilangkan sistem sekolah yang memisahkan sekolah berdasarkan ras,
khususnya antara orang kulit hitan dan kulit putih. Pemerintah federal menyamakan
alokasi pendanaan sekolah, menyediakan akses pendidikan bagi orang miskin dan
orang cacat.

Tujuan sistem pendidikan di Amerika antara lain :

1) untuk mencapai kesatuan dalam kebhinekaan


2) untuk mengembangkan cita-cita dan praktek demokrasi
3) untuk membantu pengembangan individu
4) untuk memperbaiki kondisi sosial masyarakat
5) untuk mempercepat kemajuan nasional
b. Struktur dan Jenis Pendidikan Di Amerika
Setiap negara bagian menyediakan pendidikan secara gratis selama 12 tahun mulai dari
TK sampai pada jenjang berikutnya. Dalam sistem pendidikan di AS terdapat beberapa
pola pendidikan yaitu :

1) taman kanak-kanak + pendidikan dasar ”grade” 1-8 + 4 tahun SLTA


2) taman kanak-kanak + sekolah dasar ”grade” 1-6 tahun + 3 tahun SLTP + 3 tahun
SLTA
3) taman kanak-kanak + sekolah dasar ”grade” 1-4/5 + 4 tahun SLTP + 4 tahun SLTA
4) setelah menyelesaikan pendidikan tingkat taman kanak-kanak + 12 tahun pada
beberapa buah negara bagian dilanjutkan 2 tahun pada tingkat akademi (junior
community college) sebagai bagian dari sistem pendidikan dasar dan menengah

Ujian Akhir Semester 42


Pada pola pertama seorang siswa menamatkan pendidikan pada umur 17-18 tahun.
Pendidikan khusus mendapat perhatian dari pemerintah dan masyarakat. Disamping itu
pendidikan non formal tidak hanya di sponsori oleh badan pemerintah tapi juga badan
swasta, serikat buruh-buruh, badan-badan keagamaan serta oleh individu yang
menjadikannya usaha bisnis.Pada tingkat pendidikan tinggi, struktur dan jenis/jenjang
pendidikan pada dasarnya dikelompokkan dalam tiga bentuk baik pendidikan tinggi
negeri maupun swasta yaitu :

1) pendidikan tinggi 2 tahun yang lazim disebut junior community atau technical
college memberikan sertifikat dan kadang kala memberikan gelar Associate of Arts
(AA)
2) pendidikan tinggi 4 tahun yang menyediakan pendidikan strata 1 (S-1) disamping
pendidikan profesional (program diploma) level ini lazim disebut undergraduate
tamatan program S-1 diberi gelar Bachelor of Arts (BA) atau Bachelor of Science
(BS)
3) universitas yang biasanya terdiri dari berbagai fakultas yang menyediakan
program-program diploma, S-1, pascasarjana S-2 (master) dan kebanyakan
menyediakan program doktor S-3. para lulusan program s-2 diberi gelar Master of
Arts (MA) atau Master of Science (MS). Lulusan program Doctor (S-3) diberi gelar
Doctor of Philosphy (Ph.d) atau Doctor of Education (Ed.D) dalam bidang-bidang
tertentu seperti kedokteran, hukum, teologi, bisnis. Pada level S-3 tersedia
program-program spesialis.
c. Kurikulum dan Metodologi Pengajaran
Kebiasaan otonomi yang sudah lama dan kuat serta keadaan masyarakat
sangat mempengaruhi bentuk kurikulum serta cara mengajar di AS. Disini tidak ada
kurikulum nasional yang resmi. Bagian pendidikan negara bagian menggariskan
kurikulum dengan tingkat variasi yang cukup besar dan memberi peluang pada daerah
setempat. Pada awalnya sekolah Amerika sangat dipengaruhi oleh agama dan fokus
pada keterampilan tulis baca. Semenjak abad ke 19 perhatian terhadap masalah sosial
semakin menonjol.

Pada akhir abad ke 19 muncul tuntutan untuk mengubah kurikulum dan


metode mengajar dengan mengarahkan perhatian pada kebutuhan siswa yang berbeda,
serta perhatian terhadap kebutuhan individu. Dengan demikian siswa memiliki peluang
yang besar untuk menentukan pilihan. Pertambahan jumlah populasi sekolah yang
Ujian Akhir Semester 43
sangat cepat dan kemajuan IPTEK menjadi dorongan untuk inovasi-inovasi baru
terutama metode pengajaran. Di daerah perkotaan persoalan sosial telah mendorong
munculnya mata pelajaran baru yaitu studi etnis, pendidikan lingkungan, pendidikan
seks, pendidikan narkoba dan sebagainya. Namun, awal 1980-an ada kecendrungan
untuk kembali pada yang lama serta kebutuhan baru atas pendidikan akhir.

Sistem pendidikan di Amerika mempunyai sifat yang khas yang berbeda dari
sistem pendidikan di negara-negara lain. Hal ini terutama karena sistem
pemerintahannya yang mendelegasikan kebanyakan wewenang kepada negara bagian
dan pemerintahan lokal (distrik atau kota). Amerika tidak memiliki sistem pendidikan
nasional yang ada adalah sistem pendidikan dalam artian terbatas pada masing-masing
negara bagian. Hal ini berdasarkan pada filosofi bahwa pemerintah (federal/pusat)
harus dibatasi perannya, terutama dalam pengendalian kebanyakan fungsi-fungsi
publik seperti sekolah, pelayanan sosial dan lain-lain. Karena itu di Amerika dalam
pendidikan dasar dan menengah tidak ada kurikulum nasional bahkan tidak ada
kurikulum negara bagian. Apa yang ada hanyalah semacam standar-standar
kompetensi lulusan yang ditetapkan pemerintahan negara bagian ataupun
pemerintahan lokal.

Di Amerika Serikat sendiri terdapat beberapa lembaga akreditasi baik regional


maupun nasional yang mengakreditasi berbagai bidang pendidikan maupun bidang
profesional. Tetapi lembaga akreditasi itu tidak terkait dengan pemerintah baik pusat
maupun pemerintahan negara bagian. Lembaga akreditasi tersebut memperoleh
pengakuan melalui dua lembaga yaitu: Council Of Higher Education Accreditation
(CHEA) dan US. Department of Education. AS ketika ingin membentuk masyarakat
baru-pasca kemerdekaannya (4 Juli 1776) baru disadari bahwa masyarakatnya terdiri
dari berbagai ras dan asal negara yang berbeda. Oleh karena itu, dalam hal ini Amerika
mencoba mencari terobosan baru yaitu dengan menempuh strategi menjadikan sekolah
sebagai pusat sosialisasi dan pembudayaan nilai-nilai baru yang dicita-citakan. Melalui
pendekatan inilah, dari SD sampai Perguruan Tinggi, AS berhasil membentuk
bangsanya yang dalam perkembangannya melampaui masyarakat induknya yaitu
Eropa. Kaitannya dengan nilai-nilai kebudayaan yang perlu diwariskan dan
dikembangkan melalui sistem pendidikan pada suatu masyarakat, maka AS memakai
sistem demokrasi dalam pendidikan yang dipelopori oleh John Dewey. Intinya adalah
toleransi tidak hanya diperuntukkan untuk kepentingan bersama akan tetapi juga
Ujian Akhir Semester 44
menghargai kepercayaan dan berinteraksi dengan anggota masyarakat. Contoh nyata
yaitu terpilihnya Presiden berkulit hitam, Barack Obama yang merupakan keturunan
campuran antara kulit hitam dan kulit putih; selain itu, Oprah Winfrey, seorang wanita
berkulit hitam yang sukses berkarier di dunia entertaiment Amerika Serikat dengan
pengahsilan yang tinggi.

4. Pendidikan di Jepang
Jepang merupakan suatu negara yang mengalami perkembangan sangat pesat
dalam bidang IPTEK. Meskipun pada awalnya pendidikan Jepang meniru AS, namun pada
bentuk akhir yang dipakai sampai saat ini ternyata berbeda. AS menerapkan sistem
pendidikan modern, sedangkan Jepang bersifat konservatif. Dalam hal ini Jepang
melakukan penyesuaian terhadap budaya bangsa sendiri. Pendidikan Jepang adalah
egalitarian (persamaan derajat dan kognitif), dimana Jepang mengabaikan perbedaan latar
belakang, semua dianggap sama dan tidak diskrimninasi antara keluarga kaya dengan
miskin, dalam memuji murid yang (dianggap) pandai dengan yang (dianggap) bodoh.
Semuanya adalah sama. Dalam hal biaya pendidikan, praktis tidak ada perbedaan biaya
yang dikeluarkan oleh setiap murid dalam jenjang yang sama, meskipun yang satu berada
dalam sekolah yang ada teknologi TV, LCD, komputer dan yang satu hanya menggunakan
papan tulis biasa.

a. Sistem Pendidikan di Jepang


Tujuan Pendidikan Nasional di Jepang adalah untuk meningkatkan perkembangan
kepribadian secara utuh, menghargai nilai-nilai individu, dan menanamkan jiwa yang
bebas. Pendidikan di Jepang mulai mengalami kemajuan sejak dilakukannya reformasi
pendidikan pada masa Restorasi Meiji (Meiji Ishin) dan bertambah pesat setelah masa
pendudukan AS, setelah kekalahan Jepang dalam PD II. Reformasi pendidikan Jepang
dilakukan dengan mengikuti konstitusi baru yang diterapkan AS pada tahun 1947.
Reformasi pendidikan tersebut memiliki tujuan untuk menciptakan masyarakat yang
demokratis. Dalam reformasi tersebut ditetapkan UU Pendidikan yang pokok-pokoknya
mengandung:

1) Prinsip Legalisme, bahwa mekanisme pengelolaan diatur dengan UU dan


peraturan.

Ujian Akhir Semester 45


2) Prinsip Administrasi yang Demokratis, bahwa sistem administrasi pendidikan
harus dibangun berdasarkan konsensus nasional dan mencerminkan kebutuhan
masyarakat dalam membuat formulasi kebijakan pendidikan dan prosesnya.
3) Prinsip Netralitas, bahwa pewenangan pendidikan harus independen dan tidak
dipengaruhi dan diinterfensi oleh kekuatan politik.
4) Prinsip Penyesuaian dan Penetapan Kondisi Pendidikan, bahwa pemegang
kewenangan pusat dan lokal mempunyai tanggung jawab untuk menyediakan
kesempatan pendidikan yang sama bagi semua dengan menyediakan fasilitas
pendidikan yang cukup.
5) Prinsip Desentralisasi, bahwa pendidikan harus dikelola berdasarkan otonomi
pemerintahan lokal.
Untuk menyempurnakan tujuan pendidikan, tahun 2001 Kemenpen Jepang
mengeluarkan rencana reformasi pendidikan (Rainbow Plan) yang sesuai dengan
problematika di Jepang, antara lain berisi:

1) Mengembangkan kemampuan dasar skholastik siswa dalam model pembelajaran


yang menyenangkan. Ada 3 pokok arahan yaitu, pengembangan kelas kecil terdiri
atas 20 anak/kelas, pemanfaatan TIK dalam proses belajar mengajar, dan
pelaksanaan evaluasi belajar secara nasional.
2) Mendorong pengembangan kepribadian siswa menjadi pribadi yang hangat dan
terbuka melalui aktifnya siswa dalam kegiatan kemasyarakatan, juga perbaikan
mutu pembelajaran moral di sekolah.
3) Mengembangkan lingkungan belajar yang menyenangkan dan jauh dari tekanan,
dengan melakukan kegiatan ekstrakurikuler OR, seni, dan sosial lainnya.
Menjadikan sekolah sebagai lembaga yang dapat dipercaya oleh orang tua dan
masyarakat. Dicapai dengan menerapkan sistem evaluasi sekolah secara mandiri,
evaluasi sekolah oleh pihak luar, pembentukan school councillor, komite sekolah
yang beranggotakan orang tua, dan pengembangan sekolah berdasarkan keadaan
dan permintaan masyarakat setempat.
4) Melatih guru menjadi tenaga profesional.
5) Pengembangan universitas bertaraf internasional.
6) Pembentukan filosofi pendidikan yang sesuai untuk menyongsong abad baru,
melalui reformasi konstitusi pendidikan.

Ujian Akhir Semester 46


7) Sistem pendidikan di Jepang dibangun atas empat tingkat, yaitu: pusat, perfektual
(antara Provinsi dan Kabupaten), municipal (antara Kabupaten dan Kecamatan),
dan sekolah. Sistem administrasi tersebut menerapkan kombinasi antara
sentralisasi, desentralisasi, Manajemen Berbasis Sekolah (School Based
Management), dan partisipasi masyarakat. Di samping itu, terdapat asosiasi-
asosiasi kepala sekolah, guru, murid, dan orang tua yang mendukung
pengembangan sekolah.
b. Jenjang Pendidikan di Jepang

Tahun ajaran di Jepang biasanya dimulai pada bulan April, yang dibagi
menjadi 3 semester yang dipisahkan oleh liburan singkat musim semi dan musim dingin,
serta liburan musim panas yang lebih panjang (tergantung pada iklim tempat sekolah
berada).

1) Preschool dan TK
a) PAUD dimulai dirumah oleh orang tua dengan berbagai media. Dirumah diajarkan
tata krama, perilaku sosial yang tepat, dan bermain terstruktur.
b) Kegiatan di TK (8.50 – 15.00): masuk kelas, meletakkan barang di loker, duduk di
bangku masing-masing, absen, salam, materi hari ini, istirahat (latihan kebersihan
sendiri), menyanyi, senam pagi, kembali ke kelas, melepas kaus kaki, bermain
(diluar/kebun/halaman sekolah), merapikan alat bermain, bersiap makan (cuci
tangan dan ugai), menggosok gigi, bermain di kelas (permainan
tradisional/modern), bersiap pulang, menyanyi lagu perpisahan, baris/kelas di
depan sekolah, pulang.
2) Sekolah Dasar
a) Semua anak memasuki kelas 1 pada usia 6 tahun dan hampir 99% terdaftar di
sekolah umum.
b) Di sekolah negeri tidak mewajibkan seragam, namun harus memakai name tag di
saku baju kiri dan badge di bahu kiri, yang warnanya disesuaikan dengan tingkatan
kelas. Tas anak SD dilengkapi pluit kecil yang berguna untuk memberi tanda
apabila bertemu dengan orang asing yang ingin mengganggu.

Ujian Akhir Semester 47


c) Siswa SD di Jepang memiliki tugas melayani makan siang (menuangkan makanan
ke piring) teman-temannya (sesuai piket) yang berguna untuk mengajarkan kerja
sama tim.
d) Pelajaran hanya terdiri dari 4 mapel: Huruf Jepang (menulis dan membaca),
Matematika, OR, dan Budi Pekerti. SD tidak mengenal ujian kenaikan kelas, tetapi
siswa yang telah menyelesaikan proses belajar di tiap kelas otomatis naik ke kelas
tingkatnya. Ujian akhir tidak ada, karena SD dan SMP termasuk kelompok
“compulsory education”, yang mempunyai arti: (1) adanya unsur paksaan
bersekolah, (2) diatur oleh UU Wajar, (3) adanya sanksi bagi orang tua yang tidak
menyekolahkan anaknya, dan (4) tolak ukur keberhasilan Wajar adalah tidak
adanya orang tua yang terkena sanksi karena telah mendorong anaknya bersekolah.
e) Penilaian dilakukan untuk mengecek daya tangkap siswa. Penilaian UH diberikan
dengan huruf, kecuali MTK. Dari kelas 4-6 dilakukan tes IQ, yang hasilnya
digunakan untuk memberikan perhatian lebih kepada siswa dengan kemampuan
diatas normal atau dibawah normal (siswa tidak dikelompokkan berdasarkan
kepandaian).
Program Wajar Jepang dikenal dengan istilah “GIMUKYOUKI
(compulsory education)”, yang dilaksanakan dengan prinsip memberikan akses
penuh kepada semua anak untuk mengenyam pendidikan 9 tahun (SD dan SMP)
dengan menggratiskan “tuition fee” dan mewajibkan orang tua untuk
menyekolahkan anak (ada dalam Fundamental Law of Education). Untuk
memudahkan akses, setiap distrik wilayah didirikan SD dan SMP walaupun jumlah
siswanya minim (10-11 siswa) dan orang tua wajib menyekolahkan anak. Mutu
setiap distrik sama (guru memegang lisensi mengajar yang dikeluarkan oleh
Educational Board setiap prefecture).

3) Sekolah Menengah Pertama (SMP)


a) Sejak tahun pertama belajar Bahasa Inggris. Mapel wajib SMP: Bahasa Jepang,
Ilmu-Ilmu Sosial, MTK, Sains, Musik, Seni Rupa, Pendidikan Jasmani, dan
Pendidikan Kesejahteraan Keluarga. Jadwal mapel berbeda setiap minggu.
b) Pembelajaran SMP cenderung mengandalkan metode ceramah, disamping
menggunakan metode atau media lain. Anak SMP wajib mempelajari karya klasik
GENJI MONOGATARI atau HIKAYAT GENJI berumur 1000 tahun dengan
menggunakan Bahasa Jepang Klasik.

Ujian Akhir Semester 48


c) Terdapat 2 kali ulangan, mid test dan final test (tetapi tidak bersifat wajib secara
nasional). Final test dilakukan serentak 3 hari dengan materi ujian dibuat oleh
sekolah berdasarkan standar dari Educational Board setiap prefektur. Penilaian
berasal dari akumulasi dari nilai tes sehari-hari, ekstrakurikuler, mid test dan final
test.
d) Siswa lulusan SMP dapat memilih SMA yang diminatinya, tetapi harus mengikuti
ujian masuk SMA terstandar Educational Board setiap prefektur yang
dilaksanakan serentak di seluruh Jepang dengan mata ujian yang sama.
4) Sekolah Menegah Atas (SMA)
a) Terdapat 3 jenis SMA: full time, part time (terutama malam hari), dan tertulis. Full
time berlangsung selama 3 tahun, sedangkan kedua jenis sekolah lainnya
menghasilkan diploma yang setara.
b) Jurusan SMA dikategorikan ke dalam beberapa jenis berdasarkan pola kurikulum,
yaitu jurusan umum (akademis), pertanian, teknik, perdagangan, perikanan, home
economic, dan perawatan.
c) Meskipun pendidikan SMA tidak diwajibkan di Jepang, 94% dari semua lulusan
SMP melanjutkan ke tingkat SMA. Jika ingin masuk ke tingkat sekolah diatasnya,
siswa mengikuti ujian dan membawa surat referensi dari sekolah sebelumnya.
Siswa SMA tidak mengikuti ujian kelulusan secara nasional, tetapi berasal dari
hasil ujian harian.
5) Pendidikan Tinggi
a) Untuk masuk ke PT harus ujian. Ujian dilakukan 2 tahap. Pertama, secara nasional
dengan soal disusun oleh Ministry of Education, terdiri dari 5 subjek (mirip dengan
ujian masuk SMA), selanjutnya siswa mengikuti ujian masuk tiap
universitas/fakultas. (sistem penerimaan hampir mirip dengan UMPTN Indonesia)
b) Terdapat 3 jenis lembaga pendidikan tinggi, yaitu: universitas/institut, junior
collage (akademi), dan technical collage (akademi teknik).
c) Di universitas/institut ada S1 (4 tahun) dengan gelar Bachelor’s Degree dan
pascasarjana (S2 selama 2 tahun dan S3 selama 3 tahun), kecuali fakultas
kedokteran dan kedokgi.
d) Junior collage memberikan pendidikan selama 2/3 tahun bagi lulusan SMA. Kredit
yang diperlukan dapat dihitung sebagai bagian dari kredit untuk mendapat gelar S1.

Ujian Akhir Semester 49


Lulusan SMP dapat masuk ke akademi teknik yang berlangsung selama 5 tahun
(full time) untuk mencetak tenaga teknisi.
e) Universitas dan akademi memilih mahasiswa berdasarkan hasil ujian masuk dan
hasil prestasi belajar di SMA. Selain itu, ada tes gabungan kecakapan yang
seragam.
f) Pendidikan tinggi Jepang dikelola dibawah 3 lembaga, yaitu pemerintah pusat,
pemerintah daerah, dan pihak swasta. 5 jenis pendidikan tinggi: sarjana,
pascasarjana, diploma (non gelar), akademi, dan sekolah kejuruan. Program sarjana
menerima 3 mahasiswa yaitu: reguler (belajar full time selama 4/6 tahun),
pendengar (mahasiswa yang diizinkan mengambil mata kuliah tertentu dengan
syarat dan jumlah kredit yang berbeda di setiap universitas tetapi kredit itu tidak
diakui), dan pengumpul kredit (IDEM dengan pendengar, tetapi kredit diakui).
g) Program pascasarjana terdiri dari master, doktor, mahasiswa peneliti (mahasiswa
yang meneliti dalam bidang tertentu selama 1 semester/1 tahun tanpa tujuan
mendapatkan gelar), mahasiswa pendengar, dan pengumpul kredit. Diploma selama
2 tahun, 60% disediakan bagi perempuan dan mengajarkan PKK, sastra, bahasa,
kependidikan, kesehatan.
h) Akademi (special training academy) adalah lembaga yang mengajarkan bidang-
bidang khusus, seperti keterampilan dalam pekerjaan atau kehidupan sehari-hari
selama 1-3 tahun.
i) Tahun akademik dimulai sekitar bulan April dan berakhir Maret tahun berikutnya,
yang dibagi menjadi semester 1 (Maret-September) dan semester 2 (Oktober-
Maret) dengan bahasa pengantar wajib adalah Bahasa Jepang.
j) Pada pendidikan khusus, mata kuliah sangat terbatas dengan kurikulum tunggal
(musik saja, melukis saja, atau sastra Inggris), kebanyakan perempuan dengan
tujuan meningkatkan kemampuan perempuan sebagai IRT.
c. Pengembangan Kurikulum di Jepang
Panduan tentang muatan pembelajaran termuat dalam
GAKUSYUUSHIDOUYOURYOU (dokumen lengkap tentang tujuan PBM sekolah,
materi pelajaran, pendidikan moral dan kegiatan khusus sebagai standar minimum
yang harus dicapai oleh sekolah negeri, publik, dan swasta) yang pertama kali dibuat
pada tahun 1947 bertepatan dengan lahirnya UU Pendidikan di Jepang. Perubahan
kurikulum mengikuti pola 10 tahunan dengan memperhatikan perubahan sosial dan
ekonomi masyarakat Jepang dan dunia. Dengan demikian pendidikan tidak lagi hanya
Ujian Akhir Semester 50
sekedar jiplakan dari hal-hal yang tertera dalam kurikulum, tetapi merupakan
pengembangan standar minimal program yang berorientasi kesiswaan. Pendidikan
Jepang tidak lepas dari pendidikan moral (karakter) yang diberikan pada setiap jenjang
kelas sekolah yang diintegrasikan ke dalam kurikulum pendidikan sehingga tercipta
karakter bangsa Jepang (ulet, pekerja keras, gigih, jujur, toleransi dan kesetiakawanan
yang tinggi). Kurikulum Jepang terdiri atas tiga kategori: (1) mata pelajaran akademik
(wajib dan pilihan), (2) pendidikan moral, dan (3) kegiatan khusus. Pendidikan moral
diberikan sebanyak 34 jam belajar pada tingkat awal, 35 jam pada tingkat kedua
hingga 9 (kelas 2 SD-3 SMP). Hal ini mewakili 3,3 – 4% dari total jam belajar setiap
tahunnya. Kandungan pendidikan moral dibedakan menjadi 4 area dengan total 76
item, yaitu:

1) Regarding self, meliputi:


a. Moderation (pengerjaan mandiri dan melakukan “moderate life”)
b. Diligence (bekerja keras secara mandiri)
c. Courage (pengerjaan sesuatu secara benar dengan keberanian)
d. Sincerity (bekerja dengan sincerity dan cheer)
e. Freedom dan order (nilai kebebasan dan kedisiplinan)
f. Self-improvement (pemahaman terhadap diri sendiri, mengubah apa yang seharusnya
diubah dan memperbaiki diri sendiri)
g. Love for truth (mencintai dan mencari kebenaran, mencari dasar kehidupan untuk
mencapai standar ideal)
2) Relation to others, meliputi:
a. Courtesy (pemahaman terhadap tata sopan santun, berbicara dan bertingkah laku
tergantung pada situasi dan kondisi)
b. Consideration and kidness (memperhatikan kepentingan orang lain, baik hati dan
empati)
c. Friendship (memahami, percaya dan menolong orang lain)
d. Thanks and respect (menghargai dan menghormati orang yang telah berjasa kepada
kita)
e. Modesty (menghargai orang lain yang berbeda ide dan status melalui sudut
pandang luas)

Ujian Akhir Semester 51


3) Relation to the nature and the sublime, meliputi:
a. Respect for nature (mengenal alam dan cinta kepada hewan dan tanaman)
b. Respect for life (menghargai kehidupan dan makhluk hidup)
c. Aesthetic Sensitivity (memiliki sensitivitas estetika dan perasaan terhadap kehidupan
manusia)
d. Nobility (mempercayai kekuatan dan keunggulan manusia untuk mengatasi
kelemahan diri, dan menemukan kebahagiaan sebagai manusia)
4) Relation to group and society, meliputi:
a. Public duty (menjaga janji dan menjalankan kewajiban dalam masyarakat, serta
merasa kewajiban publik)
b. Justice (jujur dan tak berpihak tanpa diskriminasi, prejudice, dan keadilan)
c. Group participation and responsibility (keinginan untuk berpartisipasi sebagai grup,
menyadari peranannya, melaksanakan tugas dan kewajiban dengan bekerja sama)
d. Industry (memahami makna kerja keras dan keinginan untuk bekerja)
e. Respect for family members (mencintai dan menghormati orang tua dan bersedia
membantu pekerjaan mereka)
f. Respect for teacher and people at school (mencintai dan menghormati guru,
menciptakan tradisi sekolah yang lebih baik)
g. Contribution to society (menyadari kedudukan dalam masyarakat setempat)
h. Respect for tradition and love of nation (tertarik pada budaya bangsa dan mencintai
bangsa)
i. Respect for other culture (menghargai budaya asing dan manusianya)
Di Jepang, selain khusus ada jam pelajaran tentang moral (doutoku), pesan-
pesan moral juga terintegrasi dalam seluruh mata pelajaran di Jepang. Di kelas satu
sekolah jepang adalah, pelajaran tentang berbohong, dan giliran piket bersih-bersih di
kelas. Dalam dua sesi yang berbeda itu, pendekatan yang dilakukan oleh guru jepang
relatif mirip. Tidak dengan mendoktrin tentang pentingnya untuk berlaku jujur atau
menjalani tugas piket. Namun, dengan mengajak anak-anak berdiskusi tentang akibat-
akibat berbohong atau ketika mereka tidak menjalani tugas piket.

Diskusi interaktif itu menggiring anak-anak untuk berpikir tentang pentingnya


melaksanakan nilai-nilai moral yang akan diajarkan (proses kognitif-sikou ryoku). Tidak
ada proses menghafal, juga tidak ada tes tertulis untuk pelajaran moral ini. Untuk
mengecek pemahaman anak-anak tentang pelajaran moral yang diajarkan, mereka diminta

Ujian Akhir Semester 52


untuk membuat karangan, atau menuliskan apa yang mereka pikirkan tentang tema moral
tertentu (proses menilai-handan ryoku). Kadang mereka juga diputarkan film yang
memiliki muatan moral yang akan diajarkan, dan diajak untuk berdiskusi isi dari film itu.

Dua hal yang menjadi inti pendidikan adalah pendidikan yang berfokus pada
minat anak-anak dan pentingnya belajar melalui pengalaman langsung. Di Jepang sendiri,
meskipun ada pelajaran moral (doutoku) dan ada kurikulumnya secara spesifik apa yang
harus diajarkan, namun apa definisi moral, baik-buruk, benar-salah, sama sekali tidak ada
batasannya. Penekanannya lebih kepada nilai-nilai yang dianggap baik secara universal,
seperti nilai-nilai kejujuran, kerja keras, menghormati hak orang lain, disiplin, rasa malu
ketika tidak memenuhi kewajiban, dan sebagainya. Di Jepang sendiri, dengan kualitas
guru-guru yang sangat baik, pendidikan moral yang didukung dengan sistem pendidikan,
serta undang-undang yang fokus pada pembentukan karakter di sekolah dasar dan
menengah, bisa sukses menanamkan nilai-nilai yang diajarkan tadi.

Ujian Akhir Semester 53


4. Bagaimana menurut saudara paradigma Pendidikan masa depan? Bahaslah hal ini dari segi
kualitas guru, standar professional guru sehubungan dengan globalisasi dan peran guru
dalam perspektif budaya serta peningkatan kualitas guru dalam proses pembelajaran.

Jawaban

Pendidikan merupakan hal yang sangat penting untuk menjamin perkembangan dan
kelangsungan kehidupan bangsa. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta
didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan bagi peranannya di masa yang
akan datang. Setiap warga negara Indonesia berhak memperoleh pendidikan pada tahap
manapun dalam perjalanan hidupnya. Pendidikan dapat diperoleh baik melalui jalur
pendidikan sekolah maupun jalur pendidikan luar sekolah. Peningkatan dan pemerataan
pendidikan merupakan salah satu aspek pembangunan yang mendapat prioritas utama dari
Pemerintah Indonesia. Sistem Pendidikan Nasional yang sekarang berlaku diatur melalui
Undang-Undang Pendidikan Nasional.

Permasalahannya, adakah jaminan bahwa kenaikan tunjangan akan secara signifikan


meningkatkan kualitas dan profesionalisme guru yang pada gilirannya akan meningkatkan
kualitas anak didiknya. Bukankah selama ini mereka mengkambinghitamkan minimnya
tingkat kesejahteraan sebagai penyebab rendahnya kualitas dan kinerja mereka?

Hasil inovasi pendidikan dan segala kementerengan laboratorium dan sarana belajar
jika tidak ada guru yang berkualitas akan sia-sia saja. Kesalahan serius bangsa yang
menyebabkan rakyat lapar dan kurang berpendidikan juga disebabkan dosa kita, karena
pendidikan bisa melahirkan pemimpin yang berjiwa guru.

Proses belajar mengajar di sekolah bersifat sangat kompleks, karena di dalamnya


terdapat aspek pedagogis, psikologis, dan didaktis. Aspek pedagogis merujuk pada kenyataan
bahwa belajar mengajar di sekolah terutama di sekolah dasar berlangsung dalam lingkungan
pendidikan dimana guru harus mendampingi siswa dalam perkembangannya menuju
kedewasaan, melalui proses belajar mengajar di dalam kelas. Guru harus menentukan metode
yang paling efektif untuk proses belajar mengajar tertentu sesuai dengan tujuan instruksional.
yang harus dicapai. Demikian pula dengan kondisi eksternal belajar yang harus diciptakan
oleh pengajar, sangat bervariasi. Dalam hal ini guru sangat berperan dalam menentukan cara
yang dianggap efektif untuk membelajarkan siswa, baik di sekolah maupun di luar jam

Ujian Akhir Semester 58


sekolah, dengan kata lain, prestasi belajar siswa sangat ditentukan oleh cara mengajar guru
yang akan menciptakan kebiasaan belajar pada. siswa.

1. Kualitas dan Profesionalisme Guru

Harus diakui bahwa guru merupakan faktor utama dalam proses pendidikan.
Meskipun fasilitas pendidikannya lengkap dan canggih, namun bila tidak ditunjang oleh
keberadaan guru yang berkualitas maka mustahil akan menimbulkan proses belajar mengajar
yang maksimal. Di sinilah masalah besar dunia pendidikan di Indonesia. Sudah fasilitas
pendidikannya sangat memprihatinkan, gurunya pun tidak berkualitas, apalagi profesional.

Bila berbicara tentang "kualitas" guru, beberapa ahli pendidikan berpendapat bahwa
ada lima faktor yang sangat mempengaruhinya, yaitu adanya kewenangan yang benar-benar
diserahkan kepada guru, kualitas atasan dalam mengawasi dan mengontrol perilaku guru,
kebebasan yang diberikan kepada guru (baik di dalam maupun di luar kelas), dan hubungan
guru dengan muridnya, pengetahuan guru (yang akan mempengaruhi kepercayaan dirinya).

Bagaimanakah kondisinya di Indonesia?

Tentang kewenangan guru, jangankan untuk yang bersifat birokratif, untuk yang
bersifat edukatif saja, mereka tidak mempunyai kewenangan (atau keberanian?) untuk
memutuskan (apalagi menolak). Guru hanya berperan sebagai pelaksana.

Tentang kebebasan bagi guru, sangatlah minim. Hal ini tercermin dari keberadaan
kurikulum (sebagai acuan pencapaian materi pelajaran) yang berlaku nasional. Di satu sisi,
memang dapat mempersempit selisih kualitas antara murid yang di Jawa dan yang di luar
Jawa. Namun, di sisi lain membuat guru tidak berani berkreasi karena ada kemungkinan tidak
sesuai dengan kurikulum. Hal ini dianggap akan merugikan murid sebab akan memengaruhi
peluangnya dalam memperoleh nilai yang baik yang masih menjadi tujuan akhir dari sistem
pendidikan di tiap jenjang di negeri ini.

Ujian Akhir Semester 59


Tentang hubungan guru dengan muridnya kian hari kian renggang. Dulu, mereka
begitu mengerti kondisi dan perkembangan muridnya. Namun kini, jam kerja guru terpaku
oleh waktu, lebih dari jam tersebut dianggap sebagai tambahan pelajaran sehingga perlu
perhitungan biaya tertentu. Kondisi ini diperparah oleh adanya perubahan gaya hidup anak
muda yang kian "santai" dalam bersopan santun terhadap guru. Di sisi lain, akibat
merebaknya akses informasi membuat murid "merasa lebih tahu" daripada gurunya.

Selain itu, juga belum ada peraturan di bidang pendidikan yang secara tegas
mengharuskan guru untuk meningkatkan kualitas pengajarannya sesuai dengan standar yang
ditentukan, yang ada barulah berupa himbauan saja. Keberadaan peraturan seperti ini akan
memberikan konsekuensi bila seorang guru tidak mampu meningkatkan kualitas diri serta
anak didiknya. Bukannya seperti saat ini dengan cara guru memberikan les-les privat pada
segelintir murid yang selain menimbulkan kecemburuan, menambah beban/pengeluaran
orang tua, juga memperlihatkan tidak adanya rasa tanggung jawab moral dari guru terhadap
anak didiknya.

Kualitas pendidikan hanya dapat meningkat bila para pemakai jasa pendidikan (orang
tua murid) sudah berani mempertanyakan keprofesionalan para pendidik serta bila
penyelenggaraan pendidikan sudah dikelola oleh guru yang profesional, yitu guru yang
memiliki kompetensi tertentu sesuai dengan persyaratan yang dituntut oleh profesi keguruan.
Apa persyaratannya? Dalam bukunya Education and Theacher, BJ Chandler mengemukakan
beberapa hal yang harus ada apabila kegiatan mengajar ingin dianggap sebagai suatu profesi
yaitu lebih mementingkan layanan daripada kepentingan pribadi, mempunyai status yang
tinggi, memiliki pengetahuan yang khusus, memiliki kegiatan intelektual, memiliki hak untuk
memperoleh standar kualifikasi profesional, dan mempunyai etik profesi yang ditentukan
oleh organisasi profesi.

Jelaslah bahwa untuk menjadi seorang guru yang berkualitas dan profesional itu
tidaklah mudah. Apalagi bila tidak didukung oleh kondisi yang kondusif (tingkat
kesejahteraan yang memadai dan mekanisme kontrol proses pendidikan yang efektif). Karena
itu, marilah kita semua (pemerintah), orang tua, masyarakat, lembaga hukum, institusi
pendidikan, dan sebagainya) berupaya memperbaiki diri guna tercapainya tuntutan akan
kualitas dan profesionalisme guru.

Ujian Akhir Semester 60


Memang profesionalisme bukanlah sebuah istilah baku. Juga bukan berharga mati.
Profesionalisme adalah konsep yang dinamis, berkembang sepanjang masa. Dengan itu kita
harus mengerti bahwa adalah tidak mungkin untuk menetapkan standar profesi yang berlaku
sepanjang masa, di dalam keadaan yang bagaimanapun. Persyaratan menjadi guru yang baik
lima puluh tahun yang lalu, berbeda dari sekarang, dan ada alasan untuk meramalkan bahwa
persyaratan itu akan berubah lagi lima puluh tahun dari sekarang. Tetapi janganlah berhitung
dalam jarak lima puluh tahun. Terlalu lama. Di setiap saat, profesionalisme berlangsung
terus, karena profesionalisme adalah suatu proses dengan ujung atau pucuk terbuka, yang
selalu terjadi, dan yang terjadi terus menerus, tidak pernah benar-benar selesai. Arti-nya,
apabila profesionalisasi berjalan terus sebagaimana seharusnya, maka yang kita peroleh
adalah hasil yang semakin hari semakin baik, semakin hari semakin lebih profesional.

Tetapi kalau profesionalisasi adalah konsep yang begitu dinamis, bagaimana kita
dapat mengamati atau menilai bahwa kita telah sampai pada tahap yang acceptable, dan yang
sekaligus improvable? Inilah sisi lain lagi dari masalah profesionalisasi di bidang
kependidikan. Profesionalisasi, sebagai sebuah proses, terjadi di dalam sebuah konteks yang
riil, bukan di dalam ruang hampa.

Profesionalisasi berkaitan dengan apa yang kita percayai sebagai tujuan yang
semestinya kita capai. Dengan serangkaian tujuan yang jelas, kita kemudian dapat
mengidentifikasi berbagai indikator keberhasilan. Dan dengan itu akan lebih mudah kita
memahami wujud profesionalisme yang dikehendaki. Tetapi profesionalisasi juga berkaitan
dengan living realisties yang berpengaruh terhadap keberhasilan kita mendidik tenaga-tenaga
profesional; sumber daya manusia, sarana, iklim politik, dan berbagai unsur di dalam
ecosystem pendidikan yang harusnya diperhitungkan di dalam mencapai tujuan.

Tidak dapat dinaifkan bahwa memang tidak mudah merumuskan dan menggambarkan
profil seorang guru profesional. Apakah mungkin karena itu, maka kita tidak dapat
menemukan guru yang memenuhi syarat profesionalisme? Tidak. Bukan karena itu, masih
banyak guru yang berhati guru dan berjiwa guru. Masih banyak guru yang hidup dan matinya
diberikan kepada tugasnya mendidik anak bangsa. Masih banyak guru yang berpotensi
profesional. Tetapi dunia sekeliling guru tidak memahami potensi itu. Dunia sekeliling guru
masih terlalu banyak berwatak anti profesionalisme. Watak birokrasi misalnya, masih terlalu
kental sebagai watak yang tidak menghormati karena tidak memahami hakikat
profesionalisme.
Ujian Akhir Semester 61
Keadaan yang anti profesionalisme itulah yang justru mencemari dan memudarkan
hasil usaha dan keberhasilan guru-guru yang menerima profesi pendidikan sebagai panggilan
hidup. Mereka ada di sekeliling kita. Dan kalau kita cermat, kita mungkin dapat mengenalnya
apabila kita bertemu dengan guru serupa itu. Perhatikanlah sekeliling Anda. Lihatlah guru itu,
yang telah menyelesaikan dengan baik pendidikan profesionalnya dari sebuah lembaga
pendidikan guru. Pada tahun-tahun awal sejak dia pertama kali menjadi guru, tidak banyak
yang istimewa yang tampak di dalam guru itu. Bahkan penampilan awalnya sama saja dengan
guru-guru yang lain. Bukan tidak kompeten, tetapi tidak ada keistimewaan apa pun yang
tampak dari luar.

2. Penghargaan Profesi

Kita belum terlambat untuk memulihkan krisis dengan memprioritaskan


pembangunan pendidikan dengan fokus peningkatan etika moral. Namun, yang perlu
diperhatikan adalah mendongkrak citra guru agar penghargaan profesionalitasnya sederajat
dengan profesi dokter dan insinyur. Kalau dokter hanya menangani beberapa pasien, insinyur
menangani beberapa tukang dan tenaga teknis, tetapi guru mendidik dan mengobati ribuan
anak. Karena itu, beberapa upaya berikut ini perlu dilakukan.

Pertama, lembaga pendidikan guru harus bisa merekrut calon guru dengan memberi beasiswa
dalam jumlah banyak, diasramakan dan dijamin pengangkatan status kepegawaiannya, sama
seperti perekrutan tentara. Untuk merealisasi hal itu, di negeri ini tidak perlu terlalu banyak
penyelenggara LPTK.

Kedua, pemerintah harus beritikad baik untuk meningkatkan anggaran pendidikan, khususnya
dalam memberi kesejahteraan guru dan penyediaan sarana belajar. Sebab, standar penggajian
guru selama ini lebih rendah dibandingkan dengan seorang cooker dan teller bank.
Bagaimana mungkin guru akan bisa membeli buku, berlangganan koran, memainkan
komputer, menelepon teman/siswa, naik motor ke sekolah, kalau tidak ada sarana
pemberdaya untuk mencapai keinginan itu.

Ketiga, dosen-dosen di LPTK harus dilibatkan dalam pembenahan manajemen sekolah,


termasuk melakukan pengawasan. Sebab keterpurukan sekolah dan penderitaan guru
disebabkan tidak ada advokasi sejawat mereka yang memiliki ''nyali'' untuk melakukan
reformasi dan perubahan. Stres guru akibat berbagai pemotongan gaji, tekanan-tekanan

Ujian Akhir Semester 62


politik untuk menjadi anggota parpol tertentu dan ketidakberdayaan ekonomi belum pernah
mendapatkan pembelaan.

Keempat, Badan Pembantu Penyelenggara Pendidikan (BP3) harus bisa mengupayakan sosial
ekonomi guru diberdayakan supaya mereka memiliki motivasi dalam mengajar. Kini perlu
bahwa guru berani menolak berbagai bentuk pemotongan yang tidak berkaitan dengan upaya
profesionalitas.

3. Kredibilitas Profesional Guru

Sejauh ini, pendidikan masih diyakini merupakan kunci pengembangan kualitas


sumber daya manusia. Namun, masih banyak ditemukan persoalan dalam dunia pendidikan,
mulai dari masalah pemerataan, kebijakan yang belum mampu menjawab tantangan dan
kebutuhan, sampai soal mutu yang rendah.

Dalam mengurai dan mencari pemecahan masalah itu, guru acap dituding sebagai
biang kerok. Kualitas guru yang rendah dan guru yang tidak profesional kerap dikaitkan
dengan keterpurukan pendidikan.

Di banyak negara, sosok guru merupakan sosok invisible yang dianggap diperlukan
tetapi selalu tersisih, tak terperhatikan, dan tersembunyi di balik tembok sekolah. Juga di
Indonesia, guru adalah sosok "Pahlawan Tanpa Tanda Jasa", karena sebagai sebuah profesi,
jasa guru tidak mendapatkan penghargaan selayaknya. Itulah sekilas gambaran sosok guru
saat ini.

Citra guru demikian akan terasa kontradiktif jika dibanding citra guru pada masa
prakemerdekaan atau awal kemerdekaan. Pada masa itu, guru dipandang dan diperlakukan
bukan hanya sebagai pendidik yang pantas digugu lan ditiru, tetapi juga pemimpin
masyarakat yang dihormati dan disegani. Status ekonominya relatif tinggi. Hal itu tidak
terlepas dari imbal jasa yang memadai dan kredibilitas profesional guru di mata masyarakat
yang tinggi.

Secara politis guru juga dibutuhkan oleh pemerintah, baik pada masa penjajahan
maupun awal kemerdekaan. Demikian pula pada masa itu masih sedikit orang yang
berprofesi sebagai guru, sementara profesi-profesi lain belum banyak berkembang.

Ujian Akhir Semester 63


Memudarnya citra profesi guru saat ini, tidak lepas dari pengaruh beberapa variabel
yang saling mengait satu dengan lainnya. Dewasa ini penghargaan terhadap guru, secara
struktural oleh pemerintah maupun masyarakat, masih rendah. Terjadi ambiguitas dari
masyarakat dan pemerintah.

Di satu sisi mengakui peran penting pendidikan dalam pengembangan sumber daya manusia,
di sisi lain penghargaan terhadap profesi guru tidak sepadan dengan tugas dan tanggung
jawabnya. Gaji guru, meski sudah ada usaha dari pemerintah untuk menaikkannya, tetap saja
tergolong rendah.

Rendahnya kualitas dan kompetensi guru juga menjadi penyebab merosotnya citra
profesi guru. Status okupasional guru yang relatif rendah membuat profesi guru tidak lagi
menjadi pilihan utama, sehingga banyak generasi muda yang tidak berminat menjadikan guru
sebagai pilihan profesinya. Input yang dimiliki tenaga kependidikan relatif rendah tingkat
intelektualnya dibanding input nonkependidikan.Anak yang prestasi akademiknya baik,
hampir tidak ada yang mau menjadi guru. Akibatnya output yang dihasilkan juga rendah
kualitasnya.

Di sisi lain kompetensi guru, baik kompetensi personal, sosial, maupun profesional
masih belum memadai. Ini dapat dilihat dari kurangnya kematangan emosional dan
kemandirian berpikir, lemahnya motivasi dan dedikasi, serta lemahnya penguasaan bahan ajar
dan cara pengajaran yang kurang efektif. Sistem pendidikan guru yang kurang sistematis dan
semrawut yang ditunjukkan dengan kurang terkoordinasinya pengadaan, pemanfaatan, dan
pembinaaan profesi guru, secara tidak langsung ikut berperan menurunkan citra profesi guru.

Pengadaan guru secara massal yang kurang mempertimbangkan standar kualitas, tidak
berimbangnya antara jumlah guru yang dihasilkan dengan kebutuhan di lapangan, serta
minimnya pembinaan sebagai upaya peningkatan profesionalisme guru, mengakibatkan
profesi guru tidak dipandang sebagai profesi yang istimewa.

Profesi ini dianggap tidak menuntut keahlian yang khas, sehingga kurang memiliki
"nilai jual". Profesi guru dianggap sebagai profesi yang mudah dan murah. Kesannya setiap
orang bisa menjadi guru, asalkan mau. Pudarnya citra profesi guru juga disebabkan kurang
efektifnya organisasi profesi guru dalam melindungi dan mengembangkan profesionalisme
guru.

Ujian Akhir Semester 64


Organisasi profesi guru, seperti PGRI dan ISPI, kurang berdaya dalam
mengembangkan ilmu pendidikan seperti yang dituntut masyarakat.Selain itu dalam
melindungi hak-hak anggotanya organisasi itu kurang berperan secara optimal. Tidak banyak
advokasi yang dilakukan untuk memperjuangkan hak-hak para guru. Guru pun sering
menjadi pihak yang termajinalkan ketika berhadapan dengan pemerintah atau yayasan bagi
guru swasta.

Untuk mengembalikan citra profesi guru yang kini merosot bukan perkara mudah.
Dibutuhkan komitmen dan konsistensi dari banyak pihak; guru sendiri, organisasi guru,
pemerintah, dan masyarakat. Usaha peningkatan kesejahteraan guru dengan kenaikan gaji
harus terus didesakkan. Bagaimanapun persoalan ekonomi yang dihadapi guru amat
mempengaruhi kinerja dan profesionalitas guru.

Dalam beberapa waktu terakhir, pemerintah telah mengupayakan peningkatan


kesejahteraan guru, seperti kenaikan tunjangan guru sebesar 50 persen per Oktober 2002.
Namun, banyak yayasan swasta yang tidak mampu memberikan tunjangan seperti yang sudah
ditetapkan. Juga masih banyak guru negeri dalam kenyataannya tidak menerima tunjangan
seperti yang ditetapkan itu. Setiap profesi menuntut adanya suatu standar kompetensi, standar
moral, dan tanggung jawab tertentu yang harus dijaga demi citra dan kredibilitas profesi itu.

Seiring perkembangan zaman, peran guru mengalami perubahan, dari pembentukan


wawasan serta pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan pada abad industri, menjadi
fasilitator pembelajaran yang merupakan tuntutan abad informasi. Perubahan ini tidak berarti
tugas dan tanggung jawab guru menjadi lebih ringan. Karena guru tetap memiliki tanggung
jawab dalam pembentukan pengetahuan, keterampilan, dan sikap-nilai dari proses
pembelajaran yang berlangsung, serta bertanggung jawab untuk berpartisipasi secara nyata
dalam upaya pencapaian tujuan pendidikan secara utuh.

Hal ini menuntut peningkatan kualitas dan kompetensi dari para guru, dengan terus-
menerus memperbarui diri, mengupgrade dirinya sesuai tuntutan zaman. Juga untuk
memperbaiki kualitas output-nya, lembaga pendidikan guru harus membenahi strukturnya,
dengan membuat terobosan-terobosan baru yang secara tidak langsung akan membantu
meningkatkan citra profesi guru.

Ujian Akhir Semester 65


Rendahnya status guru tidak semata-mata ditentukan lembaga pendidikan guru, tetapi
lembaga pendidikan guru yang bermutu tinggi akan menjadi salah satu mata rantai yang
menentukan dalam upaya peningkatan citra profesi guru secara keseluruhan. Usaha terus-
menerus dari para guru untuk meningkatkan kualitas, kompetensi, dan profesionalitasnya,
dan dengan political will pemerintah untuk menghargai profesi guru, menata dan mengelola
lembaga pendidikan guru agar dapat menjaring calon guru bermutu dan menghasilkan output
yang berkualitas, serta berfungsinya organisasi profesi guru secara efektif dalam melindungi
dan memberdayakan guru, bersama-sama akan dapat mengangkat kembali citra profesi guru.

Profesionalisme Guru

Profesionalisme menekankan pada penguasaan ilmu pengetahuan atau kemampuan


manajemen beserta startegi penerapannya. Profesionalisme bukan sekedar pengetahuan
teknologi dan manajemen, tetapi lebih merupakan sikap, bahkan pengembangan
profesionalisme lebih dari seorang teknisi, bukan hanya memiliki ketrampilan yang tinggi,
tetapi memiliki suatu tingkah laku yang dipersyaratkan. Profesionalisme guru pada dasarnya
mengandung pengertian yang meliputi unsur-unsur kepribadian, keilmuan, dan ketrampilan.
Dengan demikian, dapat diartikan bahwa kompetensi profesional guru tentu saja akan
meliputi ketiga unsur itu meskipun tekanan yang lebih besar terletak pada unsur ketrampilan
sesuai dengan peranan yang dikerjakannya. Guru sebagai pendidik memangku jabatan
profesional, jabatan tersebut adalah suatu profesi yang sangat berperan dalam pendidikan
formal. Guru dapat dikatakan menempati posisi yang sangat strategis dalam pengelolaan
proses belajar pada pendidikan formal. Guru-lah yang merancang, mengarahkan dan
mengelola proses belajar mengajar dalam rangka (untuk) mencapai tujuan yang telah
ditentukan, dan sudah tentunya untuk kesejahteraan subyek didik. Dalam konteks itu, guru
tidak hanya membina anak untuk dapat menguasai ilmu pengetahuan secara kognitif saja, tapi
lebih jauh dari itu adalah untuk dapat membina nilai kemanusiaan pada anak. Dengan kata
lain, disamping mencapai instructional effects, pencapaian nurturant effects sangat penting
diupayakan, sehingga empat pilar pendidikan yang dirumuskan oleh UNESCO yaitu :
learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to live together, bisa
diimplementasikan secara bersamaan dan atau silih berganti. Maka dari itu kita membutuhkan
guru yang profesional.

Dalam hubungan dengan butir di atas, meskipun dalam kenyataan menunjukkan


perlakuan kita terhadap guru masih cukup jauh dari yang diharapkan, tetapi agaknya tidak

Ujian Akhir Semester 66


sulit untuk menyepakati bahwa tugasnya adalah teramat penting. Secara makro, tugas guru
berhubungan dengan pengembangan sumber daya manusia yang pada akhirnya akan paling
menentukan kelestarian dan kejayaan kehidupan bangsa. Dalam hubungan ini, tampaknya
memang ada kecenderungan untuk memandang permasalahan secara kurang jernih.
Kesalahan perhitungan oleh seorang insinyur bangunan dalam merancang bangunan atau
kesalahan terapi yang diberikan oleh seorang dokter segera disadari pentingnya oleh
masyarakat luas berhubung dengan kedramatisan dampaknya, bangunan bertingkat ambruk
atau pasien meninggal. Walaupun tidak langsung terlihat, agaknya juga tidak sulit untuk
menyepakati, bahwa dampak negatif kesalahan pendidikan juga tidak kalah seriusnya.
Kegawatan tersebut dapat berupa terbunuhnya bakat yang secara potensial dapat memberi
sumbangan bagi pembangunan dan kelestarian serta kejayaan bangsa, sampai dengan
perusakan diri sendiri (karena kebiasaan hidup yang salah dsb) maupun perusakan
lingkungan, yang kesemuanya itu juga tidak terperbaiki.

Bertolak dari keharusan menjaga keseimbangan antara kedaulatan murid dan otoritas
guru, serta keserasian antara penumbuhan kemampuan mempertanyakan dan kesediaan
menerima nilai lingkungan, maka peranan kunci guru di dalam interaksi pendidikan adalah
melakukan pengendalian yang pada dasarnya dapat ditinjau dari tiga segi. Peranan kunci itu
adalah: (a) secara sistematis mengupayakan pembentukan kemandirian murid dengan
mengatur pemberian kesempatan untuk mengambil keputusan sesuai dengan perkembangan
kemampuannya, (b) pemupukan kemampuan murid dalam pengambilan keputusan dengan
meningkatkan pengetahuan serta keterampilan yang relevan, dan (c) penyediaan sistem
dukungan yang memungkinkan melaksanakan bergabai alternatif bentuk kegiatan belajar
yang mencerminkan kemandirian dan kemampuan mengambil keputusan yang semakin
meningkat dengan kata lain, guru memang harus mengerahkan segenap kemampuannya
untuk menyediakan kondisi belajar yang kondusif untuk terjadinya proses pembelajaran pada
murid.

Pengendalian di sini perlu diartikan secara khas, sejak awal tujuannya adalah
pemandirian murid, bukan penjinakannya. Oleh karena itu, harus kokoh terpatri dalam
kesadaran guru bahwa segala kelebihannya apabila dibandingkan dengan murid adalah
bersifat sementara dan bukan hakiki. Bila dikaji lebih jauh dari situasi yang telah
dikemukakan pada butir -butir di atas, jelas akan kita pertanyakan profil guru bagaimana kita
harapkan untuk dapat mengelola proses pembelajaran dalam rangka antisipasi generasi muda
kita untuk memasuki gerbang abad ke-21, yang penuh dengan gejolak kemajuan itu. Bila
Ujian Akhir Semester 67
untuk itu, seandainya kita menjawab bahwa guru kita harus profesional (yang dicirikan pada
proses kemampuan pembelajaran diri), tetap kita harus pertanyakan bagaimana ciri umum itu
dan dengan jalan bagaimana kita meningkatkan hal tersebut.

4. Beberapa Karakteristik Pendidikan Dalam Era Globalisasi

Pada dasarnya modernisasi merupakan suatu periode waktu dan dengan suatu lokasi
geografis, dimana karakteristik utama dari proses ini tidak terungkap. Pada mulanya,
terminologi ini muncul sebagai akibat upaya sekelompok ahli pembangunan di Amerika
Serikat untuk mengembangkan suatu alternatif terhadap pendekatan Marxis mengenai
pembangunan sosial. Dari sudut pandang sosiologi, teori modernisasi menjelaskan
modernisasi dengan merujuk pada awal mula dari proses yang disebutkan Talcott Parsons
sebagai differensiasi struktural. Ini adalah proses yang dapat didorong oleh berbagai cara,
namun yang sangat mungkin disebabkan oleh perkembangan teknologi atau nilai-nilai.
Sebagai akibat dari proses ini, lembaga/institusi berlipat ganda, struktur yang sederhana dari
masyarakat tradisional ditransformasikan ke dalam struktur yang kompleks dari masyarakat
modern, dan nilai-nilai berkembang.

Dalam alur berpikir ini, maka modernisasi dapat dilihat baik sebagai proses maupun
suatu keadaan. Dan lazimnya keadaan modern dilihat sebagai lawan dari keadaan tradisional.
Pendekatan ini banyak mempengaruhi pendekatan pembangunan yang diterapkan oleh
banyak negara, khususnya negara yang sedang berkembang seperti Indonesia dengan
pendekatan tinggal landasnya. Kalau kita mencermati karakteristik masyarakat modern, maka
nyatalah bahwa terdapat pula karakteristik tradisional di dalamnya, demikian pula sebaliknya.
Dengan demikian referensi waktu dan tempat tidaklah tepat untuk membedakan tradisional
dan modern; yang sesuai ialah pemahaman secara kontekstual.

Dengan demikian, untuk memahami hal-hal ini tidak cukup dengan sekedar
menciptakan terminologi baru seperti pasca modernisasi dan sebagainya, akan tetapi lebih
tepat kalau kita menelaah kembali hakikat dari modernisasi itu sendiri. Demikianlah dengan
perubahan dalam kehidupan masyarakat yang berkembang dengan sangat pesat, maka
muncullah pendapat bahwa era yang akan kita hadapi dalam abad mendatang adalah era
globalisasi, sebagai "... the compression of the world and the intensification of consciousness
of the world as a whole".

Ujian Akhir Semester 68


Berikut ini akan diuraikan beberapa karakteristik utama globalisasi yang berkaitan
dengan pendidikan, atau dengan perkataan lain yang merupakan peluang dan tantangan bagi
pendidikan. (a) Sebagaimana telah diuraikan di atas, globalisasi menyangkut seluruh aspek
kehidupan masyarakat dan individu anggota masyarakat. Globalisasi menyangkut kesadaran
baru mengenai dunia sebagai satu kesatuan. Interaksi dan saling tergantungan yang semakin
besar dalam era baru perlu dijawab dengan tepat. Kurikulum pendidikan dan proses belajar-
mengajar seyogianya mampu mengisi peluang ini serta menjawab tantangan yang
ditimbulkannya. (b) Dalam rangka peningkatan mutu pendidikan tinggi Indonesia maka
pelaksanaan Tridharma perguruan tinggi seyogyanya dilaksanakan dengan benar dalam
suasana yang kondusif untuk pengembangannya. Dharma yang pertama masih perlu terus
dikembangkan pelaksanaannya, termasuk didalamnya adalah pemanfaatan satuan acara
perkuliahan yang rinci serta variasi metode belajar mengajar yang dipergunakan. Salah satu
persyaratan utama untuk ini adalah para tenaga pengajar harus tekun dan memiliki motivasi
yang tinggi untuk secara terus-menerus menyempurnakan materi perkuliahannya. Dharma
yang kedua, penelitian, masih sangat perlu untuk ditingkatkan. Wajarlah jika para tenaga
pengajar terus-menerus memperjuangkan pelaksanaan penelitian dalam pengembangan
karirnya. Satu hal yang nampaknya sangat penting untuk dikembangkan adalah budaya
penelitian. Seringkali penelitian di kalangan tenaga pengajar dilakukan hanya sebagai bagian
dari satu pekerjaan proyek. Kondisi sedemikian tidaklah mendukung terciptanya budaya
penelitian ini. Melaksanakan penelitian dalam suatu budaya penelitian yang benar akan
membawa kepada penerapan manajemen penelitian yang baik. Dan pada gilirannya hasil
penelitian tersebut akan mampu menjadi rekomendasi yang potensial dimanfaatkan oleh
penentu kebijakan. Research University baru merupakan target bagi beberapa perguruan
tinggi yang besar di Indonesia. Sedangkan bagi iklim pendidikan tinggi di negara-negara
industri, konsep ini telah dilampaui dan sekarang target yang dipandang sesuai dengan
perkembangan yang ada ialah service university. Konsep ini menyangkut keterkaitan yang
erat diantara lembaga pendidikan tinggi dengan dunia usaha. Dengan perkataan lain,
perguruan tinggi dapat tumbuh dan berkembang didalam era globalisasi dengan
memanfaatkan peluang-peluang yang ada didalam dunia bisnis.

Sehubungan dengan itu, perlu disadari bahwa tamatan perguruan tinggi di Indonesia
tidak hanya cukup memiliki pengetahuan kognitif yang tinggi, akan tetapi perlu dilengkapi
dengan sikap dan perilaku inovatif. Terdapat kecenderungan bahwa hal-hal yang bersifat
konvensional dan tradisional tidak mendapat tempat lagi didalam era globalisasi. Teknologi

Ujian Akhir Semester 69


membuat keterampilan dan pengetahuan sebagai satu-satunya sumber keuntungan strategis
yang berkelanjutan.

Peningkatan Profesionalisme Guru di Era Global

Sejak tahun 2005, isu mengenai profesionalisme guru gencar dibicarakan di


Indonesia. Profesionalisme guru sering dikaitkan dengan tiga faktor yang cukup penting,
yaitu kompetensi guru, sertifikasi guru, dan tunjangan profesi guru. Ketiga faktor tersebut
merupakan latar yang disinyalir berkaitan erat dengan kualitas pendidikan. Guru profesional
yang dibuktikan dengan kompetensi yang dimilikinya akan mendorong terwujudnya proses
dan produk kinerja yang dapat menunjang peningkatan kualitas pendidikan. Guru kompeten
dapat dibuktikan dengan perolehan sertifikasi guru berikut tunjangan profesi yang memadai
menurut ukuran Indonesia. Sekarang ini, terdapat sejumlah guru yang telah tersertifikasi,
akan tersertifikasi, telah memperoleh tunjangan profesi, dan akan memperoleh tunjangan
profesi. Fakta bahwa guru telah tersertifikasi merupakan dasar asumsi yang kuat, bahwa guru
telah memiliki kompetensi. Peraturan Pemerintah RI No. 19/2005 Tentang Standar Nasional
Pendidikan Pasal 28, yang menyatakan, pendidik (guru) adalah agen pembelajaran yang
harus memiliki empat jenis kompetensi, yaitu (1) kompetensi pedagogik (2) kompetensi
profesional, (3) kompetensi sosial, dan (4) kompetensi kepribadian.

Persoalan yang muncul kemudian, bahwa guru yang diasumsikan telah memiliki
kompetensi yang hanya berlandaskan pada asumsi bahwa mereka telah tersertifikasi,
tampaknya dalam jangka panjang sulit untuk dapat dipertanggungjawabkan secara akademik.
Bukti tersertifikasinya para guru adalah kondisi sekarang, yang secara umum merupakan
kualitas sumber daya guru sesaat setelah sertifikasi. Oleh karena sertifikasi erat kaitannya
dengan proses belajar, maka sertifikasi tidak bisa diasumsikan mencerminkan kompetensi
yang unggul sepanjang hayat. Pasca sertifikasi seyogyanya merupakan tonggak awal bagi
guru untuk selalu meningkatkan kompetensi dengan cara belajar sepanjang hayat. Untuk
memfasilitasi peningkatan kompetensi guru, diperlukan manajemen pengembangan
kompetensi guru. Hal ini perlu dipikirkan oleh berbagai pihak yang berkepentingan, karena
peningkatan kompetensi guru merupakan indikator peningkatan profesionalisme guru itu
sendiri.

Manajemen pengembangan kompetensi guru dapat diartikan sebagai usaha yang


dikerjakan untuk memajukan dan meningkatkan mutu, keahlian, kemampuan, dan

Ujian Akhir Semester 70


keterampilan guru demi kesempurnaan tugas pekerjaannya. Pengembangan kompetensi guru
didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan (1) perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, khususnya arus globalisasi dan informasi, (2) menutupi kelemahankelemahan yang
tak tampak pada waktu seleksi, (3) mengembangkan sikap profesional, (4) mengembangkan
kompetensi profesional, dan (5) menumbuhkan ikatan batin antara guru dan kepala sekolah.
Secara teknis, kegiatan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kompetensi guru adalah
(1) bimbingan dan tugas, (2) pendidikan dan pelatihan, (3) kursus-kursus, (4) studi lanjut, (5)
promosi, (6) latihan jabatan, (7) rotasi jabatan, (8) konferensi, (9) penataran, (10) lokakarya,
(11) seminar, dan (12) pembinaan profesional guru (supervisi pengajaran).

Manajemen peningkatan kompetensi guru bermuara pada pertumbuhan manusiawi


dan profesionalisme guru (Mantja, 2002). Dalam hal ini, hubungan antara kepala sekolah dan
guru bersifat proaktif mengupayakan perbaikan, pengembangan, peningkatan keefektifan dan
didasarkan atas kekuatan persepsi, bakat/potensi, dan minat individu. Artinya, kepala sekolah
hendaknya memiliki kepedulian terhadap kebutuhan manusiawi dan profesionalisasi guru
dalam tiga perspektif. Pertama, keterlibatan guru dengan segala keunikan kepribadiannya,
bakatnya, mengupayakan promosi yang wajar berdasarkan kemampuan kerja guru. Kedua,
kepedulian kepala sekolah terhadap pengembangan guru. Ketiga, program peningkatan
profesionalisme guru dilakukan secara kolaboratif antara kepala sekolah dan guru dalam
rangka meningkatkan keefektifan sekolah. Ketiga perspektif tersebut dalam proses
manajemen bersifat interdependensi dinamis.

Walaupun guru telah tersertifikasi, yang dapat diasumsikan mereka telah memiliki
kecakapan kognitif, afektif, dan unjuk kerja yang memadai, namun sebagai akibat
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta tuntutan pembangunan pendidikan
kekinian, maka guru dituntut untuk terus menerus berupaya meningkatkan kompetensinya
secara dinamis. Mantja (2002) menyatakan bahwa peningkatan kompetensi tersebut tidak
hanya ditujukan pada aspek kognitif, afektif, dan psikomotor, namun yang lebih penting
adalah kemamuan diri untuk terus menerus melakukan peningkatan kelayakan kompetensi.
Sergiovanni (dalam mantja, 2002) menegaskan bahwa teachers are axpected to put their
knowledge to work to demonstrate they can do the job. Finally, professional are expected to
engage in a life long commitment to self improvement. Self improvement is the will-grow
competency area. Pernyataan Sergiovanni tersebut memberikan petunjuk bahwa asumsi
profesionalisme guru pasca sertifikasi seyognya menjadi spring board bagi guru untuk terus

Ujian Akhir Semester 71


menerus menata komitmen melakukan perbaikan diri dalam rangka meningkatkan
kompetensi.

Peningkatan kompetensi atas dorongan komitmen diri diharapkan akan mampu


meningkatkan keefektifan kinerjanya di sekolah. Komitmen untuk meningkatkan kefektifan
kinerja sangat berkaitan dengan pencapaian tujuan program, yaitu program pembelajaran
yang diharapkan mampu menghasilkan output dan outcome yang mencapai standar. Jika guru
memiliki komitmen untuk mengembangkan kompetensi diri secara terus menerus, maka
proses-proses perencanaan, pengembangan, penerapan, pengelolaan, dan penilaian program
pembelajaran diyakini akan dapat dilakukan sesuai dengan tuntutan kekinian.

Penjelasan di atas mengindikasikan, bahwa komitmen diri dan strategi-strategi


manajemen sangat dibutuhkan dalam rangka memfasilitasi guru meningkatkan
profesionalismenya. Sinergi antara komitmen guru dan strategi manajemen akan melahirkan
proses kolaborasi yang efektif untuk meningkatkan kompetensi. Kajian ini menyajikan empat
dimensi teori preskripsi sebagai alternatif landasan bagi guru dan lembaga pendidikan untuk
meningkatkan profesionalisme guru. Lima dimensi teoretis tersebut, adalah (1) dukungan
kompetensi manajemen, (2) strategi pemberdayaan, (3) supervisi pengembangan, dan (4)
penelitian tindakan kelas.

5. Paradigma Baru dalam Pendidikan

Dewasa ini banyak orang mengeluhkan rendahnya mutu pendidikan, khususnya di


tingkat pendidikan dasar. Indikatornya antara lain dilihat dari kecenderungan menurunnya
nilai Ebtanas murni (NEM), terutama pada mata pelajaran matematika dan IPA, dan IPS.
Karena itu mulailah kita mencari kambing hitam dari realitas semacam itu. Kecenderungan
menurunnya mutu pendidikan dikaitkan dengan kurangnya jumlah guru di SD, rendahnya
tingkat pendidikan mereka, dan terlalu saratnya muatan kurikulum. Karena itu muncul pula
gagasan dari berbagai kalangan agar segera diadakan reformasi kurikulum.

Manajemen pendidikan masa depan yang diimpikan oleh Depdiknas adalah sekolah
memiliki wewenang lebih besar dalam pengelolaan lembaganya. Pengambilan keputusan
akan dilakukan secara partisipatif dan partisipasi masyarakat semakin besar. Sekolah akan
lebih luwes dalam mengelola lembaganya, pendekatan profesionalisme akan lebih
diutamakan dari pada pendekatan birokratik, pengolalaan sekolah akan lebih desentralistik,
perubahan sekolah akan lebih didorong oleh motivasi diri sekolah dari pada diatur dari luar
Ujian Akhir Semester 72
sekolah, regulasi pendidikan lebih sederhana, peranan pusat bergeser dari mengontrol
menjadi mengelola risiko, meningkatkan manajemen yang lebih efisien, akan lebih
mengutamakan team work, informasi akan terbagi ke semua kelompok kepentingan sekolah
akan lebih mengutamakan pemberdayaan.

Proses pembelajaran di kelas selama ini telah memposisikan guru sebagai pihak yang
super (kuat), sedangkan siswa barada pada posisi under (lemah), tidak berdaya yang harus
menelan mentah-mentah apa yang diberikan guru. Kondisi seperti itu kurang memberikan
kesempatan pada siswa untuk mengembangkan dirinya secar optimal. Sebagai dampaknya
adalah siswa merasa tidak betah belajar dan tidak nikmat berada di lingkungan sekolah.

Memasuki era demokratisasi, landasan pembelajaran yang harus kita kembangkan


adalah konsep pemberdayaan belajar siswa. Membangun masyarakat belajar adalah sebuah
tuntutan apabila kita ingin memberdayakan siswa dalam belajar. Menurut Kohlberg, dalam
membangun masyarakat belajar diperlukan empat pilar belajar yaitu; learning to
learn (belajar cara belajar), learning how to do (belajar apa yang dikerjakan), learning how to
live together (belajar cara hidup bersama), dan learning how to be (belajar menjadi diri
sendiri).

Melalui penciptaan situasi pembelajaran yang nikmat (enjoyble learning), akan


mampu mendorong motivasi dan minat belajar, serta mampu memberdayakan siswa.
Memberdayakan mengandung arti siswa tidak sekedar menguasai pengetahuan yang
diajarkan gurunya, tetapi pengetahuan tersebut telah menjadi muatan nurani siswa, dihayati,
diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam memasuki era desantralisasi dan
demokratisasi pendidikan, ada hambatan sistemik yang harus ditinggalkan. Antara lain,
pertama, paradigma penyeragaman atau keteraturan (sentralisasi) telah merasuki dunia
pendidikan kita.

Sementara dalam proses pembelajaran di kelas, sebagaian besar guru masih


memperlakukan siswa sebagai obyek, bukan sebagai subyek. Pandangan bahwa guru sebagai
satu-satunya tempat untuk melegimitasi nilai-nilai kebaikan dan kebenaran masih sangat
melekat dalam benak guru. Sehingga sesuatu yang baik dan benar menurut siswa, akan
menjadi salah bila tidak sesuai dengan pendapat/pandangan guru. Jadi, menurut pandangan
ini, nilai kebaikan dan kebenaran bersifat relatif tergantung apa kata guru. Hal ini
bertentangan dengan konsep pemberdayaan siswa dalam belajar.

Ujian Akhir Semester 73


Mengacu pada hal tersebut di atas, upaya-upaya pemberdayaan guru dapat dilakukan dengan
cara antara lain sebagai berikut:

Pertama, pengembangan karier. Kesempatan untuk promosi terbuka disertai kejujuran dalam
pelaksanaannya akan merangsang motivasi guru melaksanakan tugasnya. Posisi yang dapat
dicapai oleh guru juga dikembangkan, khususnya untuk posisi yang diperebutkan dengan
persyaratan ketat, misalnya kepala sekolah, pengawas, guru inti (instruktur) dan sebagainya.

Kedua, peningkatan mutu guru. Para guru dituntut meningkatkan kemampuannya atas
prakarsa sendiri dan sekolah tempat mereka bertugas yang kemudian mendapat dukungan
dari pemerintah. Peningkatan mutu, pertama-tama dikaitkan dengan peningkatan kualifikasi
untuk memenuhi persyaratan sebagai guru, baik melalui penataran maupun studi lanjut.

Ketiga, mengatasi beban psikologis dengan cara merampingkan beban kurikulum tanpa
mengurangi target kurikulum untuk jenjang pendidikan yang sesuai. Para peserta didik harus
ditumbuhkan bahwa belajar proses yang menyenangkan, dan guru juga harus dikembangkan
keyakinan bahwa mengajar pekerjaan menyenangkan. Terhadap kurikulum yang
diberlakukan, guru diberi kesempatan mengembangkan prakarsanya sendiri untuk mencapai
target kurikulum.

Keempat, peningkatan kesejahteraan. Penghasilan guru diupayakan semakin meningkat


sehingga dapat memenuhi kebutuhan minimal. Dengan dipenuhinya kebutuhan minimal ini
dapat lebih berkonsentrasi pada tugasnya.

Guru memperhatikan karakteristik peralihan paradigma, dari paradigma lama ke paradigma


baru, dari tingkat profesionalisme yang rendah ke profesionalisme yang tinggi. Yang saya
sarankan ialah:

a. Peralihan paradigma dari yang terlalu berorientasi ke masa lalu ke paradigma yang
berorientasi ke masa depan. Guru dengan karakteristik profesional yang demikian,
akan mengajar dengan lebih banyak menggunakan bahasa harapan masa depan, dan
bukan bahasa nostalgia masa lalu.
b. Peralihan dari paradigma pendidikan yang hanya mengawetkan kemajuan, ke
paradigma pendidikan yang merintis kemajuan. Guru dengan orientasi profesional
demikian, akan merangsang anak didiknya untuk mencari jawaban, untuk meneliti

Ujian Akhir Semester 74


masalah, dan mengembangkan sendiri berbagai informasi baru. Dia tidak secara
dogmatis atau indoktriner memaksakan informasi usang yang sudah tidak berharga
apa-apa di dalam kehidupan anak didik.
c. Peralihan paradigma dari yang berwatak feodal ke paradigma pendidikan yang
berjiwa demokratis, guru dengan tingkat profesionalisme yang tinggi antara lain,
adalah guru yang mampu menghidupkan alam dan kehidupan demokrasi di dalam
situasi mengajar dan belajar sebagai sebuah cara hidup. Tanpa kewaspadaan guru,
sangat mudah proses itu menjadi feodalistik dan paternalistik. Guru adalah
lambang democracy in action, bukan democracy in words.
d. Peralihan paradigma pendidikan yang terpusat di satu tangan ke seragam, menjadi
paradigma pendidikan yang kaya dalam keberagaman, dengan titik berat pada peran
masyarakat dan anak didik. Di sini, guru bertanggung jawab, lebih masalah
sebelumnya, sebagai pengelola proses belajar dan mengajar. Profesionalisme guru
yang tinggi, akan menciptakan kemandirian lembaga.

Peralihan paradigma tersebut pasti memakan waktu; jauh lebih mudah membicarakan
dari pada merealisasikannya. Sektor pendidikan kita tergolong sebagai sektor yang sangat
tidak peka pada tuntutan perubahan. Tetapi, sebagai bagian reformasi, kita tidak dapat
menangguhkan terjadinya proses itu berlama-lama karena sudah terdapat banyak petunjuk
bahwa salah satu sebab utama keterbelakangan kita di dunia pendidikan sekarang adalah
karena pendidikan dikembangkan dengan "profesionalisme" yang berdasarkan paradigma
yang salah.

Kita harus menyadari, dan menyadarkan guru-guru pemula, bahwa kalau perhatian
kita terfokus hanya kepada sejuta masalah yang kebetulan ada di depan mata, kita sudah pasti
kalah perang sebelum turun bertanding! Sebagian besar dari sejuta masalah itu hanyalah
akibat, atau hanyalah gejala, atau periferi dari sesuatu yang sudah lebih dahulu wujud, jauh di
bawah permukaan.

Ujian Akhir Semester 75

Anda mungkin juga menyukai