Dosen Pengampu
Ali Sadikin, SE, MM
Disusun oleh:
Zoraya Sahi
NIM. 1610312320066
Dalam hal ini, S dalam persamaan diatas melmbangkan return yang diperoleh dalam
setiap subperiode perhitungan.
Sebagai contoh, misalnya suatu portofolio yang diamati selama 5 tahun terdiri dari
3 subperiode aliran kas yang masing-masing memberikan return berturut-turut sebesar
5%; 8% dan 10%. Dari data tersebut maka kita bisa menghitung return portofolio
berdasarkan metode TWR, sebagai berikut:
TWR = (1,0 + 0,05) (1,0 + 0,08) (1,0 + 0,1) – 1,0
Contoh. Ibu Haryati menginvestasikan Rp 100 juta pada awal periode pertama
ketika dia membeli suatu portofolio saham. Pada akhir periode pertama, Ibu Hariyati
mendapat dividen sebesar Rp 7 juta. Pada akhir periode pertama, menjual portofolio
sahamnya dan menerima Rp 120 juta. Dengan demikian, Ibu Hariyati mempuyai arus
kas berikut:
Waktu 0 1 2
Arus Kas Rp 100 juta Rp 7 juta Rp 120 juta
Untuk menghitung DWR, Ibu Haryati mencari tingkat diskonto atau tingat bunga yang
menyamakan arus kas mendatang dengan nilai sekarangnya:
𝑅𝑝 7 𝑗𝑢𝑡𝑎 𝑅𝑝 120 𝑗𝑢𝑡𝑎
𝑅𝑝 100 𝑗𝑢𝑡𝑎 = ( 1+𝑟)1
+ ( 1+𝑟)2
Tingkat bunga, r dapat dicari dengan proses coba-coba atau dengan bantuan
kalkulator finansial atau komputer. Pada kasus ini, tingkat bunga yang akan
mendiskonto arus kas mendatang adalah 13,10%
𝑹𝒑̇ − 𝑹𝑭
𝑺𝒑 =
𝝈 𝑻𝑹
D 0,61
B 0,47
C 0,33
A 0,13
Pasar 0,42
Portofolio B dan D mempunyai Indeks Sharpe yang lebih besar dari indeks Sharpe
pasar yang hanya sebesar 0,42. Sedangkan portofolio B dan C mempunyai return yang
hampir sama, namun mempunyai kinerja yang berbeda. Hal ini dikarenakan kedua
portofolio tersebut mempunyai standar deviasi yang jauh berbeda, yaitu 9,50% dan
13,75%. Data menunjukan bahwa portofolio C relatif hampir sama dengan B, ternyata C
memiliki risiko (dilihat dari standar deviasi) yang lebih besar.
Cara lain untuk melihat perbandingan kinerja diantara sejumlah portofolio adalah
dengan menempatkan masing-masing indeks Sharpe ke dalam titik-titik dalam grafik garis
pasar modal.
Terlihat bahwa nilai indeks sharpe besarnya sama dengan slope garis yang
menghubungkan titik return bebas risiko (RF) dengan posisi portofolio yang sedang
sievaluasi (tanda panah). Semakin besar slope (semakin tegak) garis maka semakin baik
kinerja portofolio tersebut.
Indeks Treynor
Kinerja dilihat dengan cara menghubungkan tingkat return portofolio dengan
besarnya risiko dari portofolio tersebut. Asumsi yang digunakan oleh Treynor adalah
bahwa portofolio sudah terdiversifikasi dengan baik sehingga risiko yang dianggap relevan
adalah risiko sistematis (diukur dengan beta).
𝑹𝒑 − 𝑹𝑭
𝑻𝒑
𝜷𝒑
Tp = indeks Treynor portofolio
Rp = rata-rata return portofolio p selama periode pengamatan
RF = rata-rata tingat return bebas risiko selama periode pengamatan
BP = beta portofolio p
Indeks Treynor juga merupakan suatu kompensasi terhadap risiko. Tetapi dalam
indeks Treynor risiko diukur tidak dengan total risiko melainkan banyak risiko sistematis.
Tabel 19.3
Portofolio Indeks Sharpe
D 11,67
C 6,00
A 4,00
B 2,87
Pasar 5
Dengan membandingkan tabel 19.2 dengan tabel 19.3, dapat dilihat adanya perbedaa
antara peringkat kinerja porofolio menggunakan indeks Sharpe dengan indeks Treynor.
Hal ini dikarenakan besarnya standar deviasi dan beta portofolio yang berbeda. Terlihat
bahwa dua portofolio yang mempunyai indeks Treynor yang lebih besar dari indeks pasar
adalah D dan C.
Jika digambarkan maka kedua portofolio tersebut akan berada diatas garis pasar sekuritas:
Indeks Jensen
Merupakan indeks yang menunjukan perbedaaan antara tingkat return aktual yang
diperoleh portofolio dengan tingkat return harapan jika portofolio tersebut berada pada
garis pasar modal. Persamaan untuk indeks Jensen:
𝑱𝒏 = 𝑹𝒑 [ 𝑹𝑭 + (𝑹𝒎 − 𝑹𝑭)𝜷𝒑 ]
Jp = indeks Jensen portofolio
Rp = rata-rata return portofolio p selama periode pengamatan
RF = rata-rata tingkat return bebas risiko selama periode pengamatan
𝛽 = beta portofolio p
Indeks Jensen adalah kelebihan return diatas atau dibawah garis pasar sekuritas
(security market line). Indeks yang bernilai positif berarti portofolio memberikan return
lebih besar dari return harapannya (berada di atas garis sekuritas) sehingga merupakan al
yang bagus karena portofolio mempunyai return yang relatif tinggi untuk tingkat risiko
sebenarnya.
Persamaan indeks Jensen dengan indeks Treynor adalah bahwa kedua indeks
ukuran kinerja portofolio tersebut menggunakan garis pasar sekuritas sebagai dasar untuk
membuat persamaan. Sedangkan perbedaannya adalah bawa indeks Treynor sama dengan
slope garis yang menghubungkan posisi portofolio dengan return bebas risiko, dengan
return portofolio yang tidak dikelola dengan khusus (hanya mengikuti return pasar), seperti
yang ditunjukan pada gambar 19.3. Tanda panah menunjukan besarnya indeks Jensen
untuk potofolio D. Disamping itu, indeks Jensen juga menunjukan besarnya perbedaan
return antara portofolio dengan return portofolio yang tidak dikelola dengan cara khusus
(hanya mengikuti return pasar) dengan tingkat risiko yang sama.
Gambar 19.3 Kinerja keempat portofolio indeks Jensen
Hal ini dapat terlihat dengan jelas pada persamaan 19.6 yang juga modikasi dari
persamaan 19.5
𝑱𝒑 = (𝑹𝑷 − 𝑹𝑭) − [𝜷𝒑 (𝑹𝑴 − 𝑹𝑭)]
Persamaan 19.6 menunjukan bahwa indeks Jensen merupakan selisih return
abnormal portofolio p selama satu periode dengan presmi risiko portofolio yang
seharusnya diterima dengan menggunakan tngkat risiko sistematis tertentu dan model
CAPM. Oleh karena itu, nilai indeks Jensen bisa saja lebih besar (positif), lebih kecil
(negatif) atau sama (nol).
Ketiga ukuran kinerja portofolio diatas tidak terlepas dari kemungkinan terjadinya
kesalahan dalam pengukuran. Seperti telah dijelaskan bahwa ketiga ukuran tersebut
menggunakan dasar CAPM, padahal CAPM merupakan model keseimbangan yang
menggunakan asumsi-asumsi yang sangat sulit kita temukan dalam kondisi nyata, sehingga
pengangguran model CAPM bisa menyebabkan adanya bias dalam pengukuran kinerja
portofolio tersebut
DAFTAR PUSTAKA
Jogiyanto Hartono. 2015. Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Yogyakarta: BPFE.
Tandelilin Eduardus. 2010. Portofolio dan Investasi. Yogyakarta: Kansius.