DIABETES MELITUS
Pembimbing :
Disusun Oleh :
ROSA EL BARIROH
201810401011004/201410330311172
FAKULTAS KEDOKTERAN
2018
i
LEMBAR PENGESAHAN
NIM : 201810401011004/201410330311172
Mengetahui,
Pembimbing
ii
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, atas berkat dan rahmat-Nya
yang telah dikaruniakan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas responsi
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak,
rekan sejawat, dan terutama dr. Wiwid Samsulhadi, Sp.PD yang telah meluangkan waktunya
untuk membimbing sehingga kapita selekta ini dapat selesai dengan baik.
Penulis menyadari dalam tulisan ini masih terdapat banyak kekurangan.Oleh karena itu
kritik dan saran yang membangun sangat penulis butuhkan guna menyempurnakan tugas kapita
selekta ini. Semoga responsi kasus ini dapat bermanfaat bagi rekan dokter muda dan
masyarakat.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI............................................................................................................................ iv
PENDAHULUAN .................................................................................................................... 1
KESIMPULAN.. .................................................................................................................... 30
iv
I. Pendahuluan
Diabetes Melitus (DM) adalah suatu sindroma klinis kelainan metabolik, ditandai oleh
adanya hiperglikemik yang disebabkan oleh defek sekresi insulin, defek kerja insulin atau
Estimasi terakhir IDF terdapat 382 juta orang hidup dengan diabetes didunia pada tahun
2013. (Kemenkes, 2014) Berdasar data IDF 2014, saat ini diperkiraan 9,1 juta orang penduduk
didiagnosis sebagai penyandang DM. Dengan angka tersebut Indonesia menempati peringkat
ke-5 di dunia, atau naik dua peringkat dibandingkan data IDF tahun 2013 yang menempati
peringkat ke-7 di dunia dengan 7,6 juta orang penyandang DM (Soebagijo et al., 2015)
darah, baik mikrovaskular seperti retinopati, nefropati maupun makrovaskular seperti penyakit
pembuluh darah koroner dan juga pembuluh darah tungkai bawah. Dengan demikian,
pengetahuan mengenai diabetes dan komplikasi vaskularnya menjadi penting untuk diketahui
Diabetes Melitus merupakan salah satu kompetensi yang harus dikuasai oleh seorag dokter.
Didalam SKDI telah ditetapkan kompetensi dokter untuk penegakkan diagnosis Diabetes
Melitus 1 dan 2 adalah 4A yang artinya Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan
Dalam studi kasus ini, akan dibahas secara singkat mengenai materi tentang
penyakit Diabates Melitus dan juga Sepsis. Selain itu juga dibahas tentang penegakkan
diagnosis, pemberian terapi, serta melihat dari kasus yang sudah ada.
1
II. Studi Kasus
1. Identitas Pasien
Umur : 58 Tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Pedagang
Ruangan : 4C – Bed B6
2. Anamnesis
Pasien mengeluh nyeri pada kaki kanan dirasakan sejak 1 minggu sejak SMRS, nyeri
dirasakan semakin hari semakin berat. Nyeri terutama pada daerah ujung jari dan daerah
telapak kaki, pasien juga mengeluh luka pada jari manis kaki kanan sejak 1 minggu
SMRS. Awal mula terbentuk luka yaitu terdapat benjolan diujung kaki terlebih dahulu
pada pagi hari, lalu siang setelah pasien memakai sepatu benjolannya tersebut berubah
menjadi luka. Selain itu pasien mengeluh sering BAK dan sering terbangun malam hari
utuk BAK. Pasien serng merasakan haus dan ingin minum terus. Pasien juga merasakan
lemah badan akhir – akhir ini. Lemah badan dirasakan tanpa sebab. Pasien juga
mengeluh mual dan rasa tidak nyaman di daerah ulu hati sejak 2 hari SMRS. Pasien
menrasa perutnya sebah dan tidak enak makan. Nyeri dada (-), dada seperti tertekan (-
), menjalar ke leher dan lengan kiri (-), tembus kebelakang (-), demam (-), sesak (-),
2
ngongsrong (-), batuk (-), pilek (-), BAB dbn, BAK sering terkadang malam hari,
terbangun untuk kencing 2-3x, urin berbusa (-), BB turun (-), jamu-jamuan (-), obat
HT (-), DM (-)
E. Riwayat Sosial
3. Pemeriksaan Fisik
C. GCS : 456
D. Status gizi
-BB: 50 kg
-TB: 150 cm
-IMT : 23,4
E. Tanda vital
- TD : 120/80 mmHg
- RR : 20 x/menit
3
- Suhu : 38 0C (per axilla)
F. Status Internus
1. Kepala : Rambut dalam batas normal, bentuk kepala dalam batas normal,
reflek cahaya (+), pupil bulat isokor, anemis (-), ikterus (-), dispneu
2. Leher :Pembesaran KGB (-), nyeri tekan (-), JVP normal, deviasi trachea (-)
3. Thoraks :
a. Pulmo
Dextra Sinistra
Pulmo Depan
Inspeksi
Palpasi
paru paru
Auskultasi
Suara tambahan
4
- Stridor (-) (-)
b. Cor
Auskultasi : suara jantung I dan II murni, bising jantung (-), gallop (-)
4. Abdomen
Inspeksi : permukaan datar, warna sama seperti kulit sekitar, pelebaran vena (-
Palpasi : nyeri tekan (-), tegang, hepar tidak teraba, lien tidak teraba, ginjal
tidak teraba
5. Ektremitas
Superior Inferior
Capillary Refill <2 detik / <2 detik <2 detik / <2 detik
5
Terdapat ulkus pada kaki kanan jari ke IV diameter kurang lebih 2 cm, hiperemi
slough +, push +, jaringan nekrotik -, Arteri dorsalis pedis dextra teraba lemah
4. Pemeriksaan Penunjang
7/11/2018
Darah Lengkap
mm3
440.000/ mm3
Kimia Klinik
Neut: 93,4%
Lymph: 3,5 %
K/Na/Cl
Chlorida 87 mmol/L
5. Assesment
- Sepsis
- Dispepsia
- Hiponatremia
6
6. Planning Diagnosis
- GDP
- GD 2 jam PP
- HbA1c
- SC
- Bilirubin
7. Planning Therapy
- Infus RL 21 tpm/menit
- RCI 4x6 IU
- Ceftriaxone 2x1 gr
- Metronidazole 3x500 mg
- Levemir 0-0-14 IU
- Novorapid 10-10-10 IU
- Antrain 3x1
- Omeprazole 3x1
8. Planning Monitoring
- Keluhan
- Ulkus pedis
- Vital sign
- GDA RCI
- GDP
- GD2JPP
9. Planning Edukasi
7
- Menjelaskan tentang rencana pemeriksaan dan penatalaksanaan yang akan dilakukan dan
diberikan.
8
II. Tinjauan Pustaka
Definisi
terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Sedangkan menurut
WHO 1980 dikatakan bahwa diabetes melitus sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan
kimiawi yang merupakan akibat dari sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut
Klasifikasi
(2009) memberikan klasifikasi diabetes melitus menjadi 4 tipe yang disajikan dalam :
1. Diabetes melitus tipe 1, yaitu diabetes melitus yang dikarenakan oleh adanya destruksi
sel β pankreas yang secara absolut menyebabkan defisiensi insulin. (Soebagijo et al., 2015)
2. Diabetes melitus tipe 2, yaitu diabetes yang dikarenakan oleh adanya kelainan sekresi
insulin yang progresif dan adanya resistensi insulin. (Soebagijo et al., 2015)
3. Diabetes melitus tipe lain, yaitu diabetes yang disebabkan oleh beberapa faktor lain
seperti kelainan genetik pada fungsi sel β pankreas, kelainan genetik pada aktivitas insulin,
penyakit eksokrin pankreas (cystic fibrosis), dan akibat penggunaan obat atau bahan kimia
lainnya (terapi pada penderita AIDS dan terapi setelah transplantasi organ).
4. Diabetes melitus gestasional, yaitu tipe diabetes yang terdiagnosa atau dialami selama
9
KLASIFIKASI DIABETES MELITUS PERKENI
Diagnosis
Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang
Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi
pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita. (Soebagijo et al., 2015)
Dalam Kasus ini juga ditemui manifestasi dari Diabetes Melitus yang diantaranya adalah
Gejala klasik DM ditambah Gula Darah Sewaktu ≥200 mg/dl. Gula darah sewaktu
merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memerhatikan waktu makan
terakhir, atau
10
Kadar Gula Darah Puasa ≥ 126 mg/dl. Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori
Pemeriksaan HbA1c ≥6,5% dengan menggunakan metode yang terstandarisasi oleh National
Pada pasien ini pada pemeriksaan penunjang didapatkan Gula darah sewaktu/ Gula
darah acak 580 mg/dl sesuai denga teori yaitu Gula darah sewaktu > 200 mg/dl . Pasien tidak
dilakukan pemeriksaan gula darah puasa, TTGO dan HbA1c. Hal ini tidak menjadi masalah
karena kriteria diagnosis bias dilakukan salah satu saja yaitu GDA, atau GDP atau TTGO
atau HbA1c.
Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan
Jangka pendek: menghilangkan keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa nyaman, dan
Jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit mikro angiopati, makro
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan darah,
berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara holistik dengan mengajarkan
Pilar penatalaksanaan DM
Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama beberapa
waktu (2-4 minggu). Apa bila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan
intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan insulin. Pada
keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung kombinasi, sesuai
indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis, stres berat,
11
berat badan yang menurun dengan cepat, dan adanya ketonuria, insulin dapat segera diberikan.
(Soebagijo et al.,2015)
1. Edukasi
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup danperilaku telah terbentuk
keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan
perilaku sehat. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang
darah mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia serta cara mengatasinya harus diberikan kepada
pasien. Pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat
Penyuluhan atau edukasi pada penderita diabetes 2 hal pokok yaitu tentang pemantauan
H.D.L (Hipertensi, Diabetes Mellitus, Lipid) dan tatalaksana pola hidup sehat.
(Askandar,2015).
Selai target H.D.L para diabetisi harus mengikuti 10 petunjuk pola hidup sehat GULOH-
SESAR:
a. G = Gula
b. U = Uric Acid
c. L = Lipid
d. O = Obesitas
e. H = Hipertensi
f. S = Sigaret
g. I = Inaktivitas
h. S = Stres
i. A = Alkohol
j. R = Regular check up
12
2. Terapi Nutrisi Medis
Penentuan status gizi selain dengan menghitung BBR dapat juga dihitung dengan rumus
Risk)
(6) Obesitas II ≥ 30
Dalam praktek, pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari untuk Diabetisi yang bekerja
Pada pasien ini dengan indeks masa tubuh yang normal yaitu 22,2 maka kebutuhan
13
Komposisi Diet-B lebih rinci, dapat dilihat susunannya pada tabel
Protein 12%
Lemak 20%
PUFA <5%
MUFA 10 %
Diet-B pada umumnya diberikan kepada semua Diabetisi yang mempunyai tingkat ekonomi
(2) mampu atau kaya, tetapi kadar kolesterol dalam darahnya tinggi
(4) telah menderita Diabetes Mellitus lebih dari lima belas tahun. Penderita Diabetes
B. DIET-B1
14
Karena kemampuan sosio – ekonomi, kebiasaan makan, dan agama Diabetisi berbedabeda,
juga atas dasar petunjuk medis yang lain, sejak tahun 1980 telah disusun dan digunakan Diet-
Susunan ini hampir mendekati susunan Diet-Diabetes di negara barat. Cara pemberian dan
distribusi makanan perhari adalah sama dengan Diet-B, hanya kolesterol yang terkandung
Diet-B1 diberikan kepada Diabetisi yang memerlukan protein tinggi yaitu penderita yang:
(1) mampu atau mempunyai kebiasaan makan tinggi protein, tetapi kadar lemak darahnya
normal
(7) menderita penyakit Graves atau Morbus Basedowi, yaitu penyakit gondok dengan
(8) menderita tumor ganas, antara lain: kanker panyudara, kanker rahim, atau kanker
lainnya.
Nefropati Diabetik adalah manifestasi penyempitan pembuluh darah dalam ginjal. Keadaan
terakhir ini memerlukan pengobatan khusus, baik di bidang Diet-Maupun dibidang ginjalnya.
(pembentukan protein). Tetapi, sering kali kebutuhan insulin menurun pada Nefropati Diabetik
15
Diet-Be atau Diet-Bebas hanya diberikan kepada Diabetisi dengan Nefropati Diabetik Tipe Be
(Stadium IV). Pada Stadium IV ini biasanya faal ginjal sudah sangat jelek. Sehingga
memerlukan terapi cuci darah. Pada saat ini (dengan HD reguler Stadium-V) diberikan
makanan yang tinggi protein (1 g/kg berat badan/hari). Penderita ini boleh minum glukosa dan
rasa manis lain (misalnya es krim dan lain-lain). Oleh karena itu disebut pula Diet Es Krim,
tetapi harus diberikan suntikan insulin. Aturan makan tetap tiga kali makanan utama dan tiga
kali makanan kecil, interval tiga jam dengan kalori lebih dari 2000 kal/hari.
D. DIET-KV
Diet ini diberikan kepada Diabetisi dan gangguan kardiovaskuler seperti: stroke, penyakit
jantung koroner, infark jantung, penyakit pembuluh arteri perifer oklusif. Komposisi Diet-KV
ini sama dengan Diet-B hanya ditambah tinggi arginin, tinggi serat, rendah kolesterol, ekstra
Diet ini diberikan untuk Diabetisi dan gangren. Komposisi Diet-G ini sama dengan DietB1,
hanya ditambah tinggi arginin, tinggi serat, rendah kolesterol, ekstra asam folat, vitamin B6
dan B12
Diet ini diberikan untuk penderita gagal ginjal yang berat dengan Stress Related Mucosal
Damage (SRMD) (perdarahan lambung). Diet ini terdiri dari gula pasir ± 30 gram di bawah
Diet ini diberikan untuk Diabetisi Malnutrisi (gizi kurang). Komposisi Diet-M terdiri dari 55%
karbohidrat, 25% protein, dan 20% lemak, dengan kandungan kolesterol kurang dari 300 mg
per hari.
16
H. DIET-M – PUASA : Indikasi
Diet ini diberikan untuk Diabetisi Malnutrisi (gizi kurang) yang berpuasa di bulan ramadhan.
DM Pregestasional adalah seorang ibu yang sudah menderita diabetes mellitus sebelum hamil.
Diet ini diberikan untuk Diabetisi yang hamil. Komposisi Diet ini sama dengan Diet-KV.
Pada pasien ini diet yang sesuai adalah diet G. Diet ini diberikan untuk Diabetisi dan
gangren. Seuai dengan pasien ini yaitu Diabete dengan adanya ulkus pedis.
3. Latihan jasmani
Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih 30
disesuaikandengan kemampuan dan kondisi penyakit penyerta. Sebagai contoh olahraga ringan
adalah berjalan kaki biasa selama 30 menit, olahraga sedang adalah berjalan selama 20 menit
4. Terapi farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan jasmani
(gaya hidup sehat).Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan.
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan (Soebagijo et al., 2015):
1. Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkansekresi insulin oleh sel beta pankreas,
dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurang. Namun
masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih. Untuk menghindari
17
hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai keadaaan seperti orang tua, gangguan faal ginjal
dan hati, kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan
2. Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan penekanan pada
peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu
Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi
dengan cepat setelah pemberian secara oral dan di ekskresi secara cepat melalui hati. Obat ini
Tiazolidindion
Gamma (PPAR-g), suatu reseptor inti di sel otot, sel hati dan sel lemak. Golongan ini
dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung kelas I-IV karena dapat memperberat
edema/retensi cairan dan juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan
tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan faal hati secara berkala (Soebagijo et al., 2015).
Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis), di
samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama dipakai pada penyandang
diabetes gemuk. Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal
(serum kreatinin >1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien pasien dengan kecenderungan hipoksemia
memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat
18
atau sesudah makan. Selain itu harus diperhatikan bahwa pemberian metformin secara titrasi
pada awal penggunaan akan memudahkan dokter untuk memantau efek samping obat tersebut
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa diusus halus, sehingga mempunyai efek
menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose tidak menimbulkan efek samping
hipoglikemia. Efek samping yang paling sering ditemukan ialah kembung dan flatulens
D. DPP-IV inhibitor
Obat golongan penghambat DPP-IV menghambat kerja enzim DPP-IV sehingga GLP-1
(Glucose Like Peptide-1) tetap dalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif. Aktivitas
GLP-1 untuk meningkatkan sekresi insulin dan menekan sekresi glucagon bergantung kadar
glukosa darah (glucose dependent). Contoh obat golongan ini adalah Sitagliptin dan
Obat golongan penghambat SGLT-2 merupakan obat antidiabetes oral jenis baru yang
menghambat penyerapan kembali glukosa di tubuli distal ginjal dengan cara menghambat
kinerja transporter glukosa SGLT-2. Obat yang termasuk golongan ini antara lain:
approvable letter dari Badan POM RI pada bulan Mei 2015(Soebagijo et al., 2015).
A. Insulin
19
2. Relatif pada DMT2 dengan keadaa tertentu :
b. Kehamilan
c. Selulitis/gangrene/infeksi lain
d. Kurus/underweight
e. Fraktur
g. Operasi
20
Evaluasi medis secara berkala
• Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan 2 jam sesudah makan, atau pada
o Jasmani lengkap
o Mikroalbuminuria
o Kreatinin
o EKG
o Funduskopi
21
Masalah-Masalah Khusus
Kaki Diabetes
1. Setiap pasien dengan diabetes perlu dilakukan pemeriksaan kaki secara lengkap, minimal sekali
setiap satu tahun meliputi: inspeksi, perabaan pulsasi arteri dorsalis pedis dan tibialis posterior,
2. Deteksi Dini Kelainan Kaki dengan Risiko Tinggi dapat dilakukan melalui pemeriksaan
Kelainan bentuk dan warna kuku (kuku yang menebal, rapuh, ingrowing nail).
Perubahan bentuk jari-jari dan telapak kaki dan tulang-tulang kaki yang menonjol.
3. Kaki diabetik dengan ulkus merupakan komplikasi diabetes yang sering terjadi. Ulkus kaki diabetik
adalah luka kronik pada daerah di bawah pergelangan kaki, yang meningkatkan morbiditas,
4. Ulkus kaki diabetik disebabkan oleh proses neuropati perifer, penyakit arteri perifer
Semmes-Weinstein 10g, serta ditambah dengan salah satu dari pemeriksaan : garpu tala
frekuensi 128 Hz, tes refleks tumit dengan palu refleks, tes pinprick dengan jarum, atau tes
22
6. Penatalaksanaan kaki diabetik dengan ulkus harus dilakukan sesegera mungkin. Komponen
mungkin seperti pengendalian kadar glukosa darah, lipid, albumin, hemoglobin dan
sebagainya.
Kendali vaskular (vascular control): perbaikan asupan vaskular (dengan operasi atau
Kendali infeksi (infection control): jika terlihat tanda-tanda klinis infeksi harus diberikan
pengobatan infeksi secara agresif (adanya kolonisasi pertumbuhan organisme pada hasil
Kendali luka (wound control): pembuangan jaringan terinfeksi dan nekrosis secara
teratur. Perawatan lokal pada luka, termasuk kontrol infeksi, dengan konsep TIME:
Kendali tekanan (pressure control): mengurangi tekanan pada kaki, karena tekanan yang
merupakan hal sangat penting dilakukan pada ulkus neuropatik. Pembuangan kalus dan
memakai sepatu dengan ukuran yang sesuai diperlukan untuk mengurangi tekanan.
Penyuluhan (education control): penyuluhan yang baik. Seluruh pasien dengan diabetes
23
Sepsis
Definisi
Sepsis adalah suatu sindroma klinik yang terjadi oleh karena adanya respon tubuh yang
takipnea, hipotensi dan disfungsi organ berhubungan dengan gangguan sirkulasi darah.
(Guntur, 2007).
Suspected infection
Biomarker sepsis (CCM 2003) adalah prokalsitonin (PcT); Creactive Protein (CrP).
Society of Critical Care Medicine (SCCM) dan European Society of Intensive Care
Medicine (ESICM) mengajukan definisi sepsis yang baru, dengan istilah Sepsis. Pada definisi
sepsis terbaru dijelaskan bahwa sepsis merupakan disfungsi organ yang mengancam nyawa
(life-threatening) yang disebabkan oleh disregulasi respons tubuh terhadap adanya infeksi.2-5
Definisi yang baru meninggalkan penggunaan kriteria systemic inflammatory response system
(SIRS) untuk identifikasi adanya sepsis dan meninggalkan istilah sepsis berat (severe sepsis).
Berdasarkan analisis direkomendasikan SOFA score untuk menilai derajat disfungsi organ
Sequential Organ Failure Assessment (SOFA) scoring dan quick SOFA (qSOFA)
Disfungsi organ dapat diidentifikasi sebagai perubahan akut skor total SOFA (Sequential
(Sepsis-related) Organ Failure Assessment) ≥2 sebagai konsekuensi dari adanya infeksi. 2-5
Skor SOFA meliputi 6 fungsi organ, yaitu respirasi, koagulasi, hepar, kardiovaskular, sistem
24
saraf pusat, dan ginjal dipilih berdasarkan telaah literatur, masing-masing memiliki nilai 0
(fungsi normal) sampai 4 (sangat abnormal) yang memberikan kemungkinan nilai dari 0
sampai 24. 2-5 Skoring SOFA tidak hanya dinilai pada satu saat saja, namun dapat dinilai
berkala dengan melihat peningkatan atau penurunan skornya. 2,3 Variabel parameter penilaian
Respiration
Coagulation,Haematol.
Hepatic
CNS
Circulation,
or norepi ≤0.1 a
25
Renal
s-creatinine,
Dalam kasus ini untuk menetukan sepsis atau tidak masih belum bisa dilakukan
menggunakan system sofa score dikarenakan kurangnya hasil dari pemeriksaan penunjang.
Kriteria yang dapat dinilai dari kasus ini hanya dari GCS, platelet dan kardiovaskular.
Sehingga pada kasus ini untuk menentukan diagnosis dari sepsis masih menggunakan
definisi lama yaitu ditemukan tanda tanda dari Sepsis yaitu adanya hipertermia degan suhu
38°C, Tachycardia yaitu heart rate 120x/menit, serta suspect infection ditandai adanya
leukositosis sebanyak 25.670/mm3 dan adanya ulkus pada kaki kanan jari ke IV diameter
Sehingga pada pasien ini saya usulkan melakuka pemeriksaan penunjang untuk
melakukan cek dari Serum creatinine, Bilirubin da PaO2. Serta melakukan monitoring urine
output.
Keadaan Kriteria
26
3. Frekuensi nafas > 20 x/’ atau PaCO2 <>
Dalam kasus ini juga termasuk dalam katagori Sepsis dikarenakan sudah memasuki
kriteria yaitu SIRS dengan tanda tanda infeksi. Namun belum termasuk katagori sepsis berat
Etiologi
Penyebab tersering sepsis adalah bakteri terutama gram negatif. Ketika bakteri gram negatif
menginfeksi suatu jaringan, dia akan mengeluarkan endotoksin dengan lipopolisakarida (LPS)
yang secara langsung dapat mengikat antibodi dalam serum darah penderita sehingga
membentuk lipo-polisakarida antibody (LPSab). LPSab yang beredar didalam darah akan
bereaksi dengan perantara reseptor CD 14+ dan akan bereaksi dengan makrofag dan
rentan infeksi yang dapat hidup lama, serta meningkatnya infeksi yang disebabkan organisme
27
Pada kasus ini penyebab dari sepsis adalah Ulkus pedis dextra digiti 4 wagner II yang
mana sangat dimungkinkan tumbuhnya bakteri pada ulkus tersebut selain itu pasien juga
menderita diabetes melitus sehingga menyebabkan rentan trjadinya infeksi serta factor
Pemeriksaan Penunjang
1. Sebaiknya dilakukan kultur mikroba sebelum dosis pertama pemberian antibiotic jika tidak
2. Jika dicurigai disebabkan oleh infeksi jamur, maka dapat digunakan pemeriksaan beta-D-
Pada pasien ini sudah sesuai dengan teori yaitu dilakukan pemeriksaan pencitraan
pada daerah yang diduga penyebab infeksi, yaitu dilakukan foto pedis dengan hasil bentukan
gas gangrene metatarso phalangeal. Namun pasien belum melakukan kultur mikroba untuk
pemeriksaan penunjang yaitu kultur bakteri untuk meentukan antibiotic apa yang aka dipilih.
Tatalaksana
Terapi Antimikroba:
1. Antimikroba sebaiknya diberikan dalam waktu tidak lebih dari satu jam setelah
mikroba penyebab dan yang dapat mencapai sumber infeksi. Antimikroba harus
28
4. Untuk infeksi mikroba Multi Drug Resistant seperti Acinetobacter dan Pseudomonas,
sebaiknya gunakan antibiotik kombinasi. Untuk pasien sepsis dengan gagal napas dan
syok sepsis, sebaiknya gunakan kombinasi antara Extended Spectrum Beta Lactam
dengan Aminoglycoside atau Fluoroquinolone. Untuk pasien syok sepsis akibat infeksi
Kombinasi antibiotik empirik sebaiknya tidak dipakai lebih dari 3–5 hari. Sebaiknya.
5. Durasi pemberian antimikroba biasanya 7–10 hari, dapat lebih panjang pada pasien
7. Antimikroba sebaiknya tidak diberikan pada sepsis yang penyebabnya bukan infeksi.
Pada poin 4 direkomendasikan penggunaan kombinasi untuk pasien sepsis dengan infeksi
bakteri Multi Drug Resistant. Salah satu rekomendasinya untuk Multi Drug Resistant adalah
Aminoglycoside (contoh: Amikacin) atau Fluoroquinolone (contoh: Levofl oxacin). Hal ini
sesuai dengan rekomendasi IDSA lainnya, yaitu untuk Hospital Acquired Pneumonia tahun
2005 yang juga menyatakan bahwa untuk infeksi bakteri direkomendasikan penggunaan
Fluoroquinolone (contoh: Levofl oxacin) atau Aminoglycoside (contoh: Amikacin). (Frans JV,
2017)
29
KESIMPULAN
1. Diagnosis Diabetes Melitus pada kasus ini didasarkan atas anamnesis, pemeriksaan fisis
2. Anamnesis yang menunjang pada kasus ini adalah polidipsi, poliuri, letargi.
3. Pemeriksaan penunjang pada kasus ini ditujukan untuk mendeteksi da mengevaluasi kadar
4. Penatalaksanaan Diabetes Melitus pada kasus ini sudah sesuai dengan teori
6. Pemeriksaan penunjang pada kasus ini ditujukan untuk meegakkan diagnosis sepsis
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Gustaviani R. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Dalam : buku ajar ilmu penyakit
dalam. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I dkk, editor. Jilid III. Edisi IV. Jakarta : balai
pengelolaannya. Dalam : buku ajar ilmu penyakit dalam. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi
I dkk, editor. Jilid III. Edisi IV. Jakarta : balai penerbit FKUI, 2006; 1906.
4. Guntur.H. Sepsis. 2007. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III . Edisi IV. Jakarta
5. Frans JV. et al., 2017. Penatalaksanaan Sepsis Dan Syok Septik Optimalisasi Fasthugsbid.
31