Anda di halaman 1dari 27

Bab 9.

Geologi Foto 2012

9
Geologi Foto
9.1. Pendahuluan
Geologi Foto pada hakekatnya adalah penggunaan foto udara dalam geologi. Para ahli geologi
menggunakan foto udara untuk tujuan penelitian maupun eksplorasi. Melalui kajian foto udara
stereoskopik seorang ahli geologi dapat memperoleh informasi geologi. Di lapangan para ahli
geologi menggunakannya foto udara sebagai peta dasar dan di laboratorium foto udara dipakai
untuk keperluan pengkuran obyek-obyek geologi secara teliti dengan bantuan suatu alat yang
presisi. Data-data tersebut digunakan untuk membuat peta topografi dan peta geologi foto yang
memiliki tingkat akurasi yang tinggi. Berbagai macam data geologi sangat mungkin diperoleh
dari foto udara. Ilmu yang yang berhubungan dengan pengukuran secara teliti diatas suatu foto
udara dikenal dengan fotogrametri. Banyak proyek pemetaan geologi foto detail memanfaatkan
peralatan fotogrametri untuk keperluan penghitungan dan pengukuran ketebalan stratigrafi,
pengukuran dimensi dari suatu tubuh batuan, pengukuran pergeseran suatu patahan,
pengukuran arah jurus perlapisan, besaran kemiringan lapisan, dan “closure” dari suatu lipatan.

Beberapa instrumen memungkinkan untuk pengeplotan data geologi foto secara akurat diatas
peta dasar dan dapat juga dipakai untuk membuat kontur struktur dan peta isopach secara teliti
di daerah yang singkapan perlapisan batuannya sangat baik. Bagian dari geologi foto yang
memasukan teknik-teknik lanjutan dari fotogrametri dikenal sebagai “Quantitative
Photogeology”, sedangkan bagian dari geologi foto yang berhubungan dengan studi tentang
bagaimana “mengenal dan menafsirkan” kenampakan obyek dan gejala geologi pada foto udara
dikenal dengan sebutan “Qualitative Photogeology”. Pada saat ini istilah istilah mengenai
“Geologi Foto”, “Pemetaan Geologi Foto”, dan “Penafsiran Geologi Foto” merupakan istilah-istilah
yang tidak hanya untuk dibedakan pengertiannya akan tetapi lebih ditekankan pada
penerapannya, sehingga pengertian dan definisi mengenai istilah tersebut menjadi kurang
bermakna. Berikut ini adalah definisi dan pengertian dari istilah-istilah tersebut diatas:

9.1.1. Foto Udara (Aerial Photograph)

Adalah suatu rekaman detail permukaan bumi yang dipengaruhi oleh panjang fokus lensa
kamera, ketinggian terbang pesawat, waktu pemotretan, jenis film dan filter yang dipakai saat
pemotretan. Foto udara dapat juga didefinisikan sebagai gabungan dari gambar / citra foto yang
dibuat untuk mengenal unsur-unsur dalam penafsiran/interpretasi. Foto udara pada dasarnya
merupakan foto perspektif yang secara geometri berhubungan dengan jenis kamera yang
dipakai dalam pemotretan.

9.1.2. Geologi Foto (Photogeology)

Geologi Foto adalah pemanfaatan foto udara dalam ilmu pengetahuan geologi. Definisi ini
merupakan definisi umum yang lazim diketahui oleh orang dan tidak spesifik/khusus. Di ruang
kelas, di lapangan dan di kantor para ahli seperti Kartografi, Geografi, Insinyur, Fotogrametri,
dan geologi semuanya menggunakan foto sebagai bagian dari pekerjaannya. Oleh karena itu

111 Copyright@2012 By Djauhari Noor


Bab 9. Geologi Foto 2012

Geologi Foto mungkin dapat didefinisikan sebagai seorang ahli geologi yang terlatih dan
berpengalaman di dalam pemanfaatan dan pemakaian foto udara, khususnya di dalam
pengkajian secara stereoskopik.

9.1.3. Pemetaan Geologi Foto (Photogeologic Mapping)

Pemetaan geologi foto adalah hal yang paling mendasar didalam membuat peta geologi dimana
data di kompilasi dari foto udara. Prosedur ini seringkali dianggap sebagai acuan dari penafsiran
geologi foto. Smith (1953) mendifinisikan sebagai pengenalan bentuk-bentuk yang spesifik/khas
dari obyek-obyek diatas foto udara sebagai “Photograph reading” dan disepakati oleh banyak
ahli sebagai istilah dari “Interpretation”. Seorang ahli geologi yang dapat mengenal kemiringan
lapisan, patahan/sesar, batas stratigrafi, dan sumbu lipatan yang diperoleh dari hasil
pengamatan dan disajikan di atas suatu peta dikenal dengan peta geologi foto. Namun demikian
masih diperlukan lagi latihan dan pengalaman yang cukup agar mampu membuat penafsiran
peta geologi dan harus meng-apresiasi makna dari hubungan antara struktur geologi, stratigrafi,
dan geomorofologi yang tidak dapat hanya ditunjukkan dengan simbol-simbol diatas suatu peta
geologi.

9.1.4. Penafsiran Geologi Foto (Photogeologic Interpretation)

Definisi secara luas dari interpretasi telah dilakukan oleh Summerson (1954,p.397) sebagai
perkiraan dari suatu obyek atau fenomena yang secara nyata tidak dilihat langsung; dan
penafsiran geologi melalui media foto udara tidak sama seperti pada penafsiran geologi hasil
observasi data lapangan. Penafsiran geologi foto adalah penafsiran melalui suatu analisa dan
pengetahuan geologi tingkat lanjut (advanced) dari suatu daerah didasarkan atas informasi yang
berasal dari kajian suatu foto udara. Dari tiga pengertian dan definisi dari istilah-istilah tersebut
diatas, para profesional yang ahli dibidang geologi foto dapat memahami mengenai perbedaan
definisi tersebut diatas. Meskipun demikian, tidak seorangpun diantara para ahli geologi yang
secara otomatis menjadi ahli dalam bidang penafsiran geologi foto.

Analisa geologi foto yang lengkap mungkin melibatkan (1). Kajian suatu foto, (2). Mengkontruksi
suatu peta, dan (3). Menyiapkan laporan. Prioritas dari pekerjaan ini adalah daerah yang akan
dikaji/diteliti harus terliput dalam foto udara, dan indek foto sebaiknya disiapkan. Seringkali
mosaik harus dibuat dan dibangun dan diproduksi lebih dahulu. Bersamaan dengan pengkajian
geologi foto, informasi yang diperoleh harus ditranfer ke foto mosaik atau keatas peta dasar. Hal
ini mungkin membutuhkan atau tidak membutuhkan instrumen fotogrametri. Sebagai tambahan,
seorang ahli geologi foto harus mengetahui dan mengerti kenyataan bahwa foto udara bukanlah
merupakan peta yang sebenarnya, dan bahwa model stereoskopik seringkali tidak menyajikan
suatu keadaan terrain atau permukaan tanah yang sebenarnya pada pemotretan udara. Bab ini
akan menjelaskan kepada kita mengenai foto udara, stereoskopik, dan beberapa prosedur dasar
yang diperlukan dalam mengatur dan memanfaatkan foto udara untuk kepentingan penelitian di
bidang geologi foto.

9.2. Foto Udara


Teknik pemetaan dari foto udara adalah salah satu aspek yang terpenting dalam ilmu
Fotogrametri / Penginderaan jauh. Fotogrametri / Penginderaan Jauh sendiri didefinisikan
sebagai seni, sains, dan teknonologi dalam memperoleh informasi yang andal (reliable) tentang
obyek fisik dan lingkungan melalui proses rekaman, pengukuran, dan interpretasi citra dan pola
radiasi elektromagnetis serta gejala lainnya.

Perbedaan diantara keduanya terletak pada kenyataan bahwa titik berat Fotogrametri adalah
pada aspek pengukuran dimana letak obyek (lintang, bujur, ketinggian) yang dipetakan,
sedangkan Penginderaan Jauh lebih tertarik pada pengenalan obyek apa (klasifikasi tanah, jenis
112 Copyright@2012 By Djauhari Noor
Bab 9. Geologi Foto 2012

tumbuhan, informasi geomorfologi, dll) yang akan dipetakan. Kedua cabang ilmu ini saling
berkaitan erat dalam proses penyajian peta baik peta topografi maupun peta tematik sebagai
produk akhirnya. Sedangkan pemakaian jenis sensor yang digunakan pada proses data akuisisi
(kamera udara, Landsat, SPOT), pemrosesan citranya (analog atau digital), cara analisisnya,
serta cara penyajian produk akhirnya (analog maupun digital) praktis tidak mempunyai
perbedaan.

9.2.1. Jenis dan Komponen Kamera

Kamera yang digunakan untuk memperoleh foto udara adalah kamera udara (aerial camera),
meskipun kamera lain seperti kamera terestrial, bahkan kamera amatir biasa (misalnya
Haselblad) yang dipasang pada pesawat udara atau helikopter sudah banyak digunakan untuk
keperluan yang khusus. Beberapa jenis kamera udara yang biasa digunakan adalah: (1) Frame
Camera; (2) Continous Strip Camera; dan (3) Panoramic camera. Dua kamera terakhir biasanya
hanya digunakan dalam pekerjaan survey reconnaissance.

Yang sangat umum digunakan untuk keperluan pemetaan adalah Frame Camera yang diambil
secara vertikal. Komponen-komponen yang ada pada suatu kamera foto udara dapat dilihat pada
gambar 10-1. Kamera ini menghasilkan suatu gambaran permukaan tanah berbentuk segi
empat, umumnya berukuran sekitar 23 cm x 23 cm. Lensa kamera membentuk gambar obyek
yang dipotret pada bidang fokal (Focal plane), diafragma dan shutter mengontrol exposure
sesuai dengan banyaknya sinar yang ada dan kecepatan filmnya, dan penapis (filter) membantu
untuk menembus kabut di atmosfer. Beberapa jenis lensa yang banyak digunakan adalah Bausch
and Lomb Metrogone wide angle, Zeiss Pleogon and Wild normal angle, wide angle dan super
wide angle. Dan hal ini berkaitan dengan panjang fokus dari sistem lensa tersebut.

Magasin (Kotak Film) berfungsi untuk menempatkan film, memutar film untuk expose
berikutnya, dan menjadi tempat untuk meratakan film selama pemotretan.

Body camera adalah rangka kamera dari suatu potret udara yang merupakan bagian yang
melindungi bagian-bagian dari kamera.

Lens cone assembly merupakan susunan lensa-lensa dari suatu suatu kamera yang disusun
sedemikian rupa sehingga cahaya yang masuk melalui filter yang berada didepan lensa akan
difokuskan pada suatu bidang fokus dimana tepat jatuh diatas bidang film dari kamera.

Diafragma terletak diantara susunan elemen lensa yang terdiri atas serangkaian lembaran
logam tipis yang dapat diputar untuk memperlebar atau mempersempit ukuran bukaannya.

Inner cone berfungsi menghubungkan susunan lensa dengan permukaan atas dari pada cone.
Permukaan atas ini dinamakan bidang fokal atau bidang gambar yang memuat fiducial–marks
yang menyatakan sumbu koordinat dari foto yang dihasilkan. Letak fiducial-marks ini bisa ditepi
atau dipojok bidang foto yang juga memuat informasi tentang ketinggian terbang (altimeter),
nomor kamera, fokus, nomor foto, nuvo, dan waktu pemotretan. Posisi relatif titik fiducial marks
dan harga koordinat principal point serta fokus kamera dinamakan elemen orientasi dalam
kamera.

Outer cone berfungsi untuk menopang inner cone, memegang mekanisme penggerak, dan
menopang magasin kamera. Sedangkan mekanisme penggerak memungkinkan gerakan gerakan
untuk memutar dan menutup shutter, mengoperasi sistem vakum kamera untuk membuat film
menjadi betul-betul rata selama pemotretan.

113 Copyright@2012 By Djauhari Noor


Bab 9. Geologi Foto 2012

Shutter adalah alat mekanis yang dapat membuka dan menutup secara mekanis, berfungsi
untuk mengatur lama pencahayaan yang masuk kedalam kamera dan biasanya diatur
berdasarkan waktu Umumnya adalah 1/125 detik, 1/60 detik dan seterusnya.

Roll film
Roll Film Magazine

Film Flattener
Film

Body
Camera
focal planes

Focal length

Inner cone

Shutter Lens conne assembly


Lens

Diaphragma

outer cone

Filter
Optical axis

[ 1. Magazine (Kotak Film) ; 2. Body camera; 3. Susunan lensa kamera (Lens conne assembly); 4. Lensa;
5. Inner cone lens; 6. Outer cone lens; 7. Diagfragma; 8. Shutter; 9. Filter; 10. Panjang fokus lensa
kamera; 11. Sumbu optis kamera; 12. Film; 13. Roll film; 14. Bidang fokus ; 15. Format bukaan kamera ]

Gambar 9-1 Bagan dari komponen komponen suatu kamera foto udara

Bidang fokus (Focal planes) adalah permukaan atas dan permukaan atas bidang fokus yang
terletak pada suatu jarak tetap dari titik nodal belakang lensa untuk memperoleh gambar yang
baik. Panjang fokus ini ditentukan dengan mengkalibrasi kamera yang bersangkutan.

Beberapa perlengkapan tambahan lainnya selama pelaksanaan pemotretan dengan


menggunakan kamera udara adalah camera mount, viewfinder, intervalometer, exposure
meter, dan catu daya sebagai pengbangkit tenaga. Camera mount dipasang kuat pada badan
pesawat dilengkapi dengan schock absorber untuk memperkecil vibrasi, Kamera bebas bergerak
pada sumbu putarnya terhadap camera mount ini.

Viewfinder mirip dengan kamera kecil yang menghasilkan gambaran obyek dipermukaan
tanah. Dengan melihat gambar ini, pemotret dapat mengontrol interval antara dua exposure
yang berurutan, biasanya 60% ke arah jalur terbang dan 30% kearah samping untuk
memperoleh overlap yang sesuai dengan yang dipersyaratkan dalam pemetaan. Viewfinder
adalah merupakan bagian dari intervalometer yang berguna untuk mengontrol interval exposure
secara semi otomatis. Pemotret memasukkan besaran overlap yang diinginkan kedalam
intervalometer. Intervalometer ini kemudian mengirim sinyal listrik ke kamera yang menyetel
shutter dan membuat exposure sesuai dengan overlap yang diinginkan.
114 Copyright@2012 By Djauhari Noor
Bab 9. Geologi Foto 2012

9.2.2. Geometri Foto Udara Vertikal

Foto udara yang terekam pada film merupakan gambaran yang lengkap dari obyek yang timbul.
Negative film yang diperoleh dapat direproduksi menjadi foto positif baik berupa diapositif
maupun paper print yang diperoleh dengan cara pencetakkan emulsi terhadap emulsi (emulsion
on emulsion). Oleh karenanya geometri sebuah positif adalah sama persis dengan negatif yang
terbalik, atau geometri sebuah positif sama persis dengan obyek ruangnya, kecuali skalanya.

Secara geometris, sebuah positif adalah bayangan yang terletak pada jarak fokus di depan titik
nodal depan sebuah kamera. Foto Udara umumnya diklasifikasikan berdasarkan orientasi dari
sumbu optik kamera, Sumbu optik dapat diketahui dari garis sepanjang titik kamera. Sumbu
optik menghubungkan titik pusat film dengan pusat lensa dan menerus melalui depan kamera
hingga kearah luar. Foto udara tegak (vertikal) adalah foto yang diambil dari satu kamera
dimana sumbu optik ke arah bawah membentuk sudut 900 atau tegak lurus terhadap permukaan
tanah/terrain. Beberapa batasan dari foto udara vertikal mengijinkan bahwa selama pemotretan
sumbu optik membentuk sudut beberapa derajat dari sumbu vertikal masih diklasifikasikan
kedalam jenis foto vertikal.

Foto udara oblique adalah foto yang diambil melalui suatu kamera dimana posisi sumbu optik
nya membentuk sudut dengan permukaan tanah / terrain. Pada gambar 9-2 memperlihatkan
geometri foto udara tegak (vertikal) dan hubungan antara film negative, lensa kamera, film
positive (cetakan), dan permukaan tanah / terrain. Skala foto sama dengan ratio antara panjang
fokus kamera dengan dengan tinggi kamera (f/H). Titik N terletak tepat dibawah kamera dan
disebut sebagai titik nadir, sedangkan titk ”PP” adalah principal point (titik pusat) foto. Pada foto
udara tegak, titik principal point dengan titik nadir berimpit dalam satu titik, sedangkan pada
foto udara miring (oblique) kedua titik tersebut terpisah.
Film negative

L Lensa

f
Principal point (PP)
H
Cetakan (film positive)

P Terrain

Gambar 9-2 Geometri Foto Udara Tegak

9.2.3. Prosedur Pemotretan Udara.

Foto udara adalah suatu foto yang diambil melalui kamera yang dibawa oleh pesawat terbang.
Oleh karena itu sebelum pelaksanaan pemotretan biasanya dilakukan persiapan secara
profesional. banyak faktor yang harus dipertimbangkan dan banyak permasalahan yang harus
dipecahkan sebelum pesawat terbang tinggal landas. Kebutuhan dari suatu proyek pemotretan
udara adalah menentukan skala dan karakteristik foto yang diinginkan. Tipe kamera yang akan
dipakai, dan jenis filter yang diperlukan, film yang sesuai dan peralatan peralatan khusus lainnya
serta personel fotografi yang profesional.

115 Copyright@2012 By Djauhari Noor


Bab 9. Geologi Foto 2012

Dalam suatu proyek pemotretan udara, sebelum pesawat melaksanakan pemotretan, maka jalur
terbang pada daerah yang akan dipotret harus direncanakan dulu (Gambar 9-3). Pesawat harus
terbang sesuai dengan jalur terbang yang sudah ditetapkan dan arah pergerakan pesawat harus
mengikuti arah jalur terbang. Jarak antara setiap jalur terbang adalah sama. Pemotretan yang
dilakukan dari satu jalur terbang akan mengkover area permukaan bumi dengan lebar tertentu.
Jalur kedua dari pemotretan harus mengkover bagian tepi dari areal yang dipotret pada jalur
terbang pertama. Bagian tepi luar yang terpotret dua kali pada jalur pemotretan yang
bersebelahan disebut sebagai ”side lap” dan umumnya cakupan luas sidelap sekitar 30 %.
Selama skala diketahui, maka lebar dari cakupan permukaan tanah dalam satu jalur terbang
dapat dihitung.Untuk dapat mengkover sidelap sebesar 30%, maka jarak antara jalur terbang
yang berurutan harus direncanakan sebesar 70% lebar dari cakupan wilayah yang terpotret.

Gambar 9-3 Rencana jalur terbang pesawat pada suatu proyek pemotretan udara. Jalur
penerbangan yang sejajar harus mencakup coverage area (sidelap) sebesar
30% dan dua foto yang diambil pada satu jalur terbang harus mencakup
coverage area (overlap) sebesar 60%.

Dalam satu jalur terbang, pemotretan harus dilakukaan dengan cukup sering sehingga seluruh
obyek yang ada di permukaan tanah dapat terekam minimal dalam dua potert yang berurutan.
Areal yang terpotert dua kali (overlap) pada posisi lokasi pesawat yang berbeda dan dalam satu
jalur terbang yang sama disebut dengan ”overlap” atau ”forward”. Dalam prakteknya overlap
area mencakup 60% dan merupakan areal cakupan stereokospik (areal yang dapat dilihat dalam
bentuk 3 dimensi), lihat gambar 9-4 dan 9-5. Dalam prakteknya, wilayah foto yang overlap 60%
merupakan areal cakupan stereoskopik.

Jalaur terbang 1 Jalur terbang 2

Foto

Ground N1 Sidelap 30% N2

Gambar 9-4 Coverage area sidelap sebesar 30% yang diambil dari dua jalur terbang yang
berdampingan, yaitu jalur terbang 1 dan jalur terbang 2. Arah terbang
menuju ke arah pembaca.

116 Copyright@2012 By Djauhari Noor


Bab 9. Geologi Foto 2012

L1 L2

G N1 N2 K

(60% overlap)

Gambar 9-5 Coverage area overlap sebesar 60% yang diambil dari satu jalur terbang pada
2 lokasi pemotretan yang berbeda (L1 dan L2).

Skala foto pada hakekatnya mirip dengan skala peta. skala foto adalah berbandingan jarak dua
buah obyek di foto dengan jarak yang sesungguhnya di atas tanah. Perbedaannya, pada sebuah
peta, skala akan sama disetiap titik karena peta adalah merupakan proyeksi ortogonal dari
sebuah kenampakan di permukaan tanah. Sebaliknya, sebuah foto udara adalah hasil suatu
proyeksi sentral yang mengakibatkan skala bervariasi sesuai dengan ketinggian titik tersebut
terhadap suatu bidang referensi tertentu. Hanya bila daerah yang dipotret betul-betul datar saja
(hal ini jarang terjadi) maka kaidah untuk menghitung skala peta itu berlaku untuk menghitung
skala foto. Rumus untuk menghitung skala foto dengan demikian berbeda dari titik satu dengan
titik lain seperti yang diberikan pada rumus berikut ini:

Sa = f / (H-h)

dimana : f = panjang fokus kamera


H = ketinggian terbang pesawat
h = ketinggian titik A terhadap bidang referensi (muka laut)
Sa = skala pada titik A

Untuk mempermudah definisi skala foto untuk seluruh cakupan lembah foto atau bahkan seluruh
daerah pemetaan yang mungkin tercakup atas ratusan foto, diberikan skala foto rata-rata yang
diperoleh dengan menggunakan rumus diatas, akan tetapi dengan menggantikan h dengan h
rata-rata.

9.2.4. Faktor Faktor Yang Berdampak Pada Gambar Foto

Faktor-faktor yang dapat berakibat pada gambar foto dapat dibedakan menjadi 2 (dua)
kelompok: (a). Faktor kendali manusia yang relatif tetap, seperti panjang fokus lensa, tinggi
terbang, kombinasi film dan filter, dan posisi sudut lensa; (b). Faktor variasi alam seperti warna
dari obyek yang dipotret, posisi obyek terhadap sudut matahari, jumlah kabut di atmosfer, dan
lain sebagainya.

1. Panjang Fokus dan Tinggi Terbang

Panjang fokus dan tinggi terbang harus dipertimbangkan secara bersamaan karena kedua faktor
tersebut berhubungan dengan skala foto. Berkaitan dengan panjang fokus dan tinggi terbang ,
maka rata-rata skala suatu foto dapat diformulasikan sebagai berikut:

117 Copyright@2012 By Djauhari Noor


Bab 9. Geologi Foto 2012

S = f/H
dimana : S = Skala
f = Panjang fokus lensa
H = Tinggi terbang pesawat

Sebagai contoh apabila pemotretan diambil pada ketinggian 10.000 feet sedangkan panjang
fokus lensa kamera adalah 6 inch (0.5 feet), maka skala foto adalah: 0.5 / 10.000 = 1 :
20.000

2. Kombinasi Film dan Filter

Kenampakan gambar foto sangat mungkin dipengaruhi oleh sensitifitas film dan transmisi cahaya
dalam pemakaian filter. Sensitifitas suatu emulsi film sangat dipengaruhi ketika film terebut
diproduksi sehingga semua atau sebagian spektrum sinar tampak dan sinar infra merah terekam
oleh film. Demikian juga dengan panjang gelombang cahaya pantul dari suatu obyek pada
kenyataannya dapat terekam karena sebagian dipengaruhi oleh kombinasi filter. Rekaman dari
panjang gelombang cahaya yang terpilih sangat dipengaruhi oleh film dan filter. dan hal ini
dapat berakibat pada hasil dari gambar foto, terutama berdampak pada rona warna dalam foto.

3. Sudut Lensa Kamera

Pada saat pemotretan, sudut lensa kamera sangat berpengaruh pada kurucut sinar yang masuk
kedalam kamera melalui lensa kamera dan hal ini sangat penting karena akan berpengaruh pada
pergeseran radial (radial displacement) dan pada perhitungan parallax (parallax measurement)
dan hal tersebut akan berpengaruh pada aplikasi fotogrametri dalam penafsiran geologi. Lensa
dengan panjang fokus yang besar (long-focal-length) yaitu lensa dengan panjang fokus lebih
besar dari 6 inchi (narrow angle) akan mempunyai sudut cakupan yang sempit dibandingkan
dengan lensa yang memiliki panjang fokus kurang dari 6 inci (wide angle). Jadi, untuk menjaga
agar supaya skala foto dan ukuran format foto, maka pemotretan harus menggunakan lensa
dengan panjang fokus 6 inci atau lebih atau dengan menggunakan narrow angle yang terbang
dengan ketinggian yang lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan lensa wide angle. Dalam
kondisi ini maka “radial displacement” atau biasa disebut juga “relief displacement” (pergeseran
relief) dari titik gambar yang sama akan lebih kecil apabila menggunakan “narrow angle”, untuk
menjaga skala dan ukuran format foto tetap maka kamera yang memiliki lensa narrow angle
harus terbang lebih tinngi lagi.

Perbedaan parallax pada suatu obyek dengan ketinggian tertentu sebaliknya akan berpengaruh
pada hasil dari perbedaan ketinggian terbang, perbedaan parallax secara langsung akan
berkurang dengan meningkatnya ketinggian terbang pesawat untuk panjang fokus lensa yang
tertentu. Dengan demikian, secara tidak langsung sudut lensa kamera tidak berdampak pada
pengukuran parallax. Apabila ketinggian terbang pesawat tetap terjaga maka sudut lensa tidak
akan berpengaruh terhadap pengukuran parallax pada satu titik gambar yang sama.
Penyimpangan (distorsi) gambar/citra yang terjadi pada tepi foto yang diambil dengan
menggunakan lensa wide angle akan lebih baik hasilnya dibandingkan apabila menggunakan
lensa narrow angle.

9.3. Stereoskop dan Foto Udara Stereo


Kondisi stereoskopis adalah suatu kondisi yang bila seseorang melihat secara serempak dua foto
yang memuat obyek yang sama dan dipotret dari dua posisi yang berbeda (overlap), masing-
masing mata melihat foto yang bersangkutan, maka akan tampaklah bayangan yang
stereoskopis (3 dimensi). Alat untuk mempermudah cara melihat seperti ini diantaranya adalah
stereoskop. Kondisi stereoskopis ini diperlukan bagi operator dalam melakukan proses pemetaan
karena dengan melihat obyek dalam 3 dimensi, seseorang akan merasa lebih nyaman, dapat
118 Copyright@2012 By Djauhari Noor
Bab 9. Geologi Foto 2012

menduga, bahkan dapat menghitung efek ketinggian suatu obyek pada skala tertentu.Dengan
melatih diri dan praktek, seseorang mungkin akan memiliki kemampuan melihat secara
stereoskopik tanpa harus memakai bantuan alat stereoskop. Namuin demikian, bagi setiap
pemula diwajibkan untuk belajar bagaimana cara menggunakan stereoskop. Dan setiap ahli
geologi foto dalam pekerjaannya selalu dilengkapi dengan alat strereoskop apabila ingin melihat
obyek obyek geologi yang terdapat di dalam foto udara.

Fungsi utama dari stereoskop adalah membantu seseorang untuk melihat obyek pada foto
dengan cara memfokuskan matanya diatas sebuah foto. Dan alat stereoskop berfungsi untuk
memastikan dan memelihara agar supaya jarak penglihatan mata tetap (konstan). Ada dua jenis
alat stereoskop, yaitu stereoskop lensa dan stereoskop cermin.

Stereoskop Lensa, tersusun dari dua buah lensa yang ditopang oleh sepasang kaki yang relatif
pendek. Pada model stereoskop lensa, umumnya jarak kedua lensa dapat diatur jaraknya
dengan cara menggeser-geserkan jaraknya agar supaya diperoleh jarak yang sesuai dengan
jarak dasar kedua mata dari setiap orang. Sebagaimana diketahui bahwa jarak dasar antara
pasangan mata setiap orang akan berbeda–beda, oleh karena itu pada alat stereoskop jarak
antara kedua lensanya dapat digeser-geser untuk disesuaikan dengan jarak dasar kedua mata
dari masing-masing individu.

Prosedur penggunaan stereoskop untuk mendapatkan kenampakan streoskopis (kenampakan


tiga dimensi) pada foto adalah sebagai berikut:
1. Pilih dua buah foto udara tegak yang saling overlap.Biasanya format foto udara
berukuran 23 cm x 23 cm dan mempunyai cakupan overlap area sebesar 60%.
2. Tentukan dan tandai ”Principal Point” dari masing-masing foto udara (pada gambar 9-6 A
: x1 dan y2)
3. Tentukan lokasi dan tandai pada setiap foto ”Principal Point” yang terihat di foto
pertama maupun di foto kedua (y2 pada foto pertama dan x1 pada foto kedua). Lihat
gambar 9-6B.
4. Buat garis yang melalui kedua titik principal point pada masing-masing foto (gambar 9-
6C).
5. Letakkan foto diatas meja dan posisikan foto secara overlap dimana foto pertama
overlap diatas foto kedua sekitar 2 inchi (5cm) yang menghubungkan kedua foto.
Dengan memakai penggaris, atur agar supaya garis principal point dari kedua foto
berada dalam satu garis lurus (Garis V-W pada gambar 9-6 D).
6. Tempatkan/letakkan stereoskop diatas foto dan lihat foto melalui stereoskop sehingga
tampak garis principal point terlihat menyatu (menjadi satu garis) dan bila perlu
stereoskop dapat disesuaikan dengan cara memutar-mutar sehingga diperoleh
kenampakan garis yang menyatu.
7. Apabila kenampakan stereoskopik tidak juga diperoleh, maka secara perlahan salah satu
foto digeser ke arah bagian dalam atau kearah luar sepanjang garis yang sudah dibuat
pada tahap 5. Lensa stereoskop dapat juga disesuaikan jaraknya hingga mencapai 0.5
inchi untuk mendapatkan kenampakan stereoskopik dan hal ini tergantung kepada
masing-masing orang dalam melihat bentuk strereoskpis. Bagi para pemula umumnya
jarak antara foto maksimal sekitar 1 inchi.
8. Apabila sudah diperoleh kenampakan foto secara stereoskopis, maka posisi foto tersebut
harus dipastikan tidak berubah/bergeser yaitu dengan cara foto dilapisi dengan drawing
tape atau masking tape sedangkan pada bagian tepi foto dari kedua foto ditempeli
dengan isolation tape untuk menjaga agar supaya foto tidak bergeser-geser.

119 Copyright@2012 By Djauhari Noor


Bab 9. Geologi Foto 2012

X1 Y2
+ +
A

Y1
X2
X1 +
+
B + +
Y2

Y1 X1
+
C +
+ +
Y2
X1

Y2
X1 Y1 +
D + + W

Gambar 9-6. Urut-urutan untuk mendapatkan kenampakan stereoskopis


dari dua foto yang saling overlap dengan stereoskop lensa

9.4. Kenampakan Stereoskopik

Geometri dari kenampakan stereoskopik, seperti yang dijelaskan dalam Teori Konvergensi, dapat
diilustrasikan pada gambar 9-7. Obyek A adalah obyek yang terlihat dari posisi mata kanan (R)
dan kiri (L). Jarak pandang adalah sebesar d. Konvergensi mata sebesar α . Jarak antara 2
lempengan adalah d1 dari mata. Sinar yang berasal dari obyek A ke arah mata L dan R akan
melalui lempengan pada titik a1 dan a2. Apabila dianggap bahwa Lempengan 1 dan lempengan
2 ditranformasikan secara instant menjadi cetakan foto dan tetap menempati posisi semula,
maka gambar foto a1 dan gambar foto a2 juga berada pada lokasi seperti yang terlihat pada
gambar.

Berdasarkan atas proses penjalaran sinar, proyeksi, dan konvergensi maka sangat beralasan
untuk menduga bahwa mata akan menerima kesan bahwa titik a1 dan a2 yang diterima oleh
otak yang kemudian otak secara mental akan memproyeksikan model (obyek) tersebut ke arah
luar dan kembali keposisi yang sebenarnya dalam dimensi keruangan (Titik A). Akan tetapi hal
tersebut tidak terjadi. Kedua jarak penglihatan (fokus) dan konvergensi harus diperhitungkan.
120 Copyright@2012 By Djauhari Noor
Bab 9. Geologi Foto 2012

Aktivitas dari fungsi konvergensi akan mengatakan bahwa model (obyek) harus berada di titik A,
akan tetapi fokus mata berada pada jarak d1. Dengan demikian, fungsi aktivitas fokus akan
mendesak dan memaksa model (obyek) tidak berada diluar posisi dari titik A1. Titik A harus
berada dan ada ditempat tersebut. Model (obyek) akan terlihat berada di titik A2, diantara dua
ekstrem tetapi dekat dengan titik A1.

Titik A2 tidak dapat dilokalisir oleh kontruksi geometri secara langsung, selama jarak dari mata
ditentukan oleh suatu proses mental yang sangat rumit (komplek) yang melibatkan beberapa
faktor. Hal tersebut dapat divisualisasikan dengan baik sebagai proyeksi keluar yang
berhubungan dengan mata (cyclopean eyes) berjarak d2 dan memiliki kesetaraan dengan
konvergensi dan mekanisme fokus.

α
A1
1 2
a1 a2
d
A2
d2
d1

C
Mata Kiri (L) Mata Kanan (R)

Gambar 9-7 Geometri dari kenampakan stereoskopik dan pembentukan titik


tetap virtual A2 dan jarak tetap virtual d 2 (Disadur dari Raasvelddt,
1956)

Titik A2 oleh Raasveldt (1956) dikenal sebagai Titik Tetap Virtual (Virtual Fixation Point) dan
d2 sebagai Jarak Tetap Virtual (Virtual Fixation Distance). Lokasi titik tetap virtual akan
bervariasi tergantung pada perbedaan kondisi penglihatan masing-masing orang.

9.4.1. Eksagregasi Vertikal

Model tiga dimensi yang diperoleh dari kajian stereoskopik pada dua foto udara adalah sebagai
suatu replika yang diambil dari permukaan bumi (terrain). Dari berbagai kasus, kenampakan
relief pada stereoskop akan lebih menonjol jika dibandingkan dengan keadaan sebenarnya,
sebagai contoh misalnya kenampakan suatu bukit yang landai akan terlihat dalam stereoskop
menjadi lebih terjal. Kenampakan yang tidak mencerminkan kondisi sebenarnya di alam dikenal
dengan pergeseran vertikal (vertical exaggeration). Eksagregasi vertikal terjadi jika skala vertikal
dari model melampaui skala horisontal (positive exaggeration). Apabila skala vertikal lebih kecil,
model dikatakan memiliki negative exagggeration.

Vertikal eksagregasi merupakan hal yang sangat penting ketika harus memperkirakan besarnya
kemiringan lapisan, kemiringan lereng, ketebalan lapisan, serta pergeseran patahan. Hubungan
eksagregasi vertikal terhadap pergeseran lereng dan kemiringan lapisan diilustrasikan secara
diagramatik pada gambar 9.8. Titik J mewakili puncak, dan garis AG adalah dasar dari
permukaan suatu bukit yang dipotret.

121 Copyright@2012 By Djauhari Noor


Bab 9. Geologi Foto 2012

α
G
A

Gambar 9-8 Hubungan eksagregasi vertikal terhadap pergeseran


kemiringan lereng dan kemiringan lapisan

Anggap bahwa ketika foto bukit tersebut dilihat secara stereokopis, Puncak bukit terlihat di titik
K, Titik K adalah relatif dua kali lebih tinggi dari dasar bukit AG yang puncaknya adalah J. Bukit
akan terlihat mengalami pergeseran kearah vertikal dengan faktor pergeseran adalah 2. Sudut
JAG adalah setara dengan kemiringan lereng sebenarnya pada sisi AJ. Kemiringan lereng
sebenarnya akan terlihat pada model terrain yang tereksagregasi dengan kemiringan lereng
adalah KAG, dimana bukit terlihat dua kali lebih tinggi dari kondisi sebenarnya. Kemiringan semu
KAG tidak dua kali lipat dari kemiringan sebenarnya JAG.

9.4.2. Pergeseran Relief

Pergeseran relief timbul pada bayangan foto akibat efek topografi (relief) dari obyek , yaitu
ketinggian suatu titik diatas atau di bawah suatu bidang referensi yang telah ditentukan.
Terhadap suatu datum, pergeseran relief akan terjadi ke arah luar untuk titik yang mempunyai
ketinggian positif (diatas bidang referensi) dan kearah dalam untuk yang mempunyai ketinggian
negatif. Rumus untuk menghitung pergeseran relatif adalah(Gambar 9-9 dan 9-10):

d = rh/H

dimana: r = jarak radial pada foto dari titik utama ke obyek yang bergeser;
h = ketinggian titik yang bergeser;
H = Tinggi terbang;
d = Pergeseran relatif.

122 Copyright@2012 By Djauhari Noor


Bab 9. Geologi Foto 2012

Gambar 9-9 Geometri pergeseran relief pada suatu potret udara

 Contoh Perhitungan Tinggi Bangunan Berdasarkan Pergeseran Relief

Apabila diketahui bahwa jarak antara titik pusat foto (principal point) ke obyek
suatu bangunan adalah sebesar 32 cm dan panjang pergeseran relatif bangunan
sebesar 4 cm serta tinggi terbang pesawat adalah 1200 meter, maka tinggi
bangunan dapat dihitung dengan menggunakan rumus diatas, yaitu sebagai
berikut:

h = H x d / r

= ( 1200 m x 4 cm ) / 32 cm

= 1200 m / 8

= 150 meter

123 Copyright@2012 By Djauhari Noor


Bab 9. Geologi Foto 2012

Gambar 9-10 Foto Udara Tegak Long Beach, California yang


memperlihatkan relief displacement

9.4.3. Paralax

Paralax adalah gerakan bayangan dari suatu obyek yang diam terhadap bayangan suatu obyek
diam yang lain bila titik pengamatannya bergerak. Sebagai contoh sederhana dapat diberikan
seperti berikut: Letakkan jari telunjuk anda pada jarak kira-kira 20 cm dari mata anda. Sekarang
tutuplah mata anda bergantian, kiri dan kanan. Anda akan melihat seolah-olah jari telunjuk Anda
bergerak relatif terhadap latar belakangnya. Gerakan inilah yang dinamakan paralax. Bila
sekarang posisi jari telunjuk Anda semakin dekat dengan mata Anda, misalnya hanya 10 cm,
gerakan paralax ini akan semakin besar, begitu pula sebaliknya.

124 Copyright@2012 By Djauhari Noor


Bab 9. Geologi Foto 2012

Bila posisi mata kiri dan kanan ini dianalogikan dengan posisi kamera pada saat pemotretan
untuk menghasilkan pasangan foto yang saling overlap (bertampalan) maka akan dapat ditarik
kesimpulan bahwa suatu obyek yang terletak lebih tinggi (berarti dekat dengan permukaan
kamera) akan mempunyai paralax yang lebih besar. Ini berarti, ada hubungan matematik antara
besarnya paralax suatu obyek dengan ketinggian obyek tersebut terhadap suatu bidang referensi
tertentu.

9.5. Penafsiran Foto Udara


Pada prinsipnya, penafsiran foto udara atau citra, mempunyai prosedur yang sama dengan yang
dilakukan pada peta topografi, yaitu menarik setiap lineament yang ada, identifikasi sungai-
sungai, dan mengelompokan suatu daerah yang mempunyai karakter foto / citra yang sama.

Penafsiran geologi dari suatu foto udara pada umumnya dapat dibagi dalam dua tahapan proses,
yaitu:
1. Tahap pertama adalah melakukan observasi atau pengamatan, pengumpulan fakta/data,
pengukuran, dan identifikasi kenampakan yang ada pada foto.
2. Tahap kedua adalah melibatkan proses mental terhadap data-data yang secara geologi
bermakna melalui proses deduktif atau induktif.

Menurut Stone (1951, p.755), suatu prosedur atau metoda pendekatan dalam interpretasi yang
harus dipakai karena prosedur yang mapan dan disiapkan untuk meng-oder dan analisa lengkap
dari subyek yang komplek/rumit. Pendekatan suatu prosedur atau metodologi kelihatannya
menjadi penerapan yang spesial dalam tahap observasi dalam kajian geologi foto dan akan
memberikan satu dasar yang kuat dimana tahap intrepretasi sangat tergantung. Stone sebagai
orang pertama yang mempelajari interpretasi foto secara sistematik dan metodologik. Stone
memperkenalkan 4 aturan prosedur umum interpretasi foto, yaitu:
1. Harus bertahap
2. Harus mulai dari umum, kemudian baru kepada yang bersifat khusus
3. Harus mulai dari hal-hal yang mudah diketahui, baru pada hal-hal yang tidak diketahui
atau sulit untuk diinterpretasikan
4. Foto harus dianalisa berdasarkan kualitas foto itu sendiri.

Stone pada aturan 1 memperkenalkan 8 tahap interpretasi foto secara umum, tetapi ITC
memperkenalkan 5 tahap interpretasi geomorfologi, yaitu:
1. Identifikasi aliran-aliran sungai, termasuk didalamnya pola aliran sungai, arah aliran,
aliran sungai, danau, dan lainnya. Pola aliran sungai merupakan dasar bagi orientasi
umum dan studi lebih detail terhadap litologi, struktur geologi, bentuk alam darat, jenis
tanah, jenis vegetasi, dan situasi hidrologi
2. Identifikasi relief dan morfologinya, termasuk didalamnya ketinggian, garis pemisah air,
kecuraman, panjang lereng, tekuk lereng, bentuk lereng, dan lainnya.
3. Analisa vegetasi dan tataguna lahan, yang secara tidak langsung berguna untuk
mengklasifikasikan terrain dan litologi, dengan melihat jenis vegetasi, ada atau tidak
adanya tumbuhan, kerapatan tumbuhan, komposisi, pola, dan lainnya.
4. Analisa litologi dan struktur geologi, yaitu dengan memanfaatkan informasi yang telah
didapat pada tahap 1, 2 dan 3, serta interpretasi dip-slopes, kelurusan, intrusi,
prosesvolkanik, dan lainnya.

9.6. Kriteria Identifikasi dan Penafsiran


Proses identifikasi, pemetaan, korelasi dan penafsiran geologi dari foto udara adalah suatu
pekerjaan yang sangat rumit dan komplek. Dan pekerjaan ini membutuhkan kesabaran dalam

125 Copyright@2012 By Djauhari Noor


Bab 9. Geologi Foto 2012

membuat keputusan, dan kemampuan melakukan evaluasi yang bermakna dari berbagai jenis
informasi yang berbeda beda.

Dengan demikian, geologi foto harus didekati secara integral dimana penafsiran geologi hanya
dapat dicapai jika seluruh perhatian dicurahkan pada kenampakan dan penyebaran singkapan,
struktur geologi detail, bentangalam, drainase, vegetasi, soil, dan kadangkala
mempertimbangkan juga kenampakan areal pemukiman, tataguna lahan maupun sebaran dari
populasi penduduk. Dan seorang ahli geologi foto minimal harus mempunyai pengetahuan
mengenai ilmu pedologi, botani maupun geografi.

Pada umumnya dalam sebuah foto udara terdapat beberapa inter relasi yang sangat erat antara
sejumlah faktor dan unsur-unsurnya. Hal ini mengharuskan seorang ahli geologi foto dapat
memilah-milah unsur unsur yang cukup banyak, meng-identifikasi masing-masing unsur, dan
mengetahui hubungan diantara unsur tersebut, mengkompilasi seluruh data yang terkumpul
untuk membuat peta, dan penafsirannya kedalam geologi. Selama proses mengenal dan
menafsir unsur-unsur kenampakan geologi sudah barang tentu akan melibatkan kelompok
subyek yang berbeda. Sedapat mungkin pertimbangan harus dilakukan sebelum pemisahan
ditentukan dan setiap waktu akan menjadi satu catatan tersendiri bahwa akan terjadi beberapa
unsur yang berasosiasi sangat erat dan saling overlap. Hal ini juga menjadi jalan keluar bahwa
kehadiran dari kenampakan unsur-unsur geologi secara relatif tidak mengindikasikan sesuatu
yang penting pada setiap unsur geologi yang teramati pada foto.

Dalam beberapa kasus, struktur geologi direflesikan oleh penyesuaian topografi terhadap jenis
batuan dan struktur. Beberapa contoh yang sering dijumpai adalah antara lain: punggungan
bukit dari jurus perlapisan batuan, perbukitan antiklin dan kubah, sinklin dan cekungan depresi
(low lands) atau lembah, gawir sesar, dataran pantai, bukit intrusi dike, cinder cone (kerucut
gunungapi), plateau lava. Secara umum untuk mengenali dan menafsirkan kenampakan tersebut
pada foto udara tidak begitu sulit. Analisa dan identifikasi detail dan satuan pemetaan
geomorfologi, berdasarkan pada bentuk alam darat, litologi, struktur dan proses.

Perbedaan foto-udara/citra dari peta topografi tentu terletak pada kualitas dan kejelasan
“feature” alam yang diamati. Kelurusan akan tampak lebih jelas dan lebih detail bahkan pada
daerah yang kelihatan mulus pada peta topografi. Begitu pula sungai-sungai lebih tampak jelas,
mana yang berair mana yang berupa lembah kering. Selain itu pola kontur pada peta topografi
akan tampak lebih bervariasi dan lebih detail pada foto udara atau citra, yang selain akan berupa
variasi litologi juga berupa tutupan vegetasi, lingkungan binaan manusia, dan lainnya.

Dalam interpretasi foto udara atau citra (dalam bentuk cetakan /paper print), hal yang paling
penting adalah mengamati karakter-karakter fotografi yang muncul pada hasil cetakan, yaitu
warna (pada citra warna), rona/tone (pada citra pankromatik), pola, tekstur, bentuk, ukuran,
bayangan, dan situasi geografi.

a. Warna (Colour) adalah warna yang tercetak pada foto/citra, yang umumnya berupa warna
palsu (false color composite); misalnya daerah hutan yang seharusnya berwarna hijau, pada
citra warna akan tampak berwarna merah atau lainnya (tergantung pada band gelombang
yang dipilih. Warna adalah suatu pengenalan unsur yang mungkin dapat sangat bermanfaat,
jika tidak bermanfaat, untuk keperluan dalam kriteria penafsiran

b. Rona Warna (Tone) adalah suatu ukuran dari jumlah relatif sinar yang dipantulkan oleh
suatu obyek dan direkam oleh kertas film hitam dan putih. Dan ini merupakan dasar dari
semua unsur-unsur yang dikenal, kecuali warna. Rona bernuansa hitam-ke-putih pada foto
atau citra pankromatik/hitam-putih. Cetakan foto/citra yang berbeda kemungkinan dapat
juga memberikan warna atau rona yang berbeda walau pada objek yang sama. Tetapi
umumnya, beberapa fenomena akan ditunjukan oleh warna atau rona yang berbeda,
126 Copyright@2012 By Djauhari Noor
Bab 9. Geologi Foto 2012

misalnya hutan berona abu-abu gelap, air berona hitam, alang-alang berona abu-abu,
endapan pasir lepas tanpa vegetasi berona putih, batu lempung berona abu-abu gelap, batu
gamping berona putih sampai abu-abu terang.

c. Bentuk (Shape) adalah salah satu unsur/elemen didalam penafsiran geologi, terutama
dalam arti yang lebih luas sangat berarti, karena ekspresi topografi atau relief topografi akan
memberikan pandangan yang lebih luas dalam hubungan masing-masing bentuk dalam
kontek ilmu geologi. Dalam hal ini bentuk sangat penting untuk mengenal bentuk
bentangalam konstruksional seperti kerucut gunungapi, kubah, teras sungai, meander
sungai. Bentuk juga sangat penting untuk membedakan satuan batuan seperti misalnya
formasi batuan yang berbentuk pungggung yang terjal dengan formasi batuan yang
berbentuk bukit yang landai.

Pada umumnya banyak kenampakan geologi dapat diidentifikasi terutama dari bentuknya
saja. Beberapa contoh seperti struktur kubah yang tererosi, Cinder cones, sand dunes, kipas
aluvial, dan lipatan yang menunjam. Bentuk kipas aluvial yang tersusun dari endapan yang
tidak terkonsolidasi relatif mudah dikenal dari bentuknya yang menyerupai kipas. Pada
umumnya bentuk asli dari endapan kipas aluvial masih belum lapuk dan belum mengalami
kerusakan oleh proses tererosi atau ditutupi oleh endapan lainnya. Perbedaan erosi dapat
dipertimbangkan sebagai kunci dalam mengenal dan mengidentifikasi lapisan batuan. Secara
umum batuan yang resisten terhadap erosi akan membentuk bentangalam yang lebih
menonjol atau topografi yang lebih tinggi dibandingkan dengan batuan yang kurang resisten
terhadap erosi dan biasanya membentuk lembah (topografi yang lebih rendah). Contoh
batupasir yang berbentuk bukit dan serpih yang berbentuk lembah (Gambar 9-11).

Gambar 9-11. Blok diagram dari bukit asimetri yang terbentuk oleh perlapisan
dengan kemiringan yang landai. Tampak beberapa batuan
resisten membentuk bukt-bukit sedangkan batuan yang kurang
resisten membentuk lembah.

Apabila korelasi antara litologi dan topografi tidak mencerminkan kondisi resistensi batuan,
seperti misalnya pergeseran yang disebabkan oleh suatu patahan dimana batuan yang
kurang resisten membentuk topografi yang tinggi (bukit) dan batuan yang resisten
disebelahnya membentuk topografi yang lebih rendah. Jika batuan dapat diidetifikasi dengan
kriteria lain, maka hubungan antara keberadaan topografi terbalik (reverse topography) dan
litologi dapat diidentifikasi. Gambar 9-12 dan gambar 9-13 memperlihatkan beberapa tipe
penyesuaian topografi karena perbedaan resistensi batuan.

Suatu lipatan yang menunjam yang melibatkan beberapa perlapisan yang resistensi
batuannya berbeda seringkali diperlihatkan oleh bukit dan lembah yang berbentuk zig zag.
Apabila lipatan tidak menunjukkan menunjaman maka lembah dan bukit akan berbentuk
sejajar atau paralel. Jenjang Gunungapi (volcanic neck) adalah satu contoh batuan yang
sangat resisten yang berada pada bagian inti (pipa gunungapi) yang tersisa karena badan
127 Copyright@2012 By Djauhari Noor
Bab 9. Geologi Foto 2012

gunungapinya telah sepenuhnya tererosi. Di beberapa tempat dibumi sering dijumpai


kenampakan suatu bukit yang terisolasi yang berdiri sendiri dan disekelilingnya terdapat
endapan material hasil peneplenisasi. Bentuk sisa bukit yang terisolasi seperti ini disebut
dengan monadnocks.

Gambar 9-12 Blok diagram dari bukit simetri yang terbentuk oleh perlapisan
batuan dengan kemiringan yang terjal. Sepanjang punggung
belakang bukit sejumlah perlapisan terpotong oleh proses erosi.

Gambar 9-13 Blok diagram bukit asimetri yang terbentuk oleh perlapisan batuan
dengan kemiringan yang landai. Batuan kurang resisten yang masih
tersisa diatas batupasir tidak memperlihatkan ekspresi yang
menonjol seperti yang diperlihatkan oleh batupasir.

Dyke (Intrusi batuan beku) dapat berbentuk seperti dinding tembok yang berbentuk bukit
dan biasanya melintang dan memotong daerah sekitarnya. Zona patahan seringkali
diekspresikan dalam bentuk topografi positif sehingga seringkali membingungkan dengan
kenampakan dyke. Topografi yang relatif lebih tinggi pada suatu zona patahan seringkali
dapat dijelaskan oleh bukti bahwa disepanjang zona patahan mengalami silisifikasi karena
adanya pengendapan air bawah tanah dimana konsentrasi silika lebih resisten terhadap erosi
dibandingkan dengan batuan yang ada disekilingnya.

Bentangalam juga sangat penting di dalam mengenal dan memetakan sejumlah struktur
geologi. Sebagai contoh adalah serangkaian perbukitan dan lembah yang terbentuk oleh
perselingan antara satuan batuan yang resisten dan yang tidak resisten mungkin akan
berakhir secara tiba-tiba disepanjang suatu garis linear. Garis semacam ini seringkali
ditafsirkan sebagai jejak dari suatu patahan.

d. Pola (Pattern) adalah susunan ruang beberapa objek alam dalam urutan dan susunan
tertentu, misalnya pola belang-belang selang-seling antara punggungan pasir di pantai

128 Copyright@2012 By Djauhari Noor


Bab 9. Geologi Foto 2012

dengan rawa belakang, pola perkebunan karet yang lurus dan teratur, pola aliran sungai,
pola lingkungan binaan manusia, dan sebagainya.

e. Texture (Tekstur) didefinisikan oleh Colwell (1952, p.358) sebagai frekuensi perubahan
rona warna di dalam gambar / citra dan dihasilkan dari satu agregat dari satu satuan
kenampakan obyek yang masing-masing individunya sulit untuk dipisahkan di atas foto.
Tekstur (Textures) adalah kekasaran suatu objek pada hasil cetakan. Misalnya daerah
padang rumput akan tampak halus dibandingkan dengan hutan heterogen, atau daerah batu
lempung akan tampak lebih halus dibandingkan dengan daerah endapan volkanik, walaupun
mungkin mempunyai rona yang sama.

f. Ukuran (Size) adalah dimensi volume objek yang diamati dalam tiga dimensional. Secara
praktis dapat diperkirakan dengan membandingkan terhadap objek yang telah dikenal; atau
dengan membandingkan terhadap peta topografi daerah yang sama (jika tersedia).

Gambar 9-14 Blok diagram di daerah yang berstruktur komplek yang telah mengalami
erosi yang cukup intensif. Percabangan sungai yang berkembang di
daerah ini secara genetik dapat diklasifikasikan berdasarkan struktur
geologi yang mengontrolnya ( r = resekuen; o = obsekuen; s =
subsekuen)

e. Bayangan (Shadow) adalah bagian yang gelap dari objek karena arah datang sinar
terhalangi oleh objek lain. Bayangan kadangkala menjadi faktor yang membuat sulit
interpretasi (misalnya tertutup bayangan awan), tetapi bayangan, terutama bayangan objek
itu sendiri, justru sangat berguna untuk menolong kita mendapatkan gambaran tiga
dimensional, walaupun tanpa stereoskop. Dalam Geologi, bayangan ini cukup penting,
terutama pada saat kita bekerja di daerah perlipatan yang memerlukan kesan perlapisan
melalui interpretasi “dip-slope”. Dengan adanya bayangan, kesan perlapisan akan tampak
menonjol.

f. Situasi Geografi (Geographic Position) adalah tempat dan posisi daerah pada peta yang
berguna untuk mengetahui orientasi mata angin.

9.7. Penafsiran Geologi dari Foto Udara

Gambar 9-15A adalah pasangan foto udara daerah Alkali Antiklin, Bighorn Basin, Wyoming,
USA yang memperlihatkan struktur perlipatan. Dengan menempatkan stereoskop lensa di atas
foto tersebut, maka kita akan dapat melihat kenampakan dalam bentuk 3 dimensi dari wilayah
tersebut. Penafsiran geologi daerah tersebut dapat dilakukan dengan cara melihat kenampakan
obyek-obyek geologi yang tampak pada foto melalui stereoskop lensa. Adapun penafsiran
geologinya didasarkan atas kriteria-kriteria dari penafsiran foto udara, seperti tona warna, pola

129 Copyright@2012 By Djauhari Noor


Bab 9. Geologi Foto 2012

aliran, tekstur, bentuk, ukuran (size), kenampakan bentangalam / geomorfologi yang terlihat
dalam foto. Untuk memulai pekerjaan ini, prosedur yang harus dilakukan adalah:

1. Mendeliniasi/menarik batas batas satuan batuan sesuai dengan garis bantu yang telah
diberikan dan mempertegas pola aliran sungai dan tentukan jenis pola aliran sungainya.

2. Kemudian dilanjutkan dengan menafsir kemiringan lapisan batuan serta kelurusan


struktur patahan / sesar. Penafsiran kemiringan lapisan batuan didasarkan pada
kenampakan ekspresi batuan resisten dan non resisten yang membentuk bentuk-bentuk
bukit yang menonjol dan bentuk-bentuk lembah.

3. Penafsiran patahan/sesar didasarkan atas kelurusan sungai /pembelokan sungai serta off
set perlapisan batuan atau topografi.

4. Sumbu lipatan dapat ditarik setelah penafsiran kedudukan kemiringan lapisan dan
penyebaran satuan batuan dilakukan.

5. Buat penampang geologi yang memotong seluruh formasi batuan dan struktur geologi
yang ada.

6. Gambar 9-15B adalah hasil akhir dari penafsiran geologi foto yang mencakup peta geologi
beserta penampang geologinya.

Gambar 9-15-B adalah hasil akhir penafsiran geologi yang dilakukan pada foto stereo daerah
Bighorn, Wyoming yang terdiri dari 5 (lima) satuan batuan / formasi, yaitu :

1. Cody Shale (Kc), merupakan satuan batu serpih yang memperlihatkan tona warna abu-
abu (moderate) dan tererosi cukup kuat membentuk lembah-lembah yang cukup lebar
serta teriris oleh beberapa aliran sungai. Satuan ini merupakan satuan batuan yang
termuda yang tersingkap di daerah ini.

2. Frontier Formation (Kf), terdiri dari batupasir selang-seling serpih bertona abu-abu
terang, Batupasir memperlihatkan resistensi batuan yang lebih tinggi membentuk
punggungan bukit-bukit sedangkan serpih memperlihatkan batuan yang kurang resisten
dicirikan oleh bentuk-bentuk lembah yang sempit. Kedudukan kemiringan lapisan batuan
ditafsirkan berdasarkan kenampakan batupasir yang dierosi oleh sejumlah saluran
saluran sungai yang halus membentuk kenampakan yang sangat jelas.

3. Mowry Shale (Km), terdiri dari serpih silikaan yang memperlihatkan pelapukan ke arah
lereng dengan tona/rona warna abu-abu terang.

4. Thermopolis Shale (Kt), terdiri dari seroih yang bertona abu-abu kehitaman dan
memperlihatkan banding dengan tona yang terang yang merupakan perselingan lapisan
batuannya.

5. Cloverly Formation (Kcv), terdiri dari perselingan batupasir yang resistent dan serpih
yang kurang resistent yang diperlihatkan dengan pelapukan yang terdapat di
punggungan bukit dan di lembahnya. Formasi ini merupakan satuan batuan yang tertua
yang ada di daerah ini.

130 Copyright@2012 By Djauhari Noor


Bab 9. Geologi Foto 2012

FOTO UDARA
DAERAH ALKALI ANTIKLIN, BIGHORN BASIN, WYOMING, USA
Skala 1 : 20.000

Gambar 9-15A Pasangan foto udara daerah Alkali Antiklin, Bighorn Basin, Wyoming, USA. Pada foto
diperlihatkan kontak antara setiap formasi batuan melalui simbol: Kc (Cody shale),
Kf (Frontier Formation), Km (Mowry Shale), Kt (Thermopolis Shale), dan Kcv
(Cloverly Formation).

131 Copyright@2012 By Djauhari Noor


Bab 9. Geologi Foto 2012

Gambar 9-15B Peta geologi dan penampang hasil penafsiran dari daerah Alkali
Antiklimn, Bighorn Basin, Wyoming, USA.

132 Copyright@2012 By Djauhari Noor


Bab 9. Geologi Foto 2012

9.8 Kenampakan Obyek Obyek Geologi Pada Foto Udara


Berikut ini adalah beberapa contoh foto udara yang memperlihatkan bentuk bentuk kenampakan
geologi:

FOTO UDARA 1:
BATUAN SEDIMEN TERLIPAT

Gambar 1. Foto udara wilayah Central Utah, USA yang memperlihatkan batuan sedimen terlipat lemah.
Pada foto terlihat adanya perbedaan yang kontras dari tona / rona warna yang mewakili
perbedaan litologi (batuan) dengan sebaran berbentuk antiklin menunjam. (Skala 1 :
20.000)

133 Copyright@2012 By Djauhari Noor


Bab 9. Geologi Foto 2012

FOTO UDARA 2 :
BATUAN SEDIMEN (BATUPASIR DAN SERPIH)

Gambar 2 Foto udara wilayah Northern Alaska yang memperlihatkan didominasi Batupasir dan Serpih. Lapisan
batupasir terlihat menonjol karena tona foto, relief dan perubahan vegetasi seperti terlihat di lokasi
A. Lapisan batupasir ini dapat ditelusuri hingga ke area yang ekspresi topografinya menghilang di
lokasi B dan digantikan oleh serpih yang menutupi formasi. (Skala Foto 1 : 20000)

134 Copyright@2012 By Djauhari Noor


Bab 9. Geologi Foto 2012

FOTO UDARA 3 :
BATUAN SEDIMEN YANG DIPOTONG OLEH BIDANG PATAHAN

Gambar 3 Foto udara wilayah Nevada, USA yang memperlihatkan batuan sedimen dengan kemiringan landai
dan dipotong oleh suatu bidang patahan yang terjal. Ekspresi topografi lapisan quarzite yang
resisten dan terkekarkan di lokasi A ditutupi oleh sekuen batuan carbonat (B). Bidang patahan
tegak, transverse terhadap jurus lapisan di C dan D menggeser (offset) lapisan quarzite. (Skala 1 :
20.000)

135 Copyright@2012 By Djauhari Noor


Bab 9. Geologi Foto 2012

FOTO UDARA 4 :
PERSELINGAN ANTARA BATUPASIR DAN SERPIH YANG
DITUTUPI OLEH UNCONSOLIDATED MATERIALS

Gambar 4. Foto udara wilayah Texas, USA yang memperlihatkan Perlapisan antara Serpih dan Batupasir yang
ditutupi oleh material berukuran kerakal (gravel) yang tidak terkonsolidasi setempat setempat
dijumpai pasir dengan sementasi carbonat. Tidak dijumpainya aliran permukaan meng-indikasikan
tingkat permeabilitas yang tinggi pada material penutup, lokasi B. Tekstur drainage yang halus
secara kontras dijumpai pada batuan serpih yang bersifat impermeabel. Lembah/depresi yang luas
di C mengindikasikan tutupan kerakal dan pasir yang dangkal dengan relief rendah (Skala Foto 1 :
20.000)

136 Copyright@2012 By Djauhari Noor


Bab 9. Geologi Foto 2012

FOTO UDARA 5 :
PERLAPISAN BATUPASIR HORISONTAL YANG TERKEKARKAN

Gambar 5. Foto udara wilayah Southern Utah, USA yang memperlihatkan Batupasir yang datar. Pada foto
terlihat daerah yang mengalami peng-kekaran yang sangat intensif yang ditunjukkan oleh
dominasi lineasi yang pendek-pendek dan tersebar diseluruh daerah. (Skala Foto 1 : 20.000 )

137 Copyright@2012 By Djauhari Noor

Anda mungkin juga menyukai