1 PB
1 PB
1 PB
A. PENDAHULUAN
1. Definisi Bulimia
Bulimia merupakan bahasa latin dari sebuah kata Yunani boulimia, yang artinya
“extreme hunger” alias lapar yang amat sangat. Ini sesuai dengan gambaran para bulimics
-orang yang bulimia-, mereka cenderung makan dalam jumlah banyak dalam waktu yang
singkat, seperti orang yang kelaparan. Dan selanjutnya sebagai “kompensasi” dari pola
makannya tersebut, mereka akan melakukan berbagai cara yang intinya supaya berat
badan mereka tidak bertambah meski mereka sudah makan banyak. Bulimia nervosa
merupakan gangguan psikologis yang menyebabkan terjadinya gangguan pola makan
ditandai dengan makan terlalu banyak dan diikuti dengan muntah yang dirangsang sendiri
(FKM-UI 2007).
Bulimia nervosa selama ini belum banyak dikenal masyarakat. Karena kasusnya jarang,
orang sering mengabaikan penyakit ini. Padahal, kalau tidak segera di atasi, bulimia bisa
mengganggu jiwa dan raga penderitanya. Bulimia Nervosa adalah penyakit gangguan
pencernaan yang lebih sering menimpa wanita remaja dan pertengahan usia (sering
diidap oleh wanita pada usia SLTA atau saat mahasiswa) namun mempunyai rentang
umur yang lebar yaitu antara 13-58 tahun. Penolakan makan ini juga terjadi pada lebih
dari 20% anak prasekolah. Sekitar 90-95%. Bulimia Nervosa mengenai kelompok
masyarakat dengan status sosial ekonomi tinggi, namun belakangan dilaporkan dapat
mengenai semua kelompok masyarakat (Paisal, 2008).
Bulimia Nervosa meningkat pada 2 dekade terakhir. Wanita lebih sering mengalami
gangguan makan, dengan perbandingan wanita dengan laki-laki 10 : 1. Awalnya
gangguan makan tersebut hanya dilaporkan pada golongan sosial ekonomi menengah dan
atas, tetapi pada saat ini dilaporkan juga pada golongan sosial ekonomi rendah. Kelainan
ini juga ditemukan pada berbagai kelompok etnik dan ras. Dilaporkan 19 % dari pelajar
wanita usia remaja lanjut di Belanda menunjukkan gejala bulimia. Prevalensi bulimia
1500 kasus dari 100.000 wanita muda. rata-rata bulimia pada umur 18 – 19 tahun,
kelainan tersebut relatif lebih jarang pada masa remaja awal (Gowers SG 2004).
Bulimia nervosa merupakan penyakit gangguan pada kebiasaan atau pola makan. Eating
disorders (gangguan makan) adalah suatu sindrom psikiatrik yang ditandai oleh pola
makan yang menyimpang terkait dengan karakteristik psikologik yang berhubungan
dengan makan, bentuk tubuh, dan berat badan. Gangguan pola makan terjadi akibat
beberapa sebab dalam perilaku makan, seperti konsumsi makanan yang kurang sehat atau
makan yang terlalu banyak. Pola ini bisa disebabkan perasaan distress atau berkenaan
dengan bentuk badan serta beratnya kemudian mereka membahayakan komposisi bentuk
dan fungsi badan normal. Gangguan pola makan secara bertahap muncul pada masa
dewasa atau dewasa awal. Kebanyakan orang dewasa bisa menyembunyikan perilaku ini
dari keluarga mereka selama beberapa bulan bahkan tahun. Gangguan pola makan bukan
merupakan kegagalan akan sesuatu ataupun perilaku, akan tetapi nyata, penyakit medis
yang muncul dari beberapa pola makan yang menyimpang dalam hidup seseorang. Salah
satu tipe gangguan pola makan adalah bulimia nervosa. Bulimia nervosa adalah pesta
makanan yang diikuti dengan mencuci perut atau sampai muntah. Rata-rata 1.1 sampai
4.2 % dari wanita pernah mengalami bulimia nervosa semasa hidupnya. Penyakit ini baru
diteliti dan belum diterima dalam kamus diagnosis psikiater (Putra, 2008).
Gangguan pola makan biasanya muncul bersamaan dengan penyakit lain seperti depresi,
menjadi bagian dari sebuah kekerasan, dan gangguan kecemasan. Dalam hal ini, orang
yang menderita gangguan pola makan bisa mengalami komplikasi kesehatan fisik yang
lebih jauh lagi, termasuk masalah kondisi kerja hati dan gagal ginjal, yang mana dapat
menyebabkan kematian. Mengenali kembali gangguan pola makan sebagai gejala yang
serius dan mengancam, sangatlah penting. Wanita sangat berpotensi mengembangkan
gangguan pola makan. Rata-rata bulimia diperkirakan 35 % diantaranya dengan
gangguan makan banyak diderita oleh laki-laki. Penderita bulimia nervosa makan dalam
jumlah sangat berlebihan (menurut riset, rata-rata penderita bulimia nervosa
mengonsumsi 3.400 kalori setiap satu seperempat jam, padahal kebutuhan normal hanya
2.000-3000 kalori per hari). Biasanya penderita tidak langsung ketahuan oleh orang lain
bahwa ia menderita penyakit ini, karena berat badannya normal dan tidak terlalu kurus.
Karena tidak ketahuan sehingga tidak ditangani dokter, penyakit yang sering berawal
ketika seseorang masih berusia remaja ini dapat berlangsung terus sampai ia berusia
empat puluhan sebelum ia mencari bantuan. Banyak penderita bulimia memiliki berat
badan yang normal dan kelihatannya tidak ada masalah yang berarti dalam hidupnya.
Biasa mereka orang-orang yang kelihatan sehat, sukses di bidangnya, dan cenderung
ferfeksionis. Namun, di balik itu, mereka memiliki rasa percaya diri yang rendah dan
sering mengalami depresi. Mereka juga menunjukkan tingkah laku yang kompulsif,
misalnya, mengutil di pasar swalayan, atau mengalami ketergantungan pada alkohol atau
lainnya. Masalah kesehatan yang paling sering muncul adalah gigi busuk dan
ketidakseimbangan elektrolit dalam tubuh akibat muntah dan obat pencahar. Selain itu,
juga dapat terjadi kerusakan usus dan dehidrasi yang bisa berakibat fatal. Penderita
bulimia menyadari dirinya memiliki perilaku makan yang tidak normal, namun mereka
merasa tidak mampu untuk mengubahnya (Sidenfeld 2001).
2. Tipe Bulimia
Penderita berolahraga berlebihan setelah makan atau berpuasa untuk mengontrol berat
badan, namun tidak muncul purging behaviors. Tujuannya agar energi yang dihasilkan
dari makanan dapat langsung dibakar dan habis.
Berbagai teori mencoba menjelaskan penyebab dari bulimia, ada yang menyebutkan
kalau penyebabnya adalah multifaktor. Genetik, beberapa penelitian menyebutkan ada
komponen genetik yang diturunkan pada gangguan perilaku makan ini. Neurotransmitter
tertentu, suatu senyawa kimia yang menghantarkan impuls syaraf, pada orang yang
bulimia kadarnya tidak normal sehingga para peneliti ini beranggapan ada kelainan pada
sistem syaraf pusat yang dapat dipengaruhi oleh faktor genetik. Neurotransmitter yang
abnormal tersebut adalah serotonin, yang juga dipercaya sebagai neurotransmitter yang
berhubungan dengan gangguan mood. Kondisi keluarga berupa pelecehan seksual
terhadap anak atau orang tua yang mengikutsertakan anaknya dalam kegiatan yang
mengharuskan pengontrolan berat badan yang ketat seperti balet, senam, modeling dapat
sebagai faktor risiko timbulnya bulimia nervosa. Pada anak yang mengalami pelecehan
seksual ditemukan kadar serotonin yang abnormal. Faktor sosiokultural merupakan salah
satu faktor yang cukup besar pengaruhnya terhadap timbulnya kelainan ini. Kita tahu
bahwa makanan yang banyak beredar serta disukai oleh banyak orang pada masa ini
adalah makanan seperti roti-roti, fast food, es krim, pizza yang merupakan karbohidrat
olahan. Setelah diteliti, mereka yang mengkonsumsi makanan ini, kadar serotonin dalam
darah mereka meningkat sementara hingga 450 %. Coba lihat juga makanan yang
ditawarkan oleh berbagai gerai makanan yang ada di pusat perbelanjaan, sebagian besar
merupakan makanan karbohidrat olahan. Itulah salah satu alasan kenapa di negara-negara
maju angka kejadian bulimia pada gadis remaja atau wanita muda nya cukup tinggi.
Berbeda dengan mereka yang tinggal di negara berkembang, yang pola konsumerisme
berbeda, pola makan juga berbeda. Di negara berkembang, orang lebih banyak
mengkonsumsi makanan berkarbohidrat bukan olahan -nasi, sayur, buah- yang efeknya
jauh lebih rendah dalam meningkatkan serotonin dalam darah. Tapi kalau di negara
berkembang yang mall-mall nya juga berkembang pesat, berarti perlu diteliti lebih lanjut
tentang kejadian bulimia nervosanya. Tidak mengherankan data epidemiologi
mengatakan bahwa wanita mengalami gangguan ini 20 kali lebih banyak dari pada pria.
Selain itu kebanyakan awal gangguan ini adalah pada saat usia remaja yaitu antara
rentang umur 14 sampai 18 tahun (Sidenfeld, 2001).
B. INSIDEN BULIMIA
1. Dalam populasi 100.000 orang, 14 orang diantaranya menderita Bulimia Nervosa.
2. Umumnya diderita oleh wanita dewasa muda dan gadis remaja (1-4% berusia 18-30
tahun).
3. Laki-laki jarang ditemukan menderita penyakit ini, diantara 10 orang penderita hanya
terdapat 1 orang laki-laki.
Bulimia nervosa lebih sering ditemukan pada wanita dibandingkan pada laki-laki, tetapi
onsetnya lebih sering pada masa remaja dibandingkan pada masa dewasa awal.
Diperkirakan bulimia nervosa terentang dari 1-3 persen wanita muda. Banyak penderita
bulimia nervosa memiliki berat badan yang normal dan kelihatannya tidak ada masalah
yang berarti dalam hidupnya. Biasanya mereka orang-orang yang kelihatannya sehat,
sukses di bidangnya dan cenderung perfeksionis. Namun, dibalik itu, mereka memiliki
rasa percaya diri yang rendah dan sering mengalami depresi. Mereka juga menunjukkan
tingkah laku kompulsif, misalnya, mengutil di pasar swalayan, atau mengalami
ketergantungan pada alkohol atau lainnya. Bulimia nervosa sering terjadi pada orang
dengan angka gangguan mood dan gangguan pengendalian impuls yang tinggi. Juga telah
dilaporkan terjadi pada orang yang memiliki resiko gangguan berhubungan dengan zat
dan gangguan kepribadian, memiliki angka gangguan kecemasan dan gangguan
dissosiatif yang meningkat dan riwayat penyiksaan seksual. Insidens bulimia nervosa
(BN) meningkat pada 2 dekade terakhir. Empat wanita lebih sering mengalami gangguan
dengan perbandingan wanita dengan laki-laki 10 : 1. Awalnya gangguan makan tersebut
hanya dilaporkan pada golongan sosial ekonomi menengah dan atas, tetapi pada saat ini
dilaporkan juga pada golongan sosial ekonomi rendah. Kelainan ini juga ditemukan pada
berbagai kelompok etnik dan ras. BN lebih sering dijumpai. Dilaporkan 19 % dari pelajar
wanita usia remaja lanjut di Belanda menunjukkan gejala bulimia. Prevalensi BN 1500
kasus dari 100.000 wanita muda. Onset rata-rata kejadian BN pada umur 18 – 19 tahun,
kelainan tersebut relatif lebih jarang pada masa remaja awal. Dari suatu penelitian jangka
panjang didapatkan bahwa 71 % dari pasien-pasien BN yang mendapatkan terapi intensif
dapat mempertahankan hasil terapi lebih dari 6 tahun (Sakura, 2009).
C. ETIOLOGI
Penyebab Bulimia nevosa dapat dijelaskan dengan pendekatan beberapa jenis model
yaitu
1. Model adikasi
Bulimia Nervosa diyakini sebagai adiksi terhadap makanan dan tingkah laku. Hal ini
berhubungan dengan pengobatan Bulimia Nervosa yang menekan kan pada
penghentian, dukungan sosial dan mencegah kekambuhan, dimana metode ini mirip
dengan pengobatan adiksi terhadap alcohol maupun obat-obatan.
2. Model keluarga
Gangguan makan pada remaja berhubungan dengan system interaksi antara keluarga.
Oleh karena itu fokus pengobatan penderita bulimia nervosa adalah disfungsi
interaksi dalam keluarga. Penderita bulimia nervosa pada umumnya memiliki riwayat
kekerasan fisik maupun seksual semasa kanak-kanak.
5. Model psikodinamik
Bulimia nervosa merupakan usaha untuk mengendalikan atau menghindari dampak
perasaan yang tertekan, implusif dan kecemasan. Pengobatan psikodinamik adalah
mencari proses yang mendasari penderita bulimia nervosa terutama gambaran
psikososialnya (Angelia, 2009).
Penyebab pastinya tidak diketahui, tetapi faktor-faktor yang diduga berperan dalam
terjadinya bulimia nervosa adalah :
·- Faktor psikososial
Berupa perkembangan individu, dinamika keluarga, tekanan sosial untuk
berpenampilan kurus serta perjuangan untuk mendapatkan identitas diri.
- Faktor genetic
Adanya bukti bahwa bulimia banyak didapat pada penderita dengan riwayat keluarga
gangguan depresi dan kecemasan, serta lebih banyak pada kembar monozigot
dibandingkan dizigot.
- · Faktor biologic
Penurunan sintesis, uptake dan turnover serotonin serta penurunan sensitivitas
reseptor serotonin post sinaptik. Berdasarkan studi ditemukan fakta bahwa
genetik, hormon dan bahan kimia yang terdapat di otak berpengaruh terhadap efek
perkembangan dan pemulihan bulimia.
- Faktor budaya
Kebanyakan orang menilai bahwa cantik identik dengan kurus dan terkadang
kondisi tersebut menjadi suatu tuntutan kerja. Anggapan ini pun menjadi budaya
yang berkembang di masyarakat.
- Perasaan pribadi
Penderita bulimia senantiasa berputus asa terhadap dirinya sendiri, tidak percaya
diri sehingga mereka diet dengan cara menggunakan pil diet bahkan
memuntahkan makanan. Penilaian orang terhadapa dirinya menyebabkan
kecemasan dan tekanan yang dapat menyebabkan stress sehingga untuk
mengatasinya mereka cenderung ke arah bulimia (http://www.emedicine.com).
Faktor lain yang mendorong timbulnya bulimia nervosa adalah masalah keluarga,
pubertas, gangguan adaptasi, lingkungan dan penerimaan teman sebaya, media
dan masyarakat serta krisis identitas. Bulimia juga sering dihubungkan dengan
depresi. Kebanyakan, penderita bulimia berasal dari keluarga yang tidak bahagia,
umumnya mereka memiliki orang tua yang gemuk, atau mereka sendiri
kegemukan pada masa kanak-kanak. Namun hingga kini masih belum jelas
apakah gangguan emosional ini sebagai sebab atau akibat dari bulimia (Tyas rara,
2008).
D. PATOFISIOLOGI
Ketika memasuki masa remaja, khususnya masa pubertas, remaja menjadi sangat
concern atas pertambahan berat badan mereka. Terjadi perubahan fisiologis tubuh
yang kadangkala mengganggu. Biasanya, hal ini lebih sering dialami oleh remaja
putri daripada remaja pria. Bagi remaja putri, mereka mengalami pertambahan
jumlah jaringan lemak sehingga mereka akan mudah untuk gemuk apabila
mengkonsumsi makanan yang berkalori tinggi. Kalau dulu makan apapun tidak
berefek bagi berat badan, tapi setelah masa pubertas (biasanya ditandai dengan
menstruasi), baru makan coklat dua potong, kok beratnya sudah tambah 1 kg.
Pada kenyataannya kebanyakan wanita ingin terlihat langsing dan kurus karena
mereka beranggapan bahwa menjadi kurus akan membuat mereka bahagia, sukses
dan populer. Apalagi kalau melihat „body‟ para selebritis yang langsing
(sebenarnya lebih tepat dikatakan kurus-ceking- tiada berisi) sehingga kalau pakai
baju model apapun terlihat pas dan pantas dipakai. Sementara kalau tubuh kita
gendut, pakai baju apapun rasanya seperti sedang memakai karung terigu.
Akhirnya, lingkungan sekitar juga ikut mempengaruhi. Semakin sering diledek
„gendut‟ maka dietnya semakin gencar. Maka tidak mengherankan bila
ketidakpuasan seseorang dengan tubuhnya akan mengembangkan masalah pada
gangguan makan. Remaja dengan gangguan makan seperti di atas memiliki
masalah dengan body imagenya. Artinya, mereka sudah memiliki suatu mind set
(pemikiran yang sudah terpatri di otak) bahwa tubuh mereka tidak ideal. Mereka
mempersepsikan tubuhnya gemuk, banyak lemak di sana sini, tidak seksi dan
lain-lain yang intinya tidak sedap untuk dipandang dan tidak semenarik tubuh
orang lain. Akibat pemikiran yang sudah terpatri ini, seorang remaja akan selalu
melihat tubuh mereka terkesan gemuk padahal kenyataannya justru berat badan
mereka semakin turun hingga akhirnya mereka menjadi sangat kurus. Mereka
akan dihantui perasaan bersalah manakala mereka makan banyak karena hal itu
akan menyebabkan berat badannya naik. Masalah “body” ini akhirnya
menyebabkan remaja menjadi tidak percaya diri dan sulit untuk menerima kondisi
dirinya. Mereka beranggapan bahwa kepercayaan diri akan tumbuh kalau mereka
juga memiliki tubuh yang sempurna (sempurna disini adalah ; kurus)
(WangMuba, 2009).
Bulimia nervosa disebabkan oleh beberapa faktor antara lain akibat adanya obsesi
seseorang untuk memiliki tubuh yang langsing, atau karena pengaruh stress
emosional terhadap masalah yang dialami, atau karena faktor keturunan. Penyakit
ini menyebabkan kondisi patologis pada organ tubuh seperti sistem
gastrointestinal dan juga rongga mulut. Bila hal ini dibiarkan maka potensi
terjadinya perubahan lebih lanjut akan bersifat permanen. Ada tiga macam
tindakan yang dilakukan oleh penderita untuk mengeluarkan zat makanan dalam
tubuhnya yaitu muntah yang dirangsang oleh dirinya sendiri, mengkonsumsi obat
pencahar dan diuretik (obat yang dapat merangksang sekresi urine). Umumnya
pasien bulimia nervosa dapat muntah tanpa adanya stimulasi mekanik, tetapi
semakin banyak frekuensi muntah, risiko terjadinya gangguan kesehatan rongga
mulut akan semakin berat (Putra, 2008).
Gejala umum bulimia yaitu depresi, kepercayaan diri yang rendah, penampilan
yang tidak proporsional, hubungan keluarga yang terganggu, nafsu makan
berkurang, sulit mengontrol emosi, mudah terjangkit penyakit, berat badan ringan
dan kekurangan nutrisi. Secara umum gejala fisik yang akan dialami penderita
bulimia yaitu : Abnormalitas fungsi usus, kerusakan gigi dan gusi akibat sifat
asam muntah, pembengkakan kelenjar saliva di dagu akibat tekanan pada
perangsangan muntah, luka di tenggorokan dan mulut, pembengkakan, dehidrasi,
sering diare tanpa sebab, kelelahan, kulit kering, detak jantung tidak teratur akibat
ketidakseimbangan kimiawi (defisiensi potasium), luka atau bekas luka di buku
jari/tangan akibat menusukkan jari ke tenggorokan, menstruasi tidak teratur atau
bahkan tidak mengalami menstruasi (amenorrhea). Seringkali tampak sehat dan
sukses bahkan cenderung perfeksionis, namun penderita bulimia merasa rendah
diri, tertekan, dan kadang berperilaku kompulsif. Seorang dokter di Amerika
Serikat menyebutkan sepertiga pasiennya sering mengutil dan seperempatnya
pernah terlibat penyalahgunaan alkohol. Gejala lain yang berkaitan dengan
masalah emosi yaitu : Terus menerus melakukan pengaturan makan, merasa tidak
dapat mengontrol kebiasaan makan, akan hingga merasa sakit atau tidak nyaman,
memakan dalam porsi yang jauh lebih banyak dibanding yang lain, berolahraga
berlebihan, menggunakan laksative, diuretik atau pencahar, terus menerus
mempermasalahkan berat dan bentuk tubuh, body image negatif, pergi ke kamar
mandi selama atau setelah makan, menimbun makanan, depresi, dan sering
terlihat gelisah (Tyas rara, 2008).
Penderita bulimia nervosa makan dalam jumlah sangat berlebihan (menurut riset,
rata-rata penderita bulimia nervosa mengonksumsi 3.400 kalori setiap satu
seperempat jam, padahal kebutuhan normal hanya 2.000-3000 kalori per hari).
F. CIRI-CIRI BULIMIA
1. Rata-rata menyikat gigi lebih dari dua kali sehari, bahkan mereka dapat saja
menyikat gigi sehabis muntah yaitu lebih dari 7-8 kali sehari.
2. Mengunyah permen karet 7-8 bungkus / hari, dilanjutkan dengan pemakaian
mouthwash, juga mengkonsumsi minuman diet soda 10-12 kaleng/ hari,
mengunyah es dan mengigit kuku.
3. Mengeluh sering pusing, haus dan pingsan bahkan disertai dengan dehindrasi
yang hebat.
4. Mengeluh rasa kram pada otot dan kelelahan.
5. Jantung terasa berdebar-debar dan sakit perut.
6. Rasa sakit pada tenggorokan dan gigi lebih sensitif (iy@anz, 2009).
Selain perubahan perilaku tersebut diatas, ciri-ciri pasien bulimia nervosa juga
dapat dilihat pada kondisi tubuhnya yaitu :
Dampak fisik secara tidak langsung juga akan mempengaruhi kondisi psikis
seseorang, sehingga masalah psikologis yang muncul pada mereka adalah :
Dampak fisik maupun psikis yang dialami oleh penderita gangguan makan
tersebut tentu saja tidak dapat diabaikan begitu saja. Mereka memerlukan
pertolongan segera dari psikolog, dokter, ahli gizi, dan tentu saja orangtua untuk
memulihkan masalahnya agar tidak membawa dampak yang lebih serius lagi,
yaitu kematian. Dampak jangka panjang dari bulimia yaitu tubuh kehilangan
kalsium sehingga tulang menjadi keropos, rapuh dan mudah patah. Penurunan
massa tulang dapat terjadi setidaknya memerlukan waktu 6 bulan, sedangkan efek
lain yaitu penurunan tekanan darah, kulit kekuningan dan penyusutan volume
otak. Denyut jantung penderita biasanya tidak teratur, sehingga dapat memicu ke
gagal jantung bahkan kematian. Komplikasi jangka panjang lainnya meliputi
kerusakan pada tenggorokan dan esophafus (saluran dari mulut ke perut) berupa
luka dan perdarahan, berkurangnya kadar tulang dan jaringan otot, gejala kurang
gizi dan kelaparan, kerusakan ginjal akibat penyalahgunaan diuretika, dan
gangguan pencernaan akibat obat pencahar (WangMuba, 2009).
Beberapa penelitian menjelaskan bahwa pada penderita bulimia yang parah, kadar
neurotransmiternya (pengantar kimia pada otak), terutama serotonin yang
berhubungan dengan depresi dan gangguan obsesif-kompulsif cenderung lebih
rendah. Bahan kimia tersebut mengontrol tubuh dalam pembuatan hormon.
Penderita bulimia memiliki kadar neurotransmitter serotonin dan norepinephrine
yang sangat rendah. Keduanya berperan penting dalam mendorong kelenjar
pituitari untuk membuat dan melepaskan hormon yang mengontrol sistem
neuroendokrin yang mengatur emosi, perkembangan fisik, ingatan dan detak
jantung. Ketika hormon tidak terbentuk, kerja beberapa fungsi tubuh tersebut
menjadi terganggu. Penelitian lain menemukan rendahnya kadar asam amino
triptofan dalam darah. Asam amino triptofan merupakan sejenis zat dalam
makanan yang penting untuk produksi serotonin, yang bisa menyebabkan depresi
dan mendorong terjadinya bulimia (Elhy, 2008).
Meski bulimia umumnya tidak disebabkan oleh adanya gangguan fisik,
perilakunya bisa dihubungkan dengan gangguan neurologis, endokrin, dan
hipotalamus. Namun masih perlu penelitian lebih lanjut sampai ditemukan bukti
pasti hubungan antara sistem fisiologis tubuh dan gangguan makan. Ada
kemungkinan siklus bulimia berhubungan dengan faktor biologis. Para ahli yakin,
metabolisme tubuh beradaptasi terhadap siklus bulimia dengan memperlambat
metabolisme, sehingga mempertinggi risiko kenaikan berat tubuh meski asupan
kalori normal. Proses muntah dan penggunaan pencahar dapat merangsang
pembentukan opioid alami, narkotika di dalam otak yang menyebabkan
ketergantungan pada siklus. Pada umumnya para peneliti percaya bahwa faktor
hereditas berpengaruh terhadap gangguan pola makan. Penelitian terhadap
kembar identik dan kembar fraternal membuktikan bahwa prilaku gangguan pola
makan pada kembar identik lebih besar kemungkinan terjadinya dibandingkan
kembar fraternal. Hal itu disebabkan susunan genetik kembar identik sama
dibandingkan kembar fraternal.
Selain itu, gangguan pola makan juga dipengaruhi oleh komponen gentika lainnya
yakni neurochemistry. Para peneliti telah menemukan bahwa neurotransmitter
serotonin dan norepinefrin secara signifikan menurun pada pasien yang menderita
Anorexia dan Bulimia Nervosa akut. Neurotransmitter ini akan berfungsi secara
abnormal pada penderita depresi. Hal ini membuktikan bahwa ada hubungan
antara dua gangguan tersebut. Disamping menciptakan rasa kepuasan fisik dan
emosi, neurotransmitter serotonin juga menghasilkan efek kurang nafsu makan.
Bahan kimia otak juga telah diteliti pengaruhnya terhadap gangguan pola makan.
Ditandai dengan meningkatnya kadar hormon vasopressin dan kortisol. Kedua
hormone ini secara normal di keluarkan sebagai respon terhadap stress yang
dialami oleh penderita tersebut. Pada penelitian lain ditemukan bahwa tingginya
level neuropeptida dan peptide juga berpengaruh terhadap penderita Bulimia.
Kedua hormon tersebut menyebabkan rangsangan untuk makan pada uji coba
binatang. Kadar hormone (http://health.yahoo.com).
Jika kita berbicara tentang efek bulimia maka kita dapat melihat bahwa berulang
hilangnya cairan dan gizi yang disebabkan oleh bulimia dapat membuat tubuh
tidak berguna. Penderita mungkin juga merasa kelelahan dan apatis. Bahkan
mungkin mengakibatkan korban, jika penyakit ini tidak diurus. Kekuatan fungsi
organ internal bisa sangat terganggu oleh bulimia dan lebih mungkin suatu organ
mungkin gagal bekerja (http://www.eaRticlesOnline.com).
H. TERAPI
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya kelainan dalam pola makan seperti
kelainan genetik, tekanan sosial untuk menjadi langsing, tekanan dari teman
sebaya, dan lain-lain. Penerimaan dari lingkungan merupakan langkah awal
penyembuhan kelainan bulimia. Kebanyakan penderita tetap tinggal dalam
penyangkalan dan menolak untuk ditolong. Langkah penyembuhan lain adalah
dengan melakukan psikoterapi pada penderita, keluarga maupun lingkungan
tempat penderita berasal. Pemberian obat, termasuk antidepresan, kadang-kadang
dibutuhkan dalam situasi tertentu. Terapi gizi juga penting sebagai asupan vitamin
dan mineral bagi penderita. Namun jika langkah-langkah tersebut tidak membawa
hasil, satu-satunya cara yaitu dengan membawa penderita ke rumah sakit untuk
diopname, terutama bagi penderita anoreksia. Itu dilakukan jika berat badan
penderita menurun hingga 25% dari berat normal atau jika organ-organ vital
dalam tubuh mengalami cedera. Ingatlah bahwa pola makan sehat adalah cara
hidup yang terbaik. Jangan biarkan diri kita di bawah tekanan sosial atau teman
sebaya. Satu lagi yang terpenting, tetaplah percaya diri sebab nilai personaliti kita
tidak ditentukan oleh seberapa kurus atau gemuknya tubuh kita.
1). Memberi kepercayaan kepada pasien sehingga pasien mau bekerjasama dalam
pengobatan.
2). Menghentikan kebiasaan makan yang salah dan episode muntah serta diare.
Hal ini dapat dilakukan dengan membatasi jumlah dan jenis makanan pasien
bulimia nervosa. Namun sedikit sulit bila pasien tinggal dirumah tanpa
pengawasan.
2. Farmakotherapi.
Semua obat itu digunakan sebagai bagian dari suatu program therapi yan g
menyeluruh dengan psikotherapi. Khusus bagi pasien dengan cemas dan agitasi
dapat diberikan lorazepam (Ativan) 1-2 mg per oral atau IM.diet chitosin lemak
kolesterol sehat bulimia pola makan gangguan lebah madu Berat badan kerap
menjadi masalah bagi kebanyakan orang dan ini memicu kemunculan berbagai
cara untuk mengurangi atau mempertahankan berat badan. Tetapi, karena ingin
mengharapkan hasil instan, kebanyakan orang pun kemudian memilih cara
singkat : memuntahkan makanan yang baru saja dikonsumsi. Ini adalah salah satu
tindakan yang mengindikasikan kalau orang tersebut bulimia nervosa yaitu
dilakukan untuk menghindari penambahan berat badan. "Pencegahan" itu bisa
dilakukan dengan memuntahkan makanan, mengonsumsi obat pencahar,
berpuasa, atau berolahraga berlebihan segera setelah makan kenyang. Bulimia
sangat buruk bagi kesehatan. Ini ditunjukkan dengan gejala-gejala yang dialami
penderitanya setelah melakukan "pencegahan-pencegahan" tersebut secara terus-
menerus, seperti :
3. Terapi psikis
Terapi bulimia biasanya meliputi konseling dan terapi tingkah laku. Sebagian
besar gangguan makan permasalahannya bukanlah pada makanan itu sendiri,
tetapi pada kepercayaan diri dan persepsi diri. Terapi akan efektif jika ditujukan
pada penyebabnya, bukan pada gangguan makannya. Terapi individu,
dikombinasikan dengan terapi kelompok dan terapi keluarga seringkali sangat
membantu. Terapi kelompok adalah terapi dimana penderita penyakit yang sama
saling membagi pengalaman mereka. Terapi konseling seringkali harus
dikombinasikan dengan obat antidepresan. Terapi ini untuk membantu pasien
yang depresi, terganggu secara emosional, atau adanya faktor sosial sehingga
mendorong terjadinya gangguan makan. Terapi dilaksanakan agar pasien mampu
mengeluarkan perasaan dan permasalahannya sehingga terapis dapat membantu
penderita menghadapi perubahan hidup dan memperkuat rasa percaya diri.
· Untuk mencegah erosi dan karies pada gigi, pasien dianjurkan tidak menyikat
gigi lagi setelah muntah, namun berkumur dengan sodium fluorida 0,05%,
alkaline mineral water, sodium bikarbonat, atau magnesium hidroksida untuk
menetralkan asam pada rongga mulut.
· Mengunyah permen karet rendah gula untuk meningkatkan produksi saliva atau
menggunakan saliva sintetik seperti glosodane.
· Gunakan pasta gigi, obat kumur, atau gel yang mengandung fluorida untuk
mengurangi rasa sensitif pada gigi dan sebagai pertahanan terhadap karies.
· Menyikat gigi tiga kali sehari dan melakukan flossing untuk mengurangi plak
pada gigi.
5. Terapi nutrisi
Ahli gizi dapat mengatur jadwal makan, memberikan penjelasan mengenai tujuan
terapi nutrisi, pentingnya diet sehat dan akibat buruk dari pola makan yang salah
terhadap kesehatan. Pengaturan diet untuk penderita bulimia nervosa dilakukan
secara bertahap tergantung tingkat keparahan serta ada tidaknya komplikasi
dengan penyakit penyerta. Kebutuhan energi disesuaikan dengan umur dan jenis
kelamin, dihitung berdasarkan berat badan ideal, bukan berat badan yang
sebenarnya. Selain dengan pengaturan makan yang sehat dan berimbang
diperlukan juga olahraga secara tepat dan teratur. Olahraga yang teratur dapat
menormalkan kembali kerja kelenjar yang abnormal sehingga akan diperoleh
kadar serotonin yang sesuai dengan kebutuhan penderita (Angelia, 2009).
Pencegahan ini langsung ditujukan pada populasi berisiko tinggi seperti murid
wanita SMP untuk mencegah timbulnya gangguan makan pada mereka yang
asimtomatik. Pencegahan yang dilakukan dapat berupa program pendidikan
mengenai sikap dan prilaku terhadap remaja.
2. Program pencegahan sekunder
Pencegahan ini bertujuan untuk deteksi dan intervensi dini, dengan memberikan
pendidikan pada petugas kesehatan di pusat pelayanan kesehatan primer.
Selain diatas untuk mencegah terjadinya gangguan makan berupa bulimia nervosa
dapat juga dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya:
1. Rajin berkonsultasi dengan dokter
2.Tingkatkan rasa percaya diri
3. Tingkatkan dinamika lingkungan. Usahakan agar tercipta suasana yang nyaman
dan kondusif di lingkungan keluarga atau pekerjaan
4.Bersikap realistis. Jangan mudah percaya pada apa yang digambarkan oleh
media tentang berat dan bentuk badan ideal
J. KESIMPULAN
ž Penyebab bulimia belum diketahui secara pasti hanya saja secara umum dapat
terjadi karena peran berbagai faktor (psikologis, lingkungan, genetik).
K. SARAN
Bagi remaja yang mengalami bulimia nervosa hendaklah makan secara normal, diet
seimbang dan bila menginginkan penurunan berat badan, mulailah dengan bimbingan
ahli gizi. Yang paling penting bagi remaja adalah harus percaya diri dengan apa yang
terdapat pada dirinya.
L. DAFTAR PUSTAKA