Oleh:
Kelompok 1 Offering C 2016
Temuan peneliti tentang ekspresi kelamin pada berbagai contoh makhluk hidup
hingga saat ini sangatlah terbatas dan terpencar-pencar, dapat dikatakan pengetahuan kita
terhadap ekspresi kelamin pada makhluk hidup masih sangat terbatas. Beberapa temuan yang
berarti tentang ekspresi kelamin makhluk hidup memang sudah diraih. Namun yang belum
diketahui masih sangat banyak. Pada bagian ini akan dikemukakan kajian genetika ekspresi
kelamin pada contoh spesies ataupun tingkat takson yang lebih tinggi.
Dewasa ini fenomena perkelaminan sudah ditemukan pada makhuk hidup prokariotik.
Sekalipun karakteristik kelamin kelompok tersebut tidak lazim. Waton dkk. (1987),
menyatakan bahwa siklus kelamin E.coli mempunyai ciri yang berbeda. Dinyatakan pula
bahwa “seperti pada mkhluk hidup tinggi ada sel kelamin jantan dan sel kelamin betina,
tetapi sel-sel tersebut tidak berfungsi secara sempurna, yang memungkinkan kedua
perangkat kromosom berbaur dan membetuk genom dploid utuh”. Transfer kromosom selalu
berlangsung satu arah.
Sel kelamin jantan dan betina E.Coli dapat dibedakan. Pengenalan sel-sel kelamin
jantan dan etina bukan didasarkan pada karakter morfologis. Sel-sel kelamin jantan dan
betina E.Coli dikenal atas dasar ada atu tidak adanya suatu kromosom kelamin tidak lazim
yang disebut faktor F “(F=Fertility atau kesuburan )” sebagaimana kromosom utama, faktor F
juga merupakan DNA unting ganda yang sirkuler.
Suatu sel E.Coli dinyatakan berkelamin jantan apabila dalam sel itu terkandung faktor
F berupa badan terpisah dari kromosom utama. Sel berkelamin jantan itu disebut F+
sedangkan yang betina disebut dengan F-. Gen –gen transfer yang terdapat pada faktor F
berperan pada proses transfer genetik tersebut.
Transfer genetik dari sel E.coli berkelamin jantan ke kelamin betina didahului oleh
terbentuknya pasangan konjugasi antara kedua sel. Pasangan konjugasi tersebut terbentuk
melalui pelekatan suatu pilus kelamin jantan pada suatu permukaan kelamin betina.
Watson dkk., (1987) menyatakan bahwa pelekatan pilus tersebut merangsang suatu
rangkaian kejadian (yang masih belum diipahami) dan rangkaian kejadian itu mendorong
terjadinya replikasi DNA faktor F, selanjutnya menggiring transfer suatu DNA faktor F (hasil
replikasi) ke sel F-. Dinyatakan pula bahwa dalam hal ini hanya DNA faktor F ( hasil
replikasi) yang ditransfer dan tidak ada gen-gen yang terletak pada kromosom utama ikut
ditransfer dan tidak ada gen-gen yang terletak pada kromosom utama ikut ditransfer.
Dinyatakan lebih lanjut bahwa akibat transfer materi genetik faktor F semacam itu seluruh sel
berkelamin betina (F-) disekitarnya, akhirnya segera berubah menjadi sel berkelamin jantan
(F+).
Faktor F dalam sel E.Coli dapat juga berintegrasi kedalam kromosom utama sel.
Proses integrasi itu berlangsung melalui peristiwa pindah silang. Sel-sel E. Coli berkelamin
jantan F+ yang faktor F-nya terintegrasi ke dalam kromosom utama sel, akan berubah menjadi
sel Hfr (High Frequency Rekombination). Sel-sel Hfr tetap berkelamin jantan demikian pula
membentuk pilus konjugasi dan tetap dpaat berfusi dengan sel berkelamin betina (F-) yang
memungkinkan berlangsungnya transfer genetik.
Watson dkk. (1987), menyatakan bahwa jika sebuah sel Hfr berdekatan dengan sel F-
terjadilah replikasi DNA yang terinduksi oleh konjugasi dan karena ujung pengarah Faktof F
berdekatan dengan kromosom utama akan terjadi juga transfer materi genetik kromosom
utama. Dinyatakan pula bahwa karena terjadi replikasi DNA transfer genetik itu merupakan
yang membutuhkan waktu 100 menit pada suhu 370c. Lebih lanjut dikemukakan bahwa
materi genetik utuh jarang terjadi, keran konjugasi sel jantan dan betina sangat rapuh dan
mudah terpisah, sebelum transfer utuh selesai dalam hal ini hanya sebagian gen kromosom
utama yang ikut ditransfer sehingga biasanya sel betina F tidak berubah menjadi sel
berkelamin jantan.
Chlamydomonas
Sel-sel Chlamydomonas biasanya haploid. Pada beberapa jenis, tiap sel berpotensi
sebagai gamet. Dan reproduksi seksual terjadi di kala sel-sel mortil yang berkelamin
berlawanan bersatu membentuk zigot.
Biolog Jerman Frans Moewus, seperti yang disebutkan oleh Adrian dan Owen
(1960), melaporkan bahwa beberapa fungsi pada perkelaminan Chlamydomonas bersangkut
paut dengan kerja senyawa tertentu serupa hormon. Setiap senyawa itu dibentuk dibawah
kendali suatu gen tertentu. Fungsi-fungsi itu adalah: 1) pertumbuhan flagel, 2) konjugasi
gamet, 3) penentuan jenis kelamin, 4) faktor kemandulan dan 5) prekursor dari senyawa
penyebab kemandulan.
Stansfield (1983) menyatakan bahwa secara genetik ada 2 kelamin (mating type)
yaitu tipe (+) dan tipe (-) yang tidak dapat dibedakan secara morfologi kelamin berada
dibawah kontrol suatu gen. Informasi serupa juga dinyatakan pada Gardner dkk (1991)
bahwa pada C. Reinhardii latar belakang kelamin bersifat monogenik (ditemukan alela (+)
dan (-) pada lokus mating type)
Pada andrian dan Owen (1960), jenis kelamin pada Chlamydomonas dinyatakan
sebagai sifat jantan dan sifat betina, dan perkelaminan tersebut bersifat relatif. Disebutkan
pula sifat jantan maupun sifat betina, terbagi menjadi 5 tingkatan yang berkisar dari yang
sangat kuat sampai sangant lemah. Dalam hubungan ini Stansfield (1983) menyatakan bahwa
individu haploid yang memiliki alela kelamin (mating type) yang sama biasanya tidak dapat
bergabung satu sama lain membentuk zigot, sel haploid yaang memiliki konstitusi alela yang
berlaawanan dapat bergabung.
Seperti pada Chlamidomonas latar belakang genetic kelamin pada S.cerevisiae dan N.
crassa bersifat monogenic atau berada dibawah control satu gen (Standsfield, 1983, Gardner
dkk., 1991). Pada S.cerevisiae dan N. crassa kelamin dibedakan menjai kelamin (+) dan (-).
Yang secara morfologis tidak dapat dibedakan (Standfield,1983)
Watson dkk (1987) membedakan kelamin pada S.cerevisiae sebagai kelamin α dan α.
Kelamin α dispesifikasi oleh alela MAT α, sedangkan kelamin α dispesifikasi oleh alela
MAT α.kelamin tersebut termanifestasi jika salah satu alela menempati lokus MAT yang
terletak pada kromosom 3.
Pada S.cerevisiae dan N. crassa individu haploid yang memiliki alela kelamin yang
sama biasanya tidak dapat bergabung satu sam lain membentuk zigot, sel-sel haploid yang
memiliki konstitusi alela yang berlawanan (komplementer) dapat bergabung.
Kelas Jamur Basidiomycetes
Sekitar 90% jamur kelas Basisiomycetes tergolong heterotalik, sekitar 37%nya
(bipolar) kompatibilitas kelamin dipengaruhi oleh 1 pasang factor Aa yang berperilaku
seperti halnya pada Mucorales heterotalik atau semacam Ascomycetes seperti Neurospora
sitophila (N. crassa). Sedangkan pada 63% spesies heterotalik selebihnya (tetrapolar)
kompabilitas kelamin secara mendasar dipengaruhi oleh pasang factor AaBb yang terletak
pada kromosom yang berbeda.
Informasi lain dari Raper (1953-1960) dalam Alexopolus (1962) menyatakan
banyaknya alela ganda pada tiap kelamin (mating type). Alaela ganda itu ditemukan pada gen
yang berdekatan letaknya.
Lumut hati
Pada 1919 erangkat kromosom sporofit lumut hati Sphaerocarpos terdiri dari 7
pasangan yang masing-masing kromosomnya setangkup serta sepasang (pasangan ke 8 ) yang
tidak setangkup kromosomnya (Burns, 1983), pada pasangan ke 8 salah satu kromosomnya
lebih besar dari yang lain yang disebut dengan kromosom X, sedangkan yang lebih kecil
disebut kromosom Y.
Saat terjadi peristiwa meiosis, kromosom X dan Y memisah dari ke empat meiospora
yang dihasilkan tiap meiocyte, dua diantaranya menerima kromosom Y. meiospora yang
mengandung kromosom X berkembang menjadi gametofit betina, sedangkan yang
menganding krmosom Y menjadi gametofit jantan. Genotip sporofit adalah XY.
Tumbuhan Berumah Satu dan Berumah Dua
Pada spermatophyte sebagian besar anggotanya merupakan tumbuhan berumah satu
(monocious), yang bunga jantan dan betina berada pada satu individu sehingga sel kelamin
jantan dan betina dihasilkan oleh satu individu.
Pada hewan disebut hermaprodit. Berkenaan dengan tumbuhan berumah satu, ada
juga kasus tentang perubahan sifat. Dari berumah satu menjadi berumah dua. Seperti
diketahui umumnya, jagung adalah tumbuhan berumah satu. Andrian dan Owen (1960)
mengatakan bahwa pada jagung dapat dijumpai gen mutan ba (barren stalk) dan ts (tassel
seed). Apabila dalam keadaan homozigot baba, jagung akan berbunga jantan, sedangkan
homozigot tsts, jagung akan berbunga betina.
Pada tumbuhan berumah dua secara genetic dikendalikan oleh gen pada satu lokus
saja. Jenis kelamin ditentukan oleh kombinasi pasangan dari tiga alela aD, a+, dan ad. aD
dominan terhadap a+, dan ad.
Marga Melandrium
Marga Melandrium tergolong tumbuhan berumah dua dimana ditemuakn memiliki
kromosom kelamin X dan Y. kromosom Y pada marga Melandrium secara fisik lebih besar
dari kromosom X. Pada Melandrium album gen penetu kelamin jantan terletak pada
kromosom Y, sedangkan gen penentu kelamin betina terletak pada kromosom X maupun
pada autosom.
Berkenaan dengan ekspresi kelamin pada Melandrium yang terkait dengan
perimbangan antar gen sebagaimana yang telah dikemukakan, tergantung pada keseimbangan
antara kromosom kelamin Y, X, dan kromosom yang tergolong autosom. Perimbangan X/A
tidak ada kaitannya dengan kelamin, sedangkan melalui penelitian yang melibatkan banyak
kromosom diketahui bahwa perimbangan X/Y paling berkaitan dengan kelamin. Dalam hal
ini rasio X/Y sebesar 0,5 dan 1,0 maupun 1,5 memunculkan yang hanya memiliki stamen,
sedangkan rasio X/Y sebesar terkadang bunga sempurna terbentuk diantra bunga lainnya
yang berstamen. Pada tumbuhan yang mempunyai 4 perangkat autosom dan 4 kromosom X
serta 1 kromosom Y ditemukan bunga sempurna, meskipun kadang juga ada yang hanya
bestamen.
Andrian dan Owen (1960) juga menyatakan bahwa tumbuhan betina tampaknya juga
memiliki potensi jantan. Tumbuhan betina yang terinfeksi jamur karat tertentu ternyata
membentuk anthera.
Paramaecium bursaria
Pada Paramaecium bursaria ditemukan 8 kelamin, tipe kelamin secara fisiologis
tidak dapat berkonjugasi dengan tipenya sendiri, tetapi dapat berkonjugasi dengan dari ke 7
tipe lain.
Ophryotrocha
Ophryotrocha mempunyai kelamin yang terpisah, ada individu jantan dan betina. Tipe
kelamin pada Ophryotrocha adalah kelamin terpisah, ada individu jantan dan kelamin betina.
Tipe kelamin pada Ophryotrocha ditentukan oleh ukuran tubuh, jika berukuran kecil hewan
tersebut menghasilkan sperma, jika tumbuh menjadi lebih besar hwean yang sama akan
berumah mengkasilkan telur. Dikatakan bahwa lingkungan internal gonad berubah karena
pengaruh hewan yang bersangkutan.
Cacing tanah
Cacing tanah adalah anggota kelas Oligochaeta adalah contoh kelompok hewan
hemaprodit yang lain. Pada caing tanah terdapat 2 gonad yang terpisah, satu gonad
menghasilkan gamet jantan sedangkan gonad lain menghasilkan gamet betina.
Helix
Hewan ini menghasilkan telur dan sperma yang dihasilkan oleh sel-sel yang sangat
dekat satu sama lain pada satu gonad.
Crepidula
Tahap jantan diikuti oleh tahap perantara dan akhirnya tahap betina. Selama tahap
jantan pada individu yang cukup matang dan bersifat sedenter, transformasi ke tahap betina
akan menurun akan tetapi jika tetap bebas mengembara individu jantan relative cepat
mengalami perubahan memasuki tahap betina. Perubahan dari jantan dan betina sangat
dipengaruhi oleh lingkungan.
Lygaeus turcicus
Pada serangga ini ditemukan kromosom kelamin X dan Y , kromosom X lbih kecil
dari kromosom Y. zigot yang memiliki kromosom XX menjadi individu betina, sedangkan
yang memiliki kromosom XY akan menjadi individu jantan. Mekanisme perkelaminannya
tergolong XX-XY.
Hymenoptera
Pada Hymenoptera seperti lebah, semut, tawon, telur yang tidak dibuahi akan
berkembang menjadi individu berkelamin jantan yang haploid, sebaliknya yang dibuahi
berkembang menjadi individu betina diploid. Individu jantan haploid menghasilkan sperma
melalui meiosis dengan penyusunan tertentu. Semua gamet yang dihasilkan oleh individu
jantan maupun betina mempunyai komposisi kromosom yang secara morfologi identic.
(tetapi mungkin tidak sana kandungan alelnya). Status segmen kromosom tertentu yang
homozigot, heterozigot, atau hemizigot menentukan ekspresi kelamin. Ekspresi kelamin
betina tergantung pada heterozigositas bagian suatu kromosom. Ekspresi kelamin tergantung
pada komposisi genetic daerah kromosom tersebut dan bukan tergantung semata pada
fenomena diploidy dan haploidy, pembuktian tersebut dilakukan dengan menanfaatkan
manipulasi genetic untuk menghasilkan individu jantan diploid homozigot.
Drosophila melanogaster
Pada D. melanogaster terdapat kromosom kelamin X dan Y. dalam keadaan diploid
normal ditemukan pasangan kromosom kelamin XX dan XY atau pasangan kromosom secara
langkap sebagai AAXX dan AAXY (jumlah autosom sebanyak 3 pasang). Mekanisme
ekspresi kelamin pada D. melanogaster merupakan mekanisme perimbangan antara X dan A
(X/A), disebut juga sebagai mekanisme keseimbangan determinasi kelamin atau
keseimbangan gen disebut sebagai numerical sex index atau indeks kelamin numeric. Pada
kromosom kelamin X terdapat perangkat gen untuk kelamin betina sedangkan prangkat gen
untuk kelamin jantan terdapat pada pasangan autosom.
Mekanisme ekspresi kelamin X/A pada D. melanogaster bersangku paut dengan
beberapa gen pada kromosomX maupun autosom yang satu demi satu terungkap., misalnya
Sx1 (sex-lethal) yang terdapat pada kromosom X serta beberapa gen lain pada kromosom X
maupun autosom. Gen sx1 mempunyai 2 macam keadaan , yaitu “keadaan sedang bekerja”
dan “keadaan tidak bekerja”.
Pada kromosom X disebut sebagai “elemen-elemen numerator” karena gen-gen
tersebut bekerja atas numerator keseimbangan genik X/A. Dilain pihak, gen-gen pada
autosom yang mempengaruhi Sx1 supaya tidak bekerja (mendorong perkembangan jantan)
disebut sebagai “elemen-elemen denominator”.
Ditemukan juga informasi peranan gen dsx (doublesex) dan gen tra (transformer)
terhadap fenotip kelamin D. melanogaster. Gen dsx dan gen tra sama-sama merupakan gen
resesif autosomal. Gen tra terletak pada kromosom 3. Gen dsx mengubah individu jantan
meupun betinamenjadi individu intersex , sedangkan gen tra mengubah individu betina
menjadi menjadi individu jantan steril.
Ekspresi kelamin pada D. melanogaster ditentukan oleh satu rangkaian tahap
aktivasui gen yang maisng-maisng menuju ke pembentukan suatu protein yang
memungkinkan penyambungan (splicing) yang benar atas RNA yang disintesis pada tahap
berikutnya (oleh gen berikutnya).
Pada individu jantan gen-gen Sx1, tra, dan tra 2 ditranskripsikan tetapi hanya
menghasilkan RNA-d yang non-fungsional. Pada individu betina transkrip Sx1 disambung
dengan cara lain, dan akan digunakan untuk biosintesis protein pengontrol penyambungan
yang mempertahankan bosintesis protein pengontrol penyambungan yang mempertahankan
biosistesis produk gen dsx maupun mendorong kedua gen tra. Sebaliknya produk gen tra
bekerjasama mengubah pola penyambungan RNA untuk transkrip gen dsx. RNA –d dsx
menghasilkan suatu protein dsx lain yang menghentikan gen-gen yang mnspesifikasi sifat-
sifat jantan.
Caddies Flies, Kupu Siang (Butterlies) dan Kupu Malam (Moths) serta Ulat Sutera
Menurut Stanfield (1983) pada Caddies Flies yang tergolong Tricoptera. Kupu siang,
kupu malam, dan ulat sutera merupakan individu bergenotip XX mempunyai fenotip kelamin
jantan. Kromososm kelamain pada hewan-hewan tersebut juga disimbolkan sebagai ZZ
(jantan) dan ZW atau ZO untuk betina. Ayala dkk (1984) menyebutkan keadaan seperti itu
hanya untuk kupu-kupu siang dan kupu-kupu malam. Sedangkan Gardener dkk (1991)
menyebutkan kupu-kupu malam sebagai contoh tersebut.
Boniella
Boniella adalah cacing berbelalai yang tergolong filum Echiura yang mempunyai
kelamin terpisah. Dikatakan bahwa individu individu betina mempunyai belalai panjang,
sedangakan yang jantan bersilia.
Telur-telur yang telah dibuahi yang tumbuh pada keadaan tanpa individu betina akan
berkembang menjadi betina. Telur-telur itu akan tumbuh menjadi indivdu jika ada individu
betina atau ekstrak belalai dari individu betina. Dikatakan lagi bahwa diferensiasi secara
keseluruhan dan khususnya diferensiasi kelamin diatur olehadsa atau tidaknya senyawa kimia
tertentu dalam lingkungan eksternal di sekitar yang dihasilkan oleh individu betina. Individu
yang tetap hidup bebasselama seluruh periode larva akan menjadi betina, sedangkan larva
yang menempelkan dirinya pada individu betina dewasa akan berubah menjadi jantan karena
individu betina.
KROMOSOM KELAMIN
Pola ekspresi gen kelamin pada makluk hidup banyak sudah banyak dikenal dan slah satunya
adalah pola ekspresi kelamin kromosomal, yang menetukan kelamin adalah gen. Banyak macam
kromosom kelamin yang sudah diketahui yaitu X, Y (pada XY) dan Z, W (pada ZW).
Penentuan ini dilakukan bukan untuk mengetahui kromosom kelamin tidak mengekspresikan
kelamin. Tetapi yang bertanggungjawab atas eskpresi kelamin adalah gen yang terletak di autosom,
pda kromosom kelamin atau keduanya.
Henking mengidentifikasi Xbody dan menyatakn bahwa sperma dipilih atas dasar atau tidak
adanya struktur, dan pada abad ke 20 E.B Wilson menyatakan bahwa kromsom yang menetukan
kelamin dan sejak saat itu di kenal dengan kromosom X. Percobaan Wilson pada serangga dengan
jumlah kromosom kromosom yang sama dan ditemukan pada sel-sel dari kedua macam kelamin.
Akan, tetapi pada kromosom homolog dari kromosom X lebih kecil ukurannya dan disebut kromosom
Y. Dan disimpilka zigot XY akan menjadi individu jantan dan zigot XX akan menjadi individu betina.
Evolusi kromosom kelamin bermula pada kondisi tanpa kromosom kelamin menuju pada
kondisi adanya kromosom kelamin. Hal ini terjadi pada berbagai takson hewan dan tumbuhan. Pada
hewan primitif tidak ditemukan adanya kromosom kelamin sedangkan pada hewan tingkat tinggi
ditemukan adanya kromosom kelamin.
Pada keadaan kelamin yang tergabung itu berfungsi mengeskpresi jantan dan betina yang
berada di dalam tubuh individu.pada kromosom tergabung ini terdapat pada jenis tmbuhan berbunga.
Pola transisi paling sederhana adalah dari keadaan kelamin tergabung menuju kepada suatu
keadaan kelamin terpisah sempurna,kejadian ini terjadi pada dua lokus salah satumya yaitu lokus ‘f’,
yang mengontrol fungsi betina dan lokus m yang mengkodekan jantn.
Mekanisme mutasi pada kedua lokus diikuti dengan proses seleksi dan pengurangan
rekombinasi akan memunculkan kromosom porto X maupun kromosom porto Y. Setelah terbentuknya
kedua proto tersebut dengan adanya proses seleksi lebih lanjut yang berkenaan dengan alel-alel yang
dapat menguntungkan pada individu jantan tetapi yang merugikan individu betina.
Erosi Kromosom Y
Erosi kromosom proto Y terjadi pada pola-pola yang hingga sekarang masih bersifat hipotesis
dikenal dengan dua pola erosi evolusoiner kromosom proto Y yang utama. Pola erosi yang petama
adalah melibatkan “Muller Rachet” dengan menyatakan hilangny kelompok kromosom kecil yang
mebawa kromosom mutan. Pola kedua berupa fiksasi mutan-mutan terpaut Y yang merugikan melalui
“hitchhiking” dengan mutasi-mutasi yang mengutungkan secara selektif pada kromosom proto
Pada dasarnya data komparatif tentang hubungan evolusioner antara sistem kromosom
kelmin dengan pola determinasi masih belumcukup untuk menghasilakan suatu rekronstruksi sejarah
evolusi sistem deteminasi kelamin X/A. Spesies yang mempunyai gen semacan mf yang dibutuhkan
untuk perkembangan kearah jantan, terpaksa mempertahankan suatu pola determinasi y kelamin
jantan,keculi hal tersebut diganti oleh kelamin lain. Sedangkan yang mengekspresikan f’ di butuhkan
perkembangan kelamin betina. Ekspresi produk gen Sx1 pada dibutuhkan untuk perkembangan
karakter betina ,sekrurang-kurangnya pada sel soma. Pembentukan suatu sel kromosom proto y yang
membawa f’ dan mf berakibat muculnya individu –individu jantan parsial (pda tingkat fenotif) dan
berkenaan dengan determinasi kelamin X/A yang evolusi dari keadaan karena adanya alel-alel yang
kehilangan fungsi yang terdapat pada kromosom Y.
Kebakaan yang terpaut kelamin dikontrol oleh gen-gen yang terpaut pda kromosom kelamin
hal inilah yang mempengaruhi kebakaan pada ekspresi kelamin.
Pada penemuan morgan tahun 1910 gen yang terkait dengan kebakaan yang terpaut itu
terletak pdakromosom X , tepatnya pada lokus w. Dasar kenyataan bahwa individu jantan hanya
memiliki satu kromosom X dan sebuah kromosom Y yang tidak memiliki sebagian besar gen pada
kromosom X.
Sebagian besar gen terpaut kelamin pada hewan-hewan jantan heterogamet terletak di
kromosom X. Pewarisan sifat- sifat fenotip yang terpaut kromosom X mengikuti suatu pola khas,
yaitu crisscross pattern of inheritance adalah suatu pola pewarisan menyilang. Dalam hal ini sifat
fenotif yang ada pada induk betina diwariskan dan di ekspresikan pada turunan jantan dan yang induk
jantan tidak diwariskan.
Pewarisan sifat dan ekspresi yang terkait kromosom X pada individu betina mengikuti pola
yang sama , dan sifat-sifat individu di kontrol oleh alel-alel yang terdapat autosom .sifat- sifat terpaut
kromosom kelamin Y induk jantan biasanya langsung diwariskan kepada turunan jantan. Sifat-sifat
tersebut dapat juga diwariskan langsung kepada turunan betina akibat peristiwa gagal berpisah pada
oogenesis.
Gen-gen Yang Terpaut Kelamin Pada Drosophilla Melanogaster
Dikalangan D.melanogaster , gen-gen yang terpaut kromosom kelaminX anatar lain yellow,
white, vermilion, miniature, rudimentary,dnan masih banyak lagi. Gen-gen yang tergolong terpaut
kelamiin yang tidak sempurna anatara lain bobbed bristles atau bb (tipe mutan)alelnya tersebut
terdapat pada kromosom X mupun kromosom Y tepatnya pada lengan pendek.
Pola pewarisan terpaut kelamin ZZ-ZW pada dasarnya sama dengan yang ditenukan di
lingkungan mamalia, terkecuali yang bersifat hemizigot adalah individu betina bukan individu jantan.
Alel yang terdapat pada aym adala ale S dan s. Alel S dapat membedakan kelamin pada saat
menetas.yang dilihat dari bulu saat pertama kali menetas.
Pada pria yang mengidap penyakit sindrom terticular ferminization sel-sel embrio sama sekali
tidak peka terhadap efek maskulinisasi dari testoteron karakteristik kelamin sekunder luar janin
berkembang lebih kearah betina, tetapi secara internal yang berkembang adalah testis, perkembangan
uterus, tuba fallopi juga terhambat akibat sekresi hormon jantan lain sehinnga terbentuk suatu vagina
buntu.
Pada manusia sudah ditemukan lebih dari 200 sifat yang dinyatakan sebagai terpaut
kromosom X sifat-sifat itu anatar lain atrofi optik, glaucona juvenil, myopia dll, dan berbagai bentuk
keterbelakangan mental. Sifat- sifat terbentuk karena dikontrol oleh gen-gen yang terletak di
autosoma.
Pada manusia identifikasi sifat-sifat yang terpaut kelamin didasarkan pada telaah silsilah.
Beberapa kriteria untuk identifikasi sifat-sifat yang terpaut kromosom kelamin X atas dasar telaah
silsilah sebagai berikut;
1. Sifat tersebut lebih sering ditemukan pada laki-laki dibandingkan pada perempuan.
2. Sifat tersebut diwariskan kepada seorang pria yang memiliki sifat penderita kepada separuh
cucu laki-laki melalui anak perempuan.
3. Suatu ale yang terpaut X tidak pernah terpaut langsung dari ayah kepada anaknya
4. Semua wanita memiliki sifat tersebut dari seorang ayah yang menderita serta seorang ibu
carier.
Khusus umtuk sifat-sifat terpaut kromosom kelamin X yang dominan seperti tipe darah yang
jarang, pria penderita dihrapkan akan mewariskan sifat tersebut kepada semua anak perempuan
mereka, dan bukan kepada anak laki-laki. Kebakaan terpaut kromosom kelamin X yang dominan
tidak dapat dibedakan dari kebakaan autosomal pada turunan wanita penderita tetapi akan dibedakan
dari turunan pria penderita
Pada kromosom yang terpaut kromosom kelamin X deteksi sifat-sifat dikontrol oleh gen-gen
holandrik yang dilakukan dengan telaah silsilah dan dikodekan/ diwariskan kepada semua anak laki-
laki. Bebrapa gen holandrik pada manusia seperti h yang resesif dapat menyebabkan hypertrichosis
tumbuhnya rambut seperti di bagian tepi daun telinga. Pada gen holandrik seperti hg resesif dapat
mrnyebabkan tumbuhnya rambut panjang dan kaku di permukaan tubuh, sehingga menyerupai duri
landak. Gen yang bertanggung jawab atas kelainan ini tergolong gen autosoml dominan yang sangat
jarang. Gen wt resesif meyebabkan tumbuhnya kulit diantara jari-jari, tangan ataupun kaki orang
tersebut mirip dengan kaki katak atau burung air. Gen H-Y terletak pada lengan pendek dari kelamin
Y. Gen ini bertanggung jawab terhadap pengenal antigen pada jaringan individu jantan.
Selain gen-gen terpaut kromosom kelamin Y pada manusia yang telah dikemukakan, dapat
ditambahkan bahwa gen dominan pengendali sex-reversed trait gen ini yang bertanggung jawab
langsung atas perkembangan gonade embrional menjadi sebuah testis.
Sifat-sifat terbatas kelamin bersangkutpaut dengan ekspresi gen yang berbeda pada tiap
kelamin. Pada beberapa gen autosomal hanya berekspresi pada salah satu kelamin ini merupakan
akibat perbedaan lingkungan hormonal internal atau ketidak samaan anatomis, hormon-hormon pada
kelamin merupakan faktor pembatas terhadap ekspresi beberapa gen. Jika penetrasi suatu gen pada
salah satu kelamin sebesar nol, maka sifat yang terkait digolongkan sebagai yang terbatas kelaamin.
Oleh karena kelamin pada manusia ditentukan gen pada kromosom Y dan karena pria
menghasilkan gamet-gamet pembawa kromosom X dan pembawa kromosom Y dalam jumlah yang
hampir sama, maka atas dasar hukum mendel kedua kelamin melihatkan proporsi 1:1, akan tetapi
pada manusia rasio kelamin berbeda-beda pada berbagai kelompok umur.
BAB III
FENOMENA KOMPENSASI DOSIS DAN DIFERENSIASI KELAMIN
Rama maulidin R. A
1. Jelaskan maksud dari individu betina merupakan “individu mosaik”?
Jawab: telah dikemukakan bahwa inaktivasi salah satu kromosom kelainan X terjadi
secara acak, akibatnya individu betina merupakan “individu mosaik”. Sifat mosaik itu
tampak dalam hubungannya dengan alela-alela (pada kromosom X) yang heterozigot.
Dalam hal ini jika satu alela tersebut pada sesuatu individu betina bersifat heterozigot,
maka akibat inaktivasi acak tersebut ekspresi alela tersebut berbeda pada berbagai bagian
tubuh.