Anda di halaman 1dari 16

Arrum Larasati R /15034260

Fitria Maulita /150342606010


BAB I
KAJIAN GENETIK EKPRESI KELAMIN
a. Ekpresi Kelamin pada Makhluk Hidup Prokariot
Prokariot disini dicontohkan pada kehidupan bakteri, yaitu pada E. coli. Pada organisme
ini memiliki 2 jenis kelamin yaitu jantan dan betina. Jika dilihat dari genetiknya, organisme
berkelamin jantan memiliki materi genetic tambahan yaitu F (fertility), yang tidak
dimiliki oleh organisme betina. Pada E. coli, organisme jantan disimbolkan F+ dan
organisme betina disimbolkan F-, F+ dapat mentransfer factor F yang dimiliki kepada F-
dan F- dapat berubah menjadi F+. hal ini bida terjadi karena pada F+ berisi plasmid / factor
F. pada plasmid tersebut terdapat kelompok gen tra. Gen tersebut yang membuat E. coli
dapat memiliki kemampuan mentransfer materi genetiknya ke E. coli.
Sel E. coli Jantan (F+)
Suatu sel E. coli dikatakan jantan apabila terdapat factor F yang terkandung di
dalam sel tersebut dan terpisah dengan kromosom utama. Sel E. coli dikatakan
betina jika di dalam sel tersebut tidak mengandung factor F. Pada E. coli, organisme
jantan disimbolkan F+ dan organisme betina disimbolkan F-, F+ dapat mentransfer
factor F yang dimiliki kepada F- dan F- dapat berubah menjadi F+. Prosesnya
disebut konjugasi. Konjugasi pada E. coli dimulai dari pertemuan antara E. coli
jantan dan betina yang saling menempel dan membentuk pilus/ pilli. Pilus tersebut
hanya bisa dibentuk oleh E. coli F+. Saat sudah terbentuk pilus diantara keduanya,
maka F+ akan melakukan replikasi materi genetic F+ lalu mentransfer hasil
replikasi ke E. coli F-. Replikasi ini terjadi melalui proses rolling circle replication.
Lalu F- akan berubah menjadi F+ setelah mendapat materi genetic F+.
Sel-sel E. coli berkelamin jantan (Hfr)
Pada sel E. coli ini sama dengan sel E. coli jantan, yang membedakan adalah pada
factor F yang bergabung dengan nukelolid (kromosom utama). Hfr juga mampu
melakukan transfer materi genetiknya, tetapi bedanya karena ada plasmid dan F+
bergabung maka ketika ditransfer sebagian gen dari kromosom utama ikut
ditransfer juga. Akibatnya, selain F- berubah menjadi F+, dia juga memiliki sifat
baru dari gen lain (e.g : gen a). adakalanya proses konjugasi ini teputus karena
factor tertentu dan berakibat gagalnya perubahan F- menjadi F+.
b. Ekspresi Kelamin pada Eukariot
Ekspresi Kelamin pada Tumbuhan Eukariotik
Pada bab ini ada beberapa yang dibahas sbb :
Chlamydomonas
Sel-selnya biasanya haploid dan dapat memproduksi secara vegetative.
Terdapat 2 kelamin yaitu +/- atau jantan/betina. Pada kelamin jantan dibagi
menjadi 5 tingkat (valensi) dan betina juga sama dibagi menjadi 5 tingkat
(valensi). Apapun valensi jantan atau betina dapat berkonjugasi.
Saccaromyces dan Neurospora
Saccaromyces memiliki 2 jenis kelamin yaitu dan + ada juga yang
membaginya menjadi a dan pada gen MAT. Apa yang dibaa oleh gen
MAT ini aan menentukan jenis kelamin organisme ini, semisal gen MAT
membawa a maka akan berjenis kelamin a, semisal gen MAT membawa
gen maka akan berjenis kelamin .
Neurospora memiliki jenis kelamin dan +.
Saccaromyces dan Neurospora dikatakan organisme monogenic.
Basidiomycetes
Organisme ini memiliki kelamin jantan dan betina. Dikelompokkan
menjadi 2 yaitu bipolar dan tetrapolar. Dikatakan bipolar karena jenis
kelamin ditentukan oleh 1 gen teteapi 2 alel. 1 gen tersebut ialah gen a dan
beralel Aa. Tetrapolar karena yang mengatur jenis elamin adalah gen a dan
b yang memiliki 4 alel yaitu AaBb.
Lumut Hati
Pada organisme ini jenis kelamin dipengaruhi oleh kromosomnya. Memiliki
8 pasang kromosom dan 1 pasangnya X dengan Y.
Tumbuhan Berumah 1 dan 2
Gen-gen pada organisme ini slaing terkait, jika salah satu termutasi maka
akan mempengaruhi ekspresinya. Contohnya pada jagung berumah satu
normal dapat menjadi jagung berumah dua jantan ataupun berumah dua
betina jika salah satu pasang alelnya termutasi.
Marga Melandrium
Memiliki jenis kelamin dan Y, tetapi bedanya dengan organisme lain pada
organisme ini ukuran kromosom Y lebih besar. Bukan keberadaan Y yang
menyebabkan berbeda, tapi pada perimbangan jumlah antara kromosom X

dan Y. Jenis kelamin ditentukan dengan yang nanti hasilnya dapat dilihat

pada table buku genetika kelamin Prof. Duran halaman 13. Jadi, yang
mempengaruhi jenis elamin adalah perimbangan XY tanpa melihat
autosom.
Ekpresi Kelamin Pada Hewan Avertebrata
Paramaecium bursaria
Pada P.bursaria ditemukan 8 kelamin (mating type); tipe (macam) kelamin
secara fisiologis tidak dapat berkonjugasi dengan tipenya sendiri, tetapi
dapat berkonjugasi dengan satu dari ke 7 tipe lain.
Ophryotrocha
Tipe kelamin pada Ophryotrocha ditentukan oleh ukuran tubuh hewan itu.
Jika berukuran kecil, hewan itu menghasilkan sperma; jika tumbuh menjadi
lebih besar, hewan yang sama itu akan berubah menghasilkan telur.
Cacing Tanah
Pada cacing tanah terdapat dua gonad yang terpisah dimana satu gonad
menghasilkan gamet jantan dan gonad yang lain menghasilkan gamet
betina. Rincian penjelasan tentang hermaproditisma semacam ini sama
dengan pada tumbuhan monocius.
Helix
Keong dalam marga Helix tergolong hermaprodit. Telur dan sperma
dihasilkan oleh sel-sel yang kadang-kadang sangat dekat satu sama lain
pada satu gonad. Rincian penjelasan tentang hermaproditisma semacam ini
sama dengan pada tumbuhan monocius.
Crepidula
Tiap individu mengalami suatu urutan perkembangan, mulai dari tahap
aseksual yang diikuti oleh suatu tahap jantan. Tahap jantan itu diikuti oleh
suatu tahap perantara dan akhirnya tahap betina. Selama tahap jantan, pada
individu-individu yang sudah cukup matang dan bersifat sedenter,
transformasi ke tahap betina akan menurun; akan tetapi jika tetap bebas
mengembara, individu-individu jantan relatif cepat mengalami perubahan
memasuki tahap betina.
Lygaeus turcicus
Pada serangga jenis ini sudah ditemukan kromosom kelamin X dan Y,
dimana kromosom X lebih kecil dari pada kromosom Y. Zigot yang
memiliki kromosom kelamin XX akan menjadi individu betina sedangkan
zigot yang memiliki kromosom kelamin XY akan menjadi individu jantan.
Mekanisme perkelaminan spesies Ligaeus turcicus tergolong XX-XY.
Hymenoptera
Pada Hymenoptera, telur yang tidak dibuahi akan berkembang menjadi
individu berkelamin jantan yang haploid dan telur yang dibuahi
berkembang menjadi individu betina yang diploid. Individu jantan haploid
menghasilkan sperma melalui meiosis dengan penyesuaian tertentu. Semua
gamet yang dihasilkan oleh individu jantan maupun betina mempunyai
komposisi kromosom yang secara morfologis identik (tetapi tidak mungkin
sama kandungan alelanya).
Pada Hymenoptera, kromosom kelamin tidak berperan pada ekspresi
kelamin; dan jumlah maupun mutu makanan yang dimakan larva yang
diploid akan menentukannya tumbuh dan berkembang menjadi individu
betina pekerja yang steril, atau ratu yang fertil. Lingkungan menentukan
sterilitas atau fertilitas, tetapi tidak mengubah kelamin yang secara genetik
telah tertetapkan. Pola ekspresi kelamin pada Hymenoptera disebut sebagai
haplo-ploidy
Drosophila melanogaster
Pada D.melanogaster terdapat kromosom kelamin X dan Y. Dalam keadaan
diploid normal ditemukan pasangan kromosom kelamin XX dan XY, atau
pasangan kromosom secara lengkap sebaga AAXX dan AAXY (jumlah
autosom sebanyak tiga pasang). Mekanisme ekspresi kelamin pada
D.melanogaster dikenal sebagai suatu mekanisme perimbangan antara X
dan A (X/A), atau disebut juga mekanisme keseimbangan determinasi
kelamin atau keseimbangan gen. Mekanisme tersebut merupakan
perimbangan antara jumlah X pada kromosom kelamin dengan jumlah A
(autosom) pada tiap pasangan A. Hasil perimbangan itu disebut sebagai
numerical sex index atau indeks kelamin numerik.
Pada kromosom kelamin X terdapat perangkat gen untuk kelamin betina;
sedangkan perangkat gen untuk kelamin jantan ada pada pasangan-
pasangan autosom. Indeks kelamin numerik pada D.melanogaster
dijelaskan sebagai suatu hasil akibat keadaan tertentu yang terjadi karena
adanya interaksi antara determinan jantan pada autosom dan determinan
betina pada kromosom kelamin X. Tampaknya ada semacam interaksi
antara determinan jantan pada autosom dan determinan betina pada
kromosom X yang juga menyebabkan munculnya fenotip kelamin pada D.
melanogaster.
Mekanisme ekspresi kelamin X/A pada Drosophila sudah diketahui
berhubungan dengan beberapa gen pada kromosom X maupun autosom.
Beberapa gen tersebut diantaranya gen Sx1 (sex-lethal) pada kromosom X,
dan beberapa gen lain pada kromosom X ataupun autosom. Gen Sx1
memiliki dua macam keadaan aktivitas, yaitu saat keadaan sedang bekerja
dan keadaan tidak sedang bekerja. Pada keadaan sedang bekerja, gen Sx1
bertanggung jawab atas perkembangan betina sedangkan pada keadaan
tidak sedang bekerja, maka yang berkembang adalah kelamin jantan. Selain
itu ditemukan juga peranan gen dsx (doublesex) dan tra (transformer)
terhadap fenotip kelamin Drosophila. Gen dsx mengubah individu jantan
maupun betina menjadi individu intersex, sedangkan gen tra mengubah
individu betina (berdasarkan konstitusi kromosom) menjadi individu jantan
steril.
Ekspresi kelamin Drosophila ditentukan oleh adanya rangkaian tahap
aktivasi gen yang masing-masing menuju ke pembentukan suatu protein
yang memungkinkan penyambungan yang benar atas RNA yang disintesis
pada tahap berikutnya.
Caddies Flies, Kupu Siang (Butterflies), dan Kupu Malam (Moths), serta
Ulat Sutera
Pada caddies flies, kupu siang (butterflies), dan kupu malam (moths), serta
ulat sutera, individu yang bergenotip XX memiliki fenotip kelamin jantan.
Akan tetapi dikatakan pula bahwa kromosom kelamin pada hewan-hewan
itu disimbolkan sebagai ZZ (Jantan) dan ZW atau ZO untuk betina.
Boniella
Pada Boniella, telur-telur yang telah dibuahi, yang tumbuh pada keadaan
tanpa individu betina akan berkembang menjadi betina. Telur-telur itu akan
tumbuh dan berkembang menjadi individu jantan jika ada individu betina
dewasa atau sekurang-kurangnya ada ekstrak dari belalai individu betina.
Ekspresi kelamin pada Boniella merupakan contoh fenomena perkelaminan
yang non genetik dan tergantung faktor-faktor lingkungan luar. Individu
jantan dan betina memiliki fenotipe serupa, namun rangsangan dari
lingkungan memulai perkembangan ke arah salah satu kelamin atau yang
lainnya.
Ekspresi Kelamin Pada Hewan Vertebrata
Pisces
Kebanyakan spesies ikan budidaya memiliki tipe perkelaminan
gonochoristik. Pada tipe ini, ikan-ikan yang memiliki gonad dibedakan
menjadi dua tipe, yaitu spesies yang memiliki gonad yang belum
berdiferensiasi dan yang memiliki gonad yang sudah berdiferensiasi. Pada
spesies yang gonadnya belum berdiferensiasi, pertama kali gonad
berkembang menjadi suatu gonad serupa ovarium; selanjutnya kira-kira
separuhnya menjadi individu jantan, sedangkan separuhnya lagi menjadi
individu betina. Pada spesies yang gonadnya sudah berdiferensiasi, gonad-
gonadnya langsung berdiferensiasi menjadi suatu testis atau ovarium. Pada
beberapa ikan juga terdapat mekanisme ekspresi kelamin ZZ-ZW seperti
pada burung dan kupu-kupu malam.
Amphibia
Pada Amphibia tidak ada keseragaman pola ekspresi kelamin. Banyak
kelompok Amphibia yang sudah dikaji pola ekspresi kelaminnya, dan
terlihat jelas bahwa di kalangan tersebut sudah ada kromosom kelamin (tipe
XY-XX maupun tipe ZZ-ZW). Ada pula beberapa kelompok yang tidak
memiliki kromosom kelamin seperti Xenopus laevis.
Reptilia
Pada banyak jenis reptil, individu heterogametik berkelamin betina
bersimbol ZW dan yang heterogametik jantan bersimbol ZZ. Pada beberapa
reptil suhu pengeraman telur yang telah dibuahi berpengaruh besar terhadap
ekspresi kelamin turunan.
Aves
Kromosom kelamin pada burung disimbulkan XX atau ZZ untuk yang
jantan, dan XO, ZW, atau ZO, untuk yang betina. Penelitian terakhir
menunjukkan bahwa penentuan kelamin pada ayam dan mungkin juga
burung secara keseluruhan sama dengan yang ditemukan pada Drosophila,
yaitu tergantung pada perimbangan Z dan A atau Z/A.
Mammalia: Tikus dan Manusia
Perkembangan kelamin pada Mammalia terbagi menjadi dua proses, yaitu
diferensiasi kelamin somatis atau sekunder dan diferensiasi kelamin pada
sel germinal. Konstitusi kromosom dalam inti adalah yang pertama kali
menentukan diferensiasi kelamin dari gonad awal. Apabila kemudian
terbentuk testis, maka akan disekresikan hormon testosteron. Apabila
ovarium yang terbentuk, maka tidak adanya testosteron memungkinkan sel-
sel somatik berkembang dalam jalur betina. Pembentukan testis
dikendalikan gen-gen yang terdapat pada kromosom Y sehingga jenis
kelamin Mammalia ditentukan oleh kromosomY. Berkenaan dengan
perkembangan testis, pada kromosom Y manusia terdapat gen TDF (Testis
Determining Factor) yang bertanggungjawab terhadap perkembangan testis
dan diketahui mengkode semacam protein yang diduga mengatur ekspresi
gen lain. Gen lain yang juga dinyatakan ikut bertanggung jawab yaitu gen
H-Y yang terpaut kromosom kelamin Y dan dinyatakan ikut
bertanggungjawab terhadap diferensiasi testis maupun spermatogenesis.
Selain itu, gen Tfm+ yang terpaut pada kromosom kelamin X (Individu
jantan) mengendalikan pembentukan suatu protein pengikat testosteron
pada sitoplasma dari semua sel (jantan maupun betina)
c. Beberapa Pemikiran
Kromosom pada dasarnya bukanlah yang menentukan jenis kelamin terwujud pada
makhluk hidup. Yang benar adalah bahwa gen atau perangkat gen pada kromosom kelamin Y yang
menentukan jenis kelamin manusia. Kromosom kelamin sama saja dengan autosom, sama-sama
membawa faktor keturunan.

Ekspresi kelamin makhluk hidup dikendalikan oleh gen-gen yang saling berinteraksi.
Keseimbangan tertentu dalam interaksi gen itu bertanggung jawab atas ekspresi kelamin makhluk
hidup.

Ekspresi gen-gen yang interaksinya bertanggung jawab atas fenotip kelamin makhluk
hidup, dipengaruhi juga oleh faktor lingkungan. Ekspresi gen-gen itu tidak bebas dari faktor
lingkungan (fisikokimiawi) internal maupun eksternal.
BAB II
KROMOSOM KELAMIN

a. Sejarah Penemuan Kromosom Kelamin

Pada tahun 1891 H. Henking menemukan bahwa suatu struktur inti tertentu dapat
ditemukan (dilacak) selama spermatogenesis serangga tertentu. Separuhnya sperma menerima
struktrur tersebut sedangkangkan separuhnya tidak menerimanya dan struktur tersebut
diidentifikasi sebagai X-body. Pada tahun 1902 C. E. McClung membenarkan observasi
Henking atas dasar obserasi sitologis terhadap berbagai spesies belalang, dan ditemukan pula
bahwa sel-sel soma pada indivudu jantan berbeda dengan sel-sel soma pada individu betina.
Kemudian pada awal abad ke 20 E. B. Wilson dkk., menyatakan bahwa X body yang dilaporkan
oleh Henking merupakan suatu kromosom yang menentukan kelamin. Sejak saat itu X body
tersebut dikenal dengan kromosom kelamin atau kromosom X.

E. B Wilson menemukan bahwa susunan kromosom yang lain pada Lygaeus turcicus. Pada
serangga ini jemlah kromosom yang sama ditemukan pada sel-sel dari kedua macam kelamin.
Akan tetapi, kromosom homolog dari nkromosom X ternyata lebih kecil ukurannya dan disebut
kromosom Y. Zigot XX akan menjadi individu betina, sedangkan zigot XY akan menjadi individu
jantan.

b. Evolusi Kromosom Kelamin

Evolusi Kromosom X dan Y Pemula

Asal mula evolusioner kromosom kelamin primitif berkaitan erat dengan evolusi kelamin
terpisah yang berlatarbelakang genetik. Pola transisi paling sederhana, dari keadaan kelamin
tergabung menuju kepada suatu keadaan kelamin terpisah sempurna, adalah melalui kejadian
mutasi pada dua lokus. Salah satu lokus itu adalah f, yang mengontrol fungsi betina dan m yang
mengatur lokus jantan. Mekanisme pada dua lokus diikuti dengan roses seleksi dan pengurangan
rekombinasi akan memunculkan kromosom proto X maupun kromosom proto Y. Setelah itu akan
terjadi proses seleksi lebih lanjut yang berkenaan dengan seleksi alela-alela yang menguntungkan
pada individu jantan tetapi merugikan individu betina, yang akan mengarah pada diferensiasi
genetic selanjutnya antara kedua kromosom kelamin.

Erosi Kromosom Y

Ada dua pola erosi evolusioner kromosom proto Y yang utama. Pola erosi kromosom
pertama adalah yang melibatkan Mullers Ratchel bersangkut paut dengan hilangnya kelompok
kromosom yang membawahi mutan-mutan merugikan dalam jumlah yang paling kecil, dari suatu
populasi terbatas akibat genetic drift. Peristiwa tersebut menyebabkan peningkatan progresif
jumlah rata-rata alela-alela merugikan per-individu. Pola kedua berupa fiksasi mutan-mutan
terpaut Y yang merugikan melalui hitchhiking dengan mutasi-mutasi yang menguntungkan
secara selektif pada kromosom proto Y.

Evolusi Determinasi Kelamin X/A dan Sistem Kromosom Kelamin XO

Westergaard mengemukakan bahwa system keseimbangan X/A berevolusi dari system


kromosom Y penentu kelamin jantan. Spesies-spesies yang mempunyai suatu gen semacam mf
yang dibutuhkan untuk perkembangan kea rah kelamin jantan, terpaksa mempertahankan suatu
pola Y determinasi kelamin berupa kromosom Y sebagai penentu kelamin jantan, kecuali hal
tersebut telah diganti oleh mekanisme genetik lain.

Diduga bahwa ekspresi gen ff dibutuhkan untuk perkembangan kelamin betina dan tidak
adanya produk ff misalnya dikarenakan kehadiran suatu alela ff sterilitas betina yang dominan
mengarah kepada perkembangan parsil atau lengkap kelamin jantan.

Pembentukan suatu kromosom proto Y yang membawa ff dan mf berakibat munculnya


individu-individu jantan parsial (pada tingkat fenotif). Berkenaan dengan determinasi kelamin
X/A yang berevolusi dari keadaan tersebut, setelah itu diduga adanya evolusi suatu alela tersebut
mengurangi ekspresi satu-satynya ekspresi copy ff pada individu jantan yang mengarah kepada
peluang karakter jantan yang lebih tinggi.

c. Kebakaan Yang Terpaut Kelamin


Penemuan Morgan Tentang Pautan Kelamin Pada Drosophila

Temuan pertama tentang kebakaan yang terpaut kelamin adalah pada Drosophila, dan gen
terkait dengan kebakaan yang terpaut kelamin itu terletak pada kromosom kelamin X, tepatnya
pada lokus w (Gardner dkk., 1991). Persilangan berikut memperlihatkan hal tersebut (Gambar
2.1).

Pada persilangan tersebut terlihat bahwa seluruh turunan F1 bermata merah. Pada F2 75%
turunan bermata merah, sedangkan 25% lainnya bermata putih. Ke 25% turunan F2 yang bermata
putih itu berkelamin jantan. Terbukti pula 50% turunan jantan F2 bermata merah, 50% lainnya
bermata putih (ke 25% tersebut). Secara keseluruhan pada percobaan persilangan itu, alel resesif
diekspresikan hanya pada individu jantan. Atas dasar percobaan persilangan itu disimpulkan
bahwa gen warna mata tersebut terdapat pada kromosom kelamin X sehingga kebakaan warna
mata pada Drosophila terpaut kromosom kelamin (kromosom X).

Pola-pola Kebakaan dari Gen-gen yang Terpaut Kelamin

Dikalangan makhluk hidup yang memiliki kromosom kelamin XX-XY (misalnya pada
manusia), gen yang terdapat pada kromosom kelamin X sebagian tidak ditemukan sama sekali
pada kromosom Y sehingga disebut terpaut kelamin lengkap (completely sex linked), sebagian
dapat berekombinasi melalui pindah silang (crossing over) dengan gen yang terdapat pada
kromosom Y, seperti layaknya gen pada autosom homolog (incompletely sex linked/partially sex
linked). Pada kromosom Y juga ditemukan gen yang tidak terdapat pada kromosom X. Gen
tersebut disebut terpaut seluruhnya pada kromosom Y(completely Y linked) atau dikenal sebagai
gen holandrik.

Pewarisan sifat yang terpaut kromosom kelamin X mengikuti pola crisscross pattern of
inheritance (pola pewarisan menyilang). Dalam hal ini suatu sifat fenotip yang ada pada induk
betina diwariskan dan terekspresi pada turunan jantan, dan yang ada pada induk jantan diwariskkan
(tidak terekspresi) melalui turunan betina keturunan jantan F2 dan diekspresikan.

Gen-gen yang Terpaut Kelamin pada Drosophila melanogaster

Pada Drosophila melanogaster gen yang terpaut kromosom kelamin X (ditunjukkan dalam
bentuk mutan) misalnya yellow, white, vermilion, miniature, dan rudimentary. Gen yang tergolong
terpaut kelamin tidak sempurna (incompletely sex linked genes) pada Drosophila melanogaster
antara lain bobbed bristles atau bb (tipe mutan), alela tersebut terdapat pada kromosom X maupun
Y tepatnya pada lengan pendek. Pada kromosom Y telah ditemukan 7 gen holandrik yang
bersangkut paut dengan ferlilitas jantan yaitu K1-1, K-2, K-3, K-4, K-5 (semuanya lengan panjang)
serta Ks-1 dan Ks-2 (masing-masing pada lengan pendek).

Gen-gen yang terpaut kromosom Kelamin Z pada unggas

Pola pewarisan terpaut kelamin ZZ-ZW bersifat homozigot pada individu betina, bukan
jantan. Alela dominan terpaut Z disebut dengan S, dan alela alternatif s pada bulu keemasan yang
ditemukan pada ayam. Ayam memiliki alela S berbulu keperakan di saat menetas dan dapat
digunakan membedakan kelamin. Contohnya dalam individu betina berbulu keperakan (SW) dan
individu jantan berbulu keemasan (ss), terjadilah crisscross inheritence yang memudahkan
pembedaan fenotip kelamin. Dari persilangan itu diperoleh turunan betina (semua) berbulu
keemasan, sedangkan turunan jantan (semua) berbulu keperakan

Sifat-sifat yang Terpaut Kromosom Kelamin X pada Manusia

Gen Tmf yang terpaut kromosom kelamin X dapat mengendalikan pembentukan suatu
protein pengikat testosteron. Sedangkan pria yang memiliki gen Tmf akan mengidap sindrom
testiscular ferminization yang mengakibatkan terbentuknya vagina buntu.
Ada lebih dari 200 sifat yang dinyatakan sebagai pautan kromosom kelamin X, sifat-sifat
tersebut berupa: atrofi optik (degenerasi syaraf mata), glaucoma juvenil (penebalan bola mata),
myopi (rabun dekat), defective iris, epidermal cyst, distichiasis (double eyelashes), white occipital
lack of hair, mitral stenosis (abnormalitas katup mitral jantung), dan beberapa bentuk
keterbelakangan mental. Sifat lain dari manusia yang terpaut kromosom kelamin X adalah persepsi
warna tertentu, seperti merah dan hijau.

Beberapa kriteria untuk identifikasi sifat-sifat terpaut kromosom kelamin X atas dasar
telaah silsilah akan dikemukakan lebih lanjut (Gardner, dkk., 1991)

1. Sifat tersebut lebih sering ditemukan pada laki-laki.


2. Sifat tersebut diwariskan oleh seorang pria yang memiliki sifat tersebut kepada separuh
cucu laki-laki melalui anak perempuannya.
3. Suatu alela yang terpaut X tidak pernah diwariskan langsung dari ayah kepada anak laki-
laki.
4. Semua wanita pemilik sifat tersebut mempunyai seorang ayah yang juga memiliki sifat
tersebut serta seorang ibu yang carrier atau juga yang memiliki sifat tersebut.

Contoh- contoh cacat bawaan resesif yang sangat merugikan terpaut kromosom kelamin X
pada manusia antara lain (Gardner, dkk., 1991).

1. Lesch-Nyhan Syndrome (Congenital Hyperuricemia), produksi asam urat berlebihan.


2. Duchene-type Muscular Dystrophy, ditandai dengan kemunduran otot yang
berkembang cepat pada saat berusia belasan tahun.
3. Hunter Syndrome, ditandai dengan keterbelakangan mental, tampang kasar, hirsutism,
dan memiliki tulang hidung lebar, serta lidah yang menjulur panjang.

Gen-gen yang Terdapat pada Kromosom Kelamin Y Manusia

Sifat-sifat pada manusia hingga saat ini dikontrol oleh gen-gen holandrik dan adapula yang
menyimpulkan bahwa kromosom Y manusia hanya mengandung sedikit gen yang memperlihatkan
efek secara fenotif. Beberapa gen holandrik pada manusia yang telah dilaporkan antara lain gen h
(hypertrichosis) yang menyebabkan tumbuhnya rambut di daerah tertentu di tepi daun telinga. Gen
hg (hystrixgravier) menyebabkan pertumbuhan rambut panjang dan kaku dipermukaan tubuh,
sehingga menyerupai landak. Gen wt menyebabkan tumbuhnya kulit diantara jari-jari (terutama
jari kaki).

Gen H-Y yang merupakan histocompabilitas terletak pada kromosom pendek dari
kromosom kelamin Y yang bertanggungjawab terhadap penentuan/pengenalan antigen pada
jaringan individu jantan. Pada vertebrata semacam burung, yang bersifat heterogametik, justru
antigen H-Y ditemukan pada individu betina. Gen TDF merupakan gen yang bertanggungjawab
terhadap perkembangan testis dan berperan sebagai master regalator. Gen tersebut dan Y,
memperlihatkan efek yang sangat dominan terhadap perkembangan fenotif kelamin.

d. Sifat-Sifat Yang Terpengaruh Kelamin

Gen-gen yang mengontrol sifat-sifat yang terpengaruh kelamin dapat terletak pada
autosom ataupun pada bagian homolog dari kromosom kelamin. Ekspresi dominan atau resesif
oleh alela-alela dari lokus-lokus yang terpengaruh kelamin berubah pada individu jantan dan
betina, terutama berkaitan dengan perbedaan lingkungan internal yang disebabkan oleh hormon-
hormon kelamin.

e. Sifat-Sifat Yang Terbatas Kelamin

Sifat-sifat yang terbatas kelamin bersangkut-paut dengan ekspresi gen yang berbeda pada
tiap kelamin. Beberapa gen autosomal hanya berekspresi pada salah satu kelamin. Fenomena
tersebut merupakan akibat perbedaan lingkungan hormonal internal atau akibat ketidaksamaan
anatomis. Ada juga pendapat yang menyatakan bahwa hormon-hormon kelamin merupakan faktor
pembatas terhadap ekspresi beberapa gen. Contoh sifat yang terbatas kelamin misalnya
kemampuan produksi susu yang hanya dijumpai pada sapi betina, padahal gen untuk produksi susu
juga terdapat pada sapi jantan. Contoh lain adalah pada bulu-bulu ekor ayam jantan yang biasanya
panjang dan lancip tetapi pada ayam betina bulu ekornya pendek dan tumpul.

Rasio Kelamin (Kajian pada Manusia)

Ekspresi kelamin pada manusia ditentukan gen pada kromosom Y dank


arena pria menghasilkan gamet-gamet pembawa kromosom X dan pembawa
kromosom Ydalam jumlah yang hampir sama, maka atas dasar pemisahan Mendel
kedua kelamin seharusnya menunjukkan proporsi 1:1. Tetapi rasio kelamin
berbeda-beda berdasarkan dari berbagai kelompok umur. Rasio kelamin primer
(disaat konsepsi) sekitar 1,60 (jantan) : 1,00 (betina). Rasio kelamin sekuder
(dikalangan masyarakat Amerika berkulit putih) yaitu disaat kelahiran adalah 1,06
(jantan) : 1,00 (betina), dan rasio kelamin tersier (beberapa waktu setelah kelahiran)
misalnya pada usia 20 tahun kira-kira sama antara jantan dan betina, tetapi semakin
tua maka jumlah kelamin betina lebih banyak daripada jantan.
RQA
1. Mengapa pada cacing tanah walaupun hermaprodit tdak dapat kawin sendiri dan mengapa
bisa terjadi?
Jawab: Sebab kematangan gonad jantan dan gonad betina memiliki waktu kematangan
yang berbeda.
2. Ada berapa pola erosi evolusioner kromosom proto Y ?
Jawab: Ada dua pola erosi evolusioner kromosom proto Y yang utama. Pola erosi
kromosom pertama adalah yang melibatkan Mullers Ratchel bersangkut paut dengan
hilangnya kelompok kromosom yang membawahi mutan-mutan merugikan dalam jumlah
yang paling kecil, dari suatu populasi terbatas akibat genetic drift. Peristiwa tersebut
menyebabkan peningkatan progresif jumlah rata-rata alela-alela merugikan per-individu.
Pola kedua berupa fiksasi mutan-mutan terpaut Y yang merugikan melalui hitchhiking
dengan mutasi-mutasi yang menguntungkan secara selektif pada kromosom proto Y

Anda mungkin juga menyukai