Anda di halaman 1dari 14

JURNAL READING

“Clinical Results After Sodium Treatment in Post-Operative Corneal Oedema”

Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di


Departemen Ilmu Penyakit Mata

Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa

Diajukan Kepada :

Pembimbing : dr. Retno Wahyuningsih, Sp.M

Disusun Oleh :

Malisa Fitri Umar 1620221171

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AMBARAWA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

PERIODE 24 DESEMBER – 26 JANUARI 2019


LEMBAR PENGESAHAN

JURNAL READING

“Clinical Results After Sodium Treatment in Post-Operative Corneal Oedema”

Disusun dan diajukan untuk memenuhi persyaratan tugas

Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Penyakit Mata

Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa

Oleh :

Malisa Fitri Umar

1620221171

Ambarawa, Januari 2019

Telah dibimbing dan disahkan oleh,

Pembimbing,

(dr. Retno Wahyuningsih Sp.M)


PENGGUNAAN NATRIUM (NACL) PADA EDEMA KORNEA YANG
TERJADI PASCA OPERASI

ABSTRAK

Latar belakang : menilai efektivitas pemberian NaCl 5% hiperosmolar pada


edema kornea.

Desain: Penelitian prospektif acak ini dilakukan di departemen oftalmologi

Sampel penelitian: 95 pasien dengan edema kornea pasca operasi dipisahkan


dalam 2 kelompok: 45 pasien dalam kelompok 1 diobati dengan obat tetes mata
hipertonik (NaCl) ; 50 pasien dalam kelompok 2 tidak diberikan anti-edema.

Metode: Pasien dalam kelompok 1 diobati dengan perawatan klasik ditambah


tetes mata hipertonik natrium klorida 5% serta natrium hyaluronate 0,15% selama
1 bulan pasca operasi; dan pasien dalam kelompok 2 hanya diobati dengan
perawatan klasik pasca operasi (antibiotik, kortikosteroid, dan air mata buatan).

Pengukuran: visus, pakimetri (mengukur ketebalan kornea) dan kepadatan


kornea diukur pada 1 hari, 7 hari, 1 bulan, 3 bulan dan 6 bulan pasca operasi.

Hasil: ketajaman visus secara signifikan lebih baik pada kelompok 1 dari pada
kelompok 2 pada 7 hari (0,85 ± 0,64 logMAR vs 1,46 ±0,8 logMAR, p = 0,024)
dan satu bulan (0,42 ± 0,35 logMAR vs 1,03 ± 0,86 logMAR, p = 0,04) tetapi
tidak lagi berbeda pada tiga dan enam bulan. Pakimetri menurun secara signifikan
dalam 7 hari pada kelompok 1 (penurunan 17%, p = 0,04), bertentangan dengan
kelompok 2 (p = 0,96), tetapi perbedaannya tidak signifikan secara statistik (p =
0,15). Kepadatan kornea juga tidak berbeda secara signifikan antara kedua
kelompok.

Kata kunci: Edema kornea; Tetes mata hiperosmolar; Ketajaman visus;


Pakimetri; Kepadatan kornea
Singkatan: DCVA: Distance Corrected Visual Acuity (Jarak Ketajaman Visual
Yang Dikoreksi); DSAEK:

Descemet Stripping Automated Endothelial Keratoplasty; PK: Penetrating


Keratoplasty; NS: Non-signifikan

PENDAHULUAN

Edema kornea adalah keadaan klinis yang sering terjadi dengan berbagai tanda
tergantung pada lokasi dan tingkat keparahan edema.

Terdapat 4 etiologi utama :

- Penyebab mekanis seperti trauma, glaukoma akut, iatrogenik seperti


operasi katarak, penetrasi atau keratoplasti lamelar (yaitu suatu prosedur
cangkok kornea sampai sebatas lapisan descement kornea saja)
- Distrofi kornea seperti penyakit Fuchs, distrofi kornea posterior polimorf
(penyakit autosomal dominan yang ditandai dengan perubahan pada
lapisan descement dan endotel kornea mengakibatkan kornea menjadi
edema)
- Toksisitas endotel: benzalkonium klorida, minyak silikon
- Inflamasi dan infeksi: Toxic Anterior Segment Syndrome (TASS :
inflamasi setril/ tidak disebabkan oleh agen infeksius pada kamera okuli
anterior yang terjadi pasca 12-48 jam pos-oprasi), virus.

Hidrasi kornea tergantung pada integritas epitel kornea, air mata, tekanan
imbibisi stroma, pompa dan fungsi barier dari endotelium dan tekanan intraokular.
Kornea normal tingkat hidrasinya adalah sekitar 78%. Untuk menjaga transparansi
kornea, stroma harus dalam keadaan dehidrasi relatif.

Luxenberg [1], lalu Marisi [2] dan Knezović [3] melaporkan pada
penelitiannya efikasi larutan hipertonik terhadap hidrasi kornea dengan cara
meningkatkan perpindahan air dari stroma ke air mata. NaCl, dengan efek
osmotiknya dapat mengatur hidrasi kornea dalam kasus kegagalan pompa endotel
untuk menunda operasi.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai efektivitas pengobatan natrium
klorida 5% dengan 0,15% natrium hyaluronate pada ketajaman visus, pakimetri
dan kepadatan kornea pada pasien dengan edema kornea.

PASIEN DAN METODE

Penelitian prospektif acak ini dilakukan di departemen oftalmologi, dari


April 2014 hingga April 2015. Semua pasien diinformasikan dan memberikan
persetujuan mereka untuk penelitian sesuai dengan deklarasi Helsinki dan dewan
peninjau kelembagaan.

Kriteria inkulis pada penelitian ini yaitu pasien yang mengalami edema kornea
pasca operasi katarak, penetrasi atau keratoplasti lamelar (Descemet Stripping
Automated Endothelial Keratoplasty) dan dibagi dalam dua kelompok:

- Pasien dalam kelompok 1 diobati dengan pengobatan klasik ditambah


natrium klorida 5% tetes mata hipertonik serta 0,15% natrium hyaluronate
selama 1 bulan pasca operasi
- Pasien dalam kelompok 2 hanya diobati dengan pengobatan klasik pasca
operasi

Kriteria eksklusi adalah:

- Penyakit retina seperti makulopati, makulopati terkait usia, retinopati


diabetes
- Glaukoma
- Alergi yang terbukti terhadap salah satu obat pda terapi hiperosmolar
- Komplikasi per atau pasca operasi: ruptur kapsuler posterior, edema
makula yang diinduksi melalui pembedahan (sindrom Irvine-Gass)

Pemeriksaan opthalmologi lengkap dilakukan sebelum operasi, hari pertama


pengobatan (D1), kemudian 7 hari setelah (D7), satu bulan (M1), tiga (M3) dan
enam bulan (M6); hal yang diperiksa termasuk: jarak pengoreksian penglihatan
jarak jauh (DCVA) (dalam unit logMAR), biomicroscopi lampu celah dan
pencitraan Scheimpflug (Pentacam®, Oculus Optikgeräte GmbH, Inc., Wetzlar,
Jerman).

Perawatan pasca-keratoplasti termasuk tobramycin dan dexamethasone


(Tobradex®, Alcon, Fort Worth, Texas, USA) QID (dua kali sehari) untuk 6
bulan dengan penurunan dosis bertahap dan air mata buatan (Optive®, Allergan,
Irvine, CA, USA). Setelah operasi katarak, pasien dirawat dengan antibiotik
topikal (ofloxacine (quinofree®, laboratoires) Théa, Clermont-Ferrand, Prancis))
TID (tiga kali sehari) selama 7 hari serta kortikosteroid (deksametason,
deksafree®, laboratoires Théa, Clermont-Ferrand, Prancis) TID (tiga kali sehari)
untuk 1 bulan. Pengobatan dengan larutan Hiperosmolar yang terdiri dari 5%
natrium klorida dengan 0,15% natrium hyaluronate (ODM5®, Horus Pharma,
Saint-Laurent du Var, Prancis) QID (dua kali sehari) selama 1 bulan.

Prosedur pentacam dilakukan pada semua pasien. Prosedur ini merupakan


prosedur noninvasif yang menggunakan kamera seperti prosedur Scheimpflug
untuk melihat segmen anterior mata mulai dari kornea sampai dengan lensa.
Digunakan LED dengan panjang gelombang 475-nm. Prosedur ini digunakan
untuk mengukur topografi kornea, pakimetri dan kepadatan kornea (perangkat
lunak yang digunakan CorneaDensito®). Densitometri, dimaksudkan sebagai
hamburan cahaya, dihitung pada 12 milimeter kornea, pada 4 cincin konsentris
yang berpusat di puncak kornea. Zona berkisar dari apex hingga 2 mm, kemudian
2 hingga 6 mm, 6 hingga 10 mm dan akhirnya dari 10 hingga 12 mm.

Kornea dibagi dalam tiga lapisan: 120 mikron anterior, lapisan tengah dan
60 mikron posterior. Kepadatan kornea ditunjukan dengan warna abu-abu dengan
skala dari 0 (transparansi maksimal, hamburan cahaya minimal) hingga 100
(Transparansi minimal, hamburan cahaya maksimum) (Skala Abu-abu Unit =
GSU). Peta yang dapat diterima memiliki cakupan kornea minimal 10,0 mm tanpa
data ekstrapolasi di zona tengah 9,0 mm.
Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan XLstat-Pro 2015 (Versi
2015.1.02, Addinsoft, Inc., Brooklyn, NY, AMERIKA SERIKAT). Untuk analisis
kuantitatif, perbandingan rata-rata dilakukan uji parametrik t-test Student. Untuk
analisis subkelompok, nonparametrik digunakan Tes Mann-Whitney. Nilai p
<0,05 adalah dianggap signifikan secara statistik.

HASIL

Total terdapat 95 pasien yang dimasukkan kedalam penelitian yaitu : 45 pada


kelompok 1 dan 50 pada kelompok 2, dengan usia rata-rata 68,9 ± 13. 9 (26; 93)
tahun pada saat operasi, dengan tindak lanjut (pengobatan pasca operasi) rata-rata
4,1 ± 2,3 (1; 6) bulan. Pra-operasi fitur dirangkum (Tabel 1).

Tabel 1 karakteristik populasi pre-operasi

Ketajaman visus

Gambar 1 menunjukan DCVA pada 2 kelompok.

Pada kelompok 1, didapatkan peningkatan ketajaman visus yang signifikan


diamati pada D7 berbeda dengan D1 dengan peningkatan rata-rata 11 baris.
Peningkatan ketajaman visus bertahan setelah satu bulan, 3 dan 6 bulan
pengobatan.

Pada kelompok 2, DCVA tidak meningkat secara signifikan pada 7 hari pasca
operasi (p = 0,09). Sebaliknya, ketajaman visual meningkat secara signifikan pada
satu bulan pasca operasi terhadap D1 (p = 0,008) dan terus membaik pada 3 bulan
(p = 0,003) dan 6 bulan (p <0,0001) pasca operasi.

Gambar 1 menunjukan DCVA yang signifikan pada kedua kelompok

Pada D7, DCVA secara signifikan lebih tinggi pada kelompok 1 yang diobati oleh
natrium klorida 5% (0,85 ± 0,64 logMAR (0,09; 2) vs 1,46 ± 0,8 logMAR (0,2;
3), p = 0,024) sama halnya pada satu bulan pasca oprasi (0,63 ± 0,65 logMAR (0;
3) vs.1,03 ± 0,86 (0; 3), p = 0,04).

Dalam analisis sub-kelompok, pada D7 DCVA secara signifikan lebih tinggi pada
pasien yang menjalani operasi katarak pada kelompok 1 daripada pada kelompok
2 (0,6 ± 0,2 logMAR (0,1; 2) vs 1,16 ± 0,6 logMAR (0,6; 2), p = 0,04). Hasil
tidak berbeda secara signifikan pada oprasi akibat penetrasi atau kelompok
keratoplasti endotel pada D1, satu bulan, 3 dan 6 bulan.
Pakimetri

Gambar 2 menunjukan nilai rata-rata pakimetri pada kedua kelompok

Pada kelompok 1, pada D7 nilai rata-rata pakimetri adalah 635,5 ± 93,8 μm (447;
893), mengalami penurunan signifikan yaitu 17% dibandingkan nilai rata-rata
pakimetri D1(765,6 ± 274,2 μm (486; 1824), p = 0,04), tetapi masih lebih tinggi
dari nilai pakimetri pra-operasi (p = 0,03). Pada satu bulan, rata-rata pakimetri
adalah 594,7 ± 116 μm (285; 862) dan tidak lagi berbeda secara statistik dari
pakimetri pra operasi (p = 0,52) dan tetap stabil pada tiga dan enam bulan.

Gambar 2 menunjukan nilai rata-rata pakimetri pada kedua kelompok

Pada kelompok 2, tidak terdapat perbedaan signifikan antara nilai rata-rata


pakimetri D7 dengan D1 (p = 0,8). Nilai pakimetri pada satu bulan adalah 598,7 ±
87 μm (466; 835), didapatkan perbedaan dengan nilai pakimetri sebelum operasi
(p = 0,02), tetapi berkurang sebesar 16% dibandingkan dengan D1 (p = 0,013).
Pada 3 dan 6 bulan, rata-rata pakimetri tidak lagi berbeda dari pra-operasi
(masing-masing p = 0,43 dan p = 0,45).

Tidak didapatkan perbedaan yang signifikan secara statistik antara 2 kelompok


penelitian.

Dalam analisis sub-kelompok, perbedaan secara statistik ditemukan pada D7


dalam kelompok DSAEK (632,35 ± 93,6 μm (447,33) dalam kelompok 1 vs 847,9
± 132,3 (709; 1025) dalam kelompok 2, p = 0,003 ). Hasil tidak signifikan secara
statistik untuk operasi lain.

Densitometri kornea

Gambar 3 menunjukkan nilai rata-rata densitometri kornea pada 2 kelompok

Pada kedua kelompok tidak ditemukan penurunan yang signifikan densitometri


kornea (ketebalan) pada D7 atau M1. Sementara pada M3 dan M6 ditemukan
prebedaan signifikan densitometri kornea dibandingkan dengan D1 (p = 0,049 dan
p = 0,04 pada grup 1; p = 0,04 dan p = 0,003 pada grup 2).

Tidak didapatkan perbedaan yang signifikan pada nilai rata-rata densitometri


kornea antara 2 kelompok, seperti yang ditemukan dalam analisis sub-kelompok.

Jika kita mempertimbangkan ketebalan lapisan kornea yang berbeda (anterior 120
μm, posterior 60 μm dan lapisan tengah), tidak terdapat perbedaan secara statistik;
dan hasil yang sama ditemukan mengingat perbedaan annuli (zona 0 hingga 2
mm, 2 hingga 6 mm, 6 hingga 10 mm atau 10 hingga 12 mm).
Gambar 3 menunjukkan nilai rata-rata densitometri kornea pada 2
kelompok

Gambar 4 mengilustrasikan pakimetri dan densitometri kornea pada pasien yang


diobati dengan NaCl 5%. Penurunan pakimetri dan densitometri diamati dari D1
sampai D7.
Gambar 4: Peta pakimetri pasien yang diobati dengan NaCl 5%, Hari 1 (A)
vs Hari 7 (B). Peta densitometri pasien yang diobati dengan larutan NaCl
5%, Hari 1 (C) vs Hari 7 (D).

EFEK SAMPING

Pengobatan dengan NaCL 5% dihentikan pada 4 pasien sebelum satu bulan


pengobatan, karena mata pasien mangalami iritasi. Tidak ada efek samping lain
yang ditemukan.

PEMBAHASAN

Edema kornea terjadi akibat peningkatan hidrasi stroma, secara langsung


mengakibatkan perubahan pada ketebalan kornea. Terdapat beberapa terapi
terhadap edema kornea. Pada edema kornea yang bersifat irreversibel, prosedur
oprasi harus dilakukan. Saat ini masih diharapkan terapi lain yang menjanjikan
efikasinya seperti tetes mata yang bekerja terhadap kinase inhibitor.
Penelitian preklinik sebelumnya oleh Green terhadap kelinci menunjukan
20-25% penurunan nilai pakimetri dalam waktu 30 menit sampai 4 jam setelah
pemberian NaCl 5%. Luxemberg melaporkan efikasi cairan hipertonik pada 7
pasien didapatkan penurunan nilai pakimetri sampai dengan 20% dengan
pemberian salep NaCl 5%. Pada tahun 1975 Marisi dan Aquevella melaporkan
ketajaman visus pada 75 pasien dengan edema kornea yang bergejala, yang
diterapi dengan NaCl 5% sebanyak 4 sampai 8 kali sehari selam 18 bulan. Tejadi
peningkatan ketajaman penglihatan pada 61% pasien. Knezovic pada
penelitiannya melaporkan terjadi peningkatan ketajaman penglihatan dan
penurunan pakimetri pada hari ke-7 pada pasien edema kornea akibat prosedur
kertoplasti bullosa. Sementara itu tidak ditemukan peningkatan ketajaman
penglihatan pada pasien yang menjalani kertoplasti bullosa lanjut atau parah,
tetapi terjadi penurunan ketebalan kornea pada hari ke-7.

Pada penelitian ini kami menggunakan NaCl 5% serta 0.15% sodium


hialuronat. Sifat osmotik dari NaCl menyebabkan air berpindah dari lapisan
stroma kornea ke lapisan air mata sehingga dapat mempertahan hidrasi kornea.
Sodium hialuronat memiliki efek proteksi dan menyembuhkan lapisan epitel
kornea dan mengakibatkan kornea lebih sensitif terhadap terapi.

Kami mengamati terjadinya peningkatan yang signifikan pada ketajaman


penglihatan pada D7 dan M1 pada pasien yang diterapi NaCl, dimana lapisan
endotel kornea yang sehat membantu penyerapan jaringan yang edema.
Penurunan signifikan nilai pakimetri hanya ditemukan pada subkelompok
keratoplasti endotel. Walaupun didapatkan penurunan pakimetri pada
subkelompok DSAEK (keratoplasti lamelar) tetapi hal tersebut tidak berpengaruh
terhadap peningkatan ketajaman visual, karena larutan hiperosmolar bekerja pada
lapisan epitelium dan stroma anterior. Sodium hialuronate, melalui efek stabilisasi
lapisan air matannya dapat berperan dalam peningkatan ketajaman visual.

Disini kami melaporkan penelitian pertama mengenai efek NaCL terhadap


ketebalan kornea yang dinilai dengan Pentacam. Pada pentacam ini kepadatan
kornea ditunjukan dengan warna abu-abu dengan skala dari 0 (transparansi
maksimal, hamburan cahaya minimal) hingga 100 (Transparansi minimal,
hamburan cahaya maksimum) (Skala Abu-abu Unit = GSU). Kepadatan ini
merupakan indikator tidak langsung dari kejernihan kornea, dimana kepadatannya
akan meningkat saat edema kornea. Bagaimanpun pada penelitian ini kami tidak
menemukan penurunan yang signifikan pada kepadatan kornea dengan terapi
NacL. Mungkin efek NaCL terhadap kepadatan kornea sedikit lambat.

Cairan hiperosmolar merupakan terapi yang menarik untuk digunakan karena


efikasinya terhadap edema kornea ringan sampai sedang. Pada kasus edema
kornea berat atau berhubungan dengan fibrosis, keratoplasti merupakan terapi
satu-satunya yang bisa digunakan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Tidak ada

Anda mungkin juga menyukai