ENSEFALOPATI DIABETIKUM
oleh:
Putri Anindita 1010312078
M. Iqbal Andreas 1010313079
Ikhsan Nurul Huda 1110311027
Rizki Ismi Arsyad 1110313014
Preseptor :
Dr. Raveinal, Sp.PDKAI, FINASIM
BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan
karuniaNya penulis dapat menyelesaikan penulisan referat dengan judul “Ensefalopati
Hepatikum”. Referat ini ditulis untuk menambah pengetahuan dan wawasan mengenai
Rhinosinusitis dan merupakan salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik di
bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUP DR. M. Djamil Padang.
pembimbing Dr. Raveinal, Sp.PDKAI, FINASIM yang telah meluangkan waktu untuk
menyadari sepenuhnya bahwa referat ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu
penulis sangat mengharapkan kritikan yang membangun dan saran demi perbaikan
dimasa yang akan datang. Semoga referat ini dapat berguna bagi pihak yang
membutuhkan.
Padang, 27 April 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR.................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan....................................................................................................2
1.4 Manfaat Penulisan..................................................................................................2
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan..................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................18
DAFTAR GAMBAR
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ensefalopati adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan kelainan
fungsiotak menyeluruh yang dapat akut atau kronik, progresif atau statis.
aritmatik. Sedangkan fungsi neuropsikologikal dapat menjadihiperaktif maupun
autis.1
Angka kejadian ensefalopati secara umum belum banyak diteliti,
dilakukan diLondon, menunjukkan bahwa angka kejadian ensefalopati hipoksik
Sedangkan penelitian yang dilakukan di Australia Timur menunjukkan angka
yang lebihtinggi 164 per 43 ribu kelahiran hidup atau berkisar 3,8%. 3
naik menjadi 60% padanegara berkembang berkairtan dengan kejadian hipoksik
iskemik intrapartum.4
terjadi pada 3045% pasien dengan sirosis hepatis dan 1050% pada pasien
shunting transjugular intrahepatik portosystemic. Ensefalopati hepatik minimal
biasanya terdiagnosis pada pasien sirosis hepatis dan pada pasien hipertensi
2084%pada pasien sirosis
1.2 Batasan Masalah
Referat ini membahas mengenai rhinosinusitis dengan komplikasinya
ensefalopati hepatikum.
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan referat ini adalah unutk memahami mengenai anatomi,
hepatikum.
1.4 Metode Penulisan
Referat ini disusun berdasarkan studi kepustakaan dengan merujuk ke
berbagai literatur.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Dengan memberatnya penyakit hati, risiko terjadinya ensefalopati
Indonesia (PPHI) pada tahun 2014. 1
2.1 Definisi
dapat terjadi pada penyakit hati akut dan kronik berat dengan beragam
pada otak yang mendasarinya.2
2.2 Epidemiologi
terjadi pada 30%84% pasien sirosis hepatis. 3 Data dari Rumah Sakit
berkisar 42% dan 23% pada pasien yang tidak menjalani transplantasi
hati.6
2.3 Klasifikasi
mendasarinya; tipe A berhubungan dengan gagal hati akut dan ditemukan
pada hepatitis fulminan, tipe B berhubungan dengan jalur pintas portal dan
sistemik tanpa adanya kelainan intrinsik jaringan hati, dan tipe C yang
sering ditemukan pada pasien dengan gangguan fungsi hati. 7,8 Klasifikasi
adanya defisit kognitif seperti perubahan kecepatan psikomotor dan fungsi
memberat).2,911
2.4 Patofisiologi
Beberapa kondisi berpengaruh terhadap timbulnya EH pada pasien
dalam tubuh (asupan protein yang tinggi, gangguan ginjal, perdarahan varises
esofagus dan konstipasi), gangguan elektrolit dan asam basa (hiponatremia,
narkotika), infeksi (pneumonia, infeksi saluran kemih atau infeksi lain) dan lain
lain, seperti pembedahan dan alkohol. Faktor tersering yang mencetuskan EH
berupa pecahnya varises esofagus.8
EH karena kadarnya meningkat pada pasien sirosis hati. 7,12 Beberapa studi lain
juga mengemukakan faktor pencetus lain penyebab EH seperti pada gambar 1
berikut:
Gambar 1. Patofisiologi ensefalopati hepatik12
berbagai organ. Amonia merupakan hasil produksi koloni bakteri usus dengan
oleh usus halus dan usus besar melalui glutaminase usus yang memetabolisme
individu sehat, amonia juga diproduksi oleh otot dan ginjal. Secara fisiologis,
amonia akan dimetabolisme menjadi urea dan glutamin di hati. Otot dan ginjal
juga akan mendetoksifikasi amonia jika terjadi gagal hati dimana otot rangka
produksi dan eksresi amonia, terutama dipengaruhi oleh keseimbangan asam
(NH4+) dan urea ataupun diserap kembali ke dalam tubuh yang dipengaruhi
oleh pH tubuh. Dalam kondisi asidosis, ginjal akan mengeluarkan ion amonium
dan urea melalui urin, sedangkan dalam kondisi alkalosis, penurunan laju filtrasi
glomerulus dan penurunan perfusi perifer ginjal akan menahan ion amonium
dalam tubuh sehingga menyebabkan hiperamonia.
Gambar 2. Metabolisme amonia oleh berbagai organ dalam tubuh14
Amonia akan masuk ke dalam hati melalui vena porta untuk proses
detoksifikasi. Metabolisme oleh hati dilakukan di dua tempat, yaitu sel hati
Henseleit dan sel hati yang terletak dekat vena sentral dimana urea akan
digabungkan kembali menjadi glutamin.8,12 Pada keadaan sirosis, penurunan
amonia oleh hati ditambah adanya shunting portosistemik yang membawa darah
yang mengandung amonia masuk ke aliran sistemik tanpa melalui hati.15
glutamin. Disfungsi neurologis yang ditimbulkan pada EH terjadi akibat edema
serebri, dimana glutamin merupakan molekul osmotik sehingga menyebabkan
oksidatif dan nitrosatif pada astrosit melalui peningkatan kalsium intraselular
menginduksi oksidasi RNA dan aktivasi protein kinase untuk mitogenesis yang
sehingga mengganggu aktivitas pensignalan intraselular.16
2.5 Manifestasi Klinis
Ensefalopati hepatik menghasilkan suatu spektrum luas manifestasi
neurologis dan psikiatrik nonspesifik. Pada tahap yang paling ringan, EH
memperlihatkan gangguan pada tes psikometrik terkait dengan atensi, memori
pasien EH mulai memper lihatkan perubahan tingkah laku dan kepribadian,
seperti apatis, iritabilitas dan disinhibisi serta perubahan kesadaran dan fungsi
motorik yang nyata. Selain itu, gangguan pola tidur semakin sering ditemukan.
Pasien dapat memperlihatkan dis orientasi waktu dan ruang yang progresif,
tingkah laku yang tidak sesuai dan fase kebingungan akut dengan agitasi atau
somnolen, stupor, dan pada akhirnya jatuh ke dalam koma.17
Kriteria West Haven membagi EH berdasarkan derajat gejalanya (Tabel
1). Stadium EH dibagi menjadi grade 0 hingga 4, dengan derajat 0 dan 1 masuk
dalam EH covert serta derajat 24 masuk dalam EH overt, seperti pada tabel 1.
Tabel 3. Stadium ensefalopati hepatik sesuai kriteria West Haven18
menegakkan diagnosis EH. Pemeriksaan Number Connecting Test (NCT ),
pemeriksaan lain untuk mendiagnosis EH. Namun, pemeriksaan MMSE, NCT,
CFF masih sulit untuk dilakukan secara merata di Indonesia. Oleh karena itu,
radiologis berupa magnetic resonance imaging (MRI) serta elektroensefalografi
(EEG) dapat menjadi pilihan pemeriksaan untuk menyingkirkan kelainan lain
pada otak. Elektroensefalografi akan me nunjukkan perlambatan (penurunan
EH. Peningkatan kadar amonia dalam darah (> 100 mg/100 ml darah) dapat
menjadi parameter keparahan pasien dengan EH.18 Pemeriksaan kadar amonia
darah belum menjadi pemeriksaan standar di Indonesia mengingat pemeriksaan
ini belum dapat dilakukan pada setiap rumah sakit di Indonesia. Gambar 3
menunjukkan alur diagnosis pasien dengan kecurigaan EH.
Gambar 4. Alur diagnosis
2.6 Tatalaksana
Tatalaksana EH diberikan sesuai dengan derajat EH yang terjadi. Dasar
penatalaksanaan EH adalah: identifikasi dan tatalaksana faktor presipitasi EH,
pengaturan keseimbangan nitrogen, pencegahan perburukan kondisi pasien, dan
penilaian rekurensi ensefalopati hepatik.
2.6.1 Tatalaksana Faktor Presipitasi
Beberapa faktor presipitasi dapat mencetuskan terjadinya EH, seperti
penting dalam perbaikan EH. Pemberian laktulosa dan konsumsi cairan perlu
dipantau untuk mencegah terjadinya dehidrasi. Pemberian antibiotik spektrum
obatan sedatif harus dihentikan sejak awal timbulnya manifestasi EH. Ligasi
sumber perdarahan, observasi cairan dan penurunan tekanan vena porta perlu
satu pencetus EH pada pasien sirosis sehingga membutuhkan penanganan yang
menguatkan diagnosis EH. Faktor presipitasi dapat diidentifikasi pada hampir
semua kasus EH episodik tipe C dan sebaiknya dievaluasi secara aktif dan
ditatalaksana segera saat ditemukan. Tabel 2 memperlihatkan pembagian faktor
presipitasi dengan EH yang ditimbulkan.
Tabel 5 Faktor presipitasi EH overt secara berurutan berdasarkan
frekuensi17
2.6.1 Tatalaksana Farmakologis
Penurunan kadar amonia merupakan salah satu strategi yang diterapkan
dalam tatalaksana EH. Be berapa modalitas untuk menurunkan kadar amonia
dilakukan dengan penggunaan laktulosa, anti biotik, LOrnithine LAspartate,
probiotik, dan berbagai terapi potensial lainnya.
Nonabsorbable Disaccharides (Laktulosa)
Laktulosa merupakan lini pertama dalam penatalaksanaan EH.7 Sifatnya
menurunkan pH kolon dan juga mengurangi uptake glutamin.12,18,20 Selain itu,
laktulosa diubah menjadi monosakarida oleh flora normal yang diguna kan
menekan bakteri lain yang menghasilkan urease. Proses ini menghasilkan asam
laktat dan juga memberikan ion hidrogen pada amonia sehingga terjadi
perubahan molekul dari amonia (NH3) menjadi ion amonium (NH4+). Adanya
ionisasi ini menarik amonia dari darah menuju lumen.
Dari metaanalisis yang dilakukan, terlihat bahwa laktulosa tidak lebih
baik dalam mengurangi amo nia dibandingkan dengan penggunaan antibiotik.12
Akan tetapi, laktulosa memiliki kemampuan yang lebih baik dalam mencegah
berulangnya EH dan secara signifikan menunjukkan perbaikan tes psikometri
pada pasien dengan EH minimal.
diberikan 3 hingga 6 bulan. Efek samping dari penggunaan laktulosa adalah
presipitasi lainnya, yaitu dehidrasi dan hiponatremia.18
Antibiotik
salah satu faktor presipitasi EH.7,12,18 Selain itu, anti biotik juga memiliki efek
menjadi pilihan saat ini adalah rifaximin, berspektrum luas dan diserap secara
minimal.13,23 Dosis yang diberikan adalah 2 x 550 mg dengan lama pengobatan
36 bulan.12,21 Rifaximin dipilih mengganti kan antibiotik yang telah digunakan
pada pengobatan HE sebelumnya, yaitu neomycin, metronidazole,
paromomycin, dan vancomycin oral karena rifaximin memiliki efek samping
yang lebih sedikit dibandingkan antibiotik lainnya.12
LOrnithine LAspartate (LOLA)
glutamine. LOLA meningkatkan metabolisme amonia di hati dan otot, sehingga
menurunkan amonia di dalam darah.7 Selain itu, LOLA juga mengurangi edema
serebri pada pasien dengan EH.
LOLA, yang merupakan subtrat perantara pada siklus urea, menurunkan
kembali.
Suatu RCT double blind menunjukkan pemberian LOLA selama 7 hari
LOLA diperkirakan hanya sementara.18 Beberapa penelitian RCT (Kirchets dkk,
1997 dan Ahmad dkk, 2008) menunjukkan bahwa penggunaan LOLA 20 g/hari
secara intravena da pat memperbaiki kadar amonia dan EH yang ada. 22,23
manfaat LOLA pada pasien EH overt dan EH minimal dalam perbaikan EH
dengan menurunkan konsentrasi amonia serum.24,25
Gambar 6. Jalur amonia yang diinduksi oleh LOLA
Probiotik
rotoksik telah lama dipikirkan berperan penting dalam timbulnya EH. Amonia
juga dihasilkan oleh flora dalam usus sehingga manipulasi flora usus menjadi
meningkatkan produk akhir fermentasi yang berguna untuk bakteri baik.26,27
Liu, et al., melakukan studi terhadap feses pasien EH minimal
dalam penggunaan probiotik pada tatalaksana dan prevesi sekunder EH overt.30
Terapi Potensial lainnya
Beberapa obat lain saat ini masih dalam penelitian, antara lain
ammonia scavenger, activated char coal, dan LOrnithine Phenylacetate (OP).
penuh. Obat ini diberikan secara intravena dan baru digunakan pada pasien
dengan gangguan siklus urea dan hiperamonemia, namun belum disetujui untuk
digunakan pada pasien EH. Activated charcoal bekerja menyerap molekul kecil,
diantaranya amonia, lipopolisakarida dan sitokin. AST120, karbon berben tuk
(OP) bekerja menurunkan kadar amonia dengan berfungsi seba gai substrat
pebentukan glutamin dari amonia pada otot rangka.8
BAB 3
PENUTUP
dengan gagal hati akut dan ditemukan pada hepatitis fulminan, tipe B
berhubungan dengan jalur pintas portal dan sistemik tanpa adanya kelainan
dengan gangguan fungsi hati. Tatalaksana optimal EH akan memperpanjang
survival dan memperbaiki kualitas hidup pasien sirosis. Prinsip tatalaksana EH
adalah mengidentifikasi dan mengatasi pencetus serta terapi medikamentosa.
DAFTAR PUSTAKA
1. Lesmana LA, Nusi IA, Gani RA, Hasan I, Sanityoso A, Lesmana CRA,
Indonesia 2014. Jakarta: Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia, 2014.
2. Ferenci P, Lockwood A, Mullen K, Tarter R, Weissenborn K, Blei AT.
quantification: Final report of the Working Party at the 11th World
2002;35(3):71621.
3. Hartmann IJ, Groeneweg M, Quero JC, Beijeman SJ, de Man RA, Hop
encephalopathy. Am J Gastroenterol. 2000;95(8):202934.
4. Iskandar M, Ndraha S, Hasan I. Prevalensi Ensefalopati Hepatik
Agustus 2009: KO PAPDI; 2009.
5. Zubir N. Koma hepatik. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009.
6. Mullen KD. The Treatment of Patients With Hepatic Encephalopathy:
Hepatol. 2010;6(7):116.
7. Riggio O, Ridola L, Pasquale C. Hepatic encephalopathy therapy: An
overview. World J Gastrointest Pharmacol Ther. 2010;1(2):5463.
8. Wakim FJ. Hepatic encephalopathy: suspect it early in patients with
cirrhosis. Cleve Clin J Med. 2011;78(9):597605.
9. Amodio P, Montagnese S, Gatta A, Morgan M. Characteristics of
Minimal Hepatic Encephalopathy. Metab Brain Dis. 2004;19(34):253
67.
10. Groeneweg M, Moerland W, Quero JC, Hop WCJ, Krabbe PF,
Schalm SW. Screening of subclinical hepatic encephalopathy. J
Hepatol. 2000;32(5):74853.
11. Quero JC, Hartmann IJ, Meulstee J, Hop WC, Schalm SW. The
electroencephalogram analysis. Hepatology. 1996;24(3):55660.
12. Frederick RT. Current concepts in the pathophysiology and
2011;7(4):22233.
13. Perazzo JC, Tallis S, Delfante A, Souto PA, Lemberg A, Eizayaga FX, et
pathophysiological features. World J Hepatol. 2012;4(3):5065.
14. Cordoba J, Minguez B. Hepatic Encephalopathy. Semin Liver
Dis. 2008;28(1):7080.
15. Chatauret N, Butterworth RF. Effects of liver failure on interorgan
encephalopa thy. J Gastroenterol Hepatol. 2004;19:S219223.
16. Norenberg MD, Rama Rao KV, Jayakumar AR. Signaling factors in
2009;24(1):10317.
17. Vilstrup H, Amodio P, Bajaj J, Cordoba J, Fereni P, Mullen KD, et al.
Hepatic encephalopathy in chronic liver disease: 2014 practice guideline
by the European Association for the Study of the Liver and the
(2014), http://dx.doi. org/10.1016/j.hep.2014.05.042
18. Zhan T, Stremmel W. The diagnosis and treatment of minimal hepatic
en cephalopathy. Dtsch Arztebl Int. 2012;109(10):1807.
19. Córdoba J. New assessment of hepatic encephalopathy. J Hepa
tol.54(5):103040.
20. Sanyal A, Bass N, Mullen K, Poordad F, Shaw A, Merchant K, et al.
encephalopathy. Gas troenterol Hepatol. 2010;6(7):513.
21. Wright G, Chatree A, Jalan R. Management of Hepatic Encephalopathy.
Int J Hepatol. 2011;2011.
22. Kircheis G, Nilius R, Held C, Berndt H, Buchner M, Gortelmeyer R, et
al. Therapeutic efficacy of LornithineLaspartate infusions in patients
controlled, doubleblind study. Hepatology. 1997;25(6):135160.
23. Ahmad I, Khan AA, Alam A, Dilshad A, Butt AK, Shafqat F, et al. L
Journal of the College of Physicians and SurgenonsPakistan:JCPSP.
2008;18(11):6847.
24. Jiang Q, Jiang XH, Zheng MH, Chen YP. lOrnithinelaspartate in
Gastroen terol Hepatol. 2009;24(1):914.
25. Bai M, Yang Z, Qi X, Fan D, Han G. lornithinelaspartate for hepatic
randomized controlled trials. J Gastroenterol Hepatol. 2013;28(5):783
92.
26. Solga, SF. Probiotics can treat hepatic encephalopathy. Med
Hypothesses 2003;61:30713.
27. Bongaerts G, Severijnen R, Timmerman H. Effect of antibiotics,
Med Hypoth eses 2005;64:648.
28. 28. Liu Q, Duan ZP, Ha DK, et al. Synbiotic modulation of gut flora:
Hepatology 2004;39:14419.
29. Shukla S, Shukla A, Mehboob S, Guha S. Metaanalysis: the effects of
2011;33(6):66271.
30. Sharma V, Garg S, S A. Probiotics and Liver Disease. Perm J.
2013;17(4):627.