Anda di halaman 1dari 16

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Mentimun (Cucumis sativus L.) merupakan tanaman semusim yang

bersifat menjalar atau memanjat dengan perantaraan alat pemegang berbentuk

pilin atau spiral. Bagian yang dimakan dari sayuran ini adalah buahnya. Biasanya

buah mentimun dimakan mentah sebagai lalap dalam hidangan makanan dan juga

di sajikan dalam bentuk buah segar.

Tanaman mentimun (Cucumis sativa L) termasuk dalam tanaman

merambat yang merupakan salah satu jenis tanaman sayuran dari keluarga

Cucurbitaceae. Pembudidayaan mentimun meluas ke seluruh dunia, baik di

daerah beriklim panas (tropis) maupun sedang (sub-tropis). Penanaman Mentimun

di Indonesia tanaman mentimun banyak ditanam di dataran rendah.

Mentimun berasal dari Cina bagian tengah dan barat. Mentimun juga

ditemukan juga di India timur laut dan Myanmar. Mentimun atau biasa disingkat

dengan sebutan timun itu dapat tumbuh baik di dataran rendah maupun dataran

tinggi. Oleh karena itu didataran rendah orang masih banyak bertanam timun,

misalnya di Dramaga, dan ciomas (Bogor). Luas penanaman timun di Indonesia

berkisar 13.500-17.500 ha.

Mentimun (Cucumis sativus L.) merupakan salah satu jenis sayuran dari

keluarga labu-labuan (Cucurbitaceae) yang populer diseluruh dunia. Mentimun ini

banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Nilai gizi mentimun cukup baik

karena sayuran buah ini merupakan sumber mineral dan vitamin. Kandungan

nutrisi per 100 gram mentimun terdiri dari 15 kalori, 0,8 gram protein, 0,1 gram
pati, 3 gram karbohidrat, 30 miligram fosfor, 0,5 miligram besi, 0,02 miligram

thianin, 0,01 miligram riboflavin, 14 miligram asam, 0,45 IU vitamin A, 0,3 IU

vitamin B1 dan 0,2 IU vitamin B2.

Buah mentimun memiliki berbagai macam manfaat dalam kehidupan

sehari-hari, antara lain sebagai bahan makanan, bahan untuk obat-obatan dan

bahan kosmetik. Nilai gizi mentimun cukup baik karena sayuran buah ini

merupakan sumber mineral dan vitamin. Buah mentimun mengandung zat-zat

saponin, protein, lemak, kalsium, fosfor, besi, belerang, vitamin A, B1, dan C.

Mentimun mentah bersifat menurunkan panas badan, juga meningkatkan stamina.

Kandungan 100 g mentimun terdiri dari 15 kalori, 0,8 g protein, 0,19 g pati, 3 g

karbohidrat, 30 mg fosfor, 0,5 mg besi, 0,02 g tianin, 0,05 g riboflavin, 14 mg

asam. Prospek budidaya mentimun (Cucumis sativus L) di Indonesia sangat baik

karena mentimun banyak digemari oleh masyarakat. Permintaan terhadap

komoditas ini dalam jumlah besar dan berkesinambungan. Kebutuhan buah

mentimun ini akan meningkat terus sejalan dengan kenaikan jumlah penduduk,

kenaikan taraf hidup masyarakat, tingkat pendidikan masyarakat dan semakin

tingginya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya nilai gizi.

Produksi mentimun di Indonesia masih sangat rendah padahal potensinya

cukup tinggi. Kebanyakan para petani mentimun di Indonesia masih menganggap

bertanam mentimun adalah usaha sampingan, sehingga penanganannya pun masih

belum optimal. Produksi tanaman mentimun secara nasional masih rendah, yaitu

hanya 10 ton per hektar, sedangkan potensi hasil tanaman mentimun dapat
mencapai 49 ton per hektar. Hal ini karena selama ini sistem usaha tani mentimun

belum dilakukan secara intensif.

Salah satu cara budidaya tanaman mentimun secara intensif dan

berkelanjutan yaitu dengan penanaman dengan sistem organik. Budidaya tanaman

mentimun secara organik dapat dilakukan dengan menggunakan pupuk bokashi.

Penggunaan pupuk bokashi dapat mendukung sistem pertanian berkelanjutan

karena penggunaan pupuk bokashi tidak merusak struktur tanah, justru pupuk

bokashi sangat berperan dalam memperbaiki dan mempertahankan struktur tanah

yang baik. Penggunaan pupuk bokashi juga dapat menggantikan penggunaan

pupuk kimia sintesis yang tidak ramah lingkungan dan juga secara ekonomi

membutuhkan biaya yang relatif murah.

Bokashi adalah pupuk kompos yang dihasilkan dari proses fermentasi atau

peragian bahan organik dengan teknologi EM4 (Effective Microorganisms 4).

Keunggulan penggunaan teknologi EM4 adalah pupuk organik (kompos) dapat

dihasilkan dalam waktu yang relatif singkat dibandingkan dengan cara

konvensional. EM4 sendiri mengandung Azotobacter sp., Lactobacillus sp., ragi,

bakteri fotosintetik dan jamur pengurai selulosa. Bahan untuk pembuatan bokashi

dapat diperoleh dengan mudah di sekitar lahan pertanian, seperti jerami, rumput,

tanaman kacangan, sekam, pupuk kandang atau serbuk gergajian. Namun bahan

yang paling baik digunakan sebagai bahan pembuatan bokashi adalah dedak

karena mengandung zat gizi yang sangat baik untuk mikroorganisme.


1.2. Rumusan Masalah

1. Apakah ada pengaruh dosis pupuk bokashi terhadap pertumbuhan tanaman

mentimun?

2. Bila ada, dosis manakah yang memberikan respon terhadap pertumbuhan

tanaman mentimun?

1.3. Tujuan dan Kegunaan

Tujuan dari pelaksaan praktikum kali ini yaitu membuat pupuk bokashi

dari komba-komba dan juga untuk menguji pengaruh pemberian pupuk bokashi

komba-komba terhadap pertumbuhan tanaman mentimun.

Kegunaan dari pelaksanaan praktikum ini yaitu agar mahasiswa dapat

mengetahui cara pembuatan pupuk bokashi dari komba-komba dan juga

memahami cara pengujiannya terhadap pertumbuhan tanaman mentimun.


II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Deskripsi Teori

2.1.1. Karakteristik Tanaman Mentimun

Tanaman mentimun (Cucumis sativa L) termasuk dalam tanaman

merambat yang merupakan salah satu jenis tanaman sayuran dari keluarga

Cucurbitaceae. Pembudidayaan mentimun meluas ke seluruh dunia, baik di

daerah beriklim panas (tropis) maupun sedang (sub-tropis). Di Indonesia tanaman

mentimun banyak ditanam di dataran rendah (Wijoyo, 2012).

Mentimun merupakan tanaman semusim annual yang bersifat menjalar

atau memanjat dengan perantaraan pemegang yang berbentuk pilin spiral.

Batangnya basah serta berbuku-buku. Panjang atau tinggi tanaman dapat

mencapai 50-250 cm, dan cabang yang tumbuh disisi tangkai daun (Sobir, 2015).

Mentimun (Cucumis sativus L.) memiliki akar tunggang dan bulu-bulu akar

tetapi daya tembusnya relatif dangkal, sekitar kedalaman 30-60 cm. Oleh karena

itu, tanaman mentimun termasuk peka terhadap kekurangan dan kelebihan air

(Syarif, 2010).

Batang mentimun berupa batang lunak dan berair, berbentuk pipih,

berambut halus, berbuku-buku, dan berwarna hijau segar. Batang utama dapat

menumbuhkan cabang anakan. Ruas batang atau buku-buku batang berukuran

7―10 cm dan berdiameter 10―15 mm. Diameter cabang anakan lebih kecil dari

batang utama. Pucuk batang aktif memanjang (Simanullang, 2012).

Daun mentimun terdiri atas helaian daun (lamina), tangkai daun, dan ibu

tulang daun. Helaian daun mempunyai bangun dasar bulat atau bangun ginjal,
bagian ujung daun runcing berganda. Pangkal daun berlekuk, tepi daun bergerigi

ganda. Daun mentimun dewasa mempunyai ukuran panjang dan lebar yang dapat

mencapai 20 cm, berwarnahijau tua hingga hijau muda, permukaan daun berbulu

halus dan berkerut (Viogenta, 2017).

Bunga mentimun berbentuk terompet dan berwarna kuning bila sudah

mekar. Mentimun termasuk tanaman berumah satu, artinya bunga jantan dan

betina letaknya terpisah, tetapi masih dalam satu tanaman. Bunga betina

mempunyai bakal buah yang membengkak, terletak di bawah mahkota bunga,

sedangkan pada bunga jantan tidak mempunyai bagian bakal buah yang

membengkak (Bahri, 2011).

Buah mentimun merupakan buah sejati tunggal, terjadi dari satu bunga

yang terdiri satu bakal buah saja. Buah berkedudukan menggantung dan dapat

berbentuk bulat, kotak, lonjong atau memanjang dengan ukuran yang beragam.

Jumlah dan ukuran duri atau kutil yang terserak pada ukuran buah beragam,

biasanya lebih jelas terlihat pada buah muda. Warna kulit buah juga beragam dari

hijau pucat hingga hijau sangat gelap, daging bagian dalam berwarna putih hingga

putih kekuningan. Biji matang berbentuk pipih dan berwarna putih (Julisaniah,

2008).

Biji mentimun, berwarna putih, krem, berbentuk bulat lonjong (oval) dan

pipih. Biji mentimun diselaputi oleh lendir yang saling melekat pada ruang-ruang

tempat biji tersusun dan jumlahnya sangat banyak. Biji-biji itu dapat digunakan

untuk perbanyakan atau pembiakan (Sumpena, 2009).


2.1.2. Syarat Tumbuh Tanaman Mentimun

Pada dasarnya mentimun dapat tumbuh dan beradaptasi di hampir semua

jenis tanah. Tanah mineral yang berstruktur ringan sampai pada tanah yang

berstruktur liat berat dan juga pada tanah organik seperti tanah gambut dapat

diusahakan sebagai lahan penanaman mentimun. Produksi yang tinggi dan

kualitasnya baik, tanaman mentimun membutuhkan tanah yang subur, gembur,

banyak mengandung humus dan tidak menggenang. Kemasaman tanah yang

optimal untuk mentimun adalah antara 5,5-6,5. Tanah yang banyak mengandung

air, terutama pada waktu berbunga merupakan jenis tanah yang baik untuk

penanaman mentimun (Sriwijaya, 2011).

Tanaman mentimun dapat tumbuh baik di ketinggian 0-1.000 m di atas

permukaan air laut. Pada ketinggian lebih dari 1.000 m di atas permukaan laut,

penanaman mentimun harus menggunakan mulsa plastik perak hitam karena pada

ketinggian tersebut suhu tanah kurang dari 18° C dan suhu udara kurang dari

25°C. Dengan menggunakan mulsa tersebut dapat meningkatkan suhu tanah dan

suhu di sekitar tanaman (Manalu, 2013).

Pemilihan tempat dengan iklim yang sesuai untuk pertumbuhan mentimun

merupakan salah satu faktor yang mendukung keberhasilannya. Faktor-faktor

iklim yang berpengaruh pada pertumbuhan mentimun yaitu Tanaman mentimun

untuk tumbuh dengan baik memerlukan suhu tanah antara 18―30° C. Dengan

suhu di bawah atau di atas kisaran tersebut, pertumbuhan tanaman mentimun

kurang optimal. Namun, untuk perkecambahan biji, suhu optimal yang

dibutuhkan antara 25-35° C (Syamsul, 2014).


Cahaya merupakan faktor yang sangat penting dalam pertumbuhan

tanaman mentimun. Penyerapan unsur hara akan berlangsung dengan optimal jika

pencahayaan berlangsung antara 8-12 jam/hari. Kelembapan relatif udara yang

dikehendaki oleh tanaman mentimun untuk pertumbuhannya antara 50-85%.

Sementara curah hujan optimal yang diinginkan tanaman sayur ini antara 200-400

mm/bulan. Curah hujan yang terlalu tinggi tidak baik untuk pertumbuhan tanaman

ini, terlebih pada saat mulai berbunga karena curah hujan yang tinggi akan banyak

menggugurkan bunga (Santoso, 2015).

2.1.3. Pupuk Bokashi Komba-Komba

Krinyu adalah salah satu jenis pupuk hijau yang memiliki prospek yang

baik. Krinyu termasuk dalam kelas Dicotyledonae dengan famili Asteraceae yang

memiliki nama spesies Chromolaena odorata (L.) C. odorata (krinyu) mempunyai

kandungan karbon, kalsium, magnesium, kalium, dan nitrogen yang lebih tinggi

dibandingkan pupuk kandang sapi, sehingga C. odorata dapat dijadikan sebagai

alternatif pupuk organik (Murdaningsih, 2014).

Kirinyu (Chromolaena odorata) merupakan tanaman liar yang berpotensi

sebagai sumber bahan organik (pupuk hijau) yang ketersediaannya cukup

melimpah dibeberapa sentra produksi tanaman sayuran. Kirinyu mengandung

unsur hara Nitrogen yang tinggi (2,65%) sehingga cukup potensial untuk

dimanfaatkan sebagai sumber bahan organik karena produksi biomassanya tinggi

(Setyowati, 2008).

Bahan organik Kirinyu mempunyai peran yang sangat penting dalam

meningkatkan produktifitas tanah dan tanaman. Kirinyu dapat menghasilkan


biomassa sebanyak 11,2 ton/ha dan setelah berumur 3 tahun mampu meng-

hasilkan biomassa sebanyak 27,7 to/ha, sehingga biomassa Kirinyu merupakan

sumber bahan organik yang sangat potensial (Suntoro, 2011).

2.1.4. Pengaruh Pupuk Bokashi Komba-Komba Terhadap Pertumbuhan


Tanaman

Chromolaena odorata sebagai pupuk hijau dengan dosis 10 ton/ha dapat

meningkatkan produksi tanaman sebesar 9-15%. Penggunaan Chromolaena

odorata sebagai pupuk hijau mampu meningkatkan hasil biji tanaman 29,79%

dengan hasil biji 2 ton/ha, dan pengaruhnya mampu menyamai pupuk kandang

(Johanis, 2016).

Aplikasi pupuk bokashi krinyu yang baik akan meningkatkan total karbon,

total nitrogen dan kapasitas tukar kation tanah dan porositas tanah, namun dapat

menurunkan bulk density tanah, tetapi penggunaan pupuk hijau saja untuk

mensubtitusi pupuk anorganik dalam waktu singkat tidak mungkin meningkatkan

produktifitas tanaman. Oleh karena itu perlu kombinasi cara penggunaan pupuk

hijau, dan efektifitasnya dalam menurunkan dosis urea sehingga akan

menghasilkan teknik pengelolaan pupuk hijau sebagai amelioran untuk

meningkatkan kualitas tanah sehingga dapat mendukung peningkatan

produktifitas tanaman (Budianto, 2008).

Produksi biomassa Chromolaena odorata adalah 18,7 ton/ha dalam bentuk

segar dan 3,7 kg/ha dalam bentuk kering. Kandungan N 103,4 kg/ha; P 15,4

kg/ha; K 80,9 kg/ha; dan Ca 63,9 kg/ha. Chromolaena odorata mempunyai P total

yang lebih tinggi (0,53%) dibandingkan gulma Ficus subulata, Albizia lebeck,

Macaranga sp. dan Trycospermum sp. (Ajidirman, 2015).


Untuk mencukupi kebutuhan hara tanaman, selain pemberian pupuk

anorganik juga diperlukan tambahan pupuk organik. Salah satu alternatif sebagai

sumber bahan organik yang potensial adalah gulma siam (Chromolaena odorata).

Gulma siam cukup potensial untuk dimanfaatkan sebagai sumber bahan organic

karena produksi biomassanya tinggi. Pada umur 6 bulan C. odorata dapat

menghasilkan biomassa sebesar 11,2 ton/ha, dan setelah umur 3 tahun mampu

menghasilkan biomassa sebesar 27,7 ton/ha. Biomassa gulma siam mempunyai

kandungan hara yang cukup tinggi (2,65 % N, 0,53 % P dan 1,9 % K) sehingga

biomassa gulma siam merupakan sumber bahan organik yang potensial (Nigrum,

2017).

2.2. Kerangka Pikir

Sistem pertanian di Indonesia pada saat ini lebih cenderung bergantung

kepada system pertanian konvensional dengan penggunaan bahan anorganik

seperti pupuk-pupuk kimia sistesis. Penggunaan pupuk anorganik secara terus

menerus justru akan semakin mengurangi jumlah produksi hasil pertanian. Hal ini

dapat terjadi karena penggunaan pupuk anorganik secara terus meneruk akan

merusak sifat fisik, kimia dan biologi tanah, serta dapat mencemari lingkungan,

sehingga dapat mengganggu keseimbangan ekosistem pada lahan pertanian.

Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi penggunaan pupuk kimia

secara berlebihan yaitu dengan beralih ke sistem pertanian organik. Sistem

pertanian organik dapat dilakukan dengan menggantikan pupuk kimia dengan

pupuk organik yang berupa pupuk bokashi dalam budidaya tanaman. Pupuk

bokashi merupakan pupuk organik yang dibuat dari tumbuhan-tumbuhan hijau


yang dilapukkan menggunakan mikroorganisme. Penggunaan pupuk bokashi

dapat memperbaiki dan juga mempertahankan kesuburan tanah sehingga dapat

mempertahankan produksi hasil pertanian.

2.3. Hipotesis

Hipotesis dari praktikum kali ini adalah terdapat pengaruh pemberian

pupuk bokashi kirinyu (Cromolaena odorata) dengan berbagai dosis, terhadap

pertumbuhan tanaman mentimun (Cucumis sativus L.). Semua dosis pupuk

kirinyu (Cromolaena odorata) memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan

tanaman mentimun (Cucumis sativus L.).


III. METODE PRAKTIKUM

3.1. Lokasi dan Waktu Praktikum

Kegiatan praktikum ini dilaksanakan di Lahan Percobaan II, Fakultas

Pertanian, Universitas Halu Oleo mulai dari tanggal 9 Oktober 2018 sampai

tanggal 4 Desember 2018, setiap hari Selasa pukul 16:00 sampai 17:00 WITA.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu EM4, gula pasir, kotoran

sapi, dedak, serbuk gergaji, komba-komba (Cromolaena odorata), air, bibit

tanaman mentimun, ajir tali rafia dan label.

Alat yang digunakan yaitu sekop, cangkul, parang, gembor, terpal dan alat

tulis menulis.

3.3.Prosedur kerja

Prosedur kerja pada praktikum ini yaitu terdapat 3 poin utama kegiatan

yang dilaksanakan di lapangan, yaitu pembuatan pupuk bokashi, pengolahan

lahan dan pengamplikasian pupuk serta penanaman dan pemeliharaan tanaman

mentimun (Cucumis sativus L.).

3.3.1. Pembuatan Pupuk Bokashi

1. Menyiapkan bahan dan alat yang akan digunakan

2. Mencacah komba-komba sampai halus menggunakan parang

3. Mencampurkan komba-komba, kotoran sapi, dedak dan serbuk gergaji pada

sebuah terpal dan diaduk sampai semua bahan tercampur rata


4. Membuat larutan starter menggunakan 5 tutup botol EM4 dan 3 tutup botol

gula pasir, kemudian dilarutkan dalam 1 ember air.

5. Menyiramkan bahan pupuk yang telah bercampur rata dengan larutan starter,

kemudian pupuk ditutup rapat menggunakan terpal.

6. Melakukan pengadukan pada pupuk setiap 2 hari sekali selama 4 minggu.

3.3.2. Pengolahan Lahan dan Pengaplikasian Pupuk

1. Membersihkan lahan yang akan digunakan dari gulma

2. Membuat bedengan sebanyak 12 petak dengan ukuran 2 m × 3,8 m pada

setiap petakan.

3. Memberi label pada setiap bedengan sesuai dengan perlakukan

4. Menaburi bedengan dengan pupuk bokashi yang telah dibuat sesuai dengan

dosis perlakukan masing-masing, kemudian diaduk merata dengaan tanah.

3.3.3. Penanaman dan Pemeliharaan Tanaman

1. Membuat lubang tanam pada setiap bedengan dengan jarak 20 cm × 20 cm

2. Menanam benih mentimun sebnyak 2 biji pada setiap lubang tanam

3. Melakukan penyiraman pada tanaman setiap hari pada pagi hari dan sore hari

4. Melakukan pengukuran vegetatif pada tanaman mentimun yaitu tinggi

tanaman, jumlah daun, panjang daun dan lebar daun setiap 2 minggu sekali.

5. Melakukan pengamatan generatif pada tanaman mentimun yaitu jumlah buah

setelah tanaman berbuah.

6. Melakukan pemanenan buah mentimun setelah usianya siap untuk dipanen


DAFTAR PUSTAKA

Ajidirman, Endriani, Zulhalena. 2015. Ameliorasi Lahan Kering Terdegradasi


dengan beberapa Trichokompos Chromolaena Plus dan Pengaruhnya
terhadap Hasil Kedelai. Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Sains.
17(1):1-10.

Bahri S. 2011. Efek Varietas dan Dosis Pupuk Kandang terhadap Komponen
Hasil dan Hasil Mentimun (Cucumis sativus L.). Jurnal Inovasi Pertanian.
10(1):89-102.

Budianto AVF, Farida N, Loru KK. 2008. Perbandingan Hasil Tanaman Jagung
pada Kondisi tanpa Pupuk, Dipupuk NPK dan Dipupuk Bokashi
Kirinyu(Chromolaena odorata L). Agroteksos. 17(1):39-45.

Johanis A, Jermias, Vinni DT, Tri AY. 2016. Pemanfaatan Gulma Semak Bunga
Putih (Chromolaena Odorata) sebagai Bahan Pembuat Pupuk Organik
dalam Rangka Mengatasi Penyempitan Padang Pemggembalaan dan
Menciptakan Pertanian Terpadu Berbasis Organik. Jurnal Pengabdian
Masyarakat Peternakan. 1(1):1-8.

Julisaniah NI, Liliek S, Arifin NS. 2008. Analisis Kekerabatan Mentimunn


(Cucumis sativus L.) menggunakan Metode Rapd-pcr dan Isozim.
Biodiversitas. 9(2):99-102.

Murdaningsih, 2014. Pemanfaatan Kirinyu sebagai Sumber Bahan Organik


terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Wortel. Buana Sains.
2(14):141-147.

Sobir M, M Syukur. 2015. Genetika Tanaman. Bogor. IPB Press.

Sumpena U. 2009. Budidaya Mentimun Intensif. Jakarta. Penebar Swadaya.

Manalu B. 2013. Jurus Sempurna Sukses Bertanam Mentimun dari Nol Sampai
Panen. Jakarta. Penerbit ARC Media.

Nigrum AA, Jenal M, Kiki Z. 2017. Pengaruh berbagai Dosis Bokashi dan
Konsentrasi Pupuk Organik Cair Kirinyuh(Chromolaena Odorata)
terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Jagung (Zea Mays L.) Kultivar
Pioneer. Jurnal Jagros. 1(2):102-110.

Santoso PK, Choesnan E, Lilik H, Ratna D. 2015. Pengaruh Ketimun (Cucumis


sativus) sebagai Antioksidan terhadap Perlindungan Kerusuhan Membran
Sel akibat Pemberian Asap Rokok. Jurnal Penelitian Medika Eksakta.
6(1):1-5.
Setyowati N, Uswatum N, Dewi H. 2008. Gulma Tusuk Konde
(Wedeliatribobata) dan Kirinyu (Cromolaena odorata) sebagai Pupuk
Organik pada Sawi (Brassica chinensis L.). Jurnal Akta Agrosia.
11(1):47- 56.

Simanullang V, Bangun. 2012. Respon Pertumbuhan beberapa Varietas


TimunCucumis sativus L. ) terhadap Pemberian Pupuk Organik. Jurnal
Online Agroekoteknologi. 2(2):680-890.

Sriwijaya B, Hariyanto D. 2011. Kajian Volume dan Frekuensi Penyiraman Air


terhadap Pertumbuhan dan Hasil Mentimun pada Tanah Vertisol.
Universitas Mercu Buana Yogyakarta. Jurnal AgriSains. 4(5):77-89.

Suntoro, 2011. Penggunaan Bahan Pangkasan Krinyu (Cromolaena odorata)


untuk Meningkatkan Ketersediaan N, P, K, Ca dan Mg 116 pada Osix
Dystrusdepty di Jumapolo, Karangayer, Jawa tengah. Jurnal Agritivia.
23(1):20-26.

Syamsul SE, Eka NP. 2014. Uji Aktivitas Perasan Buah Mentimun (Cucumis
sativus L.) sebagai Biolarvasida terhadap Larva Nyamuk Aedes Aegypti L.
Jurnal Kimia Mulawarman. 11(2):69-73.

Syarif Z, Irawati C, Novita H. 2010. Pertumbuhan dan Produksi Tanaman


Mentimun Varietas Lokal dan Antara (Cucumis sativus L.) terhadap
Pemberian berbagai Konsentrasi Ethephon. Jurnal Jerami. 3(2):124-131.

Viogenta V, Samsuar, Ahmad YFU. 2017. Fraksi Kloroform Ekstrak Buah


Mentimun (Cucumis sativus L.) sebagai Anti Bakteri terhadap
Staphylococcus epidermidis. Jurnal Kesehatan. 8(2):165-169.

Wijoyo, 2012. Klasifikasi Tanaman Mentimun. Bogor. IPB Press.

Anda mungkin juga menyukai