Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PENILAIAN HASIL BELAJAR


(PHBF)
Dosen Pengampu :

Dr. Nasrun Balulu., S.Pd.,M.Si

Oleh :

Kelompok III

Nurjunia umaternate (03091611041)

Dian Windia Abubakar (03091611056)

B/IV

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS KHAIRUN

2018
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil‘alamin, tiada kata lain yang patut untuk kami ungkapkan selain
ucapan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan kekuatan, kesehatan dan kemampuan
kepada kami sehingga tugas makalah ini dapat selesai dengan baik dan tepat pada waktunya.

Shalawat dan salam semoga selalu dilimpahkan kepada baginda Muhammad SAW., para
sahabat dan seluruh keluarga beliau serta para pengikut beliau hingga akhir zaman. Serta ucapan
terima kasih juga kami persembahkan kepada semua pihak yang baik secara langsung ataupun
tidak langsung ikut terlibat dalam penyelesaian makalah ini.

Akhirnya, mohon maaf apabila terdapat kesalahan dan kekhilafan.kami mohon saran dan
kritik yang sifatnya membangun guna lebih menyempurnakan makalah-makalah kami
selanjutnya.

Ternate 26 April 2018


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
A. Pola Penskoran Butir
B. Statistik Diskripsi Untuk Variabel Nondikotomi
C. Statistik Diskripsi Untuk Variabel Dikotomi
D. Iimplikasi Praktis Dalam Penyusunan Tes
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tes adalah cara atau metode untuk menentukan kemampuan siswa menyelesaikan tugas
tertentu atau mendemonstrasikan penguasaan suatu keterampilan atau pengetahuan. (Calongesi,
James S. 1995). Baterai tes adalah kumpulan dua tes terpisah atau lebih yang dirancang untuk
dikenakan kepada orang yang sama. Skor terpisah dihitung untuk setiap tes pada baterai itu.
Suatu contoh baterai tes yang terkenal adalah Graduate Record Examination, yaitu tes kualifikasi
untuk mengikuti program doctor di amerika. Dari tes ini diperoleh skor terpisah untuk subtes
verbal, kuantitatif, dan analistis. Skor tes gabungan adalah skor tes total yang diperoleh dengan
menjumlah dua skor subtes atau lebih. Untuk menafsirkan secara benar skor gabungan sperti itu,
penting untuk memahami bagaiman sifat-sifat statistic skor subtesmempengaruhi skor
gabungannya. Bahakan lebih penting lagi, pengembang tes harus menyadari bahwa
sesungguhnya setiap skor tes merupakan gabungan. Skor butir dapat di definisikan sebagai
besarnya angka yang di berikan kepada jawaban setiap individu pada butir tertentu. Dalam
penyekoran suatu tes, skor tes total biasanya ditentukan dengan menjumlahkan skor butir. Jadi
setiap butir dapat dipandang sebagai subtes yang sangat pendek, dan skor butir dapat dipandang
sebagai subtes yang sangat pendek, dan skor butir dapat dipandang sebagai skor “ tes mini”.
Dalam pengertian seperti ini apabila skor tes diperoleh dengan cara menjumlahkan angka yang
diberikan kepada setiap individu untuk setiap butir, maka skor tes total itu merupakan skor
gabungan. Guliksen , H. (1945).
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pola Penskoran Butir


Penskoran merupakan langkah pertama dalam proses pengolahan hasil tes pekerjaan siswa
atau mahasiswa. Penskoran adalah suatu proses pengubahan jawaban-jawaban tes menjadi
angka-angka. Angka-angka hasil penskoran itu kemudian diubah menjadi nilai-nilai melalui
suatu proses pengolahan tertentu. Penggunaan simbol untuk menyatakan nilai-nilai itu ada yang
dengan angka, seperti angka dengan rentangan 0-10, 0-100 atau 0-4 dan ada pula yang dengan
huruf A, B, C, D dan E. Cara menskor hasil tes biasanya disesuaikan dengan bentuk soal-soal tes
yang dipergunakan, apakah tes objektif atau tes essay. Untuk soal-soal objektif biasanya setiap
jawaban yang benar diberi skor 1 (satu) dan setiap jawaban yang salah diberi skor 0 (nol). Total
skor yang diperoleh dengan menjumlahkan skor yang diperoleh dari semua soal. Untuk soal-soal
essay dalam penskorannya biasanya digunakan cara memberi bobot kepada setiap soal menurut
tingkat kesulitannya atau banyak sedikitnya unsur yang harus terdapat dalam jawaban yang
dianggap paling baik. Misalnya untuk soal nomor 1 diberi skor maksimum 4, untuk soal nomor 3
diberi skor maksimum 6, untuk soal nomor 5 skor maksimum 10, dan seterusnya. (Arikunto,
Suhasimi.2011).

Pola penskoran untuk hampir semua butir tes dapat diklasifikasikan menurut salah satu pola,
dikotomi atau nondikotomi. Suatu butir merupakan variable dikotomi apabila nilai skor butir
yang mungkin diperoleh hanyalah 0 atau 1. Pola penskoran nondikotomi adalah pola dimana
rentang nilai yang mungkin diberikan pada suatu jawaban tidak terbatas pada 0 atau 1. Contoh
butir yang diskor secara dikotomi adalah:

1. Gerakan suatu benda dimana setiap titik pada benda tersebut mempunyai jarak yang tetap
terhadap suatu sumbu tertentu, merupakan pengertian dari
a. Gerak translasi
b. Gerak rotasi
c. Perpindahan
d. Kelajuan
(pada butir ini, jawaban a, c dan d di skor 0 dan jawaban b di skor 1)
2. Saya lebih senang belajar fisika daripada sejarah
a. Setuju
b. Tidak setuju
(Dalam butir ini, jawaban setuju diskor 1 dan tidak setuju diskor 0)

Seperti tampak pada contoh diatas, butir dengan pola penskoran dikotomi dapat dijumpai pada
pengukuran domain efektif dan kognitif. Guliksen , H. (1945).

 Pemberian Skor Tes Pada Domain Afektif


Domain afektif ikut menentukan keberhasilan belajar peserta didik. Sedikitnya terdapat 2
(dua) komponen dalam domain afektif yang penting untuk diukur, yaitu sikap dan minat terhadap
suatu pelajaran. Sikap peserta didik terhadap pelajaran bisa positif bisa negatif atau netral. Tentu
diharapkan sikap peserta didik terhadap semua mata pelajaran positif sehingga akan timbul minat
untuk belajar atau mempelajarinya. Peserta didik yang memiliki minat pada pelajaran tertentu
bisa diharapkan prestasi belajarnya akan meningkat secara optimal, bagi yang tidak berminat
sulit untuk meningkatkan prestasi belajarnya. Oleh karena itu, guru memiliki tugas untuk
membangkitkan minat kemudian meningkatkan minat peserta didik terhadap mata pelajaran yang
diampunya. Dengan demikian akan terjadi usaha yang sinergi untuk meningkatkan kualitas
proses pembelajaran.
Langkah pembuatan instrumen domain afektif termasuk sikap dan minat adalah sebagai
berikut:
a. Pilih ranah afektif yang akan dinilai, misalnya sikap atau minat.
b.Tentukan indikator minat: misalnya kehadiran di kelas, banyak bertanya, tepat waktu
mengumpulkan tugas, catatan di buku rapi, dan sebagainya. Hal ini selanjutnya ditanyakan pada
peserta didik.
c. Pilih tipe skala yang digunakan, misalnya Likert dengan 5 skala: sangat berminat, berminat,
sama saja, kurang berminat, dan tidak berminat.
d. Telaah instrumen oleh sejawat.
e. Perbaiki instrumen.
f. Siapkan kuesioner atau inventori laporan diri.
g. Skor inventori.
h. Analisis hasil inventori skala minat dan skala sikap.

 Pemberian Skor Tes pada Domain Kognitif


a. Penskoran Soal Bentuk Pilihan Ganda
Cara penskoran tes bentuk pilihan ganda ada tiga macam, yaitu: pertama penskoran tanpa ada
koreksi jawaban, penskoran ada koreksi jawaban, dan penskoran dengan butir beda bobot.
1.) Penskoran tanpa koreksi, yaitu penskoran dengan cara setiap butir soal yang dijawab benar
mendapat nilai satu (tergantung dari bobot butir soal), sehingga jumlah skor yang diperoleh
peserta didik adalah dengan menghitung banyaknya butir soal yang dijawab benar. Rumusnya
sebagai berikut.

B = banyaknya butir yang dijawab benar


N = adalah banyaknya butir soal
2.) Penskoran ada koreksi jawaban, yaitu pemberian skor dengan memberikan pertimbangan
pada butir soal yang dijawab salah dan tidak dijawab, adapun rumusnya adalah sebagai berikut:

B: Banyaknya soal yang dijawab benar


S: Banyaknya soal yang dijawab salah
P: Banyaknya pilihan jawaban tiap butir
N: Banyaknya butir soal
3.) Penskoran dengan butir beda bobot, yaitu pemberian skor dengan memberikan bobot berbeda
pada sekelompok butir soal. Biasanya bobot butir soal menyesuaikan dengan tingkatan kognitif
(pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi) yang telah dikontrak guru.
Anda juga dapat membedakan bobot butir soal dengan cara lain, misalnya ada sekelompok butir
soal yang dikembangkan dari buku pegangan guru dan sekelompok yang lain dari luar buku
pegangan diberi bobot berbeda, yang pertama satu, yang lain dua. Adapun rumusnya sebagai
berikut.
Bi = banyaknya butir soal yang dijawab benar peserta tes
bi = bobot setiap butir soal
St = skor teoritis (skor bila menjawab benar semua butir soal)
B. Statistik Deskriptif Untuk Variabel Nondikotomi

Statistik deskriptif adalah bagian dari statistik yang mempelajari cara pengumpulan dan
penyajian data sehingga mudah dipahami. Statistik deskriptif hanya berhubungan dengan hal
menguraikan atau memberikan keterangan-keterangan mengenai suatu data atau keadaan atau
fenomena. Dengan kata lain, statistik deskriptif hanya berfungsi menerangkan keadaan, gejala,
atau persoalan. Beberapa contoh pernyataan yang termasuk dalam cakupan statistik deskriptif,
antara lain: a.) Sekurang-kurangnya 15 % dari kebakaran yang terjadi di kota “Payakumbuh“,
yang dilaporkan tahun lalu diakibatkan oleh tindakan-tindakan sengaja yang tidak bertanggung
jawab. b.) Sebanyak 25 % di antara semua pasien yang menerima suntikan obat tertentu, ternyata
kemudian menderita efek efek obat tersebut. Variabel Non Dikotomi Yaitu suatu variabel yang
lebih dari dua variable.
Umpamakanlah bahwa table 3.1 berisi jawaban 10 orang terhadap 5 butir sikap yang di skor
dengan kontimum sangat-setuju-sampai-sangat-tidak-setuju.

Orang Butir Total


1 2 3 4 5
1 5 5 4 3 2 19
2 2 2 3 1 2 10
3 4 4 3 3 2 16
4 2 2 2 2 2 9
5 5 5 3 5 4 22
6 1 1 2 2 3 9
7 1 2 3 1 1 8
8 4 1 3 4 5 17
9 5 3 4 4 3 19
10 2 2 3 3 4 14
Rata-rata
3,1 2,7 3,0 2,7 2,8
Butir
Varians 2,5 2,0 0,4 1,8 1,4
butir

Pada table diatas X11 dinyatakan= 5. Simbol X23 menyatakan nilai pada baris kedua kolom ketiga
atau jawaban orang ke 2 terhadap butir ke 3. Pada table 3.1 X23 = 3 apabila penyusun tes ingin
menentukan kuatnya perasaan yang terkandung dalam suatu butir tertentu , maka langkah yang
tepat adalah mengkaji skor rata-rata butir itu. Skor rata-rat untuk butir j akan ditandai dengan x j.
skor rata-rata butir 1 dihitung dengan car seperti berikut. Guliksen , H. (1945).

∑Xij 5+2+4+2+5+1+1+4+5+2
x = = .
𝑁 10

x 1= 3,1
C. Statistik Deskriptif Untuk Variabel Nondikotomi

Variabel yang mempunyai dua nilai kategori yang saling berlawanan.Data dikotomi adalah
apabila nilai variabel hanya ada dua misalnya data jenis kelamin yang hanya punya nilai laki-laki
dan perempuan

D. Implikasi praktis dalam penyusunan tes

Misalkan Implikasi Praktis Hasil Penelitian dan Pengembangan

1. Hasil tes diagnostik konsep kepenulisan karya ilmiah berbasis penilaian diri ini dapat
dijadikan bahan refleksi diri atau koreksi diri berupa hasil diagnosis kategorial terhadap kondisi
penguasaan konsep-konsep dalam penguasaan materi pembelajaran mata kuliah bahasa
Indonesia guna menunjang kemampuan penerapan konsep kepenulisan dan keterampilan
menulis karya ilmiah. Siti Hamidah, 2015

2. Hasil tes diagnostik konsep kepenulisan karya ilmiah berbasis penilaian diri ini dapat
dijadikan representasi sederhana dari bentuk-bentuk masalah atau kendala yang dialami
mahasiswa mata kuliah bahasa Indonesia dalam penguasaan konsep-konsep dalam kepenulisan
karya ilmiah khususnya dalam konteks dan ruang lingkup pembelajaran mata kuliah bahasa
Indonesia. Representasi akan lebih tergambar jika tes diagnostik ini dijadikan sebagai media
pelatihan untuk mengefektifkan tujuan pembelajaran mata kuliahbahasa Indonesia. Siti Hamidah,
2015

3. Hasil tes diagnostik konsep kepenulisan karya ilmiah berbasis penilaian diri ini dapat
digunakan sebagai dasar dalam pengembangan bahan ajar yang mencakup materi-materi ajar
apa yang sebaiknya diberikan yang sesuai dengan kebutuhan mahasiswa, materi-materi
pengulangan apa yang harus diperdalam, tidak hanya pada tataran pengetahuan tetapi hingga
tataran. Siti Hamidah, 2015
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Skor tes gabungan adalah skor tes total yang diperoleh dengan menjumlah dua skor subtes
atau lebih. Pola penyekoran butir dapat diklasifikasikan menjadi dikotomi (terbatas pada nilai 0
atau 1) atau nondikotomi. Untuk butir-butir dengan pola penyekoran nondikotomi. Untuk butir-
butir dengan pola penyekoran nondikotomi rumus-rumus biasa untuk menghitung rata-rata
varians dan korelasi product momentbdapat diterapkan untuk mendiskripsikan distribusi skor
butir.
B. Saran
Menyadari bahwa kami masih jauh dari kata sempurna, kedepannya kami akan lebih fokus
dan details dalam menjelaskan tentang makalh diatas dengan sumber-sumber yang lebih banyak
yang tentunya dapat di pertanggung jawabkan. Untuk itu dapat berisi kritik atau saran terhadap
penulisan juga bisa untuk menanggapi terhadap kesimpulan dari bahasan makalh yang telah di
jelaskan.
DAFTAR PUSTAKA

Guliksen , H. (1945). The relation of item difficulty and interitem correlation to the test variance
and reliability. Psychometrics, 10, 79-91.

Siti Hamidah, 2015 pengembangan tes diagnostic konsep kepenulisan karya ilmiah berbasis
penilaian diri Universitas Pensdidikan Indonesia.

Hasan, I. (2005). Pokok-pokok materi statistic 1. Edisi kesdua . Jakarta : PT. bumi Aksara.
Shavelson, R. J. (1996).

Statistic Rreasoning for the Behavioral Sciences. Boston: Allyn and Bacon. Sutrisno Hadi.
(1987). Statistic. Jilid I. Yogyakarta: Fakultas pSikologi UGM.

Arikunto, Suhasimi.2011.Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan.Ed.Revisi, Cet.12.


Jakarta: Bumi Aksara

Anda mungkin juga menyukai