Anda di halaman 1dari 10

DHOMIR SYA’NI (‫اﻟﺸ ْﺄ ِن‬

‫)ﺿ ِﻤ ْﯿ ُﺮ ﱠ‬
َ
Posted By: ​Admin​ on: December 07, 2016 In: ​Bahasa Arab​No Comments

Oleh: Ust. Muafa

Dhomir sya’ni disebut juga dhomir hadits (‫ْﺚ‬ ِ ‫ْﺮ ْاﻟ َﺤ ِﺪﯾ‬ َ dhomir qisshoh (‫ْﺮ‬
ُ ‫)ﺿ ِﻤﯿ‬, ُ ‫ﺿ ِﻤﯿ‬َ
‫ﺼ ِﺔ‬ ْ dhomir Amr (‫ﻷ ْﻣﺮ‬
‫)اﻟ ِﻘ ﱠ‬, َ ْ ُ ‫)ﺿ ِﻤﯿ‬,
َ dhomir majhul (‫ُﻮ ِل‬ ْ ‫ْﺮ ْاﻟ َﻤ ْﺠﻬ‬ َ atau majhul (‫ُﻮ ُل‬
ْ ‫ْاﻟ َﻤ ْﺠﻬ‬
ِ ‫ْﺮ ا‬ ُ ‫)ﺿ ِﻤﯿ‬,
) saja. Ulama-ulama Bashroh memilih istilah dhomir sya’ni, sementara
ulama-ulama Kufah memilih istilah dhomir majhul. Sebagian dari mereka
menggunakan istilah dhomir sya’ni dalam kondisi ungkapan mudzakkar, dan
istilah dhomir qisshoh dalam kondisi ungkapan muannats.

Definisi dhomir sya’ni adalah;

“Dhomir di awal kalimat yang tidak merujuk pada lafaz tertentu dan
kesamarannya diperjelas oleh kalimat sesudahnya”

Dhomir sya’ni boleh diterjemahkan : urusannya, perkaranya, masalahnya,


kisahnya, ceritanya, kondisinya, kasusnya :…dan makna-mana yang semisal.
contoh;

‫ُﻫ َﻮ اﷲُ أﺣ ٌﺪ‬


Urusannya/perkaranya/masalahnya/kisahnya/ceritanya/kondisix/kasusnya ;
Allah adalah Esa.

‫ ُﻫ َﻮ‬pada kalimat di atas adalah dhomir sya’ni, karena berada di awal kalimat,
tidak merujuk pada lafaz tertentu dan kesamarannya diperjelas kalimat
sesudahnya yaitu ungkapan; ‫( اﷲُ أﺣ ٌﺪ‬Allah adalah Esa). Karena itu dhomir ‫ُﻫ َﻮ‬
pada kalimat di atas diterjemahkan:
Urusannya/perkaranya/masalahnya/kisahnya/ceritanya/kondisix/kasusnya .
Contoh lain;

‫ﻓﺈﻧﻬﺎ ﻻ ﺗﻌﻤﻰ اﻷﺑﺼﺎر‬

1
Sesungguhnya
urusannya/perkaranya/masalahnya/kisahnya/ceritanya/kondisix/kasusnya ;
bukan penglihatan yang buta (tapi mata hatilah yang buta).

Dhomir “haa” pada kata ‫ ﻓﺈﻧﻬﺎ‬pada kalimat di atas adalah dhomir sya’ni, karena
berada di awal kalimat, tidak merujuk pada lafaz tertentu dan kesamarannya
diperjelas kalimat sesudahnya yaitu ungkapan; ‫( ﻻ ﺗﻌﻤﻰ اﻷﺑﺼﺎر‬bukan
penglihatan yang buta). Karena itu dhomir pada kata ‫ ﻓﺈﻧﻬﺎ‬pada kalimat di atas
diterjemahkan
urusannya/perkaranya/masalahnya/kisahnya/ceritanya/kondisix/kasusnya.

Dalam rangka mendekatkan pemahaman, jika dhomir sya’ni memakai lafaz ‫ُﻫ َﻮ‬
, dhomir ini boleh diperkirakan merujuk pada lafaz ‫( اﻟﺸﺄن‬urusan), ‫اﻷﻣﺮ‬
(perkara), atau ‫( اﻟﺤﺎل‬keadaan/kondisi). Jika dhomir sya’ni yang dipakai adalah
‫ﻫﻲ‬, maka dhomir ini boleh diperkirakan merujuk pada lafaz ‫( اﻟﻘﺼﺔ‬kisah/cerita)
atau ‫( اﻟﻤﺴﺄﻟﺔ‬masalah). Ar-Rodhy Al-Astarobadzy dalam kitabnya; Syarah
Ar-Rodhy mengusulkan perkiraan pertanyaan untuk memahami dhomir sya’ni.
Jika dalam sebuah kalimat ada dhomir sya’ni, maka seolah-olah di sana ada
pertanyaan:

‫ﻣﺎ اﻟﺸﺄن؟‬
Apa urusannya?

Kemudian dijawab; ‫( ُﻫ َﻮ اﷲُ أﺣ ٌﺪ‬Urusannya; Allah adalah Esa) misalnya.

Dinamakan dhomir sya’ni karena dhomir ini dimunculkan untuk menjelaskan


urusan tertentu. Makna ‫اﻟﺸ ْﺄ ِن‬
‫ ﱠ‬adalah urusan. Disebut juga dhomir hadits (‫ْﺮ‬ َ
ُ ‫ﺿ ِﻤﯿ‬
‫ )اﻟﺤﺪﯾﺚ‬karena dhomir ini dimunculkan untuk menjelaskan pembicaraan/cerita
tertentu. Makna ‫ اﻟﺤﺪﯾﺚ‬adalah pembicaraan. Nama lainnya adalah dhomir
qisshoh (‫ْﺮ اﻟﻘﺼﺔ‬ َ karena dhomir ini dimunculkan untuk menjelaskan
ُ ‫)ﺿ ِﻤﯿ‬
kisah/peristiwa tertentu. Makna ‫ اﻟﻘﺼﺔ‬adalah kisah/peristiwa. Istilah lain
menyebutnya dhomir amr (‫ْﺮ اﻷﻣﺮ‬ َ karena dhomir ini dimunculkan untuk
ُ ‫)ﺿ ِﻤﯿ‬
menjelaskan perkara tertentu. Makna ‫ اﻷﻣﺮ‬adalah perkara. Ulama-ulama
Kufah menyebutnya dhomir majhul (‫ْﺮ اﻟﻤﺠﻬﻮل‬ َ atau majhul (‫ )اﻟﻤﺠﻬﻮل‬saja
ُ ‫)ﺿ ِﻤﯿ‬,

2
karena tidak ada kata tertentu yang menjadi sasaran rujukan dhomir tersebut.
Makna ‫ اﻟﻤﺠﻬﻮل‬adalah yang tidak diketahui.

Tujuan dimunculkannya dhomir sya’ni adalah untuk kepentingan tafkhim (‫اﻟﺘﻔﺨﯿﻢ‬


)/menunjukkan pentingnya dan ta’dhim (‫)اﻟﺘﻌﻈﯿﻢ‬/isti’dhom (‫اﻻﺳﺘﻌﻈﺎم‬
)/menunjukkan agungnya informasi yang disajikan sesudah dhomir sya’ni.
Maksudnya, orang yang memunculkan dhomir sya’ni ingin mengungkapkan
bahwa kandungan makna kalimat yang hendak diungkapkan (baik dengan
redaksi jumlah ismiyyah maupun jumlah fi’liyyah) itu punya makna penting,
yang mengharuskan telinga menyimak sungguh-sungguh dan jiwa
mmperhatikan dengan serius. Jadi ungkapan;

‫ُﻫ َﻮ اﷲُ أﺣ ٌﺪ‬


Urusannya/perkaranya/masalahnya/kisahnya/ceritanya/kondisix/kasusnya ;
Allah adalah Esa.

pemunculan dhomir sya’ni pada ungkapan di atas adalah ingin


mengungkapkan bahwa kandungan makna kalimat ‫“ اﷲُ أﺣ ٌﺪ‬Allah adalah Esa”
itu punya makna penting, informasi agung, yang mengharuskan telinga
menyimak sungguh-sungguh dan jiwa mmperhatikan dengan serius. Hal ini
bisa difahami , karena dhomir sya’ni itu sifatnya mubham (samar), dan segala
sesuatu yang sifatnya mubham, yang tidak merujuk ke mana-mana itu
umumnya membuat penasaran dan memacu rasa keingintahuan. Karena itu,
menjadi kurang tepat jika dhomir sya’ni dimunculkan dalam konteks
pemberian informasi yang remeh, misalnya;

‫ﻫﻮ اﻟﺬﺑﺎب ﯾﻄﯿﺮ‬


Urusannya/perkaranya/masalahnya/kisahnya/ceritanya/kondisix/kasusnya ;
lalat itu terbang.

Dhomir sya’ni termasuk isim dan memiliki posisi i’rob sesuai dengan amilnya.
Hanya saja dhomir sya’ni tidak pernah berposisi majrur. Ibnu At-Thorowah
menggolongkan dhomir sya’ni sebagai harf dengan alasan dhomir sya’ni

3
membuat harf ‫ إِ ﱠن‬menjadi tidak memiliki efek i’rob sebagaimana harf ” ‫ ” ﻣَﺎ‬yang
َ ‫ ” َﻛﯿ‬atau harf Jarr ” ‫ ” ﻛـ‬menjadi tidak punya efek i’rob. Abu
membuat ” ‫ْﻒ‬
Hayyan cenderung setuju dengan Abu At-Thorowah.

Adapun syarat penggunaannya, maka ada lima ketentuan yang harus ditaati
yaitu;

Pertama; Harus berupa mufrod ghoib.

Dhomir sya’ni harus berupa mufrod ghoib, maksudnya dhomir yang dipakai
tidak boleh bentuk mutsanna seperti ‫ أﻧﺘﻤﺎ‬dan ‫ ﻫﻤﺎ‬, sebagaimana tidak boleh
bentuk jamak seperti ‫ ﻫﻢ‬dan ‫ﻫﻦ‬. Dhomir sya’ni juga tidak boleh berupa
mutakallim (penutur) seperti ‫ أﻧﺎ‬dan ‫ ﻧﺤﻦ‬atau mukhothob (obyek bicara) seperti
َ dan ‫أﻧﺖ‬.
seperti ‫أﻧﺖ‬ ِ Dhomir sya’ni harus berupa mufrod ghoib, yakni dhomir ‫ﻫﻮ‬
dan ‫ﻫﻲ‬. Tegasnya, dhomir sya’ni hanya bisa memakai dua macam dhomir ini,
karena hanya dua macam dhomir ini yang memenuhi syarat mufrod ghoib.
Contoh;

‫ُﻫ َﻮ اﷲُ أﺣ ٌﺪ‬


Urusannya/perkaranya/masalahnya/kisahnya/ceritanya/kondisix/kasusnya ;
Allah adalah Esa.

‫ﻫﻲ اﻟﻤﺮأة ﻋﺮض‬


Urusannya/perkaranya/masalahnya/kisahnya/ceritanya/kondisix/kasusnya ;
wanita adalah kehormatan.

Dari segi penampilan fisik, bentuk mufrod ghoib itu bisa dalam keadaan
mustatir/mustakinn/ ‫ ﻣﺴﺘﻜﻦ‬/‫( ﻣﺴﺘﺘﺮ‬tersembunyi) maupun bariz/ ‫( ﺑﺎرز‬tampak)
tanpa membedakan apakah bariznya munfashil (terpisah dengan kata lain)
ataukah muttashil (bersambung dengan kata lain).

Contoh dhomir sya’ni yang mustatir ada pada kalimat berikut;

4
‫ﻛﺎن ﻋﻠﻲ ﻋﺎدل‬
Urusannya/perkaranya/masalahnya/kisahnya/ceritanya/kondisix/kasusnya ;
Ali adalah adil.

Lafadz ‫ ﻛﺎن‬sebenarnya mengandung dhomir yaitu ‫ ﻫﻮ‬namun dhomir ini


tersembunyi sehingga dinamakan mustatir. Dhomir ‫ ﻫﻮ‬yang tersembunyi pada
lafaz ‫ ﻛﺎن‬adalah dhomir sya’ni, sehingga dikatakan dalam kalimat ini dhomir
sya’ninya penampilan fisiknya mustatir (tersembunyi). Kaidahnya: Jika dhomir
sya’ni bertemu dengan kata ‫ ﻛﺎن‬dan saudara-saudaranya seperti , ‫ أﺻﺒﺢ‬, ‫أﻣﺴﻰ‬
‫ أﺿﺤﻰ‬termasuk af’al muqorobah (‫ ﻛﺎد‬dkk), maka dhomir sya’ni harus
disembunyikan (mustatir).

Contoh untuk bariz munfashil bisa dilihat pada contoh berikut;

‫ُﻫ َﻮ اﷲُ أﺣ ٌﺪ‬


Urusannya/perkaranya/masalahnya/kisahnya/ceritanya/kondisix/kasusnya ;
Allah adalah Esa.

Kata ‫ ُﻫ َﻮ‬adalah dhomir sya’ni. Kata ini dikatakan bariz karena tampak/tidak
tersembunyi, dan dikatakan munfashil karena tidak bersambung dengan kata
lain.

Contoh untuk bariz muttashil bisa dilihat pada contoh berikut;

ُ
‫اﻟﺼﺪﯾﻖ ﻧﺎﻓ ٌﻊ‬ ‫ﻇﻨﻨﺘﻪ‬
Saya menduga
Urusannya/perkaranya/masalahnya/kisahnya/ceritanya/kondisix/kasusnya:
teman adalah bermanfaat

Kata ‫ ﻇﻨﻨﺘﻪ‬berasal dari kata ‫( ﻇﻨﻨﺖ‬saya menduga) dan ‫ ﻫﻮ‬. ‫ ﻫﻮ‬disini adalah
dhomir sya’ni. Karena dia tampak, yakni lafaz “hu” pada kata ‫ ﻇﻨﻨﺘﻪ‬maka dia
dikatakan bariz. Kondisinya yang bersambung dengan kata lain yaitu kata
‫ ﻇﻨﻨﺖ‬membuatnya disebut muttashil. Jadi, dhomir sya’ni pada kalimat ini

5
penampilan fisiknya dikatakan bariz muttashil. Kadiahnya; Jika dhomir sya’ni
bersambung dengan nawashikh nashob (kata-kata yang punya fungsi
‫ ﱠ‬dan lain lain maka harus
menashobkan kata lain) seperti ‫ ﺣﺴﺐ‬,‫ ﻇﻦ‬,‫ ﻟﻜﻦ‬,‫ أن‬,‫إن‬,
berbentuk bariz muttashil.

Sampai di sini bisa dikatakan bahwa dhomir sya’ni dari segi penampilan fisik,
bentuknya tergantung amil (unsur yang mempengaruhi)nya.

Pemilihan dhomir sya’ni mudzakkar ataukah muannats didasarkan pada


redaksi info yang diberikan sesudah dhomir sya’ni. Jika kalimatnya bersifat
muannats, maka dhomir sya’ninya memakai muannats, dan jika kalimatnya
bersifat mudzakkar, maka dhomir sya’ni memakai mudzakkar. Contoh;

‫ُﻫ َﻮ اﷲُ أﺣ ٌﺪ‬


Urusannya/perkaranya/masalahnya/kisahnya/ceritanya/kondisix/kasusnya ;
Allah adalah Esa.

‫ﻫﻲ اﻟﻤﺮأة ﻋﺮض‬


Urusannya/perkaranya/masalahnya/kisahnya/ceritanya/kondisix/kasusnya ;
wanita adalah kehormatan.

Kalimat pertama dhomir sya’ni yang dipakai adalah bentuk mudzakkar karena
kalimat sesudahnya bersifat mudzakkar. Dikatakan kalimat sesudahnya
bersifat mudzakkar, karena inti kalimat (subyeknya) yaitu ُ‫ اﷲ‬adalah lafadz
mudzakkar. Kalimat kedua dhomir sya’ni yang dipakai adalah bentuk
muannats karena kalimat sesudahnya bersifat muannats. Dikatakan kalimat
sesudahnya bersifat muannats, karena inti kalimat (subyeknya) yaitu ‫اﻟﻤﺮأة‬
adalah lafadz muannats.

Kedua​; Amil Yang Bekerja Padanya Hanya Ibtida’ atau nawasikhnya

Maksud syarat yang kedua ini adalah dhomir sya’ni harus selalu berposisi
sebagai mubtada’ dan kalimat sesudahnya berposisi sebagai khobar. Apapun
kalimatnya dan bagaimanapun konteksnya, dhomir sya’ni tidak pernah

6
berposisi selain mubtada’. Dhomir sya’ni boleh dimasuki nawasikh mubtada’
apapun seperti ‫ ﻛﺎن‬dkk, ‫ إن‬dkk, dan ‫ ﻇﻦ‬dkk, namun posisi orsinilnya tetap
sebagai mubtada’. Jika ada dhomir yang diduga sebagai dhomir sya’ni,
namun ternyata posisi i’robnya bukan sebagai mubtada’ atau yang asalnya
mubtada’, maka bisa dipastikan bahwa dhomir tersebut bukanlah dhomir
sya’ni.

Ketiga​; Tidak boleh diikuti tabi’ (‫)اﻟﺘﺎﺑﻊ‬

Dhomir sya’ni tidak boleh diikuti tabi’, maksudnya tidak boleh diikuti kata-kata
yang i’robnya mengikuti kata yang lain seperti athof, ta’kid, badal, dan na’at.
Dhomir sya’ni tidak boleh diikuti athof, ta’kid, badal apalagi na’at karena tidak
pernah ada dhomir yang diberi na’at. Dhomir sya’ni adalah kata mubham
(samar). isim nakiroh saja tidak boleh diberi ta’kid, apalagi dhomir sya’ni yang
lebih mubham dari isim nakiroh.

Ibnu Hisyam Al-Anshory mengkritik Az-Zamakhsyary yang memahami dhomir


pada ayat di bawah ini sebagai dhomir sya’ni;

ُ ‫اﻛ ْﻢ ُﻫ َﻮ َو َﻗ ِﺒﯿﻠُ ُﻪ ِﻣ ْﻦ َﺣﯿ‬


{27 :‫ْﺚ َﻻ َﺗ َﺮ ْو َﻧ ُﻬ ْﻢ{ ]اﻷﻋﺮاف‬ ُ ‫]إﻧﱠ ُﻪ َﯾ َﺮ‬
ِ
Menurut Ibnu Hisyam, dhomir “hu” pada kata ‫ إِﱠﻧ ُﻪ‬bukanlah dhomir sya’ni,
karena hukum asal dhomir harus difahami dhomir sejati selama masih
mungkin difahami demikian. Apalagi ada qiroat yang membaca lafadz ‫َو َﻗ ِﺒﯿﻠُ ُﻪ‬
dengan nashob. Jika lafadz tersebut dinashobkan, maka bisa dipastikan
dhomir “hu” pada kata ‫ إِﱠﻧ ُﻪ‬bukanlah dhomir sya’ni karena syarat dhomir sya’ni
adalah tidak boleh diathofkan, sementara dalam qiroat tersebut diathofkan.

Keempat​; Sesudah dhomir sya’ni harus berupa jumlah

Informasi yang disajikan sesudah dhomir sya’ni harus berupa jumlah


(kalimat), tidak boleh hanya mufrod (satu kata) atau tarkib. Dengan kata lain
dhomir sya’ni harus selalu terletak sebelum/di depan jumlah, tidak boleh
sesudahnya. jumlahnyapun harus berupa jumlah khobariyyah (bersifat
informatif) tidak boleh insya-yyah (non informatif) atau tholabiyyah (bersifat

7
tuntutan). Jumlah tersebut juga harus dimunculkan dengan lengkap dua
unsurnya (musnad dan musnad ilaihnya) tidak boleh hanya salah satu.
Contoh-contoh penggunaan yang salah;

ُ
‫…ﻫ َﻮ اﻟﻤﻠﻮك‬
Urusannya/perkaranya/masalahnya/kisahnya/ceritanya/kondisix/kasusnya ;
raja-raja adalah….

Contoh ini salah karena informasi sesudah dhomir sya’ni tidak berupa jumlah
(kalimat) sempurna.

‫اﷲُ أﺣ ٌﺪ ُﻫ َﻮ‬
Allah adalah
Esa,Urusannya/perkaranya/masalahnya/kisahnya/ceritanya/kondisix/kasusny
a

Contoh ini salah karena dhomir sya’ni diletakkan sesudah jumlah.

‫ُﻫ َﻮ ﻣﻦ أﻧﺖ؟‬
Urusannya/perkaranya/masalahnya/kisahnya/ceritanya/kondisix/kasusnya ;
Siapa Anda?

Contoh ini salah karena informasi sesudah dhomir sya’ni bukan berupa
jumlah (kalimat) khobariyyah, tapi jumlah insya-yyah karena kalimat yang
berisi pertanyaan, bukan informatif.

ْ ‫ُﻫ َﻮ ﻻ‬
‫ﺗﻘﺮأ‬
Urusannya/perkaranya/masalahnya/kisahnya/ceritanya/kondisix/kasusnya ;
jangana membaca!

8
Contoh ini salah karena informasi sesudah dhomir sya’ni bukan berupa
jumlah (kalimat) khobariyyah, tapi jumlah tholabiyyah karena kalimatnya berisi
tuntutan, bukan kalimat informatif.

Kelima​; Tidak merujuk ke lafaz apapun

Dhomir sya’ni tidak boleh merujuk ke kata apapun baik sebelumnya ataupun
sesudahnya. Dhomir sya’ni hanya bisa diterangkan bahwa maksudnya
dijelaskan oleh kalimat sesudahnya sehingga makna mubham yang ada pada
dhomir sya’ni kembali pada makna kalimat yang diungkapkan sesudahnya.
Jika ada lafaz tertentu sebelum dhomir maupun sesudahnya yang merujuk
pada dhomir tersebut, maka bisa dipastikan dhomir tersebut bukanlah dhomir
sya’ni.

Inilah lima syarat yang harus dipatuhi dalam menggunakan dhomir sya’ni.

Ketentuan lain terkait dhomir sya’ni adalah bolehnya dhomir sya’ni dibuang
meskipun ini jarang. Menurut Ar-Rodhy Al-Astarobadzy, dhomir sya’ni ketika
bertemu dengan ‫إن‬ ‫ ﱠ‬boleh dibuang, misalnya dalam hadis;

‫ﱠ‬
‫إن ﻣﻦ أﺷﺪ اﻟﻨﺎس ﻋﺬا ًﺑﺎ ﯾﻮم اﻟﻘﯿﺎﻣﺔ اﻟﻤﺼﻮرون‬
Sesungguhnya perkaranya: Para pelukis adalah diantara yang paling keras
siksanya pada hari kiamat.

Perkiraan kalimat ini adalah;

‫إﻧﻪ ﻣﻦ أﺷﺪ اﻟﻨﺎس ﻋﺬا ًﺑﺎ ﯾﻮم اﻟﻘﯿﺎﻣﺔ اﻟﻤﺼﻮرون‬


Sesungguhnya perkaranya: Para pelukis adalah diantara yang paling keras
siksanya pada hari kiamat.

Namun ada yang berpendapat pembuangan dhomir sya’ni yang melekat pada
‫ ﱠ‬adalah dhoif.
‫إن‬

9
‫ﱠ‬
Yang telah disepakati, dhomir sya’ni boleh dibuang jika melekat pada ‫أن‬
ْ misalnya pada ayat berikut;
Mukhoffafah (‫)أن‬,

‫رب اﻟ َﻌﺎﻟَ ِﻤﯿﻦ‬ َ ‫َﻋﻮا ُﻫﻢ أَ ِن‬


‫اﻟﺤ ْﻤ ُﺪ ﱠﷲِ ﱢ‬ ْ ‫وآﺧ ُﺮ د‬
ِ
Lafaz ‫ أَ ِن‬dalam ayat di atas, asalnya adallah ‫أَ ﱠن‬. Lafadz itu ditakhfif
(diringankan) sehingga menjadi (‫)أن‬ ْ . Lafaz ini mengandung dhomir sya’ni,
perkiraannya adalah ‫أَﱠﻧﻪ‬.jadi, dalam kalimat lengkap ayat tersebut perkiraannya
adalah;

َ ‫ﻮاﻫﻢ أَﱠﻧﻪ‬
‫اﻟﺤ ْﻤ ُﺪ ﱠﷲِ ﱢ‬
‫رب اﻟ َﻌﺎﻟَ ِﻤﯿﻦ‬ ُ ‫َﻋ‬ْ ‫وآﺧ ُﺮ د‬
ِ
Akhir dari doa mereka adalah (urusannya ucapan) ​Alhamdulillahirobbil ‘alamin

Sumber: http://irtaqi.net/2016/12/07/dhomir-syani-‫اﻟﺸﱠﺄْ ِن‬-ُ‫ﺿ ِﻤﯿْﺮ‬


َ /

10

Anda mungkin juga menyukai