Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM MIKOLOGI

PEMERIKSAAN FUNGI PADA SAMPEL PANU

“Dengan metode mikroskopik langsung, kultur dan penanaman mikroskopik


tidak langsung ”

NAMA : PATIMA HASRA

NIM : 16 3145 353 110

KELOMPOK : III

KELAS : 16 C
PROGRAM STUDI DIV ANALIS KESEHATAN

STIKes MEGA REZKY MAKASSAR

2018/2019

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jamur adalah suatu kelompok jasad hidup yang menyerupai tumbuhan


karena mempunyai dinding sel, tidak bergerak, berkembang biak dengan
spora, tetapi tidak mempunyai klorofil. Jamur tidak mempunyai akar, batang,
daun dan sistem pembuluh seperti pada tumbuhan tingkat tinggi. Umumnya
jamur berbentuk benang, bersel banyak, dan semua bagian jamur tersebut
memiliki potensi untuk tumbuh. Setiap lembar benang disebut hifa, dan
kumpulan hifa dinamakan miselium. Diameter hifa berkisar antara 0,5 – 100
mikron atau lebih.

Malassezia furfur adalah jamur lipofilik yang merupakan bagian dari


flora normal kulit manusia. Jamur ini termasuk salah satu penyebab mikosis
superfisialis yang mengenai stratum korneum pada lapisan epidermis,
golongan non dermatofita.1 Malassezia furfur mempunyai bentuk dimorfik,
saatmenginvasi jaringan berbentuk seperti ragi (yeast like), tetapi jika hidup
di medium kultur akan membentuk miselium. Ragi Malassezia furfur
berbentuk oval-bulat atau seperti botol, berukuran 3 – 8 µm dan bereproduksi
dengan cara blastospora atau bertunas. Ragi ini mampu membentuk hifa (fase
hifa) yang bersifat invasif serta patogen.

B. Tujuan
Mempelajari teknik isolasi dan identifikasi morfologi jamur pada
cendawan dengan teknik kultur mikroskopis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Jamur merupakan suatu organisme eukariotik yang mempunyai ciri yaitu berupa benang
tunggal yang bercabang, tidak mempunyai klorofil, hidupnya heterotrof dan mempunyai berbagai
macam penampilan, tergantung pada spesiesnya. Jamur tingkat tinggi maupun tingkat rendah
mempunyai ciri yang khas yaitu benang tunggal atau bercabang-cabang yang disebut hifa.
Kumpulan dari hifa-hifa akan membentuk miselium
Jamur merupakan salah satu produk holtikultura yang dapat dikembangkan untuk
memperbaiki keadaan gizi masyarakat, salah satunya adalah jamur tiram. Jamur tiram memiliki
khasiat kesehatan dan nilai gizi. Protein nabati yang terdapat dalam jamur tiram hampir sebanding
dengan protein sayuran, dan memiliki kandungan lemak yang rendah dibandingkan daging sapi.
Secara ekonomis, jamur tiram dapat dimanfaatkan menjadi makanan olahan dalam
upaya peningkatan gizi masyarakat.
Bila melihat peranan penting jamur, sepertinya jamur memang tidak dapat dipisahkan
dari kehidupan manusia. Di bidang industri makanan, jamur Rhizopus sp. berperan penting dalam
pembuatan tempe atau oncom atau Saccharomyces sp. yang merupakan khamir fermentor dalam
pembuatan keju, roti, dan bir. Sementara dibidang kedokteran, jamur Penicillium notatum
berkontribusi besar dalam menghasilkan antibiotik
Banyak jamur yang dapat bersaing secara antagonis. Jamur parasit fakultatif dengan bantuan
enzim dan senyawa toksik yang dapat dihasilkannya dapat merusak inangnya serta menyerap
makanan dari sel-sel inang yang telah mati. Sebaran inang jamur golongan ini sangat luas dan
dapat diperbanyak pada media buatan. Jamur mampu masuk melalui dinding hifa inang sehingga
sangat potensial untuk dimanfaatkan sebagai agens pengendali hayati. Beberapa diantaranya
adalah Trichoderma spp, yang data digunakan untuk menekan jamur patogen seperti damping off

Malassezia merupakan sejenis jamur yang dapat ditemukan pada kulit


manusiadalam berbagai kondisi termasuk ketombe, dermatitis, pityriasis
versicolor, dermatitissobborhea, dan folikulitis. Dalamkondisi
immunocompromise Malassezia dapatmenyebabkan infeksi
sistemik. Malasseziatermasuk dalam divisi Basidiomycota yangmerupakan
pathogen bagi manusia

Pada kulit terdapat flora normal yang berhubungan dengan timbulnya


Pityriasisversicolor yaitu Pityrosporum orbiculare yang berbentuk bulat atau
Pityrosporum ovaleyang berbentuk oval. Keduanya merupakan organisme dengan
jenis yang sama, yangdapat berubah sesuai dengan lingkungannya, misal suhu,
media, dan kelembaban.Malassezia furfur merupakan fase spora dan miselium.
Faktor predisposisi menjadipathogen dapat endogen atau eksogen. Faktor endogen
dapat berupa defisiensi imun.Eksogen dapat berupa karena faktor suhu,
kelembaban udara, dan keringat

Malassezia furfur sendiri merupakan fase hifa yang bersifat invasive,


pathogen,dan dapat ditemukan pada tempat lesi, terutama lesi yang aktif.
Sedangkan Pityrosporumorbiculare adalah fase yeast yang terdapat sebagai flora
normal kulit. Malasseiza furfur berupa kelompok sel-sel bulat, bertunas,
berdinding tebal, danmempunyai hifa yang pendek dan bengkok.

Malassezia furfur menghasilkan konidiayang sangat kecil (mikrokonidia)


pada hifanya, tetapi dismping itu jugamenghasilkankonidia yang besar
(makrokonidia), multiseptat, berbentuk gelondong yang jauh lebihbesar daripada
mikrokonidianya (Catur, 2008).Pityriasis versicolor timbul ketika Malassezia
furfur mengkoloni mengkoloni kulitdari bentuk yeast menjadi miselium yang
patologik kemudian menginvasi stratumkorneum kulit. Beberapa kondisi dan
faktor-faktor yang berperan pada pathogenesisPityriasis versicolor antara lain
lingkungan dengan suhu dan kelembaban tinggi sertaproduksi keringat yang
berlebih

BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan
3.1.2 Pewarnaan Mikroskopik Langsung (Warna Bening)

a. Alat b. Bahan
1. Object Glass 1. KOH 10 %
2. Ose Bulat 2. PANU
3. Mikroskop 3. Silol
4. Bunsen 4. Tissue
5. Pipet tetes
3.1.3 Kultur

a. Alat b. Bahan
1. Bunsen 1. Media SDA
2. Cawan petri
3. Spatula
4. Incubator

3.1.4 Pewarnaan Mikroskopik Langsung (Warna Bening)

a. Alat b. Bahan
1. Object Glass 1. LCB
2. Ose Bulat 2. Silol
3. Mikroskop 3. Tissue
4. Bunsen 4. Media SDA
5. Pipet tetes

3.2 Prinsip Kerja

1. Pewarnaan mikroskopik langsung


Melakukan pewarnaan jamur dengan menggunakan larutan
KOH 10% untuk melihat morfologi atau struktur jamur
2. Kultur
Mengidentifikasi jamur panu secara mikroskopik yang dilihat
dari warna, bau dengan melakukan isolasi jamur pada media SDA
3. Pewarnaan mikroskopik tidak langsung
Melakukan pewarnaan jamur dengan menggunakan larutan
lactophenol catton blue (LCB) yang digunakan untuk mewarnaai
morfologi atau struktur jamur akan menjadi warna biru.

3.3 Prosedur kerja


3.3.1 Pewarnaan Mikroskopik Langsung
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Diambil objek glass steril dan diletakkan diatas pemukaan datar
3. Ditambahkan 1-2 tetes KOH 10 % pada objek glass menggunakan
pipet tetes
4. Ditambahkan 1-2 sampel (PANU) pada tetesan KOH 10 %
5. Diambil deglass kemudian tutupi permukaan sampel pada objek
glass. (jangan ada gelembung)
6. Diamati fungi Non dermatofita pada mikroskop perbesaran 10 x
dan 40 x
3.3.2 Kultur
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Diambil koloni sampel isolasi ke media SDA menggunakan
spatula steril (bunsen tetap dinyalakan)
3. Media SDA kemudian diinkubasi 5-7 hari pada suhu kamar
(25º-30 ºc)
4. Diamati bentuk, warna dan bau jamur pada media tersebut setelah
diinkubasi
3.3.3 Pewarnaan Mikroskopik Tidak Langsung
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Dilakukan langkah fiksasi objek glass
3. Diteteskan 1-2 tetes larutan LCB pada objek glass steril
4. Ditambhkan 1-2 ose koloni pada media SDA pada objek glass
5. Diambil deglass kemudian tutupi permukaan sampel pada objek
glass.
6. Amati fungi dengan perbesaran 10 x dan 40 x pada mikroskop

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Tabel pengamatan
No Media Bentuk Warna Bau
1 SDA Menyebar kuning putih Bau khas

Pengamatan tidak langsung (mikroskopik)


Didapatkan jamur Malassezia furfur

2. Gambar pengamatan
a. Pewarnaan mikroskopik langsung

Diteteskan 1-2 tetes larutan


KOH lalu diambil 1-2 ose
sampel

Ditutup dengan dek glass

Diamati di bawah mikroskop


dengan pembesaran 10 x dan
40x

b. Kultur
Disiapkan media SDA

Diisolasi sampel ke media


SDA lalu diinkubasi 5-7 hari
pada suhu ruang

c. Pewarnaan mikroskop tidak langsung

Diteteskan 1-2 tetes larutan


LCB

Ditambahkan 1-2 ose koloni


SDA lalu ditutup dengan
dek glass
Amati di bawah mikroskop
dengan pembesaran 10x dan
40x

B. Pembahasan

Pada praktikum kali ini kami melakukan identifikasi jamur pada


penderita panu adapun langkah awal yang kami lakukan yaitu pengambilan
sampel kulit panu yaitu bersihkan kulit yang akan dikerok menggunakan
kapas alcohol 70% untuk menghlangkan lemak,debu dan kotoran lainnya,
kemudian kerok bagian yang aktif dengan scalpel dengan arah dari atas
kebawah (cara memegang scalpel harus miring membentuk sudut 45 erajat
keatas). Letakkan hasil kerokan diwadah atau plastic yang telah disediakan.

Langkah berikutnya lakukan pemeriksaan mikroskopik dengan cara


teteskan satu tetes KOH 20% pada objek glass kemudian ambil sampel
kerokan kulit dengan cara celupkan ose bulat pada larutan KOH 20% dan
letakkan pada scapel kerokan kulit agar kerokan kulit menempel pada ose
kemudian ulas secara merata pada objek glass dan tutup menggunakan deck
glass periksa dibawah mikroskop dengan perbesaran 10 dan 40× hasil tidak
didapatkan jamur untuk pengamatan mikroskopik langsung.

Langkah selanjutnya kultur SDA adapun fungsi dari media SDA itu
sendiri merupakan media selektif untuk pertubuhan jamur dan menghambat
pertumbuhan bakteri. Media SDA pun mendukung pertumbuhan jamur
yang menyebabkan infeksi kulit, kuku atau rambut secara kolektif disebut
sebagai dermatotif. Langkah yang harus kami lakukan untuk kultur pada
media SDA yaitu mula-mula siapkan alat dan bahan yang akan digunakan,
lakukan kultur sebaiknya didekat api Bunsen, karna api Bunsen itu sendiri
berfungsi agar pada saat kita lakukan kultur media tdk terjadi kontaminasi
bakteri dari luar atau dari udara. Taburkan hasil kerokan kulit yang ada pada
plastic diseluruh permukaan media SDA setelah itu diinkubasi selama 5-7
hari pada suhu ruang.

Setelah plet ditumbuhi oleh jamur kami melakukan identifikasi


langsung pada plet yaitu warna yang didapatkan pada permukaan plet
berwarna hijau putih bentuk seperti bubuk dan bulat serta menyebar
dipermukaan media SDA. Setelah dilakukan identifikasi langsung,
selanjutnya dilakukan pewarnaan mikroskopik tidak langsung hal ini
bertujuan untuk melihat jamur jenis apa yang terdapat pada sampel.

Pada pengamatan mikroskopik tidak langsung dilakukan


pengamatan dengan menggunakan teknik pengecatan LCB (Lactopenol
Conten Blue). Penggunaan Lactophenol Biru Stain dalam memberi warna
pada jamur dan memungkinkan spesimen untuk dapat dengan mudah
divisualisasikan dengan mikroskop. Lactophenol Cotton Blue (LCB) adalah
metode yang paling banyak digunakan dalam pewarnaan dan identifikasi
jamur. pemeriksaan mikroskopik tidak langsung ini dilakukan dengan cara
teteskan satu tetes LCB pada objek glass kemudian ambil biakan 1-2 ose
pada media SDA lalu oleskan pada larutan LCB secara merata pada objek
glass dan tutup menggunakan deck glass periksa dibawah mikroskop dengan
perbesaran 10 dan 40× hasil tidak didapatkan jamur untuk pengamatan
mikroskopik langsung.

Hasil yang didapatkan pada identifikasi mikroskopik tidak langsung


yaitu jamur Malassezia furfur yang mana jamur ini akan mudah
menginfeksi kulit yang selalu terkontaminasi dengan air dalam waktu yang
lama, sanitasi lingkungan yang masih buruk, dan kurangnya menjaga
kebersihan diri.

Malassezia furfur merupakan jamur kulit yang menginfeksi penderita


panu. Kulit penderita panu memiliki bercak berwarna putih sampai coklat
kemerahan. Beberapa faktor yang menyebabkan berkembangnya jamur M.
furfur diantaranya yaitu malnutrisi, penggunaan alat kontrasepsi, hamil, dan
luka bakar. Kulit yang mudah berkeringat dan lembab serta kurangnya
pengetahuan tentang kesehatan dan kebersihan kulit juga merupakan faktor
yang memungkinkan pertumbuhan jamur M. furfur. Suhu dan kelembaban
yang tinggi seperti Kalimantan Barat merupakan lingkungan yang sangat
baik untuk pertumbuhan jamur M. furfur.
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dapat disimpulkan pada praktikum kali ini kelompok kami menemukan
jamur atau fungi pada sampel penderita panu pada pemeriksaan mikroskopik
tidak langsung yang mana pada pemeriksaan kali ini didapatkan jamur
Malassezia furfur.

B. SARAN
Disarankan kepada praktikan agar lebih memperhatikan segala bentuk
kecelakaan kerja yang dapat terjadi. Dan diwajibkan menggunakan APD
dengan lengkap.
DAFTAR PUSTAKA

Bobek, P., O. Ozdin, and M. Mikus. 2005 Dietary oyster mushroom (Pleurotus
ostreatus) accelerates plasma cholesterol turnover in hypercholesterolaemic
rats. Physiological Research 44 : 287–291.

Nurhayati. 2011. Penggunaan jamur dan bakteri dalam pengendalian


penyakittanaman secara hayati yang ramah lingkungan. Prosiding Semirata,
Universitas Sriwijaya.

Prabowo,A.K.E.,N. Prihatiningsih dan L.Soesanto 2006. Potensi Trichoderma


harsianum dalam mengendalikan sembilan isolat Fusarium oxysporum
Schelecht. f. sp. zingiberi Trijillo pada kencur. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian
Indonesia 8:76-84.
Anonim. 2003. Jamur Tiram. Prosiding Seminar Teknologi untuk Negeri Vol 2:
123-126.

Anda mungkin juga menyukai