A. TUJUAN
Setelah mengikuti perkuliahan ini, mahasiswa diharapkan :
1. Mampu menjelaskan humas sebagai objek studi ilmu komunikasi
2. Mampu menjelaskan komunikasi paradigmatik dalam konsep humas
B. URAIAN MATERI
Pada bab II itu telah disajikan contoh seorang camat disuatu daerah yang
memperaktekan humas dengan ciri-ciri sebagaiman diuraikan pada bab itu juga.
Keperigelan atau keterampilan pak camat itu merupakan kegiatan kehumasan
sebagai teknik komunikasi
Dalam bab ini akan diuraikan lebih jelas menganai seluk beluk komunikasi
sudah tentu hanya dibatasi pada dimensi-dimensi dan aspek-aspek yang sangat
erat kaitanya dengan kegiatan kehumasan.
Akan tetapi, pap pun maksudnya apakah satu orang yang tampak atau
jutaan orang yang tidak kelihatan – dalam komunikasi inti hakikinya harus
terkandung yakni kesamaan makna atau kesamaan pengertian sebagaimana
ditegaskan diatas tidak aa kesamaan pengertian diantara mereka yang terlibat
dalam komunikasi tidak berlangsung ,tegasya tidak ada komunikasi .
a. Definisi Komunikasi
Dalam definisinya itu berelson dan stainer menjelasakan bahwa komunikasi adalh
proses dan yang disampaiakn bukan hanya sekedar informasi tetap juga gagasan
, emosi dan keterampilan.
Barangkali relatif lengkap mengenai arti dan tujuan komuniasi itu adalah
yang dikemukakan oleh R. Wayne Pace Brent D. Pterson dan M dallas Burnet
dalam bukunya , Techniques for effective Communication. yang menyatakan
bahwa tujuan sentral dari komunikasi meliputi tiga hal utama yakni:
Kketujuh sendi tau tiang atau pilar strategi komunikasi tersebut adalah
sebagai berikut:
b. Thought ( Pikiran)
d. Clearness (kejelasan)
f. Completeness (Kelengkapan)
Menganai sendi pertama dari unsur-unsur startegi komunikasi diatas yakni proses
komunikasi Brennan mengetengahkan suatu formula relevan dengan kegiatan
humas yakni:
Formula Brennan itu ringkas lengkap tetapi padat yang menunjukan bahwa
komunikasi megandung tujuan dan harus berlangsung timbal balik. apakah
penyaluran idenya itu tanpa atau dengan melalui sarana. teah ditegaskan pada Bab
II bahwa salah satu ciri humas ialah bahwa kegiatan komunikasi yang
dilancarkannya berlangsung melalui dua arah secara timbal balik jalur pertama
merupakan penyampaian informasi oleh organisas yang diwakili kahumas kepada
publik jalurkedua merupakan penyampaian opini atau tanggapan dari publik
kepada organisasi. Menganai proses komunikasi akan dibahas. lebih luas secara
khusus pada sub bab dari bab ini juga, karena penting untuk dikaji secara
saksama.
Pikiran dianggap oleh brenan sebagai pilar kedua dari strategi komunikasi
karena memang komunikasi yang baik dilandasi pemikiran yang baik seorang
komunikator harus berpikir dengan bahasa untuk merumuskan idenya sebelum ia
mengekprsikannya kepada komunikan juga dengan bahasa pikiran yang diaktifkan
untuk komunikasi – apalagi komunikasi dalam kegiatan kehumasan – harus
merupakan pemikiran kausatif (Causative Thinking , pemikiran kreatif (creative
thingking), bahkan pemikiran ilmiah (scientific thingking).
Bahwa bahasa merupakan salah satu pilar dari strategi komunikasi, diakui
oleh semua ahli komunikasi. Dan memang merupakan faktor yang amat penting,
apakah itu bahasa verbal (verbal language ) atau bahasa niverbal (non verbal
language ) Karena pentingnya bahasa tersebut dalam proses komunikasi maka
akan dipaparkan secara luas pada subbab yang akan datang dalam bab ini juga.
Kejelasan dianggap Brennan sebagai salah salah satu tiang dari strategi
komunikasi tampakya memang tak dapat dipungkiri bahwa sesungguhnya harus
demikian. Penyampaian suatu ide tak mungkin komunikatif yakni mampu
mengubah sikap dan perilaku komunikan apabila pengungkapannya tidak jelas
baginya Brennan mengatakan bahwa agar suatu pesan komunikasi menjadi jleas
bagi komunikan sebaiknya diberi batasan (definition) penekanan (emphasis)
pertautan (coherence) , persamaan (analaogy) , dan ilustrasi (illustration).
Daya persuasi oleh Bernnan dinilai sebagai salah satau pilar strategi
komunikasi sebab publik selaku sasaran komunikasi melaksanakannya dengan
kesadaran dan keikhlasan.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa ditinjau dari hubungan anatar
individu dalm kehiduapn bermasyarakat komunikasi mempunyai dua pengertian
secara paradigmatic dan secar nirparadigmatik.
- Komponen kognitif
- Komponen efektif
- Komponen konatif atau behavioral
“Kognisi” berasal dari perkataan latin cognitio atau cognitus yang berarti
prose mengatahui persepsi suatu yang diketahuai (process of knowing perception,
something know or perceived).
Pikiran Rakyat yang yang terbit dibandung pada suatu hari memberitakan
seorang wanita yang menderita penyakit tumor menaha sehingga dalam foto yang
di jadikan pelangkap berita itu tampak perutnya amat besar seraya terlena tiada
berkutik diatas tempat tidur . Diterangka juga bahwa sipenderita itu istri seorang
buruh yang tidak mampu.
Berita tersebut bisa menimbulkan berbagai efek berupa sikap tetentu pada
pembaca jia khalayak membaca berita itu dari awal samapi akhir dan menjadi tahu
serta mengerti, maka yang timbul paa pembicara it adalh efek kognitif . Tetapi
apabila selain mengetahui juga terenyuh hatinya merasa iba akan wanita yang
begitu menderita itu , maka yang tibul pada pembaca itu adlah efek afektif.
kemudian bila maa si pembaca tadi ketika berangkat ke tempat pekerjaannya –
mampir di redaksi surat kabar yang memberitakan peristiwa itu,lalau
menyerahkan sejumlah uang dengan permintaan agar disamapaikan kepada si
penderita maka yang muncul pada pembaca tersebut adalah efek konatif.
- Who - Siapa :
Komunikator
- Say What - Mengatakan apa : Pesan
- In Which Channel - Melalui saluran apa :
Media
- To Whom - Kepada siapa :
Komunikan
- With What Effect - Dengan efek apa : Efek
Gejala alam dalam bentuk awan mendung tersebut betul merupakan informasi
bagi anda. tetapi itu bukan komunikasi karena tidak ada komunikatornya. Lain
halnya jika ibu Anda mengatakan “ Bawa payung nak tampaknya akan hujan: Ibu
lihat awan mendung ini adalah komunikasi karena ada komunikatornya yaitu Ibu
anda.
Contoh lain adalh seorang yang sedang bertualang sendirian dihutan lalu tiba-
tiba terperosok ke dalam lubang yang dalam kemudian ia berteriak sekuat tenaga “
Tolooooong, toloooong aku didalam lubang” itu bukan komunikasi melainkan
melampiaskan perasaan sebab tidak ada komunikannya. Akan lain apabial ia
berteman da ketika ia terperosok berteriak memanggil kawannya.
1) komunikasi verbal
Bahasa merupakan lambang verbal yang terdiri atas kata-kata yang paling banyak
digunakan dalam komunikasi karena bahasa mampu menyatakan pikiran dan
perasaan seseorang kepada orang lain mengania hal yang kongkret maupun yang
abstrak Udara, roh, agama demokrasi feodalisme surge, kebahagiaan kekcewaan
dan sebagainya, yang sungguh terlalu banyak untuk disebut sebagai contoh
kesemuanya itu tidak mungkin dinyatakan dengan lambang-lambang lain kecuali
Bahasa.
Beatapa pentingnya bahasa dikatakan pula oleh Laird dalm bukunya yang
sama ; “ knowledge is power and the power of rightly chosen words is greater
than we know.” bila diterjeahkan kedalam bahasa Indonesia kira-kira berbunyi .”
Pengetahuan adalah kekuasaan dan kekuasaan dalm memilih kata-kata yang tepat
adalah lebih besar dari pada pengetahuan kita”
Hal itulah yang jarang disadari oleh orang-orang terutama oleh mereka
yang mempunyai peranan pemimpin dalam kehidupan masyarkat sering mereka
menganggap bahasa tidak penting padahal kata-kata yang diucapkan seseorang
mencerminkan jiwanya, intelektualitasnya dan mentalitasnya.
Ketika ada orang bertanya kepada Kong Hu Chu tindakan apa yang
pertama-tama akan dilakukannya apabila ia diberi kesempatan mengurus Negara,
maka Kong Hu Chu menjawab bahwa ia akan memperbaiki penjelasan:”Apabila
bahasa tidak tepat maka apa yang dilakukan bukanlah yang dimaksudkan.
Dengan demikian maka yang mestinya dikerjakan jadi tidak dilakukan jika
yang mestinya dilakukan terus-menerus tidak dilaksanakan moral dan seni akan
menjadi mundur. kalo moral dan seni mundur,kalao moral dan seni mundur
keadilan menjadi kabur… akibatnya rakyat menjadi bingung kehilangan
pegangan. Oleh sebab itu ketika mengatakan sesuatu kita tidak boleh
sembarangan ini pentig sekali melebihi apapun “ Demikian Kong Hu Chu.
a) Kial
Kial sebagai terjemahan dari gesture adalah isyarat dengan anggota
tubuh, misalnya dengan menggerakan tangan, kepala, mata, bibir, dan
sebagainya.
Kial dinamakan juga bahasa tubuh (body language) karena dengan
gerakan anggota tubuh seperti halnya dengan bahasa lisan atau tulisan
seseorang dapat menyatakan pikiran dan perasaannya. Tanpa
menggunakan kata-kata, seseorang dapat menyatakan perasaan lapar atau
marah dengan gerakan tangan, perasaan sedih dengan mata, perasaan
benci atau gembira dengan bibir, dan sebagainya.
Dalam hubungan dengan komunikasi niverbal ini perlu dijelaskan
perbedaan pengertian isyarat (sign) dari tanda (signal), yang dalam
kehidupan sehari-hari sering diaangap sama aja.
Agar jelas ada baiknya kalau kita kutip pendapat A. Kondratov
dalam bukunya yang berjudul sounds and signs. Ia mengatakan sebagai
berikut:
“A sign always has a sender of information and an addressee, the
recipient. A signal does not necessarily have both: when we see thick
smoke blowing up from a woods we conjecture that there is fire. The
smoke is a signal of this. But there is no sender. No one purposely sent
up smoke to deliver information.” (Pada isyarat selalu terdapat
pengirim informasi dan penerima, yakni yang dituju. Pada tanda, tidak
perlu kedua-duanya ada; jika melihat asap tebal mengepul dari sebuah
huta, kita menduga ada kebakaran disitu. Asap tersebut adalan
tandanya. Tetapi tak ada pengirimnya. Tidak ada orang yang sengaja
mengembuskan asap untuk menyampaikan informasi.)
1) Komunikasi antarpersona
Komunikasi antarpersona atau komunikasi antarpribadi (interpersonal
communication) adalah proses penyampaian paduan pikiran dan perasaan oleh
seseorang kepada seseorang lainnya agar mengetahui, mengerti, atau melakukan
kegiatan tertentu. Dengan perkataan lain, komunikasi antarpersona adalah proses
penyampaian suatu pesan oleh seorang komunikator kepada seorang komunikan
untuk mengubah sikap, pandangan, dan perilakunya.
Jelas bahwa dalam situasi komunikasi antarpersona tersebut, yang
terlibat, atau yang menjadi pelaku komunikasi, hanyalah dua orang. Karena itu,
komunikasi jenis ini sering dinamakan komunikasi diadik (dyadic
communication). Dalam situasi seperti itu komunikasi berlangsung dalam bentuk
dialog atau percakapan. Karena itu komunikasi jenis ini sering disebut komunikasi
dialogis (dialogical communication).
Dibandingkan dengan jenis-jenis komunikasi lainnya, misalnya
komuniasi kelompok dan komunikasi massa, komunikasi antarpersona dianggap
oleh para ahli sebagai komunikasi yang paling efektif dalam upaya mengubah
sikap, pandangan, atau perilaku seseorang. Anggapan ini didasari kenyataan
sebagai berikut:
a) Komunikasi berlangsung dua arah secara timbal balik;
b) Arus balik berlangsung seketika;
c) Kerangka acuan komunikan dapat diketahui segera.
Komunikasi dalam situasi antarpersona, karena sifatnya dialogis
berlangsung dua arah (two way traffic reciprocal communication). Ini berarti
bahwa komunikasi berlangsung, selain dan komunikator kepada komunikan, juga
dari komunikan kepada komunikator.
Ini berarti pula bahwa komunikator mengetahui pada saat itu juga
tanggapan komunikan terhadap pesan yang disampaikan kepadanya itu, yang
mengandung makna pula bahwa arus balik berlangsung seketika (immediate
feedback). Dengan demikian, maka si komurikator dapat mengendalikan dan
mengatur komunikasinya berdasarkan tanggapan si komunikan, sehingga
keberhasilan komunikasinya dapat diketahui secara tuntas pada saat ia bertatap
muka dengan komunikan yang dijadikan sasarannya.
Keuntungan lain yang mendukung keberhasilan komunikasi antarpersona
komunikan dapat diketahui pada saat komunikasi sedang berlangsung.
Yang dimaksudkan dengan kerangka acuan (frame of reference) adalah
paduan dan nilai-nilai yang terbentuk oleh pengalaman, pendidikan, norma-
norma, agama, dan lain-lain, sehingga karenanya men imbulkan persepsi tertentu
terhadap suatsi gejala. Kerangka acuan seorang anak akan beda dengan orang tua;
demikian pula kerangka acuan seorang wanita dengan pria, seorang yang
beragama Islam dengan yang beragama Kristen, seorang perwira dengan seorang
petani, dan sebagainya.
Dalam situasi komunikasi antarpersona itu komunikator yang baru
mengenal komunikan, sebelum melancarkan pesan utamanya, terlebih dahulu
dapat menyampaikan pesan-pesan tertentu untuk menjajaki kerangka acuan
komunikasinya itu. Dengan demikian si komunikator dapat melancarkan pesan
utamanya itu kepada komunikan berdasarkan kerangka acuannya tersebut.
Karena ketiga hal itulah, seperti dikatakan tadi, komunikasi antarpersona
dianggap paling efektif untuk mengubah sikap, pandangan, dan perilaku
seseorang.
2) Komunikasi kelompok
Komunikasi (group communication) adalah proses penyampaian paduan
pikiran dan perasaan kepada sejumlah orang agar mereka mengetahui, mengerti,
atau melakukan kegiatan tertentu. Atau, dengan rumusan lain, komunikasi
kelompok adalah proses penyampaian pesan oleh seorang komunikator kepada
sejumlah komunikan untuk mengubah sikap, pandangan, atau perilakunya.
Persamaannya dengan komunikasi secara tatap muka, dua arah timbale
balik dengan umpan balik seketika. Perbedaannya terutama dalam jumlah
komunikan.
Seperti telah disinggung di atas, komunikasi yang berlangsung dengan
seorang komunikan dinamakan komunikasi diadik. Komunikasi antara
komunikator dengan dua orang komunikan termasuk komunikasi antarpersona,
sebab komunikasi secara dialogis berlangsung lancar.
Komunikasi yang berlangsung dengan tiga pelaku, yakni seorang
komunikator dengan dua orang komunikan, disebut komunikasi triadik (triadic
communication). Komunikasi dengan komunikan yang berjumlah lebih dan dua
orang termasuk komunikasi kelompok.
Dalam komunikasi antara komunikator dengan tiga, empat atau lima
orang komunikan sebenarnya dapat berlangsung dialog secara bergiliran, tetapi
komuniksai tidak akan seefektif komunikasi antarpersona, sebab sukar untuk
mengetahui kerangka acuan masing-masing secara lengkap dan menyeluruh
seperti pada komunikasi diadik atau triadik.
a) Ciri-ciri komunikasi kelompok
Umumnya komunikasi kelompok terbagi menjadi komunikasi
kelompok kecil (small group communication/micro group
communication) dan komunikasi kelompok besar (large group
communication/macro group communication). Berapa jumlah
komunikasi yang termasuk kelompok kecil dan berapa yang termasuk
kelompok besar, tidak ditentukan secara pasti. Umumnya suatu
komunikasi kelompok dianggap komunikasi kelompok kecil apabila
situasi komunikasi dapat dialihkan ke situasi komunikasi antarpersona
dengan salah seorang peserta.
Yang penting dalarn pengklasifikasian komunikasi kelompok kecil
dan komunikasi kelompok besar ialah ciri-ciri yang terdapat pada
komunikan. Komunikan pada komunikasi kelompok kecil bersifat
rasional, yang berarti bahwa pesan yang disampaikan komunikator
diterima mereka lebih banyak dengan pikiran dan nalar daripada dengan
perasaan.
Sebaliknya, komunikan pada komunikasi kelompok besar, ketika
menerima pesan dan komunikator, menanggapinya secara emosional,
lebih banyak dengan perasaan daripada dengan pikiran.
Situasi seperti itu akan lebih kentara apabila komunikannya
heterogen, berbeda dalam status sosial, tingkat pendidikan, agama, usia,
jenis kelamin, dan lain-lain, seperti pada rapat raksasa menjelang
pemilihan umum. Pada situasi komunikasi seperti itu akan terjadi apa
yang dinamakan contagion mentale, wabah mental, yang menjalar
dengan cepat. Jika seorang saja bertepuk tangan, dengan segera akan
diikuti oleh yang lain secara serempak; bila seorang berteriak “hidup
Pancasila”, akan diikuti pula secara serempak dan serentak.
Yang tidak begitu sulit dalam komunikasi kelompok ialah apabila
komunikan homogen, yakni adanya kesamaan di antara para komunikan.
Kadar homogenitas komunikan tidaksama, bergantung kepada banyaknya
aspek dan kesamaan itu.
Kadar homogenitas mahasiswa suatu universitas dan fakultas dan
jurusan yang sama cukup tinggi, lebih-lebih jika jenis kelamin dan
agamanya sama. Demikian pula komunikan yang terdiri atas para perwira
menengah angkatan darat.
Berdasarkan ciri-ciri yang berbeda antara komunikasi kelompok kecil
dan komunikasi kelompok besar itu, gaya kom un ikasi seorang
komunikator jelas harus berbeda, sebab yang satu ditujukan kepada
benaknya, yang lain diarahkan kepada hatinya. Jika gaya pidato di depan
rapat raksasa dipergunakan dalam brifing dengan para kepala bagian
sebuah jawatan, tidak akan lucu. Sebaliknya, apabila gaya bicara dalam
brifing dipergunakan dalam rapat raksasa, kemungkinan besar
komunikator akan diteriaki, bahkan dilempari sandal.
(j) Begitu diskusi usai dan semua gagasan disusun rapi agar mudah
diperiksa, maka kegiatan meningkat kepada tahap penilaian
secara menyeluruh; himpunan gagasan tersebut kemudian
diserahkan kepada ekeIompok pembuat kebíjaksanaan (policy
makers) atau seseorang yang ditugasi sebagai pengambil
keputusan (decision maker).
Demikianlah diskusi dalam proses urun saran sebagai teknik
komunikasi kelompok. Dalam pelaksanaannya tidak jarang muncul
saran yang aneh, rnenggelikan, atau tidak masuk akal. Seperti di
katakan di atas, saran yang bagaimana pun tidak boleh dikritik atau
ditertawakan, sebab bukan tidak mungkin sebuah saran yang buruk
dapat dikembangkan menjadi saran yang terbaik untuk dilaksanakan.
Di bawah ini adalah sebuah contoh mengenai hal itu.
Dikisahkan bahwa pada suatu ketika seorang pengusaha took
tampak murung karena tokonya selalu sepi dan pembeli, padahal
letaknya di tepi jalan raya. Kemudian ia mengumpulkan para
karyawannya untuk membahas masalah tersebut, yakni bagaimana
caranya agar tokonya itu laku.
Setiap peserta diskusi diminta memberikan saran sebanyak-
banyaknya. Dan memang banyak saran yang dapat ditampung. Salah
satu saran ialah agar di depan toko disebarkan paku kecil sehingga
kendaraan-kendaraan yang lewat akan pecah bannya; dengan
demikian terpaksa berhenti. Sambil menunggu penggantian ban serep,
para penumpang akan turun dan diharapkan akan berbelanja di took
tersebut.
Tidak mengherankan jika si penyaran tersipu-sipu ketika di
tertawakan oleh rekan-rekannya, sebab sarannya dinilai aneh, buruk,
menggelikan, dan tidak masuk akal.
Tetapi, ternyata gagasan yang menimbulkan tawa itu oleh salah
seorang rekannya dikembangkan sehingga menjadi saran yang terbaik.
Saran yang dikembangkan itu ialah agar si pengusaha took
menghadap pengelola bis kota dengan permohonan agar di depan
tokonya diperbolehkan membangun tempat penghentian bis kota
(shelter).
Ternyata permohonannya itu dikabulkan. Dan ternyata pula para
penumpang yang turun dan bis terlebih dahulu mampir untuk
berbelanja, dan calon penumpang yang sedang menunggu kedatangan
bis, juga terlebih dahulu berbelanja.
Sejak dibangunnya shelter itu, toko tesebut menjadi amat laku. Dan
itulah hasil kegiatan urun saran. Bis yang setiap hari bolak-balik
puluhan kali itu, memang berhenti di depan toko, tetapi berhentinya
bukan karena paku yang disebarkan.
Para kahumas dapat mempraktekkan brainstorming itu untuk
memcahkan suatu masalah yang sering sulit dan rumit untuk di
pecahkan. Kepala sama berbulu, tetapi pendapat bisa berlainan. Dan
pendapat yang berlainan itulah, sangat mungkin satu di antaranya
dapat dinilai sebagai saran terbaik.
Dengan penjelasan mengenai berbagai jenis komunikasi kelompok itu
para kahumas kiranya tidak akan salah kaprah dalam memberikan nama kepada
suatu pertemuan yang diselenggarakannya. Jangan sampai menamakan seminar,
padahal forum, atau menyebut forum, padahal simposium, dan sebagainya. Uraian
mengenai jenis-jenis komunikasi kelompok kecil (small group ommunication) di
atas menunjukkan bahwa komunikasi kelompok dapàt digunakan untuk dua
tujuan, yakni:
1) Bertukar informasi (information sharing),
2) Memecahkan masalah atau mengambil keputusan (problem solving or
decision making).
Pentingnya komunikasi kelompok kecil itu ialah untuk memecahkan
masa lah atau mengambil keputusan karena sifatnya yang merupakan collective
problem solving, yakni pemecahan masalah secara kolektif. Ini akan lebih baik
daripada dilakukan oleh seorang, dan apabila orang-orang yang dilibatkan dalam
pemecahan masalah itu adalah mereka yang melaksanakannya atau yang akan
melaksanakannya, maka mereka merasa turut bertanggung jawab dalam mencapai
tujuan yang telah ditetapkan oleh kelompok. Collective problem solving itu akan
menghasilkan suatu keputusan yang mempunyai power of decision, kekuatan
memutuskan.
Disebabkan oleh kedudukannya yang berkecimpung dalam bidang
komunikasi, kahumas acap kali muncul dalam suatu pertemuan diskusi sebagai
ketua sidang atau moderator, apakah itu diskusi panel, forum, simposium, atau
seminar. Tentunya ja akan dinilai oleh hadirin, sejauh mana kemampuannya
dalam memimpin sidang. Dalam hubungan ini, Prof. A.D. Sheffield dalam buku
Frank Walser, The Art of Conference, mengatakan bahwa tugas ketua sidang
adalah:
1) Mengantarkan (introduce)
2) Menggalakkan (stimulate)
3) Menghubungkan (interrelate)
4) Menampilkan fakta (provide facts)
5) Melebarkan cakrawala (open wider look)
6) Menekankan segi penting (emphasize the significant)
7) Mengorganisasi (organize)
8) Meringkaskan (summarize)
Suatu hal yang patut diperhatikan oleh ketua sidang ialah bahwa ia tidak
perlu merasa segan untuk mendelegasikan sebagian dan tugasnya kepada orang
lain. Tetapi, sudah tentu pada saat yang sama ia harus tetap melakukan peng
awasan terhadap apa yang dikerjakan untuk dirinya itu.
Dia bisa meminta salah seorang anggota untuk membantu mencatat butir-
butir (points) tertentu, meminta kepada anggota lainnya untuk menuliskan
pertanyaan-pertanyaan khusus, meminta kepada anggota lainnya lagi untuk
mencari dan mengkaji informasi tertentu untuk pelengkap.
Dalam menghadapi tugasnya, ketua sidang hendaknya senantiasa
menyediakan pengarahan bagi dirinya sendiri dengan dua hal:
1) Bagan atau rancangan (outline) yang dibuat dan diletakkan di atas meja
sebelum sidang dimulai;
2) Butir-butir yang dibuat secara tepat pada saat persidangan berlangsung;
dengan demikian ia mengetahui bagian mana yang menjadi pusat perhatian
hadirin.
B. KOMUNIKASI PERSUASIF
Dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam keluarga maupun di kantor, atau
dalam situasi-situasi lainnya, komunikasi antara seseorang dengan orang lain tidak
hanya sekadar basa-basi disebabkan oleh keterikatan hubungan sosial. Sering
sekali seseorang menyampaikan pikiran dan perasaannya kepada orang lain agar
menerima suatu kepercayaan, mengubah sikapnya, atau melakukan suatu
tindakan. Dengan lain perkataan, ia berkomunikasi dengan suatu tujuan tertentu.
Seperti telah dijelaskan di muka, komunikasi seperti ini dinamakan
komunikusi paradigmatik, bersifat in tensional, mengandung tujuan.
Telah dikatakan pada awal bab ini, secara etimologis komunikasi berarti
pemberitahuan. Jadi, kalau seseorang mengatakan sesuatu kepada orang lain dan
orang ini mengerti, dan karenanya menjadi tahu, maka komunikasi terjadi.
Sampai di situ komunikasi hanya bertaraf informatif. Lain jadinya
apabila yang dikatakan oleh orang tadi bukan hanya sekadar memberi tahu, tetapi
mengandung tujuan agar orang yang dihadapinya itu melakukan suatu kegiatan
atau tindakan, maka tarafnya menjadi persuasif, komunikasi yang mengandung
persuasi. Apa persuasi itu?
1. Pengertian persuasi
Istilah „persuasi” atau dalam bahasa Inggris persuasion berasal dan kata Latin
peruasio, yang secara harfiah berarti hal membujuk, hal mengajak, atau
menyakinkan.
Aspek komunikasi ini mendapat penelaahan banyak ahli komunikasi
karena memang amat penting untuk segala bidang kehidupan: sosial, ekonomi,
politik, diplomasi, dan lain-lain. Meskipun para ahli mengkajinya dengan
pendekatan yang berbeda, namun ada kesamaan yang hakiki. Baiklah kita bahas
pendapat beberapa ahli yang kita batasi pada mereka yang cukup terkenal saja.
Kenneth E. Andersen dalam bukunya, Introduction to Communication
Theory and Practice, mendefinisikan persuasi sebagai berikut:
“A process of interpersonal communication in which the communicator
seeks through the use of symbols to affect the cognitions of a receiver and
thus affect a voluntary change in attitude or action desired by the
communicator.”
(Suatu proses komunikasi antarpersona di mana komunikator berupaya
dengan menggunakan lambang-lambang untuk mempengaruhi kognisi
penerima, jadi secara sengaja mengubah sikap atau kegiatan seperti yang
diinginkan komu nikator.)
Definisi Bettinghause ini sederhana saja. Menurut dia, yang diubah dengan upaya
secara sadar itu hanya perilaku. Meskipun dia mengutip pendapat C.I. Hoviand
dan I. Janis dan bukunya, Personality and Persuasibility, ia tidak memperkuatnya.
Hovland dan janis mengatakanbahwa efek persuasif dapat dilihat selalu dan
asalnya, yaitu dan perubahan sikap yang menuju perubahan opini, perubahan
persepsi, perubahan perasaan, dan perubahan tindakan (pesuasive effects can be
looked at as stemming always from attitude change, which leads to opinion
changes, perception changes, affect changes, and action changes).
Pendapat Hovland dan Janis ini perlu dijelaskan karena perubahan-
perubahan yang dirincinya itulah yang menjadi permasalahan dalam komunikasi
persuasif. Sebelum mengkaji konsep sikap dan perubahan sikap, ada baiknya efek
yang tampak dan persuasi di atas diulas terlebih dahulu.
Opini adalah evaluasi yang dinyatakan secara verbal mengenai suatu
objek, orang, atau peristiwa. Pernyataan seperti: “Saya pikir anjing itu hewan
yang setia” adalah opini. Jadi, perubahan opini adalah perubahan sikap dan nilai
yang bersifat verbal.
Jenis efek yang kedua yang dapat diakibatkan oleh komunikasi
persuasive adalah perubahan perse psi. Untuk menjelaskan efek perubahan
persepsi ini dapat ditampilkan contoh yang bagus setelah Perang Dunia II usai.
Selama perang itu Jepang dan Jerman adalah musuh Amerika Serikat.
Dalam karikatur pada media massa cetak orang Jepang digambarkan sebagai
orang yang kurus, bermata juling dengan gigi menonjol, dan berkaca mata. Begitu
perang selesai, hilanglah gambaran seperti itu. Kalaupun ada sekali dua kali di
layar pesawat TV, segera dikritik oleh publik yang menganggapnya tidak adil
terhadap penggambaran ras lain itu.
Akan tetapi, kini karikatur yang menggambarkan beruang komunis Cina
sering terpampang pada surat kabar atau majalah, yang mengandung ejekan yang
sama dengan zaman Perang Dunia terhadap bangsa Jepang. Persepsi telah
berubah.
Mengenai perubahan perasaan (affect changes), Hoviand dan Janis
mengakui bahwa hal itu sukar dijelaskan. Perubahan ini berkeriaan dengan
keadaan emosional. Kebanyakan orang tidak dapat menerangkan dengan tegas apa
yang mereka rasakan, tetapi jika terjadi peristiwa yang mengakibatkan terjadinya
perubahan emosional, mereka mengetahui bahwa perubahan telah terjadi.
Hanya para ahli psikologi dengan peralatan di laboratorium yang dapat
mendeteksi perubahan perasaan seseorang sebagai akibat suatu pesan komunikasi
itu, misalnya perubahan dalam detak jantung, tekanan darah, respons kulit, dan
kadar keringat. Di luar laboratorium penelitian seperti itu, alat untuk mendeteksi
perubahan perasaan tidak akan dijumpai. Mungkin dapat diketahui dari ucapan
seseorang mengenai suatu peristiwa, dengan catatan bahwa di saat itu tidak terjadi
perubahan opini.
Yang terakhir adalah perubahan tindakan (action changes) yang perlu
dibahas. Pada setiap terjadi perilaku, yang tampak adalah perubahan tindakan,
sebab seseorang yang sedang melakukan kegiatan tertentu itu, dapat di observasi.
Perubahan tindakan adalah perubahan perilaku secara fisik pada seseorang sebagai
akibat dan pesan persuasif yang diterimanya.
Jadi, keempat jenis perubahan itu, yakni perubahan opini, perubahan
persepsi, perubahan perasaan, dan perubahan perilaku, yang dapat diamati
(observable), kesemuanya bersumber pada sikap (attitude).
Ditinjau dan komponen penerima atau komunikan, dalam proses
komunikasi persuasif itu terdapat empat faktor sentral, yakni yang merupakan
variasi pada komponen komunikator, pesan, media, dan situasi. Demikian
Bettinghause, yang selanjutnya menjelaskan bahwa faktor-faktor penting yang
dicakup oleh komponen komunikator adalah kredibilitas atau kepercayaan,
kekuasaan sosial, peranan dalam masyarakat, hubungan dengan komunikan, dan
berbagai aspek demografis seperti usia, kelamin, dan jenis pekerjaan. Yang perlu
dipertimbangkan pada komponen pesan adalah pengorganisasian pesan,
argumentasi yang digunakan, imbauan yang disampaikan, dan bahasa yang
dipakai dengan berbagai gayanya.
Mengenai aspek-aspek yang dicakup oleh media atau saluran,
Bettinghause menyatakan sependapat dengan D.K. Berlo, yakni situasi tatap muka
(face-to-face situation) dan media berwujud secara fisik seperti radio, televisi, dan
surat kabar. Sedangkan mengenai komunikan, yang perlu mendapat perhatian
ialah perbedaan dalam situasi fisik ketika komunikasi tengah berlangsung. Ada
tidaknya orang lain di sekitar komunikan, terbiasa-tidaknya perangsang yang
timbul ketika komunikasi berlangsung, merupakan variasi-variasi yang
berpengaruh kepada komunikan ketika menerima pesan komunikasi persuasif.
Sudah tentu dengan sendirinya pula dalam hal ini perlu di perhitungkan aspek-
aspek demografiš seperti kelamin, usia, pendidikan, dan pekerjaan.
Bagi kegiatan humas, komunikasi persuasif ini jelas amat penting sebab,
sebagaimana dikatakan di muka, fungsi sentral humas adalah mendukung
manajemen dalam upaya mengerahkan dan mengarahkan manusia-manusia yang
muskil itu kepada tercapainya tujuan yang ditetapkan oleh organisasi.
Cutlip dan Center dalam bukunya yang telah disebutkan di bagian lain
dalam buku ini, menyajikan prinsip-prinsip persuasi (principles of persuasion)
yang ja himpun dan berbagai karya pengarang terkenal berdasarkan penelitian
eksperimental, yakni sebagai berikut:
a. To accomplish attitude change, a suggestion for change must first be received
and accepted. “Acceptance of the message” is a critical factor in persuasive
communication. (Untuk melakukan perubahan sikap, suatu saranbagi
perubahan pertama-tama harus diterima secara inderawi dan secara rohaniah.
“Penerimaan secara rohaniah suatu pesan‟ merupakan faktor yang kritis
dalam komunikasi persuasif.)
b. The suggestion is more likely to be accepted if it needs, existing personality
needs and drives. (Besar kemungkinan saran akan diterima secara rohaniah
bila sesuai dengan kebutuhan dan dorongan pribadi.)
c. The sugestion is more likely to be accepted if it is in harmony with group
norms and loyalties. (Besar kemungkiñan saran akan diterima secara rohaniah
jika serasi dengan norma dan kesetiaan kepada kelompok.)
d. The sugestion is more likely to be accepted if the source is perceived as
trustworthy or expert. (Besar kemungkinan saran akan diterima secara
rohaniah kalau komunikatornya dianggap terpercaya dan ahli.)
e. A sugestion in the mass media, coupled with face-to face reinforcement, is
more likely to be accepted than a sugestion carried by either alone, other
things being equal. (Saran melalui media massa yang diperkuat oleh tatap
muka, lebih besar kemungkinannya akan diterima secara rohaniah daripada
dilakukan sendiri-sendiri atau melalui saluran-saluran lain yang sama)
f. Change in attitude is more likely to occur if the suggestion is accompanied by
other factors underlying belief and attitude. This refers to a changed
environment which makes acceptance easier. (Besar kemungkinan perubahan
sikap akan terjadi apabila saran diikuti faktor-faktor lain yang mendasari
kepercayaan dan sikap. Ini mengacu kepada perubahan lingkungan yang
membuat penerimaan secara rohaniah lebih mudah.)
g. There probably will be more opinion change in the desired direction if
conclusions are explicitly stated than if the audience is left to draw its own
conclusion. (Lebih besar kemungkinannya akan terdapat perubahan opini
pada arah yang dihendaki bilamana kesimpulan dinyatakan secara eksplisit
daripada kalau diserahkan kepada khalayak untuk mengambil kesimpulannya
sendiri.)
h. When the audience is friendly, or when only one position will be pre sented,
or when immediate but temporary opinion change is wanted, it is more
effective to give only one side of the argument. (Jika khalayak bersikap
ramah, atau bila hanya disajikan satu posisi, atau kalau perubahan opini yang
dihendaki adalah yang segera tetapi bersifat sementara, akan lebih efektif
manakala diberikan hanya satu sisi dan argumen.)
i. When the audience disagrees, or when it is probable that it will hear the
other side from another source, it is more effective to present both sides of the
argument. (Jika khalayak tidak setuju, atau bila mendengar sisi lain dan
sumber lain, akan lebih efektif kalau disajikan kedua sisi dan suatu argumen)
j. When equally attractive opposing views are presented one after another, the
one presented last will probably more effective. (Jika pandangan yang
bertentangan tetapi sama-sama menarik disajikan berturut-turut, yang
disajikan paling akhir mungkin yang paling efektif)
k. Sometimes emotional appeals are more influential; sometimes factual ones
are. It depends on the kind of message and kind of audience. (Kadang-kadang
imbauan yang emosional yang lebih berpengaruh, kadangkala yang faktual.
Ini bergantung pada jenis pesan dan jenis khalayak.)
l. A strong threatis generally less effective than a mild threat in inducing
desired opinion change. (Untuk melakukan perubahan opini, ancaman yang
kasar umumnya kurang efektif dibandingkan dengan ancaman lembut.)
m. The desired opinion change may be more measurable some times after
exposure to the communication that right after exposure. (Perubahan opini
yang dihendaki bisa lebih terukur beberapa saat setelah terpaan komunikasi
daripada segera setelah terpaan).
n. The people you want most in your audience are least likely to be thre. This
goes back to the censorship of attention that the indivudual invokes. (Orang-
orang yang paling Anda hendaki pada khalayak, kecil sekali kemungkinannya
ada di sana. Ini akan membawa kembali ke pemeriksaan perhatian yang
dimintakan orang)
o. There is „sleeper effect‟ in communications received from sources which the
listener regards as having low credibility. In some tests, time has tended to
wash out the distrusted source and leave information behind. (Terdapat “efek
lamban” pada komunikasi yang diterima dan komunikator yang dianggap
oleh komunikan memiliki kadar keandalan yang rendah.
Dengan demikian, sikap yang merupakan paduan dan pikiran (kognisi) dan
perasaan (afeksi) itu, pada suatu ketika dapat diekspresikan dalam bentuk tindakan
atau perilaku secara fisik atau dalam bentuk opini secara verbal.
Tetapi, yang pentinguntuk diperhatikan, bahkan diwaspadai, ialah bahwa
pernyataan secara verbal atau secara behavioral seseorang atau sekelompok
orang, tidak selalu sama dengan sikap yang sebenarnya. Banyak contoh mengenai
hal ini, antara lain semasa Partai Komunis Indonesia (PKI) sedang berjaya.
Apa yang diucapkannya dan apa yang dilakukannya seolah-olah setuju
dengan Pancasila. Ternyata itu semua palsu belaka, sebab ketahuan belangnya
ketika pada tanggal 30 September 1965 mereka mencoba melakukan kudeta, pada
waktu itu tujuh jenderal terbaik dibunuhnya secara kejam di Lubang Buaya.
Jelas bahwa sikap orang-orang PKI pada waktu itu tidak menyukai
(disliking) Pancasila, dan membuat kita terkecoh. Sungguh tepat sekali bila
tanggal 1 Oktober sejak tahun 1965 itu setiap tahun diperingati sebagai Hari
Kesaktian Pancasila sebab, berkat keyakinan rakyat akan keampuhan Pancasila,
maka Republik Indonesia yang diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945 itu tetap
berdiri utuh dan kukuh.
Berdasarkan paparan di atas sebenarnya yang harus diubah itu adalah
sikap, sebab sikap adalah murni, sëdangkan pernyataan secara verbal dalam
bentuk ucapan dan pernyataan behavioral dalam bentuk tindakan atau perilaku
bisa palsu.
Kalau terhadap sesuatu seseorang bersikap suka, maka sikap itu murni,
demikian pula jika bersikap tidak süka. Tetapi, apabila seseorang mengatakan
suka atau bertingkah laku seolah-olah suka, belum tentu merupakan pencerminan
atau manifestasi dan sikap yang sebenarnya. Oleh karena kenyataannya demikian,
seseorang yang arif biasanya bersikap skeptis, memandang sesuatu dengan
reserve, tidak segera mengambil kesimpulan dan keputusan.
1. Opini publik sebagai efek komunikasi
Di atas telah dibicarakan pengertian publik dan opini secara terpisah. Selama
opini itu merupakan opini seseorang (individual opinion), tidak akan
menimbulkan permasalahan. Demikian pula bila opini itu merupakan opini
pribadi (private opinion). Permasalahan akan timbul apabila opini itu menjadi
opini publik (public opinion), menyangkut orang banyak karena berkaitan dengan
kepentingan orang banyak.
Terjadilah komunikasi di antara orang banyak itu dengan menampilkan
pendapat masing-masing yang berbeda satu sama lain. Dalam situasi komunikasj
yang galau seperti itu, opini. yang berbeda-beda merupakan pengekspresian sikap-
sikap yang berbeda-beda pula.
Manan D. Irish dan James W. Prothro dalam bukunya, The Politics of
American Democracy, mendefinisikan opini publik singkat saja: “Public Opini on
is the expression of attitudes on a social issue.” (Opini publik adalah peng
ekspresian sikap mengenai persoalan masyarakat.)
Definisi Irish dan Prothro itu mencakup tiga aspek:
a. Ekspresi (expression)
Pendapat Irish dan Prothro sama dengan pendapat para ahli lainnya,
yakni bahwa sikap atau attitude yang tidak diekspresikan bukanlah. Opini
publik, sebab sikap adalah predisposisi internal (internal predisposition)
yang tidak bisa diobservasi secara langsung. Untuk menjadi aspek dan
opini publik, sikap harus dikomunikasikan kepada orang lain. Sementara
ahli menyebut sikap sebagai latent public opinion (opini publik yang
tersembunyi);
b. Persoalan (issue)
Yang dimaksudkan dengan persoalan atau issue di smi ialah yang
mengandung pro atau kontra (pro or con), setuju atau tak setuju. Karena
ciri pro atau kontra itulah, maka suatu opini selalu mengenai objek yang
dapat menimbulkan tanggapan yang menyenangkan atau yang tidak
menyenangkan (favorable or unfa-vorable responses).
c. Kemasyarakatan (social)
Opini publik lebih banyak bersangkutan dengan soal kemasyarakatan.
Opini publik menunjukkan opini perseorangan secara terpadu (opinions
of an aggregation of individuals)
Pendapat para ahli politik di atas hampir sama dengan pendapat seorang ahli
psikologi sosial, Leonard W. Doob, yang mengatakan dalam bukunya, Public
Opinion and Propaganda, bahwa „opini publik merujuk pada sikap orang-orang
mengenai persoalan masyarakat apabila mereka dan kelompok sosial yang sama‟
(public opinion refers to peoples attitude on a sociãl issue when they are members
of the same social group).
Berbeda dengan Irish dan Prothro serta Doob yang memandang opini
publik dengan pendekatan psikologi sosial, yakni dan pengekspresian sikap
menjadi opini, Emory S. Bogardus, seorang ahli sosiologi, melihat opini public
sebagai perluasan dan opini perseorangan. Dia mengatakan dalam bukunya, The
Making of Public Opinion, sebagai berikut:
“Public opinion may be an enlarged form of the individual opinion of one
or more members of a group or it may be the expanded expression of
group opinion.”
(Opini publik dapat merupakan bentuk yang diperbesar dan opini
perseorangan dan seorang atau lebih anggota suatu kelompok, atau dapat
merupakan ekspresi yang diperluas dan opini kelompok.)
Dan definisi dengan pendekatan sosiologi itu kita dapat melihat bahwa opini
publik seolah-olah merupakan penjumlahan opini perseorangan yang berasal dan
sekian banyak orang dalam suatu masyarakat.
Mari kita lihat pengertian opini publik dengan pendekatan ilmu
komunikasi. Bernard Berelson dalam karyanya, “Communication and Public
Opinion”, mendefinisikannya dengan ungkapan:
“Some kinds of communication on some kinds of issue, brought to the
attention of some kinds of people under some kinds of conditions, have
some kinds of effects.”
(Beberapa jenis komunikasi mengenai beberapa jenis persoalan
masyarakat, yang ditampilkan untuk menarik perhatian beberapa jenis
orang dalam beberapa jenis kondisi, menimbulkan beberapa jenis efek)
Sebagai ahli komunikasi, Berelson melihat opini publik dan proses
komunikasi lengkap dengan semua komponennya: komunikator, pesan,
komunikan, dan efek, sebagaimana terjadi dalam masyarakat.
Dan berbagai definisi dengan berbagai pendekatan itu, secara umum
definisi opini publik itu dapat disimpulkan dan dirumuskan sebagai berikut:
“Opini publik adalah efek komunikasi dalam bentuk pernyataan yang
bersifat kontroversial dan sejumlah orang sebagai pengekspresian sikap
terhadap masalah sosial yang menyangkut kepentingan umum.”
Timbulnya opini publik pada seorang atau sejumlah komunikan
disebabkan ia atau mereka menerima suatu pesan dan seorang komunikator. Dan
pesan itu merupakan masalah sosial yang menyangkut kepentingan umum,
termasuk kepentingan ja atau mereka itu.
2. Jenis-jenis opini
Untuk memperoleh kejelasan mengenai opini publik sebagaimana dipaparkan di
atas, baiklah kita kaji jenis-jenis opini lainnya yang berkaitan dengan opini publik,
dan penting untuk diketahui para kahumas.
a. Opini individual (individual opinion)
Sesuai dengan makna dan istilah yang dikandungnya, opini
individual atau individual opinion adalah pendapat seseorang secara
perseorangan mengenai sesuatu yang terjadi di masyarakat.
Pendapatnya itu bisa setuju, bisa juga tidak setuju. Baru
diketahuinya bahwa orang-orang lain ada yang sependapat dan ada yang
tidak sependapat dengan dia, setelah ia memperbincangkannya dengan
orang-orang lain. Maka sesuatu yang terjadi tadi itu kini menjadi objek
opini publik.
Jadi, opini publik itu merupakan perpaduan dan opini opini
individual. Pendapat menjadi opini karena sesuatu yang terjadi dalam
masyarakat tadi menimbulkan pertentangan, ada yang pro dan ada yang
kontra.
b. Opini pribadi (private opinion)
Opini pribadi adalah pendapat ash seseorang mengenai suatu masalah
sosial. Pendapat seseorang belum tentu merupakan opininya pribadi,
mungkin ia ambil alih opini orang lain disebabkan ia menyetujuinya, lalu
dalam suatu pergunjingan dikomunikasikannya kepada orang lain sebagai
opininya sendiri, tetapi bukan opininya pribadi.
Opini pribadi timbul apabila seseorang, tanpa dipengaruhi orang lain,
menyetujui atau tidak menyetujui suatu masalah sosial, kemudian
berdasarkan nalarnya ia sampai kepada suatu kesimpulan sebagai
tanggapan terhadap masalah sosial tadi, dan apabila ia dikomunikasikan
kepada orang lain dalam suatu pergunjingan, maka ia telah
menyampaikan opini pribadinya.
c. Opini kelompok (group opinion)
Opini kelompok adalah pendapat sekelompok mengenai masalah sosial
yang menyangkut kepentingan banyak orang, termasuk sekelompok
orang tadi. Sebagai contoh adalah keharusan Pancasila dijadikan asas
tunggal bagi organisasi kemasyarakatan. Di antara berbagai kelompok itu
ada yang pro dan ada yang koritra.
Contoh lain adalah rumah-rumah di suatu daerah yang terkena penggu
surari akibat perluasan kota atau pelebaran jalan. Setiap keluarga yang
merupakan kelompok sejumlah orang terhibat dalam pergunjingan yang
masing-masing menyatakan sikap pro atau kontra, atau penilaian-
panilaian lainnya.
d. Opini mayoritas (majority opinion)
Sesuai dengan makna yang disandang oleh istilah itu, opini mayoritas
adalah pendapat orang-orang terbanyak dan mereka yang berkaitan
dengan suatu masalah yang pro, mungkin yang kontra, mungkin yang
mempunyai panilaian lain. Biasanya munculnya opini mayoritas itu
dibawa kepada suatu forum terbuka dalam bentuk lembaga, misalnya
parlemen, sehingga bisa dihitung berapa jumlah yang pro, berapa yang
kontra, dan berapa pula yang tidak termasuk pro dan kontra.
e. Opini minoritas (minority opinion)
Opini minoritas adalah kebalikan dan opini mayoritas. Opini minoritas
adalah pendapat orang-orang yang relatif jumlahnya sedikit dibandingkan
dengan jumlah mereka yang terkait dengan suatu masalah sosial.
Mungkin yang sedikit ini adalah yang pro, mungkin yang kontra,
mungkin pula yang mempunyai penilaian lain.
Seperti halnya opini mayoritas, timbulnya istilah opini minoritas ialah
apabila masalah sosial yang dibicarakan itu berlangsung dalam forum
terbuka yang melembaga sehingga dapat dihitung jumlahnya.
f. Opini massa (mass opinion)
Opini massa merupakan tahap kelanjutan dan opini publik. Seperti
dikatakan di atas, opini publik adalah pendapat sejumlah orang yang
bersifat kontroversial atau mengandung pertentangan sebagai hasil
pergunjingan terbuka mengenai masalah yang menyangkut kepentingan
umum.
Pendapat yang berbeda itu kemudian berkembang menjadi pendapat
yang sama, apakah seluruhnya pro atau seluruhnya kontra. Dengan
demikian, opini publik itu menjadi opini massa. Opini yang bersifat
massa ini bisa beralih bentuk menjadi tindakan fisik, sering tindakan
yang bersifat destruktif.
Jadi, opini massa dapat didefinisikan sebagai berkut: Opini massa
adalah pendapat seluruh masyarakat sebagai hasil perkembangan
pendapat yang berbeda mengenai masalah yang menyangkut kepentingan
umum.
g. Opini umum (general opinion)
Opini umum adalah pendapat yang sama dan semua orang dalam suatu
masyarakat mengenai masalah yang menyangkut kepentingan umum.
Dari definisi tersebut jelas terdapatnya persamaan dengan opini
massa, yaitu bahwa pada kedua-duanya semua orang mempunyai
pendapat yang sama. Perbedaannya ialah, jika pada opini massa pendapat
yang sama itu merupakan hasil perkembangan dan opini public yaitu
pendapat yang kontroversial pada opini umum tidak; ketika di tengah-
tengah masyarakat muncul suatu masalah yang menyangkut kepentingan
umum, maka semua orang pro atau semua orang kontra. Adakalanya,
apabila sesuatu disetujui oleh seluruh masyarakat, lama-kelamaan bisa
menjadi kebiasaan, adat-istiadat, atau kebudayaan, yang kemudian
berlangsung secara turun-temurun dan menjadi tradisi, bahkan menjadi
pandangan hidupnya (way of life).
Demikian beberapa jenis opini sebagai penjelasan mengenai opini publik.
Dari uraian di atas, jelas terjadinya proses kejiwaan pada din seseorang
dan proses hubungan kejiwaan di antara sejumlah orang jika timbul suatu hal yang
menyangkut kepentingan bersama.
Jadi, apabila pada suatu ketika timbul di masyarakat suatu hal atau
masalah yang menyangkut kepentingan umum, maka pada diri setiap orang
muncul gejolak kejiwaan. Ini adalah sikap, yang kemudian diekspresikan dalam
suatu pergunjingan di kantor, di jalan, di kampus, di kereta api, dan sebagainya;
atau diekspresikan dalam suatu perdebatan di seminar, di parlemen, dan lain-lain.
Sikap tadi menjadi opini, yakni opini individual (individual opinion).
Opini seseorang ini mungkin merupakan opini yang ia ambil alih dan orang lain
disebabkan ja sepakat dengannya. Mungkin juga opini seseorang itu orisinal
muncul dan sikapnya sendini. Yang terakhir ini adalah opini pribadi (private
opinion).
Opini individual dan opini pribadi itu bergalau dalam bentuk
perbincangan. Kalau orang-orang yang terlibat dalam pergunjingan itu seluruhnya
setuju atau seluruhnya tidak setuju terhadap masalah yang dibicarakan itu, maka
terjadilah opini umum (general opinion). Jika ternyata ada yang pro dan ada yang
kontra atau periilaian lain, yang terjadi adalah opini publik (public opinion).
Manakala opini publik itu dibawa ke forum terbatas yang merupakan
lembaga, di antara orang-orang yang terlibat dalam perdebatan mengenai masalah
itu secara numerik dapat dikiasifikasikan sebagai opini mayoritas (majority
opinion) atau opini minoritas (minority opinion). Bila pergunjingan itu meluas di
masyarakat dan kemudian menjadi intensif dan kohesif, maka opini publik tadi
menjadi opini massa (mass opinion). Dan pada gilirannya opini massa ini bisa
meningkat menjadi perilaku massa (mass behavior), suatu tindakan secara fisik
yang sukar, bahkan tidak mungkin, dibendung.
Untuk memperoleh kejelasan, berikut ini disajikan beberapa contoh.
Ketika Presiden Sukarno pada tanggal 19 Desember 1961 berseru kepada rakyat
untuk membebaskan Irian Barat, seluruh masyarakat mendukungnya sebagai
realisasi perasaan setuju.
Itu adalah opini umum (general opinion). Tetapi tatkala Ìresiden
Sukarno pada tanggal 21 September 1963 menyerukan aksi mengganyang
Malaysia‟, ada yang pro dan ada yang kontra terhadap konfrontasi tersebut. Itu
adalah opini publik (public opinion). Dan berkat kepemimpinan Bung Karno,
opini publik tersebut meningkat menjadi opini massa (mass opinion).
Berikut ini adalah contoh lain. Rakyat Amerika Serikat seluruhnya anti
perang. Ini adalah opini umum. Karena itu, jika pemerintahnya melibatkan diri
dalam peperangan di mana pun, selalu mereka mengecamnya. Tetapi, ketika Pearl
Harbor, Hawaii, pada tanggal 7 Desember 1941 tiba-tiba diserang Angkatan Laut
Jepang, timbullah perubahan opini; ada yang tetap antiperang, tetapi ada juga
yang properang karena kehormatannya sebagai bangsa adi kuasa diperkosa oleh
bangsa Jepang.
Opini umum menjadi opini publik. Pergunjingan terus berlangsung,
perdebatan terus berjalan, pembicaraan terus berlanjut, yang pada akhirnya
menjurus ke properang. Sikap dan opini pro perang ini dibuat intensif dan kohesif
oleh penyerangan pasukan Jepang yang semakin menggebu-gebu. Opini publik ini
meningkat menjadi opini massa.
Tua-muda menjadi sukarelawan. Semua pabrik berubah menjadi pabrik
senjata perang. Dan tatkala perang usai dengan Amerika muncul sebagai
pemenang, kembalilah opini massa rakyat Amerika menjadi opini umum;
antiperang. Dan ketika pemerintahnya melibatkan din dalam peperangan di Korea
dan Vietnam, rakyat mengecamnya.
Demikianlah sekadar penjelasan mengenai opini publik, yang penting
sekali untuk mendapat perhatiàn para Kahumas. Di negara-negara liberal opini
publik ini sering menjadi permasalahan karena acapkali menjurus ke perilaku
massa dalam bentuk pemogokan yang berlarut-larut, sehingga menimbulkan
kerugian besar pada perusahaan. Untunglah di Indonesia jarang sekali terjadi
seperti itu, tetapi tidak berarti tidak akan menghadapi opini publik.
Pernah sebuah perusahaan Jepang di Indonesia yang menjual mesin
penyaring air kotor, menderita kerugian akibat tulisan seorang pembaca pada surat
kabar terkenal di Jakarta yang menuduh perusahaan tersebut sebagai penipu,
sebab mesin yang ja beli ternyata tidak berfungsi seperti yang dipromosikan
dalam ikian. Sejak dimuatnya berita itu, penjualan menurun secara drastis. Hanya
berkat komunikasi persuasif yang dilancarkan dengan sistem door-to-door
masalah tersebut dapat diatasi. Untuk menghadapi masalah opini publik itulah,
antara lain, pentingnya komunikasi persuasif sebagaimana diuraikan di bagian lain
pada paparan ini.
Demikianlah peranan komunikasi dalam kegiatan humas. Pencapaian
tujuan serta organisasi dipengaruhi, bahkan ditentukan, oleh kegiatan humas. Dan
efektif-efisien-tidaknya kegiatan humas ditentukan oleh kemahiran berkomunikasi
C. TUGAS
Setelah mempelajari uraian materi di atas, mahasiswa diminta
membuat intisari materi pada selembar kertas A4 dan dikirim melalui
email dosen paling lambat 3 hari setelah materi ini diunduh.
D. DAFTAR PUSTAKA