Anda di halaman 1dari 66

PERTEMUAN KE-10

HUBUNGAN MASYARAKAT SEBAGAI OBJEK STUDI ILMU


KOMUNIKASI

A. TUJUAN
Setelah mengikuti perkuliahan ini, mahasiswa diharapkan :
1. Mampu menjelaskan humas sebagai objek studi ilmu komunikasi
2. Mampu menjelaskan komunikasi paradigmatik dalam konsep humas

B. URAIAN MATERI

KOMUNIKASI PARADIGMATIK DALAM KONSEP HUBUNGAN


MASYARAKAT

Di atas telah ditegaskan bahwa humas adalah “teknik komunikasi” dan


“metode komunikasi” Sebagai teknik komunikasi ialah apabila humas dilakukan
oleh seorang pemimpin sendiri sebuah organisasi dan sebagai etode komunikasi
jika humas di selenggarakan oleh suatu lembaga yang dikepalai seorang atas nam
pemimpin organisasi tempat lembaga itu beroprasi. Telah dijelaskan bahwa istilah
teknik berasal dari bahasa yunani technikos yang berarti keahlian atau
keperigelan, sedangkan metode juga berasal dari bahasa Yunani yang berarti
“rangkaian yang sistem matis” (Systematic Course) yang merujuk kepada tata
cara sudah di bina berdsarkan rencana ang pasti mapan logis atau sistematis ( a
settled jind of procedure usually according to definite established logical
orsystematic plan ).

Pada bab II itu telah disajikan contoh seorang camat disuatu daerah yang
memperaktekan humas dengan ciri-ciri sebagaiman diuraikan pada bab itu juga.
Keperigelan atau keterampilan pak camat itu merupakan kegiatan kehumasan
sebagai teknik komunikasi

Dalam bab ini akan diuraikan lebih jelas menganai seluk beluk komunikasi
sudah tentu hanya dibatasi pada dimensi-dimensi dan aspek-aspek yang sangat
erat kaitanya dengan kegiatan kehumasan.

1. Pengertian dan Sendi-sendi Komunikasi


Yang dimaksudkan dengan komunikasi disini ialah komunikasi manusia (human
communication). yakni komunikasi antara seseorang dengan orang lain jadi antar
manusia. Hal ini perlu ditegaskan karena tidak jarang terjadi komunikasi antar
seseorang dengan hewan misalnya seorang polisi yang menyuruh anjing
asuhannya melacak telapak kaki pembunuh, atau seorang ibu yang memanggi
lkucing kesayangannya. juga bukan komunikasi yang dilakukan oleh seseorag
dengan Tuhan (tracendental communication).misalnya seseorang yang dimalam
sepi berdoa agar dikabulakn maksdunya. Buakn pula komuikasi yang secara fisik
menghubungakan seseorang dari tempat yang satu ketempat yang lain ( physical
communication) umpamanya transportasi dengan bis kereta apai pesawat terbang
atau kapal laut.

Perkataan komunikasi berasal dari bahasa latin communication yang


menurut kamus latin Indonesia karya Drs. K Prent C M . Drs J Adisubrata dan
W.J.S Poerwadarminta berarti “pemberitahuan” perkataan comunicatio tersebut
bersumber pada kata communis yang berarti “sama” yang dimaksudkan dengan
“sama”: disini adalah “sama arti‟ atau “sama makana” suatu pemebritahuan akan
membuat seseorang menjadi tahu jika terdapat kesamaan arti antara dia dengan
yang member tahu, dengan lain perkataan dia mengerti.

Pada kenyataanya sejak manusia-manusia pertama Adam dan Hawa


terlibat dalam percakapan, komunikasi tidak hanya pemberitahuan pengertian
komunikasi berkembang sejalan dengan dengan perkembagannya masyarakat
mulai dari masyarakat kecil alm bentuk keluarga smapai masyarakat besar seluas
Negara dan seluas dunia. maka selain pemberitahuan komuikasi berarti pual
pengumuman penerangan penjelasan , penyuluhan. perintah, intruksi, komando
nasihat, ajakan, bujukan, rayuan, dan sebagainya. Komunikasi tidak lagi
merupakan upaya agar seorang tahu tetapi juga agar ia melakukan sesuatau atau
melaksanakan kegiatan tertentu sasrannya pun tidak lagi satu orang seperti Hawa
ketika Adam berbicara kepadanya, tidak lagi sekelompok orang tatkala sokrates
berbicara kepada murid-murid nya atau sewaktu Demosthenes berpidato kepada
pengikut-pengikutnya tetapi sejumlah orang yang selain tidak terbatas jumlahnya
juga tidak tampak karena berada ditempat lain, Negara lain tau dibenua lain.

Akan tetapi, pap pun maksudnya apakah satu orang yang tampak atau
jutaan orang yang tidak kelihatan – dalam komunikasi inti hakikinya harus
terkandung yakni kesamaan makna atau kesamaan pengertian sebagaimana
ditegaskan diatas tidak aa kesamaan pengertian diantara mereka yang terlibat
dalam komunikasi tidak berlangsung ,tegasya tidak ada komunikasi .
a. Definisi Komunikasi

Ada baiknya kiranya kalau kita membahas pengertian komunikasi menurut


pendapat para ahali.

Bernard berelson dan Garry A Stainer dalam karyanay “Human Behavior”


mendefinisikan komunikasi sebagai berikut:

“communication the transmission if information ideas emotions skills tc,


by the use of symbols words, picture,figures, graphs tc, it is the act or
process of transmission that is usually called communication.”

(komunikasi penyampaian informasi gagasan emosi ketrampilan dan


sebagainya, dengan menggunakan lambang-lambang kata-kata gambar.
bilangan grafik dan lain-lain kegiatan atau proses penyamapaianlah yang
biasanya dinamakan komunikasi.)

Dalam definisinya itu berelson dan stainer menjelasakan bahwa komunikasi adalh
proses dan yang disampaiakn bukan hanya sekedar informasi tetap juga gagasan
, emosi dan keterampilan.

Gerald A. Miller dalam karyanya berjudul “ On Defining Communication


: Another satb ,. yang dimuat dalam journal of Communication menyatakan
sebagai berikut;

“in the main communication has as is central interest those behavioral


situasions in which a source transmits a message to a receiver (s) with
conscious inten to affect the latte‟s behavior‟

(Pada pokoknya komunikasi mengandung situasi keperliakuan sebagai


minat sentral dimana seseorang sebagai sumber menyampaiakan suatau
kesan kepada seseorang atau jumalah penerima yang secara sadar
bertujuan mempengaruhi perilakunya.)
Dalam definisinya itu Miller memperluas pengertian komunikasi dengan tujuan
perubahan perlikau ini berarti bahwa komunikasi menurut Miller bukan sekedar
upaya member tahu , tetapai juga upaya mempengaruhi agar seseoprang atau
sejumlah orang melakuaknb kegiatan atau tindakan tertentu.

Sebenarnya pendapat miller yang dipublikasikan dalm jurnal of


communication terbitan tahun 1966 itu merupakan modifikasi definisi yang
ditengahkan Carl I Hovland pada tahun empat puluhan sesuia perang Dunia II
Hovland yang oleh para ahli komunikasi dianggap peloporilmu komunikasi (
scince of communication) itu, mendifinisikan komunikasi sebagai:

“The process by which an individual (the communicator) transmits stimuli


( usually verbal symbols ) to modify the behavior of other individuals
(communicates)

(proses dimana seseorang (komunikator) menyampaikan perangsang


(biasanya lambang bahasa) untuk mengubah perilaku orang lain
(komunikan)

Menuurut Hovlan komunikasi untuk mengubah perilkau itulah yang dijadikan


objek studi komunikasi, yakni masalah bagaimana caranya agar seseorang taua
sejumlah orang berprilaku tertentu melakukan kegiatan kegiatan tertentu atau
melakukan tindakan tertentu.

Kalau kiat telaah definisi –definisi yang diketengahkan para ahli


komunikasi pada dekade-dekade berikutnya tampaknya adanya kesamaan dalam
nada dan makna yag beda hanyalah dalam kata-kata yang dignakan dan
diungkapkan yang ditampilkan.

Barangkali relatif lengkap mengenai arti dan tujuan komuniasi itu adalah
yang dikemukakan oleh R. Wayne Pace Brent D. Pterson dan M dallas Burnet
dalam bukunya , Techniques for effective Communication. yang menyatakan
bahwa tujuan sentral dari komunikasi meliputi tiga hal utama yakni:

- to source understanding – memastikan pemahaman


- to establish acceptance – membina penerimaan
- to motivate action – motivasi kegiatan

Jadi, pertama-tam harus dipastikan bahwa orang yang dijadikan sasaran


komuikasi itu memahami . jiak sudah dapat dipastikan ia memahami dapat
diartikan ia menerima, maka penerimaanya itu perlu dibina , sehinga pada
giliranya ia dimotivasi untuk melakukan suatu kegiatan

Dengan demikian jelas bahwa hakiki dari komunikasi adalh understanding


atau memahami, perkataan lain dari communis tau kesamaan makna sebagaiman
diterangkan dimuka sebagai penjelasan mengenai pengertian komunikasi secara
etimologis. Tak mungkin seseorang melakukan kegiatan tertentu tanpa terlebih
dahulu mengerti apa yang akan dilakukannya itu.

Untuk melengkapai pembahasan mengenai pengertian komunikasi itu


perlu kiranya ditelaah pendapat Lawrence D. Brennan dalam bukunya Bussines
Communication, yang ia sebut seven Pillars of Communication Strategy (Tujuh
Sendi Startegi Komunikasi ) yang menurut dia merupakan the essentials Of new
communication (dasar hakiki komunikasi baru).

Kketujuh sendi tau tiang atau pilar strategi komunikasi tersebut adalah
sebagai berikut:

a. Adaption of the Communication Process (Adaptasi prose komunikasi)

b. Thought ( Pikiran)

c. Language Control ( Penguasaan Bahasa)

d. Clearness (kejelasan)

e. Persuasiveness (Daya Persuasi)

f. Completeness (Kelengkapan)

g. Good Will (Itikad Baik)

Menganai sendi pertama dari unsur-unsur startegi komunikasi diatas yakni proses
komunikasi Brennan mengetengahkan suatu formula relevan dengan kegiatan
humas yakni:

“The communicator with a purpose and an occasion gives expression to an


idea which he channels to some receiver from whom he gains a response”

(komunikator dengan tujuan beserta peristiwa menyatakan suatu ide yang


ia salurkan kepada komunikan dari siapa ia memperoleh tanggapan).

Formula Brennan itu ringkas lengkap tetapi padat yang menunjukan bahwa
komunikasi megandung tujuan dan harus berlangsung timbal balik. apakah
penyaluran idenya itu tanpa atau dengan melalui sarana. teah ditegaskan pada Bab
II bahwa salah satu ciri humas ialah bahwa kegiatan komunikasi yang
dilancarkannya berlangsung melalui dua arah secara timbal balik jalur pertama
merupakan penyampaian informasi oleh organisas yang diwakili kahumas kepada
publik jalurkedua merupakan penyampaian opini atau tanggapan dari publik
kepada organisasi. Menganai proses komunikasi akan dibahas. lebih luas secara
khusus pada sub bab dari bab ini juga, karena penting untuk dikaji secara
saksama.

Pikiran dianggap oleh brenan sebagai pilar kedua dari strategi komunikasi
karena memang komunikasi yang baik dilandasi pemikiran yang baik seorang
komunikator harus berpikir dengan bahasa untuk merumuskan idenya sebelum ia
mengekprsikannya kepada komunikan juga dengan bahasa pikiran yang diaktifkan
untuk komunikasi – apalagi komunikasi dalam kegiatan kehumasan – harus
merupakan pemikiran kausatif (Causative Thinking , pemikiran kreatif (creative
thingking), bahkan pemikiran ilmiah (scientific thingking).

Bahwa bahasa merupakan salah satu pilar dari strategi komunikasi, diakui
oleh semua ahli komunikasi. Dan memang merupakan faktor yang amat penting,
apakah itu bahasa verbal (verbal language ) atau bahasa niverbal (non verbal
language ) Karena pentingnya bahasa tersebut dalam proses komunikasi maka
akan dipaparkan secara luas pada subbab yang akan datang dalam bab ini juga.

Kejelasan dianggap Brennan sebagai salah salah satu tiang dari strategi
komunikasi tampakya memang tak dapat dipungkiri bahwa sesungguhnya harus
demikian. Penyampaian suatu ide tak mungkin komunikatif yakni mampu
mengubah sikap dan perilaku komunikan apabila pengungkapannya tidak jelas
baginya Brennan mengatakan bahwa agar suatu pesan komunikasi menjadi jleas
bagi komunikan sebaiknya diberi batasan (definition) penekanan (emphasis)
pertautan (coherence) , persamaan (analaogy) , dan ilustrasi (illustration).

Daya persuasi oleh Bernnan dinilai sebagai salah satau pilar strategi
komunikasi sebab publik selaku sasaran komunikasi melaksanakannya dengan
kesadaran dan keikhlasan.

Kelengkapan pun oleh Brenan dijadikan sendi strategi komunikasi


Completeness atau kelengkapan menurut Brennan mencakup conciness
(keringkasan yang padat) dalam hubungan ini seorang komunikator harus mampu
memilih kata-kata yang tepat menghindarkan kata-kata yang yang mubazir
(redundant) menghilangkan rincian yang tidak esensial dan menysusn kalimat
yang sederhana. tetapi logis
Itikad baik atau good will merupakan pilar ketujuh dari strategi
komunikasi Brennan mengatakan bahwa Dewasa ini suatu sikap dari hubungan
manusiawi hubungan masyarakat keramah tamahan dan kesopan santunan
menuntut itikad baik sebagai faktor esensial pada setiap komunikasi (today, an
attitude of human relations public relations cordialty and courtesy isist upon good
will as an essential in every communication).sifat –sifat berikut ini biasanya
merupakan ramuan essensial bagi itikad baik.

1). Attitude of helpful service (sikap pelayan bantuan)

2). Courtesy ( Kesopansantunan)

3). Optimism ( Optimisme)

4). Progresiveness (keprogresifan)

5). Tact ( Kbijaksanaan)

6). Honesty ( Kejujuran )

7). Sicerity ( ketulusan )

8). Fairness ( Kewajaran)

9). Friendliness (keramahtamahan)

10). Humanity ( Perikemanusiaan)

Dari paparan di atas jelas bahwa komunikasi merupakan proses pengekpresian


suatu paduan pikiran dan perasaan dan komunikasi dan efektif apabial fikiran itu
timbul dari beak yang jernih dan perasaan yang muncul dari lubuk hati yang
bersih. ini semua harus termanifestasikan dalam perilaku komunikator ketika ia
mengekpresiakannya sehingga komunikasi bersedia dengan kesadaran melakukan
apa yang di inginkan komunikatro.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa ditinjau dari hubungan anatar
individu dalm kehiduapn bermasyarakat komunikasi mempunyai dua pengertian
secara paradigmatic dan secar nirparadigmatik.

(1). Komunikasi dalam pengertian paradignatik


“Paradigma” berarti pola yang meliputi sejumlah komponen yang
berkolerasi satu sama lain secara fungsional untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
jadi komunikasi paragdimatik adalah komunikasi yang berlangsung menurut suatu
pola dan mempunyai tujuan tertentu Ceramah, kuliah dakwah negosiasi diplomasi
adalah komunikasi paradigmatic demikina pula pemebritaan surat kabar dan
majalah penyiaran radio dan televisi atau petunjuk film di gedung-gedung
bioskop.

Tujuan komunikasi bermula timbul pada seseorang yag akan


mengemukakan pikiran atau perasaanya yakni agar terjadi perubahan sikap pada
orang lain yang dilibatkanya perubahan sikap itu adalah efek atau akibat
penyampaian pikiran atau perasaan tadi.

Perubahan sikap (attitude Change ) menurut Alexis S. Tan dalam buknya


Mass Communication Theories and Research meliputi satu atau lebih dari
komponen-komponen berikut.

- Komponen kognitif
- Komponen efektif
- Komponen konatif atau behavioral

Komponen kognitif bersangkutan degan informasi dan pengetahuan komponen


efektif berkaitan dengan perasaan dan komponen konatif berhubngan dengan
kegiatan atau tindakan.

Kiranya ada baiknya untuk diberikan penjelasan mengani komponen-


komponen sikap diatas itu.

“Kognisi” berasal dari perkataan latin cognitio atau cognitus yang berarti
prose mengatahui persepsi suatu yang diketahuai (process of knowing perception,
something know or perceived).

Komponen afeksi berasal dari perkataan latin affection yang merupakan


istilah uum bagi aspek perasaan dan emosional ai suatu pengalaman (general term
for the feeling and emotional – aspect of experience).

Komponen konasi juga bersumber pada perkataan Latin yakni conatio


yang secara harfiah berarti “perjuangan atau upaya” dan dalm penggunaanya
secara umum mencakupsegala kegiatan mental yang dialami (experienced mental
activity )
Akan lebih jelas lagi kiranya apabila komponen sikap diatas diberi
komponen-komponen sikap diatasdiberi ilustrasi sebagai contoh.

Pikiran Rakyat yang yang terbit dibandung pada suatu hari memberitakan
seorang wanita yang menderita penyakit tumor menaha sehingga dalam foto yang
di jadikan pelangkap berita itu tampak perutnya amat besar seraya terlena tiada
berkutik diatas tempat tidur . Diterangka juga bahwa sipenderita itu istri seorang
buruh yang tidak mampu.

Berita tersebut bisa menimbulkan berbagai efek berupa sikap tetentu pada
pembaca jia khalayak membaca berita itu dari awal samapi akhir dan menjadi tahu
serta mengerti, maka yang timbul paa pembicara it adalh efek kognitif . Tetapi
apabila selain mengetahui juga terenyuh hatinya merasa iba akan wanita yang
begitu menderita itu , maka yang tibul pada pembaca itu adlah efek afektif.
kemudian bila maa si pembaca tadi ketika berangkat ke tempat pekerjaannya –
mampir di redaksi surat kabar yang memberitakan peristiwa itu,lalau
menyerahkan sejumlah uang dengan permintaan agar disamapaikan kepada si
penderita maka yang muncul pada pembaca tersebut adalah efek konatif.

(2). Komunikasi dalam pengertian nirparadigmatik

Istilah “nirparadigmatik” (menurut ahli bahasa “nir” adalah terjemahan


dari bahasa asing “non” ) mengandung makna tidak paradigmatic jadi komunikasi
alam pengertian noirparadigmatik adalah komuikasi yang tidsk berdasarkan pola
dan tidak mengandung tujuan tertentu.

Terjadinya komunikasi nirparadigmatik semata-mata karena konsekuensi


dari hubungan sosial (socal relation) seseorag yang berjupa di jalan dengan
kenalanya dan saling meegur adalah komunikasi nirpardigatik .Sering seseorag
yag bepergian dengan kereta apai terlibat dalam percakapan dengan orang lain
yang duduk disebelahnya atau didepannya padahal mereka semula tidak saling
megenal .komuikasi adalah komunikasi nirpardigmatik, kedua contoh diatas
tersebut komunikasi nirpardigmatik karena tidak berpola dantidak bertujuan
menguabh sikap atau perilaku.

Paparan menegenai perbedaan antara komunikasi paradigmatik dan


nirparadigmatik diatas menunjukan bahwa komunikasi yang menjadi objek studi
ilmu komunikasi adalah komunikasi paradigmatik karakteristik inilah yang
menyababkan dikembangkannya ilmu komunikasi yang sebgai disiplin ilmu,
berupaya melepaskan diri dari disiplin ilmu lain baik sosiologi maupun psikologi
sosial. Lebih-lebih setelah semakin majunya dan canggihnya media masa
elektronik yang mampu melibatkan insan-insan antar Negara dan antar bumi dan
bulan atau ruang angkasa komunikasi memerlukan ilmu yang khusus untuk
menelaah dan menelitinya.

Kebanyakan ahli komunikasi – dalam ekade 80-an pun – menelaah


komunikasi dengan berpijak pada dan berangkat dari paradigma komunikasi yang
terkenal yang ditampilakn oleh Harold D. Lasswell, yang berbunyi : Who What In
Which Channel To Whom With What Effect . (Siapa Mengatakan Apa Dengan
Saluran Apa Kepada Siapa dan dengan Efek Apa).

Komponen komunikasi yang berkolerasi secara fungsioanal pada


paradigmatic Lasswell itu merupakan jawaban terhadap pertanyaan yang di
ajukan

- Who - Siapa :
Komunikator
- Say What - Mengatakan apa : Pesan
- In Which Channel - Melalui saluran apa :
Media
- To Whom - Kepada siapa :
Komunikan
- With What Effect - Dengan efek apa : Efek

Dengan berpolakan formula Lasswell itu, komunikasi di definisikan sebgai


“proses penyampain pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui suatu
media yang menimbulkan efek”.
Lasswell menyarankan agar komunikasi dijadikan objek studi ilmiah dengan
menliti setiap komponen secara khusus. Studi mengenai komunikator disebutnya
control analysis atau analisis control Penelitian mengenai pesan dinamakannya
conten analysis atau analisis isi: pengkajian terhadap pers radio,televisi dan lain-
lain media sidebutnya media analisis khalayak dan penyelidikan terhadap efek
dinyatakan sebagai effect analysis atau analisis efek.
Berdasarkan pendapat bebrapa ahli komunikasi sebgaimanaditukarkan diatas
dapat dissimpulkan pengertian komunikasi sebagai berikut:
“Komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan sebagai paduan
pikiran dan perasaan oleh seseorang untuk mengubah sikap opini atau
perilaku orang lain dengan upaya memperoleh tanggapan “

Definisi komunikasi diatas menunjukan sifat paradigmatik, suatu pola yang


mengandung tujuan tertentu. Tujuan dari si penyampai pesan yakni komunikator
menimbulkan rekasi dalam bentuk efek pada sasaran Rumusan tersebut
mengandung upaya terjadinya arus bali tanggapan dari komunikan kepada
komunikator

2. Bagaimana berlangsungnya proses komunikasi?

Dimuka telah ditegaskan bahwa komunikasi adalah suatu proses suatu


kelangsungan yang bersinambngan. Dalam kelangsunganya mesti ada orang yang
meyampaikan suatu pesan tertentu dan harus ada orang lain yang menerima pesan
itu jadi dalam proses komunikasi paling sedikit harus ada tiga unsur dua unsur
diantaranya adalah manusia yang satu lainnya adalah pesan sebagaimana
disebutkan tadi. Apabila orang-orang yang terlibat dalam komunikasi itu
berjauhan tempatnya atau banyak jumlahnya maka bertambahlah unsurnya dengan
sebuah sarana untuk menyambung pesan tadi kepada orang atau orang-orang yang
di jadikan sasaran komunikasi

Tadi dikatakan bahwa komunikasi akan berlangsung atau akan terjadi


jika palig sedikit terdapat tiga unsur yakni komunikator yang menyampaikan
pesa-pesan itu sendiri dan komunikan yang menerima pesan. Hal ini perlu
ditgaskan karena dalam kehidupan sehari-hari sering dijumpai peristiwa yang
tampaknya seperti komunikasi, tetpai sebenarnya bukan komunikasi mengenai hal
ini dapat di ambil contoh sebagai berikut: ketika Anda pada suatu hari akan
berangkat kerja atau kuliah sesampainya diluar pintu anda melihat awan mendung
tanda akan segera turun hujan lalu anda kembali kedalam rumah untuk
mengambil payung atau jas hujan kegitan yang anda lakukan it u bukan proses
komunikasi.

Gejala alam dalam bentuk awan mendung tersebut betul merupakan informasi
bagi anda. tetapi itu bukan komunikasi karena tidak ada komunikatornya. Lain
halnya jika ibu Anda mengatakan “ Bawa payung nak tampaknya akan hujan: Ibu
lihat awan mendung ini adalah komunikasi karena ada komunikatornya yaitu Ibu
anda.

Contoh lain adalh seorang yang sedang bertualang sendirian dihutan lalu tiba-
tiba terperosok ke dalam lubang yang dalam kemudian ia berteriak sekuat tenaga “
Tolooooong, toloooong aku didalam lubang” itu bukan komunikasi melainkan
melampiaskan perasaan sebab tidak ada komunikannya. Akan lain apabial ia
berteman da ketika ia terperosok berteriak memanggil kawannya.

Hal tersebut sekali lagi perlu ditegaskan karena dalamkehidupan sehari-


hari baik dikantor maupu ditepat lain sering terjadi salah komunikasi
(miscommunication) atau salah tafsir misinterprestation) disebabkan tidak
jelasnya. sesuatu yang dikatakan seseorang atau tidak jelasnya kepada siapa kata-
kata tadi di tujukan.

Pada paparan dimuka dikatakan bahwa berlangsungnya komunikasi ada


yang tanpa media dan ada yang melalui media. Secara teoretis penjelasanya
adalah demikian.

a. Proses Komunikasi Secara primer

Proses komunikasi secar primer (primary proses) adalah proses penyampaian


panduan pikiran dan perasaan seseorang kepada seseorang secara langsung kepada
orang lain dengan menggunakan lambang (symbol). Bahwa lambang ini teramat
penting adlah jelas sebab tak mungkinlah seseorang menyampaikan pikiran
danperasaan kepada orang lain tanpa lambang. dengan lain perkataan tak
mungkinlah ia berkomunikasi jadi, lambang itu adalh media untukmeyalurakan
pikiran dan perasaan.

Dalam kehidupan sehari-hari terdapat sejumlah lambang yang dipergunakan


orang untuk komunikasi yang diklasifikasikan sebagai lambang verbal dan
lambang niverbal.

1) komunikasi verbal

Bahasa merupakan lambang verbal yang terdiri atas kata-kata yang paling banyak
digunakan dalam komunikasi karena bahasa mampu menyatakan pikiran dan
perasaan seseorang kepada orang lain mengania hal yang kongkret maupun yang
abstrak Udara, roh, agama demokrasi feodalisme surge, kebahagiaan kekcewaan
dan sebagainya, yang sungguh terlalu banyak untuk disebut sebagai contoh
kesemuanya itu tidak mungkin dinyatakan dengan lambang-lambang lain kecuali
Bahasa.

Demikian pula hanya bahasa yang mampu menyatakan peristiwa-


peristiwa yang terjadi diwaktu yang lalu sat sekarang dan masa yang akan datang.
Hanya dengan bahasa seseorang dapat menyatakan pikiran dan perasan seperti
diungkapkan dalam kalimat berikut ini: “ sungguh aku merasa bahagia karena
sewaktu kecil sempat mengalami pendidikan yang teratur sehungga menjadi
sarjana seperti sekarang ini dan beruntung mendapat tugas belajar pula di Prancis
mulai bulan depan”

Hanya dengan bahasa pula seseorang dapat mempelajari ilm pengetahuan


mulai dari karya Aristoteles yang hidup pada tahun 384-322 sebelum
masehi,samapai karya para cendikiawan yang hidup di abad ke-20 sekarang ini.
Charlton laird dalam bukunya, The Miraclre of Language menyatakan secara
tegas bahwa peraaban tidak mungkin ada jika tidak ada bahasa tulisan, sebab
bahasa tulisan dapat menurunkan ilmu pengetahuan generasi demai generasi untuk
dikembangkan demi kemanusiaan. “ Kebudayaan tak mugkin pula apat tersebar
luas tanpa bahasa tulisan, “ kata laird

Beatapa pentingnya bahasa dikatakan pula oleh Laird dalm bukunya yang
sama ; “ knowledge is power and the power of rightly chosen words is greater
than we know.” bila diterjeahkan kedalam bahasa Indonesia kira-kira berbunyi .”
Pengetahuan adalah kekuasaan dan kekuasaan dalm memilih kata-kata yang tepat
adalah lebih besar dari pada pengetahuan kita”

Hal itulah yang jarang disadari oleh orang-orang terutama oleh mereka
yang mempunyai peranan pemimpin dalam kehidupan masyarkat sering mereka
menganggap bahasa tidak penting padahal kata-kata yang diucapkan seseorang
mencerminkan jiwanya, intelektualitasnya dan mentalitasnya.

Bagaimana pentignya peran bahasa ditegaskan oleh Kong Hu Chu,


seorang filsuf termashur dari daratan cina alam kisahnya sebagai berikut:

Ketika ada orang bertanya kepada Kong Hu Chu tindakan apa yang
pertama-tama akan dilakukannya apabila ia diberi kesempatan mengurus Negara,
maka Kong Hu Chu menjawab bahwa ia akan memperbaiki penjelasan:”Apabila
bahasa tidak tepat maka apa yang dilakukan bukanlah yang dimaksudkan.

Dengan demikian maka yang mestinya dikerjakan jadi tidak dilakukan jika
yang mestinya dilakukan terus-menerus tidak dilaksanakan moral dan seni akan
menjadi mundur. kalo moral dan seni mundur,kalao moral dan seni mundur
keadilan menjadi kabur… akibatnya rakyat menjadi bingung kehilangan
pegangan. Oleh sebab itu ketika mengatakan sesuatu kita tidak boleh
sembarangan ini pentig sekali melebihi apapun “ Demikian Kong Hu Chu.

Pendapat para ahli yang dikutip diatas menununjukan betapa pentingnya


penguasaan bahasa dalam komunikasi. Hanya dengan penguasaan bahasa
seseorang dapat mempengaruhi orang lain. mengubah sikap pendapat dan
perilakunya dalam bentuk kegiatan mengajak membujuk menghimbau,
menasehati atau pu merayu.

Dalam kegiatan kehumasan Bagi para kahumas, pemahaman mengenai


lambang-lambang niverbal ini mat penting karena dapat dipadukan dengan bahasa
demi keefektifan dan efisiensi komunikasi yang dilancarkannya. Berikut ini
adalah penjelasan tentang lambang-lambang yang dipergunakan dalam
komunikasi niverbal :

a) Kial
Kial sebagai terjemahan dari gesture adalah isyarat dengan anggota
tubuh, misalnya dengan menggerakan tangan, kepala, mata, bibir, dan
sebagainya.
Kial dinamakan juga bahasa tubuh (body language) karena dengan
gerakan anggota tubuh seperti halnya dengan bahasa lisan atau tulisan
seseorang dapat menyatakan pikiran dan perasaannya. Tanpa
menggunakan kata-kata, seseorang dapat menyatakan perasaan lapar atau
marah dengan gerakan tangan, perasaan sedih dengan mata, perasaan
benci atau gembira dengan bibir, dan sebagainya.
Dalam hubungan dengan komunikasi niverbal ini perlu dijelaskan
perbedaan pengertian isyarat (sign) dari tanda (signal), yang dalam
kehidupan sehari-hari sering diaangap sama aja.
Agar jelas ada baiknya kalau kita kutip pendapat A. Kondratov
dalam bukunya yang berjudul sounds and signs. Ia mengatakan sebagai
berikut:
“A sign always has a sender of information and an addressee, the
recipient. A signal does not necessarily have both: when we see thick
smoke blowing up from a woods we conjecture that there is fire. The
smoke is a signal of this. But there is no sender. No one purposely sent
up smoke to deliver information.” (Pada isyarat selalu terdapat
pengirim informasi dan penerima, yakni yang dituju. Pada tanda, tidak
perlu kedua-duanya ada; jika melihat asap tebal mengepul dari sebuah
huta, kita menduga ada kebakaran disitu. Asap tersebut adalan
tandanya. Tetapi tak ada pengirimnya. Tidak ada orang yang sengaja
mengembuskan asap untuk menyampaikan informasi.)

Apa yang ditanyakan oleh Kondratov tersebut sesuai dengan


anggapan dasar kita yang telah disebutkan dimuka bahwa komunikasi
paling seditkit harus meliputi tiga unsur, yakni komunikator, komunikasi
tidak belangsung, atau bukan komunikasi.
Baiklah kita kembali ke isyarat dengan tubuh tadi yang dapat
merupakan kial atau gerak-gerik (gesture) atau ekpresi wajah (facial
expression) adalah Ray L.Bird Whsitell dalam bukunya, Introduction to
Kinesics, yang telah melakukan analisis mengenai komunikasi tubuh atau
body communication tadi.
Ray L.Bird Whsitell mencoba memberikan rangka kepada
comprehensive coding scheme bagi gerakan tubuh seperti seorang ahli
bahasa melakukannya untuk bahasa lisan. Jika ahli bahasa menampilkan
phone bagi suara, Birdwhistell menampilkan kine untuk gerakan. Apabila
ahli bahasa mengetengahkan phoneme, yakni sekelompok bunyi yang
berubah-ubah, Birdwhistell mengemukakan kinime, yaitu seperangkat
gerakan yang berubah-ubah. Kalau ahli bahasa menyelidiki norpheme
yang mengandung pengertian, Birdwhistell meneliti kinemorp,
serangkaian gerakan yang mengandung makna dalam konteks suatu pola
yang lebih besar.
Tahap yang dijelaskan diatas adalah microkinesics, lebih luas dari
pada itu adalah microkinesics yang disebut juga social kinesics; disini
suatu gerakan (act) – yaitu pola yang meliputi lebih dari sesuatu area
akan bersangkutan dengan kerangka komunikasi yang lebih luas. Pada
gilirannya social kinesics tersebut menjadi ciri kebudayaan suatu bangsa.
Dalam hubungannya dengan komunikasi antar budaya
(intercultural communication) kita harus hati-hati terhadap komunikasi
tubuh ini, sebab gerakan anggota tubuh pada suatu bangsa belum tentu
sama dengan sejumlah bangsa lainnya. Menganggukan kepala berarti
setuju menerima, dan menggeleng kan kepala berarti setuju atau
menerima. Lain lagi dengan bahasa tubuh pada orang Toda di India
Selatan. Untuk menghormati pemimpinnya (kepala suku) mereka
menekankan ibu jari tangan sebelah kanan pada ujung batang hidungnya,
seraya keempat jari lain nya gerak-gerak ke depan. Gerakan gerakan itu
di Indonesia dan di beberapa Negara berarti mengejek atau memperolok-
olok.
Bahwa bahasa tubuh penting, untuk situasi tertentu dan bagi orang-
orang tertentu memang tak dapat disingkal. Dalam situasi tertentu
misalnya pertemua antara dua bahasa yang sama-sama tidak mengerti
bahasa yang dimiliki satu sama lain, “bahasa tarzan” dengan
menggerakan tangan dan jari sungguh bermanfaat. Demikian pula bagi
orang-orang yang tungarungu.
b) Gambar
Gambar adalah lambang lain yang dapat dipergunakan sebagai media
komunikasi primer. Dengan gambar seseorang dapat menyatakan pikiran
dan perasaannya kepada orang lain. Dalam situasi tertentu dan untuk hal-
hal terentu gambar dapat menjadi media efektif untuk menyampaikan
suatu pesan. Peribahasa Cina menyatakan bahwa sebuah gambar dapat
menyajikan keterangan yang sama dengan penjelasan yang diuraikan
dengan seribu kata.
Gambar sebagai lambang dalam proses komunikasi mengalami
perkembangan sesuai dengan kemekaran masyarakat dan kemajuan
teknologi. Jika dahulu kala gambar itu dilukis, lalu dicetak, maka kini
dapat direkam dengan kamera, baik kamera foto maupun kamera film
ataupun kamera televisi.
Dengan demikian, maka gambar yang semula “mati” (itu still
picture), dengan kamera film dapat dirangkai sehingga menjadi hidup
(motio picture), bahkan dengan kamera televisi susatu objek atau
peristiwan dapat digambarkan secara utuh, lengkap, dan tuntas. Dengan
perkembangan teknologi itu kedudukan gambar sebagai lambang dalam
proses komunikasi sudah menyatu antara proses secara primer dan secara
sekunder. Karna itulah, maka Marshall McLuhan mengatakan bahwa
kabar, radio, televisie, dan film yang menyebarkannya menjadi satu, tak
terpisahkan.
Berkat kemajuan teknologi yangdisebutkan diatas, gambar sebagai
lambang dalam proses komunikasi menjadi semakin penting. Tanaman
yang mulai tumbuh sampai berubah berlangsung berbulan-bulan, dapat
digambarkan hanya dalam tubuh manusia dapat diketahui melalui
gambar dalam bentuk foto, sehingga para dokter dapat melakukan
diagnosis bagi penyembuhnya.
c) Warna
Warna dapat pula menjadi lambang dalam fungsinya sebagai media
komunikasi, baik warna itu tunggal maupun terkombinasi. Dalam situasi
tertentu, warna sebagai media komunikasi bisa lebih efektif dari pada
lambang-lambang lainnya, sebuah keluarga yang memasang bendera
putih di depan anggota rumah yang meninnggal.
Sehelai kain putih (singlet, celana dalam, atau apa saja yang
berwarna putih) yang diakibatkan oleh seorang serdadu yang
terperangkap disebuah gua, menunjukan kepada pasukan musuhnya
bahwa ia menyerah.
Lampu lalulintas yang dipasang pihak kepolisian diperempatan
jalan, dengan warna merah, hijau, kuning, menjadi isyarat kepada
pengemudi kendaraan kapan harus berhenti dan bila mana boleh jalan.
Sehelai kain berwarna merah diatas dan putih dibawah, yang dipasang
diatas kapal laut, memberitahu kepada siapapun bahwa kapal itu milik
Republik Indonesia.
Demikian beberapa contoh dari sekian banyak hal atau peristiwa
yang menunjukan bahwa warna dapat merupakan media komunikasi.
Pada kenyataannya untuk efektifnya komunikasi, lambang- lambang
yang disebutkan diatas sering dipergunakan secara terkombinasi.
Kombisi dengan bahasa sering dilengkapi dengan kial, gerak anggota
tubuh, baik tangan ataupun mata; demikian juga gambar dengan warna,
dan sebagainya.
Dalam kehidupan sehari-hari isyarat dalam proses komunikasi tidak
selalu bersifat visual atau terindera dengan mata; ada juga yang bersifat
modin atau terindera dengan telinga atau melalui pendengaran. Seorang
modin di desa-desa terbiasa memukul beduk untuk member tahu
masyarakat disekitarnya bahwa waktu sembahyang sudah tiba; polisi lalu
lintas pemandu iring-iringan mebunyikan sirene untuk memberi tahu agar
kendaraan-kendaraan lain menepi; masinis kereta api membunyikan
peluit berangkat. Demikianlah sekedar beberapa contoh.
Berdasarkan paparan diatas, pikiran atau perasaan berupa gagasan,
informasi, imbuan, harapan, nasihat, ajakan, perintah, dan lain-lain, akan
dapat disampaikan kepada orang lain apabila ditransmisikan dengan
menggunakan media primer tersebut, yakni lambang-lambang bahasa,
kial, gambar, warna, dan lain-lain.
Dengan lain perkataan, suatu pesan (message) yang disampaikan
oleh seorang komunikator kepada komunikan terdiri atas isi (the content)
dan lambang (symbol). Suatu isi pesan tertentu dapat dikomunikasikan
dengan memilih salah satu lambang yang dianggap paling efektif. Polisi
lalu lintas sebenarnya dapat mengatur ketertiban di perempatan dengan
berdiri di tengah-tengahnya, lalu dengan menggunakan lambang bahasa
ia berteriak atau menunjukkan isyarat „stop dan „jalan”, memberikan
instruksi kepada para pengemudi kendaraan agar berhenti atau berjalan.
Ia dapat pula menggunakan lambang kial, menggerak-gerakkan
tangan kanan dan kiri. Akan tetapi, cara dengan menggunakan lambang
warna, yakni merah, hijau, dan kuning, dianggapnya paling efektif, maka
cara itulah yang hingga kini banyak digunakan. Dalam hal-hal tertentu,
misalnya listrik mati atau arus lalu lintas tidak seimbang, maka
dipakailah lambang kial.
Sebagai kesimpulan dan uraian mengenai komunikasi verbal dan
komunikasi niverbal di atas ialah bahwa semua lambang yang
dipergunakan dalam komunikasi adalah efektif, bergantung kepada
situasi dan kondisi pada saat komunikasi berlangsung.

b. Komunikasi tatap muka sebagai komunikasi primer


Di muka telah dijelaskan bahwa komunikasi secara primer adalah proses
penyampaian pikiran dan atau perasaan oleh seseorang kepada orang lain dengan
menggunakan lambang. Tegasnya, lambang ini, antara lain bahasa, adalah media
untuk menyalurkan paduan pikiran dan perasaan tadi. Karena itu bahasa disebut
media primer (primary medium), media utama.
Disebut primer atau utama karena dalam kehidupan sehari-hari biasa
digunakan media lainnya untuk meneruskan pikiran atau perasaan tadi, misalnya
surat, telepon, surat kabar, radio, dan lain-lain, yang dinamakan media sekunder
(secondary medium), yang berarti media kedua, media tambahan, atau media
lanjutan; mengenai hal ini akan dijelaskan pada paparan yang akan datang.
Komunikasi secara primer berlangsung secara tatap muka, saling
menatap atau saling melihat antara komunikator dan komunikan sebagai pelaku
komunikasi. Karena itu komunikasi seperti ini dinamakan komunikasi tatap muka
(face-to-face communication).
Komunikasi tatap muka ini berlangsung dalam dua jenis situasi, yakni
komunikasi antarpersona dan komunikasi kelompok.

1) Komunikasi antarpersona
Komunikasi antarpersona atau komunikasi antarpribadi (interpersonal
communication) adalah proses penyampaian paduan pikiran dan perasaan oleh
seseorang kepada seseorang lainnya agar mengetahui, mengerti, atau melakukan
kegiatan tertentu. Dengan perkataan lain, komunikasi antarpersona adalah proses
penyampaian suatu pesan oleh seorang komunikator kepada seorang komunikan
untuk mengubah sikap, pandangan, dan perilakunya.
Jelas bahwa dalam situasi komunikasi antarpersona tersebut, yang
terlibat, atau yang menjadi pelaku komunikasi, hanyalah dua orang. Karena itu,
komunikasi jenis ini sering dinamakan komunikasi diadik (dyadic
communication). Dalam situasi seperti itu komunikasi berlangsung dalam bentuk
dialog atau percakapan. Karena itu komunikasi jenis ini sering disebut komunikasi
dialogis (dialogical communication).
Dibandingkan dengan jenis-jenis komunikasi lainnya, misalnya
komuniasi kelompok dan komunikasi massa, komunikasi antarpersona dianggap
oleh para ahli sebagai komunikasi yang paling efektif dalam upaya mengubah
sikap, pandangan, atau perilaku seseorang. Anggapan ini didasari kenyataan
sebagai berikut:
a) Komunikasi berlangsung dua arah secara timbal balik;
b) Arus balik berlangsung seketika;
c) Kerangka acuan komunikan dapat diketahui segera.
Komunikasi dalam situasi antarpersona, karena sifatnya dialogis
berlangsung dua arah (two way traffic reciprocal communication). Ini berarti
bahwa komunikasi berlangsung, selain dan komunikator kepada komunikan, juga
dari komunikan kepada komunikator.
Ini berarti pula bahwa komunikator mengetahui pada saat itu juga
tanggapan komunikan terhadap pesan yang disampaikan kepadanya itu, yang
mengandung makna pula bahwa arus balik berlangsung seketika (immediate
feedback). Dengan demikian, maka si komurikator dapat mengendalikan dan
mengatur komunikasinya berdasarkan tanggapan si komunikan, sehingga
keberhasilan komunikasinya dapat diketahui secara tuntas pada saat ia bertatap
muka dengan komunikan yang dijadikan sasarannya.
Keuntungan lain yang mendukung keberhasilan komunikasi antarpersona
komunikan dapat diketahui pada saat komunikasi sedang berlangsung.
Yang dimaksudkan dengan kerangka acuan (frame of reference) adalah
paduan dan nilai-nilai yang terbentuk oleh pengalaman, pendidikan, norma-
norma, agama, dan lain-lain, sehingga karenanya men imbulkan persepsi tertentu
terhadap suatsi gejala. Kerangka acuan seorang anak akan beda dengan orang tua;
demikian pula kerangka acuan seorang wanita dengan pria, seorang yang
beragama Islam dengan yang beragama Kristen, seorang perwira dengan seorang
petani, dan sebagainya.
Dalam situasi komunikasi antarpersona itu komunikator yang baru
mengenal komunikan, sebelum melancarkan pesan utamanya, terlebih dahulu
dapat menyampaikan pesan-pesan tertentu untuk menjajaki kerangka acuan
komunikasinya itu. Dengan demikian si komunikator dapat melancarkan pesan
utamanya itu kepada komunikan berdasarkan kerangka acuannya tersebut.
Karena ketiga hal itulah, seperti dikatakan tadi, komunikasi antarpersona
dianggap paling efektif untuk mengubah sikap, pandangan, dan perilaku
seseorang.

2) Komunikasi kelompok
Komunikasi (group communication) adalah proses penyampaian paduan
pikiran dan perasaan kepada sejumlah orang agar mereka mengetahui, mengerti,
atau melakukan kegiatan tertentu. Atau, dengan rumusan lain, komunikasi
kelompok adalah proses penyampaian pesan oleh seorang komunikator kepada
sejumlah komunikan untuk mengubah sikap, pandangan, atau perilakunya.
Persamaannya dengan komunikasi secara tatap muka, dua arah timbale
balik dengan umpan balik seketika. Perbedaannya terutama dalam jumlah
komunikan.
Seperti telah disinggung di atas, komunikasi yang berlangsung dengan
seorang komunikan dinamakan komunikasi diadik. Komunikasi antara
komunikator dengan dua orang komunikan termasuk komunikasi antarpersona,
sebab komunikasi secara dialogis berlangsung lancar.
Komunikasi yang berlangsung dengan tiga pelaku, yakni seorang
komunikator dengan dua orang komunikan, disebut komunikasi triadik (triadic
communication). Komunikasi dengan komunikan yang berjumlah lebih dan dua
orang termasuk komunikasi kelompok.
Dalam komunikasi antara komunikator dengan tiga, empat atau lima
orang komunikan sebenarnya dapat berlangsung dialog secara bergiliran, tetapi
komuniksai tidak akan seefektif komunikasi antarpersona, sebab sukar untuk
mengetahui kerangka acuan masing-masing secara lengkap dan menyeluruh
seperti pada komunikasi diadik atau triadik.
a) Ciri-ciri komunikasi kelompok
Umumnya komunikasi kelompok terbagi menjadi komunikasi
kelompok kecil (small group communication/micro group
communication) dan komunikasi kelompok besar (large group
communication/macro group communication). Berapa jumlah
komunikasi yang termasuk kelompok kecil dan berapa yang termasuk
kelompok besar, tidak ditentukan secara pasti. Umumnya suatu
komunikasi kelompok dianggap komunikasi kelompok kecil apabila
situasi komunikasi dapat dialihkan ke situasi komunikasi antarpersona
dengan salah seorang peserta.
Yang penting dalarn pengklasifikasian komunikasi kelompok kecil
dan komunikasi kelompok besar ialah ciri-ciri yang terdapat pada
komunikan. Komunikan pada komunikasi kelompok kecil bersifat
rasional, yang berarti bahwa pesan yang disampaikan komunikator
diterima mereka lebih banyak dengan pikiran dan nalar daripada dengan
perasaan.
Sebaliknya, komunikan pada komunikasi kelompok besar, ketika
menerima pesan dan komunikator, menanggapinya secara emosional,
lebih banyak dengan perasaan daripada dengan pikiran.
Situasi seperti itu akan lebih kentara apabila komunikannya
heterogen, berbeda dalam status sosial, tingkat pendidikan, agama, usia,
jenis kelamin, dan lain-lain, seperti pada rapat raksasa menjelang
pemilihan umum. Pada situasi komunikasi seperti itu akan terjadi apa
yang dinamakan contagion mentale, wabah mental, yang menjalar
dengan cepat. Jika seorang saja bertepuk tangan, dengan segera akan
diikuti oleh yang lain secara serempak; bila seorang berteriak “hidup
Pancasila”, akan diikuti pula secara serempak dan serentak.
Yang tidak begitu sulit dalam komunikasi kelompok ialah apabila
komunikan homogen, yakni adanya kesamaan di antara para komunikan.
Kadar homogenitas komunikan tidaksama, bergantung kepada banyaknya
aspek dan kesamaan itu.
Kadar homogenitas mahasiswa suatu universitas dan fakultas dan
jurusan yang sama cukup tinggi, lebih-lebih jika jenis kelamin dan
agamanya sama. Demikian pula komunikan yang terdiri atas para perwira
menengah angkatan darat.
Berdasarkan ciri-ciri yang berbeda antara komunikasi kelompok kecil
dan komunikasi kelompok besar itu, gaya kom un ikasi seorang
komunikator jelas harus berbeda, sebab yang satu ditujukan kepada
benaknya, yang lain diarahkan kepada hatinya. Jika gaya pidato di depan
rapat raksasa dipergunakan dalam brifing dengan para kepala bagian
sebuah jawatan, tidak akan lucu. Sebaliknya, apabila gaya bicara dalam
brifing dipergunakan dalam rapat raksasa, kemungkinan besar
komunikator akan diteriaki, bahkan dilempari sandal.

b) Jenis-jenis komunikasi kelompok


Bagi seorang kahumas yang dalam pelaksanaan tugasnya selalu
berkecimpung dalam kehidupan organisasi, tentunya tidak akan asing
dengan istilah-istilah seperti rapat kerja (raker), rapat pimpinan (rapim),
brifing, lokakarya, penataran/sarasehan, santiaji, ciptakarya/riptakarya,
forum, diskusi, simposium, seminar, ekspose, ceramah, kuliah,
konferensi, kongres, dan sebagainya, yang kesemuanya itu adalah
komunikasi kelompok.
Ditinjau dan ilmu komunikasi, di antara istilah-istilah tersebut di atas
ada yang mempunyai kesamaan, misalnya rapat kerja, rapat pimpinan,
dan brifing. Demikian pula ceramah dan kuliah.
Berikut ini hanya akan dijelaskan beberapa jenis komunikasi
kelompok yang memiliki kekhasan saja.
(1) Diskusi panel
Diskusi pnel (panel discussion) adalah komunikasi kelompok untuk
memecahkan suatu masalah sosial yang dilakukan oleh sejumlah
orang yang berbeda dalam keahliannya. Biasanya yang tampil dalam
diskusi panel itu antara tiga dan tujuh orang dengan keahlian yang
sangat erat kaitannya dengan masalah yang dibahas. Misalnya ma
salah kemacetan lalu untas. Untuk memecahkan masalah ini dilibatkan
ahli sosiologi, ahli psikologi, ahli hukum, dan pejabat kepolisian.
Diskusi panel berarti diskusi beregu. Istilah diskusi berasal dan
bahasa Latin, discussus, yang bersumber pada kata kerja discutere.
Secara harfiah discutere berarti “mengocok”, secara maknawiah
berarti “bertukar pikiran secara mendalam”.
Sifat diskusi panel adalah subject centerd atau “terpusatkan pada
masalah”, yang berarti bahwa dikumpulkannya sejumlah ahli ialah
karena ada masalah penting yang perlu dipecahkan.
Diskusi panel dipimpin oleh seorang moderator yang duduk sejajar
dengan para panelis. Sifat komunikasi adalah tak formal, sehingga
setia panelis mempunyai keleluasaan untuk menanggapi (mendukung
atau menyanggah) pendapat rekan lainnya.
Diskusi panel umumnya diselenggarakan di hadapan sejumlah
orang yang menaruh minat pada pemecahan yang dilakukan para ahli
itu. Hadirin biasa disebut floor. Dengan berkembangnya media
komunikasi elektronik, diskusi panel sering pula diadakan tidak di
hadapan floor atau hadirin, melainkan melalui radio siaran dengan
para pendengar sebagai floor-nya, atau melalui televisi siaran dengan
para pemirsa sebagai floor-nya.
Diskusi panel tidak merumuskan kesimpulan atau keputusan.
(2) Forum
Forum mempunyai beberapa pengertian, yakni mimbar, hadirin, dan
komunikasi kelompok.
Forum dalam pengertian komunikasi kelompok adalah pertemuan
untuk membahas suatu topik yang menyangkut kepentingan umum
(an assembly for the discussion of matters of public interest).
Sebagai bentuk komunikasi, forum bersifat speaker centered,
terpusatkan pada pembahas, dalam arti kata bahwa pembicara dalam
forum ini termasuk orang yang, selain menguasai topik yang dibahas,
juga mempunyai nama di masyarakat. Dan tokoh tersebut khalayak
yang hadir mengharapkan pemikirannya berupa informasi beserta
penjelasannya. Di situ terjadi dialog. Karena itu istilah forum
sebenarnya adalah singkatan dan dialogue forum.
Dalam situasi komunikasi seperti itu, ketua pelaksana forum
bertindak sebagai „jembatan‟ (bridge) antara pembicara dengan
hadirin.
(3) Simposium
Simposium adalah komunikasi kelompok yang melibatkan tiga sampai
lima orang pembicara dengan spesialisasi pengetahuan yang berbeda,
untuk membahas berbagai aspek dan suatu topik yang luas. Seperti
halnya dengan forum, simposium bersifat speaker centered, yakni
bahwa para pembahas dinilai sebagai ahli yang andal.
Sebagai dialogue forum, simposium memberikan keleluasaan
kepada floor untuk mengajukan pertanyaan, menyanggah, atau
mendukung salah seorang pembicara yang biasanya dilakukan secara
tertulis. Lalu lintas komunikasi diatur oleh moderator.
Kelemahan simposium ialah bahwa jenis komunikasi kelompok ini
menampilkan perbedaan-perbedaan pendapat yang mendasar, tetapi
para pembahas tidak memeriksa akar-akar permasalahan yang dikupas
secara memuaskan.
(4) Seminar
Seminar adalah paduan simposium dengan diskusi panel yang diikuti
oleh peserta yang lebih besar jumlahnya. Oleh karena itu, sifat
seminar adalah subject centered dan speaker centered. Oleh sebab itu
pula topic yang diseminarkan merupakan masalah sosial yang
memerlukan pemecahan, dan yang membahasnya adalah orang-orang
yang, selain ahli dalam bidangnya, juga ternama, sehingga
kredibilitasnya dapat diandalkan.
Berbeda dengan forum atau simposium, yang para pesertanya
(floor) hadir untuk memperoleh pengetahuan, pada seminar justru
untuk urun rembuk atau berpartisipasi menyumbangkan pikirannya.
Oleh karena itu peserta seminar bukanlah umum, melainkan orang-
orang pilihan yang oleh panitia penyelenggara dianggap mempunyai
wawasan pemikiran yang cukup untuk diminta pendapatnya dalam
rangka memecahkan masalah yang ditampilkan. Oleh sebab itu pula,
peserta seminar diminta secara pribadi disebabkan keandalannya,
bukan semata-mata wakil departemen atau lembaga.
Tidak jarang peserta didatangkan dan kota jauh dengan dibiayai
untuk transportasi, penginapan, persidangan, dan sebagainya, tetapi
selama seminar tidak ada satu kata pun yang diucapkan sebagai
masukan untuk memecahkan masalah yang dibahas.
Untuk menampung masukan dan tiap peserta itu, seminar
diorganisasi sedemikian rupa sehingga setiap peserta diberi
keleluasaan untuk menyatakannya.
Seminar terdiri atas dua jenis pertemuan, yakni sebagai berikut:
(a) Sidang pleno
Sidang pleno atau rapat paripurna merupakan sidang lengkap yang
dihadiri oleh seluruh peserta seminar. Frekuensi siding pleno
bergantung pada taraf seminar nasional, internasional, atau regional
dan pentingnya masalah yang dibahas, tetapi paling sedikit sidang
pleno diadakan dua kali, yakni pada awal dan pada akhir seminar.
Sidang pleno yang pertama biasanya diselenggarakan langsung
setelah upacara pembukaan. Pada sidang lengkap ini timbul
sejumlah ahli yang mengupas aspek-aspek tertentu dan masalah
yang dijadikan topik seminar. Makalah dan para tokoh itu nantinya
akan dijadikan bahan pembahasan dalam sidang komisi.
Sidang pleno terakhir berfungsi untuk mendengarkan hasil
pembahasan aspek-aspek masalah yang dilakukan dalam siding-
sidang komisi. Setiap komisi menyampaikan laporan hasil kerjanya
yang dibacakan oleh pelapor atau pembicara. Setelah selesai,
terjadi perdebatan antara anggota-anggota komisi yang lainnya
dalam rangka menyempurnakan hasil kerja komisi-komisi itu.
Sidang lengkap ini diakhiri dengan membacakan kesimpulan
umum yang terdiri atas butir-butir mengenai cara pemecahan
masalah yang diseminarkan itu.
Sidang lengkap ini diakhiri dengan membacakan kesimpulan
umum yang terdiri atas butir-butir mengenai cara pemecahan
masalah yang diseminarkan itu.
Sidang pleno terakhir itu biasanya dilanjutkan dengan upacara
penutupan.
(b) Sidang komisi
Sidang komisi adalah forum dialog yang diikuti oleh sebagian
peserta seminar. Jumlah komisi bergantung pada jumlah peserta
seminar secara keseluruhan, biasanya tiga atau lima komisi.
Pengaturan dilakukan sedemikian rupa sehingga jumlah anggota
komisi memungkinkan setiap orang mengemukakan pemikirannya.
Inilah maksud seminar yang sebenarnya, yakni sebagaimana
dikatakan di muka, setiap peserta seminar diharapkan memberikan
masukan.
Jumlah komisi dan aspek yang akan dibahas dalam komisi
biasanya diumumkan dalam sidang pleno. Para peserta seminar
dapat memilih salah satu komisi yang diminatinya. Akan baik
sekali apabila seluruh peserta terbagi rata. Misalnya, jika peserta
seminar seluruhnya berjumlah 150 orang, dan jumlah komisi lima
buah, maka tiap komisi beranggotakan 30 orang.
Berbeda dengan sidang pleno, yang seluruh pesertanya duduk
berhadapan dengan pimpinan sidang, pada sidang komisi para
peserta duduk berkeliling sehingga komunikasi berlangsung tatap
muka. Dalam situasi komunikasi seperti ini terjadi personal contact
antara para peserta satu sama lain.
Dalam ilmu komunikasi kelompok anggota komisi itu
dinamakan buzz group. Alvin A. Goberg dan Carl E. Larson dalam
bukunya, Group Communication, menjelaskan pengertian buzz
group sebagai berikut:
“When an audience is broken down into small face-to face
groups and asked to discuss a topic, the groups are sometimes
called buzz groups. Buzz groups may be asked to appoint a
spokes person who will inform the entire audience of the
conclusions they reach”.
(Apabila hadirin dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil yang
bersifat tatap muka dan diminta untuk mendiskusikan suatu
topik, maka kelompok seperti itu kadang-kadang disebut buzz
groups, Buzz group dapat diminta untuk menunjuk jurubicara
yang bertugas menginformasikan kesimpulan diskusi kepada
seluruh hadirin).
Berbeda dengan jenis-jenis komunikasi kelompok lainnya,
seminar merupakan kelompok studi ilmiah. Jadi, suatu pertemuan
dinamakan seminar apabila mencakup hal-hal sebagai berikut:
 Topik yang dibahas merupakan masalah sosial;
 Para peserta terdiri atas ahli-ahli yang berkaitan dengan masalah
yang akan dipecahkan;
 Para peserta diharapkan berpartisipasi pendapat;
 Kelompok dialog menghasilkan kesimpulan;
 Pertemuan merupakan kelompok studi ilmiah.
Di Indonesia sering diadakan pertemuan untuk mendiskusikan
suatu persoalan dengan menyandang sebutan seminar, misalnya
Seminar Tuyul yang diselenggarakan di Semarang, Seminar Nasi
Goreng yang diadakan di Jakarta, dan lain-lain yang sebenarnya
tidak memenuhi persyaratan seminar.
(5) Brainstorming
Brainstorming atau curah saran adalah suatu teknik dalam komunikasi
kelompok untuk memperoleh gagasan sebanyak-banyaknya dalam
waktu sesingkat-singkatnya dan para peserta yang dilibatkan.
Alvin A. Goldberg dan Carl E. Larson dalambukunya, Group
Communication, menjelaskan pengertian brainstorming sebagai
berikut:
“. . . a procedure for encouraging creativity in discussion groups
by eliminating or reducing those factors that inhibit the
formulation and expression of new and creative ideas”.
(... suatu tata cara untuk menggalakkan kreativitas dalam suatu
kelompok diskusi dengan menghilangkan atau mengurangi faktor-
faktor yang merintangi formulasi dan ekspresi gagasan-gagaSan
yang baru dan kreatif.)

Definisi Goldberg dan Larson tersebut menekankan aspek kreativitas.


Kreativitas ini dibangkitkan agar setiap peserta kelompok diskusi
memberikan saran sebanyak-banyaknya untuk memecahkan suatu
masalah yang dibawa ke pertemuan diskusi itu.
Austin J. Freeley dalam bukunya, Argumentation and Debate:
Rational Decision Making, memberikan penjelasan mengenai
brainstorming tersebut sebagai berikut:
“The purposes of brainstorming are to create a situation that
encourages short cuts in the logical processes and to produce a
large number of ideas in a short time”.
(Tujuan urun saran adalah untuk menciptakan suatu situasi yang
menggalakkan jalan pintas dalam proses yang logis dan untuk
menghasilkan sejumlah besar gagasan dalam waktu singkat.)
Tujuan utama dan brainstorming adalah menghasilkan saran sebanyak
banyaknya untuk ditetapkan salah satu daripadanya dalam rangka
memecahkan suatu masalah. Saran-saran itu diusahakan dalam waktu
singkat. Untuk itu perlu diciptakan suasana yang memungkinkan
munculnya saran-saran dan seluruh peserta kelompok.
Teknik brainstorming itu pertama kali dikembangkan oleh Alex F.
Osborn pada tahun 1930 ketika ja menjabat Kepala Biro Iklan “Batten
Barton Durstin and Osborn” di New York.
Karena teknik tersebut dinilai amaf bermanfaat dalam kehidupan
organisasi, berbagai badan dan lembaga mempraktekkannya secara
luas dalam bidang bisnis, industri, pemerintahan bahkan kemiliteran.
Karena teknik urun saran ini efektif untuk memecahkan suatu
masalah, hal-hal berikut ini kiranya dapat menjadi perhatian:
(a) Para peserta duduk mengelilingi meja dalam jumlah tidak lebih
dari 15 orang. Jika ternyata lebih dan jumlah itu, sebaiknya dibagi
menjadi beberapa kelompok sehingga tidak melebihi 15 orang.
(b) Suasana diciptakan sedemikian rupa sehingga bersifat tak formal,
dan secara santai para peserta mempunyai kebebasan untuk
mengemukakan pendapatnya.
(c) Karena tujuan urun saran adalah untuk menampung pendapat para
peserta itu dalam waktu singkat, maka waktu untuk itu dibatasi
tidak lebih dan satu jam.
(d) Pemrakarsa urun saran mengemukakan masalah yang akan
dipecahkan begitu pertemuan dimulai atau beberapa waktu
sebelumnya.
(e) Urun saran akan efektif jika para peserta hampir sama dalam
tingkat kedudukannya, dan sama dalam bidang tugasnya.
(f) Dalam diskusi dilakukan teknik trigger effect atau „efek picu
senapan”, artinya: begitu gagasan diketengahkan apakah gagasan
itu buruk atau tak relevan, ia akan memotivasi munculnya
gagasan yang lebih baik.
(g) Para peserta digalakkan untuk berpartisipasi pendapat. Mereka
tidak saja dapat mengetengahkan gagasan asli, tetapi juga dapat
mengembangkan gagasan rekan lain.
(h) Selama berlangsungnya diskusi, penilaian atau kritik tidak
dibenarkan, sebab kritik akan mematikan kreativitas. Pemrakarsa
harus menekan setiap kritik seraya berupaya agar setiap peserta
bebas melontarkan gagasannya.
(i) Semua gagasan termasuk yang dalam sekilas pandang tidak
bernilai dihimpun secara saksama dengan menggunakan salah
satu cara berikut ini:
 Menunjuk dua atau tiga orang untuk menuliskannya pada
papan tulis
 Menggunakan juru steno;
 Memasang “pohon gagasan” (idea tree), yakni sebongkah
kayu yang diletakkan di atas meja untuk melekatkan kertas
yang dituhsi gagasan;
 Meletakkan sebuah keranjang tempat menampung lembaran
kertas bertuliskan gagasan.

(j) Begitu diskusi usai dan semua gagasan disusun rapi agar mudah
diperiksa, maka kegiatan meningkat kepada tahap penilaian
secara menyeluruh; himpunan gagasan tersebut kemudian
diserahkan kepada ekeIompok pembuat kebíjaksanaan (policy
makers) atau seseorang yang ditugasi sebagai pengambil
keputusan (decision maker).
Demikianlah diskusi dalam proses urun saran sebagai teknik
komunikasi kelompok. Dalam pelaksanaannya tidak jarang muncul
saran yang aneh, rnenggelikan, atau tidak masuk akal. Seperti di
katakan di atas, saran yang bagaimana pun tidak boleh dikritik atau
ditertawakan, sebab bukan tidak mungkin sebuah saran yang buruk
dapat dikembangkan menjadi saran yang terbaik untuk dilaksanakan.
Di bawah ini adalah sebuah contoh mengenai hal itu.
Dikisahkan bahwa pada suatu ketika seorang pengusaha took
tampak murung karena tokonya selalu sepi dan pembeli, padahal
letaknya di tepi jalan raya. Kemudian ia mengumpulkan para
karyawannya untuk membahas masalah tersebut, yakni bagaimana
caranya agar tokonya itu laku.
Setiap peserta diskusi diminta memberikan saran sebanyak-
banyaknya. Dan memang banyak saran yang dapat ditampung. Salah
satu saran ialah agar di depan toko disebarkan paku kecil sehingga
kendaraan-kendaraan yang lewat akan pecah bannya; dengan
demikian terpaksa berhenti. Sambil menunggu penggantian ban serep,
para penumpang akan turun dan diharapkan akan berbelanja di took
tersebut.
Tidak mengherankan jika si penyaran tersipu-sipu ketika di
tertawakan oleh rekan-rekannya, sebab sarannya dinilai aneh, buruk,
menggelikan, dan tidak masuk akal.
Tetapi, ternyata gagasan yang menimbulkan tawa itu oleh salah
seorang rekannya dikembangkan sehingga menjadi saran yang terbaik.
Saran yang dikembangkan itu ialah agar si pengusaha took
menghadap pengelola bis kota dengan permohonan agar di depan
tokonya diperbolehkan membangun tempat penghentian bis kota
(shelter).
Ternyata permohonannya itu dikabulkan. Dan ternyata pula para
penumpang yang turun dan bis terlebih dahulu mampir untuk
berbelanja, dan calon penumpang yang sedang menunggu kedatangan
bis, juga terlebih dahulu berbelanja.
Sejak dibangunnya shelter itu, toko tesebut menjadi amat laku. Dan
itulah hasil kegiatan urun saran. Bis yang setiap hari bolak-balik
puluhan kali itu, memang berhenti di depan toko, tetapi berhentinya
bukan karena paku yang disebarkan.
Para kahumas dapat mempraktekkan brainstorming itu untuk
memcahkan suatu masalah yang sering sulit dan rumit untuk di
pecahkan. Kepala sama berbulu, tetapi pendapat bisa berlainan. Dan
pendapat yang berlainan itulah, sangat mungkin satu di antaranya
dapat dinilai sebagai saran terbaik.
Dengan penjelasan mengenai berbagai jenis komunikasi kelompok itu
para kahumas kiranya tidak akan salah kaprah dalam memberikan nama kepada
suatu pertemuan yang diselenggarakannya. Jangan sampai menamakan seminar,
padahal forum, atau menyebut forum, padahal simposium, dan sebagainya. Uraian
mengenai jenis-jenis komunikasi kelompok kecil (small group ommunication) di
atas menunjukkan bahwa komunikasi kelompok dapàt digunakan untuk dua
tujuan, yakni:
1) Bertukar informasi (information sharing),
2) Memecahkan masalah atau mengambil keputusan (problem solving or
decision making).
Pentingnya komunikasi kelompok kecil itu ialah untuk memecahkan
masa lah atau mengambil keputusan karena sifatnya yang merupakan collective
problem solving, yakni pemecahan masalah secara kolektif. Ini akan lebih baik
daripada dilakukan oleh seorang, dan apabila orang-orang yang dilibatkan dalam
pemecahan masalah itu adalah mereka yang melaksanakannya atau yang akan
melaksanakannya, maka mereka merasa turut bertanggung jawab dalam mencapai
tujuan yang telah ditetapkan oleh kelompok. Collective problem solving itu akan
menghasilkan suatu keputusan yang mempunyai power of decision, kekuatan
memutuskan.
Disebabkan oleh kedudukannya yang berkecimpung dalam bidang
komunikasi, kahumas acap kali muncul dalam suatu pertemuan diskusi sebagai
ketua sidang atau moderator, apakah itu diskusi panel, forum, simposium, atau
seminar. Tentunya ja akan dinilai oleh hadirin, sejauh mana kemampuannya
dalam memimpin sidang. Dalam hubungan ini, Prof. A.D. Sheffield dalam buku
Frank Walser, The Art of Conference, mengatakan bahwa tugas ketua sidang
adalah:
1) Mengantarkan (introduce)
2) Menggalakkan (stimulate)
3) Menghubungkan (interrelate)
4) Menampilkan fakta (provide facts)
5) Melebarkan cakrawala (open wider look)
6) Menekankan segi penting (emphasize the significant)
7) Mengorganisasi (organize)
8) Meringkaskan (summarize)

Selanjutnya Prof. Sheffield mengatakan bahwa keberhasilan seseorang dalam


memimpin sidang bergantung kepada tiga hal, yakni:
1) Persiapannya ketika menghadapi pertemuan (his preparation for themeeting)
kewaspadaannya ketika berbkara (watchfulness of the speaking),
2) Sikap hati-hati terhadap bobot diskusi yang memberati dirinya (caution
against weighting the discussfon himself).

Suatu hal yang patut diperhatikan oleh ketua sidang ialah bahwa ia tidak
perlu merasa segan untuk mendelegasikan sebagian dan tugasnya kepada orang
lain. Tetapi, sudah tentu pada saat yang sama ia harus tetap melakukan peng
awasan terhadap apa yang dikerjakan untuk dirinya itu.
Dia bisa meminta salah seorang anggota untuk membantu mencatat butir-
butir (points) tertentu, meminta kepada anggota lainnya untuk menuliskan
pertanyaan-pertanyaan khusus, meminta kepada anggota lainnya lagi untuk
mencari dan mengkaji informasi tertentu untuk pelengkap.
Dalam menghadapi tugasnya, ketua sidang hendaknya senantiasa
menyediakan pengarahan bagi dirinya sendiri dengan dua hal:
1) Bagan atau rancangan (outline) yang dibuat dan diletakkan di atas meja
sebelum sidang dimulai;
2) Butir-butir yang dibuat secara tepat pada saat persidangan berlangsung;
dengan demikian ia mengetahui bagian mana yang menjadi pusat perhatian
hadirin.

Jadi, ia mengarahkan dirinya sendiri berdasarkan outline, sementara peserta


diskusi mengemukakan pendapatnya, Outline itu akan membantu dia tetap bisa
mengecek jalannya diskusi, memantau berkaitan-tidaknya dengan masalah sentral,
mengawasi sesuai-tidaknya dengan waktu yang dialokasikan, dan mengkaji
tercapai-tidaknya tujuan yang diharapkan dan diskusi.
Dengan demikian, maka dengan outline itu ketua sidang dapat
membimbing para peserta sidang:
1) Mendefinisikan masalah yang dibahas, pertama-tama dalam pengertian
pengertian berdasarkan pengalaman dirinya, kemudian dalam pengertian
dalam hubungannya dengan masyarakat;
2) Menetralisasi pertentangan (conflict) atau ketidaksesuaian (meladjust ment)
antara beberapa pandangan para peserta.
Ketua sidang harus mengetahui kelompok yang dihadapinya dan subjek yang
dibahasnya, dan dapat meraba perangai dan perasaan kelompok. Dia harus
mengetahui bagaimana menerapkan seni diskusi. Berhasilnya ketua sidang ialah
karena ia dapat merasakan apa yang dirasakan oleh kelompok (the feel of the
group).

c. Proses komunikasi sekunder


Proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian paduan
pikiran dan perasaan seseorangkepada orang lain dengan menggunakan suatu
sarana sebagai media.
Sarana tersebut adalah media kedua, sedangkan media pertama
sebagaimana diutarakan di muka adalah lambang, antara lain bahasa. Media kedua
baru berfungsi apabila media pertama berfungsi. Contoh untuk ini adalah surat.
Surat hanya akan merupakan sehelai kertas yang tidak mengandung makna apa-
apa kalau tidak berisi kata-kata yang mencetuskan pikiran atau perasaan
seseorang.
Jadi, dalam proses komunikasi, media kedua dipergunakan oleh seorang
komunikator apabila komunikan yang dituju berada di tempat yang jauh atau
jumlahnya banyak.
Dalam kehidupan sehari-hari, yang disebut media komunikasi itu adalah
media kedua seperti surat tadi, juga radio, televisi, surat kabar, dan lain-lain yang
berwujud. Jarang sekali orang menyadari bahwa bahasa sebenarnya media
komunikasi; seolah-olah isi pesan (the content of the message), yakni pikiran dan
perasaan, sudah melekat pada bahasa, yang masing-masing tak mungkin
terpisahkan satu sama lain.
Komunikasi tatap muka sering dianggap sebagai komunikasi tanpa
media. Hal ini terbukti dengan diberikannya sebutan komunikasi bermedia
(mediated communication) kepada komunikasi dengan media sekunder tadi.
Media sekunder atau media kedua sebagai salah satu unsur dan
komunikasi itu, biasanya diklasifikasikan menjadi media massa dan media
nirmassa.

1) Komunikasi melalui media massa


Media massa (mass media) adalah sarana untuk menyalurkan pesan oleh
seseorang atau sekelompok orang kepada sejumlah orang banyak yang terpencar-
pencar.
Komunikasi melalui media massa (mass media communication), sering di
sederhanakan menjadi komunikasi massa (mass komunication) saja. Tegasnya,
komunikasi massa dalam ilmu komunikasi berarti komunikasi melalui media
massa.
Di antara para peminat komunikasi terdapat pandangan lain mengenai
komunikasi massa itu, selain pengertian bahwa komunikasi massa adalah
komunikasi melalui media modern seperti dikatakan di atas. Everett. M. Rogers,
misalnya, berpendapat bahwa media massa mencakup juga media massa
tradisional, di antaranya teater rakyat, juru dongeng keliling, dan juru pantun.
Ada pula yang berpendapat bahwa komunikasi massa itu mencakup juga
komunikasi dengan orang yang jumlahnya sangat banyak yang bersama sama
berkumpul di suatu tempat, seperti umpamanya rapat raksasa. Mengenai situasi
komunikasi seperti itu telah disinggung di muka, dalam paparan mengenai
komunikasi kelompok besar (large group communication/macro group
communication).
Berdasarkan pelbagai pendapat di atas, pengklasifikasian komunikasi
menjadi komunikasi tatap muka dan komunikasi bermedia, serta komunikasi
antarpersona, komunikasi kelompok, dan komunikasi massa, menjadi kabur.
Oleh karena itu, demi kejelasan dalam penjabarannya nanti, buku ini
akan menganut pendapat kebanyakan ahli komunikasi yang ditegaskan tadi bahwa
komunikasi massa (mass communication) itu adalah penyederhanaan dan istilah
komunikasi media massa (mass media communication) tegasnya, komunikasi
massa adalah komunikasi melalui media massa.
Untuk memperoleh kejelasan mengenai komunikasi massa itu, berikut ini
adalah ciri-cirinya, yang merupakan rangkuman dan berbagai pandangan para ahli
komunikasi;
a) Proses komunikasi masa berlangsung satu arah (one way traffic com
munication);
b) Komunikator pada komunikasi massa bersifat melembaga (institutional
ized; organized);
c) Pesan pada komunikasi massa bersifat umum (public);
d) Media pada komunikasi massa menimbulkan keserempakan
(simultaneity);
e) Komunikan pada komunikasi massa bersifat heterogen (heterogeneous).
Bagi para kahumas, memahami ciri-ciri komunikasi massa sebagaimana
diutarakan di atas amat penting karena akan menjadi sarana untuk mencapai
publik, terutama publik ekstern.
a) Ciri proses
Ciri yang pertama, yang menunjukkan bahwa komunikasi massa
berlangsung satu arah, menimbulkan konsekuensi bahwa kahumas yang
menggunakan suatu media massa tidak akan mengetahui tanggapan
publik terhadap suatu pesan yang disampaikan kepadanya. Karena itu,
maka ketika menggunakan media massa ia harus mempersiapkan dan
menata pesan yang disebarkan sedemikian rupa sehingga pesannya itu
dapat diterima oleh publik, sekaligus dimengerti.
Lebih-lebih jika media massa yang digunakan adalah radio dan
televisi yang, karena sifatnya elektronik, pesan yang sampai kepada
publik hanya sekilas. Begitu didengar dan atau dilihat, begitu hilang,
tidak mungkin dikaji lagi seperti pesan-pesan yang disebarkan di media
cetak seperti surat kabar atau majalah.
Dengan demikian, maka para kahumas yang menggunakan media
massa untuk berbagai kegiatan, misalnya mengirimkan press release atau
memasang ikian, perlu memahami ciri yang pertama dan media massa
ini. Mengenai bagaimana menyusun press release akan dibahas pada hal
khusus mengenai kegiatan humas kepada publik ekstern.
b) Ciri komunikator
Ciri yang kedua dan komunikasi massa ialah komunikatornya
melembaga, dalam arti kata bahwa siapa pun yang menjadi komunikator
tidak mempunyai kebebasan karena pesan-pesan yang disebarkan oleh
media massa menyangkut nama baik, bahkan kelangsungan hidup media
yang bersangkutan.
Wartawan surat kabar, penyiar radio, atau reporter televise adalah
komunikator terlembagakan. Mereka ini tidak mungkin menulis atau
berkata seenaknya. Mereka memiliki kode etik yang mereka junjung
tinggi. Mereka bekerja dengan memperhitungkan kebijaksanaan media
massa yang diwakilinya.
Demikian pula jika seorang kahumas akan memanfaatkan media
massa untuk kegiatannya mencapai publik ekstern, pesan-pesan yang
akan disebarkannya akan mengalami pemeriksaan yang saksama dan
pihak pimpinan media massa.
Jika mengirimkan press release, misalnya, naskahnya akan
diselidiki, apakah tidak menyerang orang tertentu, apakah tidak
mengganggu ketertiban umum, dan sebagainya. Juga, kalau umpamanya
seorang kahumas akan memasang ikian, naskah iklannya akan ditelaah,
apakah tidak mengandung unsur penipuan, apakah tidak melanggar
larangan pemerintah, dan sebagainya, karena media massa juga memiliki
kode etik perikianan, di samping memang dapat diajukan ke pengadilan
apabila ikian yang disebarkannya melanggar salah satu pasal dan Kitab
Undarig-undang hukum Acara Pidana.
c) Ciri pesan
Pesan yang disiarkan media massa bersifat umum. Inilah ciri
komunikasi massa yang ketiga, yang berarti bahwa setiap pesan, apakah
yang disebarkan oleh para komunikator dan media massa yang
bersangkutan atau dan masyarakat termasuk kahumas harus menyangkut
kepentingan umum. Umum di sini berarti khalayak secara keseluruhan
atau sekelompok orang tertentu yang ada kepentingannya.
Jadi, kalau seorang kahumas mengirimkan press release ke sebuah
surat kabar yang berisi berita bahwa direktur dan perusahaan tempat
kahumas itu bekerja mengadakan selamatan khitanan putranya, jelas
tidak akan disiarkan karena tidak menyangkut kepentingan umum.
Demikian pula kalau, umpamanya, kahumas dan Kantor
Gubernuran mengirimkan press release yang berisi berita bahwa
Gubernur akan berangkat ke Tanah Suci untuk menunaikan ibadah haji,
tidak akan dimuat oleh surat kabar. Kalaupun disiarkan, bukan karena
naik hajinya, melainkan ketiadaanflya di kantor selama beberapa waktu
disebabkan pergi ke Mekah, sehingga masyarakat yang akan
menemuinya menjadi tahu Kepergian Pak Gubernur ke Tanah Suci itu
tidak mçnyangkut kepentingan umum, melainkan kepentingan pribadi.
Yang berkaitan dengan kepentingan umum adalah ketiadaannya beliau di
kantor sehingga tidak dapat melayani masyarakat.
Memang, adakalanya media massa menyiarkan kegiatan pribadi
seorang presiden atau seorang raja, misalnya perayaan ulang tahun,
memancing, berburu, dan sebagainya, yang tidak bersangkutan dengan
kepentingan umum. Itu kekecualian, karena ia merupakan seorang yang
terpenting tiada taranya dalam masyarakat suatu negara. Dan ini biasanya
termasuk human interest news, suatu selingan bagi berita-berita teramat
penting yang termasuk hard news yang setiap han disiarkan oleh media
massa mengenai pimpinan negara itu.
d) Ciri media massa
Ciri berikutnya dan komunikaSi massa adalah keserempakan yang
di timbulkan oleh media. Ciri inilah sebenarnya yang membedakan
media massa dengan media nirmassa (non-mass media) seperti poster,
spanduk, pamflet, papan pengumuman telepon, surat, dan banyak lagi.
Keserempakan (simultaneity) ini mengandung keserentakan
(instantaneousness) pula.
Yang dimaksudkan dengan keserempakan itu ialah kebersamaan
pada saat yang sama di antara komunikan yang begitu banyak jumlahnya
ketika mengikuti suatu pesan yang disiarkan oleh media massa. Karena
itu, yang dinilai sebagai media massa oleh para ahli komunikasi
umumnya adalah surat kabar, radio, televisi, dan film.
Pada suatu pagi suatu jumlah besar publik secara serempak dan
serentak bersama-sama membaca surat kabar, bahkan Surat kabar yang
sama. Demikian pula khalayak pendengar radio serta pemirsa televisi dan
penonton film. Bahkan bila sebuah stasiun televisi menyiarkan acara
yang bertaraf nasional atau internasional, misalnya pertandingan tinju
atau sepak bola, jutaan atau puluhan juta, bahkan ratusan juta penonton1
secara serempak bersama-sama menonton acara yang sama itu.
Di negara-negara yang sudah maju, antara lain Amerika Serikat
dan Jepang, yang kebiasaan membacanya telah mencapai taraf yang
tinggi, majalah dan buku pun dinilai sebagai media massa. Begitu sebuah
majalah terbit dengan oplah 25 juta eksemplar, setidak-tidaknya 5 juta
sampai 10 juta orang bersama-sama membaca. Demikian pula buku kalau
ditulis oleh pengarang kenamaan, dan oplah sekitar 20 juta eksemplar,
setidak-tidaknya jutaan orang membacanya secara bersama-sama pada
saat yang sama.
Seperti dikatakan tadi, media komunikasi lainnya seperti poster,
spanduk, pamfiet, papan pengumuman, telepon, telegram, teleks, surat,
dan sebagainya, tidak memiliki karakteristik keserempakan tersebut.
Sudah tentu bagi para kahumas memahami karakteristik media
massa tersebut amat penting, sebab dengan menggunakan media massa
yang memiliki ciri khas yang dapat menjangkau publik yang begitu
banyak secara serempak dan serentak, mereka dapat memilih dan
menentukan surat kabar mana atau radio siaran mana yang paling tinggi
kadar keserempakannya.
Kadar keserempakan ini sudah tentu berkaitan dengan luasnya
sirkulasi atau luasnya jangkauan media massa bersangkutan. Hal ini
menyangkut keefektifan komunikasi yang harus dilakukan oleh para
kahumas, yang mengandung arti bahwa dengan biaya minimal dapat
menjangkau publik dalam jumlah yang maksimal.
e) Ciri komunikan
Ciri berikutnya dan komunikasi massa adalah heterogenitas komunikan
yang dituju. Para pembaca surat kabar yang begitu banyak, berbeda
dalam usia, jenis kelamin, status sosial, tingkat pendidikan, taraf
kebudayaan, agama, pandangan hidup, kesenangan, dan sebagairiya.
Demikian pula pendengar radio, pemirsa televisi dan film. Memang
tidak mudah untuk menyampaikan pesan komunikasi yang dapat
dimengerti, diterima, dan disenangi oleh publik yang heterogen seperti
diterangkan di atas. Oleh karena itu, para komunikator media massa
biasanya membagi khalayak yang heterogen itumenjadi dua kategori,
yakni yang dinamakan target audience atau khala yak sasaran, dan target
groups atau kelom pok sasaran.
Yang dimaksudkan dengan khalayak sasaran adalah semua orang yang
diterpa media massa, sedangkan kelompok sasaran adalah kelompok
kelompok menurut penggolongan tertentu, misalnya kelompok usia
meliputi kelompok anak, kelompok remaja, dan kelompok dewasa;
kelompok status sosial dikiasifikasikan menjadi kelompok petani,
kelompok ABRI, kelompok mahasiswa, dan lain-lain; untuk kelompok
agama ditetapkan kelompok agama Islam, kelompok agama Kristen
Protestan dan Katolik, kelompok agama Hindu, kelompok agama Budha,
dan sebagainya; dan banyak lagi.
Pada berbagai surat kabar di Indonesia dapat dilihat rubrik-rubrik
khusus untuk kelompok-kelompok sasaran itu, dengan disesuaikan
dengan waktu yang pantas, misalnya rubrik untuk para pemeluk agama
Islam disajikan pada han Jumat. Demikian pula acara radio dan acara
televise serta judul film.
Di Indonesia ada kecenderungan surat kabar atau majalah diter bitkan
untuk kelompok sasaran tertentu, misalnya Harian Kom pas ditujukan
kepada khalayak intelektual, Harian Pos Kota untuk rakyat „rendahan‟,
Harian Suara Karya untuk pegawai negeri, dan lain-lain. Majalahpun
demikian, misalnya majalah Tempo, Majalah Kartini dan Femina,
Majalah Bobo, dan sebagainya.
Ciri heterogenitas khalayak media massa seperti diterangkan di atas
penting pula dipahami oleh kahumas dalam rangka melaksanakan
kegiatannya mencapai publik ekstern. Kahumas dapat mengolah pesan-
pesan yang akan disebarkan kepada khalayak sesuai dengan media massa
yang akan dipergunakan.
Media massa cetak berbeda dengan media massa elektronik, sebab
masing-masing memiliki ciri-ciri khusus, di samping mempunyai ciri-ciri
yang sama sebagai sama-sama sarana komunikasi. Sebagai
konsekuensinya, pengolahan pesan yang akan disebarkan juga berbeda,
walaupun pesannya sama.
Dalam pengolahan pesan untuk media massa cetak pun harus
diperhatikan khalayak yang dijadikan orientasi sasarannya. Jika ingin
efektif, pesan komunikasi dalam bentuk ikian, misalnya perlu dibedakan
dalam pengolahannya jika akan disebarkan melalui Harian Kompas atau
Harian Pos Kota dan Majalah Tempo atau Majalah Kartini sebagaimana
disinggung di atas.
Kompas dan Pos Kota sebagai harian yang bersifat thrown away
(cepat dibuang) memiliki orientasi yang berbeda dalam mencapai
khalayak sebagai sasarannya. Majalah Tempo dan Majalah Kartini yang
memiliki sifat tahan lama disebabkan oleh isinya yang tidak merupakan
on the spot news dan disebabkan oleh kertasnya yang mewah berwarna,
juga memiliki orientasi yang berbeda dalam mencapai khalayak yang
dijadikan sasarannya.
Demikian penjeläsan mengenai komunikasi massa, yakni komunikasi dengan
menggunakan media massa dengan ciri-cirinya sebagaimana diutarakan di atas.
2) Komunikasi melalui media nirmassa
Para kahumas, selain perlu memahami ciri-ciri dan sifat-sifat media massa, juga
patut menguasai seluk-beluk media nirmasa untuk dapat menggunakannya sebagai
sarana komunikasi.
Media nirmasa pada umumnya diklasifikasikan berdasarkan sasaran yang
dituju, apakah hanya satu orang atau banyak orang.
a) Media individual
Yang dimaksudkan dengan media individual adalah media nirmassa yang
dipergunakan untuk komunikasi point-to-point atau dari titik ketitik,
maksudnya komunikasi antara seseorang dengan seseorang lainnya.
Yang termasuk media individual adalah surat, telepon, telegram,
teleks, dan lain-lain media yang hanya menyalurkan suatu pesan kepada
satu orang.
Meskipun komunikasi dengan media tersebut berlangsung dan
seseorang kepada seseorang, tetapi dalam kehumasan tidak bersifat
pribadi (private) karena kegiatan humas berlangsung dalam organisasi.
Dan, kendatipun komunikasi berlangsung hanya dengan seseorang, tidak
berarti dapat dilakukan sembarangan. Yang perlu selalu dicamkan oleh
para kahumas ialah bahwa komunikasi da lam organisasi (organizational
communication) berlangsung secara horizontal, vertikal, dan diagonal.
(1) Komunikasi horizontal
Komunikasi horizontal (horizontal communication) ialah komunikasi
antara seseorang dengan seseorang lainnya yang sama kedudukannya,
misalnya antara kepala biro yang satu dengan kepala biro lainnya,
sama-sama kepala bagian, sama-sama kepala seksi, dan sebagainya.
Dalam situasi seperti itu, meskipun dalam kedinasan, komunikasi
berlangsung lancar, misalnya dalam percakapan melalui telepon,
tampak adanya keakraban, yang tidak jarang diselingi tawa terbahak-
bahak karena kedua orang yang sedang berkomunikasi itu saling
mengenal.
(2) Komunikasi vertikal
Lain halnya dengan komunikasi vertikal (vertical communication),
lebih-lebih komunikasi vertikal ke atas (vertical upward
communication), yakni komunikasi yang dilakukan oleh pegawai
bawahan kepada atasan. Situasi komunikasi seperti ini, baik melalui
telepon maupun surat, bersifat resmi dan sungguh-sungguh. Dan
pesan-pesan yang dikomunikasikan umumnya bersifat informatif.
Sudah tentu situasi komunikasi jalur vertikal jenis itu berbeda dengan
komunikasi vertical ke bawah (vertical downward communication),
komunikasi yang dilakukan pegawai atasan kepada bawahan. Pesan-
pesan yang disampaikan umumnya bersif at instruktif di samping
bernada resmi dan sungguh-sungguh.

(3) Komunikasi diagonal


Komunikasi diagonal (diagonal communication) yang sering juga
disebut komunikasi silang (cross communication) adalah komunikasi
yang berlangsung antara seseorang dengan seseorang lainnya dalam
kedudukan yang berbeda, dalam arti yang satu lebih tinggi daripada
yang lainnya, misalnya percakapan antara kepala seksi dan suatu biro
dengan kepala bagian dan biro lain. Situasi komunikasi pada jalur ini
umumnya tidak leluasa seperti pada jalur horizontal, tetapi juga tidak
kaku seperti pada jalur vertikal.
Apa yang diterangkan di atas adalah situasi komunikasi internal
(internal communication) dalam sebuah organisasi, di mana telepon
sebagai media individual berperan amat penting.
Bagi seorang kahumas, berkomunikasi dalam jalur apa pun di
kantornya itu tidak begitu menjadi masalah karena fungsinya yang
menyebabkan ia harus banyak berhubungan dengan semua orang,
membuat ja menjadi orang yang akrab dengan semua orang, sehingga
bila ja berkomunikasi, tidak kaku. Meskipun demikian, ketika berbicara
tetap harus dijaga selalu. Bagi kahumas atau pehumas lainnya dalam
setiap sjtuasi komunjkasi, tidak boleh ada orang yang dianggap rendah
(underestimate), lebih-lebih lagi atasannya.
Selain banyak terlihat dalam komunikasi internal, kahumas dan
pehumas biasanya sibuk pula dalam komunikasi eksternal (external
communication), yakni dengan orang-orang di luar organisasi: para
pejabat pemerintahan, wartawan, tokoh masyarakat, dan lain-lain.
Mereka kebanyakan dicapai melalui media individual, antara lain telepon
dan surat yang memerlukan seni tersendiri dalam mengggunakannya
sebagai sarana komunikasi.
b) Media umum
Yang dimaksudkan dengan media umum di sini ialah sarana komunikasi
yang dipergunakan oleh humas untuk menyampaikan berbagai pesan
kepada publik, baik publik intern maupun ekstern, dalam jumlah yang
relatif banyak. Contoh untuk media umum ini adalah papan
pengumuman, penerbitan organisasi, poster, spanduk, pamfiet, folder,
leaflet, baliho, pameran, open house, pergelaran, dan sebagainya.
Istilah media umum sebagai sarana untuk kegiatan publikasi
(publication) ini, dipergunakan untuk membedakannya dan media massa
yang telah diuraikan di muka. Media massa seperti surat kabar, majalah,
radio siaran, televisi siaran, dan film teatrikal, diselenggarakan oleh
orang lain atau badan lain, yang oleh humas juga sering dimanfaatkan,
misalnya untuk memasang ikian, press release, dan sebagainya,
sedangkan media umum diselenggarakan oleh humas sendiri.
Ditinjau dan sudut komunikasi, meskipun media massa dan media
umum sama-sama ditujukan kepada publik, terdapat perbedaan dalam
aspek keserempakan (simultaneity) ketika publik menerima suatu pesan;
media massa menimbulkan keserempakan disebabkan oleh sifat yang
dimiliki media dan disebabkan oleh jumlah orang yang dijadikan sasaran
amat besar. Tidak demikian dengan media umum. Orang yang membaca
suatu pesan pada papan pengumuman, poster, spanduk, pamfiet, dan lain-
lainnya,tidak serempak seperti ketika publik menonton pertandingan tinju
antara Elliyas Pical dengan Cesar Polanco.
Reed H. Blake dan Edwin O. Haroldsen dalam bukunya A Taxonomy
of Concepts in Communication menyebut komunikasi dengan media
seperti dipaparkan di atas itu medio communication, yang dapat
diterjemahkan menjadi “komunikasi medio. Istilah medio dalam bahasa
Latin berarti “tengah”, dan dalam konteks komunikasi berarti di tengah
antara komunikasi antarpersona dan komunikasi massa.

B. KOMUNIKASI PERSUASIF
Dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam keluarga maupun di kantor, atau
dalam situasi-situasi lainnya, komunikasi antara seseorang dengan orang lain tidak
hanya sekadar basa-basi disebabkan oleh keterikatan hubungan sosial. Sering
sekali seseorang menyampaikan pikiran dan perasaannya kepada orang lain agar
menerima suatu kepercayaan, mengubah sikapnya, atau melakukan suatu
tindakan. Dengan lain perkataan, ia berkomunikasi dengan suatu tujuan tertentu.
Seperti telah dijelaskan di muka, komunikasi seperti ini dinamakan
komunikusi paradigmatik, bersifat in tensional, mengandung tujuan.
Telah dikatakan pada awal bab ini, secara etimologis komunikasi berarti
pemberitahuan. Jadi, kalau seseorang mengatakan sesuatu kepada orang lain dan
orang ini mengerti, dan karenanya menjadi tahu, maka komunikasi terjadi.
Sampai di situ komunikasi hanya bertaraf informatif. Lain jadinya
apabila yang dikatakan oleh orang tadi bukan hanya sekadar memberi tahu, tetapi
mengandung tujuan agar orang yang dihadapinya itu melakukan suatu kegiatan
atau tindakan, maka tarafnya menjadi persuasif, komunikasi yang mengandung
persuasi. Apa persuasi itu?

1. Pengertian persuasi
Istilah „persuasi” atau dalam bahasa Inggris persuasion berasal dan kata Latin
peruasio, yang secara harfiah berarti hal membujuk, hal mengajak, atau
menyakinkan.
Aspek komunikasi ini mendapat penelaahan banyak ahli komunikasi
karena memang amat penting untuk segala bidang kehidupan: sosial, ekonomi,
politik, diplomasi, dan lain-lain. Meskipun para ahli mengkajinya dengan
pendekatan yang berbeda, namun ada kesamaan yang hakiki. Baiklah kita bahas
pendapat beberapa ahli yang kita batasi pada mereka yang cukup terkenal saja.
Kenneth E. Andersen dalam bukunya, Introduction to Communication
Theory and Practice, mendefinisikan persuasi sebagai berikut:
“A process of interpersonal communication in which the communicator
seeks through the use of symbols to affect the cognitions of a receiver and
thus affect a voluntary change in attitude or action desired by the
communicator.”
(Suatu proses komunikasi antarpersona di mana komunikator berupaya
dengan menggunakan lambang-lambang untuk mempengaruhi kognisi
penerima, jadi secara sengaja mengubah sikap atau kegiatan seperti yang
diinginkan komu nikator.)

Andersen membatasi pengertian persuasi hanya pada komunikasi antarpersona.


Dalam penjelasannya mengenai pengertian persuasi itu, ia mengatakan bahwa ada
tiga pergeseran penekanan yang penting antara batasan persuasi dengan
komunikasi. Pertama, komunikasi didefinsikan sebagai upaya “mempengaruhi”
kognisi, yakni menimbulkan dampak pada kognisi itu. Pada persuasi, dampak
terhadap kognisi diupayakan untuk menghasilkan perubahan pada sikap,
kepercayaan, nilai, atau tindakan (kognisi berarti kesadaran atau pikiran).
Pergeseran kedua adalah penekanan pada kesengajaan dan perubahan,
yaitu menyebabkan perubahan tanpa menggunakan paksaan. Pergeseran ketiga
dan penekanan dan definisi persuasi adalah perubahan pada sikap atau kegiatan
yang diinginkan oleh komunikator.
Demikian Kenneth E. Andersen yang selanjutnya menandaskan bahwa
secara esensial persuasi adalah clearly goal-directed behavior, jelas-jelas
diarahkan kepada perilaku tertentu.
Edwin P. Bettinghause dalarn bukunya, Persuasive Communication,
tidak mendefinisikan persuasi, tetapi langsung menghubungkannya dengan
pengertian komunikasi persuasif. Ia mengatakan sebagai berikut:
“In order to be persuasive in nature, a communication situation must
involve a conscious attempt by one individual to change the behavior of
another individual or group of individuals through the transmission of
some message.”
(Agar bersifat persuasif suatu situasi komunikasi harus mengandung
upaya yang dilakukan oleh seseorang dengan sadar untuk mengubah
perilaku orang lain atau sekelompok orang lain dengan menyampaikan
beberapa pesan.)

Definisi Bettinghause ini sederhana saja. Menurut dia, yang diubah dengan upaya
secara sadar itu hanya perilaku. Meskipun dia mengutip pendapat C.I. Hoviand
dan I. Janis dan bukunya, Personality and Persuasibility, ia tidak memperkuatnya.
Hovland dan janis mengatakanbahwa efek persuasif dapat dilihat selalu dan
asalnya, yaitu dan perubahan sikap yang menuju perubahan opini, perubahan
persepsi, perubahan perasaan, dan perubahan tindakan (pesuasive effects can be
looked at as stemming always from attitude change, which leads to opinion
changes, perception changes, affect changes, and action changes).
Pendapat Hovland dan Janis ini perlu dijelaskan karena perubahan-
perubahan yang dirincinya itulah yang menjadi permasalahan dalam komunikasi
persuasif. Sebelum mengkaji konsep sikap dan perubahan sikap, ada baiknya efek
yang tampak dan persuasi di atas diulas terlebih dahulu.
Opini adalah evaluasi yang dinyatakan secara verbal mengenai suatu
objek, orang, atau peristiwa. Pernyataan seperti: “Saya pikir anjing itu hewan
yang setia” adalah opini. Jadi, perubahan opini adalah perubahan sikap dan nilai
yang bersifat verbal.
Jenis efek yang kedua yang dapat diakibatkan oleh komunikasi
persuasive adalah perubahan perse psi. Untuk menjelaskan efek perubahan
persepsi ini dapat ditampilkan contoh yang bagus setelah Perang Dunia II usai.
Selama perang itu Jepang dan Jerman adalah musuh Amerika Serikat.
Dalam karikatur pada media massa cetak orang Jepang digambarkan sebagai
orang yang kurus, bermata juling dengan gigi menonjol, dan berkaca mata. Begitu
perang selesai, hilanglah gambaran seperti itu. Kalaupun ada sekali dua kali di
layar pesawat TV, segera dikritik oleh publik yang menganggapnya tidak adil
terhadap penggambaran ras lain itu.
Akan tetapi, kini karikatur yang menggambarkan beruang komunis Cina
sering terpampang pada surat kabar atau majalah, yang mengandung ejekan yang
sama dengan zaman Perang Dunia terhadap bangsa Jepang. Persepsi telah
berubah.
Mengenai perubahan perasaan (affect changes), Hoviand dan Janis
mengakui bahwa hal itu sukar dijelaskan. Perubahan ini berkeriaan dengan
keadaan emosional. Kebanyakan orang tidak dapat menerangkan dengan tegas apa
yang mereka rasakan, tetapi jika terjadi peristiwa yang mengakibatkan terjadinya
perubahan emosional, mereka mengetahui bahwa perubahan telah terjadi.
Hanya para ahli psikologi dengan peralatan di laboratorium yang dapat
mendeteksi perubahan perasaan seseorang sebagai akibat suatu pesan komunikasi
itu, misalnya perubahan dalam detak jantung, tekanan darah, respons kulit, dan
kadar keringat. Di luar laboratorium penelitian seperti itu, alat untuk mendeteksi
perubahan perasaan tidak akan dijumpai. Mungkin dapat diketahui dari ucapan
seseorang mengenai suatu peristiwa, dengan catatan bahwa di saat itu tidak terjadi
perubahan opini.
Yang terakhir adalah perubahan tindakan (action changes) yang perlu
dibahas. Pada setiap terjadi perilaku, yang tampak adalah perubahan tindakan,
sebab seseorang yang sedang melakukan kegiatan tertentu itu, dapat di observasi.
Perubahan tindakan adalah perubahan perilaku secara fisik pada seseorang sebagai
akibat dan pesan persuasif yang diterimanya.
Jadi, keempat jenis perubahan itu, yakni perubahan opini, perubahan
persepsi, perubahan perasaan, dan perubahan perilaku, yang dapat diamati
(observable), kesemuanya bersumber pada sikap (attitude).
Ditinjau dan komponen penerima atau komunikan, dalam proses
komunikasi persuasif itu terdapat empat faktor sentral, yakni yang merupakan
variasi pada komponen komunikator, pesan, media, dan situasi. Demikian
Bettinghause, yang selanjutnya menjelaskan bahwa faktor-faktor penting yang
dicakup oleh komponen komunikator adalah kredibilitas atau kepercayaan,
kekuasaan sosial, peranan dalam masyarakat, hubungan dengan komunikan, dan
berbagai aspek demografis seperti usia, kelamin, dan jenis pekerjaan. Yang perlu
dipertimbangkan pada komponen pesan adalah pengorganisasian pesan,
argumentasi yang digunakan, imbauan yang disampaikan, dan bahasa yang
dipakai dengan berbagai gayanya.
Mengenai aspek-aspek yang dicakup oleh media atau saluran,
Bettinghause menyatakan sependapat dengan D.K. Berlo, yakni situasi tatap muka
(face-to-face situation) dan media berwujud secara fisik seperti radio, televisi, dan
surat kabar. Sedangkan mengenai komunikan, yang perlu mendapat perhatian
ialah perbedaan dalam situasi fisik ketika komunikasi tengah berlangsung. Ada
tidaknya orang lain di sekitar komunikan, terbiasa-tidaknya perangsang yang
timbul ketika komunikasi berlangsung, merupakan variasi-variasi yang
berpengaruh kepada komunikan ketika menerima pesan komunikasi persuasif.
Sudah tentu dengan sendirinya pula dalam hal ini perlu di perhitungkan aspek-
aspek demografiš seperti kelamin, usia, pendidikan, dan pekerjaan.
Bagi kegiatan humas, komunikasi persuasif ini jelas amat penting sebab,
sebagaimana dikatakan di muka, fungsi sentral humas adalah mendukung
manajemen dalam upaya mengerahkan dan mengarahkan manusia-manusia yang
muskil itu kepada tercapainya tujuan yang ditetapkan oleh organisasi.
Cutlip dan Center dalam bukunya yang telah disebutkan di bagian lain
dalam buku ini, menyajikan prinsip-prinsip persuasi (principles of persuasion)
yang ja himpun dan berbagai karya pengarang terkenal berdasarkan penelitian
eksperimental, yakni sebagai berikut:
a. To accomplish attitude change, a suggestion for change must first be received
and accepted. “Acceptance of the message” is a critical factor in persuasive
communication. (Untuk melakukan perubahan sikap, suatu saranbagi
perubahan pertama-tama harus diterima secara inderawi dan secara rohaniah.
“Penerimaan secara rohaniah suatu pesan‟ merupakan faktor yang kritis
dalam komunikasi persuasif.)
b. The suggestion is more likely to be accepted if it needs, existing personality
needs and drives. (Besar kemungkinan saran akan diterima secara rohaniah
bila sesuai dengan kebutuhan dan dorongan pribadi.)
c. The sugestion is more likely to be accepted if it is in harmony with group
norms and loyalties. (Besar kemungkiñan saran akan diterima secara rohaniah
jika serasi dengan norma dan kesetiaan kepada kelompok.)
d. The sugestion is more likely to be accepted if the source is perceived as
trustworthy or expert. (Besar kemungkinan saran akan diterima secara
rohaniah kalau komunikatornya dianggap terpercaya dan ahli.)
e. A sugestion in the mass media, coupled with face-to face reinforcement, is
more likely to be accepted than a sugestion carried by either alone, other
things being equal. (Saran melalui media massa yang diperkuat oleh tatap
muka, lebih besar kemungkinannya akan diterima secara rohaniah daripada
dilakukan sendiri-sendiri atau melalui saluran-saluran lain yang sama)
f. Change in attitude is more likely to occur if the suggestion is accompanied by
other factors underlying belief and attitude. This refers to a changed
environment which makes acceptance easier. (Besar kemungkinan perubahan
sikap akan terjadi apabila saran diikuti faktor-faktor lain yang mendasari
kepercayaan dan sikap. Ini mengacu kepada perubahan lingkungan yang
membuat penerimaan secara rohaniah lebih mudah.)
g. There probably will be more opinion change in the desired direction if
conclusions are explicitly stated than if the audience is left to draw its own
conclusion. (Lebih besar kemungkinannya akan terdapat perubahan opini
pada arah yang dihendaki bilamana kesimpulan dinyatakan secara eksplisit
daripada kalau diserahkan kepada khalayak untuk mengambil kesimpulannya
sendiri.)
h. When the audience is friendly, or when only one position will be pre sented,
or when immediate but temporary opinion change is wanted, it is more
effective to give only one side of the argument. (Jika khalayak bersikap
ramah, atau bila hanya disajikan satu posisi, atau kalau perubahan opini yang
dihendaki adalah yang segera tetapi bersifat sementara, akan lebih efektif
manakala diberikan hanya satu sisi dan argumen.)
i. When the audience disagrees, or when it is probable that it will hear the
other side from another source, it is more effective to present both sides of the
argument. (Jika khalayak tidak setuju, atau bila mendengar sisi lain dan
sumber lain, akan lebih efektif kalau disajikan kedua sisi dan suatu argumen)
j. When equally attractive opposing views are presented one after another, the
one presented last will probably more effective. (Jika pandangan yang
bertentangan tetapi sama-sama menarik disajikan berturut-turut, yang
disajikan paling akhir mungkin yang paling efektif)
k. Sometimes emotional appeals are more influential; sometimes factual ones
are. It depends on the kind of message and kind of audience. (Kadang-kadang
imbauan yang emosional yang lebih berpengaruh, kadangkala yang faktual.
Ini bergantung pada jenis pesan dan jenis khalayak.)
l. A strong threatis generally less effective than a mild threat in inducing
desired opinion change. (Untuk melakukan perubahan opini, ancaman yang
kasar umumnya kurang efektif dibandingkan dengan ancaman lembut.)
m. The desired opinion change may be more measurable some times after
exposure to the communication that right after exposure. (Perubahan opini
yang dihendaki bisa lebih terukur beberapa saat setelah terpaan komunikasi
daripada segera setelah terpaan).
n. The people you want most in your audience are least likely to be thre. This
goes back to the censorship of attention that the indivudual invokes. (Orang-
orang yang paling Anda hendaki pada khalayak, kecil sekali kemungkinannya
ada di sana. Ini akan membawa kembali ke pemeriksaan perhatian yang
dimintakan orang)
o. There is „sleeper effect‟ in communications received from sources which the
listener regards as having low credibility. In some tests, time has tended to
wash out the distrusted source and leave information behind. (Terdapat “efek
lamban” pada komunikasi yang diterima dan komunikator yang dianggap
oleh komunikan memiliki kadar keandalan yang rendah.

Berdasarkan beberapa percobaan waktu cenderung akan meniadakan


komunikator yang tidak dipercayai dan membiarkan informasi tertinggal.) Lima
belas butir prinsip persuasi di atas memang banyak, tetapi amat penting untuk
dipelajari karena akan memberikan kemudahan kepada kahumas dalam upaya
mempersuasi seseorang.

2. Persuasi versus koersi


Para ahli komunikasi acap kali mempertentangkan atau membandingkan persuasi
dengan koersi karena, meskipun terdapat pebedaan dalam melak sanakannya, ada
persamaan dalam tujuan.
Istilah koersi atau dalam bahasa Inggris coersion, berasal dan bahasa
Latin coercio yang secara harfiah berarti “pengekangan”, dan secara maknawiah
berarti ”upaya mencapai suatu tujuan dengan menggunakan kekuatan”.
Dalam prakteknya, untuk mencapai tujuan itu dilakukan kegiatan dalam
bentuk sanksi, ancarnan, intimidasi, pemerasan, boikot, teror, dan lain-lain,
sehingga orang yang dijadikan sasaran merasa terpaksa, cemas, takut, dan
sebagainya.
Otto Lerbinger dalam bukunya, Designs for Persuasive Communication,
ketika menguas pengertian koersi mengatakan bahwa, jika paksaan ingin
dilaksanakan, orang banyak atau rakyat tidak perlu secara nyata didorong-dorong.
Penjaga yang berseragam, senapan yang bersangkur, kendaraan yang dilengkapi
senjata, bahkan penjara atau tiang gantungan, sudah menunjukkan lambang
paksaan.
Lambang-lambang paksaan seperti itu tidak perlu diperlihatkan secara
nyata. Di suatu negara, “pameran kekuatan” (show of force) yang hanya kadang-
kadang saja diadakan, dianggap perlu untuk rnenunjukkan potensi negara
bersangkutan bahwa kekuatan berada di mana-mana.
Itulah pengertian koersi. Dan komunikasi koersif (coersive
communication) berarti proses penyarnpaian pesan (pikiran dan perasaan) oleh
seseorang kepada orang lain untuk rnengubah sikap, opini, atau perilaku, dengan
gaya yang mengandung paksaan.
Jadi, persamaan komunikasi persuasif dengan komunikasi koersif ialah
dalam tujuannya, sama-sarna mengubah sikap, opini, atau perilaku. Perbedaannya
adalah dalam gayanya, jika kornunikasi persuasif dilakukan secara psikologis
yang mengandung ajakan, bujukan, imbauan, atau rayuan, komunikasi koersif
dilakukan secara imperatif yang mengandung sanksi, ancaman, kekhawatiran, dan
ketakutan.
Konsekuensi dan hasil komunikasi persuasif dalam bentuk perubahan
sikap, opini, dan perilaku, adalah kesadaran disertai rasa senang, sedangkan
konsekuensi dan hasil komunikasi koersif dalam bentuk perubahan sikap, opini,
dan perilaku, adalah keterpaksaan disertai rasa tidak senang.
Bagi para kahumas, komunikasi koersif ini perlu mendapat perhatian
yang saksama karena adakalanya konsekuensi yang timbul bukan hanya rasa tidak
senang, tetapi dapat meningkat ke rasa permusuhan, bahkan dendam kesumat. Ini
berarti bahwa komunikasi koersif ini bisa tidak fungsional, dan jika komunikasi
yang dilancarkan menjadi disfungsional, efek bumerang (boomerang effect) yang
akan muncul.
Timbul kini pertanyaan, apakah komunikasi koersif itu buruk dan harus
dihindarkan? Jawaban erhadap pertanyaan itu ialah, komunikasi koersif tidak
selalu buruk dan tidak selamanya mesti dihindarkan, sebab ada komunikasi
koersif yang tidak mungkin dihindarkan.
Dalam organisasi, situasi komunikasi bersifat serba koersif, apakah
organisasi itubertaraf mikro seperti sebuah perusahaan atau bertaraf makro seperti
sebuah negara. Dalam setiap organisasi pasti terdapat peraturan yang wajib ditaati.
Ini berarti koersi sebab, jika seorang anggota organisasi tidak menaatinya, ja
terkena sanksi atau ancaman. Kalau ia seorang pegawai, ia terancam dipindahkan,
diturunkan pangkatnya, atau dikeluarkan.
Tetapi seorang anggota suatu organisasi tidak ada yang memaksa untuk
memasuki organisasi itu. Ia masuk dengan keinginan sendiri, dengan konsekuensi
harus patuh pada peraturan yang berlaku dalam organisasi itu. Selama ia patuh
pada kewajibannya, ia akan memperoleh hak sebagaimana ditetapkan oleh
peraturan. Jika ia melakukan hal yang sebaliknya, maka haknya pun hilang.
Dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat, setiap orang sebagai
warga negara tidak bebas dan peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh
pemerintah sebagai pengelola negara. Segalanya serba koersif. Wajib membayar
pajak dan membayar juran televisi, berkendaraan di sisi kiri dan berhenti bila
warna lampu stopan menyala merah, mengikuti testing jika ingin sekolah
kejenjang yang lebih tinggi, memiliki kartu penduduk bila tidak ingin mendapat
kesulitan, dan lain-lain, yang tidak terhitung banyaknya, yang kesemuanya
merupakan kekangan yang bersifat koersif.
Barangkali akan lebih jelas bila kita telaah pendapat Alex Inkeles dalam
bukunya, Public Opinion in Soviet Russia: A Study in Mass Persuasion, mengenai
koersi itu. Dia mengatakan begini:
“By coersion we ordinarily mean the exercise of force by constituted
authorities against individuals who violates the law, and by persuasion
the effort to convince individuals through personal contact to act in
accord with social values”.
(Yang dimaksudkan dengan koersi biasanya adalah pelaksanaan
kekuasaan oleh pihak yang berwewenang terhadap orang-orang yang
melanggar hukum, dan dengan persuasi adalah upaya untuk meyakinkan
orang-orang melalui kontak pribadi agar berperilaku sesuai dengan nilai-
nilai sosial.)
Dan paparan mengenai persuasi dan koersi ini jelas kiranya bahwa tugas
kahumas ialah melakukan persuasi, antara lain terhadap para karyawan yang tidak
berperilaku sesuai dengan peraturan organisasi yang ditetapkan. Mereka diajak,
diimbau, atau dibujuk untuk taat kepada peraturan. Ini berarti bahwa perilaku
individual diarahkan sehingga sesuai, selaras, dan serasi dengan perilaku
organisasi.

C. KOMUNIKASI DAN OPINI PUBLIK


Istilah opini publik sebagai terjemahan dan bahasa Inggris Public opinion,
yang di masyarakat kita dikenal dengan istilah pendapat umum, telah disinggung
berulang kali dalam pembahasan di muka. Pada paparan di sini akan dibicarakan
agak lebih luas karena aspek komunikasi ini amat penting dalam kegiatan humas.
Dalam pembahasan kita ini, istilah public opinion diterjemahkan menjadi
“opini publik‟, dengan maksud semata-mata agar jelas sebab, jika istilah
„pendapat umum‟ yang dipergunakan, kita akan dibingungkan dengan terjemahan
untuk istilah general opinion yang juga ada kaitannya dengan public opinion.
Istilah publik yang kita terjemahkan menjadi publik telah diterangkan
pada Bab II yang antara lain menurut Cutup dan Center adalah: sebuah kata benda
kolektif bagi suatu kelompok, sekelompok orang yang sama-sama terikat oleh
suatu kepentingan yang sama dan menunjukkan perasaan yang sama.
John Dewey dalam karyanya “The Public and It‟s Problems”
mendefinisikan publik sebagai “sekelompok orang yang bersama-sama
dipengaruhi oleh suatu kegiatan atau gagasan khusus” (a group of individuals who
together are affected by a particular action or idea).
Dalam pada itu, istilah opinion yang kita terjemahkan menjadi “opini”
itu, didefinisikan oleh Cutlip dan Center sebagai „pengekspresian suatu sikap
mengenai persoalan yang mengandung pertentangan” (the expression on a
controversial issue). Jadi, opini mengandung pertentangan dan perselisihan, lain
dengan fakta yang diterima secara umum.
Dalam definisi di atas terdapat istilah “sikap‟ (attitude) yang juga telah
disinggung di muka. Tidak mengherankan kalau dalam kehidupan sehari-hari
istilah sikap sering dipergunakan orang secara bergantian dengan opini, dalam arti
kata: yang sebenarnya sikap disebut opini, sedangkan yang sebenarnya opini
dikatakan sikap. Sikap hanyalah merupakan kecenderungan atau predisposisi
(predisposition) untuk menanggapi suatu persoalan atau situasi.
Jadi, sikap tertahan di dalam (inwardly held) yang bila menghadapi suatu
rangsangan bisa diekspresikan ke luar (outwardly expressed) dalam bentuk opini,
suatu pernyataan secara verbal.
Yang lebih terinci penjelasan mengenai sikap ini adalah yang diterangkan
oleh Alexis S. Tan dalam bukunya, Mas Communication Theories and Research.
Ia mengatakan sebagai berikut:
“Most definitions of attitude include one or more of the following
characteristics: a cognitive component, which is information or
knowledge that a person has about the attitude object; an affective
component, which is how one feels about the object, usually summarized
as liking or disliking; and a conative or behavioral component, which is
how a person will overtly act towards the attitude object.”
(Kebanyakan definisi mengenai sikap mencakup satu atau lebih ciri-ciri
berikut ini: komponen kognitif yang merupakan informasi atau
pengetahuan seseorang tentang objek sikap; komponen afektif yang
merupakan perasaan seseorang mengenai objek sikap yang biasanya
disimpulkan sebagai perasaan suka atau tidak suka; dan komponen
konatif atau behavioral yang merupakan tindakan seseorang terhadap
objek sikap.)

Dengan demikian, sikap yang merupakan paduan dan pikiran (kognisi) dan
perasaan (afeksi) itu, pada suatu ketika dapat diekspresikan dalam bentuk tindakan
atau perilaku secara fisik atau dalam bentuk opini secara verbal.
Tetapi, yang pentinguntuk diperhatikan, bahkan diwaspadai, ialah bahwa
pernyataan secara verbal atau secara behavioral seseorang atau sekelompok
orang, tidak selalu sama dengan sikap yang sebenarnya. Banyak contoh mengenai
hal ini, antara lain semasa Partai Komunis Indonesia (PKI) sedang berjaya.
Apa yang diucapkannya dan apa yang dilakukannya seolah-olah setuju
dengan Pancasila. Ternyata itu semua palsu belaka, sebab ketahuan belangnya
ketika pada tanggal 30 September 1965 mereka mencoba melakukan kudeta, pada
waktu itu tujuh jenderal terbaik dibunuhnya secara kejam di Lubang Buaya.
Jelas bahwa sikap orang-orang PKI pada waktu itu tidak menyukai
(disliking) Pancasila, dan membuat kita terkecoh. Sungguh tepat sekali bila
tanggal 1 Oktober sejak tahun 1965 itu setiap tahun diperingati sebagai Hari
Kesaktian Pancasila sebab, berkat keyakinan rakyat akan keampuhan Pancasila,
maka Republik Indonesia yang diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945 itu tetap
berdiri utuh dan kukuh.
Berdasarkan paparan di atas sebenarnya yang harus diubah itu adalah
sikap, sebab sikap adalah murni, sëdangkan pernyataan secara verbal dalam
bentuk ucapan dan pernyataan behavioral dalam bentuk tindakan atau perilaku
bisa palsu.
Kalau terhadap sesuatu seseorang bersikap suka, maka sikap itu murni,
demikian pula jika bersikap tidak süka. Tetapi, apabila seseorang mengatakan
suka atau bertingkah laku seolah-olah suka, belum tentu merupakan pencerminan
atau manifestasi dan sikap yang sebenarnya. Oleh karena kenyataannya demikian,
seseorang yang arif biasanya bersikap skeptis, memandang sesuatu dengan
reserve, tidak segera mengambil kesimpulan dan keputusan.
1. Opini publik sebagai efek komunikasi
Di atas telah dibicarakan pengertian publik dan opini secara terpisah. Selama
opini itu merupakan opini seseorang (individual opinion), tidak akan
menimbulkan permasalahan. Demikian pula bila opini itu merupakan opini
pribadi (private opinion). Permasalahan akan timbul apabila opini itu menjadi
opini publik (public opinion), menyangkut orang banyak karena berkaitan dengan
kepentingan orang banyak.
Terjadilah komunikasi di antara orang banyak itu dengan menampilkan
pendapat masing-masing yang berbeda satu sama lain. Dalam situasi komunikasj
yang galau seperti itu, opini. yang berbeda-beda merupakan pengekspresian sikap-
sikap yang berbeda-beda pula.
Manan D. Irish dan James W. Prothro dalam bukunya, The Politics of
American Democracy, mendefinisikan opini publik singkat saja: “Public Opini on
is the expression of attitudes on a social issue.” (Opini publik adalah peng
ekspresian sikap mengenai persoalan masyarakat.)
Definisi Irish dan Prothro itu mencakup tiga aspek:
a. Ekspresi (expression)
Pendapat Irish dan Prothro sama dengan pendapat para ahli lainnya,
yakni bahwa sikap atau attitude yang tidak diekspresikan bukanlah. Opini
publik, sebab sikap adalah predisposisi internal (internal predisposition)
yang tidak bisa diobservasi secara langsung. Untuk menjadi aspek dan
opini publik, sikap harus dikomunikasikan kepada orang lain. Sementara
ahli menyebut sikap sebagai latent public opinion (opini publik yang
tersembunyi);
b. Persoalan (issue)
Yang dimaksudkan dengan persoalan atau issue di smi ialah yang
mengandung pro atau kontra (pro or con), setuju atau tak setuju. Karena
ciri pro atau kontra itulah, maka suatu opini selalu mengenai objek yang
dapat menimbulkan tanggapan yang menyenangkan atau yang tidak
menyenangkan (favorable or unfa-vorable responses).
c. Kemasyarakatan (social)
Opini publik lebih banyak bersangkutan dengan soal kemasyarakatan.
Opini publik menunjukkan opini perseorangan secara terpadu (opinions
of an aggregation of individuals)
Pendapat para ahli politik di atas hampir sama dengan pendapat seorang ahli
psikologi sosial, Leonard W. Doob, yang mengatakan dalam bukunya, Public
Opinion and Propaganda, bahwa „opini publik merujuk pada sikap orang-orang
mengenai persoalan masyarakat apabila mereka dan kelompok sosial yang sama‟
(public opinion refers to peoples attitude on a sociãl issue when they are members
of the same social group).
Berbeda dengan Irish dan Prothro serta Doob yang memandang opini
publik dengan pendekatan psikologi sosial, yakni dan pengekspresian sikap
menjadi opini, Emory S. Bogardus, seorang ahli sosiologi, melihat opini public
sebagai perluasan dan opini perseorangan. Dia mengatakan dalam bukunya, The
Making of Public Opinion, sebagai berikut:
“Public opinion may be an enlarged form of the individual opinion of one
or more members of a group or it may be the expanded expression of
group opinion.”
(Opini publik dapat merupakan bentuk yang diperbesar dan opini
perseorangan dan seorang atau lebih anggota suatu kelompok, atau dapat
merupakan ekspresi yang diperluas dan opini kelompok.)

Dan definisi dengan pendekatan sosiologi itu kita dapat melihat bahwa opini
publik seolah-olah merupakan penjumlahan opini perseorangan yang berasal dan
sekian banyak orang dalam suatu masyarakat.
Mari kita lihat pengertian opini publik dengan pendekatan ilmu
komunikasi. Bernard Berelson dalam karyanya, “Communication and Public
Opinion”, mendefinisikannya dengan ungkapan:
“Some kinds of communication on some kinds of issue, brought to the
attention of some kinds of people under some kinds of conditions, have
some kinds of effects.”
(Beberapa jenis komunikasi mengenai beberapa jenis persoalan
masyarakat, yang ditampilkan untuk menarik perhatian beberapa jenis
orang dalam beberapa jenis kondisi, menimbulkan beberapa jenis efek)
Sebagai ahli komunikasi, Berelson melihat opini publik dan proses
komunikasi lengkap dengan semua komponennya: komunikator, pesan,
komunikan, dan efek, sebagaimana terjadi dalam masyarakat.
Dan berbagai definisi dengan berbagai pendekatan itu, secara umum
definisi opini publik itu dapat disimpulkan dan dirumuskan sebagai berikut:
“Opini publik adalah efek komunikasi dalam bentuk pernyataan yang
bersifat kontroversial dan sejumlah orang sebagai pengekspresian sikap
terhadap masalah sosial yang menyangkut kepentingan umum.”
Timbulnya opini publik pada seorang atau sejumlah komunikan
disebabkan ia atau mereka menerima suatu pesan dan seorang komunikator. Dan
pesan itu merupakan masalah sosial yang menyangkut kepentingan umum,
termasuk kepentingan ja atau mereka itu.

Mula-mula pesan yang ditenimanya itu merupakan sikap saja, tetapi


kemudian mereka ekspresikan kepada orang-orang lain. Terjadilah proses
komunikasi, yang di antara mereka ada yang pro dan yang kontra terhadap pesan
yang merupakan masalah sosial tadi.
Jadi, opini publik muncul di masyarakat karena ada persoalan yang
menyangkut kepentingan bersama, tetapi pendapat orang-orang yang terlibat
ternyata tidak sama, ada pihak yang setuju dan ada pihak yang tidak setuju,
sehingga menimbulkan pergunjingan.

2. Jenis-jenis opini
Untuk memperoleh kejelasan mengenai opini publik sebagaimana dipaparkan di
atas, baiklah kita kaji jenis-jenis opini lainnya yang berkaitan dengan opini publik,
dan penting untuk diketahui para kahumas.
a. Opini individual (individual opinion)
Sesuai dengan makna dan istilah yang dikandungnya, opini
individual atau individual opinion adalah pendapat seseorang secara
perseorangan mengenai sesuatu yang terjadi di masyarakat.
Pendapatnya itu bisa setuju, bisa juga tidak setuju. Baru
diketahuinya bahwa orang-orang lain ada yang sependapat dan ada yang
tidak sependapat dengan dia, setelah ia memperbincangkannya dengan
orang-orang lain. Maka sesuatu yang terjadi tadi itu kini menjadi objek
opini publik.
Jadi, opini publik itu merupakan perpaduan dan opini opini
individual. Pendapat menjadi opini karena sesuatu yang terjadi dalam
masyarakat tadi menimbulkan pertentangan, ada yang pro dan ada yang
kontra.
b. Opini pribadi (private opinion)
Opini pribadi adalah pendapat ash seseorang mengenai suatu masalah
sosial. Pendapat seseorang belum tentu merupakan opininya pribadi,
mungkin ia ambil alih opini orang lain disebabkan ia menyetujuinya, lalu
dalam suatu pergunjingan dikomunikasikannya kepada orang lain sebagai
opininya sendiri, tetapi bukan opininya pribadi.
Opini pribadi timbul apabila seseorang, tanpa dipengaruhi orang lain,
menyetujui atau tidak menyetujui suatu masalah sosial, kemudian
berdasarkan nalarnya ia sampai kepada suatu kesimpulan sebagai
tanggapan terhadap masalah sosial tadi, dan apabila ia dikomunikasikan
kepada orang lain dalam suatu pergunjingan, maka ia telah
menyampaikan opini pribadinya.
c. Opini kelompok (group opinion)
Opini kelompok adalah pendapat sekelompok mengenai masalah sosial
yang menyangkut kepentingan banyak orang, termasuk sekelompok
orang tadi. Sebagai contoh adalah keharusan Pancasila dijadikan asas
tunggal bagi organisasi kemasyarakatan. Di antara berbagai kelompok itu
ada yang pro dan ada yang koritra.
Contoh lain adalah rumah-rumah di suatu daerah yang terkena penggu
surari akibat perluasan kota atau pelebaran jalan. Setiap keluarga yang
merupakan kelompok sejumlah orang terhibat dalam pergunjingan yang
masing-masing menyatakan sikap pro atau kontra, atau penilaian-
panilaian lainnya.
d. Opini mayoritas (majority opinion)
Sesuai dengan makna yang disandang oleh istilah itu, opini mayoritas
adalah pendapat orang-orang terbanyak dan mereka yang berkaitan
dengan suatu masalah yang pro, mungkin yang kontra, mungkin yang
mempunyai panilaian lain. Biasanya munculnya opini mayoritas itu
dibawa kepada suatu forum terbuka dalam bentuk lembaga, misalnya
parlemen, sehingga bisa dihitung berapa jumlah yang pro, berapa yang
kontra, dan berapa pula yang tidak termasuk pro dan kontra.
e. Opini minoritas (minority opinion)
Opini minoritas adalah kebalikan dan opini mayoritas. Opini minoritas
adalah pendapat orang-orang yang relatif jumlahnya sedikit dibandingkan
dengan jumlah mereka yang terkait dengan suatu masalah sosial.
Mungkin yang sedikit ini adalah yang pro, mungkin yang kontra,
mungkin pula yang mempunyai penilaian lain.
Seperti halnya opini mayoritas, timbulnya istilah opini minoritas ialah
apabila masalah sosial yang dibicarakan itu berlangsung dalam forum
terbuka yang melembaga sehingga dapat dihitung jumlahnya.
f. Opini massa (mass opinion)
Opini massa merupakan tahap kelanjutan dan opini publik. Seperti
dikatakan di atas, opini publik adalah pendapat sejumlah orang yang
bersifat kontroversial atau mengandung pertentangan sebagai hasil
pergunjingan terbuka mengenai masalah yang menyangkut kepentingan
umum.
Pendapat yang berbeda itu kemudian berkembang menjadi pendapat
yang sama, apakah seluruhnya pro atau seluruhnya kontra. Dengan
demikian, opini publik itu menjadi opini massa. Opini yang bersifat
massa ini bisa beralih bentuk menjadi tindakan fisik, sering tindakan
yang bersifat destruktif.
Jadi, opini massa dapat didefinisikan sebagai berkut: Opini massa
adalah pendapat seluruh masyarakat sebagai hasil perkembangan
pendapat yang berbeda mengenai masalah yang menyangkut kepentingan
umum.
g. Opini umum (general opinion)
Opini umum adalah pendapat yang sama dan semua orang dalam suatu
masyarakat mengenai masalah yang menyangkut kepentingan umum.
Dari definisi tersebut jelas terdapatnya persamaan dengan opini
massa, yaitu bahwa pada kedua-duanya semua orang mempunyai
pendapat yang sama. Perbedaannya ialah, jika pada opini massa pendapat
yang sama itu merupakan hasil perkembangan dan opini public yaitu
pendapat yang kontroversial pada opini umum tidak; ketika di tengah-
tengah masyarakat muncul suatu masalah yang menyangkut kepentingan
umum, maka semua orang pro atau semua orang kontra. Adakalanya,
apabila sesuatu disetujui oleh seluruh masyarakat, lama-kelamaan bisa
menjadi kebiasaan, adat-istiadat, atau kebudayaan, yang kemudian
berlangsung secara turun-temurun dan menjadi tradisi, bahkan menjadi
pandangan hidupnya (way of life).
Demikian beberapa jenis opini sebagai penjelasan mengenai opini publik.
Dari uraian di atas, jelas terjadinya proses kejiwaan pada din seseorang
dan proses hubungan kejiwaan di antara sejumlah orang jika timbul suatu hal yang
menyangkut kepentingan bersama.
Jadi, apabila pada suatu ketika timbul di masyarakat suatu hal atau
masalah yang menyangkut kepentingan umum, maka pada diri setiap orang
muncul gejolak kejiwaan. Ini adalah sikap, yang kemudian diekspresikan dalam
suatu pergunjingan di kantor, di jalan, di kampus, di kereta api, dan sebagainya;
atau diekspresikan dalam suatu perdebatan di seminar, di parlemen, dan lain-lain.
Sikap tadi menjadi opini, yakni opini individual (individual opinion).
Opini seseorang ini mungkin merupakan opini yang ia ambil alih dan orang lain
disebabkan ja sepakat dengannya. Mungkin juga opini seseorang itu orisinal
muncul dan sikapnya sendini. Yang terakhir ini adalah opini pribadi (private
opinion).
Opini individual dan opini pribadi itu bergalau dalam bentuk
perbincangan. Kalau orang-orang yang terlibat dalam pergunjingan itu seluruhnya
setuju atau seluruhnya tidak setuju terhadap masalah yang dibicarakan itu, maka
terjadilah opini umum (general opinion). Jika ternyata ada yang pro dan ada yang
kontra atau periilaian lain, yang terjadi adalah opini publik (public opinion).
Manakala opini publik itu dibawa ke forum terbatas yang merupakan
lembaga, di antara orang-orang yang terlibat dalam perdebatan mengenai masalah
itu secara numerik dapat dikiasifikasikan sebagai opini mayoritas (majority
opinion) atau opini minoritas (minority opinion). Bila pergunjingan itu meluas di
masyarakat dan kemudian menjadi intensif dan kohesif, maka opini publik tadi
menjadi opini massa (mass opinion). Dan pada gilirannya opini massa ini bisa
meningkat menjadi perilaku massa (mass behavior), suatu tindakan secara fisik
yang sukar, bahkan tidak mungkin, dibendung.
Untuk memperoleh kejelasan, berikut ini disajikan beberapa contoh.
Ketika Presiden Sukarno pada tanggal 19 Desember 1961 berseru kepada rakyat
untuk membebaskan Irian Barat, seluruh masyarakat mendukungnya sebagai
realisasi perasaan setuju.
Itu adalah opini umum (general opinion). Tetapi tatkala Ìresiden
Sukarno pada tanggal 21 September 1963 menyerukan aksi mengganyang
Malaysia‟, ada yang pro dan ada yang kontra terhadap konfrontasi tersebut. Itu
adalah opini publik (public opinion). Dan berkat kepemimpinan Bung Karno,
opini publik tersebut meningkat menjadi opini massa (mass opinion).
Berikut ini adalah contoh lain. Rakyat Amerika Serikat seluruhnya anti
perang. Ini adalah opini umum. Karena itu, jika pemerintahnya melibatkan diri
dalam peperangan di mana pun, selalu mereka mengecamnya. Tetapi, ketika Pearl
Harbor, Hawaii, pada tanggal 7 Desember 1941 tiba-tiba diserang Angkatan Laut
Jepang, timbullah perubahan opini; ada yang tetap antiperang, tetapi ada juga
yang properang karena kehormatannya sebagai bangsa adi kuasa diperkosa oleh
bangsa Jepang.
Opini umum menjadi opini publik. Pergunjingan terus berlangsung,
perdebatan terus berjalan, pembicaraan terus berlanjut, yang pada akhirnya
menjurus ke properang. Sikap dan opini pro perang ini dibuat intensif dan kohesif
oleh penyerangan pasukan Jepang yang semakin menggebu-gebu. Opini publik ini
meningkat menjadi opini massa.
Tua-muda menjadi sukarelawan. Semua pabrik berubah menjadi pabrik
senjata perang. Dan tatkala perang usai dengan Amerika muncul sebagai
pemenang, kembalilah opini massa rakyat Amerika menjadi opini umum;
antiperang. Dan ketika pemerintahnya melibatkan din dalam peperangan di Korea
dan Vietnam, rakyat mengecamnya.
Demikianlah sekadar penjelasan mengenai opini publik, yang penting
sekali untuk mendapat perhatiàn para Kahumas. Di negara-negara liberal opini
publik ini sering menjadi permasalahan karena acapkali menjurus ke perilaku
massa dalam bentuk pemogokan yang berlarut-larut, sehingga menimbulkan
kerugian besar pada perusahaan. Untunglah di Indonesia jarang sekali terjadi
seperti itu, tetapi tidak berarti tidak akan menghadapi opini publik.
Pernah sebuah perusahaan Jepang di Indonesia yang menjual mesin
penyaring air kotor, menderita kerugian akibat tulisan seorang pembaca pada surat
kabar terkenal di Jakarta yang menuduh perusahaan tersebut sebagai penipu,
sebab mesin yang ja beli ternyata tidak berfungsi seperti yang dipromosikan
dalam ikian. Sejak dimuatnya berita itu, penjualan menurun secara drastis. Hanya
berkat komunikasi persuasif yang dilancarkan dengan sistem door-to-door
masalah tersebut dapat diatasi. Untuk menghadapi masalah opini publik itulah,
antara lain, pentingnya komunikasi persuasif sebagaimana diuraikan di bagian lain
pada paparan ini.
Demikianlah peranan komunikasi dalam kegiatan humas. Pencapaian
tujuan serta organisasi dipengaruhi, bahkan ditentukan, oleh kegiatan humas. Dan
efektif-efisien-tidaknya kegiatan humas ditentukan oleh kemahiran berkomunikasi

C. TUGAS
Setelah mempelajari uraian materi di atas, mahasiswa diminta
membuat intisari materi pada selembar kertas A4 dan dikirim melalui
email dosen paling lambat 3 hari setelah materi ini diunduh.

D. DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai