Anda di halaman 1dari 8

PEMBAHASAN

Suspensi merupakan sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak


larut yang terdispersi dalam fase cair. Jika dikocok endapan harus segera
terdispersi kembali. Dalam pembuatan suspensi, kita selaku praktikan
mengharapkan hasil dari suspensi yang kita buat merupakan suspensi yang masuk
dalam kategori suspensi ideal atau stabil setidaknya. Suspensi yang ideal
merupakan suspensi yang memiliki kriteria yakni, partikel yang terdispersi harus
mempunyai ukuran yang sama dan tidak mengendap cepat dalam wadah, endapan
yang terbentuk tidak boleh keras, dan harus terdispersi dengan cepat dengan
sedikit pengocokan, harus mudah dituang, memiliki rasa enak dan tahan terhadap
serangan mikroba, untuk obat luar harus mudah disebar dipermukaan kulit dan
tidak cepat hilang ketika digunakan serta cepat mengering.
Pada praktikum kali ini, sediaan yang dibuat adalah suspensi dengan bahan
aktif khloramphenicol palmitat. Dimana bahan aktifnya sendiri merupakan
antibiotik yang dibuat secara sintetik dari materi kristal yang ditemukan. Obat ini
dapat menyebabkan kasus yang serius dan diskrasia darah yang fatal. Mekanisme
kerja dari antibiotik jenis ini yaitu dengan menghambat sintesis protein dari
bakteri. Khloramphenicol juga dapat mengikat ribosom 50s, serta menghambat
sintesis protein mitokondria pada sel mamalia. Khloramphenicol memiliki
aktivitas antimikroba berspektrum luas.
Sediaan ini dibuat suspensi karena bahan aktifnya tidak dapat larut dalam
air. khloramphenicol merupakan zat atau bahan aktif yang digunakan untuk
pemakaian luar dan rasanya sangat pahit. Sehingga digunakan khloramphenicol
palmitat yang tidak berasa dan dapat mengurangi akseptabilitas (penerimaan
pasien) maka, ditambahkan sirup simplex. Sediaan suspensi disimpan dalam
jangka waktu yang lama sebagai multiple dose, maka dari itu dalam proses
pembuatannya harus ditambahkan pengawet.
Pengawet yang digunakan adalah methyl paraben atau propyl paraben.
Kedua pengawet ini ditambahkan agar dapat mencapai pH sediaan sebesar 6,7
karena methyl paraben dan propyl paraben memiliki pH sebagai antimikroba
sebesar 4,0-8,0. Kedua pengawet yang digunakan mempunyai kelarutan yang
sukar larut dalam air maka keduanya dilarutkan dalam propylenglikol.
Namun dalam praktikum, tidak semua suspensi yang dihasilkan itu
merupakan suspensi yang ideal ataupun stabil. Hal ini bisa saja disebabkan karena
kurangnya ketelitian kita selaku praktikan pada saat dilakukannya pembuatan
suspensi sehingga menyebabkan sediaan suspensi tidak maksimal hasilnya.
Suspensi yang tidak sempurna pada biasanya disebabkan oleh mucillagonya yang
kadang-kadang tidak mengembang sehingga menyebabkan suspensi tidak
maksimal. Pada pembuatan mucilago, sering dialami kegagalan sebab pada saat
penuangan air panas misalnya, bahan yang ada di dalam mortir tidak dengan cepat
diaduk pada saat dituangkan air panasnya sehingga menyebabkan mucilago tidak
mengembang.
Kloramfenikol (C11H12Cl2N2O5) merupakan hablur halus berbentuk jarum
atau lempeng memanjang, berwarna putih sampai putih kelabu atau putih
kekuningan, tidak berbau dan rasa sangat pahit. Dalam larutan asam lemah,
mantap, dan mempunyai berat molekul 323,13. Kloramfenikol mengandung tidak
kurang 97,0% dan tidak lebih dari 103,0% C11H12Cl2N2O5 dihitung terhadap zat
yang telah dikeringkan. Kelarutan kloramfenikol larut dalam lebih kurang 400
bagian air, dalam 2,5 bagian etanol (95%) P dan dalam 7 bagian propilenglikol P;
sukar larut dalam kloroform P dan dalam eter P.
Untuk pembuatan Sediaan suspensi, sebelumnya praktikan melalukan
identifikasi bahan-bahan yang tersedia dalam laboratorium yang dapat dijadikan
sediaan suspensi. Kloramfenikol dipilih untuk zat aktif dalam suspensi yang
kelompok kami buat. Berdasarkan Farmakope Indonesia III, menyatakan tentang
kelarutan kloramfenikol bahwa kloramfenikol hampir tidak larut dalam setiap
pelarut. Sehingga praktikan menggunakan kloramfenikol sebagai zat aktif dalam
pembuatan sediaan suspensi.
Dalam praktik, kami melakukan pembuatan sediaan suspensi berdasarkan
formula yang telah kami buat sebelumnya. Untuk membuat formula tersebut
langkah pertama yang kami lakukan adalah menyiapkan alat dan bahan, alat yang
dipergunakan untuk pembuatan sediaan suspensi ini adalah beaker glass, batang
pengaduk, spatula logam, mortir dan stamper, kaca arloji, cawan porselen, neraca
analitik, gelas ukur, botol kaca coklat. Sedangkan bahan yang dipergunakan
adalah kloramfenikol palmitat, CMC-Na, tween-80, propylenglikol, sirup
simplex,nipagin, perasa anggur, dan aquadest.
Hal pertama yang dilakukan dalam pembuatan sediaan ini adalah disiapkan
alat dan bahan serta dibersihkan alat yang digunakan dengan alkohol 70 %.
Menurut Pratiwi (2008), alkohol 70 % dapat mempercepat proses pembersihan
alat dari mikroorganisme. Setelah alat dan bahan siap, langkah kedua adalah
menimbang bahan sesuai dengan perhitungan yang ada, dimana kloramfenikol
palmitat ditimbang sebanyak 1,5 gram, CMC-Na ditimbang sebanyak 0,6 gram,
tween-80 ditimbang sebanyak 0,3 gram, propylenglikol ditimbang sebanyak 18
gram, sirup simplex ditimbang sebanyak 18 gram, nipagin ditimbang sebanyak 60
mg, perasa anggur secukupnya, dan aquadest sampai 60ml.
Pertama, dilakukan pembuatan suspending agent, dimasukkan 0,6 gr Na
CMC kedalam mortir, ditambahkan 12 ml air panas. Menurut Jenkins (1995) air
panas yang ditambahkan yaitu 20 bagian dari Na CMC, karena menurut Dirjen
POM (1979), kelarutan dari bahan pensuspensi adalah 1: 20. Setelah itu diaduk
sampai terdengar suara khas dari suspending agent, karena bunyi khas tersebut
merupakan suatu karakteristik dari suspending agent. Kemudian ditutup
menggunakan aluminium foil dan didiamkan selama beberapa menit. Hal ini
karena suspending agent tidak terlarut, tetapi terdispersi dalam volume air. Jadi
untuk terdispersinya atau terjadinya kontak antara bahan pensuspensi dengan air,
membutuhkan rentang waktu tertentu untuk terdispersi menyeluruh.
Kemudian dibuat suspensi, pertama dikalibrasi botol 60 ml, kemudian
dimasukkan 1,5 gram kloramfenikol ke dalam lumpang, dimasukkan
propilenglikol sebanyak 18 gr, dengan cara meneteskan secara merata pada
kloramfenikol hingga tidak ada udara lagi pada kloramfenikol, diaduk sampai
homogen. Menurut Anief (1994), penambahan propilenglikol ini sebagai
humektan atau zat pembasah untuk menggantikan lapisan udara yang ada di
permukaan partikel sehingga zat mudah tebasahi. Setelah itu, dimasukkan
suspending agent yang telah disiapkan, dan diaduk sampai homogen. Menurut
Aulton (1988), suspending agent digunakan untuk meningkatkan viskositas dari
suspensi sehingga dapat memperlambat pengendapan.
Kemudian dimasukkan polisorbat 80 sebanyak 0,3 gram kedalam lumpang,
diaduk sampai homogen. Menurut Dirjen POM (1979), polisorbat 80 digunakan
sebagai meningkatkan kekentalan dari suspensi. Kemudian ditambahkan sirup
simplex 18 ml, diaduk sampai homogen. Menurut Patel (1994), sirup simplex
digunakan sebagai pemanis untuk menutupi sensasi rasa secara efektif. Sirup
simplek juga digunakan sebagai pengawet karena terdapat nipagin yang berguna
sebagai pengawet antimikroba dalam formulasi sirup simplek. Selain itu sirup
simplek juga berguna untuk menurunkan viskositas dari suspensi agar mudah
dituang pada sendok. Terakhir, ditambahkan perasa anggur untuk menutupi rasa
pahit dari antibiotik kloramphenicol dan memberikan warna yan menarikbagi
anak-anak. Setelah itu, dimasukkan kedalam botol coklat dan ditambahkan
aquadest sampai tanda kalibrasi, digunakan botol coklat karena zat aktif dari
sediaan ini harus disimpan dalam wadah tertutup baik dan terlindung dari cahaya.
Pada praktikum pembuatan dan sediaan suspensi kloramfenikol ini
menggunakan zat aktif kloramfenikol yang mana berkhasiat sebagai antibiotik.
Bahan tambahan lainya yang digunakan adalah nipagin yang mana berkhasiat
sebagai pengawet (anonim, 1979). Bila dalam suspensi diencerkan (dilarutkan)
dalam air, dapat pula ditumbuhi jamur. Untuk mencegah suspensi tidak menjadi
busuk ditambah nipagin sebagai pengawet (Moh. Anief, 1998). Maksud busuk
disini adalah agar suspensi tidak cepat rusak dan menjadi awet. Penambahan
nipagin yang dianjurkan adalah 0,1% - 0,2% (Moh. Anief, 1998. Hal 112)
Dalam pembuatan suspensi, sediaan yang dibuat harus tetap terjaga
stabilitasnya agar bahan-bahan formulasi dari suspensi tersebut tetap homogen.
Dalam sediaan farmasi, homogenitas sangat perlu untuk kesesuaian dosis yang
diminum, maka dari itu dalam pembuatan sediaan suspensi semua bahan harus
tercampur secara sempurna atau homogen. Sehingga dalam pembuatan suspensi
ini menggunakan metode campuran antara flokulasi dan deflokulasi, yaitu
sedimentasi terjadi lambat dan mudah terdispersi kembali. Karena pada sediaan
suspensi rentan terjadi endapan atau caking yang apabila dikocok kembali sudah
tidak dapat terdispersi kembali. Untuk itu, kestabilan dalam sediaan suspensi
sangat diperlukan.
Kesalahan yang sering terjadi pada saat pembuatan suspensi harulslah
menjadi acuan untuk kita sebagai praktikan agar pada pembuatan suspensi
selanjutnya dapat dperoleh hasil yang maksimal. Karena dengan belajar dari
kesalahan seperti inilah kita dapat menciptakan ataupun menghasilkan sediaan
suspensi yang ideal dan stabil.
PERTANYAAN
1. Apa saja indikasi dari kloramphenicol yang lebih spesifik?
Jawab :
Jika dilihat dari zat aktifnya, resep ini diindikasikan untuk pilihan
utama pada penyakit Tifus, Paratifus. Infeksi berat yang disebabkan oleh
salmonella sp, H.Influenza, Ricketsia, Lymphogranuloma, Gram negative
yang menyebabkan bacteremia meningitis (Sirait, 2016).
Obat ini bekerja menghambat sintesis protein kuman dengan cara
berikatan pada ribosom sehingga menghambat pembentukan rantai
peptida. Kloramfenikol secara inta vena menimbulkan kadar yang lebih
rendah dalam darah dibandingkan secara oral. Kloramfenikol bersifat
bakteriostatik terhadap kuman yang peka seperti riketsia, mikoplasma dan
beberapa strain kuman gram positif dan gram negatif (Sukandar, 2008).

2. Mengapa digunakan perasa anggur?


Jawab :
Karena yang terdapat di dalam laboratorium hanya perasa guava,
strawberry, dan grape. Sehingga kelompok kami memilih untuk
menggunakan perasa anggur, selain karena rasanya yang banyak disukai
oleh anak-anak, perasa tersebut juga dapat menghasilkan warna yang
menarik sehingga sediaan yang dihasilkan berwarna menarik dan disukai
oleh anak-anak.

3. Bagaimana aturan untuk gambar pada kemasan sekuner sediaan suspensi


kloramphenicol?
Jawab :
Pada kemasan sediaan suspensi sebaiknya jangan menggunakan
gambar anggur baik itu berupa gambar animasi ataupun gambar
sungguhan. Akan lebih baik dan sesuai dengan peryaratan pembuatan
kemasan yaitu menggunakan gambar animasi seorang anak yang sedang
sakit ataupun gambar lainnya yang sesuai dengan indikasi dari sediaan
obat tersebut. Jika ingin memberitahu atau menginformasikan tentang rasa
yang terkait dengan sediaan obat tersebut, sebaiknya pada kemasan
dituliskan “rasa anggur atau grape flavour”.
DAFTAR PUSTAKA

Anief, Moh. 1997. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta: Gadjah Mada


Universitas Press.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia
Edisi III. Jakarta : Dekpes RI.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1978. Formularium Nasional
Edisi 2. Jakarta : Dekpes RI.
Anief, M. A. 1994. Farmasetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Aulton, M. E. 1988. Pharmaceutics, The Science of Dosage From Design.
London: Churcill Livingstone.
MSDS. 2005. Carboxymethyl Cellulose Sodium MSDS. Texas: Science
Lab.
Pratiwi, Sylvia T. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Bandung: Erlangga.
Sirait, M. 2016. ISO Indonesia Informasi Spesialite Obat, Volume 50.
Jakarta: PT. ISFI Penerbitan.
Sukandar, E.Y dkk. 2008. Iso Farmakoterapi. Jakarta: PT. ISFI Penerbitan.

Anda mungkin juga menyukai